BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Teori Aerodinamika Helikopter Airfoil Airfoil adalah suatu potongan dua dimensi, sayap pesawat atau bilah helikopter, yang menghasilkan gaya aerodinamika ketika berinteraksi dengan aliran fluida bergerak. Sekalipun banyak rancangan airfoil yang berbeda pada bilah helikopter, pada kebanyakan kondisi terbang, semua airfoil bekerja dengan cara yang sama.[2] Pada gambar 2.1 dapat dilihat terminologi dari airfoil. a. Chord Line Gambar 2.1 Terminologi airfoil (Sumber: Cavcar (2003: 1)) Garis lurus yang menghubungkan antara leading edge dengan trailing edge. b. Chord Jarak antara leading edge dengan tariling edge. c. Mean Camber Line Garis yang membagi airfoil antara upper surface dan lower surface sama besar. II-1

2 II-2 d. Maximum Camber Jarak maksimum camber dari chord line. e. Leading Edge Radius kelengkungan pada sisi depan airfoil. f. Trailing Edge Sisi bagian belakang pada airfoil. g. Thickness Jarak maksimum antara lower surface dengan upper surface Angin Relatif Angin relatif dihasilkan oleh gerak airfoil di dalam udara, oleh gerak udara mengalir disepanjang airfoil, atau oleh gabungan keduanya. Angin relatif dapat dipengaruhi oleh bebearpa faktor, meliputi rotasi dari bilah rotor, gerak horizontal dari helikopter, gerak flapping dari bilah rotor, serta kecepatan dan arah angin. Untuk helikopter, angin relatif adalah aliran udara yang mengacu pada bilah rotor. Jika rotor berhenti, hembusan angin melalui bilah menghasilkan angin relatif. Ketika helikopter sedang hover dalam kondisi tanpa angin, angin relatif dihasilkan oleh gerak rotor. Ketika helikopter sedang terbang maju, angin relatif adalah kombinasi dari putaran rotor dan kecepatan maju helikopter.[3] Berikut gambar 2.2 yang mengilustrasikan angin relatif. Gambar 2.2 Angin relatif (Sumber: Macado (2011))[4]

3 II Sudut Pitch Bilah Sudut pitch dari bilah rotor adalah sudut antara garis chord dan bidang acuan yang memuat penghubung rotor. Sudut pitch bilah dapat diatur dengan kendali terbang. Sudut pitch kolektif mengubah setiap sudut bilah dengan besar pitch yang sama tidak peduli dimana lokasinya di bidang putar (piringan rotor) dan digunakan untuk mengubah gaya dorong rotor. Kendali siklus pitch (cyclic pitch) mengubah sudut pitch bilah sebagai fungsi dari lokasi bilah di bidang putar. Ini membuat keseimbangan (trim) helikopter dalam modus pitch dan roll selama terbang maju dan manuver di semua kondisi terbang. Berikut gambar 2.3 yang mengilustrasikan sudut pitch bilah. Gambar 2.3 Sudut pitch bilah (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: II-2)) Sudut Serang Sudut serang adalah sudut yang terbentuk antara chord dengan angin relatif. Ketika sudut serang naik, udara berhembus melalui airfoil dibelokkan melalui lintasan yang lebih panjang, menghasilkan kenaikan kecepatan udara dan tambahan gaya angkat. Seiring terus naiknya sudut serang, maka aliran udara menjadi sulit untuk mengalir halus di atas airfoil. Pada titik ini aliran udara mulai lepas dari airfoil dan memasuki bentuk acak atau turbulent. Turbulent menyebabkan kenaikan besar pada gaya hambat dan hilangnya gaya angkat di

4 II-4 daerah turbulent. Kenaikan sudut serang menaikkan gaya angkat sampai harga kritis tercapai. Setiap kenaikan sudut serang di atas titik ini menghasilkan stall dan penurunan drastis gaya angkat. Sudut serang ditentukan oleh arah angin relatif terhadap garis chord, sementara sudut pitch ditentukan antara garis chord dengan bidang putar rotor. Karena ada satu parameter acuan yang sama (garis chord) maka perubahan sudut pitch menyebabkan perubahan sudut serang. Jika sudut pitch bilah naik maka sudut serang juga naik, sebaliknya jika sudut pitch bilah turun maka sudut serang juga turun. Karena itu, sudut serang juga dapat diatur melalui perubahan pitch dengan kendali terbang. Pada gambar 2.4 menjelaskan perbedaan sudut serang dan sudut pitch bilah. Gambar 2.4 Perbedaan sudut serang dan sudut pitch bilah (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: II-2)) Bilangan Reynold (Reynold Number) Merupakan besaran yang sangat erat hubungannya dengan aliran udara yang melalui sayap. Bilangan Reynold pada prinsipnya merupakan perbandingan gaya inersia terhadap sifat viskositas suatu aliran fluida yang dalam hal ini adalah udara. Bilangan ini tidak memiliki dimensi dan digunakan untuk menyatakan kondisi aliran udara yang melalui sebuah benda.

5 II-5 Keterangan: Rumus bilangan Reynold: Re = Bilangan Reynold = massa jenis udara V = kecepatan aliran udara = panjang Benda = koefisen viskositas aliran fluida Re = Bilangan Reynold kurang dari sedangkan bilangan Reynold bilangan Reynold. adalah aliran udara laminar, untuk aliran udara turbulent sebesar lebih dari Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Helikopter Gaya Angkat Gaya angkat (lift) adalah gaya yang melawan dari gaya berat (weight), dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui aerodynamic center dari sayap. Pernyataan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan: Keterangan: = densitas udara (kg/ ) V= kecepatan aliran udara (m/s) = koefisien lift L=...S S= luas area yang terbasahi oleh aliran udara ( )

6 II-6 A. Prinsip Bernoulli Udara yang mengalir di permukaan atas dipercepat. Airfoil saat ini bekerja melalui bagian yang menyempit pada tabung venturi, tekanan turun. Bandingkan permukaan atas airfoil dengan bagian menyempit di tabung venturi yang menyempit di bagian tengah dibanding di akhir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Permukaan atas airfoil serupa dengan penyempitan (kerutan) pada tabung venturi (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: II-4)) B. Hukum Newton III Gaya angkat tambahan juga diberikan oleh permukaan bawah bilah rotor ketika udara ditumbuk sehingga mengalir ke bawah. Mengacu pada hukum Newton III, yaitu tentang aksi-reaksi, maka udara yang ditumbuk ke bawah juga memberikan gaya berlawanan (ke atas). Karena udara mirip dengan air, maka penjelasan dari sumber gaya angkat ini dapat dibandingkan dengan kondisi planing (meluncur) ski air. Gaya angkat yang menahan ski air (dan altletnya) adalah gaya yang terjadi dari tekanan impact dan defleksi air di permukaan bawah ski. Pada sebagian besar kondisi terbang, tekanan impact dan defleksi udara di permukaan bawah bilah rotor sangatlah kecil dibandingkan gaya angkat total. Gaya angkat terutama ditimbulkan oleh turunnya tekanan di permukaan atas,

7 II-7 ibanding naiknya tekanan di permukaan bawah. Agar lebish jelasnya pernyataan diatas dapat diilustrasikan pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Gaya yang terjadi pada kondisi terbang Gaya Berat Gaya berat (weight) adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri, awak pesawat, bahan bakar, dan kargo atau bagasi. Weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi. Weight melawan lift (gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gravity dari pesawat. Normalnya, gaya berat telah diketahaui nilainya, misalnya berat helikopter, bahan bakar dan muatan. Untuk mengangkat helikopter lepas landas vertikal, sistem rotor harus dapat menghasilkan gaya angkat yang cukup untuk melawan gaya berat totalnya. Ini dapat dilakukan dengan menaikkan sudut pitch bilah rotor.

8 II-8 Berat helikopter juga dipengaruhi oleh beban aerodinamis. Ketika loadfactor naik. Load factor adalah perbandingan dari gaya yang dihasilkan rotor utama terhadap berat total Gaya Dorong Gaya dorong (thrust) adalah gaya yang dihasilkan oleh mesin atau propeller. Gaya ini kebalikan dari gaya tahan (drag). Sebagai aturan umum, thrust beraksi pararel dengan sumbu longitudinal. Gaya dorong helikopter, seperti halnya gaya angkat, dibentuk oleh rotor utama. Arah gaya dorong bisa ke depan, belakang, samping atau vertikal. Gabungan dari gaya angkat dan gaya dorong menunjukkan arah terbang helikopter. Soliditas adalah rasio antara luas total permukaan bilah (penjumlahan luas semua bilah) terhadap luas piringan rotor (rotor-disc). Besaran ini penting untuk menentukan gaya dorong yang dapat dihasilkan oleh rotor utama. Rotor ekor juga menghasilkan gaya dorong berfungsi menjaga kestabilan direksional, dan untuk mengatur gerak yaw. Ini dilakukan dengan menggunakan kendali pedal (yang mengatur sudut pitch dari bilah di rotor ekor) Gaya Hambat Gaya yang menahan gerak helikopter di udara adalah gaya hambat. Gaya ini selalu sejajar dengan angin relatif. Gaya hambat terdiri atas: gaya hambat profil, imbas, dan parasit. Masing-masing gaya hambat tersebut akan dibahas berikut ini:

9 II-9 A. Gaya Hambat Profil (Profile Drag) Profile drag terbentuk dari gaya gesekan udara di permukaan benda dan dari turbulen yang terbentuk di belakang benda. Gaya ini tidak berubah (besar) terhadap perubahan sudut serang, tetapi berubah seiring kenaikan kecepatan aliran. Profile drag terdiri atas form drag dan friction drag. Form drag terbentuk dari turbulen di belakang benda, karena pelepasan aliran. Besarnya gaya hambat ini tergantung dari ukuran dan bentuk benda. Friction drag terbentuk dari gesekan antara aliran udara dengan permukaan airfoil, dengan kata lain disebabkan kekasaran permukaan airfoil (meskipun permukaan airfoil terlihat licin secara kasat mata, namun sebenarnya kasar jika ditinjau secara mikroskopik). Adanya gesekan udara dengan permukaan yang kasar ini terwujud dalam bentuk daerah batas (boundary layer). Pada Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa aliran udara melalui berbagai jenis bentuk. Tiap bentuk memiliki harga gaya hambat yang berbeda akibat bentuk aliran yang dihasilkan disebabkan bentuk benda. Gambar 2.7 Aliran udara melalui berbagai jenis bentuk (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: II-5)) B. Gaya Hambat Imbas (Induced Drag) Gaya hambat imbas, atau induced drag terbentuk dari gaya angkat total. Komponen gaya angkat total yang searah dengan angin relatif adalah gaya hambat imbas. Pembentukan gaya hambat imbas adalah dari komponen gaya angkat total. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.8.

10 II-10 Gambar 2.8 Pembentukan gaya hambat imbas (Sumber: Federal Aviation Administration (2003:II- 6)) C. Gaya Hambat Parasit (Parasite Drag) Gaya hambat parasit adalah gaya hambat yang ditimbulkan oleh semua komponen helikopter, selain komponen penghasil lift. Misalnya kabin, tiang rotor, dan landing gear menyebabkan gaya hambat parasit. Gaya hambat ini bertambah seiring bertambahnya kecepatan terbang. D. Gaya Hambat Total Gaya hambat total adalah gabungan dari ketiga jenis gaya hambat. Seiring naiknya kecepatan, parasite drag naik, induced drag turun dan profile drag cenderung tetap. Apabila kurva ketiganya dijumlahkan, maka terbentuk kurva gaya hambat total. Pada suatu kecepatan tertentu, total drag menjadi minimum. Pada titik ini helikopter mencapai puncak prestasi terbang, yaitu disebut titik L/D max. Kurva gaya hambat total, merupakan gabungan dari profile drag, induced drag, dan parasite drag yang digambarkan terhadap kecepatan. Terlihat pada gambar 2.9.

11 II-11 Gambar 2.9 Kurva gaya hambat total (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: II-5)) Terbang Mengambang (Hovering Flight) Pada bahasan tentang hover, kita gunakan batasan standar yaitu tidak ada angin. Selama terbang hover (mengambang), helikopter menjaga posisinya pada suatu titik, biasanya beberapa meter di atas tanah. Pada saat hover, gaya angkat dan gaya dorong bekerja lurus ke atas, sementara gaya berat dan gaya hambat bekerja lurus ke bawah dapat dilihat pada gambar Selama hover, tinggi terbang dapat diatur dengan mengatur gaya dorong rotor utama. Gaya dorong rotor utama ini dapat diatur dengan mengatur/mengubah sudut serang, yang dilakukan dengan mengatur power sesuai kebutuhan. Dalam kasus ini gaya dorong bekerja searah dengan gaya angkat. Gaya berat yang harus diangkat adalah gaya berat total helikopter berikut muatannya. Jika jumlah gaya dorong lebih besar dari gaya berat, maka helikopter akan bertambah ketinggiannya, sebaliknya jika kurang dari gaya berat, maka helikopter berkurang ketinggiannya. Gaya hambat yang terjadi sebagian besar adalah induced drag, yang terjadi sebagai imbas dari timbulkan gaya angkat. Selain itu, gaya hambat profil juga terjadi karena gerak bilah berputar di udara. Dalam bahasan ini, kata drag (gaya hambat) selanjutnya mengacu pada gaya hambat induced plus gaya hambat profil. Konsekuensi terbentuknya gaya dorong akibat putaran rotor adalah torsi. Ketika rotor berputar berlawanan jarum jam, maka timbul torsi di badan helikopter dalam arah searah jarum jam. Besarnya torsi sebanding dengan

12 II-12 besarnya daya yang digunakan memutar rotor. Ingat bahwa daya putar sebanding dengan torsi. Gambar 2.10 Gaya angkat dan gaya dorong bekerja lurus ke atas, gaya berat dan gaya hambat bekerja lurus ke bawah (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: III-1)) Ketidaksimetrisan Gaya Angkat (Dissymmetry of Lift) Ketika helikopter terbang maju di udara, aliran udara relatif di sisi maju (advancing side) berbeda dengan di sisi mundur (retreating side). Angin relatif di sisi maju kecepatannya naik oleh kecepatan maju helikopter, sementara angin relatif di sisi mundur kecepatannya turun oleh kecepatan maju helikopter. Karenanya, akibat dari perbedaan ini adalah gaya angkat di sisi maju lebih besar dibanding di sisi mundur. Peristiwa ini disebut sebagai ketidak simetrisan gaya angkat (dissymmetry of lift). Jika kondisi ini dibiarkan, maka pada helikopter yang putaran rotornya berlawanan jarum jam akan mengalami roll ke kiri, karena gaya angkat sisi kanan lebih besar dari sisi kiri. Pada kenyataanya, bilah rotor dapat mengepak (flap) dan feather secara otomatis untuk menjaga keseimbangan gaya angkat di piringan rotor. Pada rotor dengan artikulasi penuh, biasanya terdiri dari 3 atau lebih bilah, memiliki engsel horisontal (engsel flap) yang membuat setiap bilah dapat mengepak ke atas atau ke bawah. Pada rotor dengan sistem semi rigid, terdapat teetering hinge yang membuat bilah mengepak ke atas atau ke bawah seperti jungkat-jungkit. Seperti terlihat pada gambar 2.11, ketika bilah rotor mencapai sisi

13 II-13 maju (A), dia mencapai kecepatan kepak ke atas maksimum. Ketika bilah mengepak ke atas, maka sudut antara garis chord dengan angin relatif total menjadi berkurang. Ini mengurangi sudut serang yang berakibat mengurangi gaya angkat yang dihasilkannya. Pada posisi (C), bilah mencapai kecepatan kepak ke bawah maksimum, sehingga sudut serangnya bertambah. Akibatnya gaya angkat yang dihasilkan bertambah. Gambar 2.11 Gabungan antara kepak ke atas (menurunkan lift) dan kepak ke bawah (menaikkan lift), menyeimbangkan gaya angkat di piringan rotor untuk mengatasi disimetris gaya angkat. (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: III-7)) 2.2 Helikopter Coaxial Coaxial rotor pada umumnya memiliki kelebihan, membuat agar penerbangan lebih stabil. Ketika merancang sebuah helikopter rotor tunggal, perancang harus memastikan bahwa torsi yang dihasilkan oleh rotor utama diimbangi oleh rotor ekor. Jika tidak, tubuh pesawat akan berputar berlawanan dengan arah rotasi dari situasi rotor hal ini sangat penting dan berbahaya. Dalam desain coaxial, rotor ditumpuk berubah dalam arah yang berlawanan, menghilangkan torsi satu sama lain untuk menghasilkan kondisi penerbangan stabil.[5] Menurut Kasjanikov dalam Coleman (1997: 12)[13] fitur helikopter coaxial lebih efisien dibanding single rotor pada saat hovering karena helikopter coaxial tidak menggunakan tail rotor dan memiliki aerodinamika yang sama.

14 II-14 Besaran efisiensi berhubungan dengan efek dari rotor. Penambahan efektifitas pada area cakram disebabkan oleh aliran udara yang tidak terganggu dan hal tersebut dapat mengurangi gelombang udara yang berulak. Penjelasan di atas terlihat pada gambar Gambar 2.12 Ilustrasi penambahan efektifitas pada helikopter coaxial (Sumber: Coleman (1997: 12))

15 II-15 A. Kelebihan Helikopter Coaxial 1. Rendahnya Berat kosong Rendahnya berat kosong pada helikopter coaxial disebabkan karena helikopter coaxial tidak menggunakan tailboom pada fuselage dan juga sederhananya transmisi dari helikopter coaxial yang sederhana hal ini disebabkan karena helikopter coaxial tidak perlu menggunakan transmisi untuk mengatur putaran tail rotor. 2. Kesederhanaan Pada Sistim Rotor Pada helikopter coaxial memiliki kesederhanaan sistem kendali rotor dikarenakan pada sistem kendali rotor helikopter coaxial tidak perlu menggunakan perangkat mekanika penyetabil. 3. Efisiensi Aerodinamika Pada kontra rotasi yang dimiliki coaxial rotor memiliki pengurangan power yang lebih kecil dibandingkan single rotor. Dikarenakan pada helikopter coaxial dapat menghilangkan ketidakseragaman gaya angkat. B. Kelemahan Helikopter Coaxial Kelemahan helikopter coaxial adalah perlunya penambahan mekanika yang lebih kompleks untuk rotor hub. 2.3 Dasar Perancangan Helikopter Sistem Rotor Sistem rotor pada helikopter adalah sebagai berikut: a. Sistem Fully Articulated (Sistem Artikulasi Penuh) Pada sistem artikulasi penuh, setiap bilah terpasang melalui beberapa rangkaian engsel, seperti tampak pada gambar Engsel-engsel ini menyebabkan tiap bilah dapat bergerak bebas satu sama lain. Sistem artikulasi penuh umumnya terdiri atas tiga bilah atau lebih.

16 II-16 Engsel horisontal, disebut sebagai flapping-hinge (engsel-kepak), menyebabkan bilah dapat bergerak ke atas dan ke bawah. Gerakan ini disebut sebagai flapping (kepakan) dan dirancang untuk mengimbangi ke-taksimetris-an gaya angkat. Gambar 2.13 Sistem artikulasi penuh (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: V-4)) Setiap bilah pada sistem artikulasi penuh dapat melakukan feather, flap dan drag (lead/lag) secara bebas satu sama lain. Engsel kepak dapat dibuat pada jarak tertentu dari pusat rotor, dan dapat dibuat lebih dari satu engsel. Engsel vertikal, disebut sebagai lead/lag-hinge atau drag-hinge (engselmaju/mundur atau engsel-hambat), membuat bilah dapat bergerak maju dan mundur. Gerakan ini disebut sebagai lead/lag atau drag atau hunting. Untuk mengatasi gerak maju dan mundur bilah yang berlebihan maka digunakan dampers (peredam). Kegunaan engsel-hambat dan damper ini adalah untuk mengimbangi terjadinya perlambatan atau percepatan karena efek Coriolis. Setiap bilah juga dapat bergerak feather, yaitu berputar pada sumbu span. Gerak feather berarti mengubah sudut pitch bilah. Dengan mengubah sudut pitch bilah, maka besar gaya angkat dan arah bidang putar rotor juga dapat berubah. b. Sistem Semi-Rigid Pada sistem semi-rigid, teetering hinge menyebabkan bilah dapat mengepak sebagai satu kesatuan. Sistem rotor utama semi-rigid biasanya terdiri atas dua bilah yang terpasang kaku pada pusat/penghubung rotor. Pusat rotor

17 II-17 dapat bergerak miring dengan bebas terhadap poros rotor pada engsel yang disebut teetering-hinge. Ini membuat bilah dapat mengepak bersamaan sebagai sebuah unit. Ketika bilah yang satu mengepak ke atas, maka bilah yang lain mengepak ke bawah. Karena tidak ada engsel hambat (engsel vertikal), maka gaya maju/mundur diredam oleh tekukan bilah. Pada sisi atas terdapat static-stop untuk mencegah getaran yang berlebihan dari kepakan bilah ketika bilah dihentikan. Untuk lebih jelas lihat gambar Gambar 2.14 Sistem semi-rigid (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: V-5)) c. Sistem Rigid Pada sistem rigid, bilah, penghubung dan tiang rotor terpasang kaku satu sama lain. Tidak ada engsel horisontal maupun vertikal sehingga bilah tidak dapat melakukan kepakan atau maju/mundur, tetapi dapat melakukan feathering. Gaya kepak dan maju/mundur diserap oleh tekukan bilah. d. Perakitan Swash-Plate Kegunaan dari swash-plate adalah untuk mengirimkan input kendali dari kendali kolektif dan siklik ke bilah rotor utama. Ini terdiri dari dua bagian utama: stationary swash-plate dan rotating swash-plate. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.15.

18 II-18 Gambar 2.15 Swash-plate (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: V-6)) Kendali input Kolektif dan siklik ditransmisikan ke plat berdebur statik oleh batang kendali, menyebabkan ia miring atau bergeser vertikal. Pitch-link yang terpasang pada piringan berdebur berputar ke pitch-horn pada hub rotor mengirimkan pergerakan ini ke bilah. Pelat berdebur diam dipasang di sekitar tiang rotor utama dan terhubung dengan kendali siklik dan kolektif dengan serangkaian pushrods. Pelat ini bertahan tidak berputar tetapi mampu miring ke segala arah dan bergerak secara vertikal. Swash-plate berputar dipasang pada swash-plate diam dengan menggunakan bantalan/bearing dan dapat berputar bersama tiang rotor. Kedua swash-plate ini bergerak miring atau bergeser ke atas dan ke bawah sebagai satu unit. swash-plate berputar tersambung ke pitch-horn oleh pitch. e. Sistem Campuran Sistem rotor modern dapat berupa gabungan prinsip-prinsip sistem rotor yang disebutkan di atas. Beberapa hub rotor menggunakan hub fleksibel, yang memungkinkan untuk tekukan bilah tanpa memerlukan bantalan atau engsel. Sistem ini disebut flextures, biasanya dibuat dari bahan komposit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.16.

19 II-19 Gambar 2.16 Contoh sistem rotor campuran (eurocopter starflex dan bell soft-inplane) (Sumber: Federal Aviation Administration (2003: V-5)) 2.3 CFD Fluent Computional Fluid Dynamics (CFD) merupakan salah satu cara penggunaan computer untuk menghasilkan informasi tentang bagaimana aliran fluida. CFD menggabungkan berbagai ilmu dasar teknologi diantaranya matematika, ilmu computer, teknik dan fisika. Semua ilmu disiplin tersebut digunakan untuk pemodelan atau stimulasi aliran fluida. (Kholaas (2011: II- 18)).[6] Dalam penggunaan CFD, banyak keuntungan yang akan didapatkan. Salah satunya adalah kemudahan dalam hal mendapatkan informasi dari analisa yang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi bila dilakukan secara manual, juga mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, kontur, bahkan animasi. Prinsip CFD adalah menggunakan metode penghitungan (numeric) yang mengkhususkan pada fluida, dimana sebuah control dimensi, luas, serta volume

20 II-20 dengan memanfaatkan komputasi computer maka dapat dilakukan perhitungan pada tiap-tiap elemennya. Pada pengerjaan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan perangkat lunak Autodesk Inventor Professional 2010 dan GAMBIT (Geometry And Meshing Building Intelligent Toolkit) sebagai alat bantu untuk membuat model CFD serta software Fluent sebagai program untuk melakukan Computional Fluid Dynamics sehingga dapat mempermudah menganalisa sifat aerodinamika serta melakukan simulasi aliran fluida yang terjadi pada helikopter coaxial BASTER B Simulasi aliran dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran akan pola aliran dan kondisi fluida yang terjadi. Berikut ini adalah urutan yang dilakukan pada proses CFD. Proses CFD tersebut dapat dilihat pada gambar Gambar 2.17 Urutan yang dilakukan pada proses CFD

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika PESAWAT TERBANG Dengan mempelajari bagaimana pesawat bisa terbang Anda akan mendapatkan kontrol yang lebih baik atas UAV Anda. Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika Empat gaya aerodinamik yang

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36))

Gambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36)) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umunya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turbin Angin Bila terdapat suatu mesin dengan sudu berputar yang dapat mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik maka disebut juga turbin angin. Jika energi

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pengujian

Bab IV Analisis dan Pengujian Bab IV Analisis dan Pengujian 4.1 Analisis Simulasi Aliran pada Profil Airfoil Simulasi aliran pada profil airfoil dimaskudkan untuk mencari nilai rasio lift/drag terhadap sudut pitch. Simulasi ini tidak

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar (straight and level flight). Serta dalam keadaan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG Oleh: 1. Dewi Ariesi R. (115061105111007) 2. Gamayazid A. (115061100111011) 3. Inggit Kresna (115061100111005) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING TIPE GLIDER AKIBAT LAJU ALIRAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Ricky Surya Miraza 1, Ikhwansyah

Lebih terperinci

STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT

STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT 6.2.16 Skripsi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerodinamika merupakan ilmu dasar ketika membahas tentang prinsip pesawat terbang. Dan salah satu pembahasan dalam ilmu aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai

Lebih terperinci

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM M. MIRSAL LUBIS Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Blade Falon Dasar dari usulan penelitian ini adalah konsep turbin angin yang berdaya tinggi buatan Amerika yang diberi nama Blade Falon. Blade Falon merupakan desain sudu turbin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI . (2.1)

BAB II DASAR TEORI . (2.1) 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Bernoulli Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... TAKARIR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat

BAB I PENDAHULUAN. pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bila berbicara mengenai masalah aerodinamika, maka dalam pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat pembahasan mengenai dinamika fluida.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Airfoil Sebuah airfoil atau aerofoil, dalam Bahasa Inggris merupakan sebuah bentuk profil melintang dari sebuah sayap, blade, atau turbin. Bentuk ini memanfaatkan fluida yang

Lebih terperinci

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 Raden Gugi Iriandi 1, FX. Djamari 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAK Ketika helikopter

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT M. Fajri Hidayat Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Email : fajri17845@gmail.com ABSTRAK Analisa

Lebih terperinci

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit I Oktober 213 Terbit 71 halaman Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Catur Setyawan K 1., Djoko Sardjadi 2

Lebih terperinci

Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator

Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator Nafiatun Nisa dan Sutardi

Lebih terperinci

STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT

STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT TUGAS AKHIR STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT Disusun: EDIEARTA MOERDOWO NIM : D200 050 012 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesawat Terbang Pesawat terbang adalah sebuah alat yang dibuat dan dalam penggunaannya menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan sebagai benda-benda

Lebih terperinci

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang 1. Pendahuluan Pesawat terbang modern sudah menggunakan mesin jet, namun prinsip terbangnya masih menggunakan ilmu gaya udara seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 SUBYEK PENELITIAN Pengerjaan penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan truk dengan penambahan pada bagian atap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil itu sendiri. Airfoil pada pesawat terbang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PENELITIAN Sebelumnya telah ada dilakukan penelitian-penelitian mengenai analisa CFD pada sayap pesawat. Hidayat, M (2012) melakukan penelitian pada airfoil NACA 0021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah manufaktur pesawat terbang, desain dan analisis awal sangatlah dibutuhkan sebelum pesawat terbang difabrikasi menjadi bentuk nyata sebuah pesawat yang

Lebih terperinci

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga TAKARIR Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik Software : Perangkat lunak Drag Force : Gaya hambat Lift Force : Gaya angkat Angel Attack : Sudut serang Wind Tunnel : Terowongan angin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umumnya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang

Lebih terperinci

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir.

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir. STUDI NUMERIK PENGARUH KELENGKUNGAN SEGMEN KONTUR BAGIAN DEPAN TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI AIRFOIL TIDAK SIMETRIS ( DENGAN ANGLE OF ATTACK = 0, 4, 8, dan 12 ) Dosen Pembimbing Dr. Ir.

Lebih terperinci

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm Simulasi dan Perhitungan Spin Roket... (Ahmad Jamaludin Fitroh et al.) SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 00 mm Ahmad Jamaludin Fitroh *), Saeri **) *) Peneliti Aerodinamika, LAPAN

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN AIRFOIL SAYAP PESAWAT

PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN AIRFOIL SAYAP PESAWAT Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 6 Mei 009 PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012 DENGAN ANSYS FLUENT

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012 DENGAN ANSYS FLUENT ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012 DENGAN ANSYS FLUENT M. Fajri Hidayat Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Email : fajri17845@gmail.com ABSTRACT Performance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah laut Indonesia mencapai 70% dari luas total wilayah Indonesia. Hal ini menjadi tugas besar bagi TNI

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Gunawan Wijiatmoko 1) Meedy Kooshartoyo 2) 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Glider (salah satu pendekatan cara terbang burung)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Glider (salah satu pendekatan cara terbang burung) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di masa lalu, banyak orang berusaha memahami bagaimana burung dapat mengambang di udara. Mereka ingin tahu bagaimana burung yang lebih berat dari udara dapat mengalahkan

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Kompresor Aksial Kompresor aksial merupakan salah satu tipe kompresor yang tergolong dalam rotodynamic compressor, dimana proses kompresi di dalamnya dihasilkan dari efek dinamik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Aliran tak-termampatkan

BAB II DASAR TEORI Aliran tak-termampatkan 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Bernoulli Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE FUNGSI TRANSFER PADA ANALISIS KARAKTERISTIK GETARAN BALOK KOMPOSIT (BAJA DAN ALUMINIUM) DENGAN SISTEM TUMPUAN SEDERHANA

APLIKASI METODE FUNGSI TRANSFER PADA ANALISIS KARAKTERISTIK GETARAN BALOK KOMPOSIT (BAJA DAN ALUMINIUM) DENGAN SISTEM TUMPUAN SEDERHANA APLIKASI METODE UNGSI TRANSER PADA ANALISIS KARAKTERISTIK GETARAN BALOK KOMPOSIT (BAJA DAN ALUMINIUM) DENGAN SISTEM TUMPUAN SEDERHANA Naharuddin, Abdul Muis Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air

Lebih terperinci

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA Penjelasan pada bab ini akan diawali dengan deskripsi perangkat lunak X-Plane yang digunakan sebagai alat bantu pada rancang bangun sistem rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

ANALISIS AERODINAMIKA

ANALISIS AERODINAMIKA ANALISIS AERODINAMIKA PADA SAYAP PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) MUHAMAD MULYADI Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Abstraksi Karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS Berdasarkan pemodelan aliran, telah diketahui bahwa penutupan LCV sebesar 3% mengakibatkan perubahan kondisi aliran. Kondisi yang paling penting untuk dicermati adalah

Lebih terperinci

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA Teddy Nurcahyadi*, Sudarja** Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *H/P:085643086810,

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Astu Pudjanarsa Laborotorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS

Lebih terperinci

SIMULASI AERODINAMIS DAN TEGANGAN PROPELER PESAWAT TIPE AIRFOIL NACA M6 MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN (94% Al-6% Mg)

SIMULASI AERODINAMIS DAN TEGANGAN PROPELER PESAWAT TIPE AIRFOIL NACA M6 MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN (94% Al-6% Mg) SIMULASI AERODINAMIS DAN TEGANGAN PROPELER PESAWAT TIPE AIRFOIL NACA M6 MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN (94% Al-6% Mg) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL Presentasi Tesis PERANCANGAN KONTROL NON-LNER UNTUK KESTABLAN HOVER PADA UAV TRCOPTER DENGAN SLDNG MODE CONTROL RUDY KURNAWAN 2211202009 Dosen Pembimbing: DR. r. Mochammad Rameli r. Rusdhianto Effendie

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID

Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID Mokhamad Khozin-2207100092 Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan, Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. HUKUM-HUKUM GERAK NEWTON Beberapa Definisi dan pengertian yang berkaitan dgn hukum gerak newton

Lebih terperinci

BAGIAN III: PRAKTIK & KEMAJUAN Pastikan Anda berlatih sampai Anda yakin pada langkah sebelum Anda melanjutkan ke langkah berikutnya.

BAGIAN III: PRAKTIK & KEMAJUAN Pastikan Anda berlatih sampai Anda yakin pada langkah sebelum Anda melanjutkan ke langkah berikutnya. RC Helicopter Flying Tips BAGIAN I: PROFIL Penting saran untuk belajar terbang helikopter model cepat, aman dan tanpa menabrak setiap minggu: 1. Mengundang flyer berpengalaman untuk membantu Anda: Menyiapkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. HALAMAN PENGESAHAN. PERNYATAAN. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Energi Angin Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga zat tersebut mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya dikenal banyak jenis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Potensi Energi Air Potensi energi air pada umumnya berbeda dengaan pemanfaatan energi lainnya. Energi air merupakan salah satu bentuk energi yang mampu diperbaharui karena sumber

Lebih terperinci

Desain Turbin Angin Sumbu Horizontal

Desain Turbin Angin Sumbu Horizontal Desain Turbin Angin Sumbu Horizontal A. Pendahuluan Angin merupakan sumberdaya alam yang tidak akan habis.berbeda dengan sumber daya alam yang berasal dari fosil seperti gas dan minyak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi PENGGAMBARAN MODEL Pemilihan Pitch Propeller (0,2 ; 0,4 ; 0,6) SIMULASI CFD -Variasi

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC Abstraksi Tugas Akhir ini disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada. kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada. kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara disepanjang bentuk body mobil. Streamline adalah

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS 4.1 Pengujian Turbin Angin Turbin angin yang telah dirancang, dibuat, dan dirakit perlu diuji untuk mengetahui kinerja turbin angin tersebut. Pengujian yang dilakukan

Lebih terperinci

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar.

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. 1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. Berdasar gambar diatas, diketahui: 1) percepatan benda nol 2) benda bergerak lurus beraturan 3) benda dalam keadaan diam 4) benda akan bergerak

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar Bab II Ruang Bakar Sebelum berangkat menuju pelaksanaan eksperimen dalam laboratorium, perlu dilakukan sejumlah persiapan pra-eksperimen yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pedoman

Lebih terperinci

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN ANALISA PENGARUH TAPER RASIO TERHADAP EFISIENSI AERODINAMIKA DAN EFEKTIFITAS TWIST ANGLE PADA DESAIN SAYAP SEKELAS CESSNA 162 MENGGUNAKAN SOFTWARE FLUENT Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Lintang Madi Sudiro (2106100130) Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,Surabaya 60111,email:lintangm49@gmail.com

Lebih terperinci

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi I.1 Pendahuluan Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Dalam mekanika teknik,

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH GAYA GELOMBANG LAUT TERHADAP PEMBANGKITAN GAYA THRUST HYDROFOIL SERI NACA 0012 DAN NACA 0018

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH GAYA GELOMBANG LAUT TERHADAP PEMBANGKITAN GAYA THRUST HYDROFOIL SERI NACA 0012 DAN NACA 0018 Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 213 STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH GAYA GELOMBANG LAUT TERHADAP PEMBANGKITAN GAYA THRUST HYDROFOIL SERI NACA 12 DAN NACA 18 Ika Nur Jannah 1*) dan Syahroni Hidayat

Lebih terperinci

Analisa Aliran Fluida Akibat Kerusakan 3 Blade Pada Induced Draft Fan

Analisa Aliran Fluida Akibat Kerusakan 3 Blade Pada Induced Draft Fan 1 Analisa Aliran Fluida Akibat Kerusakan 3 Blade Pada Induced Draft Fan Tambunan, A. S. 1), Arief, I. S. 2) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel

Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 G-372 Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel Danang Priambada, Aries Sulisetyono Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si DINAMIKA Rudi Susanto, M.Si DINAMIKA HUKUM NEWTON I HUKUM NEWTON II HUKUM NEWTON III MACAM-MACAM GAYA Gaya Gravitasi (Berat) Gaya Sentuh - Tegangan tali - Gaya normal - Gaya gesekan DINAMIKA I (tanpa gesekan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan energi angin di Indonesia masih sangat kecil, baik yang dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik ataupun untuk menggerakkan peralatan mekanis seperti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Turbin Angin Turbin angin adalah suatu sistem konversi energi angin untuk menghasilkan energi listrik dengan proses mengubah energi kinetik angin menjadi putaran mekanis rotor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. Teori Gelombang II.. Karateristik Gelombang Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman air dimana gelombang tersebut

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-13 Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin Rahmat Taufiqurrahman dan Vivien Suphandani

Lebih terperinci

Analisa Sudut Serang Hidrofoil Terhadap Gaya Angkat Kapal Trimaran Hidrofoil Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamics (Cfd)

Analisa Sudut Serang Hidrofoil Terhadap Gaya Angkat Kapal Trimaran Hidrofoil Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamics (Cfd) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-402 Analisa Sudut Serang Hidrofoil Terhadap Gaya Angkat Kapal Trimaran Hidrofoil Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamics

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR

UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR JURNAL TEKNIK VOL. 5 NO. 2 /OKTOBER 2015 UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Jl.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Energi Angin

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Energi Angin BAB DASAR TEORI.1 Energi Angin Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga zat tersebut mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya dikenal banyak jenis energi.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 1 STUDI EKSPERIMEN DAN NUMERIK ALIRAN DIDALAM RECTANGULAR ELBOW 90 o YANG DILENGKAPI DENGAN ROUNDED LEADING AND TRAILING EDGES GUIDE VANE Studi Kasus Untuk Bilangan Reynolds, Re Dh = 2,1 x 10 4 Adityas

Lebih terperinci

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel). BAB IV DINAMIKA PARIKEL A. SANDAR KOMPEENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel). B. KOMPEENSI DASAR : 1. Menjelaskan Hukum Newton sebagai konsep dasar

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINEMATIKA = Ilmu gerak Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder

Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder Bismil Rabeta*, Mufti Arifin, Syarifah Fairuza Prodi Teknik Penerbangan, Fakultas Teknologi Kedirgantaraan, Universitas Suryadarma

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN 4.1 Data Penelitian Pada metode ini, udara digunakan sebagai fluida kerja, dengan spesifikasi sebagai berikut: Asumsi aliran steady dan incompressible. Temperatur

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Konsumsi tenaga listrik Indonesia... 1 Gambar 2.1 Klasifikasi aliran fluida... 6 Gambar 2.2 Daerah aliran inviscid dan aliran viscous... 7 Gambar 2.3 Roda air kuno... 10 Gambar

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

BAB IV PROSES SIMULASI

BAB IV PROSES SIMULASI BAB IV PROSES SIMULASI 4.1. Pendahuluan Di dalam bab ini akan dibahas mengenai proses simulasi. Dimulai dengan langkah secara umum untuk tiap tahap, data geometri turbin serta kondisi operasi. Data yang

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON B A B B A B

HUKUM NEWTON B A B B A B Hukum ewton 75 A A 4 HUKUM EWTO Sumber : penerbit cv adi perkasa Pernahkah kalian melihat orang mendorong mobil yang mogok? Perhatikan pada gambar di atas. Ada orang ramai-ramai mendorong mobil yang mogok.

Lebih terperinci

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN ANALISIS OPTIMASI TEBAL RIB SAYAP PESAWAT WIG IN GROUND EFFECT 2 SEAT DENGAN FEM Bayu Handoko 1, H. Abu Bakar 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAKSI Pada

Lebih terperinci

SASARAN PEMBELAJARAN

SASARAN PEMBELAJARAN 1 2 SASARAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu menyelesaikan persoalan gerak partikel melalui konsep gaya. 3 DINAMIKA Dinamika adalah cabang dari mekanika yang mempelajari gerak benda ditinjau dari penyebabnya.

Lebih terperinci

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Di dalam merencanakan suatu alat perlu sekali memperhitungkan dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan, apakah bahan tersebut sudah sesuai dengan

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius Bambang Arip Dwiyantoro*, Vivien Suphandani dan Rahman Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Metode Kendali Umpan Maju Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada fenomena berkendara ketika berbelok, dimana dilakukan pemodelan matematika yang

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

Adanya Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang bisa diaplikasikan di daerah pemukiman tersebut tanpa melalui taman nasional

Adanya Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang bisa diaplikasikan di daerah pemukiman tersebut tanpa melalui taman nasional 1 2 Kondisi daerah pemukiman sekitar pantai bandealit yang sampai saat ini belum teraliri listrik PLN dan hanya mengandalkan Genset yang hidup 4 jam dalam sehari Kondisi daerah pantai Bandealit yang dikelilingi

Lebih terperinci