BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara Kondisi Geografis Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara 3 0 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang dibatasi oleh: - Samudra Pasifik di sebelah utara - Laut Halmahera di sebelah timur - Laut Maluku di sebelah barat - Laut Seram di sebelah selatan Luas wilayah Provinsi Maluku Utara secara keseluruhan tercatat ,10 km 2, yang terdiri dari luas daratan sebesar ,66 km 2 dan luas lautan sebesar ,44 km 2. Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah. Wilayah Maluku Utara dengan hampir 70 persen wilayah lautan menjadikan Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi bahari yang kaya akan potensi kelautan. Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukitbukit yang terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Kondisi iklim di Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan iklim musim. Oleh karena itu, iklimnya sangat dipengaruhi

2 37 oleh lautan dan bervariasi antara tiap bagian wilayah yaitu iklim Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula. Tabel 4.1. Luas Wilayah, Luas Wilayah Daratan dan Ibukota Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 Kabupaten/Kota Ibukota Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km 2 ) Luas Wilayah Daratan (Km 2 ) (1) (2) (3) (4) Halmahera Barat (Halbar) Jailolo , ,24 Halmahera Tengah (Halteng) Weda 8.381, ,83 Kepulauan Sula (Kepsul) Sanana , ,92 Halmahera Selatan (Halsel) Labuha , ,32 Halmahera Utara (Halut) * Tobelo , ,30 Halmahera Timur (Haltim) Maba , ,20 Kota Ternate Ternate 5.795,40 250,85 Kota Tidore Kepulauan (Tikep) Soa Sio , ,00 Provinsi Maluku Utara (Malut) Sofifi , ,66 * ) Data masih tergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Pemerintahan Provinsi Maluku Utara secara resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Maluku Utara beribukota di Desa Sofifi tetapi mengingat infrastruktur yang tersedia di Desa Sofifi belum memadai, ibukota sementara berada di Kota Ternate. Namun sejak tanggal 4 Agustus 2010 Ibukota Provinsi Maluku Utara dipindahkan kembali dari Ternate ke Sofifi.

3 38 Pada awal terbentuk, Provinsi Maluku Utara hanya terdiri dari tiga kabupaten/kota (dua kabupaten dan satu kota) yaitu Kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah serta Kota Ternate. Pada tahun 2003 Maluku Utara terdiri dari delapan kabupaten/kota (enam kabupaten dan dua kota) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Sedangkan, Kabupaten Maluku Utara berubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat. Pada tahun 2008 terbentuk Kabupaten Pulau Morotai yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara melalui UU No.53 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, saat ini Provinsi Maluku Utara terdiri dari sembilan kabupaten/kota (tujuh kabupaten dan dua kota), yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Pulau Morotai, Kota Ternate serta Kota Tidore Kepulauan. Wilayah administratif Maluku Utara terbagi dalam 113 kecamatan dan desa/kelurahan yang tersebar di sembilan kabupaten/kota Kependudukan Dalam pembangunan, penduduk harus dijadikan sebagai titik sentral yaitu sebagai subyek pembangunan dan sebagai obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, penduduk merupakan motor penggerak bagi proses pembangunan, sedangkan sebagai obyek pembangunan berarti hasil-hasil pembangunan harus

4 39 sepenuhnya dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sedangkan penduduk yang besar tetapi tidak berkualitas justru akan menjadi beban bagi pembangunan. Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Kota Ternate Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara dari tahun selalu mengalami kenaikan di tiap tahunnya, hingga mencapai jiwa di tahun Kenaikan penduduk juga terjadi di level kabupaten/kota. Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten dengan penduduk terbanyak yaitu jiwa di tahun 2005 dan meningkat hingga mencapai jiwa di tahun Kabupaten Halmahera Tengah hanya memiliki jumlah penduduk jiwa di tahun 2005 dan meningkat menjadi jiwa di tahun 2009 (Tabel 4.2).

