BAB III KABEL BAWAH TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KABEL BAWAH TANAH"

Transkripsi

1 BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan. 2. PENGGUNAAN Pedoman ini digunakan sebagai petunjuk dalam pelaksanaan pemasangan Kabel Tanah Tanam Langsung maupun Kabel Duct, baik yang dilaksanakan oleh Petugas / Karyawan PT. TELKOM maupun oleh Mitra PT. TELKOM. 3. DEFINISI a. Kabel Bawah Tanah adalah semua jenis kabel yang konstruksinya dirancang khusus untuk dipasang di bawah permukaan tanah, sesuai dengan STEL-K-007, STEL-K-008, STEL-K-009 dan yang lainnya yang dituangkan dalam SII (Standar Industri Indonesia). b. Kabel Tanah Tanam Langsung (STEL-K-007) adalah kabel tanah yang dalam pemasangannya ditanam secara langsung di bawah permukaan tanah. c. Kabel Duct (STEL-K008 dan STEL-K009) adalah kabel tanah yang dalam pemasangannya harus diletakkan dalam pipa-pipa di bawah permukaan tanah. d. Kabel Primer adalah kabel yang dipasang untuk menghubungkan Rangka Pembagi Utama dengan Rumah Kabel. e. Kabel Sekunder adalah kabel yang dipasang untuk menghubungkan Rumah Kabel dengan Kotak Pembagi. f. Kabel Catu Langsung adalah kabel-kabel yang dipasang untuk menghubungkan secara langsung antara Rangka Pembagi Utama dengan Kotak-kotak Pembagi dan tidak melalui Rumah Kabel. 4. CARA PEMASANGAN KABEL TANAH TANAM LANGSUNG 4.1 Cara Pemasangan Pemasangan Kabel Tanah Tanam Langsung pada umumnya dilakukan di bawah permukaan tanah, ditarik di pinggir sepanjang jalan, dan sewaktu-waktu, sesuai keperluan, menyeberang jalan atau selokan. Kedalaman galian untuk Kabel

2 Primer dan sekunder tidak sama. Demikian juga halnya antara rute lurus dan penyeberangan. Hal ini sangat tergantung kepada aturan pemerintah /PERDA setempat Pemasangan di tepi jalan/trotoir a. Kabel Primer Secara umum, kedalaman galian alur Kabel Primer ditentukan minimal 80 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat ( contoh Jakarta lebih kurang 130 cm ). Lebar galian bagian atas alur kabel lebih kurang 40 cm dan bagian bawah lebih kurang 30 cm, seperti terlihat pada Gambar 3-01 (a) dibawah ini. Tanah bekas galian diusahakan tidak mengganggu laulintas jalan. (a) (b) Gambar 3-01 Ukuran galian Kabel Tanah Tanam Langsung b. Kabel Sekunder Kedalaman galian untuk Kabel Sekunder ditentukan minimal 60 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat (contoh Jakarta lebih kurang 110 cm), lihat Gambar 3-01 (b). Bila kedalaman minimal tidak dapat dipenuhi maka konstruksi perlu diberikan pengamanan. c. Lebar galian pada bagian atas maupun bawah tergantung dari kedalamannya, baik untuk penanaman Kabel Primer maupun Sekunder seperti terlihat pada Gambar 3-02 di bawah ini

3 Daftar lebar galian atas/bawah : (T) (A) (B) Gambar 3-02 Perbandingan lebar galian bagian atas dan bagian bawah Menyeberang jalan Kabel dimasukkan dalam pipa PVC dengan diameter 10 cm, tebal 5,5 cm. Kedalaman galian lebih kurang 100 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat (contoh, Jakarta lebih kurang 130 cm). Pada penyeberangan jalan padat lalu lintas, kabel dimasukkan ke dalam pipa galvanis diameter 4 inchi, dengan ketentuan : a. Untuk Kabel Primer : 1 pipa hanya diisi 1 buah kabel. b. Kabel Sekunder : untuk satu pipa maksimum diisi oleh 3 buah kabel. c. Kabel Primer dan Kabel Sekunder diupayakan tidak dimasukkan kedalam satu pipa yang sama. d. Disiapkan pipa cadangan kosong yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan (desain), lihat Gambar 3-03 dibawah ini

4 Gambar 3-03 Penanaman kabel yang menyeberang jalan dengan menggunakan Pipa Galvanis Menyeberang parit Kabel dimasukkan ke dalam pipa pelindung besi galvanis dengan diameter dalam 4 inchi atau 2 inchi untuk kebutuhan yang menuju DP yang dipasang melewati bawah parit (Gambar 3-04). Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka pipa dapat dipasang di atas parit (Gambar- 05) dengan seijin PEMDA setempat, dengan ketentuan : Pipa Besi Galvanis Gambar 3-04 Pipa Pelindung Galvanis dipasang melewati bawah parit

5 Gambar 3-05 Pipa Pelindung Galvanis dipasang diatas parit a. 1 (satu) pipa pelindung hanya dapat diisi dengan 1 Kabel Primer atau maksimum 3 Kabel Sekunder. b. Kabel Primer dan Kabel Sekunder tidak boleh berada dalam satu pipa yang sama. c. Pipa pelindung dilindungi kawat berduri seperti terlihat pada Gambar 3-05 diatas. d. Pipa pelindung yang belum terisi kabel harus ditutup dengan Stopper pada kedua ujungnya, sedangkan pipa yang sudah terisi kabel supaya dipasang kabel Seal Menyeberang Rel Kereta Api Kabel dimasukkan kedalam pipa galvanis diameter 4 inchi pada kedalaman 1,5 meter atau menurut ketentuan PT. KAI dengan tetap menyediakan pipa cadangan disesuaikan dengan kebutuhan (perencanaan) Menyeberang jalan bebas hambatan Pipa besi galvanis atau PVC minimal diameter 4 inchi tebal 5,5 mm ditanam di bawah jalan dengan kedalaman tertentu sesuai ketetapan instansi terkait. Pemasangannya dilakukan dengan menggunakan teknologi pengeboran. Kemudian kabel tanah dimasukkan melalui pipa tersebut Menyeberang sungai

6 Pemasangan dan penarikan kabel yang menyeberangi sungai dilakukan sesuai kondisi setempat, dengan cara : a. Menempel pada jembatan yang ada Pemasangannya harus seijin PEMDA atau PU setempat. Kabel dimasukkan dalam pipa pelindung besi yang dilewatkan pada sisi atau bawah jembatan, seperti terlihat pada Gambar 3-06 di bawah ini. Gambar 3-06 Pemasangnan dan penarikan kabel menyeberang jembatan b. Pemasangan jembatan kabel Apabila cara pada butir a diatas tidak memungkinkan, maka alternatip lain adalah dengan membuat jembatan kabel tersendiri dengan seijin PEMDA atau PU setempat. Konstruksi jembatan kabel harus disesuaikan dengan lebar bentang sungai, dan diamankan dari lalu lintas orang. c. Dalam hal pemasangan pada butir a dan b di atas tidak memungkinkan, maka diupayakan pemasangannya melewati dasar sungai dengan memakai kabel sungai. d. Dalam hal lebar sungai kurang dari 50 meter, masih memungkinkan menaikkan kabel tanah dengan memakai tumpuan pada ujung-ujungnya Melintasi kabel listrik (PLN) Bila pada waktu penggalian alur kabel, di lokasi yang sama terdapat kabel tegangan tinggi, maka jarak yang diperbolehkan adalah sebagai berikut : a. Jika sejajar, maka jarak terdekat minimum 80 cm. b. Jika menyilang, maka persilangan harus tegak lurus, dan jarak terdekat minimum 45 cm. c. Sepanjang 1 meter pada persilangan ini, kabel harus dilindungi/dimasukkan ke dalam pipa besi galvanis

7 4.1.8 Galian lubang tempat penyambungan kabel Galian lubang tempat penyambungan kabel ditentukan ukurannya sesuai dengan kedalaman galian kabel yang berkaitan Hal-hal lain a. Apabila ada tiang listrik, maka galian alur kabel harus berjarak paling sedikit 30 cm, lihat Gambar 3-07 berikut ini. Gambar 3-07 Galian kabel disamping tiang listrik b. Jarak galian alur kabel terhadap pinggir parit berbeton paling sedikit 25 cm, sedangkan terhadap pinggir parit yang tidak berbeton paling sedikit 50 cm, lihat Gambar 3-08 berikut ini. 25 cm (a) 50 cm (b) Gambar 3-08 Galian alur kabel terhadap parit berbeton (a) dan tidak berbeton (b)

8 c. Sebelum pelaksanaan instalasi harus diadakan pengukuran kabel terlebih dahulu di gudang atau di lapangan Peletakkan kabel dalam alur harus dibuat berbelok-belok, dengan tujuan agar kabel fleksibel sehingga tidak terjadi kerusakan bila terjadi longsoran atau pergeseran tanah dan memudahkan penyambungan bila diperlukan karena panjang kabel masih cukup Cara Penarikan Kabel Tanam Langsung Persiapan penarikan Sebelum melakukan penarikan/pemasangan kabel, hal-hal yang perlu dipersiapkan sebagai berikut : a. Alat-alat yang perlu dipakai : 1. Alat untuk peggalian 2. Alat untuk penarikan kabel terdiri dari : Dongkrak kabel, rol, motor penarik/gerobak penarik (kalau ada), rambu-rambu lalu lintas dan alat pengaman. b. Material yang diperlukan : 1. Batu pelindung (deskteen) atau warning tape 2. Pipa-pipa besi/pvc (jika diperlukan) 3. Pasir urug c. Sarana transportasi peralatan Sarana ini diperlukan untuk mengangkut material dari gudang ke lokasi kerja atau pengembalian sisa kabel atau material dari lokasi pekerjaan ke gudang. Khusus untuk mengangkut kabel, persyaratan yang harus diperhatikan adalah : 1. Kabel diangkat dengan menggunakan Cable trailer atau Truk 2. Apabila diangkut dengan menggunakan truk, maka ketentuannya adalah sebagai berikut : a) Pada waktu menaikkan dan menurunkan kabel, maka digunakan beberapa cara, sebagai berikut : (1) Menggunakan tali dan papan peluncur seperti Gambar 3-09 di bawah ini

9 T a l i P a p a n P e l u n c u r Gambar 3-09 Pengangkutan kabel dengan truk menggunakan tali dan papan peluncur (2) Menggunakan katrol, seperti terlihat dalam Gambar 3-10 (a) di bawah ini. (3) Posisi kabel pada truk harus seperti terlihat pada Gambar 3-10 (b) di bawah ini. Gambar 3-10 Cara pengangkutan kabel

10 (4) Dengan menggunakan fork lift. (5) Truk khusus yang berfungsi untuk menaikkan, menurunkandan mengangkut kabel, serta dapat juga berfungsi sebagai jack drum. b) Dalam mengangkat, membawa dan menurunkan kabel dari truk harus dihindarkan terjadinya benturan terhadap kabel/haspel d. Dalam penarikan kabel, petugas/regu pelaksana dipimpin oleh kelapa regu selaku pimpinan pelaksana Teknik pelaksanaan. Pertama-tama dibuat galian alur kabel sesuai dengan yang telah direncanakan, kemudian diisi dengan pasir urug setebal 5 cm. Selanjutnya penarikan kabel dilakukan dengan 3 cara, menurut situasi tempat/ pekerjaan sebagai berikut : a. Apabila disepanjang rute galian kabel tidak terdapat hambatan-hambatan yang berarti ( misalnya ; menyeberang jalan, rel kereta api, parit atau sungai dan lain-lain ) dan berada di tepi tepi jalan, maka penarikan kabel dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : 1. Penarikan dimulai dari ujung alur kabel ke arah Kantor (kearah KPU untuk Kabel Primer, dan ke arah RK untuk Kabel Sekunder). 2. Kabel dengan haspelnya disiapkan diatas trailer yang ditarik kendaraan. 3. Ujung kepala kabel (ujung kabel yang berada di luar) ditarik melalui bagian bawah haspel, kemudian ditambatkan pada tempat dimana ujung kabel tersebut nantinya akan diterminasikan ke RPU atau RK. 4. Kabel ditarik dengan cara menjalankan kendaraan penarik, maju menuju ujung jauh dari alur kabel secara pelan-pelan (lihat Gambar 3-11 di bawah ini). 5. Kabel yang sudah tergelar sepanjang alur galian, kemudian dimasukkan ke dalam galian, yang telah diisi pasir setebal 5 cm. Apabila panjang kabel dirasa telah mencukupi, maka kabel dapat dipotong, dan ujungnya ditutup/didop dengan end-cap panas kerut

11 Gambar 3-11 Kendaraan penarik kabel b. Apabila pada rute galian terdapat beberapa hambatan ( seperti menyeberang jalan, rel keret api, parit atau sungai dan lain-lain ), sehingga sebagian kabel harus dimasukkan ke dalam pipa, maka dapat ditempuh cara sebagai berikut : 1. Penarikan dimulai dari ujung paling jauh dari alur kabel (ujung kabel yang menjauhi kantor RPU/RK). 2. Kabel dipasangkan diatas dongkrak kabel, dan ujung kepala kabel ditarik melalui bagian bawah haspel. Pada waktu mengelurakan kabel dari haspelnya atau sewaktu kabel melalui tikungan, harus dihindarkan terjadinya tekukan tajam atau terpilinnya kabel. Tekukan kabel tidak boleh lebih kecil dari 20 kali diameter kabel. 3. Pada saat penarikan berlangsung, maka posisi haspel dan dongkrak kabel harus tetap, sedangkan ujung kepala kabel ditarik perlahanlahan menuju ke arah RPU/RK. 4. Untuk menghindari kerusakan kulit kabel bergesekan dengan permukaan yang kasar, maka disepanjang jalur penarikan, diluar alur galian, kabel tersebut harus dipasang rol-rol kabel dengan interval jarak lebih kurang 2 meter. Cara lain yang dapat ditempuh agar kabel tidak bergesekan dengan tanah, yaitu dengan cara memanggul kabel sepanjang tarikan oleh banyak orang, satu sama lain mengambil jarak tertentu (3 sampai 4 meter). 5. Pada setiap penyeberangan (jalan rel kereta api, parit) ujung kabel dimasukkan ke dalam pipa yang telah disediakan. 6. Demikian seterusnya, sehingga penarikan selesai seluruhnya, dan kemudian kabel dapat dimasukkan ke dalam alur galian yang telah diisi pasir dengan ketebalan 5 cm

12 7. Kemudian kabel dapat dipotong sesuai dengan panjang yang diinginkan. Ujung-ujungnya kemudian ditutup dengan end-cap panas kerut. Catatan : Cara (2) adalah yang paling banyak digunakan, karena biasanya sesuai dengan segala situasi dan kondisi. Lihat Gambar 3-12 berikut. Gambar 3-12 Salah satu cara dalam penarikan kabel c. Sistem angka delapan Penimbunan/ pengembalian tanah galian. Setelah penarikan selesai maka galian kabel ditutup/ ditimbun kembali dengan tahapan sebagai berikut : a. Dilakukan penimbunan pasir setinggi lebih kurang 5 cm di atas kabel. b. Batu pelindung kabel (deksteen) dipasang di atas timbunan pasir tersebut secara berderet rapat berurutan di sepanjang alur galian kabel, atau menggunakan warning tape sebagai pengganti deksteen sepanjang alur galian kabel 25 cm di atas kabel. c. Selanjutnya ditimbun tanah bekas galian yang bebas dari batuan/ brangkal, kemudian dipadatkan. d. Permukaan bekas galian dikembalikan sama seperti keadaan semula dengan dilebihi 5 cm ke kiri dan ke kanan. e. Dengan demikian pemasangan/penarikan Kabel Tanah Tanam Langsung telah selesai

13 Pembuangan sisa bekas galian Sisa bekas galian setelah sebagian digunakan untuk pengurugan kembali wajib dipindahkan atau dibuang pada tempat yang telah ditentukan. 5. PENARIKAN KABEL DUCT ( KABEL POLONG ) 5.1. Persiapan penarikan a. Pemilihan pipa duct yang dipakai. Untuk menempatkan kabel dalam duct terlebih dahulu harus dicari/ dipilih pipa duct yang cocok, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Jalan kabel pada rak di STO dimana kabel akan ditempatkan. 2. Pipa duct yang akan dipakai harus berada pada posisi yang sama dalam satu jalan sepanjang rute duct dan selalu dipilih mulai dari posisi paling bawah dan samping menuju ke tengah dan ke atas. 3. Posisi kabel dalam manhole harus satu jalan, agar tidak ada kabel saling silang-menyilang, dan ruangan kerja di dalam manhole tetap dapat dipertahankan kosong (lebih kurang 75 cm). 4. Perlu diperhatikan bahwa, bila timbul percabangan pada rute duct, maka pada sisi dimana pipa duct yang terpilih harus ditandai untuk diketahui oleh regu penarik. b. Kabel yang akan dipasang Kabel-kabel kapasitas besar yang akan ditarik, panjangnya harus diukur sesuai dengan panjang duct antar manhole (seksi), ditambah 3 meter untuk sambungan dan di catat dalam daftar alokasi kabel (Drum plan) Penempatan trailer kabel Haspel kabel dinaikkan ke atas trailer kemudian di tarik dengan kendaraan sampai pada lokasi yang ditentukan. Kemudian haspel ditempatkan di atas manhole seperti terlihat pada Gambar 3-13, dengan menggunakan flekxible tube agar kulit kabel tidak rusak dan memudahkan penarikan

14 Gambar 3-13 Penempatan Haspel diatas Manhole 5.3. Penempatan Winch Truck Penempatan Winch Truck dilakukan sedemikian rupa, sehingga tension (tegangan tarik) yang bekerja seminim mungkin, sehingga penarikan dapat mudah dilakukan dengan tetap memperhatikan arah kepala dan ekor kabel. Sesudah Winch truck ditempatkan, maka keempat roda truck harus diganjal dengan alat khusus yang telah disediakan. Bagian belakang truck didongkrak sehingga mempunyai kekuatan tahan yang lebih besar. Ada 2 ( dua ) jenis manhole yang cara penarikan kabelnya berlainan, yaitu : 1) Manhole dengan lubang pemasuk (manhole bertelinga). Dipasang penuntun kabel (cable guide) berupa pipa plastik dari winch truck/ trailer ke arah telinga manhole. Penempatan dan jumlah penuntun kabel yang dipergunakan tidak sama pada tiap manhole. Tujuan dipasangnya penuntun kabel adalah untuk memperlancar jalannya kabel dan memperingan penarikan, lihat Gambar 3-14 di bawah ini

15 Meter Tegang Tali Dynamometer Drum untuk menggulung Puley bagian belakang Pipa Polythene melindungi kabel Dongkrak Belakang Ganjal Manhole Pipa Polythene dalam Manhole Tenaga yang diperlukan : 1. Supir truck 2. Orang yang mengatur tali Winch pada drum 3 & 4. 2 orang untuk memutar drum 5. Kepala regu 6. Orang yang mengawasi dalam Manhole Gambar 3-14 Penggunaan Penuntun Kabel untuk memperingan penarikan kabel 2) Manhole tanpa lubang pemasuk a) Untuk manhole jenis ini bila tidak digunakan pipa plastik maka dipergunakan alat bantu penarik lain seperti pada Gambar b) Bila dipergunakan flexible tube (pipa flexible) sebagai penuntun kabel, maka pipa tersebut paling sedikit muncul 30 cm di atas permukaan manhole seperti terlihat pada Gambar Pada saat penarikan, kulit kabel diberi pelumas berupa jelly atau carbon powder

16 Gambar 3-15 Penarikan Kabel Duct tanpa Penuntun kabel Gambar 3-16 Penarikan kabel Duct menggunakan penuntun kabel

17 5.4. Rodding duct Rodding duct dilakukan untuk pemasangan tali pemancing pada duct. Adapun cara pelaksanaannya, menggunakan beberapa macam : a. Peniupan parasut Prinsip kerjanya yaitu tali pemancing diikatkan pada parasut di pipa duct dan diberi sealing udara, lalu dihembus oleh kompresor udara, sehingga parasut terdorong sampai pada ujung duct di Manhole berikutnya (lihat Gambar 3-17). Gambar 3-17 Prinsip kerja peniupan parasut b. Penghisapan Prinsip kerjanya yaitu, tali nylon dihisap dengan reductor yang dipasang pada manhole berikutnya (lihat Gambar 3-18). c. Dengan stick (pipa) Prinsip kerjanya yaitu, pipa dimasukkan ke dalam duct melalui manhole yang disambung-sambungkan sehingga dapat mencapai manhole berikutnya. Lalu tali pemancing diikatkan pada ujung pipa, kemudain ditarik kembali (lihat Gambar 3-19)

18 Gambar 3-18 Prinsip kerja penghisapan d. Roader Prinsip kerjanya yaitu, rod berdiameter lebih kurang 10 mm terbuat dari fibre yang dilapisi dengan selubung Poly Ethylen tergulung di rel, dimasukian ke dalam pipa duct, untuk menarik tali pemancing. Alat ini dpat digunakan untuk pembersihan duct block dengan memasang sikat kawat dan madril Pembersihan dan Pemeriksaan Duct Pembersihan dan pemeriksaan Duct dapat dilihat dalam Gambar 3-19 di bawah ini. Pekerjaan cleaning dan checking duct dilaksanakan sebelum penarikan kabel dimulai. Diperlukan beberapa peralatan kerja, antara lain : a. Peralatan konvensional. 1. Sikat kawat baja Sikat yang terbuat dari baja digunakan untuk membersihkan kotoran yang terdapat dalam pipa. Pada kedua ujung sikat terdapat mata

19 pengait sebagai tambat tali penariknya atau dapat juga menggunakan roader, sedangkan ujung satunya sebagai penambat mandril. Mandril Sikat Kawat Baja Anti Pulir/Swivel Gambar 3-19 Peralatan pembersihan duct 2. Mandril Mandril terbuat dari bahan logam atau kayu, berdiameter sedikit lebih kecil dari pipa duct (10cm) dan panjangnya lebih kurang 87,5 cm, pada ujungnya terdapat mata pengait. Fungsinya untuk membersihkan atau mengetes kondisi pipa duct. Prinsip kerja alat tersebut yaitu, sikat kawat diikatkan pada tali penarik atau roader, kemudian pada ujung kait lainnya dipasang mandril, pada ujung mandril diikatkan pula tali penarik lainnya. Setelah penarikan dari salah satu manhole dilakukan, maka hal tersebut dapat diulang kembali melalui manhole lainnya dengan cara membalik posisi sikat kawat dan mandrilnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3-20 berikut ini

20 Tali Penarik M adril Sikat Pembersih Tali Penarik M anhole M1 M anhole M2 Gambar 3-20 b. Kamera pipa dan Water jet Alat ini mengggunakan kamera yang diperpanjang jangkauannya dengan menggunakan kabel fiber optic. Yang dimasukkan ke dalam pipa duct. Fungsinya untuk mengetahui kondisi pipa duct. Jika diketahui pipa duct block, maka dilakukan pembersihan dengan menggunakan pompa air berkekuatan besar yang disalurkan melalui pipa yang dimasukkan ke dalam pipa duct, sehingga kotoran yang menutupi pipa tersebut dapat tersapu bersih. Kedua alat tersebut menjadi satu dengan kendaraan (truck). Jika penggunaan peralatan di atas tidak dapat dilaksanakan karena adanya kerusakan pipa duct, maka harus dilaksanakan perbaikan pipa duct terlebih dahulu. Untuk itu kerusakan harus di lokalisir terlebih dahulu untuk meminimumkan pekerjaan penggalian. Selanjutnya alat khusus yang terdiri dari : Transmiter (sonde) dimasukkan ke dalam pipa duct dengan menggunakan roader sampai sonde tersebut tidak dapat melalui pipa yang rusak. Kemudian alat receiver dapat digunakan untuk mencari posisi sonde tersebut sampai tepat di atas titik kerusakan. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar

21 Receiver ROADER Blok Sonde/Transmitter Gambar 3-21 Peralatan Kamera 5.6. Penarikan dan Meletakkan Kabel Duct Penarikan Kabel Duct a. Kawat penarik yang terpasang di dalam pipa duct diganti dengan tali penarik kabel, yang biasanya terbuat dari kawat serabut dari baja yang terdiri dari berbagai ukuran

22 Contohnya : Wireflex 6 x 25 steel, diameter 0,5 inchi, kekuatan kerja dapat menarik lebih kurang 2,6 sampai 3 ton tanpa putus. b. Pada ujung kabel dipasang kabel grip sebagai pemegang kabel. Kabel grip ini terbuat dari rajut baja yang berbagai macam ukurannya tergantung juga pada besar kecilnya kabel. Pada umumnya cable grip hanya digunakan untuk penarikan kabel berdiameter kecil (dengan diameter kurang dari 45 cm), sedangkan untuk kabel besar kabel grip diganti dengan pulling eye. Sedangkan kabel yang mempunyai diameter lebih besar dari 45 mm biasanya telah diperlengkapi dengan cincin penarik (pulling-eye), sehingga penarikannya tidak perlu lagi menggunalan kabel grip, lihat Gambar 3-23 berikut. Gambar 3-22 Kabel Grip untuk pemegang kabel c. selanjutnya cable grip disambungkan pada tali penarik kabel yang telah terpasang pada pipa duct tadi, serta dipasang alat swivel atau anti pulir. d. Tenaga penarik. Besarnya tenaga penarik yang diperlukan di ujung manhole yang lain di tentukan berdasarkan panjang rute duct serta kapasitas kabel yang dipasang, dimana: 1. Tenaga manusia seluruhnya untuk kabel dengan kapasitas kecil, serta jarak manhole yang pendek. 2. Tenaga manusia dan alat bantu mekanik ( Tirfor atau trackle ) untuk kabel ukuran sedang. 3. Dengan winch truck untuk kabel dengan kapasitas besar. e. Bila persiapan kabel dan penempatan tenaga penarik sudah selesai, maka penarikan Kabel Duct dapat dilaksanakan. Untuk mempermudah jalannya kabel di dalam pipa duct dan manhole, maka harus ada petugas yang selalu mengawasi jalannya kabel tersebut. Untuk itu diperlukan adanya pesawat walky talky untuk berhubungan dari satu manhole ke manhole lainnya, guna mencegah terjadinya kemacetan jalannya kabel dan putaran haspel pada saat penarikan berlangsung. Pekerjaan penarikan Kabel Duct harus dilaksanakan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya kerusakan pada alat atau kabel dan terjadinya kecelakaan kerja

23 Meletakkan Kabel Duct di manhole. Kabel-kabel yang baru dipasang di dalam pipa duct sebaiknya dibiarkan dahulu minimal satu hari setelah penarikan. Hal tersebut diperlukan terutama untuk mengantisipasi adanya perubahan posisi kabel sebagai akibat mengerutnya kabel, yang terjadi pada saat pekerjaan penarikan. Baru keesokan harinya dapat dilakukan pekerjaan penyambungan dan terminsai. Kabel Duct di dalam manhole sebaiknya diletakkan di sebelah kanan atau kiri dekat dengan dinding manhole dan menumpang pada besi bearer yang ada sedemikian rupa sehingga di sebelah tengah masih ada ruang kosong (working space) agar pekerjaan penarikan/ pencabutan kabel lewat manhole tanpa ada sambungan, posisinya harus tetap dijaga seperti tersebut di atas, lihat Gambar Catatan : Lubang-lubang pipa duct di dalam manhole yang belum dipasang Kabel Duct (masih kosong) harus ditutup dengan stopper. Gambar 3-23 Lubang-lubang pipa duct di dalam manhole untuk instalasi Kabel Duct

BAB III KABEL BAWAH TANAH

BAB III KABEL BAWAH TANAH BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan.

Lebih terperinci

Modul Jaringan Akses Tembaga Sistem Duct

Modul Jaringan Akses Tembaga Sistem Duct Modul Jaringan Akses Tembaga Sistem Duct Tujuan Pemelajaran Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan untuk dapat : Menguasai teknik pengeringan manhole Menguasai keselamatan kerja bekerja

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

Endi Dwi Kristianto

Endi Dwi Kristianto Pemasangan Kabel Optik Dalam DUCT Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com

Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com Fiber Optik Atas Tanah (Part 4) Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB V KABEL ATAS TANAH

BAB V KABEL ATAS TANAH 1. TUJUAN BAB V Pedoman ini membahas tata cara pemasangan Kabel Atas Tanah (Kabel Udara) dengan tujuan untuk dipedomani agar diperoleh keseragaman, baik cara pemasangan maupun peralatan yang dipergunakan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Design Hasil Survey Feeder STO Cikupa

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Design Hasil Survey Feeder STO Cikupa BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Implementasi Jaringan FTTH 4.1.1 Perancangan Jaringan FTTH Perancangan jaringan dilakukan dengan cara survey lokasi yang akan dilakukan pembangunan. Kemudian hasil survey

Lebih terperinci

Training Center ISSUED - 4/17/2004 1

Training Center ISSUED - 4/17/2004 1 ISSUED - 4/17/2004 1 Terminasi Terminasi kabel tembaga merupakan bagian penting dari sistem jaringan telekomunikasi. Terminasi dilakukan ditempat-tempat seperti : RPU / MDF RK KP / DP KTB (Kotak Terminal

Lebih terperinci

BAB I RANGKA PEMBAGI UTAMA

BAB I RANGKA PEMBAGI UTAMA BAB I 1. TUJUAN Pedoman ini membahas tata cara instalasi perangkat di ruangan Rangka Pembagi Utama, seperti : Rangka Pembagi Utama (RPU), perlengkapan Cable Chamber, Blok Terminal Rangka Pembagi Utama

Lebih terperinci

5

5 BAB II TEORI PERFORMANSI JARINGAN LOKAL KABEL TEMBAGA Jaringan lokal akses tembaga (JARLOKAT) yaitu jaringan yang menggunakan kabel tembaga sebagai media transmisinya. Jaringan kabel adalah jaringan yang

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS INFRASTRUKTUR BERSAMA TELEKOMUNIKASI

KETENTUAN TEKNIS INFRASTRUKTUR BERSAMA TELEKOMUNIKASI LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS INFRASTRUKTUR BERSAMA TELEKOMUNIKASI KETENTUAN TEKNIS INFRASTRUKTUR BERSAMA TELEKOMUNIKASI

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA 1 ¾ ¾ ½ ¾ ½ ¾ 45 0 KATA PENGANTAR Modul dengan judul Membuat Macam-macam Sambungan Pipa merupakan salah satu modul untuk membentuk kompetensi agar mahasiswa dapat melakukan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JARINGAN AKSES KABEL (DTG3E3)

PERANCANGAN JARINGAN AKSES KABEL (DTG3E3) PERANCANGAN JARINGAN AKSES KABEL (DTG3E3) Disusun Oleh : Hafidudin,ST.,MT. (HFD) Rohmat Tulloh, ST.,MT (RMT) Prodi D3 Teknik Telekomunikasi Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom 2015 Jaringan Lokal

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada di PT.

BAB III PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada di PT. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Data Hasil Penelitian 3.1.1 Analisis Masalah Setelah melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada di PT. Telekomunikasi, Tbk. Bagian network Divisi Acces Tangerang khususnya

Lebih terperinci

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA BAG- TKB.001.A-76 45 JAM 1 ¾ ¾ ½ ¾ ½ ¾ 45 0 Penyusun : TIM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat sekaligus memindahkan muatan yang dapat digantungkan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN 1. Nama Kegiatan : Penataan Listrik Perkotaan 2. Nama pekerjaan : Penambahan Lampu Taman (65 Batang) 3. Lokasi : Pasir Pengaraian Pasal 2 PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB II TEORI ELEVATOR

BAB II TEORI ELEVATOR BAB II TEORI ELEVATOR 2.1 Definisi Elevator. Elevator atau sering disebut dengan lift merupakan salah satu jenis pesawat pengangkat yang berfungsi untuk membawa barang maupun penumpang dari suatu tempat

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning suatu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI PENGGELARAN JARINGAN TRANSMISI SKSO MEGA KUNINGAN DAN HUT 20

BAB III IMPLEMENTASI PENGGELARAN JARINGAN TRANSMISI SKSO MEGA KUNINGAN DAN HUT 20 BAB III IMPLEMENTASI PENGGELARAN JARINGAN TRANSMISI SKSO MEGA KUNINGAN DAN HUT 20 3.1 Jaringan Akses Transmisi Serat Optik Jaringan akses serat optik (Optical Access Network) adalah suatu sistem jaringan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN NO. 0081T/Bt/1995 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Sejalan dengan mekanisme perencanaan Proyek

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pemindah bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan dari lokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, pembongkaran

Lebih terperinci

Rambu evakuasi tsunami

Rambu evakuasi tsunami Standar Nasional Indonesia Rambu evakuasi tsunami ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK Pengertian Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatuko mposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis

Lebih terperinci

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang BAB IV STUDI KASUS PENGGANTIAN JEMBATAN KERETA API BH _812 KM 161+601 DI BREBES IV.1. Deskripsi Proyek 4.1.1. Ganbaran Unun Proyek Proyek yang menjadi studi kasus dalam tugas akhir ini, adalah proyek penggantian

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK Pedoman Umum 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagian-bagian Utama Pada Truck Crane a) Kabin Operator Seperti yang telah kita ketahui pada crane jenis ini memiliki dua buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah

Lebih terperinci

JARINGAN AKSES TELEPON

JARINGAN AKSES TELEPON JARINGAN AKSES TELEPON Jaringan Akses adalah jaringan yang menghubungkan pelanggan dengan sentral telepon. Jaringan akses sering juga disebut sebagai Outside Plan (OSP), beberapa istilah juga sering disebut

Lebih terperinci

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut Standar Nasional Indonesia Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 001 1 (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 002 1 (1) Tikungan ke kiri (2) Tikungan ke kanan (3) Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 003 1 (1) Tikungan beruntun,

Lebih terperinci

Training Center ISSUED - 4/17/2004

Training Center ISSUED - 4/17/2004 ISSUED - 4/17/2004 1 Tujuan Peserta dapat memahami jenis spesifikasi kabel tembaga dan asesoris yang digunakan di TELKOM, sehingga diperoleh keseragaman dalam pelaksanaan prosedur instalasi dan spesifikasi

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat 1 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan komponen sosial masyarakat, usaha dan ekonomi, serta lingkungan sebagai pendekatan pembangunan permukiman yang berkelanjutan KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS 6.1 Pengertian Umum Beton prestress adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangantegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Gambar 1.1 Guilitene Hidrolis

PEMBAHASAN. Gambar 1.1 Guilitene Hidrolis PEMBAHASAN A. Konstruksi Gunting Pemotong Plat Mesin pemotong plat mempunyai beberapa jenis, manual dengan menggunakan tuas maupun dengan tenaga hidrolis (gambar 1.1), pada mesin pemotong plat hidrolis

Lebih terperinci

BAB IV RUMAH KABEL Kapasitas RK ditentukan oleh jumlah pasangan Kabel Primer dan Sekunder maksimum yang dapat diterminasikan di RK tersebut.

BAB IV RUMAH KABEL Kapasitas RK ditentukan oleh jumlah pasangan Kabel Primer dan Sekunder maksimum yang dapat diterminasikan di RK tersebut. BAB IV 1. TUJUAN Pedoman ini menguraikan cara Pemasangan dan Penempatan Rumah Kabel beserta Instalasi Blok Terminalnya pada Kabel Tanah Tanam Langsung dan Kabel Duct, dengan tujuan supaya pelaksanaan pekerjaan

Lebih terperinci

BOOTCAMP SERTIFIKASI TEKNISI INSTALASI FIBER OPTIK (TIFO)

BOOTCAMP SERTIFIKASI TEKNISI INSTALASI FIBER OPTIK (TIFO) BOOTCAMP SERTIFIKASI TEKNISI INSTALASI FIBER OPTIK (TIFO) Page 1 Daftar isi : MODUL JUDUL MODUL KODE UNIT Modul-1 Menerapkan Prosedur K3 TIK.FO01.005.01 Modul-2 Menerapkan Pengetahuan Istilah Fiber Optik

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG. penggerak frekuensi variable. KONE Minispace TM

BAB III TEORI PENUNJANG. penggerak frekuensi variable. KONE Minispace TM BAB III TEORI PENUNJANG 3.1. KONE MiniSpace TM KONE Minispace TM adalah lift dengan pengimbang menggunakan EcoDisc, motor sinkronisasi tanpa perseneling yang digerakkan oleh suatu penggerak frekuensi variable.

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk definisi arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama, meskipun

Lebih terperinci

Sambungan pada pengering. Daftar Isi. Catatan saat pemasangan

Sambungan pada pengering. Daftar Isi. Catatan saat pemasangan Daftar Isi Sambungan pada pengering Catatan saat pemasangan Opsi pemasangan Petunjuk keselamatan... 1 Sambungan pada pengering... 2 Catatan saat pemasangan... 3 Opsi pemasangan... 4 Catatan saat pemasangan...

Lebih terperinci

Handling dan Tata Cara Pemakaian Tabung ELPIJI.hingga. ke Outlet

Handling dan Tata Cara Pemakaian Tabung ELPIJI.hingga. ke Outlet Handling dan Tata Cara Pemakaian Tabung ELPIJI.hingga ke Outlet 1 Urgensi Memelihara Tabung ELPIJI Gas ELPIJI terkenal dengan sifatnya yang mudah terbakar, sehingga kebocoran pada peralatan ELPIJI beresiko

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

PERTEMUAN 8 (MEDIA TRANSMISI FISIK)

PERTEMUAN 8 (MEDIA TRANSMISI FISIK) PERTEMUAN 8 (MEDIA TRANSMISI FISIK) POKOK BAHASAN Jaringan fisik berdasarkan bentuk fisik Jaringan fisik berdasarkan cara pemasangan Jaringan fisik berdasarkan fungsi penggunaan TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam

BAB II PEMBAHASAN MATERI. dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan bagian terpadu perlengkapan mekanis dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam disebabkan oleh

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jaringan Akses Jaringan akses merupakan sub sistem jaringan telekomunikasi yg menghubungkan pelanggan (UN-User Node) dengan Service

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS MINGGU KE 15 Diskripsi singkat : Manfaat Learning Outcome BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS IX.1. Saluran Transmisi (Transmission Lines). Disini pengaruh topografi paling sedikit dan biasa diambil jarak

Lebih terperinci

DRILLING SERVICE BANDUNG

DRILLING SERVICE BANDUNG METODE KERJA PEKERJAAN HORIZONTAL DRILLING CV BORHAN & SON S DRILLING SERVICE BANDUNG Create and Presentation by Theissen Khadafi, S.Kel METODE KERJA PEMBORAN HORIZONTAL Secara umum pekerjaan Horizontal

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1. UMUM 5.1.1. Lingkup Pekerjaan a. Pekerjaan di bagian ini meliputi: 1. Penentuan batas dan lokasi posisi diaphragm wall di lapangan sesuai dengan gambar rencana, termasuk

Lebih terperinci

BAB VI SPESIFIKASI TEKNIS PASAL 1 LINGKUP PEKERJAAN

BAB VI SPESIFIKASI TEKNIS PASAL 1 LINGKUP PEKERJAAN BAB VI SPESIFIKASI TEKNIS PASAL 1 LINGKUP PEKERJAAN 1. Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan meliputi : I. Perbaikan/Rehab dermaga TPI/PPI 2. Sarana bekerja dan tata cara pelaksanaan. a. Untuk kelancaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

Training Center ISSUED4/17/2004 1

Training Center ISSUED4/17/2004 1 1 Tujuan Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta memahami dan mempunyai persepsi yang sama tentang Struktur Jaringan Lokal Akses Tembaga sebagai sarana untuk mengakses berbagai jenis layanan.

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi BAB V METODE PELAKSANAAN 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan.

Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian Zat Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian zat padat, zat cair, dan gas menunjukkan karakteristik yang

Lebih terperinci

Cara menghitung Volume pekerjaan : I. Pekerjaan Awal

Cara menghitung Volume pekerjaan : I. Pekerjaan Awal Cara menghitung Volume pekerjaan : I. Pekerjaan Awal 1. Pengukuran Yang dimaksud dengan pengukuran adalah sebelum memulai pekerjaan, untuk menentukan posisi dari bangunan dilakukan pengukuran batas-batas,

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK 3.1 Pengertian Perancangan Perancangan memiliki banyak definisi karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda, tetapi intinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type GARPOL/GP6 di lokasi HOTEL AMARIS Jl. Cimanuk No. 14 Bandung, meliputi : 4.1.1 Tiang

Lebih terperinci

DasarJaringan Komunikasi

DasarJaringan Komunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya DasarJaringan Komunikasi Modul 5: Media Transmisi Fisik Prima Kristalina PENS (Maret 2015) POKOK BAHASAN 1. Jaringan fisik berdasarkan bentuk fisik 2. Jaringan fisik

Lebih terperinci

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA >

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA > Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA > GSF-Aceh. Didalam Pelaksanaan Proyek, metode pelaksanaan sangat penting dilaksanakan, hal ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pemindah bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan dari lokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, pembongkaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

Bagaimana Menurut Anda

Bagaimana Menurut Anda Bagaimana Menurut Anda Dapatkah kita mencabut paku yang tertancap pada kayu dengan menggunakan tangan kosong secara mudah? Menaikkan drum ke atas truk tanpa alat bantu dengan mudah? Mengangkat air dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated. MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT DIREKTORAT PEMBEKALAN ANGKUTAN SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : 20-251 I. BAHAN. 1. Kain filament polyester 100% double side coated. a. Lebar kain,cm (inchi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH HIDROLIS

STABILISASI TANAH HIDROLIS STABILISASI TANAH HIDROLIS Pre-fabricated Vertical Drain Oleh : Andika Satria Agus (0907132986) Jurusan Teknik SIpil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Prefabricated Vertical Drain (PVD) adalah adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

MEKANISME KERJA JIB CRANE

MEKANISME KERJA JIB CRANE JIB CRANE DEFINISI JIB CRANE Jib Crane adalah jenis crane di mana anggota horisontal (jib atau boom), mendukung bergerak hoist, adalah tetap ke dinding atau ke tiang lantai-mount. Jib dapat ayunan melalui

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE KAPASITAS 10 TON BENTANGAN 25 METER

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE KAPASITAS 10 TON BENTANGAN 25 METER PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE KAPASITAS 10 TON BENTANGAN 25 METER Tugas Akhir Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Gelar Kesarjanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci