BOROBUDUR SEBAGAI MANDALA : MASA LALU DAN MASA KINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BOROBUDUR SEBAGAI MANDALA : MASA LALU DAN MASA KINI"

Transkripsi

1 Borobudur Sebagai Mandala : 123 BOROBUDUR SEBAGAI MANDALA : MASA LALU DAN MASA KINI Oleh : Daud Aris Tanudirjo Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada SSejak dimunculkan kembali pada tahun 1814, rasanya Candi Borobudur tidak pernah lepas dari kontroversi. Walaupun begitu banyak ahli telah mencoba mengungkap makna yang ada di balik candi Buddhis terbesar di belahan bumi selatan ini, masih cukup banyak hal yang belum terpecahkan. Candi Borobudur adalah layaknya teks yang tidak ada henti untuk ditafsirkan. Pemahaman terhadap teks tentu saja tidak dapat lepas dari bagaimana teks itu dimengerti dalam konteks tertentu, baik itu konteks waktu, ruang, dan suasana pikiran orang yang mencoba memahaminya. Sifat inilah yang memungkinkan tidak hanya satu pemahaman yang dapat diperoleh tentang suatu teks, tetapi bisa jadi ada beragam pemahaman yang dapat dihasilkan (lebih jauh baca Buchli, 1995). Karena itu, keragaman tafsir tentang makna dan fungsi Candi Borobudur menjadi suatu hal yang wajar. Masalahnya, apakah perbedaan tafsir itu harus dibiarkan ataukah harus dicari mana yang lebih dapat diterima? Yang seringkali terjadi, orang akan selalu mencari mana yang paling benar dan ia akan cenderung merasa bahwa Candi Borobudur setelah pemugaran van Erp

2 124 Borobudur Sebagai Mandala : apa yang menurutnya benar adalah jawaban yang paling benar. Akibatnya, ada saja orang yang merasa harus ada kebenaran tunggal, atau harus ada yang salah dan yang benar. Padahal, dalam kaitan dengan pemaknaan di 'masa lampau' tentu kebenaran tunggal itu sulit dicapai. Masa lampau sudah lewat dan sebagian data yang terkait dengan masa lampau tidak lagi lengkap sampai kepada kita. Karena itu, menemukan makna sesungguhnya di masa lalu bukan pekerjaan mudah. Pemugaran Candi Borobudur secara fisik sebagaimana dilakukan oleh van Erp seratus Candi Borobudur dilihat dari atas tahun yang lalu memang bukan pekerjaan mudah. Namun, yang lebih sulit lagi adalah 'pemugaran' makna Candi Borobudur di masa lampau. Bahkan, banyak pakar yang meyakini bahwa menemukan kembali kenyataan pemaknaan masa lampau hampir pasti tidak mungkin. Yang sesungguhnya terjadi adalah upaya memahami pemaknaan di masa lampau dari perspektif masa kini (Shank and Hodder, 1995; Koerner and Price, 2008). Pemahaman tentang masa lampau tidak dapat hanya digantungkan pada satu pendekatan atau pendapat. Sebaliknya, pemahaman yang lebih baik akan dapat dicapai dengan saling mengisi antar beragam pendapat yang berbeda. Untuk mengetahui apakah pemahaman itu bersifat relatif atau obyektif tentu harus ditimbang pula dengan keseluruhan pengetahuan yang digunakan dalam proses memahami masalah itu sendiri (Wylie, 2002). Kerangka pikir inilah yang hendak digunakan dalam tulisan tentang Candi Borobudur sebagai mandala ini. Pertanyaan tentang apakah Candi Borobudur adalah suatu mandala sebenarnya sudah lama menjadi topik diskusi para pakar. Setidaknya pada tahun 1933, pertanyaan itu telah dijadikan judul artikel oleh W.F. Stutterheim yang menulis di majalah Djawa. Sejak itu, diskusi tentang fungsi Candi Borobudur sebagai mandala terus berkembang, sehingga akhirnya

3 Borobudur Sebagai Mandala : 125 lebih banyak pakar yang meyakini bahwa Candi memakai diagram ini untuk membantu Borobudur memang mandala (a.l. Stutterheim, konsentrasi. Dalam konteks ini, mandala 1956; Bernet-Kempers, 1976; Miksic, 1990). dianggap sebagai pusat kekuatan psikis. Dalam Namun, keraguan tentang fungsi Candi konteks yang lain, secara lebih luas mandala Borobudur dimunculkan kembali oleh sarjana juga diartikan sebagai suatu medan yang Belanda Marijke Klokke antara lain dalam disucikan. Medan ini dipisahkan dari wilayah presentasinya di Pertemuan Ilmiah Arkeologi di profan dengan jajaran tokoh-tokoh magis di Cipanas tahun Meskipun telah ditanggapi tempat-tempat tertentu dan 'penjaga' pintu dengan baik oleh Miksic (2010), keraguan itu masuknya. Bagian-bagian yang ditandai khusus memancing gagasan untuk mencoba pada mandala itu dipercayai ditempati oleh meluaskan pembahasan konsep Candi dewa tertentu atau sebagai tempat kedudukan Borobudur sebagai mandala yang tidak hanya para dewa (surga, istana, altar). Karena itu, di terbatas pada penafsirannya untuk masa bagian yang ditandai itu sering terdapat gambar lampau tetapi juga penafsirannya di masa kini. dewa, tokoh, atau lambangnya. Pengertian yang tidak jauh berbeda PENGERTIAN MANDALA dikemukakan oleh Grover (1980), ketika ia membahas arsitektur Hindu dan Budhis. Pada intinya, mandala berarti lingkaran. Menurut pakar ini, mandala sesungguhnya Namun, dalam penerapannya, konsep ini diberi adalah bentuk geometris yang paling hakiki dan makna kontekstual yang berbeda-beda. Dalam dasar dari bentuk yang lain, yaitu bentuk persegi Hindu World, an Encyclopedic Survey of dan lingkaran. Untuk mendirikan bangunan suci Hinduism (Walker, 1983), misalnya, disebutkan para dewa, tidak ada bentuk dasar yang paling bahwa mandala lebih banyak dipahami sebagai sesuai selain kedua bentuk dasar ini. Karena itu, diagram simbolis yang terdiri atas bentuk- denah bangunan suci untuk para dewa selalu bentuk persegi, segitiga, labirin, permata, atau menggunakan konsep mandala. Dalam konteks suluran yang ada dalam suatu lingkaran. arsitektur, bentuk persegi lebih banyak Diagram ini seringkali dilukiskan di atas kertas digunakan pada bangunan hinduistik, atau tanah, atau digoreskan dan dipahatkan sedangkan bentuk lingkaran lebih banyak pada lembaran logam, batu, kayu, tulang, atau digunakan pada bangunan budhis. Namun, media lain. Orang yang ingin bermeditasi dapat pada dasarnya kedua bentuk itu akan menjadi

4 126 Borobudur Sebagai Mandala : rujukan utama dalam setiap karya arsitektur, tinggal di Gunung Meru dan sekaligus juga hinduistik maupun budhis, sehingga menjadi menganggap dirinya sebagai devaraja. Sebagai dasar apa yang disebut sebagai Vastupurush- pemimpin utama, maharaja akan dikelilingi mandala, yang secara hurufiah dapat diartikan sejumlah pejabat yang sebagian tentunya 'skema magi untuk arsitektur Manusia Utama'. adalah para penguasa wilayah bawahan yang Berbagai paduan bentuk dasar dalam berada di sekitar pusat kerajaan. Struktur Vastupurushmandala ini nantinya menjadi hubungan inilah yang kemudian dipahami juga pangkal pedoman bagi para arsitektur India sebagai konsep mandala. Dalam konteks ini, untuk menghasilkan desain bangunan yang Wolter (1982) memahami mandala sebagai rumit dan beragam. lingkaran para raja yang mendukung atau Konsep mandala juga dapat diperluas bersekutu dengan maharaja dalam suatu menjadi tatanan hubungan kekuasaan dan kerajaan tertentu. Karena setiap raja (bawahan) kewilayahan. Dalam konteks ini, lingkaran memiliki wilayah kekuasaannya sendiri-sendiri, mandala menjadi bagian tak terpisahkan dari meskipun dengan batasan yang tidak tegas, kosmogoni Hindu dan Buddha, yang maka mandala juga bermakna geografis (baca membayangkan jagat raya terdiri atas tujuh Kulke, 1986; Christie, 1986). lingkaran lautan dan tujuh daratan yang Namun, Christie (1986) secara kritis berselang-seling. Di tengah lingkaran terdalam menekankan perlunya membedakan antara terdapat pusat dunia yang ditandai oleh bhumi dan mandala. Bhumi adalah wilayah yang keberadaan Gunung Meru, sedangkan di luar benar-benar dikuasai secara politis dan lautan terluar terdapat deretan pegunungan administratif oleh raja yang sedang bertahta, besar. Menurut Heine-Geldern (1982), konsep sehingga menjadi inti atau pusat kerajaan kosmologis ini telah menjadi dasar bagi tatanan seperti dalam ungkapan i bhumi Mataram atau kekuasaan maupun kewilayahan banyak bhumi Kadiri. Pengertian ini tentu tidak sama kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Asia dengan mandala yang berarti 'seluruh wilayah Tenggara. Ia membayangkan setiap kerajaan yang didaku di bawah kekuasaan kerajaan itu. akan memiliki maharaja yang menjadi pusat Jadi, mandala mencakup daerah inti (bhumi) kekuasaan dan berkedudukan di pusat wilayah. dan daerah pinggiran yang tidak sepenuhnya Maharaja mendudukkan diri sebagai d i k u a s a i o l e h r a j a. U n g k a p a n cakravartin, yaitu penguasa jagad raya yang yawadwipamandala, misalnya, merujuk

5 Borobudur Sebagai Mandala : keseluruhan Pulau Jawa, tetapi belum tentu raja didirikan dengan konsep mandala tertentu. benar-benar menguasai seluruh Pulau Jawa Yang pasti, bentuk dasar candi ini adalah secara politis dan administratif. Dengan paduan lingkaran dan persegi yang merupakan demikian, mandala lebih baik diartikan sebagai bentuk-bentuk yang hakiki. Bernet-Kempers kesatuan wilayah inti dan pinggiran yang saling (1976) juga yakin bahwa dari denahnya yang berinteraksi. terdiri dari paduan bentuk lingkaran, persegi, dan tangga, Candi Borobudur pastilah BOROBUDUR SEBAGAI MANDALA DI MASA LAMPAU Dengan berbagai pengertian yang telah diuraikan di atas, barangkali pertanyaan tentang apakah Candi Borobudur sebagai mandala dapat dijawab. Tentu jawabnya tidak harus tunggal, tergantung pada konsep mana yang akan dipakai. Apabila konsep yang digunakan mengikuti pengertian mandala sebagaimana dikemukakan oleh Grover di atas, sudah pasti Candi Borobudur adalah mandala karena hampir semua bangunan suci dianggap sebagai pengejawantahan konsep mandala. Dalam berbagai sumber sejarah Jawa Kuno memang dapat dibuktikan bahwa pendirian candi-candi di Jawa dan Bali juga didasarkan pada konsep mandala, di antaranya Candi Sewu yang disebut mandala dalam prasasti Kelurak (782 M) atau gugusan Candi Gunung Kawi di Bali yang disebut sebagai sanghyang mandala ring Amaravati (Soekmono, 1974). Candi Borobudur sudah pasti adalah bangunan suci yang Denah Candi Borobudur 127

6 128 Borobudur Sebagai Mandala : Kala-makara pada pintu masuk Candi Borobudur merupakan lambang dari suatu mandala. yang didirikan di atas tanah. Baginya, pola Lalu, apakah Candi Borobudur juga seperti itu sama persis dengan pola struktur berfungsi sebagai mandala yang menjadi alat lukisan-lukisan dari Tibet yang disebut mandala. bantu dalam bermeditasi? Kemungkinan ini Lukisan seperti ini biasanya dipakai sebagai alat sebenarnya sudah lama dikemukakan oleh bantu untuk merenung dan memuja. Di bagian sejumlah peneliti Candi Borobudur. Stuterheim tertentu candi digambarkan tokoh Budha atau (1956), misalnya, berpendapat bahwa Candi perlambangan lain yang terkait dengan Borobudur di masa lalu bukan tempat yang kenyataan yang tertinggi. Biasanya, tokoh dapat dikunjungi oleh semua orang untuk utama itu dilingkungi oleh sejumlah tokoh dalam berziarah dan belajar tentang agama Buddha di berbagai bentuk perwujudannya yang muncul bawah bimbingan para paderi. Ia justru yakin (emanasi) di sekelilingnya. Candi Borobudur lebih diperuntukan bagi para Pendapat bahwa Candi Borobudur adalah paderi dari berbagai penjuru dunia yang ingin mandala juga dikemukakan oleh Miksic (1990). bersemadi. Mereka adalah para paderi yang Bagian-bagian dari Candi Borobudur memiliki ingin menjadi budha-budha di masa yang akan kesamaan dengan unsur-unsur yang ada dalam datang. Karena itu, Candi Borobudur mestinya suatu mandala, terutama yang digambarkan adalah alat bantu bermeditasi. Gagasan dalam Dharmadhatu-mandala dan Vajradhatu- Stutterheim ini juga disetujui oleh Bernet- mandala. Lukisan kuno bentuk mandala yang Kempers (1976) dan Zimmer. Bagi Zimmer ada di Cina dan Jepang disebutkan mirip (1955), desain bangun Candi Borobudur sangat dengan bagian-bagian Candi Borobudur. jelas menunjukkan fungsinya sebagai alat bantu Bentuk dan posisi candi yang berada di atas meditasi. Hasil kajian bangunan candi ini bukit juga menyerupai gambaran pusat memperlihatkan desain bangunan suci ini mandala yang dibayangkan berada di puncak berdenah persegi dengan empat pintu di arah Gunung Sumeru. Sejumlah patung yang empat mata angin utama dan masing-masing menduduki relung-relung di empat penjuru memiliki anak tangga naik menuju ke bagian mataangin mirip dengan empat budha yang yang paling sakral di atas. Di bagian atasnya mengeliling Budha Tertinggi (Adibudha) dalam terdapat tiga teras melingkar, sehingga secara mandala Vajradhatu. Sementara itu, paduan keseluruhan membentuk teras-teras melingkar kala-makara pada pintu masuk candi beserta yang didukung oleh sejumlah teras persegi pagar langkan yang mengelilingi teras pertama

7 Borobudur Sebagai Mandala : 129 berbentuk persegi pada Candi Borobudur merupakan gambaran dari Dharmadhatumandala. Meskipun diakui ada kesulitan besar untuk menafsirkan secara khusus dan rinci konsep mandala yang diterapkan di candi ini, tetapi diyakini candi ini adalah mandala dalam arti ruang yang telah dibersihkan dari kekuatan jahat, sehingga para dewa dapat diundang datang ke tempat ini. Di tempat ini pula para rahib terbantu mendapatkan kesadaran yang lebih tinggi. Secara lebih rinci, gambaran Candi Borobudur sebagai mandala juga diuraikan oleh Huntington (1997). Ia menghubungkan candi ini dengan konsep-konsep yang ada dalam Avatamsakasutra atau Buddhavatamsaka serta satu teks klasik dari Mahavairo-cana Tantra. Sarjana ini sependapat dengan Krom (1927. Lihat juga Miksic, 1990) bahwa patung-patung budha yang terdapat pada relung-relung di atas empat teras terbawah dari Candi Borobudur tidak lain adalah tokoh-tokoh Jina yang menempati empat penjuru dunia dalam mandala Vairocana : Aksobhya bersikap tangan bhumisparsamudra di timur, Ratnasambhawa bersikap varadamudra di selatan, Amitabha bersikap dhyanamudra di barat, serta Amoghasiddhi bersikap abhayamudra di utara. Namun, Huntington kurang setuju dengan tafsir Krom bahwa patung di relung teras kelima yang bhumisparsamudra varadamudra vitarkamudra abhayamudra dhyanamudra dharmacakramudra

8 130 Borobudur Sebagai Mandala : bersikap tangan vitarkamudra sebagai yang masih berada di dunia dan mengajarkan Vairocana dan patung dalam stupa terawang Mahavairocanasutra, terutama dalam konteks yang bersikap dharmacakramudra sebagai pancajina mandala. Vajrasattva. Huntington sendiri menafsirkan Sementara itu, patung yang ada di stupa patung di teras kelima sebagai perwujudan dari kerawang tidak lain adalah Vairocana yang Akanistha, yaitu tokoh Vairocana atau Sakyamuni dalam teks Avatamsakasutra disebut sebagai 'yang tak-terlihat dan tak-diketahui' (the Unseeable and Unknowable). Vairocana ini dapat dilihat dan diketahui hanya jika melalui wujud nyata Sakyamuni. Sifat Vairocana yang 'tak terlihat dan tak-diketahui kecuali lewat pengalaman langsung' inilah yang diwujudkan oleh arsitek Candi Borobudur dengan meletakkan patung Vairocana dalam stupa terawang, sehingga patung Vairocana yang ada di dalamnya 'kadang terlihat, kadang takterlihat'. Karena itu, Huntington harus mengakui bahwa Candi Borobudur adalah karya arsitektur yang luar biasa jenius. Pesan simbolik yang mendalam mampu dihadirkan secara bendawi dalam bentuk candi dan unsur-unsurnya. Berdasarkan bacaannya itu, Huntington yakin bahwa Candi Borobudur adalah perwujudan dari mandala yang dikonsepsikan dalam dua teks Buddhis, yaitu Avatamsakasutra, khususnya dari bagian Gandavyuha, dan satu teks lain yang belum jelas dari kelompok Mahavairocanasutra. Eksperimentasi yang dilakukan oleh Gammon et als (2009) makin mempertegas Tiga tingkat stupa yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 26 makna Candi Borobudur sebagai mandala.

9 Borobudur Sebagai Mandala : 131 Sarjana ini bersama-sama dengan sejumlah menyimpulkan mandala yang paling dekat rahib dan pendeta Geshe Yeshe Wangchuck dengan candi Borobudur adalah sarvavid dari Tibet mencoba mengukur geometri Candi mahavairocana mandala, yaitu salah satu bentuk Borobudur dengan alat-alat yang biasa mandala yang paling awal dalam aliran digunakan untuk membuat mandala di Tibet, yogatantra. yaitu segulungan tali, patok kayu, dan kapur. Berbagai pendapat di atas setidaknya Mereka mendapati geometri candi ini menegaskan bahwa Candi Borobudur adalah mempunyai kesamaan proporsi dengan mandala. Namun, candi ini barangkali memang Vajrabhairava-mandala. Gammon sendiri yakin tidak dapat ditafsirkan hanya bermakna tunggal. bahwa dalam banyak unsurnya Candi Miksic (2010) menyatakan setidaknya ada tiga Borobudur adalah suatu mandala yang tidak makna simbolis yang secara bersamaan dapat biasa. Candi ini awalnya didirikan mengikuti ditafsirkan dari Candi Borobudur ini : sebagai konsep ajaran Mahayana, tetapi dalam gunung yang melambangkan sepuluh tingkatan mengalami modifikasi menjadi yogantara menuju ke-budha-an, lambang legitimasi mandala pada tahap pembangunannya yang kekuasaan politik dinasti Syailendra, dan stupa kedua oleh Raja Samaratungga. Perubahan itu yang melambangkan kematian dan kelahiran juga dikaitkan dengan penutupan bagian kembali. Bahkan, amat mungkin masih ada Kamadhatu. Berdasarkan konsep Mahayana, makna-makna lain pula yang ada di balik candi ini dibangun 10 tingkat dengan ukuran pendirian candi ini. 100 m x 100 m, untuk melambangkan 5 jalan M e m a n g k a r y a a r s i t e k t u r y a n g Mahayana dan 10 bodhisattva-bhumi, monumental, seperti Candi Borobudur, pada sedangkan tiga tingkat stupa (masing-masing umumnya adalah suatu metafora yang telah berjumlah 32, 24, dan 16) merupakan dibendakan (baca Tilley, 1999). Karya itu tidak perwujudan dari sutra teratai (Lotus-sutra) saja merupakan lambang metaforis yang sebagaimana ditafsirkan oleh Paul Mus. Pada diperoleh dari ranah lain, seperti dari kosmologi, tahap perubahan, kaki candi ini ditambah lebar tetapi juga memberi peluang untuk agar memenuhi ukuran 108 bagian (unit) kontekstualisasi kembali. Proses seperti ini tentu sebagaimana yang disyaratkan dalam s a j a m e m b e r i k a n k e s e m p a t a n p a d a yogatantra mandala, sehingga menjadi penggandaan makna. Artinya, satu ungkapan berukuran 123 m x 123 m. Akhirnya, Gammon dapat saja mewakili beberapa konsep yang

10 132 Borobudur Sebagai Mandala : sejajar. Hal ini rupanya terjadi dalam kasus Artinya, seorang raja bawahan (daerah) dapat Candi Borobudur. Kesejajaran antara makna saja memperoleh mobilitas ke atas sehingga religius dan politis menjadi bagian yang penting menjadi maharaja (pusat). Hal ini dibuktikan dari konsep rancangan candi ini. Di satu sisi, pula dari bacaan berbagai prasasti yang Candi Borobudur dapat dilihat sebagai bagian menunjukkan bahwa seorang rakai (bawahan) dari laku religius untuk mencapai ke-budha-an, dapat menjadi maharaja (pusat). Dengan tetapi pada ranah yang lain candi ini juga dimuati demikian, ketika ia naik menjadi maharaja maka laku politis sebagai mandala kekuasaan dan kedudukan pusat kekuasaan pun akan ikut kewilayahan baru, khususnya bagi dinasti mengalami perubahan. Jika pusat kekuasaan Syailendra. Tafsiran ini menjadi bermakna ketika berpindah, dibutuhkan suatu mandala baru pemahaman struktur hubungan antara (Boechari, 1976). maharaja/pusat dan raja bawahan/daerah Pendirian Candi Borobudur barangkali dibayangkan juga sebagai hubungan unsur- dapat dilihat dalam konteks perubahan unsur dalam suatu mandala. Sebagaimana konstelasi kekuasaan kerajaan Hindu-Budha di dikemukakan oleh beberapa peneliti (lihat Jawa Tengah ketika itu. Menurut sejarah, Kulke, 1986; Christie, 1986), hubungan suksesi dari Raja Sanjaya kepada Rakai kekuasaan maharaja dan raja bersifat dinamis. Panangkaran merupakan peristiwa yang sangat penting, karena tidak saja terjadi alih kekuasaan secara politis, tetapi juga secara religius. Raja Sanjaya yang Hindu digantikan oleh Rakai Panangkaran yang Buddhis. Meskipun pada masa itu suksesi dari penguasa berbeda agama mungkin bukan merupakan hal yang amat istimewa, tetapi bagaimana pun perbedaan agama akan berdampak pula pada perbedaan mandala yang dianut oleh raja. Dalam situasi seperti ini, tentu saja wajar apabila Rakai Panangkaran perlu menetapkan mandalanya sendiri. Barangkali kebutuhan ini menjadi faktor Candi Borobudur yang berada di cekungan Kedu pendorong didirikannya Candi Borobudur

11 Borobudur Sebagai Mandala : 133 sebagai pusat mandala baru di Cekungan Kedu. dan pada saat yang sama adalah mandala Menurut perhitungan Dumarcay (1978), politis, dapat dijelaskan pula dengan konsep Candi Borobudur dibangun dalam lima tahap kesamaan antara rahib dan raja pada aliran dan mengalami perubahan dari rancangan Budhisme tertentu, terutama yang bersifat semula. Setidaknya dibutuhkan waktu lebih dari tantris. Dalam paham ini rahib dan raja menjalani 50 tahun untuk mewujudkan gagasan besar itu tahapan kehidupan yang sejajar dengan menjadi kenyataan. Pendirian tahap awal candi menggunakan metafora yang hampir sama, ini dilaksanakan sekitar tahun 780 M. Artinya, sebagaimana tergambar dalam perbandingan pembangunan dimulai saat Rakai Panangkaran berikut ini (Davidson, 2002). berkuasa, mungkin bersamaan atau tidak lama setelah ia meresmikan Candi Kalasan pada tahun 778 M. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Candi Borobudur adalah mandala baru bagi kerajaan Mataram Kuno. Pemilihan Cekungan Kedu sebagai lokasinya tentu juga telah diperhitungkan sesuai dengan situasi kewilayahan yang ada ketika itu. Ada petunjuk yang cukup kuat bahwa daerah ini merupakan wilayah yang lebih banyak dikuasai oleh dinasti Syailendra yang buddhis. Sebagai pusat U r a i a n - u r a i a n d i a t a s t e l a h mandala baru, tidak mengherankan jika candi ini menggambarkan bagaimana Candi Borobudur disebut pula sebagai kamulan, yaitu tempat asal jelas memenuhi kriteria sebagai mandala dalam mula (keluarga) oleh generasi sesudahnya berbagai pengertiannya. Sebagai bangunan sebagaimana terbukti pada prasasti yang suci, Candi Borobudur dapat dipastikan diterbitkan Sri Kahulunan (842 M). Lagipula, dibangun dengan merujuk pada Vastupurushbentuk candinya yang berteras-teras mandala yang menjadi pedoman dasar bagi mengingatkan pada bangunan prasejarah untuk pendirian karya arsitektur bercorak India. penghormatan terhadap jasa para leluhur. Penelitian sejumlah ahli juga menunjukkan Tafsiran bahwa Candi Borobudur adalah bahwa bentuk dan susunan relief, arca, dan metafora ganda, sebagai tempat keagamaan pembagian keruangan Candi Borobudur

12 134 Borobudur Sebagai Mandala : memang sesuai benar dengan gambaran dan merasuki pemikiran dalam ranah mandala dalam agama Budha. Meskipun setiap pengelolaan Candi Borobudur sebagai warisan ahli berbeda dalam tafsir tentang aliran atau teks budaya. Dalam konteks ini, makna Candi agama Budha yang dirujuk sebagai acuan Borobudur sebagai mandala menjadi rujukan mandala Borobudur, tetapi setidaknya hasil untuk menentukan kebijakan dan strategi penelitian mereka sama-sama menegaskan pengelolaan warisan budaya yang telah candi ini sebagai mandala. Di samping itu, candi dimasukkan dalam World Heritage List sejak ini tidak hanya dimaknai sebagai mandala tahun 1991 ini. Setidaknya ada dua cara dalam ibadah keagamaan, tetapi juga pandang dalam pengelolaan warisan budaya dimaksudkan sebagai mandala baru dalam Candi Borobudur berdasarkan konsep sistem kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. mandala, yaitu akademis dan masyarakat. Candi Borobudur menjadi mandala baru yang Cara pandang akademis muncul di menandai perpindahan kekuasaan dari Rakai kalangan para pemikir-pemerhati pelestarian Sanjaya yang Hindu kepada Rakai Panangkaran warisan budaya di tengah munculnya yang Buddhis. Candi ini harus dilihat sebagai kesadaran baru tentang saujana budaya Sumeru, gunung yang menjadi pusat dunia dan (cultural landscape) pada awal dasawarsa kekuasaan tempat kedudukan raja sebagai an. Ketika itu, wacana tentang hubungan antara cakravartin. Karena itu, Candi Borobudur tidak warisan budaya dan warisan alam menyita saja menjadi mandala keagamaan tetapi juga perhatian para pakar di bidang pengelolaan dan mandala politik untuk legitimasi kekuasaan pelestarian. Pemisahan dua kategori itu, warisan Syailendra. budaya dan alam, dianggap tidak lagi sesuai dengan kenyataan yang menunjukkan bahwa BOROBUDUR SEBAGAI MANDALA DI MASA sesungguhnya karya budaya dan karya alam KINI seringkali tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara budaya dan alam begitu erat sehingga Tafsir makna Candi Borobudur sebagai hampir tidak mungkin dipisahkan, apalagi mandala rupanya tidak berhenti pada ranah dalam pandangan yang tidak bersifat akademis-arkeologis yang mencoba 'memugar materialistik. Saujana atau lanskap adalah makna' di masa lampau. Gagasan tentang perpaduan antar unsur alam dan budaya yang mandala Borobudur lalu berkembang meluas sulit dipisahkan, di dalamnya tidak hanya ada

13 Borobudur Sebagai Mandala : 135 benda-benda, tetapi juga ada kehidupan itu sendiri. Karena itu, saujana dapat berarti benda, pengalaman, atau juga lambang-lambang yang saling mengisi dan menyatu. Saujana tidak hanya terdiri dari kehidupan nyata manusia, tetapi dapat menjadi sesuatu yang metafisik, 'dikhayalkan' (imagined), dan diidealisasikan (Thomas, 2001). Wacana itu akhirnya menghasilkan konsep saujana budaya. Dalam pengelolaan warisan budaya, konsep saujana budaya telah diterima secara luas dan diadopsi dalam kriteria World Heritage sejak tahun 1993 (Taylor, 1994). Bahkan, UNESCO World Heritage Centre (2005) telah merumuskan 3 jenis saujana budaya secara lebih terinci dalam Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention, yaitu saujana budaya yang sengaja dirancang oleh manusia, saujana yang terbentuk secara lambat-laun oleh interaksi manusia dengan alam (baik yang sudah menjadi relik maupun yang masih terus berproses), dan saujana budaya asosiatif yang dikaitkan dengan gagasan religius, tradisi, atau pemahaman budaya tertentu (terkait unsur takbendawi, intangible). Pemahaman tentang saujana budaya ini telah memicu para pemikirpemerhati pelestarian mempertanyakan konsep pengelolaan kompleks Candi Borobudur (Taylor, 1994), yang lebih terpusat pada pelestarian monumen daripada kawasan secara keseluruhan. Dalam konsep saujana budaya, tidak selayaknya perhatian pelestarian diarahkan hanya pada candi-candi yang ada. Sebaliknya, pelestarian harus ditujukan untuk seluruh unsur dalam kawasan Borobudur, baik itu lingkungan alam, tinggalan arkeologis, manusia serta tradisi budaya yang ada. Pelestarian tidak hanya pada aspek fisik semata, tetapi juga unsur-unsur yang tak-bendawi (intangible). Bahkan, pelestarian harus juga meliputi ruang yang 'dikhayalkan' (imagined) ketika berada di puncak Candi Borobudur dan memandang ke sekelilingnya. Dari konsep itu muncul gagasan untuk melestarikan kawasan Borobudur dengan dimensi ruang yang sangat luas meliputi Cekungan Kedu yang dikelilingi oleh lingkaran (mandala) gunung-bukit, yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Andong-Telomoyo, Tidar, Sindoro, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Gagasan ini dilegitimasikan dengan menerapkan konsep mandala kewilayahan yang menggambarkan dunia sebagai lingkaran laut dan daratan yang berselang-seling dengan Gunung Meru di pusatnya (Taylor, 1994). Dalam konteks inilah, mandala Borobudur telah mengalami perluasan pemaknaan yang cukup berarti di masa kini. Pengelolaan warisan budaya dunia Candi Borobudur berwawasan 'mandala' juga

14 136 Borobudur Sebagai Mandala : dipikirkan oleh sejumlah tokoh masyarakat dunia Candi Borobudur. Pengelolaan harus setempat. Umumnya mereka adalah orang- dirancang dengan sinergi antara candi orang setempat yang bersemangat mencari (monumen) dengan masyarakat yang ada di pengetahuan tentang arti Candi Borobudur dan desa-desa sekitarnya. Kompleks Candi pengelolaannya yang dirasakan belum mampu Borobudur yang meliputi juga Candi Pawon dan memberikan manfaat bagi masyarakat Candi Mendut sebagai pusat mandala harus setempat. Dalam pencarian itu, mereka juga menebarkan kekuatan sebagai daya tarik bergaul dengan para akademisi yang peduli kunjungan ke desa-desa sekitarnya, sehingga pelestarian kawasan Borobudur. Akhirnya, m e m b e r d a y a k a n d a n m e n i n g k a t k a n mereka menemukan pula makna Borobudur kesejahteraan penduduknya. Jika desa dan sebagai mandala yang dianggap sesuai dengan penduduk sekitar Kompleks Candi Borobudur pemikiran mereka tentang bagaimana lebih berdaya dan sejahtera, maka pelestarian mengelola kawasan Borobudur yang akan dan makna kompleks candi akan mendapat memberikan manfaat bagi masyarakat dukungan dan penguatan dari desa-desa di setempat. lingkungan candi tersebut. Dengan konsep Dari perspektif masyarakat setempat, mandala ini, pengelolaan harus lebih ditujukan Candi Borobudur adalah pusat kekuatan daya pada kawasan dan bukan terbatas pada canditarik kunjungan yang sesungguhnya dikelilingi candinya saja. Selain itu, pengelolaan juga tidak oleh kekuatan-kekuatan lain di sekelilinginya. terbatas pada unsur bendawinya (tangible) saja Yang dimaksud kekuatan lain adalah desa-desa tetapi juga yang tak-bendawi (intangible). dan penduduknya yang berada di sekitar Candi Dengan demikian, pengelolaan pelestarian Borobudur dengan ciri khasnya masing-masing. kawasan Borobudur bersifat komprehensif dan Hubungan Candi Borobudur sebagai pusat menyeluruh. Sebagai konsekuensi pengelolaan daya tarik yang dikelilingi desa-desa pendukung kawasan Candi Borobudur berdasar konsep di sekitarnya, disadari atau tidak, merupakan mandala ini, pemerintah seharusnya tidak lagi adopsi mandala yang melandasi struktur memusatkan perhatian hanya pada bangunan kekuasaan kerajaan Hinduistik di masa lampau. candi, tetapi juga pembangunan masyarakat Bagi para tokoh masyarakat Borobudur yang ada di desa-desa di sekitar candi. seharusnya pemerintah Indonesia menerapkan konsep ini dalam pengelolaan warisan budaya

15 Borobudur Sebagai Mandala : 137 EPILOG Tidak diragukan lagi, baik di masa lalu maupun di masa kini, Candi Borobudur dapat ditafsirkan sebagai mandala. Bentuk, struktur, bacaan relief, serta letak Kompleks Candi Borobudur pada lingkungan alamnya memberikan petunjuk yang cukup jelas tentang fungsinya sebagai mandala di masa lalu. Mandala Candi Borobudur di masa lalu ternyata tidak saja mempunyai makna tunggal, tetapi jamak. Candi Borobudur tidak hanya merupakan mandala dalam bidang keagamaan, tetapi juga politik. Mandala yang tidak saja bersifat pribadi bagi mereka yang ingin mencapai pencerahan secara individu (esoteric), tetapi juga mandala bagi seluruh keluarga Syailendra dan umat Budha ketika itu. Rupanya pemaknaan Candi Borobudur sebagai mandala tidak hanya relevan di masa lalu. Di masa kini pun, gagasan ini masih dianut dan ditransformasikan menjadi makna baru yang dikaitkan dengan pengelolaan warisan budaya dunia ini. Kompleks Candi Borobudur memang selalu inspirasional. Pewujudan budaya masa lalu ini tidak henti-hentinya memicu gagasan-gagasan baru yang tetap relevan di masa kini. Namun, barangkali nasib Candi Borobudur akan berbeda jika seratus tahun yang lalu Theodore van Erp tidak berhasil menyelamatkan dan memugar sebagian dari warisan budaya umat manusia ini. DAFTAR PUSTAKA Bernet-Kempers, A.J Borobudur. Servire. Ageless Boechari, M Some considerations of the problem of the shift of Mataram's Centre of Government from Central to East Java in the 10 Century AD, Bulletin of the Research Centre of Archaeology of Indonesia no. 10. Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. Buchli, V.A Interpreting Material Culture : the Trouble with Text, dalam I. Hodder et als. (eds.) Interpreting Archaeology, Finding Meanings in the Past. Routledge, hlm Christie, J.W Negara, mandala, and Despotic State : Images of Early Java, dalam D.G. Marr and A.C. Milner (eds.), th th Southeast Asia in the 9 to 14 Centuries. Institute of Southeast Asian Studies and Research School of Pacific Studies, hlm Davidson, R.M Indian Esoteric Buddhism : a Social History of the Tantric Movement. Columbia University Press. Gammon, C A Short Exploration of T.Y.S. Lama Gangchen's Theories about the Meaning of the Sacred Geometry and Mandala Symbolism of Cand Borobudur in

16 138 Borobudur Sebagai Mandala : the Light of Aacademic Scholarship on the Archaeology, Finding Meanings in the Past. Subject, dalam E.S. Hardiati et als (eds), Routledge, hlm Uncovering the Meaning of the Hidden Base of Candi Borobudur. The National Miksic, J.N Borobudur : Golden Tales of Research and development Centre of the Buddhas. Periplus. Archaeology, hlm Miksic, J.N Was Borobudur a Mandala?, Heine-Geldern, R von Konsepsi tentang Jurnal Borobudur vol. IV, no. 4 Desember Negara dan Kedudukan Raja di Asia 2010, hlm Tenggara (edisi alih bahasa oleh Deliar Noer). Rajawali Pers. Shank, M. and I. Hodder Processual, Postprocessual and interpretive archaeologies, Hesse, M Past Realities, dalam I. Hodder dalam I. Hodder et als. (eds.) Interpreting et als. (eds.), Interpreting Archaeology, Archaeology, Finding Meanings in the Past. Finding Meanings in the Past. Routledge, Routledge, hlm hlm Soekmono Candi : Fungsi dan Huntington, J. C The Iconography of Pengertiannya. Disertasi Fakultas Sastra Borobudur Revisited : the concepts of UI Jakarta. Śleșa and sarva[buddha]kāya, dalam Marijke J. Klokke and Pauline L. Stutterheim, W.F Is Tjandi Baraboedoer Scheurleer (eds), Ancient Indonesian een Mandala?, Djawa 13, hlm Sculpture. KITLV Press, hlm Stutterheim, W.F Chandi Barabudur : Koerner, S. and Price, S Philosophy in Name, Form, and Meaning, dalam Studies Archaeology, dalam R.A. Bentley, H.D.G. in Indonesian Archaeology. KITLV Maschner, and C. Chippindale (eds.), translation series. Martinus Nijhoff, hlm. 3 Handbooks of Archaeological Theories. 62. Altamira Publisher, hlm Taylor, K Historical Landscape Planning. Kulke, H The Early and the Imperial Makalah disampaikan dalam the Fourth Kingdom in Southeast Asian History, dalam International Experts Meeting on D.G. Marr and A.C. Milner (eds.), Borobudur, 4 8 Juli th th Southeast Asia in the 9 to 14 Centuries. Institute of Southeast Asian Studies and Thomas, J Archaeologies of Place and Research School of Pacific Studies, hlm. 1 L a n d s c a p e, d a l a m I. H o d d e r, 22. Archaeological Theory Today. Polity Press, hlm Lucas, G Interpretation in Contemporary Archeology : some philosophical issues, UNESCO World Heritage Centre dalam I. Hodder et als. (eds.) Interpreting O p e r a t i o n a l G u i d e l i n e s f o r t h e

17 Borobudur Sebagai Mandala : 139 Implementation of the World Heritage Convention. Walker, B Hindu World, an Encyclopedic Survey of Hinduism. Vol. II. Munshiram Manoharlal Pusblisher. Wylie, A Thinking from Things : Essays in the Philosophy of Archaeology. University of California Press. Zimmer, H The Art of Indian Asia : Its Mythology and Transformations. Princeton University Press. BIODATA PENULIS Dr. Daud Aris Tanudirjo, MA, menamatkan kuliah S1 dari Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada pada tahun Pada tahun 1991, mendapatkan gelar S2 dari The Australian National University, dan tahun 2002 mendapatkan gelar S3 dari universitas yang sama. Pernah menjabat sebagai Asisten Wakil Dekan I Bidang Pendidikan, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Aktif mengajar di Jurusan Arkeologi, FIB, UGM sampai sekarang. Selain itu juga sering mempublikasikan tulisan di berbagai jurnal ilmiah terutama mengenai museum dan arkeologi prasejarah. Candi Borobudur bagian Arupadhatu

18

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks 3 Relief menjadi media penyampaian pesan karena merupakan media yang lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks lebih sulit karena diperlukan pengetahuan tentang bahasa

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II 233 KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II Oleh : Tukidjan Wakil Kepala Sektor Tekno Arkeologi Proyek Pemugaran Candi Borobudur CCandi Borobudur merupakan warisan dunia PENDAHULUAN (World Heritage)

Lebih terperinci

Perkembangan Arsitektur 1

Perkembangan Arsitektur 1 Perkembangan Arsitektur 1 Minggu ke 5 Warisan Klasik Indonesia By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST, MT Material Arsitektur Klasik Indonesia Dimulai dengan berdirinya bangunan candi yang terbuat dari batu maupun

Lebih terperinci

IKONOGRAFI BARABUDUR. Oleh : Edi Sedyawati Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia PENGANTAR

IKONOGRAFI BARABUDUR. Oleh : Edi Sedyawati Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia PENGANTAR Barabudur 55 IKONOGRAFI BARABUDUR Oleh : Edi Sedyawati Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia YYang selalu disebut sebagai Candi Barabudur PENGANTAR itu mungkin tidak dapat disebut

Lebih terperinci

BAB II ISI. oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang

BAB II ISI. oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang BAB II ISI 2.1 Sejarah Candi Borobudur Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BOROBUDUR : Masalah Puncak Stupa Induk

BOROBUDUR : Masalah Puncak Stupa Induk 21 BOROBUDUR : Masalah Puncak Oleh : Mundardjito Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia KKita tidak tahu persis sudah berapa juta PENGANTAR pengunjung yang datang melihat Candi

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

BOROBUDUR: catatan restorasi candi terbesar dalam sejarah dunia

BOROBUDUR: catatan restorasi candi terbesar dalam sejarah dunia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Konservasi Borobudur BOROBUDUR: catatan restorasi candi terbesar dalam sejarah dunia Panggah Ardiyansyah panggah.ardiyansyah@kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan luas wilayah terendah adalah Kecamatan Ngeluwar sebesar 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan luas wilayah terendah adalah Kecamatan Ngeluwar sebesar 2. 63 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak 110 0 01 51 dan 110 0 26 58 Bujur Timur

Lebih terperinci

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Jika dibandingkan dengan candi-candi periode Mataram Kuno, candi dengan denah berpintu empat merupakan candi yang istimewa, seperti halnya candi Siwa Prambanan yang bersifat Hindu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya

Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya Oleh: Jajang Agus Sonjaya, M.Hum. (Dosen Arkeologi FIB UGM dan Staf Peneliti Sosial Budaya PSAP UGM) Tanggal 19 Februari 2005 Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP)

Lebih terperinci

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno KELOMPOK 4 : ADI AYU RANI DEYDRA BELLA A. GHANA N.P. PUSAKHA S.W.Q (01) (Notulen) (08) (Moderator) (11) (Anggota) (20) (Ketua) Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

Paket Wisata. Hoshizora Tour

Paket Wisata. Hoshizora Tour Paket Wisata Hoshizora Tour DIES NATALIS & LUSTRUM X FAKULTAS PSIKOLOGI UGM 2015 Paket Wisata Jogja Jogja Favorite Tour Paket Jogja Favorite Tour akan membawa Anda mengunjungi lokasi favorit di Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

di JAW A TE N GAH S E LATAN

di JAW A TE N GAH S E LATAN C AN D I C AN D I di JAW A TE N GAH S E LATAN CANDI MENDUT Letak : kec. Mungkid, kab. Magelang + 2 km dari Candi Borobudur Hubungan dengan Candi Borobudur Dari segi paleografis tulisan ada persamaan (tulisan-tulisan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan jaman Hindu yang dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6 1. Berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada dalam jalur perdagangan dunia, serta

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan

Lebih terperinci

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

BAB 3: TINJAUAN LOKASI BAB 3: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kantor PT. Taman Wisata Candi Prambanan Borobudur dan Ratu Boko Yogyakarta 2.1.1 Profil Kantor PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko PT. Taman Wisata

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA

RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Jurusan Perbandingan Agama (Ushuluddin) Oleh Hariyanto H 000 030 018

Lebih terperinci

KURIKULUM JURUSAN SEJARAH (PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH)

KURIKULUM JURUSAN SEJARAH (PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH) KURIKULUM JURUSAN SEJARAH (PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH) a. Jumlah Satuan Kredit Semester Jumlah sks yang harus ditempuh untuk menyelesaikan studi, minimal 144 dan maksimal 148. b. Kompetensi Pendidikan

Lebih terperinci

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP CANDI BOROBUDUR

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP CANDI BOROBUDUR 100 Gunung Merapi dan Candi Borobudur adalah dua 'mahameru'. Dalam konsep budaya Jawa Kuno, mahameru dibayangkan sebagai tempat yang menjadi kekuatan dahsyat karena di sana hidup para dewa dan nenek moyang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penggunaan ragam hias sebagai simbol dapat menjadi landasan berpikir dalam mendesain sehingga para desainer dan arsitek dapat mengambil dan mengungkapkan nilai-nilai dalam karyanya. Faktor sejarah

Lebih terperinci

Kandy City Sri Lanka. di Indonesia.

Kandy City Sri Lanka. di Indonesia. Kandy City Sri Lanka Kota Kandy adalah sebuah kota terbesar kedua setelah Colombo di Sri Lanka. Letaknya di Central Province, Sri Lanka. Kota yang dulunya merupakan ibukota terakhir dari era raja-raja

Lebih terperinci

Kandy City Sri Lanka. dataran tinggi Kandy. Saat ini kota Kandy menjadi ibu kota administratif dan kota suci Central Province, Sri Lanka.

Kandy City Sri Lanka. dataran tinggi Kandy. Saat ini kota Kandy menjadi ibu kota administratif dan kota suci Central Province, Sri Lanka. Kandy City Sri Lanka Kota Kandy adalah sebuah kota terbesar kedua setelah Colombo di Sri Lanka. Letaknya di Central Province, Sri Lanka. Kota yang dulunya merupakan ibukota terakhir dari era raja-raja

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR

PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR Nur Adi Kusno Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada adikusno@gmail.com ABSTRAK. Kawasan Wisata Borobudur mempunyai nilai sangat tinggi

Lebih terperinci

RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3 Februari 2018

RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3 Februari 2018 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Konservasi Borobudur RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk 11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009 91 BAB 5 KESIMPULAN Pada masa Jawa Kuno, raja merupakan pemegang kekuasaan dan otoritas tertinggi dalam pemerintahan. Seorang raja mendapatkan gelarnya berdasarkan hak waris yang sifatnya turun-temurun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

PELESTARIAN CANDI BOROBUDUR SEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL BERBASIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Oleh :

PELESTARIAN CANDI BOROBUDUR SEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL BERBASIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Oleh : PELESTARIAN CANDI BOROBUDUR SEBAGAI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL BERBASIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Oleh : Fr. Dian Ekarini, S.Si Sri Sularsih, S.H I. Pendahuluan Candi Borobudur terletak di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan langsung dengan keadaan yang kini dapat ditemukan di Jawa atau di tempat lain, tetapi sebagian lainnya hanya dapat ditelusuri

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA )

BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA ) BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA ) Oleh : Agus Dono Karmadi (Kepala Subdin Kebudayaan Dinas P dan K Jawa Tengah) I. Pendahuluan Sebenarnya judul yang diberikan oleh panitia

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik arsitektur bangunan kuno maupun arsitektur bangunan modern. Arsitektur bangunan dapat berupa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Tinjauan Tema Berikut ini merupakan tinjauan dari tema yang akan diterapkan dalam desain perencanaan dan perancangan hotel dan konvensi. 3.1.1 Arsitektur Heritage Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

Pertemuan IX. Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Tengah. Universitas Gadjah Mada 1

Pertemuan IX. Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Tengah. Universitas Gadjah Mada 1 Pertemuan IX Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Tengah Universitas Gadjah Mada 1 IX. Contoh kasus candi-candi Periode Jawa Tengah. a. Peninggalan candi Canggal, candi Dieng, Candi kalasan, situs Ratu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Industri pariwisata terbukti kebal dari krisis global. Saat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Mataram Kuna merupakan kerajaan yang pernah berpusat di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain candi. Kerajaan Mataram dapat

Lebih terperinci

Jadwal Rancangan Kegiatan Buddhist Centre

Jadwal Rancangan Kegiatan Buddhist Centre xxiv LAMPIRAN Jadwal Rancangan Buddhist Centre SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 Remaja GABI 09.00-10.00 Remaja GABI 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA CANDI BOROBUDUR SEBAGAI LABORATORIUM PENDIDIKAN. Nahar Cahyandaru. Abstrak

CAGAR BUDAYA CANDI BOROBUDUR SEBAGAI LABORATORIUM PENDIDIKAN. Nahar Cahyandaru. Abstrak CAGAR BUDAYA CANDI BOROBUDUR SEBAGAI LABORATORIUM PENDIDIKAN Nahar Cahyandaru Abstrak Candi Borobudur merupakan monumen yang sangat fenomenal dan menjadi simbol kebesaran bangsa Indonesia. Borobudur mengandung

Lebih terperinci

Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim

Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim Pusaka merupakan terjemahan resmi untuk kata heritage Inggris, berarti warisan, yang ditetapkan pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Dipakai kata pusaka bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Judul Penelitian ini tentang Analisis Patung Figur Manusia Karya Nyoman Nuarta di Galeri NuArtSculpture Park. Pengambilan judul penelitian ini didasari oleh

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang strategis terletak di antara benua Asia dan Australia, sehingga menyebabkan berbagai suku bangsa telah memasuki kepulauan nusantara mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti telah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN PEMUGARAN CANDI BOROBUDUR. Candi Borobudur adalah kuil nenek moyang sebagaimana didari sruktur

BAB II PERKEMBANGAN PEMUGARAN CANDI BOROBUDUR. Candi Borobudur adalah kuil nenek moyang sebagaimana didari sruktur BAB II PERKEMBANGAN PEMUGARAN CANDI BOROBUDUR A. Sejarah Berdirinya Candi Borobudur Candi Borobudur adalah kuil nenek moyang sebagaimana didari sruktur bangunan sebutkan dalam prasasti Sri Kahulunan 842

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Candi Cetho 1. Lokasi Candi Cetho terletak di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di desa Cetho kelurahan Gumeng kecamatan Jenawi, kabupaten Karanganyar provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mereka sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mereka sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya arkeologi adalah semua bukti fisik atau sisa budaya yang ditinggalkan oleh manusia masa lampau pada bentang alam tertentu yang berguna untuk menggambarkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan

Lebih terperinci

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1 LAMPIRAN JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A Gua + Relief Relief bercerita tentang peristiwa sejarah manusia purba (bagamana mereka hidup, bagaimana mereka tinggal, dll) 5m x

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. 1. Perkembangan morfologi dan aspek-aspek simbolik di Kota

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. De Casparis (1975) dalam bukunya yang berjudul Indonesian Paleography

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. De Casparis (1975) dalam bukunya yang berjudul Indonesian Paleography BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan terhadap beberapa pustaka yang dijadikan sebagai pedoman dalam penulisan ini.

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang permasalahan

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang permasalahan BAB I Pendahuluan A. Latar belakang permasalahan Manusia membutuhkan sarana untuk mengungkapkan setiap pengalaman yang dia rasakan dan dia alami, yang di dalamnya manusia bisa berbagi dengan manusia yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya, nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan besar yang jaya pada masanya. Kerajaan yang terdiri dari kerajaan Hindu, Buddha dan Islam dikenal dunia sebagai

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN GAYA VISUAL LOKAL DALAM ARTEFAK SENI RUPA BUDDHA PERCANDIAN BATUJAYA, KARAWANG, JAWA BARAT

KECENDERUNGAN GAYA VISUAL LOKAL DALAM ARTEFAK SENI RUPA BUDDHA PERCANDIAN BATUJAYA, KARAWANG, JAWA BARAT KECENDERUNGAN GAYA VISUAL LOKAL DALAM ARTEFAK SENI RUPA BUDDHA PERCANDIAN BATUJAYA, KARAWANG, JAWA BARAT Savitri Putri Ramadina, S.Sn., M.Sn.,Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Widyatama,Jl.

Lebih terperinci

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan

Lebih terperinci