5 40 Tabel 4.3. Persentase Luas Wilayah Daratan, Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 Kabupaten/Kota Persentase Luas Wilayah Daratan Persentase Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) (1) (2) (3) (4) Halmahera Barat 5,80 10,05 37,50 Halmahera Tengah 5,05 3,57 15,29 Kepulauan Sula 21,37 13,36 13,53 Halmahera Selatan 19,48 19,72 21,91 Halmahera Utara 12,09 19,98 35,76 Halmahera Timur 14,44 7,17 10,75 Kota Ternate 0,56 17,70 688,08 Kota Tidore Kepulauan 21,22 8,44 8,61 Provinsi Maluku Utara 100,00 100,00 21,63 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Persebaran penduduk antarkabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara terlihat belum merata. Kota Ternate yang hanya memiliki luas daratan 0,56 persen dari seluruh luas daratan Maluku Utara, dihuni oleh 17,70 persen total penduduk Maluku Utara. Hal ini dapat disebabkan karena Kota Ternate merupakan pusat perekonomian di Maluku Utara, sehingga menjadikan Kota Ternate sebagai daya tarik bagi penduduk di kabupaten lain untuk bermigrasi. Kepadatan penduduk di Ternate mencapai 688 jiwa per km 2, angka ini jauh di atas kabupaten/kota lain di Maluku Utara (Tabel 4.3). Kabupaten Halmahera Timur dengan 14,44 persen luas wilayah, hanya dihuni oleh 7,17 persen total penduduk Maluku Utara. Kota Tidore Kepulauan dengan 21,22 luas wilayah, hanya dihuni oleh 8,44 persen penduduk. Masalah persebaran penduduk yang tidak merata harus menjadi perhatian pemerintah, karena penduduk yang terlampau padat akan menimbulkan masalah-masalah

6 41 sosial seperti berkembangnya pemukiman kumuh, meningkatnya kriminalitas, pengangguran dan sebagainya Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan dalam melihat kondisi perekonomian suatu wilayah. Total PDRB Maluku Utara baik PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)/PDRB Riil maupun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)/PDRB Nominal dari tahun mengalami kenaikan. PDRB Nominal Maluku Utara pada tahun 2009 mencapai 4,69 triliun rupiah, sedangkan secara riil, dengan mengeluarkan pengaruh inflasi, PDRB Maluku Utara sebesar 2,81 triliun rupiah (Gambar 4.1). Trilyun Rupiah 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 PDRB ADHB PDRB ADHK 4,69 3,86 3,16 2,82 2,58 2,50 2,24 2,36 2,65 2, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Gambar 4.1. PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta urutan ketiga di sektor industri pengolahan. Pada tahun 2009, PDRB

7 42 Nominal sektor pertanian sebesar Rp.1,75 triliun, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp. 1,07 triliun dan sektor industri pengolahan sebesar Rp. 611 miliar. PDRB Nominal ketiga sektor tersebut sebesar Rp.3,43 triliun dari total PDRB Nominal Maluku Utara Rp.4,69 triliun. Tabel 4.4. PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun (juta rupiah) Lapangan Usaha PDRB ADHB PDRB ADHK (1) (2) (3) (4) (5) Pertanian , , , ,21 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih , , , , , , , , , , , ,75 Konstruksi , , , ,65 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan , , , , , , , , , , , ,46 Jasa-Jasa , , , ,07 TOTAL , , , ,78 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Laju pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dari tahun juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Hanya saja pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara lebih lambat dari tahun sebelumnya (Gambar 4.2). Hal ini disebabkan adanya krisis finansial di dunia yang menurunkan permintaan ekspor Maluku Utara. Adanya kondisi pilkada gubernur

8 43 yang kurang kondusif pada tahun 2008, dapat diduga menjadi penyebab penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Persen 6,20 6,00 5,80 5,60 5,40 5,20 5,00 4,80 4,60 6,01 5,99 6,05 5,48 5, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun Struktur Ekonomi Struktur ekonomi ditunjukkan melalui peran setiap sektor terhadap total PDRB. Peran tersebut mencerminkan kemampuan setiap sektor dalam menciptakan barang dan jasa dalam rangka pembentukan nilai tambah. Informasi ini penting bagi perencana pembangunan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang menjadi penopang utama perekonomian Maluku Utara. Tabel 4.5 menggambarkan bahwa dalam kurun waktu struktur perekonomian Maluku Utara masih didominasi tiga sektor besar yaitu sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 38,10 persen per tahun, sektor perdagangan hotel & restoran rata-rata sebesar 22,33 persen, dan sektor industri pengolahan 13,21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor andalan di Provinsi Maluku Utara. Sehingga seharusnya potensi ini didukung dengan kebijakan pemerintah yang propertanian.

9 44 Tabel 4.5. Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Utara (Persen) Lapangan Usaha Tahun Kontribusi Sektor Rata-Rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pertanian 38,22 37,86 37,50 39,60 37,34 38,10 Pertambangan dan Penggalian 4,58 4,59 4,87 5,03 5,09 4,83 Industri Pengolahan 13,75 13,77 13,43 12,09 13,02 13,21 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,65 0,65 0,63 0,59 0,64 Konstruksi 1,93 2,10 2,16 2,31 2,72 2,24 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 22,31 22,21 22,48 21,86 22,79 22,33 7,83 8,25 8,50 8,37 8,00 8,19 3,18 3,20 3,27 3,40 3,69 3,35 Jasa-Jasa 7,55 7,38 7,15 6,71 6,74 7,11 TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Bila dilihat tiap subsektor, sektor pertanian di Provinsi Maluku Utara didukung sebesar 42 persen oleh subsektor perkebunan seperti coklat (kakao), cengkeh, kelapa, pala dan sebagainya. Sedangkan sekitar 27 persen subsektor tanaman bahan makanan, 17 persen perikanan. Subsektor kehutanan dan peternakan masing-masing menyumbang sekitar 9 persen dan 5 persen terhadap nilai tambah sektor pertanian (Tabel 4.6).

10 45 Tabel 4.6. Kontribusi Subsektor terhadap PDRB Sektor Pertanian Provinsi Maluku Utara (Persen) Subsektor Tahun Kontribusi Subsektor Rata-Rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tanaman Bahan Makanan 26,95 26,79 26,48 28,12 27,05 27,08 Tanaman Perkebunan 42,48 42,49 42,27 42,01 41,02 42,05 Peternakan dan hasil-hasilnya 5,10 4,98 4,98 4,48 4,53 4,82 Kehutanan 9,26 9,61 9,49 8,32 8,85 9,10 Perikanan 16,22 16,13 16,78 17,07 18,55 16,95 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100, Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah) Kondisi Ketenagakerjaan Jumlah pengangguran merupakan indikator penting dalam melihat kinerja pembangunan suatu wilayah. Gambar 4.3. menunjukkan jumlah pengangguran di Maluku Utara dari tahun menunjukkan tren yang menurun yaitu 53,14 ribu jiwa ke 23,98 ribu jiwa. Namun, mulai tahun kecenderungan jumlah pengangguran maupun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan. Tingginya angka pengangguran pada tahun 2005 disebabkan PHK besar-besaran perusahaan industri pengolahan (PT. Taiwi di Sidangoli) pada tahun Kenaikan angka pengangguran pada tahun 2008 diduga merupakan efek kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 serta kondisi pilkada pada tahun 2008 yang kurang kondusif.

11 46 60,00 50,00 53,14 40,00 30,00 28,84 23,98 27,32 28,56 20,00 10,00 13,09 6,90 6,05 6,48 6,76 0, Tahun Jumlah Pengangguran (1000 Jiwa) Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Gambar 4.3. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Maluku Utara Pada tahun 2009, jumlah pengangguran di Maluku Utara sebesar 28,56 ribu jiwa sedangkan TPT sebesar 6,76 persen. Hal ini berarti dari seluruh TPT angkatan kerja di Maluku Utara masih ada 6,76 persen yang menganggur Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan indikator penting untuk melihat kualitas sumberdaya manusia di suatu wilayah. Tabel 4.7 menunjukkan indikator-indikator tingkat pendidikan di Kabupaten/Kota di Maluku Utara pada tahun Ratarata lama sekolah di Maluku Utara pada tahun 2009 sebesar 8,61 tahun. Hal ini berarti rata-rata penduduk Maluku Utara bersekolah sampai kelas 3 SMP. Bila dilihat tiap kabupaten/kota, rata-rata lama sekolah tertinggi di Kota Ternate yaitu 10,80 tahun atau sekitar kelas 2 SMA. Rata-rata penduduk di Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Tengah bersekolah sampai kelas 3 SMP, sedangkan penduduk di lima kabupaten lainnya rata-rata bersekolah hanya sampai kelas 2 SMP.

12 47 Tabel 4.7. Indikator-Indikator Pendidikan di Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 Penduduk 10 Tahun ke atas menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (persen) Tidak/ Kabupaten/Kota Rata- Rata Lama Sekolah (Tahun) Angka Melek Huruf (%) Belum Tamat SD SD SMP SMA PT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Halmahera Barat 7,79 95,31 27,18 30,48 20,19 17,08 5,07 Halmahera Tengah 8,08 96,73 33,04 29,42 20,07 12,56 4,91 Kepulauan Sula 7,80 97,34 28,27 35,82 18,78 13,31 3,81 Halmahera Selatan 7,47 95,83 33,55 36,53 16,93 10,93 2,07 Halmahera Utara 7,33 95,91 35,08 30,85 16,40 14,87 2,80 Halmahera Timur 7,89 95,59 32,20 36,64 19,33 9,76 2,08 Kota Ternate 10,80 98,95 11,28 15,02 15,80 43,92 13,98 Kota Tidore Kepulauan 8,66 98,04 13,58 31,65 20,53 24,41 9,83 MALUKU UTARA 8,61 95,74 26,46 29,99 17,78 20,01 5,76 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Jumlah penduduk 10 tahun ke atas di Maluku Utara yang mampu membaca dan menulis sebesar 95,74 persen. Angka melek huruf terbesar di Kota Ternate (98,95 persen) dan Kota Tidore (98,04 persen). Kabupaten Halmahera Barat dan Hamahera Timur memiliki angka melek huruf di bawah Provinsi Maluku Utara yaitu masing-masing 95,31 persen dan 95,59 persen. Jumlah penduduk menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan merupakan indikator penting dalam menggambarkan mutu sumberdaya manusia di suatu wilayah. Pada tahun 2009, jumlah penduduk 10 tahun ke atas di Maluku Utara yang telah memenuhi wajib belajar sembilan tahun hanya sebesar 17,78

13 48 persen, 20 persen lulus pendidikan menengah atas dan hanya 5,76 persen yang tamat Perguruan Tinggi. Kota Ternate memiliki kualitas pendidikan yang paling baik, dengan jumlah lulusan SMA mencapai 43,92 persen dan lulusan Perguruan Tinggi sebesar 13,98 persen. Demikian pula dengan Kota Tidore Kepulauan, penduduk lulusan SMA sebesar 24,41 persen dan lulusan Perguruan Tinggi sebesar 9,83 persen. Sedangkan di kabupaten/kota lainnya persentase lulusan SMA dan Perguruan Tinggi masih tergolong rendah. Hal ini mengindikasikan kurang meratanya pembangunan sektor pendidikan di Maluku Utara. 4.2 Gambaran Pola Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara dari tahun mengalami penurunan, yaitu 13,23 persen pada tahun 2005, menurun menjadi 12,73 persen tahun 2006, hingga mencapai mencapai angka 10,34 persen pada tahun Demikian pula dengan jumlah penduduk miskin yang mengalami penurunan dari 118,6 ribu jiwa pada tahun 2005 menjadi 99,10 ribu jiwa pada tahun 2009 (Gambar 4.4). Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam pencapaian pembangunan ekonomi di Provinsi Maluku Utara.

14 Jumlah Penduduk Miskin (1000 jiwa) Persentase Penduduk Miskin 118,6 116,8 109,9 107,9 99,10 13,23 12,73 11,97 11,51 10, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Gambar 4.4. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara Tahun Tabel 4.8 menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Maluku Utara dari tahun cukup bervariasi antarkabupaten/kota. Namun secara umum dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Kota Ternate memiliki persentase penduduk miskin yang paling rendah dengan tingkat pengurangan persentase penduduk miskin rata-rata per tahun sebesar 3,4 persen. Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara memiliki tingkat kemiskinan yang relatif rendah pula. Kedua kabupaten/kota tersebut mampu menurunkan persentase penduduk miskin lebih dari tujuh persen tiap tahun. Kabupaten Halmahera Tengah memiliki persentase penduduk miskin tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yaitu di atas 25 persen. Kabupaten Halmahera Timur juga memiliki persentase penduduk miskin rata-rata di atas 20 persen. Namun, laju penurunan persentase penduduk miskin di kedua kabupaten tersebut cukup tinggi yaitu 4,3 persen di Halmahera Tengah dan 5,4 persen di Halmahera Timur. Diharapkan upaya pengentasan kemiskinan di kedua kabupaten tersebut dapat segera teratasi.

15 50 Tabel 4.8. Persentase Penduduk Miskin (HCI) Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Rata-rata Tahun pengurangan Kabupaten/Kota HCI per tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Halmahera Barat 16,85 17,12 16,19 16,12 14, Halmahera Tengah 31,83 31,81 30,18 28,52 26, Kepulauan Sula 16,08 15,14 14,07 13,71 11, Halmahera Selatan 14,09 13,36 12,95 12,54 10, Halmahera Utara 11,32 10,36 9,63 8,90 7, Halmahera Timur 24,48 22,68 21,54 21,13 19, Kota Ternate 4,85 4,54 4,26 4,15 4, Kota Tidore Kepulauan 8,32 8,31 7,43 6,54 6, Provinsi Maluku Utara 13,23 12,73 11,97 11,51 10, Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula di tahun 2005 memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Namun, laju penurunan persentase penduduk miskin di Kabupaten Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula cukup tinggi, sehingga pada tahun 2009 kedua kabupaten tersebut mampu menurunkan angka kemiskinan hingga tinggal sekitar 11 persen. Kabupaten Halmahera Barat hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinannya rata-rata 3,8 persen tiap tahun, sehingga di tahun 2009 penduduk miskin di Halmahera Barat masih 14,34 persen.

16 Perkembangan Tingkat Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Tahun Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah atau persentase penduduk miskin. Namun, perlu dilihat tingkat kedalaman (poverty gap) dan keparahan kemiskinan (poverty severity). Selain memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (P 1 ) menggambarkan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, Dengan kata lain, Indeks Kedalaman Kemiskinan melihat seberapa miskin orang miskin itu. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P 2 ) menggambarkan penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Angka P 1 dan P 2 yang besar menunjukkan buruknya kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Disaat persentase penduduk miskin di Maluku Utara yang mengalami penurunan tiap tahunnya, hal ini tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat kedalaman kemiskinan. Kedalaman kemiskinan di Maluku Utara dari tahun tercatat cukup berfluktuasi. Hal ini mengindikasikan penurunan persentase penduduk miskin secara jumlah tidak selalu diikuti dengan perbaikan kualitas kehidupan penduduk miskin. Gambar 4.5 menunjukkan tingkat kedalaman kemiskinan di Provinsi Maluku Utara dari tahun cukup berfluktuatif. Tingkat kedalaman kemiskinan dari tahun cenderung mengalami kenaikan, hanya pada tahun 2006 sedikit menurun dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2009 kedalaman kemiskinan menurun hingga sebesar 1,93. Bila dilihat pencapaian dari

17 52 tahun menunjukkan bahwa penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinannya. 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 2,04 2,47 2,23 2,01 1,93 1,00 0,42 0,57 0,64 0, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Gambar 4.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Tahun Tingkat keparahan kemiskinan dari tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari 0,42 pada tahun 2005 menjadi 1,00 pada tahun Hal ini menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin justru diikuti dengan kesenjangan pendapatan antarpenduduk miskin yang makin melebar Perkembangan Tingkat Kedalaman Kemiskinan Kabupaten/Kota Tingkat kedalaman kemiskinan dari tahun tiap kabupaten/kota mengalami kenaikan dan penurunan secara fluktuatif. Secara rata-rata kabupaten/kota yang memiliki tingkat kedalaman kemiskinan tertinggi yaitu Halmahera Tengah (6,38) dan Halmahera Timur (4,99). Hal ini berarti kesenjangan antara pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan relatif lebar. Dengan kata lain, jarak pendapatan orang miskin dengan batas pendapatan

18 53 minimal untuk hidup layak cukup jauh. Tentu hal ini mengindikasikan kondisi kemiskinan yang buruk di kedua wilayah tersebut. Tabel 4.9. Kedalaman Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tahun Rata-rata Kabupaten/Kota Kedalaman Kemiskinan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Halmahera Barat 3,68 3,88 3,07 3,28 3,21 3,42 Halmahera Tengah 9,54 5,58 5,58 5,90 5,30 6,38 Kepulauan Sula 2,54 2,15 2,03 2,16 2,31 2,24 Halmahera Selatan 2,44 1,80 1,94 1,82 1,68 1,94 Halmahera Utara 1,97 1,19 1,08 2,04 1,41 1,54 Halmahera Timur 3,82 5,46 3,03 9,61 3,02 4,99 Kota Ternate 0,70 0,53 0,81 0,75 0,65 0,69 Kota Tidore Kepulauan 0,67 1,47 1,08 0,80 0,61 0,93 Provinsi Maluku Utara 2,04 2,01 2,23 2,47 1,93 2,14 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Kabupaten/kota yang memiliki rata-rata tingkat kedalaman kemiskinan yang rendah yaitu Kota Ternate (0,69) dan Kota Tidore Kepulauan (0,93). Hal ini menunjukkan kondisi orang miskin di Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan lebih baik dibandingkan dengan kondisi orang miskin di kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara (Tabel 4.9).

19 54 Persentase Penduduk Miskin (P 0 ) P 1 Provinsi Malut 1,93 30,00 Halteng 25,00 20,00 Haltim 15,00 Halbar Halsel Kepsul 10,00 Halut P 5,00 Tidore 0 Provinsi Malut 10,34 Ternate 0,00 0,00 2,00 4,00 6,00 Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Gambar 4.6. Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Kedalaman Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 Gambar 4.6 menunjukkan sebaran tingkat kemiskinan dan kedalaman kemiskinan menurut kabupaten/kota tahun Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat dan Kepulauan Sula memiliki tingkat kemiskinan dan kedalaman kemiskinan di atas kemiskinan Provinsi Maluku Utara. Hal ini menunjukkan buruknya kondisi kemiskinan di kabupatenkabupaten tersebut, dimana persentase orang miskin yang besar dan jarak pendapatan orang miskin dengan pendapatan minimal agar tidak miskin relatif jauh. Diperlukan upaya yang lebih keras untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah tersebut. Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara memiliki kondisi kemiskinan yang cukup baik. Tingkat kemiskinan di wilayah tersebut rendah dan kesenjangan pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan rendah pula.

20 Perkembangan Tingkat Keparahan Kemiskinan Kabupaten/Kota Tingkat keparahan kemiskinan dari tahun tiap kabupaten/kota menunjukkan pencapaian yang fluktuatif. Kabupaten Halmahera Tengah memiliki tingkat keparahan kemiskinan yang paling besar yaitu 3,82 pada tahun 2005, kemudian menurun menjadi 1,47 pada tahun 2007, namun kembali meningkat pada tahun 2008 (1,63) dan 2009 (1,73). Hal ini menunjukkan distribusi pendapatan antarpenduduk miskin yang semakin tidak merata (Tabel 4.10). Tabel Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Kabupaten/Kota Tahun Rata-rata Keparahan Kemiskinan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Halmahera Barat 1,26 1,24 0,95 1,08 1,07 1,12 Halmahera Tengah 3,82 1,54 1,47 1,63 1,73 2,04 Kepulauan Sula 0,55 0,47 0,50 0,49 0,78 0,56 Halmahera Selatan 0,70 0,35 0,52 0,37 0,39 0,47 Halmahera Utara 0,48 0,21 0,20 0,52 0,42 0,37 Halmahera Timur 1,10 1,73 0,59 4,48 0,73 1,73 Kota Ternate 0,13 0,12 0,21 0,15 0,18 0,16 Kota Tidore Kepulauan 0,10 0,39 0,25 0,12 0,12 0,20 Provinsi Maluku Utara 0,42 0,57 0,64 0,76 1,00 0,68 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah).

21 56 Persentase Penduduk Miskin (P 0 ) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 Haltim Kepsul Halsel Halut Tikep Ternate P 2 Provinsi Malut 1,00 Halbar Halteng 0,00 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 Keparahan Kemiskinan (P 2 ) P 0 Provinsi Malut 10,34 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Gambar 4.7. Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 Berdasarkan persentase dan keparahan kemiskinan tahun 2009, Kabupaten Halmahera Tengah memiliki kondisi kemiskinan yang paling parah yaitu persentase penduduk miskin yang tinggi dan distribusi pendapatan antarpenduduk miskin yang tinggi pula. Begitu pula dengan Kabupaten Halmahera Barat walaupun tidak separah Halmahera Tengah. Wilayah yang memiliki kondisi kemiskinan yang paling baik yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara. Kabupaten Halmahera Selatan, Halmahera Timur dan Kepulauan Sula memiliki angka persentase penduduk miskin di atas Provinsi Maluku Utara, namun kesenjangan antarpenduduk miskin relatif rendah.

22 Perkembangan Garis Kemiskinan BPS menggunakan pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Berdasarkan pendekatan ini disusunlah garis kemiskinan yang menggambarkan batas pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan minimal kalori makanan dan kebutuhan dasar nonmakanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan dasar lainnya. Penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita di bawah garis kemiskinan. Rupiah Maluku Utara Indonesia Tahun Sumber: BPS RI, 2009 (diolah). Gambar 4.8. Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia dan Provinsi Maluku Utara Tahun Gambar 4.8 menunjukkan bahwa garis kemiskinan Provinsi Maluku Utara dari tahun mengalami kenaikan, yaitu Rp ,00 per kapita per bulan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp ,00 per kapita per bulan pada tahun Hal ini berarti pada tahun 2009 seorang penduduk Maluku Utara dikatakan miskin apabila pengeluaran/pendapatannya kurang dari Rp ,00 per bulan atau Rp.7.245,00 per hari. Apabila seorang kepala rumahtangga (KRT) memiliki dua anak dan satu istri, berarti pendapatan minimal agar ia dapat

23 58 memenuhi kebutuhan dasar untuk dia dan keluarganya adalah Rp ,00 per bulan atau Rp ,00 per hari. Sedangkan di tahun 2005, suatu rumahtangga dengan empat ART (anggota rumahtangga) agar kebutuhan dasar terpenuhi, minimal harus memiliki pendapatan Rp ,00 per bulan atau Rp ,00 per hari. Kenaikan garis kemiskinan di Maluku Utara sejalan dengan kenaikan garis kemiskinan nasional yaitu Rp ,00 di tahun 2005 meningkat menjadi Rp ,00 per kapita per bulan. Hal ini berarti bahwa di tahun 2009 pendapatan per kapita minimal seorang peduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dasar agar dapat hidup layak sebesar Rp ,00 per bulan atau Rp.6.675,00 per hari. Tabel Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota tahun Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Kota Ternate Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Tabel 4.11 menunjukkan bahwa garis kemiskinan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kota Ternate memiliki garis kemiskinan yang tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Hal ini berarti di Kota Ternate

24 59 pendapatan minimal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. 4.3 Analisis Regresi Data Panel Analisis regresi data panel dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Maluku Utara. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain PDRB (Produk Domestik Regional Bruto, MYS (Mean Years School/Rata-Rata Lama Sekolah), Share PDRB pertanian dan jumlah pengangguran. Variabel dependen adalah jumlah penduduk miskin Pemilihan Model Analisis regresi data panel ada tiga pendekatan yaitu Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect. Dari ketiga pendekatan di atas akan dipilih satu yang terbaik melalui uji Chow dan uji Hausman. Dari hasil uji Chow disimpulkan bahwa model fixed effect lebih baik daripada Common Effect. Pengujian dilanjutkan dengan Uji Hausman untuk memilih antara Fixed Effect dan Random Effect dan disimpulkan bahwa Fixed Effect lebih baik daripada Random Effect. Analisis regresi data panel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Fixed Effect.

25 Uji Asumsi Homokedastisitas Untuk medeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square (Cross section Weight) yaitu dengan membandingkan sum square Residual pada Weighted Statistics dengan sum square Residual Unweighted Statistics. Jika sum square Residual pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Residual Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Hasil output memperlihatkan adanya indikasi heteroskedastisitas. Treatment pelanggaran asumsi homoskedastisitas ini dapat dilakukan dengan mengestimasi GLS dengan white-heteroscedasticity Autokolerasi Hasil estimasi menunjukkan nilai statistik Durbin Watson sebesar 1, Nilai Durbin Watson tersebut berada pada interval du < DW < 4-dU (1,721 < 1,785111< 2,279). Hal ini menunjukkan tidak adanya autokolerasi Multikolinearitas Tabel Matriks Korelasi Antarvariabel Independen Variabel PDRB MYS Share_Pertanian Pengangguran PDRB 1 MYS 0, Share_Pertanian -0, , Pengangguran 0, , , Model yang dipilih harus terbebas dari multikolinieritas, atau dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi tinggi antara variabel-variabel independen.

26 61 Berdasarkan matriks korelasi antarvariabel independen terlihat bahwa korelasi antarvariabel kurang dari 0,8, sehingga dapat disimpulkan model telah memenuhi asumsi terbebas dari multikolinieritas Intepretasi Model Tabel Hasil Regresi Data Panel Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Variabel Koefisien p-value (1) (2) (3) C LOG(PDRB) LOG(MYS) SHARE_PERTANIAN * LOG(PENGANGGURAN) F-statistic R-squared Adjusted R-squared *Signifikan pada α= 10% Pengujian parameter secara keseluruhan melalui uji F menghasilkan nilai probability (p-value) 0, lebih kecil dari α = 0,05 sehingga kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian tersebut adalah minimal ada satu peubah bebas yang signifikan memengaruhi perubahan jumlah penduduk miskin. Besarnya proporsi keragaman perubahan kemiskinan yang mampu dijelaskan oleh model adalah sebesar 99,2 persen, artinya model sudah representatif. Berdasarkan probability t-statistic dengan tingkat keyakinan 99 persen, dapat disimpulkan bahwa tiga variabel yang signifikan memengaruhi perubahan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara yaitu perubahan PDRB (pertumbuhan ekonomi), rata-rata lama sekolah (MYS) dan jumlah pengangguran. Sedangkan dengan tingkat keyakinan 90 persen, keempat variabel signifikan memengaruhi perubahan jumlah

27 62 penduduk miskin yaitu perubahan PDRB (pertumbuhan ekonomi), rata-rata lama sekolah (MYS), jumlah pengangguran dan share PDRB pertanian PDRB Besarnya pengaruh perubahan PDRB terhadap jumlah penduduk miskin di Maluku Utara dapat dilihat dari nilai koefisien parameternya yang juga menunjukkan nilai elastisitasnya. Nilai koefisien PDRB sebesar -0,518 berarti peningkatan PDRB sebesar satu persen akan mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 0,518 persen dengan asumsi pengaruh variabel lain konstan. Pengaruh pertumbuhan dengan kemiskinan ini dikenal melalui proses trickle down effect yaitu pertumbuhan ekonomi diyakini akan memperluas penciptaan lapangan kerja, membuka peluang-peluang ekonomi dan menumbuhkan kondisi yang menyebabkan pemerataan distribusi hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial, sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu antara lain penelitian Hajiji (2010) di Provinsi Riau yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penentu dalam pengentasan kemiskinan. Siregar dan Wahyuniarti (2007) juga menyimpulkan bahwa pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.

28 Rata-Rata Lama Sekolah Variabel tingkat pendidikan yang didekati dengan rata-rata lama sekolah signifikan secara statistik memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara. Nilai koefisien rata-rata lama sekolah sebesar -1,091 berarti peningkatan rata-rata lama sekolah sebesar satu persen akan mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 1,091 persen dengan asumsi pengaruh variabel lain konstan. Elastisitas penurunan jumlah penduduk miskin karena peningkatan ratarata lama sekolah lebih tinggi bila dibandingkan dengan penurunan jumlah penduduk miskin karena pertumbuhan ekonomi. Pendidikan erat kaitannya dengan kemiskinan. Pendidikan yang rendah identik dengan rendahnya pengetahuan dan ketrampilan sehingga produktivitas kerja rendah dan akhirnya upah yang diterima rendah pula. Upah yang rendah identik dengan kemiskinan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Siregar dan Wahyuniarti (2007) yang menemukan bahwa pendidikan merupakan variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan Jumlah Pengangguran Jumlah penduduk yang menganggur signifikan berpengaruh positif terhadap perubahan jumlah penduduk miskin. Nilai koefisien pengangguran sebesar 0,027 berarti peningkatan jumlah pengangguran sebesar satu persen akan menambah jumlah penduduk miskin sebesar 0,027 persen dengan asumsi pengaruh variabel lain konstan. Demikian pula dengan penurunan satu persen

29 64 penduduk yang menganggur akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,027 persen. Pengangguran menyebabkan hilangnya kesempatan seseorang untuk memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga pengangguran erat kaitannya dengan kemiskinan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu antara lain penelitian Prasetyo (2010) tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun menyimpulkan bahwa terhadap terdapat hubungan positif antara tingkat pengangguran dengan tingkat kemiskinan Share PDRB Sektor Pertanian Variabel share PDRB sektor pertanian signifikan secara statistik memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara. Nilai koefisien share PDRB sektor pertanian sebesar -0,0028 berarti peningkatan sebesar satu persen share sektor pertanian terhadap PDRB Maluku Utara akan mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 0,0028 persen dengan asumsi pengaruh variabel lain konstan. Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar dan Wahyuniarti (2007) yang menyimpulkan bahwa peningkatan share pertanian akan menurunkan jumlah kemiskinan. Penelitian Suselo dan Tarsidin (2008) juga menunjukkan bahwa penurunan share pertanian akan memperburuk kemiskinan di Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel

LAMPIRAN Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel LAMPIRAN Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel Hasil Common Effect Method: Panel Least Squares Date: 12/06/11 Time: 18:16 C 12.40080 1.872750 6.621707 0.0000 LOG(PDRB) 0.145885 0.114857 1.270151

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 )

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 ) 97 BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 5.1. Hasil Estimasi Model Persentase Penduduk Miskin Absolut (P 0 ) Head count index (P 0 ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data tersebut didapat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Menurut Laporan Perekonomian Indonesia dari Bank Indonesia (2003-2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2005-2009 OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H14114010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD Cross-section F Pemilihan model estimasi

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi V. PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota Cimahi Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di Kota Cimahi adalah dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tahap Evaluasi Model 5.1.1. Tahap Evaluasi Pemilihan Model Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 30 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam lingkup wilayah Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN No.10/02/75/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 7,71 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo tahun yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan yang tidak dipublikasikan. Data penelitian bersumber dari laporan keuangan

III. METODE PENELITIAN. dan yang tidak dipublikasikan. Data penelitian bersumber dari laporan keuangan 53 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan diteliti adalah data sekunder, berupa catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan

Lebih terperinci

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Data capaian IPM Kabupaten Temanggung tahun 2013 belum dapat dihitung karena akan dihitung secara nasional dan akan diketahui pada Semester II tahun 2014. Sedangkan data lain pembentuk IPM diperoleh dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross 36 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan Identifikasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan dilakukan melalui analisa data panel dengan model

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Pada bulan ruari 2011, TPT Aceh tercatat 8,27%, sementara TPAK juga menunjukkan peningkatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi Jawa Timur ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.145/11/21/Th.IV, 10 November 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2009 TUMBUH 1,90 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.38/08/12/Th.VII, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN II-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 54 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kabupaten Mamasa 5.1.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kab. Mamasa Berdasarkan Syarat Teknis PP. No. 78 Tahun 2007 Pembentukan daerah otonom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan spesifikasi model Langkah ini meliputi: a. Penentuan variabel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai pengaruh pertumbuhan variabel PMTDB, pertumbuhan variabel angkatan kerja terdidik, pertumbuhan variabel pengeluaran pemerintah daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 35 kabupaten/kota dengan objek penelitian adalah tingkat kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci