Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling Wawancara. Kompetensi Mampu memahami Ketrampilan Dasar Konseling: Mengajukan pertanyaan efektif dan identifikasi masalah.

2 Pendahuluan Proses konseling dimulai dengan sesi awal. Levine (1983) menjelaskan bahwa otoritas dalam profesi ini melihat bahwa "tujuan konseling berubah dari waktu ke waktu dan berubah sesuai dengan keakraban dan keefektifan hubungan konseling". Seberapa banyak perubahan terjadi atau apakah akan ada sesi kedua biasanya ditentukan oleh hasil dari sesi pertama. Pada sesi pertama, baik klien maupun konselor bekerja untuk menentukan apakah mereka ingin atau dapat melanjutkan hubungan tersebut. Konselor harus dengan cepat menilai apakah ia dapat menghadapi dan menangani permasalahan klien dengan cara yang jujur, terbuka, dan konfrontatif (Okun & Kantrowitz, 2008). Bagaimanapun juga, klien harus menanyakan pada diri sendiri apakah ia merasa nyaman dan dapat mempercayai konselornya sebelum dapat memberikan dirinya secara utuh ke dalam hubungan tersebut. Benjamin (1987) membedakan dua jenis wawancara awal yaitu: wawancara yang dimulai oleh klien dan wawancara yang dimulai oleh konselor. Jika wawancara awal diminta oleh klien, konselor biasanya tidak yakin akan tujuan klien. Ketidakyakinan ini dapat menimbulkan kegelisahan bagi konselor, khususnya jika belum ada informasi latar belakang yang terkumpul sebelum sesi tersebut dimulai. Benyamin (1987) menyarankan agar konselor berusaha mengatasi perasaan tersebut dengan cara mendengarkan sebaik mungkin apa yang dikatakan oleh kliennya. Pada situasi semacam ini, sepeti halnya konseling pada umumnya, mendengarkan membutuhkan rasa saling mengalah (Nichols, 1998). Tidak ada rumusan untuk memulai sesi. Wawancara pertolongan selain seni juga ilmu dan setiap konselor harus mencari gaya sesuai dengan pengalaman, stimulasi, dan refleksi. Akan bijaksana jika konselor tidak menyinggung soal permasalahan yang dimiliki oleh klien di sesi awal ini karena ada kemungkinan klien tidak memiliki permasalahan dalam pengertian tradisional dan hanya sekedar mencari informasi yang dibutuhkan. Jika wawancara awal dimulai oleh konselor, Benjamin (1987) berpendapat bahwa konselor harus secepatnya menyatakan alasan kenapa ia ingin bertemu dengan klien. Pada kasus konselor sekolah, sebuah sesi perlu diadakan agar konselor dapat memperkenalkan alasan mengapa perlu diadakan pertemuan tersebut, klien akan terus berusaha menebaknebak dan terciptalah ketegangan. Welfel dan Patterson (2005) berpendapat bahwa setiap klien yang mengikuti konseling mengalami kegelisahan dan perlawanan, meskipun mereka telah merasa siap. Benyamin (1987) merumuskan bahwa kebanyakan konselor juga merasakan sedikit ketakutan dan 2

3 ketidakpastian saat akan mengadakan wawancara awal. Keidakpastian yang dirasakan oleh konselor dan klien dapat menimbulkan tingkah laku seperti membujuk atau agresi (Watkins, 1983). Konselor dapat mencegah kejadian tersebut dengan saling berbagi informasi dengan kliennya. Manthei (1983) menyarankan agar presentasi konselor mengenai diri sendiri dan fungsinya haruslah multimodal yaitu: 1. Visual 2. Auditoris 3. Tertulis 4. Lisan 5. Deskriptif Meskipun mungkin sulit dilakukan, presentasi semacam ini memberikan imbalan sepadan berupa terciptanya hubungan konselor dan klien yang baik. Secara umum, saling berbagi informasi secara dini dapat meingkatkan peluang bahwa klien dan konselor akan membuat pilihan yang berarti dan berpartisipasi secara lebih penuh pada proses konseling. Wawancara Berorientasi Informasi Cormier dan Hackney (2007) mengatakan bahwa wawancara awal dalam konseling dapat memenuhi dua fungsi: 1. Dapat menjadi wawancara yang berfungsi sebagai pengumpul informasi yang dibutuhkan mengenai klien. 2. Merupakan sinyal dimulainya sebuah hubungan. Kedua tipe wawancara ini bisa dilakukan dan ada pertanyaan-pertanyaan tertentu yang digunakan pada keduanya meskipun keahlian yang ditekankan berbeda. Jika tujuan dari wawancara yang pertama adalah untuk mencari informasi, struktur sesi yang dijalani akan berorientasi pada konselor. Konselor meminta klien untuk bercerita mengenai subjek-subjek tertentu. Konselor akan merespons klien terutama melalui investigasi, penekanan khusus, pertanyaan tertutup, dan permintaan klarifikasi (Cormier & Hackney, 2007). Respons tersebut bertujuan untuk mencari fakta. Investigasi adalah suatu pertanyaan yang biasanya dimulai dengan siapa, apa, di mana, atau bagaimana. Pertanyaan ini membutuhkan lebih dari satu atau dua tanggapan: Misal: Apa yang akan Anda lakukan untuk mendapatkan sebuah pekerjaan? Beberapa investigasi 3

4 dimulai dengan kata mengapa, yang biasanya berkonotasi ketidaksetujuan, menempatkan klien pada posisi defensif dan seringkali tidak dijawab (Benjamin, 1987). Pertanyaan tertutup cukup efektif dalam menggali banyak informasi dalam waktu singkat. Namun tidak mendukung diperolehnya informasi yang rinci yang juga bermanfaat. Lawan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan terbuka, yang biasanya dimulai dengan apa, bagaimana, atau dapatkah yang ruang lingkup lebih banyak kepada klien dalam memberi tanggapan. Misal: "Bagaimana pengaruh hal ini kepada Anda?". "Dapatkah Anda memberi informasi lebih banyak kepada saya?" dan "Ceritakan lebih lanjut kepada saya tentang hal itu. Perbedaan terbesar antara pertanyaan tertutup dengan pertanyaan terbuka adalah apakah pertanyaan tersebut dapat memberi dukungan kepada klien untuk berbicara lebih banyak (Galvin & Ivey, 1981). Seperti halnya perbedaan antara pilihan berganda yang hanya membutuhkan tanda silang dijawaban yang benar dengan sebuah esai yang membutuhkan tingkat pemahaman dan penjelasan yang lebih mendalam. Akhirnya, permintaan untuk klarifikasi adalah suatu tanggapan yang digunakan oleh konselor untuk meyakinkan dirinya bahwa ia mengerti apa yang dikatakann oleh kliennya. Permintaan ini mengharuskan klien untuk mengulangi atau mengelaborasi materi yang telah baru saja dibahas. Konselor berharap mendapatkan beberapa fakta pada wawancara awal yang berorientasi pada informasi. Konselor sering kali menganggap bahwa informasi tersebut dapat digunakan sebagai bagian dari penilaian psikologis, profesional, atau psikososial. Konselor yang diperkerjakan oleh lembaga medis, kesehatan mental, dan koreksional, rehabilitasi, dan sosial yang biasanya mempergunakan wawancara jenis ini. Cormier dan Hackney (2008) menggaris bawahi beberapa data yang dikumpulkan oleh konselor pada sesi awal. Wawancara Berorientasi Hubungan Wawancara yang berfokus pada perasaan atau dinamika hubungan, berbeda dari wawancara sesi pertama yang berorientasi pada informasi. Wawancara ini lebih terfokus pada sikap dan emosi klien. Tanggapan umum konselor termasuk pernyataan ulang, refleksi perasaan, penyimpulan perasaan, permintaan klarifikasi, dan pengakuan tingkah laku nonverbal (Cromier & Hacney, 2008). Pernyataan ulang adalah respons perceminan sederhana kepada klien yang membuat klien mengetahui bahwa konselornya benar-benar sedang menyimaknya. Jika digunakan sendirian, cara ini tidak efektif. Refleksi perasaan sama dengan pernyataan ulang, namun berhubungan dengan ekspresi verbal dan nonverbal. Refleksi ada beberapa tingkatan. Beberapa diantaranya lebih banyak mengkomunikasikan empati dibanding yang lain. 4

5 Melaksanakan wawancara Pertama Tidak ada tempat khusus untuk melakukan wawancara pertama, namun para ahli menyarankan agar konselor memulainya dengan membuat klien merasa nyaman (Cormier & Hackney, 2008). Konselor harus mengesampingkan agendanya sendiri dan memusatkan diri pada klien, termasuk mendegarkan kisah klien dan memaparkan masalah (Wilcox et al., 1997). Perilaku semacam ini dimana ada ketertarikan yang tulus dan penerimaan terhadap klien disebut sebagai rapport (ikatan). Ivey dan Ivey (2007) mengatakan bahwa dua keahlian yang paling penting untuk membangun ikatan adalah tingkah laku dasar ramah kepada klien dan keahlian mengamati klien. Seorang konselor harus memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan kliennya serta bagaimana ia berperilaku. Dalam proses ini, kepekaan konselor terhadap metafora yang diucapkan oleh kliennya dapat membantu memahami cara pandang klien yang unik dan pada saat bersamaan memberi kontribusi pada perkembangan kesamaan kata dan ikatan kolaboratif antara klien dan konselor (Lyddon, 2001). Membangun dan mempertahankan ikatan adalah penting utuk mengungkapkan informasi, mengawali perubahan, dan kesuksesan optimal dari konseling. Mengajak klien untuk fokus pada alasan ia mencari bantuan adalah salah satu cara konselor memulai suatu ikatan. Ajakan secara tidak langsung untuk berbicara ini disebut pembuka dan berlawanan dengan tanggapan yang bersifat menghakimi atau evaluatif yang dikenal juga sebagai penutup pintu (Bolton, 1979). Pembuka pintu yang tepat memasukkan unsur pertanyaan dan observasi. Frekuensi yang melibatkan dan sudut pandang serta keuntungan yang diambil dari wawancara awal dapat ditingkatkan oleh konselor yang menggunakan metode empati, dorongan, dukungan, perhatian, penerimaan, dan ketulusan. Dari semua kualitas tersebut yang paling penting adalah empati. Wawancara dalam Konseling Patterson (1973) mengatakan bahwa counseling is not interviewing, although interviewing may be involved, namun wawancara sudah merupakan bagian dari proses konseling dan berperan penting untuk keberhasilan atau sebaliknya kegagalan pada konseling itu sendiri. Melakukan wawancara membutuhkan ketrampilan tersendiri dan tentunya pengalamanpengalaman praktis disamping juga menyenangi profesinya. Ivey, et al., (1987) menguraikan bahwa wawancara dapat dirumuskan sebagai metode pengumpulan data dan mencari ciri dalam pengumpulan keterangan di lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kesejahteraan, ketenaga kerjaan, penempatan, dan konseling mengenai karier. Menurut Ivey, et al., terdapat lima tahapan struktur wawancara sebagai berikut: 1. Rapport 5

6 Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti: Apa kabar? Pada tahap ini diikuti dengan rencana yang akan dilakukan terhadap klien serta membawa klien merasa enak menghadapi konselor. Seringkali penting menerangkan tujuan dari wawancara dan apa yang konselor bisa dan tidak bisa lakukan. 2. Pengumpulan Data Pada tahap ini merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang bisa dilakukan dan diberikan pada klien. Mengetahui alasan mengapa klien sampai datang untuk wawancara dan bagaimana klien menilai atau memandang masalahnya. Perumusan masalah yang tepat akan menghindari pembicaraan yang meloncat-loncat dan memperjelas tujuan wawancara. Juga untuk mengidentifikasikan secara jelas kemampuan untuk hal-hal yang positif pada klien. Wawancara pertama pada umumnya didahului dengan wawancara pendahuluan yang dikenal dengan intake interview yang bisa dilengkapi dengan pengunpulan data yang sudah ada seperti data pribadi yang tersimpan atau hasil pemeriksaan psikologis yang telah dilakukan. Selanjutnya tujuan dari intake interview adalah untuk mengetahui latar belakang kehidupan klien yang merupakan kumpulan dari faktor atau data keadaan sekarang atau yang sudah lewat mengenai klien secara sistematis. Penekanan isi tergantung dari orientasi konselor atau hal-hal khusus yang akan ditelusuri lebih lanjut. 3. Menentukan Hasil Sesuai dengan Arah Kemana Klien Inginkan Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelal kalau persoalan sudah diatasi. Tahap yang penting bagi konselor untuk mengetahui apa yang dikehendaki klien atau bertentangan dengan apa yang secara rasional dipikirkan oleh konselor. 4. Mengemukakan Macam-Macam Alternatif Penyelesaian Masalah Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam alternatf. Seringkali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-dinamika pribadi dan merupakan tahapan yang berlangsung paling lama. 5. Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya, dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara ini jelas sudah berfungsi sebagai proses konseling itu sendiri. Kelima tahapan wawancara menurut Ivey, et al., terdapat pada lima pertanyaan sederhana dan singkat sebagai berikut: 1. Apa kabar? 2. Apa masalahnya? 3. Apa yang Anda inginkan akan terjadi? 4. Apa yang bisa kita lakukan mengenai hal itu? 5. Apakah Anda mau melakukan hal itu? 6

7 Wawancara sudah merupakan bagian dari proses konseling, maka konseling juga berfungsi terapeutik, disamping fungsi-fungsi seperti tersebut diatas. Fungsi terapeutik dari wawancara bersumber terutama pada kehadiran dari keseluruhan pribadi konselor dengan seluruh penampilannya yang memberikan kesan dan efek tertentu pada klien. Cara menanyakan sesuatu dilatar belakangi oleh sikap memahami akan dirasakan oleh klien sebagai penerimaan dan pengertian yang secara langsung dapat meredakan suatu ketegangan dan memungkinkan untuk berpikir lebih jernih dan rasional dan tidak mustahil muncul kemampuannya untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Wawancara dapat dilakukan secara berstruktur dengan daftar pertanyaan yang tersedia atau dilakukan secara bebas. Hal pertama akan menimbulkan kesan resmi, formal, dan seringkali dapat memperlambat terciptanya rapport, sebaliknya dengan wawancara bebas akan menimbulkan kesan ramah dan santai sehingga lebih mempermudah terungkapnya hal-hal yang mungkin penting untuk dikemukakan oleh klien dan penting untuk memasuki proses konseling selanjutnya. Eksplorasi dan Identifikasi Masalah Pada bagian terakhir dalam membangun hubungan konseling, konselor membantu klien untuk mengeksplorasi bidang-bidang tertentu dan mulai menetapkan tujuan yang ingin dicapai klien. Hill (2004) menekankan bahwa menetapkan tujuan adalah hal yang penting dalam memberikan arah yang tepat pada dalam konseling. Egan (2007) mengamati bahwa eksplorasi dan identifikasi tujuan sering terjadi saat klien diberikan kesempatan untuk berbicara mengenai situasi yang terjadi atau menceritakan kisah pribadinya. Konselor harus memperkuat fokus klien pada dirinya sendiri dengan memberikan struktur, mendengarkan secara aktif (mendengarkan perasaan serta intinya), dan membantu mengidentifikasi tujuan yang jelas. Rule (1982) mengatakan mendeskripsikan bahwa beberapa tujuan tidak memiliki fokus, tidak realistik, dan tidak terkoordinasi. Tujuan tidak berfokus tidak memiliki identifikasi, terlalu luas, atau tidak memiliki prioritas. Kadang-kadang konselor dan klien meninggalkan tujuan tidak terfokus karena waktu dan upaya untuk mengejarnya tidak sebanding produktivitasnya dengan mengubah tingkah laku yang diinginkan. Meskipun demikian pada kebanyakan keadaan, akan lebih membantu jika konselor mengidentifikasi tujuan klien, menempatkannya dalam bentuk yang bisa diolah dan memutuskan tujuan mana yang akan dikejar pertama kali. Tujuan yang tidak realistis seperti digambarkan oleh konselor maupun klien mencakup kebahagiaan, kesempurnaan, menjadi nomor satu, dan aktualisasi diri. Tujuan ini berharga namun tidak mudah didapatkan atau dipertahankan. Tujuan yang tidak realistis sebaiknya 7

8 dihadapi dengan cara memasukkannya ke dalam tujuan hidup yang lebih besar. Selanjutnya konselor dapat mendorong klien untuk membuat strategi eksplorasi dan persiapan untuk menanganinya. Tujuan yang tidak terorganisasi menurut Rule (1982) secara umum dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang benar-benar tidak terkoordinasi dan yang tampaknya tidak terkoordinasi. Pada kelompok pertama tujuannya tidak cocok satu sama lainnya atau tidak cocok dengan kepribadian klien. Orang yang mencari konseling tetapi tidak benar-benar ingin berubah merupakan individu yang mempunyai tujuan tidak kompatibel. Klien semacam ini sering di disebut bermasalah. Di dalam kelompok yang kedua, Rule menempatkan tujuan klien yang kelihatannya tidak terkoordinasi tetapi sebenarnya sebaliknya. Individu semacam ini takut memikul tanggung jawab pribadi dan memberikan jawaban kepada konselor. Dyer dan Vriend (1977) menekankan tujuh kriteria khusus untuk menilai tujuan yang efektif di dalam konseling: 1. Tujuan harus disetujui bersama oleh klien dan konselor tanpa persetujuan bersama kedua belah pihak akan mencurahkan banyak energi dalam mencapai tujuan. 2. Tujuan harus spesifik. Jika tujuan terlalu luas tidak akan pernah tercapai. 3. Tujuan harus relevan dengan perilaku mengalahkan diri sendiri. Ada beberapa tujuan yang mungkin dapat dicapai klien, namun yang yang harus dikejar adalah tujuan yang relevan untuk mengalahkan diri sendiri. 4. Tujuan harus berorientasi pada kesuksesan dan pencapaian. Tujuan konseling harus realitis dan memberi imbalan intrinsik serta ekstrinsik bagi klien. 5. Tujuan harus dapat diukur dan dihitung. Penting bagi klien dan konselornya untuk mengetahui kapan tujuan tersebut dapat dicapai. Ketika tujuan didefinisikan secara kuantitatif, pencapaian lebih mudah diraih. 6. Tujuan harus berhubungan dengan tingkah laku dan dapat diamati. Kriteria ini berhubungan dengan yang sebelumnya, tujuan yang efektif adalah tujuan yang dapat dilihat saat telah dicapai. 7. Tujuan harus dapat dimengerti dan dijelaskan kembali sejelas-jelasnya. Sangat penting bahwa klien dan konselor mengkomunikasikan tujuannya dengan jelas. Satu cara untuk menilai seberapa baik kemajuan yang telah dicapai adalah dengan cara menyebutkan kembali tujuan dengan kata-katanya sendiri. Egan (2007) memperingatkan bahwa dalam tahap eksplorasi dan penetapan tujuan konseling, dapat timbul beberapa masalah yang menghalangi terbangunnya hubungan antara konselor dan klien dengan baik. Yang paling jelas adalah bergerak terlalu cepat, terlalu lamban, ketakutan akan intensitas, kritikan klien, dan terlalu banyak energi dan waktu yang dicurahkan untuk melihat kemasa lalu. Konselor yang diperingatkan mengenai 8

9 permasalahan potensial tersebut berada pada posisi yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah itu secara efektif. Penting sekali bahwa konselor bekerjasama dengan klien untuk membangun hubungan yang memuaskan sejak awal pertemuan. Saat proses ini terjadi tahap kerja yang lebih aktif untuk melakukan konseling dimulai. Membangun sebuah hubungan tahap pertama dalam konseling adalah proses berkelanjutan. Dimulai dengan konselor memmenangkan pertarungan atas struktur dan klien memenangkan pertarungan atas inisiatif. Pada situasi tersebut kedua belah pihak adalah pemenang. Klien memenangkan informasi yang dibutuhkan mengenai konseling dan mengetahui apa yang harus diharapkannya. Sedangkan konselor menang karena dapat menciptakan suasana yang membuat klien merasa nyaman untuk berbagi pemikiran dan perasaan. Konseling dapat terjadi pada lingkungan apapun, namun beberapa keadaan lebih dapat meningkatkan kemajuan dibanding lainnya. Konselor harus mewaspadai lingkungan fisik dimana konseling tersebut terjadi. Klien dapat beradaptasi terhadap ruangan apapun, namun kualitas tertentu pada suatu lingkungan seperti pengaturan tempat duduk dapat membuat konseling menjadi lebih kondusif. Kualitas lain yang tidak begitu terlihat juga dapat mempengaruhi pembentukan sebuah hubungan. Misal: persepsi yang dimiliki oleh klien dan konselor terhadap satu sama lain sangat penting. Klien yang masih menarik, muda, pandai bicara, cerdas, dan ramah diperlakukan lebih positif dibanding klien yang sudah tua, kurang pandai, dan tampak kurang mempunyai motivasi. Klien juga cenderung lebih mau bekerja dengan konselor yang mereka anggap dapat dipercaya, atraktif, dan berpengalaman. Terlepas dari keadaan eksternal dan persepsi awal, seorang konselor yang memperhatikan ekspresi verbal dan non verbal seorang klien akan lebih cenderung dapat membangun ikatan. Cara konselor mengkomunikasikan empati dan keahlian penting lainnya yang membantu, seperti pernyataan ulang dan refleksi diluar teori konseling dapat meningkatkan hubungan lebih jauh lagi. Ketika konselor menyesuaikan perasaan dan nilainilainya, ia akan dapat menjadi lebih efektif. Wawancara awal konseling dapat dimulai oleh klien maupun konselor dan dapat berfokus pada pengumpulan materi informasi ataupun pada dinamika hubungan. Pada situasi apapun sangatlah penting bagi konselor mengeksplorasi bersama klien untuk mencari tahu alasan dilakukannya konseling. Pengungkapan semacam ini dapat mendorong klien menguraikan tujuan dan membentuk agenda yang ditetapkan bersama konseling. Ketika langkah-langkah tersebut dilakukan, dimulailah upaya untuk mencapai tujuan. 9

10 Daftar Pustaka Gladding, Samuel T. (2014). Counseling: A Comprehensive Profession 7 th edition.california. Pearson International. Singgih D Gunarsa.(2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. 10

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 04 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 13 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance

Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Jesse B. Davis: Orang pertama

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling

Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Attending Behavior Kunci dari attending behavior adalah

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM KETRAMPILAN EMPATI SEBAGAI USAHA PENGUATAN KARAKTER SISWA Eny Kusumawati Universitas

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill MODUL PERKULIAHAN Interpersonal Communication Skill Introduksi Umpan Balik dan Membujuk Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Advertising and Marketing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Seorang Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan

Lebih terperinci

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik.

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. DASAR PRESENTASI PERSIAPAN Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. Persiapan Dasar Persiapan yang baik bisa dimulai dengan menganalisis tiga faktor di bawah ini: - pada acara apa kita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga

Lebih terperinci

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 179 LAMPIRAN 180 181 A. Pedoman Wawancara NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 1. Perkenalan dan Rapport 2. Riwayat Penyakit 3. Dampak penyakit terhadap kehidupan secara keseluruhan 4. Aspek Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang adalah hasil interaksi antara komponen fisik, pikiran, emosi dan keadaan lingkungan. Namun, untuk memperkuat kontrol manusia terhadap perilakunya

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING Proses-proses konseling meliputi tahap awal, tahap pertengahan (tahap kerja), tahap akhir. Teknik-teknik konseling meliputi ragam teknik konseling, penguasaan teknik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai pendahuluan, pengertian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

KONSELING. Oleh: Muna Erawati

KONSELING. Oleh: Muna Erawati TAHAPAN dan TEKNIK KONSELING Oleh: Muna Erawati Tujuan Konseling Insight: mendapat pemahaman mengenai asal muasal dan perkembangan kesulitan emosi, lalu meningkat pada peningkatan kapasitas pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Psychoanalysis Therapy

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah yang penting dalam usaha pembangunan bangsa adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia,olahraga yang selama ini masih bisa dipandang untuk

Lebih terperinci

THE COUNSELING INTERVIEW

THE COUNSELING INTERVIEW THE COUNSELING INTERVIEW Setiap orang yang biasa dipanggil sebagai konselor, bertugas untuk membantu subjek memperoleh insight dan kemampuan untuk mengatasi masalah fisik, emosi, finansial, akademis ataupun

Lebih terperinci

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR Personality Questionaire PANDUAN PENGISIAN MBTI NO. A 1. Isilah dengan jujur & refleksikan setiap pernyataan yang ada ke dalam keseharian Anda 2. JANGAN terlalu banyak berpikir,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

A. Mata Kuliah Nursing Theorist

A. Mata Kuliah Nursing Theorist A. Mata Kuliah Nursing Theorist B. Capaian Pembelajaran Praktikum Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu: 1. Menganalisis komunikasi terapeutik dan helping relationship dalamkonteks hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA 92 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BAGI PENYANDANG TUNARUNGU DI SMALB-B KARYA MULIA SURABAYA A. Bagaimana proses

Lebih terperinci

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS Maisarah, S.S., M.Si Inmai5@yahoo.com Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang Abstrak Artikel ini berisi tentang pentingnya komunikasi non verbal di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Agus (2003) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan A. Tujuan I. PENDAHULUAN Setelah mempelajari modul ini para konselor diharapkan : 1. Memiliki pemahamam tentang konselor sebagai suatu profesi 2. Memiliki pemahamam tentang kinerja profesional konselor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan gelombang globalisasi yang melanda dunia, standarisasi juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Artinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Tujuan dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari anak didik. Dengan demikian setiap proses pendidikan harus diarahkan pada tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasilkan kualitas manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, sering sekali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkah laku orang lain. Penafsiran tersebut, tergantung pada konteks dan

Lebih terperinci

dimengerti oleh penerima, dan secara nyata dapat dilaksanakan, sehingga tercipta interaksi dua arah.

dimengerti oleh penerima, dan secara nyata dapat dilaksanakan, sehingga tercipta interaksi dua arah. Sekalipun Anda memiliki produk unggulan, konsep layanan prima dan gagasan-gagasan kreatif, tetapi tidak Anda komunikasikan kepada orang lain, tidak ada gunanya. Sehebat apa pun ilmu dan jurus-jurus bisnis

Lebih terperinci

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak NEGOSIASI BISNIS Negosiasi sebuah proses usaha untuk menemukan kesepakatan di antara dua pihak atau lebih yang memiliki perbedaan pandangan atau harapan tentang masalah tertentu pembicaran dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dijadikan sebagai perhatian utama disetiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Upaya meningkatkan mutu pendidikan membutuhkan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular 1 Kamar Kecil Merokok Agenda Telepon selular 2 Menjelaskan manfaat dari negosiasi yang efektif. Menjelaskan lima tahap negosiasi. Menekankan persiapan dan negosiasi berbasiskepentingan Menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Review Materi dan Praktikum. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Psikologi Konseling. Review Materi dan Praktikum. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Psikologi Konseling Modul ke: Review Materi dan Praktikum Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Konseling sebagai hubungan membantu

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat penting bagi klien untuk

BAB III PENYAJIAN DATA. prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat penting bagi klien untuk BAB III PENYAJIAN DATA Membangun hubungan konseling antara konselor dan klien dalam mengatasi konflik pernikahan sangat penting bagi seorang konselor dalam prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi manusia sebagai makhluk individu maupun kelompok. Pendidikan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. PENGERTIAN Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. B. TUJUAN Tujuan Komunikasi Terapeutik : 1. Membantu pasien

Lebih terperinci

ACTIVE LISTENING SEBAGAI DASAR PENGUASAAN KETERAMPILAN KONSELING Oleh : Rosita E.K., M.Si

ACTIVE LISTENING SEBAGAI DASAR PENGUASAAN KETERAMPILAN KONSELING Oleh : Rosita E.K., M.Si ACTIVE LISTENING SEBAGAI DASAR PENGUASAAN KETERAMPILAN KONSELING Oleh : Rosita E.K., M.Si Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif

BAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif BAB II LANDASAN TEORI Interaksi berkaitan erat dengan istilah komunikasi. Komunikasi terdiri dari beberapa unsur yang terlibat di dalamnya, yaitu komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media (Sardiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berdasarkan kajian dari permasalahan penelitian, penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam buku Metodologi

Lebih terperinci

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Komunikasi Efektif. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Komunikasi Efektif. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Modul ke: PENDIDIKAN ETIK Komunikasi Efektif Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Pendahuluan Menjadi Pendengar Yang Baik Kekuatan Kata-kata

Lebih terperinci

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama, maka dapat dibuat kesimpulan

Lebih terperinci

Small Groups in Counseling and Therapy. Sigit Sanyata 07 Juni 2009

Small Groups in Counseling and Therapy. Sigit Sanyata 07 Juni 2009 Small Groups in Counseling and Therapy Sigit Sanyata 07 Juni 2009 Konseling kelompok? Konseling kelompok? Kita perlu belajar Perubahan dalam konseling Perasaan Pikiran Perilaku Bahagia Konsep konseling

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri untuk mengembangkan kecakapan pribadi mahasiswa dipaparkan sebagai berikut. 1. Model

Lebih terperinci

2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Melalui bahasa kita bisa melakukan kegiatan komunikasi dan mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR

PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR THE INFLUENCE OF TRAINING ON BASIC COMMUNICATION SKILL OF

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

Fitriati Endah Aryaning F

Fitriati Endah Aryaning F HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BIDAN SAAT MENOLONG PERSALINAN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Karakteristik Guru sebagai Pembimbing di Taman Kanak-kanak 127 KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Guru adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

Teknik Pembimbingan dan Dasar-dasar konseling. Ika Adita Silviandari, S.Psi., M.Psi Ari Pratiwi, S.Psi., M.Psi Ulifa Rahma, S.Psi., M.

Teknik Pembimbingan dan Dasar-dasar konseling. Ika Adita Silviandari, S.Psi., M.Psi Ari Pratiwi, S.Psi., M.Psi Ulifa Rahma, S.Psi., M. Teknik Pembimbingan dan Dasar-dasar konseling Ika Adita Silviandari, S.Psi., M.Psi Ari Pratiwi, S.Psi., M.Psi Ulifa Rahma, S.Psi., M.Psi Sub Pokok Bahasan : Teknik (tahapan) pembimbingan Definisi konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

Orientasi Pengajaran. Maryati dan Tim UPPL UNY. Mikro

Orientasi Pengajaran. Maryati dan Tim UPPL UNY. Mikro Orientasi Pengajaran Maryati dan Tim UPPL UNY Mikro 4 KOMPETENSI GURU 1. PEDAGOGI 2. KEPRIBADIAN ramah, santun toleran dan peduli 4. SOSIAL 3. PROFESIONAL KOMPETENSI MK MIKRO MAHASISWA MENGENAL KONSEP

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Relations merupakan suatu hubungan yang terjalin antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator memperlakukan komunikannya secara

Lebih terperinci

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut. Dalam profesi kedokteran terdapat tiga komponen penting yaitu komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta komponen hubungan interpersonal antara dokter dan pasien.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini di latar belakangi dari hasil obsevasi awal pada tanggal 23 Januari 2015. Peneliti melakukan observasi di SMP Kartika XIX 2 Bandung khusunya di kelas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian.

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian. BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian Bab ini adalah bagian dari sebuah tahapan penelitian kualitatif yang akan memberikan pemaparan mengenai beberapa temuan dari semua data yang ada. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

Sebagai pengalaman baru

Sebagai pengalaman baru Sebagai pengalaman baru Sekurang2nya ada 6 macam pengalaman baru yg diperoleh oleh klien dalam proses konseling yaitu : 1. Mengenal konflik internal 2. Menghadapi realitas 3. Mengembangkan konsep diri

Lebih terperinci