HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Kontaminasi Salmonella spp pada Media Agar dalam ProsesIsolasi dari Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur Untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen yang menginfeksi ovarium dan telur ayam ras petelur, dapat diamati dengan melakukan serangkaian proses isolasi menggunakan metode Bacterilogical Analitycal Method (BAM). Prosedur ini meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan selektif, agar selektif, dan uji biokimia awal. Berdasarkan pengujian agar selektif, keberadaan koloni tipikal yang tumbuh pada sampel ovarium dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Isolasi Salmonella spp Positif dan Negatif dalam Sampel Ovarium pada Media BSA, HEA, XLDA Sampel Ovarium Media Agar Positif Negatif BSA HEA XLD Keterangan: = positif Salmonella spp 24

2 Media agar yang positif terdapat Salmonella spp menunjukkan warna keabu-abuan pada media selektif BSA, sedangkan pada media media HEA dan XLD sampel yang positif Salmonella spp berwarna kehitaman. Ciri ini sesuai dengan SNI (28) yang menyatakan bahwa sampel yang positif tercemar Salmonella spp pada media BSA terlihat keabu-abuan atau kehitaman, pada media HEA ditandai dengan warna hijau kebiruan atau tanpa titik hitam, sedangkan pada media XLDA diindikasikan dengan koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa titik hitam. Media selektif HEA sangat cocok untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella, karena media ini mengandung garam empedu sebagai agen selektif dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H 2 S. Media BSA masih terdapat mikroba lain yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Shigella dan Vibrionacea (Waltman, 1999). Ciri yang dilaporkan oleh BAM (27) bahwa Salmonella dapat menghasilkan koloni yang besar dengan inti berwarna gelap mengkilap atau koloni dapat terlihat hitam secara keseluruhan. Pada sampel bakteri enterica memproduksi hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan media menghitam karena produksi ferrous sulphides. Hal ini menyebabkan dekarboksilasi lisin dan menghasilkan reaksi alkali (warna ungu) atau reaksi netral di dasar medium. Organisme yang dapat mendeaminasi lisin dapat menghasilkan perubahan warna media miring menjadi merah dan dasar berasam. Gas mungkin dibentuk tetapi umumnya pembentukannya tidak dapat dipastikan (Waltman, 1999). Ciri fisik kontaminasi bakteri patogen Salmonella spp juga terjadi pada sampel telur yang ditunjukkan pada Tabel 4. Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA) merupakan medium yang dibuat dari sodium deoxycholate sebagai selectif agen, laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H 2 S. Masalah utama dengan XLD agar adalah ketidakmampuan dalam menekan pertumbuhan Proteus spp. Kehadiran H 2 S ditandai oleh koloni hitam dan biasanya mengaburkan perbedaan di dalam reaksi lisisin Salmonella dan protease (Waltman, 1999). Sampel positif pada media agar selektif selanjutnya di uji pada media TSIA dan LIA. Uji TSIA dan LIA dilakukan untuk memastikan bahwa pendugaan yang dilakukan sebelumnya benar. Media berwarna kehitaman dengan gas diantara media tersebut merupakan penciri koloni Salmonella spp seperti pada Tabel 5. Ciri-ciri sampel TSIA dan LIA positif adalah adanya warna hitam akibat reaksi H 2 S dan adanya gas yang terbentuk. 25

3 Tabel 4. Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Isolasi Salmonella spp Positif dan Negatif di Telur Ayam Ras Petelur pada Media BSA, HEA dan XLDA Media Agar Positif Sampel Telur Negatif BSA HEA XLD Keterangan: = koloni hitam menunjukkan positif Salmonella spp BAM (27) menyatakan bahwa reaksi spesifik Salmonella pada Triple Sugar Iron Agar miring adalah bagian permukaan miring (slant) berwarna merah/alkalin (reaksi basa), memproduksi H 2 S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Reaksi spesifik Salmonella pada Lysine Iron Agar miring adalah : bagian permukaan miring (slant) berwarna ungu/alkalin (reaksi basa), bagian agar dasar/butt atau agar tusuk berwarna 26

4 ungu/alkalin (reaksi memproduksi H 2 S; kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas. Tabel 5. Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Isolasi Salmonella spp Positif dan Negatif di Ovarium dan Telur Ayam Ras Petelur pada Media TSIA dan LIA Sampel Kondisi Ovarium Telur TSIA dan LIA negatif Salmonella spp TSIA dan LIA positif Salmonella spp Keterangan: = koloni hitam = gas Hasil Isolasi Salmonella spp dari Ovarium Ayam Ras Petelur Berdasarkan pengamatan dari ovarium 48 ekor ayam pada 4 perlakuan yang berbeda dan hari pengambilan sampel yang berbeda, diketahui bahwa terdapat perlakuan yang positif terinfeksi Salmonella spp. Pengamatan kondisi infeksi Salmonella spp dari ovarium disajikan pada Tabel 6. 27

5 Tabel 6. Hasil Pengamatan Kondisi Infeksi Salmonella spp pada Ovarium Ayam Ras Petelur yang diberi Probiotik L. acidophilus Kondisi Infeksi Salmonella Nama Sampel Hari ke-5 Hari ke-1 Hari ke-15 Hari ke-2 P1U1 Negatif Negatif Positif Positif Keterangan: Negatif Positif P1U2 Positif Positif Positif Positif P1U3 Negatif Negatif Positif Positif P2U1 Negatif Positif Positif Positif P2U2 Negatif Negatif Positif Positif P2U3 Positif Positif Positif Positif P3U1 Negatif Positif Positif Positif P3U2 Negatif Negatif Positif Positif P3U3 Negatif Negatif Positif Positif P4U1 Negatif Negatif Positif Negatif P4U2 Negatif Negatif Positif Positif P4U3 Negatif Negatif Positif Positif = tidak ditemukan Salmonella spp = ditemukan Salmonella spp Berdasarkan data yang didapatkan, negatif yang berarti tidak ditemukannya salmonella spp dan positif yang berarti ditemukannya salmonella spp. Perlakuan 1 yaitu isolasi salmonella spp dari ovarium yang tidak diberi L. acidophilus dan Salmonella spp di hari ke 5 pengamatan menunjukkan persentase positif sebesar 33,33%, hari ke 1 sebesar 33,33%, hari ke 15 sebesar 1%, dan hari ke 2 sebesar 1%, sedangkan persentase sampel negatif hari ke 5 sebesar 66,67%, hari ke 1 66,67%, hari ke 15 dan 2 sebesar %. Perlakuan 2 yaitu Isolasi Salmonella spp dari ovarium yang tidak diberi L. acidophilus dan hanya diberi Salmonella spp menunjukkan hasil positif pada hari ke 5 sebesar 33,33%, hari ke 1 sebesar 66,67%, hari ke 15 dan 2 sebesar 1%, sedangkan sampel negatif pada hari ke 5 sebesar 66,67%, hari ke 1 menurun menjadi 33,33% dan hari ke 15 dan 2 semakin menurun hingga %. Hasil di perlakuan 3 yaitu Isolasi Salmonella spp dari ovarium yang diberi 1x L. acidophilus dan diberi Salmonella spp menunjukkan persentase sampel positif pada hari ke 5 sebesar %, hari ke 1 sebesar 33,33%, hari ke 15 dan 2 sebesar 1%, sedangkan sampel negatif pada hari ke 5 sebesar 1%, hari ke 1 28

6 sebesar 66,67%, hari ke 15 dan 2 sebesar %. Hasil di perlakuan 4 yaitu isolasi Salmonella spp dari ovarium yang diberi 2x L. acidophilus dan diberi Salmonella spp menunjukkan persentase sampel positif pada hari ke 5 sebesar %, hari ke 1 sebesar %, hari ke 15 sebesar % dan hari ke 2 sebesar 66,67%, sedangkan sampel negatif di hari ke 5dan 1 sebesar 1%, di hari ke 15 sebesar %, dan di hari ke 2 sebesar 33,37%. Hasil Isolasi Salmonella spp Terdeteksi Positif dari Ovarium pada Perlakuan 1 yang Tidak Diberi L.acidophilus dan Tidak Diberi Salmonella spp pada Berbagai Media Agar Perlakuan 1 merupakan perlakuan kontrol dimana dalam perlakuan ini ayam yang dipelihara tidak diberikan penambahan Salmonella spp dan probiotik L. acidophilus. Berdasarkan proses isolasi yang dilakukan didapatkan hasil bahwa perlakuan 1 pada hari pengambilan sampel ke 5 positif terdapatnya Salmonella spp. Hal ini terjadi disebabkan di dalam diri ayam yang sudah terinfeksi Salmonella spp karena pemberian bakteri patogen tersebut dilakukan pada hari ke 5 sore sedangkan sampel diambil pada hari ke 5 pagi. Sesuai dengan pernyataan Purnomo (1997) bahwa permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya S. enteritidis pada peternakan pembibit (breeder). Data sampel yang positif terdapat Salmonella spp dari perlakuan 1 mengalami peningkatan hingga hari pengambilan sampel ke 2 yang menunjukkan seluruh sampel dari 3 ulangannya positif terdapatnya bakteri patogen Salmonella spp di ovarium. Hal ini disebabkan adanya kontaminasi dari ternak pembawa bakteri patogen terhadap lingkungan sehingga ternak lain yang rentan menjadi ikut terinfeksi Salmonella. Menurut Sainsburry (2), kontaminasi silang dari kandang kepada ternak dapat terjadi secara cepat jika proses pembersihan feses tidak berjalan dengan baik. Kotoran ayam sebaiknya tidak ditampung di dalam area peternakan terlalu lama. Hal ini penting dan baik untuk meminimalisir adanya hewan mengerat dan serangga (lalat) dan memaksimalkan sinar matahari sebagai desinfektan masuk ke lingkungan perkandangan (Arzey, 2). Bedasarkan pengamatan pada media agar selektif diketahui bahwa dari 12 media murni, media BSA dari sampel perlakuan 1 nilai kontaminasi paling besar yaitu 1% di H1. Diikuti oleh HEA yaitu 6 sampel (5%) di H2 dan media XLDA yaitu 4 sampel (33,33%) di H2. Persentase kontaminasi Salmonella spp di 29

7 perlakuan 1 dari sampel Ovarium dapat di deteksi pada Media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 7 menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 1 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil postif dan negatif terdeteksi Salmonella spp. 12 Kontaminasi Salmonella spp (%) ,3 1 66,6 58, ,3 Hari pengambilan sampel ke Gambar 7. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 1 dari Sampel Ovarium Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Sampel yang positif dari agar selektif BSA, HEA dan XLDA (Tabel. 3 dan Tabel 4) kemudian diuji dengan menggunakan Media TSIA dan LIA (Tabel 5). Jumlah sampel yang terdapat bakteri patogen Salmonella spp di Ovarium pada hari pengambilan sampel ke 5 sebanyak 2 pasang, pada hari pengambilan sampel ke 1 sebanyak 2 pasang, berikutnya pada hari ke 15 sebanyak 9 pasang dan meningkat sebanyak 18 pasang di hari pengambilan sampel ke 2. Perlakuan 1 merupakan perlakuan kontrol dengan hasil isolasi bahwa seluruh sampel dari ovarium positif terdapat bakteri patogen Salmonella spp dan meningkat hingga hari pengambilan sampel ke 2. Hal ini terjadi karena, dalam tubuh ayam sudah terdapat Salmonella spp atau karena adanya kontaminasi silang baik dari lingkungan, kandang atau ayam lain. 3

8 Hasil Isolasi Salmonella spp dari Ovarium pada Perlakuan 2 yaitu Perlakuan Dengan Pemberian Salmonella spp dan Tidak Diberi L. acidophilus pada Berbagai Media Agar Perlakuan 2 adalah perlakuan dengan pemberian Salmonella spp sebanyak 1 6 cfu/ml secara langsung dicekokkan kepada ternak. Berdasarkan proses isolasi yang dilakukan, pada hari ke 5 pengambilan sampel data menunjukkan positif terdapatnya Salmonella spp sebanyak 1 dari 3 ulangan. Setelah hari ke 1 mengalami peningkatan sebanyak 75% (2 dari 3) ulangan yang positif terdapatnya Salmonella spp. Semakin meningkat di hari ke 15 dan 2 bahwa seluruh sampel dan ulangan positif terdapatnya Salmonella spp. Pemberian Salmonella spp secara langsung dengan dicekokkan kepada ayam selama 5 hari berturut-turut mampu dengan cepat menginfeksi hingga ke organ reproduksi yaitu ovarium. Infeksi pada ovarium dapat disebabkan dari indukan yang terjangkit Salmonella spp, selain itu bisa juga disebabkan oleh infeksi pada saat ovarium masih belum dilepaskan. Folikel kecil yang masih muda lebih mudah terinfeksi Salmonella spp dibandingkan dengan folikel kuning yang telah dewasa. Penembusan folikel yang belum dewasa dapat berakibat pada kontaminasi telur setelah folikel itu dewasa dan dapat menyebabkan berlanjutnya infeksi seluruh ovarium pada saluran reproduksi (Gantois et al., 29). Okamura et al.,(21) menyatakan bahwa Salmonella enteritidis mampu mengkolonisasi ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan Salmonella jenis lainnya. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Gast et al., (27) bahwa kolonisasi ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan kolonisasi bagian atas dan bagian bawah saluran reproduksi, pengamatan ini dilakukan pada 3 jenis Salmonella yang berbeda yaitu S. enteritidis tipe 13a, S. enteritidis tipe 14b, dan Salmonella heidelberg. S. enteritidis mampu mengkoloni lebih sering dibandingkan jenis lainnya (Okamura et al., 21). Persentase kontaminasi Salmonella spp di perlakuan 2 dari sampel Ovarium dapat dideteksi pada Media selektif BSA, HEA, dan XLDA. Gambar 8. menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 2 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. 31

9 Persentase Salmonela spp (%) , , Hari pengambilan sampel ke Gambar 8. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 2 dari Sampel Ovarium Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Pengujian dengan agar selektif di BSA, HEA dan XLDA pada masingmasing sampel dapat memperjelas keberadaan Salmonella spp. Pada media selektif BSA memiliki nilai paling besar yaitu 1 sampel (83,33%) dari 12 sampel pada hari ke 15. Media HEA nilai paling besar sebanyak 2 sampel (7%) dari 12 sampel pada hari ke 5 dan hari ke 15. Media selektif XLD memiliki nilai paling besar pada hari ke 15 dan hari ke 2 sebanya 3 sampel (25%) dari 12 sampel. Sampel yang positif terdapatnya Salmonella spp pada media agar selektif BSA, HEA, dan XLDA dapat dilihat pada Tabel 3. Sampel yang positif Media TSIA dan LIA dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk menegaskan keberadaan bakteri patogen Salmonella spp dengan melakukan pengujian di media TSIA dan LIA. Dari media tersebut didapatkan hasil bahwa pada hari ke 5 terdapat 3 pasang sampel yang positif terdapatnya Salmonella spp. Pada hari ke 1 sebanyak 4 pasang sampel, hari ke 15 meningjat sebanyak 15 pasang sampel, sedangakn hari ke 2 mengalami penurunan menjadi 3 pasang sampel. 32

10 Perlakuan kedua merupakan perlakuan dengan pemberian bakteri patogen secara langsung kepada ternak tanpa ditambahkan probiotik L. acidophilus. Data menunjukkan bahwa keseluruhan sampel positif terdapat Salmonella spp dan meningkat hingga hari ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri patogen tersebut mampu mengkoloni ovarium dengan cepat. Hasil Isolasi Salmonella spp dari Ovarium pada Perlakuan 3 yang Diberi Satu Kali L.acidophilus dan Salmonella spp pada Berbagai Media Agar Perlakuan 3 adalah perlakuan dengan pemberian Salmonella spp dan pemberian L. acidophilus sebanyak 1 kali pemberian. Berdasarkan proses isolasi yang telah dilakukan, pada hari ke 5 seluruh ulangan menunjukkan data negatif yang berarti tidak terdapatnya Salmonella spp dalam sampel ovarium. Sebaliknya pada hari ke 1 ada 1 ulangan yang menunjukkan positif terdapatnya Salmonella spp dan mengalami peningkatan pada hari ke 15 dan hari ke 2 bahwa seluruh ulangannya positif terdapat Salmonella spp. Ditemukannya bakteri patogen Salmonella spp yang berada di ovarium hari ke 15 dan hari ke 2 ini dimungkinkan dalam kondisi lemah dapat disimpulkan sementara bahwa sifat patogenitas Salmonella spp tersebut menurun. Sesuai dengan pernyataan Nemeth et al (26) dan Tellez et al (21) bahwa mekanisme kerja Lactobacillus dalam mencegah perlekatan, perkembangbiakan dan penurunan patogenitas bakteri enterogen yaitu dengan memproduksi rantai pendek asam lemak terbang sehingga akan menurunkan ph lumen usus dimana hal ini merupakan konsisi yang tidak mendukung bagi perkembangan bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat menghambat bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat menghambat metabolit yang diperlukan oleh bakteri patogen dan memproduksi senyawa spesifik seperti bakteriosin yang bersifat bakterisidal. Mekanisme kerja probiotik lain juga menjelaskan bahwa mekanisme kerja probiotik adalah pertama dapat menghasilkan asam, sehingga ph menjadi rendah, keadaan ini tidak menguntungkan bagi mikroorganisme patogen. Kedua beberapa mikroba probiotik dapat menghasilkan bahan antimikroba (bakteriosin) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak menguntungkan. Ketiga mikroba probiotik dapat berkembang biak di dalam saluran pencernaan dan berkompetisi dengan 33

11 mikroba patogen. Keempat berkompetisi dengan mikroba patogen untuk berikatan dengan reseptor yang sama (Lopez, 2). Bedasarkan pengamatan pada media agar selektif yaitu BSA, HEA, dan XLDA diketahui bahwa dari 12 media murni, media BSA dari sampel perlakuan 9 nilai kontaminasi paling besar yaitu 75% di H1. Diikuti oleh HEA yaitu 1% di H2 dan media XLDA yaitu 7 sampel (58,33%) di H2. Persentase kontaminasi Salmonella spp di perlakuan 3 dari sampel Ovarium dapat dideteksi pada media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 9. menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 3 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. Persentase Salmonella spp (%) , ,3 41,6 8,33 8, ,3 Hari pengambilan sampel ke Gambar 9. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 3 dari Sampel Ovarium Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Berdasarkan sampel positif dari media selektif BSA, HEA dan XLDA, dilakukan uji penegasan dengan menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) (Tabel 4). Sehingga didapatkan data yaitu; pada hari ke lima tidak ditemukannya Salmonella spp. Sedangkan pada hari ke sepuluh terdapat 1 pasang sampel yang positif terdapat Salmonella spp. Pada hari ke lima belas terdapat 6 pasang sampel dan pada hari ke dua puluh terdapat 19 pasang sampel positif terdapat Salmonella spp. 34

12 Perlakuan ketiga merupakan perlakuan dengan pemberian bakteri Salmonella spp dan probiotik L. acidophilus. Data menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut di hari ke 15 dan 2 terjadi peningkatan jumlah sampel positif yang terdapat Salmonella spp. Meskipun terjadi peningkatan jumlah sampel positif terdapat Salmonella spp dalam ovarium, tetapi kondisi patogen tersebut kemungkinan besar melemah akibat dari mekanisme kerja probiotik dalam menghambat infeksi bakteri patogen Salmonella spp Hasil Isolasi Salmonella spp dari Ovarium pada Perlakuan 4 yaitu Perlakuan Pemberian Dua Kali L. acidophilus dan Salmonella spp pada Berbagai Media Agar Perlakuan keempat merupakan perlakuan dengan penambahan Salmonella spp dan dengan penambahan probiotik Lactobacillus acidophilus sebanyak 2 kali pemberian. Berdasarkan proses isolasi yang dilakukan, pada hari ke 5 dan ke 1 seluruh ulangan menunjukkan data yang negatif terhadap keberadaan Salmonella spp. Sedangkan pada hari ke 15 seluruh ulangannya positif terdapat bakteri patogen. Pada hari ke 2, mengalami penurunan jumlah ulangan sampel yang positif terinfeksi Salmonella spp. Terjadinya peningkatan sampel positif dikarenakan pada hari ke 15 bakteri patogen Salmonella spp mampu berpindah hingga menginfeksi ovarium, meskipun demikian sifat patogenitas Salmonella spp tidak terlalu kuat sehingga pada hari ke 2 jumlah sampel yang positif mulai berkurang. Pemberian L. acidophilus mampu mempengaruhi sifat patogenitas patogen tersebut. Pengamatan pada agar selektif BSA, HEA dan XLDA (Tabel 3) diketahui bahwa dari 12 media murni menunjukkan media BSA memiliki nilai kontaminasi paling besar yaitu 1 sampel ( 83,33%) dari 12 sampel pada hari ke 1, media HEA sebanyak 4 sampel (33,33%) dari 12 sampel pada hari ke 15 dan 2. Pada media XLDA sebanyak 5 sampel (41,67%) dari 12 sampel pada hari ke 15. Persentase kontaminasi Salmonella spp di perlakuan 4 dari sampel Ovarium dapat dideteksi pada media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 1. menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 4 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. 35

13 9 83,3 Persentase Salmonella spp (%) , ,6 33,3 33, Hari pengambilan sampel ke Gambar 1. Diagram Batang Kontaminasi Salmonellai spp di Perlakuan 4 dari sampel Ovarium pada media BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Hasil Isolasi Salmonella spp dari Telur Ayam Ras Petelur Berdasarkan pengamatan dari telur 48 ekor ayam pada 4 perlakuan yang berbeda dan hari pengambilan sampel yang berbeda, diketahui bahwa terdapat perlakuan yang positif terinfeksi Salmonella spp. Pengamatan kondisi infeksi S Salmonella spp dari telur ayam ras petelur disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan data yang didapatkan, negatif yang berarti tidak ditemukannya salmonella spp dan positif yang berarti ditemukannya salmonella spp. Perlakuan 1 yaitu isolasi salmonella spp dari ovarium yang tidak diberi L. acidophilus dan Salmonella spp di hari ke 5 pengamatan menunjukkan persentase positif sebesar %, hari ke 1 sebesar 33,33%, hari ke 15 sebesar 1%, dan hari ke 2 sebesar %, sedangkan persentase sampel negatif hari ke 5 sebesar 1%, hari ke 1 66,67%, hari ke 15 sebesar % dan 2 sebesar 1%. Perlakuan 2 yaitu Isolasi Salmonella spp dari ovarium yang tidak diberi L. acidophilus dan hanya diberi Salmonella spp menunjukkan hasil positif pada hari ke 5 sebesar 33,33%, hari ke 1 sebesar 33,33%, 36

14 hari ke 15 sebesar 66,67% dan 2 sebesar 33,37%, sedangkan sampel negatif pada hari ke 5 sebesar 66,67%, hari ke 1 menurun menjadi 66,67% dan hari ke 15 sebesar 33,37% dan 2 sebesar 66,67. Tabel 7. Hasil Pengamatan Kondisi Infeksi Salmonella spp dari Telur Ayam Ras Petelur yang diberi Probiotik L. acidophilus. Nama Sampel Kondisi Infeksi Salmonella Hari ke-5 Hari ke-1 Hari ke-15 Hari ke-2 P1U1 Negatif Negatif Positif Negatif P1U2 Negatif Negatif Positif Negatif Keterangan: Negatif Positif P1U3 Negatif Positif Positif Negatif P2U1 Positif Positif Positif Positif P2U2 Negatif Negatif Negatif Negatif P2U3 Negatif Negatif Positif Negatif P3U1 Positif Positif Positif Negatif P3U2 Negatif Positif Negatif Negatif P3U3 Negatif Negatif Negatif Negatif P4U1 Negatif Positif Negatif Negatif P4U2 Negatif Positif Positif Negatif P4U3 Negatif Negatif Positif Negatif = tidak ditemukan Salmonella spp = ditemukan Salmonella spp Hasil di perlakuan 3 yaitu Isolasi Salmonella spp dari ovarium yang diberi 1x L. acidophilus dan diberi Salmonella spp menunjukkan persentase sampel positif pada hari ke 5 sebesar 33,33%, hari ke 1 sebesar 66,67%, hari ke 15 sebesar 33,33% dan di hari ke 2 sebesar %, sedangkan sampel negatif pada hari ke 5 sebesar 66,67%, hari ke 1 sebesar 33,33%, hari ke 15 sebesar 66,67% dan hari ke 2 sebesar 1%. Hasil di perlakuan 4 yaitu isolasi Salmonella spp dari ovarium yang diberi 2x L. acidophilus dan diberi Salmonella spp menunjukkan persentase sampel positif pada hari ke 5 sebesar %, hari ke 1 sebesar 66,67%, hari ke 15 sebesar 66,67% dan hari ke 2 sebesar %, sedangkan sampel negatif di hari ke 5 sebesar 1% dan hari ke 1 sebesar 33,33%, di hari ke 15 sebesar 33,33%, dan di hari ke 2 sebesar 1%. 37

15 Isolasi Salmonella spp dari Telur pada Perlakuan 1 yaitu Perlakuan Tanpa Pemberian Salmonella spp dan Tanpa Pemberian L. acidophilus pada Berbagai Media Perlakuan pertama merupakan perlakuan kontrol sehingga ayam ras petelur sebagai sampel tidak diberikan penambahan Salmonella dan tidak diberikan L acidophilus. Berdasarkan proses isolasi yang telah dilakukan didapatkan data, pada hari pengambilan sampel ke 5 seluruh ulangan menunjukkan tidak ditemukannya Salmonella spp. Sedangkan pada hari pengambilan sampel ke 1 menunjukkan data positif Salmonella spp di salah satu ulangan dan meningkat pada hari pengambilan sampel ke 15 yaitu menjadi 3 ulangan positif Salmonella spp. Pada hari pengambilan sampel ke 2 seluruh ulangan negatif Salmonella spp. Ini terjadi disebabkan diantaranya a) ayam yang memang sudah terinfeksi Salmonella spp, sesuai dengan pernyataan Purnomo (1997) bahwa permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya Salmonella pada peternakan pembibit (breeder) dan b) terjadinya kontaminasi dari feses ternak yang terinfeksi bakteri patogen Salmonella ke kandang melalui feses, sesuai dengan pernyataan Jay et al., (25) pada kandang rentan sekali terjadi kontaminasi silang, Salmonella dapat ditemukan di air terutama air yang tercemar. Adanya kontaminasi secara horizontal melalui penularan yang berasal dari ayam yang lain (Gantois et al., 29). Pengamatan pada agar selektif BSA, HEA dan XLDA (Tabel 3) diketahui bahwa dari 12 media murni menunjukkan media BSA memiliki nilai kontaminasi paling besar yaitu 1% dari 12 sampel pada hari ke 1, media HEA sebanyak 4 sampel (33,33%) dari 12 sampel pada hari ke 5 dan 15. Pada media XLDA sebanyak 5 sampel (41,67%) dari 12 sampel pada hari ke 1. Persentase kontaminasi Salmonella di perlakuan 1 dari sampel Telur dapat dideteksi pada media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 11. hanya menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 1 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. Berdasarkan sampel positif Salmonella spp dari media selektif BSA, HEA dan XLDA, dilakukan uji penegasan dengan menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) (Tabel 4). Pada hari ke 5 tidak ditemukannya Salmonella spp. Sedangkan pada hari ke 1 terdapat 6 pasang sampel 38

16 yang positif terdapat Salmonellai spp. Pada hari ke 15 terdapat 7 pasang sampel dan pada hari ke 2 sudah tidak ditemukannya sampel yang positif terdapat Salmonella spp. Persentase Salmonella spp (%) , ,6 33,3 33, Hari pengambilan sampel ke Gambar 11. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 1 dari Sampel Telur Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Pada hari ke 1 dan 15 terdapat sampel yang positif terdapat Salmonellai spp. Penularan tersebut bisa berasal dari ayam itu sendiri atau lingkungan pemeliharaan yang berasal dari feses ayam yang terinfeksi bakteri patogen tersebut. Apabila penularan melalui lingkungan, maka bakteri Salmonellai spp tersebut memiliki kondisi yang menurun karena suhu, dan kondisi kandang yang bersih dibuktikan dengan data hari pengamatan ke 2 seluruh sampel negatif bakteri patogen Salmonellai spp. Isolasi Salmonella spp dari Telur pada Perlakuan 2 yaitu Perlakuan Pemberian Salmonella spp dan Tanpa Pemberian L. acidophilus Pada perlakuan 2 yaitu perlakuan dengan pemberian bakteri patogen Salmonella spp dengan dicekokkan langsung kepada ayam ras petelur. Berdasarkan data pada Tabel 6, pada hari pengambilan data ke 5 dan ke 1 diketahui positif 39

17 ditemukan infeksi Salmonella spp di salah satu ulangannya. Pada hari ke 15 mengalami peningkatan sebanyak 2 ulangan yang positif Salmonella spp. Hal ini berarti bahwa infeksi Salmonella spp telah berhasil menginfeksi hingga ke telur seperti pernyataan Chao et al., (27) dan Gantois et al., (29) menyatakan bahwa Salmonella dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara, yaitu melalui jalur vertikal dan horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin, dengan cara Salmonella mengkoloni ovarium, dan saluran reproduksi ayam betina. Di antara berbagai jenis Salmonella, jenis Salmonella Typhymurium dan S. enteritidis dapat menginfeksi istmus dan masuk ke dalam telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi melalui permukaan teluar kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh Salmonella melalui feses, selain itu Salmonella dapat masuk ke dalam telur khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetasan. Proses perlekatan Salmonella pada sel epitel usus inang merupakan tahap yang sangat penting yang mengawali terjadinya infeksi (Gast, 23). Dhillon et al., (1999) menyatakan bahwa infeksi 1 8 colony forming unit (CFU) S. enteritidis pada ayam tidak menimbulkan gejala klinis (subklinis). Oleh karena itu pengendalian Salmonellosis merupakan masalah utama pada industri peternakan khususnya peternakan ayam (Gast, 23). Pengujian dengan agar selektif di BSA, HEA dan XLDA pada masingmasing sampel dapat memperjelas keberadaan Salmonella spp pada data. Pada media selektif BSA memiliki nilai paling besar yaitu 1% dari 12 sampel pada hari ke 1 dan hari ke 2. Media HEA nilai paling besar sebanyak 2 sampel (7%) dari 12 sampel pada hari ke 1. Sedangakan media selektif XLDA memiliki nilai paling besar pada hari ke 15 sebanyak 2 sampel (7%) dari 12 sampel. Persentase kontaminasi Salmonella spp di perlakuan 2 dari sampel Telur dapat dideteksi pada Media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 12 menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 2 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. 4

18 12 Persentase Salmonella spp (%) , Hari pengambilan sampel ke Gambar 12. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 2 dari Sampel Telur Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLDA Pada hasil sampel positif dari media selektif BSA, HEA dan XLD (Tabel 3), dilakukan uji penegasan dengan menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA). Sehingga diperoleh data yaitu; pada hari ke 5 terdapat 2 pasang sampel yang positif Salmonella spp. Pada hari ke 1 terdapat 3 pasang sampel positif dan meningkat pada hari ke 15 sebanyak 4 pasang sampel. Tetapi pada hari ke 2 mengalami penurunan menjadi 2 pasang sampel yang positif Salmonella spp. Pada perlakuan kedua yaitu perlakuan dengan hanya memberikan Salmonella spp, sampel memiliki data positif Salmonella spp yang meningkat di H15 dan menurun di H2, hal ini terjadi karena keberadaan bakteri patogen tersebut masih lemah untuk sampai menginfeksi telur. 41

19 Isolasi Salmonella spp dari Telur pada Perlakuan 3 yaitu Perlakuan Pemberian Salmonella spp dan Satu Kali Pemberian L. acidophilus pada Berbagai Media Agar Perlakuan ketiga adalah perlakuan dengan penambahan bakteri Salmonella spp dan pemberian L. acidophilus sebanyak 1 kali pemberian. Berdasarkan tabel 4, perlakuan ketiga menunjukkan data bawa positif terdapatnya Salmonella spp terjadi pada hari ke 5, meningkat pada hari ke 1 sebanyak 2 ulangan, dan menurun di hari ke 15 menjadi 1 ulangan yang positif Salmonella spp sehingga pada hari ke 2 sudah tidak ditemukannya lagi bakteri patogen Salmonella spp pada telur ayam ras petelur. Hal ini terjadi karena bakteri patogen tersebut telah mengalami kerusakan pada selnya yang akhirnya mengalami kematian. Hingga saat ini, belum dapat dipastikan mekanisme kerja probiotik dalam mengurangi infeksi bakteri patogen dalam tubuh induk semang. L. actobacillus mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan, perkembangbiakan dan menurunkan patogenitas bakteri enterogen. Mekanisme lainnya, yaitu dengan memproduksi rantai pendek asam lemak terbang sehingga akan menurunkan ph lumen usus dimana hal ini merupakan konsisi yang tidak mendukung bagi perkembangan bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat menghambat bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat menghambat metabolit yang diperlukan oleh bakteri patogen dan memproduksi senyawa spesifik seperti bakteriosin yang bersifat bakterisidal. Penelitian terhadap reaksi imunologi dari pemberian probiotik saat ini terus dikembangkan, Lactobacillus mampu meningkatkan imunitas mukosal dan sistemik saluran pencernaan terhadap bakteri enteropatogen dengan meningkatkan produksi dari SigA (sekretory IgA). Efek immune-modulation bakteri yang terdapat dalam probiotik juga dimiliki oleh mekanisme lain yang disebut dengn competitive exclusion (CE) yaitu suatu mekanisme bakteri untuk memanipulasi komposisi mikrobiota intestinal. Kedua mekanisme ini, mampu mencegah infeksi bakteri enteropatogen seperti Salmonella dengan cara mempertahankan konsidi optimal dari usus induk semang dan menjaga kestabilan mikroflora normal usus. Kondisi kesehatan induk semang merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja probiotik untuk menghambat infeksi bakteri enteropatogen (Nemeth et al., 26 & Tellez et al., 21). Pengamatan pada agar selektif BSA, HEA dan XLDA (Tabel 3) diketahui bahwa dari 12 media murni menunjukkan media BSA memiliki nilai kontaminasi 42

20 paling besar yaitu 1% dari 12 sampel pada hari ke 1 dan hari ke 2. Pada media HEA memiliki nilai paling tinggi pada hari ke 5 dan hari ke 1 sebanyak 2 sampel (7%) dari 12 sampel. Dan media XLDA memili nilai paling tinggi pada hari ke 5 sebanyak 4 sampel (33,33%) dari 12 sampel. Persentase keberadaan Salmonella spp dari Telur dapat dideteksi pada media BSA, HEA dan XLDA.. Gambar 13 menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 3 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. Persentase Salmonella spp (%) ,3 33,3 8,33 8, Hari Pengambilan Sampel ke Gambar 13. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 3 dari Sampel Telur Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLD Isolasi Salmonella spp dari Telur pada Perlakuan 4 yaitu Perlakuan Pemberian Salmonella spp dan Dua Kali Pemberian L. acidophilus pada Berbagai Media Agar Perlakuan keempat adalah perlakuan dengan pemberian bakteri patogen Salmonella spp dan pemberian probiotik L. acidophilus sebanyak 2 kali pemberian. Berdasarkan proses isolasi yang telah dilakukan, data pada perlakuan 4 juga mendukung bahwa pada perlakuan yang diberi probiotik L. acidophilus pada hari ke 2 sudah tidak ditemukan lagi bakteri patogen Salmonella spp. Hal ini menunjukkan 43

21 bahwa probiotik L. acidophilus mampu menghambat pertumbuhan S. enteritidis bahkan mampu menyebabkan kematian Salmonella spp karena L. acidophilus menghasilkan efek proteksi terhadap patogen dalam usus kecil. Uji agar selektif dari telur pada media selektif BSA, HEA dan XLDA menunjukkan bahwa, pada media BSA dari 12 media murni, memiliki nilai kontaminan Salmonella spp paling besar yaitu 1% dari 12 sampel pada hari ke 1 dan hari ke 2. Diikuti oleh HEA yaitu 3 sampel (25%) dari 12 sampel pada hari ke 5, sampel media XLDA yaitu 1 sampel (8,33%) dari 12 sampel pada hari ke 15. Persentase kontaminasi Salmonella spp Perlakuan keempat dari Telur dapat dideteksi pada media selektif BSA, HEA dan XLDA. Gambar 14 menyajikan perbedaan hasil positif terdeteksi Salmonella spp untuk perlakuan 4 pada berbagai media agar dan tidak menyajikan perbandingan hasil positif dan negatif deteksi Salmonella spp. 12 Persentase Salmonella spp (%) , , Hari Pengambilan Sampel ke Gambar 14. Diagram Batang Kontaminasi Salmonella spp di Perlakuan 4 dari Telur Pada Media Selektif BSA, HEA, XLDA Keterangan : H5 = Waktu pengambilan sampel hari ke 5 H1 = Waktu pengambilan sampel hari ke 1 H15 = Waktu pengambilan sampel hari ke 15 H2 = Waktu pengambilan sampel hari ke 2 = Media BSA = Media HEA = Media XLD 44

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Telur

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Telur TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ringan yang umumnya menghasilkan telur dengan warna kerabang putih dan tipe medium yang umumnya menghasilkan telur dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan Desember 2009 hingga Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ras Petelur Biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ras Petelur Biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ras Petelur Ayam ras adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetis. Jenis ayam ini ada dua

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II

SEMINAR HASIL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II SEMINAR HASIL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II Paket Teknologi Probiotik sebagai Agen Biokontrol dalam Upaya Pencegahan Infeksi Salmonella enteritidis transovarian pada Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella enteritidis PADA TELUR SALURAN PENCERNAAN DAN FESES AYAM RAS DARI PETERNAKAN DI GUNUNG SINDUR BOGOR

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella enteritidis PADA TELUR SALURAN PENCERNAAN DAN FESES AYAM RAS DARI PETERNAKAN DI GUNUNG SINDUR BOGOR ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella enteritidis PADA TELUR SALURAN PENCERNAAN DAN FESES AYAM RAS DARI PETERNAKAN DI GUNUNG SINDUR BOGOR SKRIPSI DYAH AYU PURNAMA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR SKRIPSI RATNA BUDI WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salmonella merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit yang disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi Rataan volume usus besar ayam broiler pada berbagai perlakuan pasca transportasi disajikan pada Tabel 7. Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Pada permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat menengah ke bawah, serta cukup tersedia di pasaran (Murtidjo, 2003).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat menengah ke bawah, serta cukup tersedia di pasaran (Murtidjo, 2003). 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler merupakan jenis ternak yang banyak dikembangkan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani dan merupakan ternak yang paling cepat pertumbuhannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Mojosari merupakan itik lokal yang berasal dari Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Itik ini merupakan petelur unggul. Telur itik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba dan Isolasi Salmonella spp. pada Ikan)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba dan Isolasi Salmonella spp. pada Ikan) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba dan Isolasi Salmonella spp. pada Ikan) 1. Kondisi Sampel Sampel diambil dari sepuluh pasar yang tersebar di Wilayah Bogor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman dengan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar maupun yang sudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur probiotik umumnya diberikan melalui sistem pangan. Untuk itu bakteri

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salmonella sp merupakan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah Salmonellosis:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Lily dan Stillwell memperkenalkan istilah probiotik pada tahun 1965 untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan mikroba lain (FAO/WHO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian deskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. peternakan akan semakin meningkat setiap tahunnya.sektor. perunggasanterutamaayamrasmasihmenjadiprioritasutamauntuk

I.PENDAHULUAN. peternakan akan semakin meningkat setiap tahunnya.sektor. perunggasanterutamaayamrasmasihmenjadiprioritasutamauntuk I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produkproduk peternakan akan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Berawal dari proses evolusi dan domestikasi, maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak unggas, baik bakteri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat tetap hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2013.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai dan penyebab signifikan menurunnya produktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keseimbangan populasi mikroba usus (Anonim 1, 2008). Kata probiotik

I. PENDAHULUAN. keseimbangan populasi mikroba usus (Anonim 1, 2008). Kata probiotik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Probiotik merupakan mikrobial hidup yang diberikan sebagai suplemen pakan yang memberikan keuntungan bagi induk semang dengan cara memperbaiki keseimbangan populasi mikroba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna viridis) 1. Klasifikasi Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, sebanyak 7 sampel diambil dari pasar tradisional dan 7 sampel diambil dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kota Surakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kota Surakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kota Surakarta a) MPN Koliform dan Koli Tinja Populasi penelitian ini adalah 20 sampel air minum yang diambil dari 20 depot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba terdapat hampir di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan tanah sampai pada lapisan atmosfir yang paling tinggi. Di laut terdapat sampai pada dasar laut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT)

SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT) SALMONELLOSIS PADA DAGING DAN TELUR AYAM DI PROVINSI BALI, NTB DAN NTT (Salmonellosis On Meat and Chicken Eggs In Bali, NTB and NTT) Dewi, A.A.S., A.A.G.Semara Putra., N.Riti., D. Purnawati.,R.C. Saputro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci