DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KOMPARATIF NEGARA-NEGARA ASEAN+6

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KOMPARATIF NEGARA-NEGARA ASEAN+6"

Transkripsi

1 DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KOMPARATIF NEGARA-NEGARA ASEAN+6 OLEH VEVI RETNO MARETHA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN VEVI RETNO MARETHA. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi : Studi Komparatif Negara Negara ASEAN+6. (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI). Integrasi ekonomi berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa studi empiris menyatakan bahwa faktor eksternal memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara teori, integrasi ekonomi dapat meningkatkan daya saing regional terhadap perekonomian global, meningkatkan pangsa pasar, mendorong adanya efisiensi ekonomi, memperbesar tingkat mobilisasi tenaga kerja dan modal hingga mempermudah perolehan modal serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Namun tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilan integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang telah siap menerima globalisasi. Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur kinerja perekonomian suatu negara. Untuk mencapai tujuan pendapatan nasional yang tinggi diperlukan serangkaian kabijakan khususnya kebijakan makroekonomi oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tingkat inflasi dan nilai tukar yang relatif stabil merupakan salah satu komponen penting dari setiap kebijakan stabilisasi makroekonomi. Perkembangan ekonomi yang terkadang sulit diprediksi, pengambil kebijakan harus benar-benar mampu mencermati setiap variabel yang bisa menyebabkan gejolak pada pertumbuhan ekonomi. Pengetahuan terhadap respon suatu kebijakan ekonomi terhadap kebijakan lainnya menjadi sangat penting. Penelitian ini membahas dampak kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6 dengan membandingkan antara kelompok negara-negara berkembang dan kelompok negara-negara maju. Adapun kawasan ASEAN yang diamati dalam penelitian ini meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina karena keterbatasan data untuk negara anggota ASEAN lainnya. Sedangkan enam negara tambahan lainnya yang tergabung dalam ASEAN+6 adalah China, Korea Selatan,Jepang, Australia serta New Zealand. Variabel pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar (M2) dan trade openness merupakan proksi masing-masing dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan. Model dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu model untuk keseluruhan negara di kawasan ASEAN+6, model untuk kelompok negara-negara berkembang di kawasan ASEAN+6 serta model untuk kelompok negara-negara maju di kawasan ASEAN+6. Masing-masing model diestimasi dengan metode panel data dinamis pendekatan GMM (Generalized Method of Moments) dengan periode penelitian dari tahun Hasil estimasi dari ketiga model terlihat bahwa dampak kebijakan moneter dan kebijakan perdagangan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN+6, kelompok negara-negara berkembang di kawasan ASEAN+6 dan kelompok negara-negara maju

3 bersifat ekspansif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sedangkan dampak kebijakan fiskal yang ekspansif hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi di seluruh negara ASEAN+6 dan kelompok negara-negara berkembang di kawasan ASEAN+6. Berdasarkan perbandingan nilai koefisien dari ketiga variabel yang diteliti tersebut menunjukkan bahwa kebijakan fiskal melalui peningkatan pengeluaran pemerintah relatif lebih cepat dibandingkan kebijakan moneter maupun keterbukaan perdagangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan ASEAN+6. Hal ini menunjukkan bahwa peranan pemerintah sangat dominan di negara-negara berkembang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter melalui peningkatan jumlah uang beredar (M2) relatif lebih cepat daripada kebijakan fiskal maupun keterbukaan perdagangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju kawasan ASEAN+6. Jumlah uang beredar memainkan peranan penting di negara maju dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, hal ini karena di negara maju peranan sektor swasta melalui pasar finansial lebih dominan daripada intervensi pemerintah langsung.

4 DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KOMPARATIF NEGARA - NEGARA ASEAN+6 OLEH VEVI RETNO MARETHA H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama NIM : Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Komparatif Negara-Negara ASEAN+6 : Vevi Retno Maretha : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Noer Azam Achsani NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juni 2012 Vevi Retno Maretha H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Vevi Retno Maretha lahir pada tanggal 3 Maret 1990 di Sumedang. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Onoy Darsono dan ibu Ukay Kurniasih. Penulis mengawali pendidikan di TK PGRI Situraja, lalu melanjutkan ke jenjang pendidikan SD di SD Negeri Situraja pada tahun 1996 sampai tahun Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Situraja dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 1 Sumedang dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Departeman Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) menjabat sebagai sekeretaris divisi Cooperatif and External Relationship (CER) pada tahun 2010 dan ketua divisi Discussion and Analysis (DnA) pada tahun Penulis memperoleh beberapa penghargaan dalam mengikuti lomba karya tulis ilmiah, diantaranya yaitu Juara 1 dan Karya Tulis Terbaik Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), National Economics Events di Universitas Jenderal Soedirman, dan Juara II Young Economist Icon IPB pada tahun 2011 serta Peserta PKM bidang Penelitian yang didanai oleh DIKTI tahun Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen untuk responsi Mata Kuliah Ekonomi Umum ( ).

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Komparatif Negara-Negara ASEAN+6. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonmi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dan bantuannya untuk penyelesaian skripsi ini, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teoritis, teknis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dr. Sri Hartoyo selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritikan guna perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Dewi Ulfa Wardani, M.Si. selaku dosen komisi pendidikan atas saran dan masukannya terutama mengenai perbaikan dan tata cara penulisan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis, Bapak Onoy Darsono dan Ibu Ukay Kurniasih serta kedua adik penulis Dina Fitria Yosilanda dan Doni Aldo yang selalu memberikan perhatian, semangat, motivasi, dan doa yang tidak hentihentinya, serta dukungan baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Indra, M.Si. yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi terutama mengenai data serta pengolahannya 6. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Deviyantini, Retno Wulandari, dan Dewa Putu Adityadharma yang telah menjadi partner diskusi dan teman berbagi suka duka dalam penyusunan skripsi ini.

9 7. Ka Retni dan Ka Solihin yang telah bersedia membantu dan menjadi teman diskusi penulis. 8. Seluruh jajaran dosen dan staff Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini. 9. Sahabat-sahabat penulis Fridayanti, Desi, Rahayu, Nurhayati, dan Yunisha yang telah memberikan perhatian, dukungan dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan di IPB terutama selama penulisan skripsi ini. 10. Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 45 yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dukungan selama penulis berada di Departemen Ilmu Ekonomi. Akhirnya penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Juni 2012 Vevi Retno Maretha H

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penulisan Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional Model Pertumbuhan Endogen Kebijakan Fiskal Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Hukum Wagner The Diplacement Effect Kebijakan Moneter Jenis Kebijakan Moneter Teori Kuntitas Uang Efektivitas Relatif pada Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Teori Perdagangan Internasional... 26

11 ii 2.6. Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Model Penelitian Metode Analisis Data Data Panel Data Panel Dinamis Prosedur Analisis dengan Metode Panel Dinamis Granger Causality Test pada Data Panel IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara ASEAN Peranan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara ASEAN Peranan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara ASEAN Hasil Estimasi Penelitian Hasil Estimasi Granger Causality Test pada Data Panel Hasil Estimasi dengan Pendekatan Panel Dinamis Variabel Lag Dependent (Pertumbuhan Ekonomi) Variabel Pengeluaran Pemerintah Variabel Jumlah Uang Beredar Variabel Keterbukaan Perdagangan Dampak Efektivitas Relatif antara Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan di Kawasan ASEAN

12 iii V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 92

13 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 3.1. Variabel-Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Total Perdagangan, Ekspor, Impor dan Ekspor Neto Negara-Negara ASEAN+6 tahun 2000 dan 2010 berdasarkan harga konstan Keterbukaan Perdagangan, GDP dan Total Perdagangan Negara-Negara ASEAN+6 tahun 2000 dan 2010 berdasarkan harga konstan Hasil Granger Causality Test Hasil Estimasi dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Seluruh Negara Kawasan ASEAN+6 (Model 1) Hasil Estimasi dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Berkembang di Kawasan ASEAN+6 (Model 2) Hasil Estimasi dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Maju di Kawasan ASEAN+6 (Model 3) Perbandingan Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Berbagai Kelompok Negara di ASEAN

14 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 2.1. Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif Kurva Kebijakan Fiskal Kontraktif Kurva Kebijakan Moneter Ekspansif Kurva Efektivitas Kebijakan Fiskal Kurva Efektivitas Kebijakan Moneter Kerangka Pemikiran Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-Negara ASEAN Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pemerintah di Kawasan ASEAN Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Uang Beredar (M2) di Kawasan ASEAN

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia (Achsani, 2008). Pembentukan integrasi ekonomi di kawasan ini dilandasi karena manfaat yang akan diperoleh dari integrasi lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin dihadapi oleh masing-masing negara dalam kawasan tersebut (Sholihah dan Saichu, 2007). Dalam perkembangannya, berbagai konsep terkait integrasi keuangan dan moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan untuk dapat meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan bersama yaitu menciptakan stabilitas keuangan regional (BI, 2000). Sejak terjadinya krisis ekonomi di Thailand yang menyebar menjadi krisis Asia tahun 1997 sebagai dampak dari globalisasi dan integrasi ekonomi serta keuangan dunia, semakin meningkatkan kesadaran negara-negara anggota ASEAN mengenai pentingnya memulai kerjasama regional dalam memelihara stabilitas kawasan ASEAN. Faktor lainnya yang memengaruhi perlunya integrasi di kawasan ASEAN didasari oleh kesuksesan Uni Eropa yang membentuk suatu single market dengan mata uang tunggal Euro, dimana perdagangan dilakukan secara bebas, tanpa

16 2 dibebankan adanya pajak. Hal ini mendorong tumbuh pesatnya perekonomian di wilayah Uni Eropa. Gaya regionalisme Asia yang dinamis dan berorientasi ke luar dapat memberikan dampak yang cukup penting dalam era globalisasi. Regionalisme dapat menjadi faktor stabilisasi ketika timbul kejutan (shock) baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan. Regionalisme membawa tanggung jawab akan pengelolaan yang benar, komunikasi yang efektif untuk membantu pasar menyesuaikan diri dan beradaptasi saat munculnya krisis atau potensi krisis. Negara-negara Asia pada prinsipnya dihubungkan melalui pasar, perdagangan internasional, arus keuangan, investasi langsung, dan bentuk-bentuk lain dari pertukaran ekonomi dan sosial. Para pemimpin Asia telah memiliki komitmen untuk bekerja sama lebih erat dan telah mengambil langkah konkret di beberapa tempat. Pencapaian ASEAN Community semakin kuat dengan ditandatanganinya, Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) terbentuk pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu. Kesepakatan tersebut dibentuk oleh para pemimpin negaranegara ASEAN dan enam tambahan negara yaitu Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan New Zealand. Tujuan CEPEA adalah untuk meningkatkan integrasi ekonomi di Negara ASEAN+6 dan memperkecil gap pembangunan di antara negara-negara tersebut guna mencapai pembangunan yang berkesinambungan (Toh, 2009). Diharapkan dengan tambahan enam negara yang perekonomiannya cukup berpengaruh terhadap perekonomian ASEAN dapat membuat ASEAN Economic Community menjadi single market yang lebih besar, mengingat bahwa

17 3 populasi CEPEA besarnya 49,6% dari populasi dunia dan tujuh kali lebih besar dari populasi EU (CEPEA report, 2008) Pusat gravitasi ekonomi global kini tengah berpindah ke Asia. Produk Domestik Bruto (PDB) Asia sudah hampir sebesar PDB Eropa dan Amerika Utara, dan pengaruhnya ke dunia terus meningkat. Keberhasilan Asia yang luar biasa telah membawa tantangan baru, sementara pertumbuhan ekonomi yang pesat tetap menjadi prioritas. Asia kini sungguh penting bagi ekonomi dunia sehingga Asia juga harus memainkan peranan yang lebih besar dalam kepemimpinana ekonomi global. Hubungan perdagangan internasional yang tumbuh dan hubungan keuangan dapat ditafsirkan menjadi saling ketergantungan ekonomi makro. Implikasinya bahwa pemerintahan nasional suatu negara kian perlu mendasarkan kebijakan mereka pada kebijakan yang dilakukan oleh negara tetangga di dalam kawasan tersebut. Implikasi lainnya adalah bahwa manfaat pengelolaan kebijakan secara bersama-sama untuk memaksimalkan kinerja bersama menjadi lebih besar. Dari berbagai alasan yang menunjukkan bahwa saling ketergantungan yang lebih besar akan menyebabkan variabel-variabel ekonomi makro ASEAN+6 bergerak bersama-sama lebih erat. Asia yang lebih terintegrasi telah menjadi kian sensitif terhadap shock Asia seiring semakin meningkatnya saling ketergantungan makro. Pada saat yang sama, kepekaan kawasan ini terhadap shock global juga tetap tinggi. Krisis ekonomi Asia tahun 1997 dan krisis keuangan global tahun 2008 memberi pelajaran kepada negaranegara yang tergabung dalam ASEAN+6 bahwa indikator-indikator ekonomi makro yang memuaskan belum menjadi jaminan bahwa kondisi perekonomian ASEAN+6 memang kuat. Pada saat ekonomi dirasakan berjalan terlalu lambat dari yang

18 4 seharusnya dimana ditandai dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran, maka kebijakan fiskal dan moneter yang tepat diharapkan dapat mendorong perekonomian tumbuh lebih cepat dan pengangguran dapat ditekan. Sedangkan pada saat perekonomian dianggap terlalu tinggi (overheating) yang ditandai dengan pertumbuhan yang tinggi dan tingkat inflasi yang juga tinggi, kebijakan fiskal dan moneter diharapkan dapat mengarahkan perekonomian agar terhindar dari dampak negatif. Perkembangan ekonomi yang terkadang sulit diprediksi, pengambil kebijakan harus benar-benar mampu mencermati setiap variabel yang bisa menyebabkan gejolak pada pertumbuhan ekonomi. Pengetahuan terhadap respon suatu kebijakan ekonomi terhadap kebijakan lainnya menjadi sangat penting. Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur kinerja perekonomian suatu negara. Untuk mencapai tujuan pendapatan nasional yang tinggi diperlukan serangkaian kabijakan khususnya kebijakan makroekonomi oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tingkat inflasi dan nilai tukar yang relatif stabil merupakan salah satu komponen penting dari setiap kebijakan stabilisasi makroekonomi Perumusan Masalah Perkembangan perekonomian yang semakin dinamis dan terintegrasi dengan perekonomian dunia memberikan implikasi penting bagi para pelaku ekonomi terutama dalam pengambilan kebijakan makroekonomi. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan maroekonomi yang

19 5 memiliki target yang harus dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter melalui koordinasi yang baik akan memberikan sinyal positif bagi pasar dan menjaga stabiltas makroekonomi (Indrawati, 2007). Krisis keuangan global yang bermula dari bencana subprime mortgage di Amerika Serikat telah menekan pertumbuhan ekonomi global dari 5,2 persen pada tahun 2007 menjadi 3,0 persen pada tahun 2008, dan menyusut sebesar 0,6 persen pada tahun Krisis perekonomian ini berpengaruh terhadap keberhasilan perekonomian suatu negara terutama bila diukur dari kinerja makro ekonominya. Krisis global ini, sempat mengguncang beberapa negara ASEAN+6 diantaranya negara Singapura dan Jepang. Namun dukungan domestik yang besar dalam permintaan produk, membuat beberapa negara ASEAN+6 tetap bertahan dan sedikit terkena dampak krisis global (Lee dan Hong, 2010). Standar hidup suatu bangsa di negara maju dan negara berkembang sangat tergantung pada kebijakan makro ekonomi yang dipilih dan dijalankan oleh pemerintahnya. Integrasi ekonomi berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa studi empiris menyatakan bahwa faktor eksternal memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara teori, integrasi ekonomi dapat meningkatkan daya saing regional terhadap perekonomian global, meningkatkan pangsa pasar, mendorong adanya efisiensi ekonomi, memperbesar tingkat mobilisasi tenaga kerja dan modal hingga mempermudah perolehan modal serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja (Santoso dkk, 2008).

20 6 Namun tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilan integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang telah siap menerima globalisasi. Negara yang belum siap bersaing dengan negara yang berada dalam integrasi hanya akan menjadi negara konsumsi produk negara lain, sehingga konvergensi akan sulit dicapai. Selanjutnya integrasi ekonomi hanya akan menciptakan negara-negara yang semakin divergen (Achsani, 2008). Hasil studi yang telah dillakukan ADB pada tahun 2008 menununjukkan hasil bahwa meskipun ada konvergensi dalam hasil ekonomi makro regional, hanya ada sedikit bukti akan konvergensi kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter telah mengikuti tren luas yang serupa, tetapi divergen dalam rincian. Setelah konvergen hingga tahun 2004, kebijakan kawasan ini sejak itu (hingga awal 2008) menjadi beragam. Pengetatan moneter yang terus-menerus di RRC dan Taipei (Cina), hingga pengetatan yang makin tajam yang diikuti dengan pelonggaran moneter di Indonesia dan Malaysia, serta pengetatan bertahap di Thailand dan Republik Korea. Strategi yang dilkukan juga berbeda: Indonesia, Republik Korea, Thailand, dan Fhilipina yang mengikuti kebijakan yang lebih bervariasi dan pada beberapa kasus khusus lebih mentargetkan kestabilan nilai tukar. Perbedaan kebijakan itu turut menyebabkan inflasi dan suku bunga menjadi sangat beragam di kawasan ini. Kebijakan fiskal juga beragam, meskipun tak seberagam kebijakan moneter. Tingkat hutang publik di sebagian besar negara Asia telah turun sejak tahun 2000, tetapi konsolidasi fiskal kurang berhasil di India dan terutama di Jepang, yang hutang publiknya mencapai titik kritis. Tahun 2008, posisis fiskal masih berkisar dari defisit

21 7 sekitar 6 persen dari PDB untuk India dan Jepang hingga surplus 10 persen di Singapura (ADB, 2008). Selain itu, perlu disadari adanya perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6. ASEAN+6 sebagai bentuk dari integrasi ekonomi masih memiliki keragaman antar anggotanya. ASEAN+6 merupakan gabungan negara ASEAN dan beberapa negara Asia Timur yang terdiri dari negara maju dan negara berkembang. Keragaman antar negara maju dan berkembang cukup besar, sehingga akan berisiko apabila menyamaratakan kondisi negara-negara yang berbeda tersebut. Perbedaan antara negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari struktur politik, struktur pendapatan, standar hidup, produktivitas, pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya. Dengan adanya potensi pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 adanya ancaman divergensi pertumbuhan ekonomi, perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6 tentunya hal ini mencerminkan akan kebijakan makroekonomi yang berbeda pula. Perbedaan ini, juga mencerminkan variasi dalam tingkat pembangunan di kawasan ini dan tujuan kebijakan nasional. Perdebatan mengenai efektivitas kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi masih berlangsung. Perspektif ekonomi arus utama, terutama dari sudut pandang klasik, stimulus fiskal dan kebijakan moneter bukan metode efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi riil. Di sisi lain, terutama pandangan Keynes bahwa stimulus fiskal dan pelonggaran moneter dapat mencegah penurunan output riil. Peningkatan permintaan agregat, yang berasal

22 8 dari stimulus fiskal dan pelonggran moneter di tengah-tengah kekakuan harga dan kurangnya lapangan kerja, dapat berhasil meningkatkan output riil. Berdasarkan kajian beberapa literatur terbaru, disamping perdebatan mengenai efektivitas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, kebijakan yang perlu dikaji selanjutnya yaitu kebijakan perdagangan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Peran perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor-impor) pada perekonomian di negara-negara ASEAN+6 semakin mendapat perhatian secara intensif, terutama oleh para peneliti dan pengambil kebijakan. Adanya sebaran pola interaksi yang berbeda-beda antarnegara menjadi salah satu alasan perlunya penelitian dilakukan di berbagai negara. Lebih lanjut, pemberlakuan liberalisasi perdagangan yang disertai oleh penguatan kerjasama di tingkat regional diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk setiap negara yang terlibat didalamnya, diantaranya melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peneyerapan tenaga kerja yang seluas-luanya. Identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas maka permasalahan pokok yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah dampak kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan keterbukaan perdagangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh negara di kawasan ASEAN+6, kelompok negara-negara berkembang serta kelompok negara-negara maju di kawasan ASEAN+6?

23 9 2. Bagaimanakah pengaruh relatif kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan keterbukaan perdagangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kelompok negara-negara berkembang dan kelompok negara-negara maju di kawasan ASEAN+6? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dampak dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di seluruh negara kawasan ASEAN+6, kelompok negara-negara berkembang dan kelompok negara-negara maju di kawasan ASEAN Mengidentifikasi pengaruh relatif dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang dan maju di kawasan ASEAN Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Memperluas wawasan mengenai bukti empiris pengaruh relatif dari kebijakan fiskal, kebiakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6.

24 10 2. Sebagai bahan referensi dan acuan para pembuat kebijakan di negeranegara ASEAN+6 agar dapat menyesuaikan kebijakan-kebijakan makroekonominya sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang selaras. 3. Sebagai media implikasi penerapan teori-teori yang telah dipelajari selama perkuliahan serta menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi kalangan akademisi sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+6. Kawasan ASEAN yang diamati dalam penelitian ini hanya meliputi lima negara yaitu, Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Adanya keterbatasan data menyebabkan penelitian ini tidak memasukkan seluruh Negara anggota ASEAN. Serta enam negara yang tergabung dalam Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yaitu Cina, Jepang, Korea Selaatan, India, Australia, dan New Zealand. Periode data yang digunakan dalam analisis ini adalh tahun 2000 sampai 2010.

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional Dalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun yang berasal dari luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan Gross National Product (GNP), hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasio modaltenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal. Model-model pertumbuhan neoklasik tradisional sesungguhnya bertolak secara langsung dari model Harrod- Domar dan Solow. Model pertumbuhan Harrod-Domar menjelaskan mekanisme perekonomian yang mengandalkan peningkatan investasi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model ini menyarankan bahwa setiap perekonomian pada dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alatalat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).

26 12 Y s... (2.1) Y k Persamaan diatas merupakan versi sederhana dari persamaan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (ΔY/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh tabungan nasional (s) serta rasio modal-output nasional (k). Model pertumbuhan neoklasik selanjutnya yaitu model pertumbuhan neoklasik Solow. Pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Berbeda dengan model Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah; jika keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam bentuk yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni: 1 Y K AL... (2.2)

27 13 Pada persamaan tersebut Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen, model neoklasik Solow terkadang juga disebut sebagi model pertumbuhan eksogen. Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional pertumbuhan output bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor, yaitu kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja, penambahan modal, dan penyempurnaan teknologi. Kenaikan kuantitas dan kualitas dari tenaga kerja dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan juga perbaikan pendidikan. Faktor penambahan modal dapat dilihat melalui tabungan dan investasi Model Pertumbuhan Endogen Konsep pertumbuhan yang lainnya yaitu konsep pertumbuhan endogen. Konsep ini sering pula disebut dengan teori pertumbuhan baru (new growth theory). Model pertumbuhan endogen mempunyai kemiripan struktural dengan teori pertumbuhan neoklasik, namun berbeda dalam hal asumsi yang mendasarinya dan kesimpulan yang ditarik darinya. Teori ini berupaya untuk menjelaskan keberadaan skala hasil yang semakin meningkat dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antarnegara. Teori pertumbuhan endogen (theory of endogenous growth) dirintis oleh Romer (1986) dan Lucas (1989). Salvatore (1997) mengatakan bahwa teori ini mampu menyajikan suatu ulasan analitis yang lebih menyeluruh dan meyakinkan mengenai hubungan antara perdagangan internasional dengan

28 14 pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Secara spesifik, teori baru pertumbuhan ekonomi endogen ini menyatakan bahwa pendapatan penurunan hambatan-hambatan perdagangan dalam berbagai bentuk, baik tarif maupun non-tarif, akan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di suatu negara dalam jangka panjang. Aspek yang paling menarik dari model pertumbuhan endogen adalah bahwa model tersebut membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah berkurang dengan cepat dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer (complementary investments) dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R & D) Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan satu instrumen dari kebijakan makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut bertujuan untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga serta keseimbangan dalam neraca pembayaran. Dalam literatur klasik, terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebijakan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan teori klasik tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Alasannya adalah kebijakan fiskal mampu

29 15 meningkatkan permintaan agregat secara langsung. Samuelson (1997), mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai salah satu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran pemerintah atau publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah. Berdasarkan definisi tersebut terdapat dua instrumen pokok di dalamnya, yaitu belanja negara dan perpajakan. Dengan kedua instrumen tersebut, pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah pajak. Kondisi anggaran merupakan cerminan dari kebijakan fiskal yang dipilih pemerintah pada periode tersebut. Pada saat anggaran defisit, ini berarti pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan tingkat pengangguran tinggi. Sebaliknya, pada saat anggaran surplus, ini berarti pemerintah mengambil kebijakan kontraktif. Gambar 2.1. Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif

30 16 Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output. Gambar 2.1. dapat dijelaskan bahwa pada saat pengeluaran pemerintah ( G) naik atau selisih pajak ( T) turun makan akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y 1 ) menjadi (Y f ).Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. Kebijakan anggaran surplus sebaiknya dilaksanakn ketika perekonomian pada kondisi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Pada saat munculnya ekspansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y f ) lebih kecil dibandingkan dengan output aktual (Y 1 ). Gambar 2.2. Kurva Kebijakan Fiskal Kontraktif Pada Gambar 2.2. di atas ini dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah ( G) turun atau selisih pajak ( T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat kebawah sehingga pendapatan akan turun dari (Y 1 ) menjadi (Y f ).

31 17 Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Salah satu instrumen kebijakan fiskal adalah pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah adalah seluruh pembelian atau pembayaran barang dan jasa untuk kepentingan nasional. Pengeluaran pemerintah juga merupakan instrumen pengukur dimana pemerintah menentukan seberapa besar peran sektor pemerintah dan sektor swasta. Di samping itu, pengeluaran pemerintah dapat menjadi penentu pokok jumlah pengeluaran agregat, dan penentu pertumbuhan GNP riil jangka pendek. Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan menjadi tiga golongan (Mangkoesoebroto, 1997), yaitu: Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, prosentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, karena peranan swasta yang semakin besar akan menimbulkan

32 18 banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Musgrave (1983) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi pemerintah terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase terhadap PDB. Wegner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum Wagner, sebagai berikut : Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan The Law of Expanding State Expenditure. Dasar hukum tersebut adalah pengamatan empiris di negara-negara maju yaitu, Amerika Serikat, Jerman, Jepang. Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkab karena pemerintah harus mengatur hubungan timbal balik dalam masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemlilihan barang-barang publik. Wagner menadasarkan pandangannya dengan suatu teori organis mengenai

33 19 pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya The Displacement Effect Dari ketiga teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah tersebut, teori Peacock & Wiseman dianggap sebagai teori dan model yang terbaik (Mangkoesoebroto, 1993; 173). Teori mereka sering disebut sebagai The Displacement Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Dalam Mangkoesoebroto (1993; 173). Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak. Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peningkatan pada PDB dalam keadaan normal menyebabkan penerimaan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Salah satu cara umtuk meningkatkan penerimaannya tersebut dengan menaikkan tarif paajk sehingga dana

34 20 swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (Displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah Kebijakan Moneter Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan makro melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Kebijakan moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk menggeser permintaan agregat, sehingga akan mengubah keseimbangan tingkat pendapatan nasional. Kenaikan JUB (Jumlah Uang Beredar) bersifat ekspansif, sedangkan penurunan JUB bersifat kontraktif dan besarnya pergeseran permintaan agregat sebagai reaksi atas kenaikan JUB tergantung pada besarnya kenaikan investasi dan perubahan JUB akan menyebabkan perubahan yang besar pula pada pengeluaran untuk investasi. Ahli ekonomi klasik mempunyai pendapat bahwa kebijakan moneter lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Pada perkembangannya, dengan munculnya kaum monetarist yang pada dasarnya beraliran klasik, perbedaan pendapat dengan neo-keynesian tidak lagi berkisar pada kemiringan kurva IS dan LM. Demikian kebijakan fiskal dapat mempengaruhi pendapatan nasional, hanya saja kebijakan moneter lebih besar serta dapat diperkirakan lebih cepat efeknya. Para ahli ekonomi sepakat tentang penting dan sentralnya uang dalam perekonomian modern. Tidaklah mengherankan jika studi tentang dampak perubahan

35 21 jumlah uang beredar terhadap kinerja perekonomian makro mendapat perhatian yang sangat besar. Dewasa ini studi-studi dalam bidang keterkaitan jumlah uang beredar dengan kinerja makro sudah semakin luas dan dalam. Bidang studi yang mempelajari tentang pengaruh jumlah uang beredar (dan juga tingkat bunga) terhadap kinerja perekonomian makro dikenal sebagai bidang kajian moneter atau lebih sering disebut dengan teori ekonomi moneter Jenis Kebijakan Moneter Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang beredar. Pada saat munculnya kontraksional gap. Berikut grafik kebijakan moneter ekspansif. Dari Gambar 2.3. dibawah ini dapat dilihat kondisi awal penawaran uang (MS 1 ) dan tingkat suku bunga adalah kurva (R 1 ). Pada kurva R 1 tingkat suku bunga yang peka terhadap pengeluaran adalah I, rencana pengeluaran agregat menjadi AE 1 dan produk domestik bruto adalah (Y 1 ). Selain itu kurva PDB pada Y 1 membantu menentukan posisi kurva permintaan uang pada kurva L(R, Y 1 ) dimana bersama-sama dengan kurva (MS 1 ) menentukan tingkat suku bunga (R 1 ). Ketika MS 1 meningkat menjadi MS 2 maka tingkat suku bunga turun karena pendapatan dan pengeluaran naik menjadi (R 1 ), AE 1 (R 1 ) dan Y 1.

36 22 Gambar Kurva Kebijakan Moneter Ekspansif Kebijakan moneter kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation), Fasilitas Diskonto (Discount Rate), Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio), Himbauan Moral (Moral Persuasion) Teori Kuantitas Uang Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher pada awal abad ke 20. Teori kuantitas uang disampaikan dalam bukunya The Purchasing Power of Money pada tahun Teori ini berpandangan bahwa uang hanya sebagai alat tukar, uang akan berputar atau berpindah-pindah tangan dari satu pihak ke pihak lainnya selama satu periode tertentu (biasanya satu tahun) dikenal dengan sebutan velositas uang beredar (velocity of money). Faktor yang mempengaruhi velositas uang adalah faktor

37 23 kelembagaan, utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan (tunai atau cek). Dalam jangka pendek aspek kelembagaan sulit berubah, karena itu dalam jangka pendek velositas uang akan konstan. Dalam persamaan matematis yang sederhana, dapat dinyatakan sebagai: M.V = P.T. (2.3) dimana: M = Jumlah uang beredar untuk transaksi, dalam praktik dapat dinyatakan M2, V P T = Velositas uang, dalam jangka pendek diasumsikan konstan, = Harga rata-rata output, dalam praktik merupakan tingkat harga umum, = Jumlah output yang ditransaksikan pada tingkat full employment Berdasarkan persamaan di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan jumlah uang beredar dikalikan denga velositasnya akan sama dengan jumlah produksi dikalikan harga jualnya. Karena output yang dihasilkan adalah pada kondisi full employment dan velositas uang diasumsikan tidak berubah, maka dalam jangka pendek jumlah uang beredar untuk transaksi berubah, maka harga rata-rata output akan berubah juga. Konsekuensinya adalah perubahan harga rata-rata output karena perubahan jumlah uang beredar mempunyai hubungan searah dan proposional. Uraian paragraf di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan yang sangat sederhana, seperti di bawah ini: M = kpy...(2.4) Karena velositas uang dianggap konstan, maka pendapatan nasional dalam jangka pendek ditentukan oleh jumlah jumlah uang beredar. Hubungan antara jumlah uang

38 24 beredar dengan tingkat produksi adalah proporsional. Pertumbuhan jumlah uang beredar akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.4 Efektivitas Relatif pada Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal beroperasi secara langsung terhadap pengeluaran agregat. Kebijakan moneter mempengaruhi pengeluaran agregat hanya secara tidak langsung, dengan cara mengubah jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Jika bank sentral mengubah jumlah uang beredar, maka sama saja dengan menggeser kurva permintaan agregat melalui mekanisme transmisi. Pandangan-pandangan yang mempelajari hubungan perilaku utama diubah menjadi pandangan mengenai kekuatan relatif yang ada pada kebijakan moneter dan fiskal. Akibat dari kedua kebijakan tersebut akan tergantung pada sudut kemiringan kurva SRAS dan bagaimana pengaruh kebijakan tersebut pada kurva AD. Bagaimanapun bentuk sudut kemiringan kurva SRAS, hal itu berlaku bagi kedua kebijakan ini. Perbedaan antara kedua kebijakan ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menggeser kurva AD. Dalam melihat efektivitas kebijakan kita membandingkan pada tiga daerah yaitu daerah klasik, intermediate range, dan daerah Keynes. Daerah liquidity trap merupakan daerah yang idenya pertama sekali dikemukakan oleh Keynes. Keynes menganggap ada satu daerah pada kurva LM yang memiliki tingkat bunga yang sangat rendah dan tidak mungkin turun lagi. Daerah ini yang disebut daerah liquidity trap. Daerah klasik memiliki kurva LM yang tegak lurus. Hal ini dikarenakan pemahaman kaum klasik bahwa teori permintaan uang, permintaan uang tidak dipengaruhi oleh pendapatan. Karena tidak ada hubungannya dengan suku bunga,

39 25 maka kurva LM bentuknya tegak lurus. Intermediate range adalah daerah yang menunjukkan kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga. Gambar 2.4. menunjukkan apabila kurva IS bergeser ke kanan berarti kebijakan fiskal ekspansif. Jika kita perhatikan pada masing-masing daerah, kebijakan fiskal sangat efektif pada daerah Keynesian dan efektif pada daerah intermediate. Hal ini terlihat dari besarnya perubahan keseimbangan pendapatan nasional didaerah keynesian. Sementara itu, kebijakan fiskal sama sekali tidak efektif pada daerah klasik. Ketika ada kebijakan fiskal, keseimbangan pendapatan nasional tidak berubah. Gambar 2.4. Kurva Efektivitas Kebijakan Fiskal Kebijakan moneter yang ekspansif ditandai dengan bergesernya kurva LM dari LM 0 ke LM 1. Apabila dibandingkan pada ketiga daerah maka kebijakan moneter sangat efektif di daerah klasik dan efektif pada daerah intermediate. Sementara itu, kebijakan moneter sama sekali tidak efektif pada daerah keynesian.

40 26. Gambar 2.5. Kurva Efektivitas Kebijakan Moneter 2.5. Teori Perdagangan Internasional Keterbukaan perdagangan merupakan indikator untuk memperlihatkan seberapa besar tingkat ekspor impor suatu negara. Keterbukaan perdagangan dapat diartikan pula sebagai volume perdagangan internasional. Keterbukaan perdagangan dapat dijelaskan dengan penjumlahan nilai ekspor dan impor. Perdagangan internasional memiliki sejumlah argumen yang mendukung serta menolaknya, dengan beragam alasan yang mendasarinya. Namun argumen yang mendukung ataupun menolak tidak ada yang memiliki kebenaran absolut. Manfaat yang diperoleh suatu negara dengan adanya perdagangan internasional bergantung pada struktur perekonomian negara itu sendiri (Lindert dan Kindleberger, 1986). Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat ditelusuri kembali pada teori keunggukan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah

41 27 negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas (memiliki keunggualan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki kerugian absolut. Menurut Damanhuri (2010), perdagangan luar negeri memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pembangunan di suatu negara. Model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Keynes, perdagangan internasional merupakan salah satu determinan bagi pendapatan suatu negara. Secara sederhana, pemikiran Keynes tersebut dapat dijelaskan dalam persamaan di bawah ini: Y C I G N X... (2.5) Dalam persamaan tersebut, Y adalah pendapatan sebuah negara, C merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga, I adalah simbol untuk investasi atau pengeluaran modal yang dilakukan oleh sektor produsen, G adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah, X merupakan ekspor yang dilakukan oleh negara, sementara M adalah simbol untuk impor yang dilakukan oleh sebuah negara. Dalam persamaan tersebut, perdagangan internasional disimbolkan dengan (X-M). Perdagangan internasional mempunyai dua hal penting yang berperan dalam membantu proses pembangunan ekonomi sebuah negara, khususnya negara berkembang, yaitu:

42 28 a. Adanya pergerakan modal dari negara maju ke negara berkembang. Dengan adanya perdagangan internasional tersebut, diharapkan terjadi perpindahan modal dari negara maju ke negara berkembang yang kekurangan modal. Mengingat salah satu faktor utama rendahnya produktivitas di negara berkembang adalah kurangnya modal yang dimiliki mereka. b. Transfer of technology and know how lewat perusahaan multinasional (Multi National Corporation/MNC). Perdagangan internasional sering pula dikatakan sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth). Menurut Salvatore (1997), sekalipun perdagangan internasional tidak bisa menjadi mesin pertumbuhan yang efektif bagi negaranegara berkembang, namun bukan berarti perdagangan internasional tidak ada kegunaannya. Para ekonom seperti Haberler mengatakan keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari perdagangan internasional, diantaranya: 1. Perdagangan dapat meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber daya domestik di suatu negara berkembang. 2. Perdagangan internasional dapat menciptakan pembagian kerja dan skala ekonomi (economies of scale) yang lebih tinggi, melalui peningkatan ukuran pasar. 3. Perdagangan internasional juga berfungsi sebagai wahana transmisi gagasangagasan baru, teknologi yang lebih baik, serta kecakapan manajerial, dan bidang-bidang keahlian lainnya yang diperlukan bagi kegiatan bisnis. 4. Perdagangan antar negara juga merangsang dan memudahkan mengalirnya arus modal internasional dari negara maju ke negara berkembang.

43 29 5. Impor produk-produk baru dapat merangsang permintaan domestik serta dapat memberikan inspirasi dan membuka lahan bisnis baru yang menguntungkan bagi para produsen setempat. 6. Perdagangan internasional merupakan instrumen yang efektif untuk mencegah monopoli karena perdagangan pada dasarnya dapat merangsang peningkatan efisiensi setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari negara lain Penelitian Terdahulu Ajisafe dan Folorunso (2002) menguji secara empiris perbandingan efektivitas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria pada periode tahun Dengan menggunkan variabel penelitian narrow money, board money, pendapatan pemerintah, pengeluaran pemerintah, dan budget deficit dengan metode estimasi yang digunakan adalah kointegrasi dan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter lebih efektif daripada kebijakan fiskal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nigeria. Rahman (2005) meneliti efektivitas relatif antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dalam pertumbuhan output riil di Bangladesh pada tahun Hasil penelitian menunjukkan kebijakan moneter secara tunggal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan output ril di Bangladesh. Hal ini memperkuat temuan Model St. Louis bahwa kebijakan moneter relatif lebih efektif

44 30 daripada kebijakan fiskal yang disimulasikannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Real Government Expenditure, Real Money, Real Interest Rate, Real GDP dengan menggunakan metode estimasi SVAR. Hsing (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan penurunan nilai mata uang terhadap output di Venezuela. Penelitian ini menggunakan metode IS-LM model dan Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasiticity (GARCH). Dengan menggunakan data tahunan selama tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa output riil berhubungan positif dengan jumlah uang beredar (M2), pengeluaran pemerintah, depresiasi mata uang Bolivar, tingkat inflasi dan harga minyak. Hastuti (2007) menganalisa dampak kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan nilai tukar terhadap pendapatan nasional, periode sebelum dan sesudah krisis di Indonesia. Metode yang digunakan adalah VAR, dengan variabel yang diteliti adalah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, nilai tukar, dan PDB. Data merupakan data triwulanan dari triwulan I tahun 1990 sampai triwulan IV tahun Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah memiliki dampak positif terhadap PDB, sedangkan dampak nilai tukar adalah negatif, dengan kata lain, kebijakan moneter dan kebijakan fisklal memiliki dampak yang ekspansif, sedangkan dampak nilai tukar adalah kontraktif. Indrawati (2007) melihat interaksi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Indonesia menggunakan pendekatan VAR. Variabel yang digunakan adalah suku bunga, pengeluaran pemerintah, IHK dan PDB. Data yang digunakan data tahunan dari Hasilnya memperlihatkan shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan

45 31 negative terhadpa inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat. Shock kebijakan moneter menyebabkan pengaruh permanen negatif pada menrunnya pertumbuhan ekonomi. Katsimi dan Sarantidies (2008) meneliti dampak kebijakan fiskal pada 19 negara maju selama tahun Penelitian ini menggunakan metode fixed effect model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan pengeluaran barang modal mempunyai dampak yang positif terhadap keuntungan. Pajak langsung dan tidak langsung menurunkan keuntungan. Penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2008) bertujuan untuk mengkaji dampak efektivitas relatif antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di negara-negara Asia Selatan. Dengan periode penelitian dari tahun , hal ini dilakukan untuk membuktikan pandangan Monetarist dan Keynesian serta untuk menemukan kebijakan yang lebih efektif dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Uji Im, Pesaran, dan Shin serta Levin, Lin, dan Chu digunakan untuk menguji integrasi. Hubungan jangka pendek dan jangka panjang diestimasi dengan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL) yaitu untuk menguji kointegrasi pada panel dan Error Correction Method (ECM). Hasil penelitian menunjukkan jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang signifikan baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, keseimbangan fiskal tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada jangka pendek dan jangka panjang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter lebih memiliki kekuatan dibandingkan kebijakan fiskal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Selatan.

46 32 Kubo (2008) meneliti dampak shock dari kebijakan moneter terhadap perekonomian, pengalaman Thaland. Variabel yang digunakan yaitu indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks Produksi, Indeks Harga Produsen (IHP), suku bunga pinjaman dan agregat kredit swasta, dengan menggunakan metode VAR. dari penelitian ini diperoleh bahwa mekanisme transmisi moneter di Thailand mempunyai dampak terhadap dimensi internasional. Kontraksi moneter mempunyai efek yang negative dan cukup kuat pada permintaan impor dalam jangka pendek walaupun harga impor turun. Afonso dan Sousa (2009) meneliti efek dari kebijakan fiskal menggunakan metode Bayesian Structural Vector Autoregression (BSVAR) dengan menganalisis Negara Inggris, Amerika, Jerman dan Italy. Secara umum dapat disimpulkan bahwa shock pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh: (i) efek yang kecil terhadap PDB, (ii) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap konsumsi swasta, (iii) mempunyai efek negatif terhadap investasi swasta, (iv) mempunyai efek yang bervariasi terhadap harga rumah, (v) mendorong jatuhnya harga saham, (vi) tidak berdampak signifikan terhadap tingkat harga, (vii) efek positif dan kecil terhadap pertumbuhan tingkat agregat moneter dan (viii) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas. Sementara itu shock penerimaan pemerintah berpengaruh pada (i) efek positif terhadap PDB dan investasi, (ii) efek positif terhadap harga rumah dan harga saham dan (iii) secara umum tidak ada dampak terhadap tingkat harga. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikanperbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial, kualitas modal manusia,

47 33 fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonmian dan harga. Perbaikanperbaikan tersebut akan menjadikan keterbukaan perdagngan dapat berlangsung efektif sehingga meningatkan pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional. Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam. Sebagaimana penelitian oleh Miankhel et al. (2009) tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbedabeda, yaitu India dan pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico dan Chile di Amerika lain. Hasil penelitiannya mendukukng hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi (exsport led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor (PMA Ekspor PDB) di Chile dan PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung di Mexico.Ekspor memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam jangka panjang. Sementara itu, kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua arah antara PDB dan PMA di Thailand, dan sebaiknya keduanya tidak memiliki hubngan sebab-akibat di Malaysia. Mobolaji dan Adefeso (2010) melakukan penelitian mengenai efektivitas relatif kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di

48 34 Nigeria dengan menggunakan data tahunan dari Error Correction Mechanism (ECM) dan teknik kointegrasi dilakukan untuk mengestimasi data penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan dan konsisten dengan penelitian sebelumnya bahwa kebijakan moneter lebih memiliki kekuatan dibandingkan kebijakan fiskal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Penelitian ini merekomendasikan kebijakan moneter sebagai alat stabilitas perekonomian. Jawaid, Qadri, dan Ali (2011) meneliti pengaruh kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi Pakistan dengan menggunakan data tahunan dari Dengan menggunakan metode estimasi VECM dimana variabel penelitiannya adalah money supply (proksi kebijakan moneter), government expenditure (proksi kebijakan fiskal), share ekspor dan impor terhadap GDP (proksi kebijakan perdagangan). Hasilnya adalah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal berimplikasi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang, sebaliknya untuk kebijakan perdagangan. Dimana kebijakan moneter lebih efektif daripada kebijakan fiskal Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur kinerja perekonomian suatu negara. Integrasi ekonomi dan keuangan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6. Integrasi ekonomi dapat membuat pertumbuhan ekonomi menjadi konvergen maupun divergen. Untuk mencapai tujuan pendapatan nasional yang tinggi dan selaras di kawasan ASEAN+6 diperlukan serangkaian kebijakan khususnya kebijakan makroekonomi oleh pemerintah di masing-masing negara. Ada

49 35 tiga alternatif utama dalam mencapai tujuan kebijakan yaitu, kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan perdagangan. Kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6 yang terdiri dari negara berkembang dan negara maju. Masing-masing kelompok negara tersebut memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar sehingga tidak dapat diterapkan perlakuan yang sama diantara keduanya. Selanjutnya, analisis pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 akan dilakukan dengan memisahkan antara negara berkembang dan negara maju untuk melihat dampak dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini:

50 36 ASEAN (Indonesia,Malaysia, Singapore,Thailand,Philipina) China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand Integrasi Ekonomi ASEAN+6 Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6 Negara Berkembang Negara Maju Kebijakan Makroekonomi Kebijakan Fiskal Pengeluaran Pemerintah Kebijakan Moneter Jumlah Uang Beredar (M2) Kebijakan Perdagangan Keterbukaan Perdagangan Metode Panel Data Dinamis dengan Pendekatan GMM (Generalized Method of Moments) Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran

51 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber. Adapun data diperoleh dari badan statistik dunia World Development Indicator (WDI), World Bank, CEIC, serta beberapa jurnal dan literatur yang relevan dengan penelitian ini. Tabel 3.1. Variabel-variabel yang Digunakan dalam Penelitian No. Variabel Keterangan Sumber Satuan 1. Y GDP Riil World Development Indicator GEXP General Government Final World Consumption Expenditure Development (GGFCE) sebagai proksi Indicator kebijakan fiskal M2 Broad Money, sebagai proksi CEIC kebijakan moneter 4. OPNESS Keterbukaan Perdagangan, World (Trade) Development Indicator 2010 Milyar LCU Konstan 2005 Milyar LCU Konstan 2005 Milyar LCU Konstant 2005 Persentase ( share ekspor and impor of GDP)

52 38 Data-data yang diperlukan dalam permodelan penelitian ini yaitu GDP (Gross Domestik Product), General Government Final Consumption Expenditure (GEXP), Broad Money (M2), dan keterbukaan perdagangan (OPNESS). Data yang dikumpulkan merupakan data panel dengan time series dan cross section 11 negara ASEAN+6, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand, Jepang, Korea Selatan, China, India, Australia, dan New Zealand Model Penelitian Metode yang digunakan untuk melihat dampak relatif antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap output riil di negara kawasan ASEAN+6 diukur dengan menggunakan model yang merupakan gabungan dari model Ali et al. (2008), Adefeso dan Mobolaji (2010), dan Jawaid et al. (2011) Ali et all (2008) meneliti efektivitas relatif antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara-Negara Asia Selatan dengan menggunakan metode estimasi OLS, Panel data, Autoregressive Distributed Lag model ARDL a co integration (panel) test dan Error Correction Method (ECM). Ali et all membangun model penelitian tersebut sebagai berikut: Yit FB M....(3.1) 0 it 1 2it it dimana, Y it FB it M2 it = GDP growth rate = Fiscal Balance (defisit fiskal) = Broad Money

53 39 μ it = Error term Adefeso dan Mobolaji (2010) meneliti efektivitas relatif kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria menggunakan metode estimasi Error Correction Mecahanism dan kointegrasi. Adapun model penelitian yang dibangun dalam Adefoso dan Mobolaji (2010) adalah sebagai berikut: Yt f ( DOPNESS, M, GEXP ) (3.2) t 2t t Persamaan (3.2) diatas diturunkan dengan menggunakan log linear, didapat persamaan baru sebagai beriut: lny b b ln M b ln GEXP b ln DOPNESS e......(3.3) t 0 1 2t 3 t 4 t t dimana, Y t M 2t GEXP t DOPNESS t ln e t = GDP = Broad Money = Government Expenditure = Degree of Openness = logaritma natural = error term Sedangkan Jawaid et al. (2011) meneliti secara empirik dampak kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan dengan data time series dari Dengan menggunakan metode estimasi kointegrasi dan Error Correction Model (ECM). Model penelitiannya adalah GDP MS GE TO... (3.4) t 0 1 t 2 t 3 t t

54 40 dimana, GDP t = Pertumbuhan ekonomi pada tahun ke t MS t GE t TO t = Money Supply tahun ke t sebagai proksi dari kebijakan moneter = Government Expenditure tahun ke t sebagai proksi kebijakan fiskal = Share ekspor dan impor terhadap GDP pada tahun ke t sebagai proksi kebijakan perdagangan t = Error term Berdasarkan persamaan-persamaan diatas berikut adalah persamaan baru yang dimodifikasi, yang selanjutnya akan digunakan dalam penelitian ini: ln Y b ln GEXP b ln M 2 b OPNESS.....(3.5) it 1 it 2 it 3 it it dimana, lny it lngexp it = GDP Riil negara i pada tahun ke t = Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) sebagai proksi kebijakan fiskal negara i pada tahun ke t lnm2 it = Jumlah uang beredar (Broad Money) sebagai proksi kebijakan moneter negara i pada tahun ke t DOPNESS it = Keterbukaan Ekonomi (Degree of Openness) sebagai proksi kebijakan perdagangan negara i pada tahun ke t ε it = Error term

55 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel data dinamis dengan teknik estimasi model menggunakan pendekatan GMM (Generalized method of moments) yang mengacu pada metodologi Verbeek (2004). Tujuan menggunakan metode panel dinamis dengan pendekatan GMM bertujuan untuk mengontrol bias yang berkaitan dengan simultanitas dan individual special effect setiap negara Data Panel Menurut Gujarati (2003), data panel (pooled data) merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Kriteria data panel yang baik adalah ketika N cross section relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah T time series. Dalam data panel, data cross section yang sama di observasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section, maka disebut unbalanced panel. Terdapat dua keuntungan penggunaan data panel dibandingkan data time series atau cross section saja (Verbeek 2004). Pertama, dengan mengombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi

56 42 menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis menurut Hsio (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinieritas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi. Kedua, keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam cross section atau time series murni. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secra eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. Baltagi (2005), penggunaan data panel memberikan banyak kelebihan, yaitu: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section. 2. Dapat memberikan informasi lebih banyak, mengurangi kolinieritas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien. 3. Panel data lebih baik untuk studi yang bersifat dinamis atau dynamics of adjustment. 4. Dapat mengidentifikasi dan mengukur efek yang sederhana yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series murni.

57 43 5. Mampu menguji dan membangun model prilaku (behavioral models) yang lebih kompleks Data Panel dinamis Firdaus (2011), Sejak awal tahun 1990-an, perkembangan metode data panel memasuki babak baru dengan dipublikasikannya tulisan Arellano dan Bond (1991). Seiring dengan populernya model time series pada saat itu, muncul pula pemikiran untuk merumuskan model data panel yang memasukkan lag dari peubah dependen sebagai regresor dalam regresi. Hal ini berakibat munculnya masalah endogeneity, sehingga bila model diestimasi dengan pendekatan fixed effect maupun random effects akan menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten (Verbeek 2008). Untuk memecahkan masalah ini, Arellano dan Bond mengusulkan pendekatan method of moments atau yang biasa disebut dengan Generalized Method of Moments (GMM). Indra (2009), relasi antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, perhatikan model data panel dinamis sebagai berikut: y it = δy i,t-1 + X it β + u it : i = 1,, N ; t = 1,, T...(3.6)

58 44 dengan δ menyatakan suatu skalar, ' x it menyatakan matriks berukuran 1 x K dan β matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini, u it diasumsikan mengikuti model one way error component sebagai berikut u it = μ i + υ it...(3.7) 2 2 dengan μ i ~ IID 0, menyatakan pengaruh individu dan υ it ~ IID 0, menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literature disebut transient error. Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model (REM) terkait perlakuan terhadap μ i. Dalam model dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda, karena y it merupakan fungsi dari μ i maka y i,t-1 juga merupakan fungsi dari μ i. Karena μ i adalah fungsi dari μ it, hal ini akan menyebabkan penduga least squares (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan inkonsisten, bahkan bila υ it tidak berkorelasi serial sekalipun. Untuk mengilustrasikan kasus tersebut diberikan data panel Autoregresive (AR (1)) tanpa menyertakan variabel eksogen y y u ; δ < 1 ; t =1,, T...(3.8) it i, t 1 it dengan u it = μ i + υ it dimana μ i ~ IID (0, σ 2 μ) dan υ it ~ IID (0, σ 2 υ) saling bebas satu sama lain. Penduga fixed effect bagi δ diberikan oleh N T ( y y )( y y ) it i i, t 1 i, t 1 i 1t 1 FE N T 2 i 1t 1 y y it, 1 i, 1.. (3.9)

59 45 dengan T y 1/ T yit dan y 1/ T yit, 1. Untuk menganalisis sifat dari FE, t t 1 i, 1 T t 1 dapat disubstitusi persamaan (3.8) ke (3.9) untuk memperoleh: FE 1 N T it i yi, t 1 yi, 1 NT i 1t 1 N T 1/ NT yit, 1 yi, 1 i 1t 1 (3.10) Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N dan T tetap, bentuk pembagian pada persamaan diatas tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak konvergen menuju nol bila N. Secara khusus, hal ini dapat ditunjukkan (Nickel (1981) dalam Verbeek (2004) bahwa 2 1 N T T T T v p lim vit vi yi, t 1 y i, 1 0 i 1t (3.11) N NT T Sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat digunakan. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek menyarankan suatu pendekatan generalized method of moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan salah satu yang popular. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari, pertama, GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood. Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang 1 1

60 46 terbatas (finite); dan (ii) estimator ini terkadang memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM. Terdapat dua prosedur estimasi yang lazim digunakan dalam kerangka GMM untuk mengakomodir permasalah di atas, yaitu: First-Differences GMM (FD-GMM) dan System GMM (SYS-GMM) 1. First Differences GMM (AB-GMM) α y it = αy i,t-1 + η i + υ t Misalkan terdapat persamaan autoregressive dengan satu beda kala atau AR (1) disertai dengan unobserved individual-spesific effects yaitu dengan < 1 E [υ it ] = 0, E [η i ] = 0, E [υ it η i ] = 0 pada persamaan diatas untuk i = 1,..., N dan t = 2,..., T serta η i + υ it = u it mempunyai struktur standard error components sebagai berikut Untuk i = 1,..., N dan t = 2,..., T Asumsikan transient errors tidak berkorelasi antar waktu E [υ it υ is ] = 0 untuk i = 1,..., N dan s t dan kondisi semula y i1 adalah predetermined E [y i1 υ i ] = 0 untuk i = 1,..., N dan t = 2,, T Secara bersama-sama asumsi tersebut berimplikasi adanya m = 0.5 (T-1) x (T-2) moment restrictions E [y i,t-s υ i ] = 0 untuk t = 3,...,T dan s 2 E Z i υ i = 0 yang dapat ditulis sebagai, dimana Z i adalah (T-2) x m matriks yaitu:

61 47 Z i yi yi 1 yi y... y i1 i, T 2 dan υ i adalah (T - 2) vektor ( υ i 3, υ i 4,..., υ i T ). Ini merupakan kerangka GMM, dimana digunakan lag dari peubah dependen mulai dari t-2, atau disebut FD-GMM. Pendekatan ini akan menghasilkan estimator yang konsisten dari α manakala N dengan T relatif kecil. Terdapat keterbatasan dari FD-GMM estimator, terutama bila terjadi korelasi antar lag dari pembeda pertama, sehingga instrumen yang digunakan lemah (Blundell dan Bond 1998). FD-GMM estimator bahkan akan lebih bias ke bawah daripada fixed-effects, terutama bila jumlah periode waktu terbatas. Untuk itu, penggunaan baik nilai sekarang maupun lag dari regresor sebagai instrumen akan dapat memperbaiki FD-GMM estimator. Dalam praktik, keterbatasan FD-GMM tersebut dapat dideteksi dengan membandingkan koefisien dari peubah lag yang diperoleh dari pendekatan pooled least squares, fixed-effects dan FD-GMM. Diketahui bahwa model panel data dengan AR (1) bila diestimasi dengan teknik pooled least squares akan menghasilkan koefisien yang bias ke atas, sedangkan bila diestimasi dengan pendekatan fixedeffects atau within group akan menghasilkan koefisien yang bias ke bawah. Dengan demikian koefisien yang konsisten akan diperoleh bila nilainya berada antara keduanya.

62 48 2. System GMM (SYS-GMM) Ide dasar dari penggunaan metode System GMM adalah untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada pembedaan pertama maupun pada level, dimana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari deret (Indra, 2009). Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T berukuran kecil. Misalkan diberikan model autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut: y y...(3.12) it i, t 1 i it dengan E (μ i ) = 0, E (ν it ) = 0, dan E (μ i ν it ) = 0 untuk i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...,T Matriks instrumen untuk SYS-GMM adalah sebagai berikut:...(3.13) dengan kondisi momen (moment conditions) derajat kedua dapat dinyatakan sebagai: *' * i i E Z u 0...(3.14) dimana u ( v,..., v, u,..., u ). Dalam hal ini, Blundel dan Bond (1998) * i i3 it i3 it memfokuskan pada T = 3, oleh karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh E (y i1 ν i3 ) sedemikian sehingga δ tepat teridentifikasi (just identified).

63 49 Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan meregresikan y i2 pada y i1. Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari (3.12) yang dievaluasi pada saat t = 2 dengan mengurangi kedua sisi persamaan ini, menjadi yi 2 1 yi,1 i i (3.15) Dikarenakan ekspektasi E (y i,1 μ i ) > 0, maka, maka (δ 1) akan bias ke atas (upward biased) dengan c 1 1 c 2 u..(3.16) plim 2 dengan c 1 / 1. Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari variabel instrument y i1 mendekati nol. Selain itu, nilai F-statistik dari regresi variabel 2 instrumen tahap pertama akan konvergen ke 1 dengan parameter non-centrality 2 2 uc uc,dengan δ 1...(3.17) Karena 0maka penduga variabel instrument menjadi lemah. Di sisni, Blundell dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga firstdifference GMM dengan masalah lemahnya instrument yang mana hal ini dicirikan dari parameter konsentrasi. Dengan demikian, SYS-GMM estimator mengkombinasikan gugus persamaan first-difference dengan nilai level sebagai instrumennya ditambah gugus persamaan level dengan first-difference sebagai instrumen. Validitas dari tambahan

64 50 instrumen dapat diketahui dengan menggunakan uji-sargan untuk over-identifying instrument Prosedur Analisis dengan Metode Panel Dinamis Untuk menduga parameter model data panel dinamis pada persamaan akan digunakan meode Arellano-Bond Generalized Method of Moments (AB-GMM). Dari hasil estimasi AB-GMM, kemudian dilihat apakah instrumen yang digunakan valid. Apabila tidak, kemudian digunakan pendekatan SYS-GMM untuk mengatasi validitas instrumen pada pendekatan AB-GMM. Untuk menguji validitas instrumen pada pendekatan AB-GMM, dapat digunakan uji Sargan. Uji Sargan untuk overidentyfing restriction merupakan suatu pendekatan untuk mendeteksi apakah ada masalah dengan validitas instrumen. Hipotesis untuk uji ini menyatakn bahwa tidak ada masalah dengan validitas instrumen dalam artian bahwa instrumen tersebut tidak berkorelasi dengan error pada persamaan AB-GMM. Nilai statistik Sargan dihitung sebagai...(3.18) Pada kondisi kondisi hipotesis nol, nilai statistik di atas memiliki sebaran, dengan q menyatakan jumlah instrumen dikurangi jumlah parameter yang digunakan dalam model. Untuk melihat konsistensi dari hasil estimasi yang dihasilkan dari model AB- GMM akan dilakukan uji autokorelasi dengan menggunakan statistik Arellano-Bond dan. Konsistensi ini ditunjukkan oleh nilai statistik yang signifikan dan

65 51 nilai statistik yang tidak signifikan (Arellano, 2003). Hal yang sama juga akan dilakukan uji validitas instrumen dengan menggunakan uji Sargan serta uji Arellano- Bond dan untuk melihat konsistensi estimator yang diperoleh. Pada tahap berikutnya, model yang lebih valid di antara ketiga pendekatan dalam model data panel statis, selanjutnya hasil estimasi akan dikomparasi dengan hasil estimasi model data panel dinamis untuk kemudiaan ditelaah dan dianalisis lebih lanjut. Selain pemilihan dan komparasi model, dari hasil yang diperoleh juga akan diuji tingkat signifikansi serta tanda setiap koefisien estimasi yang diperoleh. Tanda koefisien estimasi ini kemudian dianalisis apakah relevan dengan teori yang ada. Dari hasil estimasi kedua pendekatan tersebut selanjutnya akan dilakukan telaah dan analisis untuk menjawab dan hipotesis penelitian. Firdaus (2011), Secara ringkas, beberapa kriteria yang digunakan untuk menemukan model dinamis atau GMM terbaik adalah: 1. Tidak Bias. Estimator dari pooled least squares bersifat biased upwards dan estimator dari fixed-effects bersifat biased downward. Estimator yang tidak bias berada di antara keduanya. 2. Instrumen Valid. Validitas ini diperiksa dengan menggunakan Uji Sargan. Instrumen akan valid bila uji Sargan tidak dapat menolak hipotesis nol. 3. Konsisten. Sifat konsistensi dari estimator yang diperoleh dapat diperiksa dari sttistik Arellano-Bond m 1 dan m 2, yang dihitung secara otomatis pada beberapa perangkat lunak. Estimator akan konsisten bila statistic m 1 menunjukkan hipotesis nol ditolak dan m 2 menunjukkan hipotesis nol tidak ditolak.

66 Granger Causality Test pada Data Panel Hubungan kausalitas (causality) adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum, khususnya hubungan penuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum. Dari pandangan ekonomtrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai berikut. Pertama, jika X memengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu dalam memprediksikan Y. Dengan kata lain, dengan menambah data masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan kekuatan penjelas (explanatory power) dari regresi. Kedua, data masa lalu Y tidak dapat membantu dalam memprediksikan X, karena jika X dapat membantu dalam memprediksikan Y dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka kemungkinan besar variabel lain, katakan Z, yang memengaruhi X dan Y (Fauzi, 2007) Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah, dan hubungan timbal balik. Dengan panjang lag optimal, p, maka prinsip kerja dari Granger Causality Test pada data panel didasarkan pada regresi model pooled sebagaimana diuraikan sebagai berikut: (3.19) (3.20)

67 53 Pada persamaan regresi model pooled pertama (3.19), X memengaruhi Y atau hubungan kausalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisien tidak sama dengan nol (0). Hal yang sama juga untuk persamaan regresi model pooled kedua (3.20), Y memengaruhi X atau terdapat hubungan kausalitas satu arah dari Y ke X jika koefisien tidak sama dengan nol (0). Sementara apabila keduanya terjadi maka dapat dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship) antara X dan Y atau terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara X dan Y. Dalam penelitian ini, Granger Causality Test dilakukan untuk menganalisis hubungan pertumbuhan ekonomi dengan variabel-variabel lain pada penelitian. Dengan menggunakan software eviews 6, hipotesis nol yang digunakan untuk hubungan dua variabel adalah X tidak memengaruhi Y dan Y tidak memengaruhi X. Dasar penolakan hipotesis nol dengan menggunakan kriteria probabilitas < 0.1 atau 10 persen.

68 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum yang disajikan secara sistematis mengenai fakta-fakta dan hubungan antar fenomena atau variabel yang akan diamati. Analisis kuantitatif bertujuan untuk memperlihatkan hasil estimasi mengenai dampak kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+6. Selain membahas mengenai analisis deskriptif dan hasil estimasi, pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai pengujian Granger Causality untuk mengetahui hubungan antar variabel Kondisi Umum Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN+6 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan tujuan dari setiap negara. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti tersedianya lapangan kerja yang lebih luas dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan kemakmuran yang lebih baik bagi negara tersebut. Berdasarkan data pertumbuhan GDP dalam rentang waktu (Gambar. 4.1.) menunjukkan bahwa kesebelas negara tersebut mengalami pertumbuhan GDP yang cukup bervariasi. Rata-rata tingkat pertumbuhan GDP tertinggi adalah China, namun pada tahun 2010, Singapura memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi untuk kawasan ini.

69 55 Sumber : World Development Indicator, 2011.(diolah) Gambar 4.1. Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-negara ASEAN+6 Secara umum tingkat pertumbuhan GDP sampai dengan tahun 2007 di kawasan ASEAN+6 mencapai level tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan China mencapai 14% jauh diatas rata-rata pertumbuhan GDP negara lainnya. Persentase GDP ini terus mengalami penurunan sejak tahun 2008 hingga mencapai titik terendah pada tahun Krisis keuangan global yang bermula dari bencana subprime mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2008 telah menekan pertumbuhan ekonomi global dari 5,2 persen pada tahun 2007 menjadi 3,0 persen pada tahun 2008, dan menyusut sebesar 0,6 persen pada tahun Hal serupa terjadi juga di kawasan ASEAN+6, pada tahun 2009 sebelas negara di kawasan ASEAN+6 mencapai tingkat terendah pertumbuhan GDP. Jepang merupakan negara yang paling dirugikan akibat krisis keuangan global 2008, dimana pada tahun 2009 pertumbuhan GDP negara Jepang mencapai -6,3% diikuti oleh Thailand mencapai -2,3%, Malaysia -1,6%, dan

70 56 Singapura -0,77%. Pada tahun 2010 pertumbuhan GDP semua negara di kawasan ASEAN+6 mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimana Singapura memiliki pertumbuhan GDP terbesar mencapai 14,5%, diikuti oleh China, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Hal ini cukup membuktikan bahwa perekonomian di kawasan ASEAN+6 mampu bertahan bahkan bisa keluar dari efek krisis keuangan global Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara ASEAN+6 Salah satu komponen dalam permintaan agregat (Aggregate Demand-AD) adalah pengeluaran pemerintah. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat maka AD akan meningkat. Peningkatan AD berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Bruto (GDP) maka peningkatan GDP berarti peningkatan pendapatan. Pada Gambar 4.2 menampilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pengeluaran pemerintah di negara-negara ASEAN+6 pada periode Peranan terbesar pengeluaran pemerintah terhadap GDP terjadi di Jepang dengan rata-rata mencapai 18,25%, diikuti oleh New Zealand dan Australia. Namun walaupun ketiga negara tersebut memiliki tingkat pengeluaran pemerintah tertinggi dibandingkan negara-negara lainnya, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya terendah dibandingkan yang lainnya. Tampak pada gambar kelompok negara maju yang dilingkari dengan garis berwarna merah. Di Jepang, kebijakan fiskal mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan perekonomian.

71 57 Hal ini sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomiyang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Jepang merupakan negara maju dimana pengeluaran pemerintahnya tidak lagi untuk biaya investasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya (Rostow dalam Mangkoesoebroto). Sumber : World Development Indicator 2011, (diolah). Gambar 4.2. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pemerintah di Kawasan ASEAN+6 Kelompok negara berkembang dengan lingkaran berwarna biru. China merupakan satu-satunya negara dimana tingkat pengeluaran pemerintah hampir sebanding dengan tingkat pertumbuhan ekonominya seperti tampak pada gambar 4.2.

72 58 diatas jika ditarik titik koordinatnya yaitu (10,14) diikuti India (7,11). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Zou (2001) bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah di China dan India berperan secara signifikan dalam pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Peranan pengeluaran pemerintah terhadap GDP di Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara yang lainnya di kawasan ASEAN+6. Kontribusi pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan komponen yang diatur khusus dengan sistem sehingga besarnya relatif stabil, dengan fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian dan sosial budaya serta politik yang sedang terjadi (Junaidi, 2010) Peranan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara ASEAN+6 Para ahli ekonomi masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan antara jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar para ahli ekonomi setuju bahwa jumlah uang beredar adalah netral dalam jangka panjang dengan berpengaruh pada pendapatan, tetapi sebagian ahli ekonomi lain menolak pernyataan tersebut, dan pengaruh dari jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi masih dalam perbincangan. Walaupun masih terdapatnya perbedaan pendapat para ahli ekonomi tentang pengaruh uang terhadap pertumbuhan ekonomi, namun disini akan mencoba mengeksplorasi data mengenai peranan jumlah uang beredar (M2) terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+6 selam periode tahun

73 59 Sumber : World Development Indicator 2011, (diolah). Gambar 4.3. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Uang Beredar (M2) di Kawasan ASEAN+6 Pada gambar diatas terlihat bahwa Jepang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar terendah dibandingkan negara lainnya. China merupakan satu-satunya negara dimana tingkat jumlah uang beredar yang tinggi diikuti juga oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan M2 di China merupakan ukuran luas jumlah uang beredar yang meliputi sirkulasi uang tunai dan semua deposito, meningkat 13,2 persen dari tahun ke tahun. Hal ini memperlihatkan kebijakan China bahwa jumlah uang beredar harus sesuai dengan perekonomian. Sedangkan negara lainnya hampir memiliki karakter yang sama dimana jika dilihat dari plot data tesebar di wilayah yang sama.

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan Gross National Product (GNP), hal tersebut sama dengan penambahan

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan Gross National Product (GNP), hal tersebut sama dengan penambahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1. Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional Dalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi pasar-pasar nasional akan merangsang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: 11Fakultas Ekonomi & Bisnis Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan Moneter Janfry Sihite Program Studi Manajemen Tujuan Sesuai rapem Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Menjelaskan jenis dan instrumen

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H14102062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SITI MASYITHO. H14102062.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Interaksi kebijakan fiskal dan moneter telah lama menjadi perdebatan di kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal ditetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum IS-LM

Keseimbangan Umum IS-LM Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut diperoleh keseimbangan pendapatan nasional dan keseimbangan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabungan memiliki peranan penting dalam membentuk dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Tabungan merupakan indikator penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun disadari bahwa proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sangat penting

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12 Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang Minggu 12 Pendahuluan Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter Satuan Acara Perkuliahan 10 Sub Pokok Bahasan: Teori Permintaan Uang Teori Penawaran Uang Keseimbangan Pasar Uang (Kurva LM) Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan I. PENDUHULUAN I.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan dampak akumulasi agregat ekonomi yang tercermin dari aktifitas bisnis, meskipun fluktuasinya tidak tergambar secara jelas, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari data Asian Development Bank tahun 2010 kondisi perekonomian Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1.2). Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran KTSP Kelas X ekonomi KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami instrumen kebijakan moneter. 2. Memahami kebijakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Enni Sari Siregar STKIP Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan Email : ennisari056@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan khususnya sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berubah menjadi lebih baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter dan Fiskal

Kebijakan Moneter dan Fiskal Kebijakan Moneter dan Fiskal A lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP Bahan Ajar Kebijakan Moneter dan Fiskal-Mayang Adelia Puspita, SP. MP Referensi Bank Indonesia, 2013. Tinjauan Kebijakan Moneter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari perkembangan perekonomian suatu negara dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Rahardja dan Manurung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

1 Universitas indonesia

1 Universitas indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H14103055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya 3. Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya Mengapa Anda Perlu Tahu Tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter di Asia. Secara

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai rujukan untuk menulis. Peneliti mengkaji beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci