TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON"

Transkripsi

1 TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON SKRIPSI RESTIKA RADITIA AULIA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN RESTIKA RADITIA AULIA. Transmisi Harga Biji Kakao di Pasar Fisik Indonesia, Pasar Berjangka New York, dan London. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARMINI). Kakao merupakan komoditi perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil biji kakao terbesar ketiga di dunia yang seharusnya memiliki kemampuan untuk mengontrol pergerakan perdagangan biji kakao baik dalam hal jumlah ataupun harganya. Kenyataannya seperti pada produk pertanian lain, Indonesia belum mampu mengatasi berfluktuasinya harga biji kakao dari waktu ke waktu. Fluktuasi harga yang terjadi baik di pasar dunia maupun lokal akan menimbulkan risiko bila dilaksanakan langsung dengan penyerahan fisik (spot). Risiko tersebut diantaranya adalah risiko kerusakan fisik dan penurunan nilai komoditi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya fluktuasi harga tersebut adalah dengan strategi pasar berjangka komoditi. Pasar berjangka ini memiliki manfaat salah satunya sebagai lindung nilai (hedging). Praktik pemasaran pada pasar berjangka sudah banyak dilakukan terutama untuk produk-produk ekspor. Pasar berjangka New York dan London merupakan pasar bagi biji kakao dunia sudah lazim menggunakan cara ini dalam proses transaksinya. Berdasarkan dari fakta yang ada maka timbul pertanyaan penelitian yaitu bagaimana volatilitas pergerakan harga biji kakao di masing-masing pasar dan transmisi harga yang terjadi antara pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York, dan London serta bagaimana implikasinya terhadap Asosiasi Kakao Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis volatilitas dan transmisi harga biji kakao di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York dan London serta merumuskan rekomendasi kebijakan untuk Asosiasi Kakao Indonesia agar dapat meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia. Tujuan penelitian akan dijawab dengan metode ekonometrika yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Kerangka teoritis disusun berdasarkan teori yang ada dan penelitian terdahulu yang terkait. Model ekonometrika adalah Vector Autoregression in Difference (VARD). Setelah terbentuk model

3 dilanjutkan dengan aplikasi model yaitu Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Decompotition Variance. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan hasil bahwa seluruh variabel belum stasioner pada tingkat level sehingga perlu dilakukan uji stasioneritas pada tingkat first difference dimana pada tingkat ini seluruh variabel sudah stasioner. Berdasarkan analisis kointegrasi maka diperoleh hasil bahwa tidak terdapat kointegrasi diantara ketiga variabel tersebut yang artinya adalah tidak ada hubungan atau keseimbangan dalam jangka panjang antar variabel. Model VAR yang tepat digunakan untuk data yang diteliti adalah model VARD (VAR in difference). Hasil estimasi model VARD adalah harga biji kakao Indonesia dipengaruhi oleh harga biji kakao LIFFE pada periode sebelumnya. Harga biji kakao LIFFE dipengaruhi oleh harga biji kakao LIFFE itu sendiri pada periode sebelumnya. Adapun NYBOT dipengaruhi oleh harga biji kakao LIFFE pada periode sebelumnya dan dua periode sebelumnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Pasar berjangka NYBOT merupakan pasar yang memiliki volatilitas tinggi diikuti oleh pasar berjangka LIFFE dan pasar fisik Indonesia, (2) Tidak adanya kointegrasi atau hubungan jangka panjang antara ketiga tempat tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi transmisi harga biji kakao Indonesia dengan harga biji kakao yang terjadi di LIFFE dan NYBOT, (3) Implikasi model VAR yang dapat diaplikasikan di Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) adalah membuat kebijakan agar Indonesia dapat meningkatkan kualitas biji kakao dan produk-produk turunan lainnya mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini dapat tercapai jika melihat segala peluang dan potensi yang dimiliki oleh biji kakao Indonesia sehingga nantinya komoditi ini bisa meningkatkan posisi tawarnya. Adapun saran yang direkomendasikan pada penelitian ini adalah pemerintah hendaknya bekerjasama dengan Askindo dalam memberikan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan kepada seluruh pelaku bisnis kakao dalam upaya meningkatkan kualitas biji kakao Indonesia. Selain itu, industri pengolahan juga penting untuk ditingkatkan agar biji kakao Indonesia mempunyai nilai tambah dan nilai jual yang tinggi di pasar internasional. Askindo juga perlu meningkatkan kerjasama dengan pemerintah untuk mengefektifkan bursa

4 berjangka di Indonesia agar dapat meminimalisasi terjadinya fluktuasi harga dan sebagai cara untuk memperbaiki posisi tawar biji kakao Indonesia di perdagangan internasional. Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis juga mengenai pergerakan harga komoditas turunan kakao lainnya, menganalisis transmisi harga biji kakao ditempat lain serta menambah variabel yang diduga mempengaruhi pergerakan harga biji kakao.

5 TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON RESTIKA RADITIA AULIA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Skripsi Nama NIM : Transmisi Harga Biji Kakao di Pasar Fisik Indonesia, Pasar Berjangka New York, dan London : Restika Raditia Aulia : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Harmini, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Transmisi Harga Biji Kakao di Pasar Fisik Indonesia, Pasar Berjangka New York, dan London adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Restika Raditia Aulia H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suhaili H. Usman dan Ibu Sri Kaltriyana. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kenari 09 Pagi Jakarta pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 216 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 68 Jakarta diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada mayor Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selain iu, penulis juga mengambil mata kuliah dengan minor Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif terlibat pada kegiatan organisasi baik yang diadakan oleh Departemen Agribisnis, tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen maupun kegiatan yang diadakan Institut Pertanian Bogor. Pengalaman kepanitiaan tersebut diantaranya menjadi staf divisi PDD IAAS Olimpic tahun 2009, staf divisi PDD Enterpreneur and Business Competition (E&B.Com) tahun 2009, staf divisi Humas Expresso feat Pujangga (Extravaganza) tahun 2009, ketua divisi Sponsorship Banking Goes To Campus (BGTC) tahun 2010, staf divisi Sponsorship Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2010, staf divisi Sponsorship SPORTAKULER tahun 2010, staf divisi Humas Essay Competition (Es-Disco) tahun 2010, staf divisi Sponsorship Agribusiness Youth Camp (AYC) tahun 2010, dan staf divisi Sponsorship Agrination tahun Selain itu, pengalaman di IPB lainnya adalah penulis berkesempatan menjadi penerima Beasiswa BBM selama 3 tahun. Pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 penulis dipercaya untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar Komunikasi di Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunianya serta shalawat dan salam senantiasa terlimpah pada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Transmisi Harga Biji Kakao di Pasar Fisik Indonesia, Pasar Berjangka New York, dan London. Penelitian ini bertujuan menganalisis volatilitas dan transmisi harga biji kakao yang terjadi di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York, dan London, serta menyusun rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) agar dapat meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mambangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2012 Restika Raditia Aulia

10 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Amzul Rifin, S.P, M.A selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Yanti Nuraeni Muflikh, S.P, M.Agribuss selaku dosen penguji komdik pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Almarhumah Ibunda Sri Kaltriyana, Ayahanda Suhaili H. Usman, Adik Lintang Juldiar Faradilla dan Hijjar Fahriza Aprilian serta keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 5. Muchlis Hibran yang selalu memberikan segala dukungan, motivasi, semangat, doa, dan kasih sayang kepada penulis. 6. Febriantina Dewi, S.E, M.M yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf pengajar (Departemen Agribisnis dan Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat) yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Agribisnis dan Minor Komunikasi Pengembangan Masyarakat. 7. Pihak Asosiasi Kakao Indonesia (Bapak Zulhefi Sikumbang, Ibu Dewi, Bapak Firman), Kementrian Perdagangan (Bapak Williarter Leonardo), Kementrian Pertanian (Ibu Lidia), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapak Joko, Bapak Bowo), Badan Pusat Statistik (Ibu Yolanda), dan Kak M. Fadhil Adinugroho atas waktu, kesempatan, informasi, bantuan, dan dukungan yang diberikan dalam pencarian literatur dan data.

11 8. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan (Joko Novianto, Farah Ratih, dan Tsamaniatul Khusnia) atas semangat, doa, motivasi, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi berakhir. 9. Teman-teman seperjuangan gladikarya (Jauhar Samudra, Annisa Kusuma Wardani, Dwi Endah, dan Helma Hendriette) atas suka, duka, pengalaman, kerjasama, dan kebersamaannya selama di Desa Jambenenggang, Sukabumi. 10. Teman-teman Agribisnis angkatan 45 (Septiannisa, Destia, Meidina, Julia, Tsame, Andina, Regina, Dinda, Tami, Hera, Ayuning, Akbar, Dika, Difan) dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah mewarnai hari-hari penulis selama kuliah di IPB. Terima kasih atas suka, duka, pengalaman, dan ilmu yang telah kalian berikan. 11. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu per satu namun telah banyak memberikan saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB. Terima kasih atas bantuannya. Bogor, Juni 2012 Restika Raditia Aulia

12 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman i iii iv v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 12 II. TINJAUAN PUSTAKA Kakao di Dunia Kakao di Indonesia Analisis Transmisi Harga. 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN Fluktuasi dan Volatilitas Harga Teori Harga Konsep Perdagangan Internasional 3.4 Hubungan Pasar Berjangka dan Pasar Fisik Transmisi Harga Model Vector Autoregression (VAR) Kerangka Pemikiran Operasional. 34 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Instrumentasi Pengolahan dan Analisis Data Uji Stasioneritas Data dan Derajat Integrasi Penentuan Panjang Lag Uji Kointegrasi Estimasi Model VAR Fungsi Respon Impuls Dekomposisi Ragam V. GAMBARAN UMUM Pasar Fisik Indonesia Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Pasar Berjangka New York Pasar Berjangka London International Cocoa Organization i

13 VI. TRANSMISI HARGA KAKAO Eksplorasi Data Analisis Data Uji Stasioneritas Data dan Derajat Integrasi Penentuan Panjang Lag Uji Kointegrasi Estimasi Model VAR Fungsi Respon Impuls Dekomposisi Ragam Implikasi Model VECM Terhadap Askindo VII. KESIMPULAN DAN SARAN. 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 76 ii

14 Nomor DAFTAR TABEL 1 Nilai Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Menurut Sub Sektor Tahun Nilai dan Volume Ekspor dan Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun Halaman 4 Produksi Biji Kakao Dunia Tahun Volume dan Nilai Ekspor Impor Biji Kakao Indonesia 5 Tahun Konsumsi Biji Kakao Dunia Tahun Volume dan Nilai Impor Biji Kakao Indonesia Tahun Rataan, Standar Deviasi, dan Koefisien Varians Harga Biji Kakao di Indonesia, LIFFE, dan NYBOT. 9 Hasil Unit Root Test Bursa INDO, LIFFE, dan NYBOT 10 Panjang Lag Optimal Berdasarkan Beberapa Kriteria Rangkuman Uji Kointegrasi Johansen Hasil Estimasi Model VARD.. 61 iii

15 Nomor DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan Harga Komoditi Kakao di Pasar Domestik dan Dunia Tahun Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Biji Kakao dan Produk Lain Kakao Indonesia Halaman Proses Terjadinya Perdagangan Internasional 27 4 Kerangka Pemikiran Operasional Tataniaga Kakao Indonesia Grafik Fluktuasi Harga Harian di London International Financial Futures Exchange (LIFFE) dibandingkan dengan Harga Harian di pasar fisik Makassar, Indonesia... 7 Grafik Fluktuasi Harga Harian di New York Board of Trade (NYBOT) dibandingkan dengan Harga Harian di pasar fisik Makassar, Indonesia 8 Grafik Respon Impuls dari Nilai Logaritma Harga Biji Kakao Indonesia terhadap Variabel Lain 9 Grafik Respon Impuls dari Nilai Logaritma Harga Biji Kakao LIFFE terhadap Variabel Lain. 10 Grafik Respon Impuls dari Nilai Logaritma Harga Biji Kakao NYBOT terhadap Variabel Lain 11 Respon Harga Biji Kakao Pasar Berjangka NYBOT dan LIFFE terhadap guncangan Harga Biji Kakao Pasar Fisik Indonesia iv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Unit Root Test Pengujian Panjang Lag Optimal 79 3 Hasil Uji Kointegrasi 80 4 Analisis VAR 82 5 Analisis Respon Impuls 83 6 Analisis Dekomposisi Ragam v

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris yang unggul dalam bidang pertanian. Sektor pertanian di Indonesia menyumbang sekitar 2.708,161 triliun rupiah untuk nilai pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku pada tahun 2010 (Kementan 2011). Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian terdiri dari subsektor perkebunan, subsektor hortikultura, subsektor peternakan, dan subsektor tanaman pangan. Diantara keempat subsektor tersebut, subsektor perkebunan memiliki surplus dalam hal neraca perdagangan. Hal ini dapat dilihat dari penjabaran Tabel 1. Tabel 1. Nilai Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Menurut Sub Sektor Tahun No. Sub Sektor Tahun Rata-rata pertumbuhan (%) Nilai (US$ 000) 1 Tanaman Pangan - Ekspor ,73 - Impor ,83 - Neraca ,38 2 Hortikultural - Ekspor ,95 - Impor ,07 - Neraca ,92 3 Perkebunan - Ekspor ,27 - Impor ,92 - Neraca ,43 4 Peternakan - Ekspor ,41 - Impor ,41 - Neraca ,89 PERTANIAN - Ekspor ,16 - Impor ,18 - Neraca ,58 Sumber : BPS diolah Pusdatin (2011) 1

18 Subsektor perkebunan memiliki nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan nilai impornya. Inilah yang menjadikan nilai neraca perdagangan subsektor perkebunan surplus dari tahun ke tahun. Walaupun terjadi penurunan nilai neraca perdagangan pada tahun 2009, subsektor perkebunan menyumbang ekspor lebih dari 90 persen terhadap total ekspor pertanian yaitu sebesar US$ 21,58 miliar dari total ekspor pertanian US$ 23,03 miliar. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan nilai neraca perdagangan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar US$ 7,04 miliar. Hal ini membuktikan bahwa subsektor perkebunan memiliki keunggulan pada sektor pertanian di Indonesia. Sektor perkebunan mempunyai peran yang penting bagi perekonomian Indonesia. Hasil produksi perkebunan Indonesia mempunyai andil yang cukup besar dalam menyumbang devisa negara. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai dan volume ekspor perkebunan Indonesia tahun pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai dan Volume Ekspor dan Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun No Komoditas Tahun Rata-rata pertumbuhan (%) 1 Kelapa Volume (Ton) ,19 Nilai (US$ 000) ,76 2 Karet Volume (Ton) ,07 Nilai (US$ 000) ,83 3 Kelapa Sawit Volume (Ton) ,92 Nilai (US$ 000) ,38 4 Kopi Volume (Ton) ,32 Nilai (US$ 000) ,46 5 Kakao Volume (Ton) ,00 Nilai (US$ 000) ,26 Sumber : BPS diolah Pusdatin (2011) 2

19 Salah satu komoditi perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kakao. Kakao Indonesia merupakan komoditi utama perkebunan yang menyumbang devisa negara untuk ekspor hasil perkebunan. Nilai ekspor kakao Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet dengan total nilai ekspor sebesar US$ 1,64 miliar pada tahun Hal ini dapat menunjukkan potensi dan peluang komoditas kakao dalam perdagangan internasional. Kakao berperan sebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan pekerjaan, dan sumber pendapatan bagi petani di Indonesia. Kondisi ini didukung dengan kepemilikan area tanam kakao nasional yang sebagian besar dikelola oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2011 diduga luas areal kakao milik perkebunan rakyat (PR) sebesar ha. Untuk perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS) masing-masing luasnya diduga sebesar ha dan ha. Luas areal dan produksi kakao Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun Tahun Perkebunan Rakyat (PR) Perkebuna n Besar Negara (PBN) Luas Areal (Ha) Perkebunan Besar Swasta (PBS) Jumlah Perkebunan Rakyat (PR) Perkebunan Besar Negara (PBN) Produksi (Ton) Perkebunan Besar Swasta (PBS) Jumlah *) **) Keterangan : *) Angka sementara dan **) Angka dugaan Sumber : BPS diolah Pusdatin (2011) 3

20 Perkembangan luas areal dan produksi kakao terus meningkat setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2004 dan 2007 terjadi penurunan jumlah produksi, tetapi secara umum trend produksi mengalami peningkatan. Keadaan ini dapat dilihat ketika tahun 1967 total luas areal kakao hanya ha, hingga tahun 2011 total luas areal kakao diduga sebesar ha. Dilihat dari sisi produksi, pada tahun 1967 total produksi kakao hanya ton dan pada tahun 2011 diduga total produksi kakao sebesar ton. Pengaruh positif yang timbul dari adanya perkembangan luas areal dan produksi kakao telah memberikan hasil yang berdampak pada peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di dunia. Indonesia berhasil menjadi produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Jumlah produksi biji kakao dari ketiga negara tersebut dibandingkan dengan negara lain dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Biji Kakao Dunia Tahun Negara 2001/ / / 2004 Produksi (ribu ton) 2004/ / / / / / 2010* AFRIKA Kamerun Pantai Gading Ghana Nigeria Lainnya AMERIKA Brazil Ekuador Lainnya ASIA & OCEANIA Indonesia Lainnya TOTAL DUNIA Keterangan : *) Angka dugaan Sumber : International Cocoa Organization (2011) Indonesia pernah berada di peringkat kedua sebagai negara peghasil biji kakao terbesar di dunia pada tahun 2001/2002, namun kembali tergeser ke posisi tiga oleh Ghana pada tahun berikutnya. Pergeseran itu terjadi karena adanya serangan hama pada tanaman kakao. Indonesia menjadi pemasok terbesar biji 4

21 kakao di wilayah Asia Oceania dengan total produksi Indonesia lebih dari 80 persen total produksi keseluruhan di Asia Oceania. Tingkat persaingan ekspor Indonesia dengan negara utama penghasil kakao lainnya sangat ketat. Hal ini dikarenakan biji kakao Indonesia yang dihasilkan oleh rakyat kualitasnya masih rendah. Kualitas kakao Indonesia masih didominasi oleh biji kakao yang belum terfermentasi, biji dengan kadar kotoran yang tinggi, serta terkontaminasi serangga, jamur, atau mikotoksin sehingga kakao Indonesia dihargai paling rendah di pasar internasional. Hal ini juga yang menyebabkan volume dan nilai ekspor kakao Indonesia fluktuatif dari tahun ke tahun. Pada Tabel 5 tersedia data mengenai volume dan nilai ekspor impor komoditi kakao Indonesia. Tabel 5. Volume dan Nilai Ekspor Impor Biji Kakao Indonesia Tahun EKSPOR IMPOR Tahun VOLUME (Ton) NILAI (000 US$) VOLUME (Ton) NILAI (000 US$) Sumber : BPS diolah Pusdatin (2011) Data perkembangan volume dan nilai ekspor biji impor kakao Indonesia selama sepuluh tahun terakhir memperlihatkan dengan jelas terjadinya fluktuasi perdagangan komoditas kakao di pasar internasional. Besarnya peningkatan nilai ekspor impor dibandingkan dengan volumenya menunjukkan bahwa harga kakao cenderung meningkat (Bappebti 2011). Selain itu, tingkat persaingan perdagangan internasional juga menjadi hal yang perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan harga ekspor kakao Indonesia juga semakin fluktuatif. Seharusnya, Indonesia sebagai salah satu penghasil biji kakao terbesar di dunia memiliki kemampuan 5

22 untuk mengontrol pergerakan jumlah dan harga biji kakao serta mengatasi fluktuasi harga biji kakao dari waktu ke waktu. Perubahan harga yang berfluktuasi ini membuat produsen tidak dapat memprediksi keuntungan yang akan diterima atau kemungkinan kerugian yang akan diperoleh akibat harga kakao yang jatuh dipasaran. Hal ini yang membuat harga menjadi salah satu hal yang penting dalam perdagangan kakao di Indonesia karena selain menjadi indikator penerimaan bagi perusahaan, harga juga menjadi salah satu indikator penentuan produksi di masa depan. Alternatif cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya fluktuasi harga tersebut adalah dengan sistem pasar berjangka komoditi. Transaksi yang terjadi pada pasar berjangka akan memberikan kejelasan berapa volume yang harus dihasilkan oleh produsen sehingga memberikan gambaran jumlah faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produk yang diinginkan pasar. Informasi mengenai kepastian jumlah produk yang harus dihasilkan akan membantu produsen untuk meminimalkan risiko rendahnya harga karena kelebihan penawaran. Pusat pasar berjangka dunia untuk komoditas kakao unfermented berada di New York serta kakao fermented berada di London. Sedangkan di Indonesia, pusat pasar perdagangan kakao terdapat di Makassar sebagai daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan transaksi penyerahan barang langsung (fisik) atau disebut juga transaksi secara spot. Walaupun di Indonesia sudah ada bursa berjangka Jakarta Futures Exchange (JFX), namun kontrak berjangka kakao baru mulai dijalankan pada 15 Desember 2011 sehingga belum terbilang efektif untuk menggambarkan harga komoditi biji kakao Indonesia. The London International Financial Futures Exchange (LIFFE) dan The New York Board of Trade (NYBOT) dipilih dalam penelitian ini karena merupakan lantai bursa perdagangan berjangka utama untuk komoditi biji kakao fermented dan unfermented. Perdagangan pada bursa tersentralisasi ini dapat meningkatkan transparansi pasar karena semua pedagang baik aktual maupun potensial memiliki akses yang sama terhadap harga yang terbentuk. Harga yang terjadi pada lantai bursa perdagangan komoditas ini berubah dari menit ke menit berdasarkan hasil informasi pasar baru. Hal ini menunjukkan harga komoditas 6

23 yang bersifat volatil. Data perkembangan harga komoditi kakao di pasar domestik dan dunia dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Perkembangan Harga Komoditi Kakao di Pasar Domestik dan DuniaTahun Sumber : Disbun Propinsi dan International Cocoa Organization (2011) Perdagangan komoditi biji kakao memerlukan suatu wadah yang menaungi seluruh pihak yang terlibat dalam bisnis kakao agar dapat menempatkan komoditi kakao Indonesia pada kedudukan yang lebih baik di pasar dunia. Hal inilah yang mendasari terbentuknya Askindo (Asosiasi Kakao Indonesia). Askindo merupakan organisasi yang sifatnya nasional dan menyeluruh dengan keanggotaan yang terbuka bagi perusahaan, koperasi, dan kelompok tani kakao yang bergerak sebagai produsen, pengolah, pabrikan, dan pedagang kakao Indonesia. Askindo berfungsi sebagai tempat pertukaran dan penyebarluasan informasi mengenai hal yang terkait dengan komoditi kakao, memperluas hubungan kerjasama internasional, membantu usaha peningkatan mutu kakao Indonesia, memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal peraturan perundangan yang berkaitan dengan perdagangan kakao, dan sebagainya. Adanya kebijakan pemerintah mengenai perdagangan bebas membuat perdagangan internasional menjadi tidak mustahil lagi untuk dijalankan. Suatu negara dapat dengan mudah melakukan kegiatan perdagangan ke negara lain. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur dan menganalisis 7

24 seberapa erat keterkaitan harga biji kakao antar pasar fisik Indonesia dengan pasar berjangka di New York dan London. Diduga terdapat hubungan antara harga biji kakao di Indonesia dengan harga yang terjadi di The New York Board of Trade (NYBOT) untuk komoditi biji kakao unfermented dan The London International Financial Futures Exchange (LIFFE) untuk komoditi biji kakao yang fermented. Untuk itulah dibutuhkan alat analisis yang akurat untuk melihat pergerakan harga biji kakao yang terjadi Perumusan Masalah Kakao memiliki berbagai macam turunan produk diantaranya adalah kakao biji, kakao buah, kakao pasta, lemak kakao, tepung kakao, dan makanan mengandung coklat lainnya. Keenam komoditas ini menunjukkan perkembangan volume dan nilai ekspor yang baik. Pada tahun 2009 biji kakao menjadi komoditas unggulan dengan volume ekspor sebesar ton dan nilai ekspor US$ 1,08 miliar. Sementara itu lemak kakao menyumbang ton volume ekspor dengan nilai ekspor US$ 230 juta dan tepung kakao dengan volume ekspor ton serta nilai ekspor sebesar US$ 45 juta (Ditjenbun 2011). Perkembangan volume dan nilai ekspor komoditi biji kakao dan produk lain kakao Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Biji Kakao dan Produk Lain Kakao Indonesia Sumber: BPS diolah Pusdatin (2011) 8

25 Penelitian ini menggunakan komoditi biji kakao karena memiliki volume dan nilai ekspor yang tertinggi dibanding dengan produk turunan lainnya. Berdasarkan data sebelumnya dapat dilihat volume dan nilai ekspor biji kakao menempati urutan pertama dengan total ton dan US$ 1,08 miliar pada tahun Selain itu, akibat industri pengolahan kakao domesik yang kurang berkembang maka komoditas biji kakao memiliki potensi yang lebih unggul untuk diekspor dibanding dengan produk turunan lainnya. Komoditas kakao seperti umumnya produk pertanian lainnya juga memiliki beberapa permasalahan yang terkait dengan harga, salah satunya adalah perubahan harga. Perubahan harga pada komoditas pertanian umumnya dipengaruhi oleh jumlah permintaan yang diinginkan konsumen dan jumlah penawaran yang ditawarkan produsen. Apabila ketersediaan barang berlebih akan menyebabkan kerugian dari segi biaya gudang dan adanya risiko kerusakan serta penurunan kualitas barang. Potensi kerugian yang ditimbulkan oleh fluktuasi harga membutuhkan suatu penanganan khusus agar dapat diminimalisasi. Salah satu caranya adalah mengembangkan suatu sarana manajemen risiko yang disebut dengan pasar berjangka (forward). Manfaat adanya bursa berjangka ini adalah sebagai tempat pembentukan harga dengan mekanisme perdagangan yang transparan dan fungsi lindung nilai (hedging) terhadap barang yang diperdagangkan. Ketersediaan informasi yang dapat diakses tanpa hambatan akan mampu memprediksi penawaran dan permintaan di masa yang akan datang sehingga komoditi dapat diramalkan dan pelaku kegiatan agribisnis dapat merencanakan pengembangan usahanya ke depan. Salah satu pelaku bisnis kakao di Indonesia adalah Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) sebagai organisasi yang bertujuan untuk menempatkan komoditas kakao Indonesia pada kedudukan yang lebih baik di pasar dunia, khususnya untuk harga komoditi biji kakao. Namun, saat ini diperkirakan Indonesia masih menjadi penerima harga (price taker) dalam perdagangan biji kakao dunia. Keadaan ini menjadikan posisi tawar Indonesia masih tergolong lemah yang ditandai dari rendahnya harga jual biji kakao Indonesia di dunia. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan Askindo dalam meningkatkan posisi tawar biji 9

26 kakao Indonesia, maka perlu dilakukan analisis transmisi harga yang dapat menunjukkan keterkaitan harga antar pasar biji kakao Indonesia dengan pusat perdagangan kakao di dunia. Saat ini terdapat dua cara umum yang dilakukan dalam pemasaran kakao, antara lain dengan pelaksanaan secara fisik (spot) seperti yang dilakukan Indonesia dan pelaksanaan transaksi secara berjangka (forward) seperti di bursa New York dan London. Harga fisik dan harga berjangka mempunyai hubungan saling mempengaruhi. Kedua harga tersebut cenderung memiliki pergerakan searah dengan fluktuasi yang tidak selalu sama, namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Harga fisik merupakan acuan bagi harga berjangka, namun hal tersebut tidak selalu terjadi karena tidak semua harga berjangka bereaksi terhadap perubahan harga fisik. Sebaliknya harga berjangka merupakan sinyal harga masa depan untuk pasar fisik. Menurut wawancara yang dilakukan dengan ketua Askindo, mekanisme pembentukan harga biji kakao di Indonesia mengacu pada harga yang dibentuk dari pusat perdagangan komoditi kakao yang terletak di Makassar. Harga biji kakao di Makassar diduga diperoleh dengan mempertimbangkan harga yang terjadi di bursa perdagangan komoditi berjangka New York Board of Trade (NYBOT) untuk komoditi biji kakao unfermented dan London International Financial Futures Exchange (LIFFE) untuk komoditi biji kakao fermented. Adanya globalisasi membuat suatu kejadian di dunia menjadi semakin terkait satu sama lain dan dapat cepat berpengaruh terhadap belahan dunia lainnya. Dampak globalisasi yang dirasakan dalam bidang ekonomi diikuti oleh adanya perdagangan bebas. Hal inilah yang menyebabkan bahwa harga biji kakao yang terjadi di pasar fisik Indonesia diduga tidak berdiri sendiri. Adapun hal lain yang diduga mempengaruhinya adalah harga kakao yang terfermentasi di pasar berjangka London dan juga harga kakao yang tidak terfermentasi di pasar berjangka New York. Kedua bursa ini diduga memberika pengaruh karena merupakan pusat perdagangan berjangka terbesar di dunia untuk komoditi kakao. Hubungan harga biji kakao di berbagai pasar pada umumnya dapat menggunakan pendekatan model Vector Autoregression (VAR). Model VAR merupakan permodelan multivariate yang dapat menjelaskan hubungan dinamis 10

27 antar variabel yang diduga berhubungan. Hingga saat ini, permodelan VAR telah digunakan dalam berbagai penelitian untuk melihat bagaimana hubungan pergerakan harga yang terjadi di berbagai pasar. Permodelan VAR pada penelitian Hafizah (2009) digunakan untuk menganalisis integrasi pasar fisik crude palm oil (CPO) di Indonesia dan Malaysia, serta pasar berjangka di Rotterdam. Permodelan VAR lainnya digunakan Fitrianti (2009) untuk menganalisis integrasi pasar karet alam di pasar fisik Indonesia dan pasar berjangka dunia. Selain itu, analisis mengenai transmisi harga teh hitam di Indonesia pun juga dapat menggunakan permodalan VAR seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Adinugroho (2011). Pada penelitian kali ini, permodelan VAR digunakan untuk menganalisis transmisi harga biji kakao di pasar spot Indonesia, pasar forward di London dan New York. Sehingga diharapkan melalui model VAR ini dapat terlihat hubungan harga komoditi biji kakao antara pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York, dan London yang mendekati keadaan sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana volatilitas harga biji kakao di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York dan London? 2. Bagaimana hubungan harga biji kakao di pasar fisik Indonesia terhadap harga di pasar berjangka New York dan London berdasarkan model VAR yang dibuat? 3. Bagaimana implikasi transmisi harga yang dapat diaplikasikan di Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) untuk meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis volatilitas harga biji kakao di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York dan London. 2. Menganalisis hubungan harga biji kakao di pasar fisik Indonesia terhadap harga di pasar berjangka New York dan London berdasarkan model VAR yang dibuat. 11

28 3. Menyusun rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) untuk meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) sebagai organisasi pusat informasi perdagangan kakao di Indonesia. 2. Pelaku bisnis kakao, baik petani, pengusaha, produsen, eksportir, maupun importir kakao, untuk membantu dalam perencanaan produksi dan pemasarannya serta mengantisipasi fluktuasi harga kakao. 3. Peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya secara lebih mendalam. 4. Pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam memperluas wawasan, sekaligus sebagai bahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya. 5. Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi dalam penyusunan kebijakan di sektor perkebunan kakao Indonesia Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai transmisi harga biji kakao di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York dan London sehingga tidak membahas lebih lanjut mengenai harga di negara-negara penghasil kakao lainnya dan faktor-faktor non harga yang mempengaruhinya. Komoditas yang menjadi objek penelitian adalah komoditas biji kakao yang merupakan komoditas ekspor Indonesia. Data harga biji kakao domestik adalah harga biji kakao di pasar spot Makassar dan didapatkan dari data yang dikumpulkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), sedangkan data harga biji kakao di New York Board of Trade (NYBOT) adalah merupakan harga yang terbentuk di pasar forward yang dikumpulkan oleh International Cocoa Association (ICCO). Harga biji kakao di London International Financial Futures Exchange (LIFFE) merupakan data harga transaksi secara forward yang diperoleh melalui situs 12

29 Reuters. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari berbagai sumber dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) sehingga dalam penelitian ini dapat terlihat hubungan harga biji kakao Indonesia dengan harga biji kakao di bursa komoditi New York dan London. 13

30 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kakao di Dunia Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh Suku Indian Maya dan Suku Astek (Aztec) sebagai bahan makanan dan minuman coklat. Suku Maya dahulu hidup di daerah yang sekarang disebut Guatemala, Yucatan, dan Honduras (Amerika Tengah). Oleh karena itu, berdasarkan penelusuran sejarah menujukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di bagian utara Amerika Selatan. Seiring penaklukan Suku Maya oleh Suku Astek, maka Suku Astek lebih dikenal sebagai penanam dan pembudidaya tanaman kakao oleh Bangsa Spanyol yang datang pada tahun Kemudian pada tahun 1525, masyarakat Spanyol tercatat sebagai penanam pertama kakao di Trinidad (Wahyudi et al. 2008). Wahyudi et al. (2008) juga menyatakan bahwa pengenalan kakao terus berkembang hingga ke Eropa pada tahun Rasa olahan kakao sebagai cokelat yang lezat membuat komoditi ini menjadi terkenal sebagai produk makanan dan minuman baru di Spanyol. Hingga pada awal tahun 1550 pengenalan kakao semakin meluas hingga ke seluruh daratan Eropa. Beberapa pabrik pengolahan kakao mulai berdiri di daerah Lisbon (Portugal), Genoa, Turin (Italia), dan Marseilles (Prancis). Negara lain yang tercatat sebagai perintis penanaman kakao adalah Belanda, khususnya untuk penanaman kakao di Asia. Kakao semakin terkenal setelah ditemukan cara baru pengolahannya seperti inovasi baru yang dipopulerkan oleh C.J Van Houten sekitar tahun 1828 di Belanda. Inovasi tersebut berupa alat untuk mengekstrak biji kakao menjadi lemak cokelat (cocoa butter) atau bubuk cokelat (cocoa powder). Sejak saat itu perdagangan biji kakao di Amerika dan Eropa berkembang sangat pesat. Produsen kakao terbesar di dunia berada di Pantai Gading (Ivory Coast), kemudian diikuti oleh Ghana dan Indonesia, dengan produksi masing-masing adalah 40 persen, 19 persen, dan 11 persen dari total produksi dunia. Ketiga negara produsen terbesar kakao ini menghasilkan 70 persen produksi kakao dunia dan sisanya dihasilkan oleh negara-negara lain 1. 1 Hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi Kakao Indonesia [02 Februari 2012] 14

31 Konsumsi kakao dunia didominasi oleh negara-negara Eropa, Amerika Serikat, atau negara-negara industri dengan pendapatan per kapita jauh di atas US$ Negara-negara maju dengan tingkat pendapatan tinggi merupakan pengolah dan konsumen dari produk-produk berbasis kakao. Pada tahun 2008/2009 negara-negara di Eropa mengkonsumsi sekitar 41 persen dari total konsumsi kakao dunia, sementara negara di Benua Amerika sekitar 22 persen, diikuti negara-negara di Asia 18 persen, dan Afrika 17 persen. Perbandingan konsumsi kakao antar negara terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Konsumsi Biji Kakao Dunia Tahun / / / / / / / / / 2010* EROPA Jerman Belanda Lainnya AFRIKA Pantai Gading Lainnya AMERIKA Brazil Amerika Serikat Lainnya ASIA & OCEANIA Indonesia Malaysia Lainnya TOTAL DUNIA ORIGIN Keterangan : *) Angka dugaan Sumber : International Cocoa Organization (2011) Komoditi kakao dunia diperdagangkan melalui bursa tersentralisasi (bursa berjangka). Bursa tersebut merupakan bursa perdagangan untuk komoditi kakao yang diadakan oleh The New York Board of Trade (NYBOT) dan The London Financial Exchange (LIFFE). Kedua bursa komoditi ini merupakan pasar berjangka komoditi terdepan di dunia dan dilengkapi dengan transaksi penentuan harga baik domestik dan internasional bagi produk-produk pertanian. Tujuan dari bursa komoditi perdagangan adalah menyediakan informasi baik harga, produksi, konsumsi, maupun hal lain yang terkait dengan komoditi kakao serta menyebarluaskan informasi tersebut. Mekanisme pembentukan harga dari kedua 15

32 bursa komoditi tersebut sama yaitu ketika transaksi terjadi di lantai perdagangan maka harga akan segera dikirim kepada pihak yang ditunjuk. Kemudian pihak tersebut akan menyebarluaskan data tersebut ke seluruh dunia. Selain perdagangan fisik (spot), dalam bursa komoditi juga terdapat perdagangan kontrak berjangka yang terjadi di pasar berjangka (forward). Transaksi pada pasar forward adalah sebagai berikut, pembeli dan penjual dapat bernegosiasi melalui satu-satunya variabel yaitu harga. Standar perjanjian kontrak legal dan perdagangan disusun berdasarkan kesepakatan bersama. Pembelian dan penjualan kontrak berjangka menyediakan informasi kepada industri dengan proses pembentukan harga yang dapat dipercaya. Hal tersebut memungkinkan para pelaku bisnis untuk mengunci harga sebagai antisipasi perubahan harga ke depan yang rentan terhadap volatilitas harga tinggi dengan menegosiasikan harga pasar berjangka terbaik (New York Board of Trade 2004). Perbedaan mendasar antara bursa komoditi di New York dan London ini terletak pada komoditi yang diperdagangkan dan mata uang yang dipergunakan. Bursa NYBOT memperdagangkan komoditi kakao tanpa fermentasi (unfermented) dengan mata uang dollar Amerika Serikat sedangkan bursa LIFFE memperdagangkan komoditi kakao terfermentasi (fermented) yang gradenya lebih berkualitas dibandingkan bursa NYBOT dengan mata uang poundsterling Inggris. Pihak yang terkait langsung dengan bursa komoditi NYBOT dan LIFFE adalah The International Cocoa Organization (ICCO). ICCO merupakan organisasi negara produsen/eksportir dan konsumen/importir kakao. Tujuan dari organisasi ini adalah meningkatkan kerjasama internasional, mengendalikan pasokan di pasar dunia, dan memperkuat upaya pembangunan yang berkaitan dengan perekonomian kakao dunia, terutama dalam stabilisasi harga agar diperoleh tingkat harga kakao yang rasional. Mekanisme pengendalian harga yang dilakukan ICCO diperoleh dengan sistem stok yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya ini ditimbulkan dari biaya penyimpanan yang tinggi dan juga biaya kompensasi yang besar untuk pengendalian ekspor kakao. Kebijakan sistem stok ini dilakukan dengan tujuan mengurangi excess supply kakao di pasar dunia. Akan tetapi, tidak semua supply kakao dunia dapat dikendalikan dengan kebijakan stok ICCO. Menurut 16

33 Roesmanto (1991), hal ini terjadi karena tidak seluruhnya negara penghasil kakao merupakan anggota ICCO. Kebijakan ini menjadi peluang bagi negara-negara yang bukan anggota ICCO untuk meningkatkan supply kakaonya. ICCO beranggotakan kelompok negara produsen antara lain Brazil, Kamerun, Pantai Gading, Ghana, Nigeria, Ekuador, dan lain-lain. Kelompok negara konsumen anggota ICCO adalah Kanada, Eropa, Jepang, Norwegia, Uni Soviet, Swiss, dan lain-lain. Sampai saat ini Indonesia belum tergabung menjadi anggota ICCO. Alasan yang menjadi pertimbangan atas sikap tersebut antara lain dalam pasar bebas kakao, Indonesia dirasa akan mampu bersaing di pasar internasional karena keunggulan komparatif yang dimilikinya. Selain itu, karena pemasaran kakao tidak ditangani oleh ICCO tetapi ditentukan oleh pasar di London dan bursa komoditi di New York maka manfaat Indonesia untuk ikut bergabung menjadi anggota ICCO masih belum jelas. Walaupun Indonesia bukan merupakan anggota ICCO tetapi Indonesia akan tetap aktif dalam berbagai pertemuan ICCO untuk memantau dan mengkaji perkembangan organisasi tersebut (Roesmanto 1991) Kakao di Indonesia Kakao di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Bangsa Spanyol pada tahun 1560 di Sulawesi, Minahasa. Indonesia mengekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke Manila dengan jumlah ekspor sekitar 92 ton pada tahun Ekspor Indonesia sempat terhenti setelah tahun 1828 karena serangan hama pada tanaman kakao. Penyebaran tanaman kakao di Jawa baru dimulai sekitar tahun Percobaan penanaman kakao dilakukan di perkebunan kopi milik orang Belanda di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini disebabkan pada saat itu tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun. Jenis kakao yang banyak dibudidayakan adalah jenis Criollo, Forastero, dan Trinitiaro yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Jenis Criollo menghasilkan biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavor cocoa, choiced cocoa, atau edel cocoa. Jenis Forastero menghasilkan biji kakao bermutu menengah dan dikenal sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitiaro yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan 17

34 Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavor cocoa atau bulk cocoa. Jenis Tritiaro yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida atau yang biasa disebut dengan kakao lindak (Bappebti 2011). Pengusahaan perkebunan kakao di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh perkebunan rakyat dan sisanya adalah produksi dari perkebunan swasta dan perkebunan pemerintah. Pada tahun 2011 diduga luas areal perkebunan rakyat mencapai 1,6 juta ha diikuti luas areal perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta masing-masing sebesar 54 ribu ha dan 50 ribu ha. Sementara itu, produksi kakao di seluruh Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya luas areal lahan kakao. Produksi kakao diprediksi mencapai ton pada tahun Produksi kakao Indonesia masih sangat berpeluang untuk terus ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan lahan perkebunan kakao Indonesia yang cukup luas (Ditjenbun 2011). Sebagian besar produksi kakao Indonesia sebesar 96 persen adalah biji yang belum difermentasi (unfermented beans) dan umumnya di ekspor belum dalam bentuk olahan, yaitu masih dalam bentuk biji (beans) 2. Padahal sebagian besar permintaan impor dari negara Uni Eropa adalah biji kakao yang telah difermentasi untuk dijadikan produk cokelat olahan. Sedangkan ekspor kakao unfermented dari Indonesia yang masuk ke Malaysia dan Singapura akan diolah untuk dijadikan kakao fermentasi dan menjual hasil olahan tersebut dengan harga yang berlipat. Kondisi ini terjadi akibat keterbatasan pengetahuan yang dimiliki petani dan kebutuhan ekonomi yang seringkali memaksa petani menjual kakao hasil panen mereka dalam bentuk biji yang tidak terfermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa petani sangat membutuhkan bantuan dan dukungan untuk menghasilkan nilai tambah dengan hasil panen yang difermentasi terlebih dahulu. Upaya untuk mencegah berkurangnya keuntungan para petani misalnya dengan cara memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis. Kebutuhan kakao untuk industri kakao nasional masih belum tercukupi sehingga tidak heran bila Indonesia masih harus mengimpor biji kakao untuk 2 Hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi Kakao Indonesia [02 Februari 2012] 18

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON

V. GAMBARAN UMUM PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON V. GAMBARAN UMUM PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON 5.1. Pasar Fisik Indonesia Wilayah sentra utama produksi kakao terdapat di kawasan Indonesia bagian Timur, meliputi Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Fluktuasi dan Volatilitas Harga Fluktuasi merupakan istilah yang mengacu pada ketidakstabilan, ketidaktetapan, guncangan, kelabilan, dan perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012. Penelitian dilakukan di Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Penentuan tempat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya, baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Kakao

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Kakao 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Kakao Kakao seperti sejumlah minuman dan rempah-rempah eksotik, pada awalnya merupakan minuman mewah di pengadilan Aztec. Raja Aztec Montezuma yang dilaporkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi. Dimana

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP-I) dapat dinilai telah berhasil melaksanakan peran-peran konvensionalnya, seperti : a)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional COMPETITIVENESS ANALYSIS OF COCOA BEANS (Cocoa beans) INDONESIA IN THE INTERNATIONAL MARKET Nurul Fitriana, Suardi Tarumun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA OLEH VAGHA JULIVANTO H

DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA OLEH VAGHA JULIVANTO H DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA OLEH VAGHA JULIVANTO H14050086 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN VAGHA JULIVANTO. Dinamika Ekspor Karet

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RIYALDI, 1997, Analisis Peluang Pasar Serta Implikasinya Pada Strategi Pemasaran Dan Pengembangan Industri Pengolahan Kakao Indonesia, dibawah bimbingan Ujang Sumarwan dan Yayah K.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR DAN DAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA A R I Y O S O A

INTEGRASI PASAR DAN DAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA A R I Y O S O A INTEGRASI PASAR DAN DAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA A R I Y O S O A 14104520 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 1 ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Oleh GILMAN PRADANA NUGRAHA H14103024 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA OLEH RIANI WIDIARTI H14104082 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H

ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H14103041 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menjadikan sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya. Walaupun sumbangan sektor pertanian dalam sektor perekonomian diukur

Lebih terperinci

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN 119 VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Hubungan Harga Crude Palm Oil Indonesia dan Rotterdam Berdasarkan hasil analisis dari impulse response maka dapat didapatkan hasil bahwa respon Indonesia pada bulan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci