BAB I PENDAHULUAN. dunia yang memiliki kemampuan untuk mengakses data atau situs untuk. mengetahui perkembangan dunia dari segi apapun.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dunia yang memiliki kemampuan untuk mengakses data atau situs untuk. mengetahui perkembangan dunia dari segi apapun."

Transkripsi

1 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet merupakan salah satu alat telekomunikasi informasi yang ada di dunia yang memiliki kemampuan untuk mengakses data atau situs untuk mengetahui perkembangan dunia dari segi apapun. 1 Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif. Selain memberikan keuntungan ekonomis dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan akan informasi, internet dapat juga menjadi ancaman, terutama yang berkaitan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Pornografi. Teknologi internet kini telah memungkinkan siapa pun untuk membajak ciptaan orang lain dengan waktu yang relatif lebih singkat dan dengan kualitas yang hampir sama dengan karya aslinya. Hanya dalam hitungan beberapa detik saja, suatu ciptaan yang dilindungi dengan Hak Cipta dan pornografi lainnya dapat dengan mudah diperoleh, diperbanyak. Hak cipta dan pornografi tersebut juga dengan mudahnya berpindah dari satu komputer ke komputer lainnya, maupun ke media lain, seperti kertas, disket maupun compact disk (CD) hanya dengan men- download -nya yang cukup dilakukan dengan satu klik saja. 1 diakses tanggal 1 Juni 2014

2 10 Salah satu permasalahan yang berkembang, sehubungan dengan pelanggaran Hak Cipta dan pornografi dalam media internet ini adalah apakah Penyelenggara Jasa Internet/ PJI (Internet Service Provider atau ISP ) dapat dianggap turut bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta dan pornografi yang dilakukan oleh pengguna layanannya. Layanan utama sebuah ISP, yaitu menyediakan akses ke internet dinilai potensial menyebabkan ISP untuk turut digugat. Hal ini dikarenakan sebagai penyedia akses, ISP dianggap mampu mengawasi setiap lalu lintas pertukaran informasi yang terjadi di dalam jaringannya, serta untuk mengambil langkahlangkah pencegahan yang diperlukan. Selain itu, beberapa jasa layanan tambahan yang diberikan oleh ISP dinilai juga memiliki potensi besar bagi ISP untuk dianggap turut membantu mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak cipta dan pornografi tersebut. Misalnya layanan web hosting dimana ISP menawarkan layanan untuk menempatkan file-file untuk suatu situs web di dalam server milik ISP tersebut. Apabila content dari situs web yang ditempatkan di server ISP tersebut melanggar Hak Cipta dan pornografi, maka ada kemungkinan pihak yang merasa Hak Cipta-nya telah dilanggar juga akan menuntut ISP, karena dianggap turut membantu terjadinya pelanggaran Hak Cipta tersebut. Sampai dengan saat ini telah ada beberapa kasus yang dibawa kepengadilan khususnya gugatan terhadap ISP atas pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan pihak ketiga, seperti di Amerika Serikat, Perancis dan Cina. Di karenakan terbatasnya kemampuan untuk mengidentifikasikan serta mengetahui keberadaan mereka yang sebenarnya melanggar suatu ciptaan di media internet,

3 11 maka pemegang Hak Cipta mencari kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban dari ISP atas pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh pengguna layanan mereka. Terlebih untuk layanan web hosting gratis, dimana biasanya pelanggannya anonim, maka akan sangat sulit untuk dapat mengetahui siapa yang meng- up load karya cipta tersebut. Meskipun sampai dengan saat ini di Indonesia belum ada satu pun kasus yang dibawa ke pengadilan baik secara pidana maupun perdata yang menggugat ISP atas pelanggaran Hak Cipta dan Pornografi yang dilakukan oleh pengguna layanan ISP melalui media Internet, akan tetapi dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya disebut UUHC) yang mengakui media internet sebagai salah satu media pengumuman, dan dengan semakin banyaknya penggunaan internet sebagai media komunikasi, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti gugatan atau kasus semacam ini akan diajukan. Dimulai pada dekade 90-an, Internet semakin berkembang pesat, di Indonesia sendiri bisnis Internet mulai dikenal sekitar tahun 95-an yang diawali dengan munculnya Internet Service Provider (ISP) yang menyediakan akses ke Internet dengan bandwidth berkisar antara 14.4 kbps hingga 28.8 kbps. Perkembangan tersebut juga telah menumbuhkan peningkatan jumlah perusahaan penyedia jasa layanan internet / ISP (Internet Service Provider), yang pada hingga akhir tahun 1999 daftar ISP di Indonesia baik yang sudah beroperasi maupun belum beroperasi sekitar 55 ISP, tetapi pada tahun 2001 jumlah ISP secara

4 12 keseluruhan yang tercatat di Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) sudah menginjak angka 155 ISP. Bisnis ISP memilik prospek yang bagus. Saat ini semua bisnis yang berbasis Internet tidak akan berkembang apabila infastruktur dan koneksi ke Internet tidak dibangun terlebih dahulu, berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Awal mulanya internet adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh Advanced Research Projects Agency (APPA). 2 Suatu bagian dari United States Departement Of Defens. Jaringan ini akan berfungsi sebagai alat komunikasi yang akan menghubungkan pihak militer, universitas dan para produsen peralatan militer. Fungsi internet sudah berbeda dari tujuan utamanya pada saat ini. Fungsinya internet sekarang sudah sangat beragam dari tempat untuk mencari informasi, belanja online, mencari berita-berita di dalam dan di luar negeri, perpustakan online yang berupa kumpulan-kumpulan website dari perpustakaan kelas dunia. 3 Izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undangundang atau Peraturan Pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk dapat melakukan tindakan- 2 Peter Cane, Economic Loss and Products Liability, in Comparative Product Liability, The British Institute of International and Comparative Law, 1986, hal http;\\ education.feedfury.com, Internet dan Manfaatnya, 12 Juni 2014

5 13 tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. 4 Hukum perizinan merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara yang merupakan aktivitas pemerintah di Indonesia. Untuk melaksanakan aktivitas dari pemerintah itu sendiri dasarnya adalah kewenangan. Kewenangan administrasi negara perlu di atur dalam peraturan perundangundangan, agar dalam melaksanakan aktivitasnya aparatur negara tidak menyalah gunakan kekuasaannya. Hukum perizinan sangat erat sekali dengan kewenangan Administrasi Negara karena kewenangan merupakan dasar dari aktivitasnya.hak tidak ada tanpa adanya keputusan pemberian izin. Pada dasarnya persetujuan prinsip izin usaha itu sendiri merupakan suatu persetujuan prinsip yang diberikan kepada pemohon untuk dapat melakukan kegiatan persiapan fisik dan administrasi termasuk perizinan terkait antara lain izin lokasi/hgu, izin mendirikan bangunan (IMB), izin tempat usaha/ho, izin tenaga kerja asing, izin pemasangan instalasi peralatan yang diperlukan serta upaya kelestarian lingkungan, dan upaya pemantauan lingkungan (UKL/UPL). 5 Berdasarakan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk lebih menulis skripsi mengenai Prosedur Perolehan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara 4 Philipus M, Hadjon. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Yuridika, 2006 hal 2 Internet 5 Peraturan Walikota Medan Nomor:28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung

6 14 B. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana Pengaturan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider? 2. Bagaimana Mekanisme Pengurusan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet? 3. Bagaimana prosedur perolehan izin prinsip penyelenggaraan internet service provider ditinjau dari perspektif hukum administrasi Negara? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui Pengaturan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider. b. Untuk mengetahui Mekanisme Pengurusan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet. c. Untuk mengetahui prosedur perolehan izin prinsip penyelenggaraan internet service provider ditinjau dari perspektif hukum administrasi Negara 2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoretis Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum keperdataan.

7 15 b. Secara Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Prosedur Perolehan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan lainnya yang terkait di Indonesia. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis serta masukan yang berasal berbagai pihak guna membantu penulisan ini dari awal hingga akhir. Penulis memaparkan suatu Prosedur Perolehan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara. Skripsi ini belum pernah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum sebelumnya. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perizinan Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang dalam memohonya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, ini menyangkut

8 16 perkenan bagi suatui tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. 6 Perizinan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari pengaturan yang bersifat pengendalaian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, dan izin untuk melakuakan suatu tindakan atau kegiatan usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau usaha. Masalah perizinan merupakan masalah yang sifatnya cukup prinsipal, dilihat dari perkara tidak boleh ditariknya keputusan, tidak boleh dicampur baurkan dengan hal bahwa suatu keputusan tidak lagi penting, artinya setelah beberapa waktu karena maksudnya hanya sebagai izin untuk melakukan suatu perbuatan tertentu saja, karenanya seseorang yang dalam melakukan tindakan berupa kegaiatan haruslah mempunyai izin dan pada dasarnya dapat diubah atau ditarik kembali. Pendapat para ahli mengenai pengertian perizinan diantaranya : 1) Menurut Utrecht : Izin adalah bilamana perbuatan tidak pada umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan 6 Mr. J. B. J.M Ten Berge disuting oleh Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Cetakan I, Penerbit Yuridika, Surabaya, 1993, hal. 2

9 17 secara masing-masing hal secara kongkrit maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. 7 2) Menurut Prins : Izin (vegunning) adalah keputusan administrasi negara berupa peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masingmasing hal yang kongkrit. 8 Adapun bentuk-bentuk lain dari perizinan itu sendiri adalah dispensasi, izin, lisensi, dan konsesi. Dalam memberikan pengertian terhadap bentuk-bentuk dari perizinan tersebut disini penulis akan menjelaskan satu persatu dimana bentuk-bentuk perizinan adalah : 1) Dispensasi Dispensasi adalah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku lagi bagi suatu hal yang istimewa. 9 Adapun pemberian dispensasi haruslah memenuhi persyaratan tertentu yang diatur didalam peraturan yang berlaku dan agar setiap orang dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat menerobos dari peraturan yang telah berlaku, namun hal tersebut tidak terlepas dari peran yang 7 E. Utrecht. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet VI, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 2010, hal Prins, Hukum Administrasi, Jakarta Mr. W. F Prins-R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,. Pradny Paramitta, Jakarta, 2001, hal. 71

10 18 dimiliki kekuasaan yaitu pemerintah untuk memberikan dispensasi yang harus jelas batasnya. 2) Lisensi Nama lisensi nampaknya tepat untuk izin dalam menjalankan suatu usaha, izin tersebut tidak menjamin bahwa yang memperoleh lisensi tidak akan campur tangan dalam perusahaan atau bidang usaha yang dilakukan. Meskipun lisensi memberikan suatu keluasaan terhadap usaha tersebut.

11 19 3) Izin Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. 10 4) Konsesi Bedanya dangan izin, konsesi senantiasa mengenai pekerjaan yang karena berkaitan dengan kepentingan umum harus benar-benar dilaksanakan. Maka dari itu pemegang konsensi baik oleh undang-undang maupun dengan cara mengadakan persyaratan, pemegang konsensi hamper senantiasa diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan yang diizinkan kepadanya dalam waktu yang tertentu dan dapat dilaksanakan dengan penyelenggaraan yang teratur. Contoh konsesi adalah apabila pihak swasta memperoleh delegasi kekuasaan dari pemerintah untuk melakukan suatu pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah. Adapun tugas pemerintah adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi kesejahteraan atau kepentingan umum harus selalu menjadi persyaratan utama, dan bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. Pendelegasiaan wewenang itu diberikan karena pemerintah tidak mempunyai cukup tenaga maupun 10 Phliphus M. Hadjon, Op.cit., hal. 2

12 20 fasilitas untuk melakukan sendiri. Konsesi ini dapat diberikan hamper dalam segala bidang. 11 Sebagai perbuatan hukum yang sepihak dari pemertintah, perizinan menimbulkan hak dan kewajiban bagi si pemohon yang perlu ditetapkan dan diatur dalam peraturan perundangan agar terdapatnya kepastian serta kejelasan, baik mengenai persyaratan dan juga mengenai prosedur pemberian izin tempat usaha. Masyarakat pada umumnya adalah manusia yang sangat menghendaki suatu keteraturan, maka untuk itulah diperlukan berbagai peraturan agar segala tindakan yang ada didalam masyarakat dapat ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah. Hal tersebut merupakan hal yang menerangkan bahwa maksud dari izin itu sendiri adalah suatu tindakan yang pada mulanya dilarang, namun dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan membuat hal yang dilarang itu biar diperbolehkan. Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat diberbagai bidang usaha, pemerintah ikut serta sebagai salah satu faktor yang menunjang lancarnya kegiatan usaha yang terdapat didalam masyarakat. Merupakan suatu ketentuan dari pemerintah terhadap masyarakat yang akan mendirikan atau melakukan suatu bidang usaha pada lokasi atau tempat tertentu, untuk dapat terlebih dahulu memperoleh atau mendapatkan izin tempat usaha yang diberikan oleh pemerintah. 11 Marbun, Moh, Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, hal

13 21 Izin yang diberikan tersebut merupakan kewenangan dari pemerintah, yang berarti bahwa pemerintahakan memperbolehkan serta memberikan izin kepada seseorang sebagai pemohon untuk melakukan suatu tindakan atau usaha pada lokasi atau tempat tertentu yang sebelumnya merupakan suatu tindakan yang dilarang. Izin merupakan instrument yang banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah mengeluarkan izin untuk mengatur segala tindakantindakan yang terdapat didalam masyarakat, agar tidak bertentangan dengan ketentuan serta perundang-undangan yang berlaku. Menurut E. Utrecht yang dikutip Y. W. Sunindhia dan Ninik Widiawati, pengertian izin atau vergunning yaitu : Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (verguning). 12 Izin dapat dibagi menjadi dua bagian : 13 1) Izin dalam arti yang luas yaitu suatu tindakan dilakukan demi kepentingan umum, maksudnya yaitu pemerintah membolehkan pemohon untuk melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya dilarang. 12 Y. W. Sunindhia, dan Ninik Widianti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal Mr. J. B. J. M Ten Berge, Op. cit, hal 3

14 22 2) Izin dalam arti yang sempit yaitu bahwa suatu perbuatan mengenai izin pada dasarnya merupakankeinginan dari pembuat undang-undang. Tujuannya untuk mengatur segala tindakan yang dianggap merupakan tindakan yang tercela. Izin merupakan tindakan yang sebelumnya dilarang lalu diperkenankan agar tindakan tersebut dapat diperbolehkan. Merupakan hal yang utama terhadap pengertian izin dalam arti sempit bahwa tindakan yang merupakan tindakan yang dilarang tersebut adalah dengan tujuan agar dalam ketentuan tersebut mendapat persetujuan dalam pelaksanaannya, namun tindakan tersebut masih terdapat didalam ketentuan yang tidak bisa untuk dilanggar. Segala sesuatu yang berbentuk usaha akan memerlukan tempat atau lokasi, dimana nantinya akan dijadikan sebagai tempat yang akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan atau usaha tersebut, dengan tujuan usaha yang dilakukan itu akan berjalan semestinya. Untuk melakukan kegiatan atau usaha, biasanya para pengusaha akan mencari tempat yang sesuai dan mereka anggap baik untuk melakukan kegaiatan atau usaha yang akan mereka jalankan. Untuk itulah diperlukan izin terhadap tempat usaha tersebut. Untuk melaksanakan kegiatan atau usaha pada lokasi atau tempat tertentu, para pengusaha diwajibkan untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah, dimana para pengusaha tersebut diperbolehkan untuk mendirikan usaha atau kegiatan yang akan mereka jalankan.

15 23 Karena untuk melakukan usaha pada tempat tertentu tidak bisa dilakukan begitu saja, karena semua itu akan memerlukan persetujuan serta izin tempat usaha dari pejabat yang berwenang, yang nantinya apabila telah memenuhi segala persyaratan yang diajukan, maka tempat atau lokasi untuk melaksanakan kegiatan usaha yang pada mulanya merupakan hal yang belum diizinkan atau dilarang, akan dapat diperbolehkan dengan dikeluarkanya nanti surat izin tempat usaha (SITU) oleh pemerintah daerah atau pejabat yang berwenang. 2. Unsur-unsur Perizinan Izin adalah perbuatan atau tindakan pemerintah yang bersegi satu untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu/khusus. Dari persyaratan tersebut dapat diperoleh unsur-unsur perizinan yaitu : 14 1) Instrument yuridis 2) Peraturan perundang-undangan 3) Organ pemerintah 4) Peristiwa konkret 5) Prosedur dan persyaratan Untuk memperjelas unsur-unsur perizinan tersebut diatas, maka akan diuraikan sebagai berikut : 15 1) Instrumen yuridis Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cet ke 2, Yogyakarta, 2003, hal 15 Ibid.

16 24 Berkaitan dengan tugas negara, terdapat perbedaan antara tugas dari negara hukum klasik dan tugas negara hukum modern (terutama dalam melaksanakan tugasnya), perbedaan adalah sebagai berikut : (1) Negara hukum klasik Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas negara hukum klasik. (2) Negara hukum modern Tugas dan kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar menjaga ketertiban dan keamanan tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, pemerintah diberi wewenang dalam bidang pengaturan dengan instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa konkret. Instrument tersebut adalah dalam bentuk ketetapan (beschikking). Beschikking adalah instrumen hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintah. Salah satu bentuk ketetapan adalah izin. Sesuai dengan jenis-jenis beschikking, izin termaksuk ketetapan konstitutif, yang merupakan ketetapan yang menimbulkan hak baru untuk adresat dalam izin tersebut. Izin disebut pula sebagai suatu ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. 2) Peraturan perundang-undangan

17 25 Sebagai negara hukum, salah satu prinsipnya adalah pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya setiap tindakan hukum pemerintah dalam menjalankan fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan dan penegakan hukum positif perlu adanya wewenang, karena dengan wewenang dapat melahirkan suatu instrumen yuridis yaitu ketetapan. Namun yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah izin yang diterbitkan harus berdasarkan wewenang yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerima kewenangan tersebut adalah pemerintah/organ pemerintah dari presiden (pemerintahan negara tertinggi/pusat, sampai dengan lurah (pemerintahan negara paling dasar. Kewenangan pemerintah dalam menerbitkan izin bersifat bebas, artinya pemerintah diberi kewenangan memberi pertimbangan tersebut didasarkan inisiatif sendiri. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh : (1) Kondisi-kondisi dari pemohon yang dimungkinkan untuk dikeluarkan suatu izin. (2) Cara pertimbangan kondisi-kondisi yang ada. (3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat dari penolakan atau pemberi izin dikaitkan dengan pembatasan perundangundangan.

18 26 (4) Prosedur yang harus dilakukan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin. 3) Organ pemerintah Organ pemerintah adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan beschikking, termaksuk yang berbentuk sebagai izin. Dalam hal ini, organ pemerintah yang dimaksud adalah organ yang menjalankan urusan, yaitu di tingkat pusat (presiden sebagai administratur pusat) sampai pemerintah yang palaing dasar (lurah sebagai administratur dasar). Akibat dari banyaknya organ pemerintah yang memiliki wewenang untuk menerbitkan izin, seringkali menghambat aktivitas dari pemohon izin. Hal tersebut dapat terjadi karena keputusan yang dibuat oleh organ pemerintah tersebut memakan waktu yang panjang, yang dapat saja merugikan pemohon izin. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan deregulasi dandebirokratisasi dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan tersebut adalah : (1) Deregulasi dan debirokratisasi tersebut tidak menghilangkan esensi dari sistim perizinan tersebut. (2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial. (3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal yang bersifat prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan.

19 27 (4) Dergulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas umum pemerintahan yang layak. Wewenang yang diberikan kepada organ pemerintah tersebut haruslah diperoleh dari peraturan perundang-undangan. 4) Peristiwa konkret Sesuai dengan bentuk dan sifat dari beschikking, maka izin sebagai salah satu jenis dari beshickking memiliki sifat yang konkret, individual, final. Berdasarkan sifat dan bentuk izin, yang dimaksud dengan konkret atau peristiwa konkret adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, dan fakta hukum tertentu. Dalam pelaksanaannya, peristiwa konkret yang dimohonkan izinya adalah beragam (sesuai dengan perkembangan masyarakat). Selain itu dalam satu peristiwa konkret dapat diterbitkan atau diperlukan beberapa izin, berdasarkan proses dan prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin. 5) Prosedur dan persyaratan Untuk mengajukan izin, pihak pemohon izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan organ pemerintah yang berkaitan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertantu yang ditentukan secara sepihak oleh organ pemerintah yang memiliki kewenangan memberi izin.

20 28 Berkaitan dengan syarat-syarat memperoleh izin, izin memiliki sifat konstitutif dan dan kondisional, maksudnya adalah : (1) Konstitutif adalah terdapat perbuatan atau tingkah laku tertentu (perbuatan konkret) yang harus terlebih dahulu dipenuhi. (2) Kondisional adalah penilaian dari suatu peristiwa yang akan diterbitkan izin. Meskipun prosedur dan syarat permohonan izin dilakukan sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah harus menentukanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Tujuan perizinan Pemberian izin oleh penguasa atau pemerintah terhadap pemohon izin berarti memberikan serta memperkenankan pemohon tersebut dalam melakukan tindakan tertentu. Secara umum perizinan itu sendiri merupakan perbuatan yang pada mula-mulanya dilarang akan tetapi hal itu diperkenankan setelah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Bagi pemerintah sendiri perizinan mempunyai tujuan untuk melaksanakan peraturan untuk sedapat mungkin menjadikan sebagai peraturan yang sesuai dengan kenyataan nanti dilapangan, dan terhadap msyarakat pada dasarnya perizinan merupakan bentuk dari suatu kepastian hukumyang jelas terhadap sesuatu yang sebelumnya merupakan hal yang pada mulanya dilarang dan akhirnya diperkenankan. 4. Fungsi perizinan

21 29 Sebagai suatu instrumen yuridis dari pemerintah, izin yang dianggap ujung tombak instrumen hukum berfungsi : 16 1) Pengarah 2) Perekayasa 3) Perancang masyarakat adil dan makmur 4) Pengendali 5) Penertib masyarakat (jika berkaitan dengan fungsi hukum modern) 5. Bentuk dan isi dari perizinan Untuk kepastian hukum, diterbitkanya suatu izin harus berbentuk tertulis yang secara umum memuat hal-hal berikut ini : 17 1) Organ yang berwenang. 2) Adresat 3) Diktum 4) Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat merupakan subtansi yang diputuskan dalam suatu izin. 5) Pemberian alasan (berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan yang harus sesuai dengan kondisi objektif dari peristiwa/fakta serta subjek hukum). 6) Tambahan (dapat berisi tentang kemungkinan sanksi, kebijaksanaan, kebijakan yang akan dikeluarkan). 16 Ridwan. HR, Op. cit.., hal Ibid.,hal. 151

22 30 F. Metode Penelitian berikut : Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data primer dan data sekunder. Data-data tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. 2. Metode Pendekatan Metode yang kami gunakan untuk melaksanakan penelitian ini ialah metode pendekatan yuridis empiris. Metode yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang obyektif yang disebut sebagai data primer. 18 Metode pendekatan yuridis normatif merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian di lanjutkan dengan mengadakan 2004, hal Abdulkadir Muhammad, Hukun dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,

23 31 penelitian terhadap data primer di lapangan. 19 Metode pendekatan ini sesuai dengan apa yang hendak penulis teliti yaitu Prosedur Perolehan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, meliputi data yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan atau melalui literatureliteratur, himpunan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hasil penelitian berwujud laporan, arsip negara, jurnal, dokumen maupun bentuk-bentuk lain berkaitan dengan penelitian. Data diperoleh berupa keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau dari lokasi penelitian serta melakukan studi kepustakaan. b. Sumber Data 1. Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung terhadap pihak-pihak terkait yaitu di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Medan. Permasalahan yang diteliti berupa data, fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung di lapangan mengenai permasalahan yang diteliti. 19 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta,2001, hal. 52

24 32

25 33 2. Sumber Data Sekunder Data yang didapatkan dari peraturan perundang-undangan yang terkait, bahan-bahan kepustakaan, dokumen, arsip negara, artikel, jurnal, makalah. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung terhadap pejabat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota sebagai contoh, Kasie Pelayanan Kesejahteraan Rakyat, Kasie Pelayanan Perekonomian dan 2 (dua) orang staf Pelayanan Perekonomian yang dipilih berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh penulis, dengan terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam wawancara tersebut. b. Pengumpulan data sekunder Pengambilan data sekunder dilakukan dengan penelusuran kepustakaan, membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini serta browsing situs-situs di internet untuk mencari data-data yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. 5. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah yuridis kualitatif ini dimaksudkan agar peneliti dalam melakukan pendekatan terhadap obyek penelitian akan dilakukan secara wajar. Dalam artian menggali informasi sesuai

26 34 dengan persepsi peneliti dan informan, dan proses penggalian informasi ini dapat berkembang sesuai dengan interaksi yang terjadi dalam proses wawancara kemudian data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian disusun dengan teratur dan sistematis, yang akan dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Dalam skripsi yang berjudul Prosedur Perolehan Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang Latar Belakang Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II PENGATURAN IZIN PRINSIP PENYELENGGARAAN INTERNET SERVICE PROVIDER Pada bab ini akan membahas tentang Dasar Hukum izin Prinsip Penyelenggaraan Internet, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Masalah Perizinan dan Ketentuan Sanksi Dalam Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet BAB III MEKANISME PENGURUSAN IZIN PRINSIP

27 35 PENYELENGGARAAN INTERNET Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian dan Bentuk- Bentuk Layanan Internet Service Provider, Pengurusan izin penyelengaraan telekomunikasi di bidang internet service provider dan Peraturan Daerah Yang mengatur Izin Prinsip Penyelenggaraan Internet BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRINSIP PENYELENGGARAAN INTERNET SERVICE PROVIDER DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Pada bab ini akan membahas tentang Tata Cara Permohonan Pendaftaran Izin Internet Service Provider, Hambatan perolehan izin prinsip Penyelenggaraan Internet dan Service Provider Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara serta Upaya Yang Dilakukan dalam perolehan izin prinsip penyelenggaraan internet service provider ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan membahas tentang Kesimpulan dan Saran yang telah dilakukan dan memberikan saran dalam hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh gambaran yang lengkap terhadap masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian tersebut dipergunakan

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retribusi Parkir 1. Pengertian Parkir Menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perparkiran, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 38 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu dengan cara melihat dan menelaah perbandingan asas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan pemberhentian sementara dari jabatan terhadap pegawai negeri sipil yang diduga terlibat tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 (studi kasus dugaan tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), maka

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA A. Pengertian Izin Mendirikan Perumahan Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini dijalankan menjadikan kebutuhan akan lembaga pendidikan sebagai wadah pencerdasan dan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya manusia adalah mahkluk sosial yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan elektronik, seperti internet, buku, dan surat kabar, saat ini mempunyai pengaruh yang sangat luas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 48 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam penyelenggaraan negara, pemerintah membutuhkan sarana negara atau sarana tindak pemerintahan. Sarana negara

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Pembangunan Daerah dengan fungsinya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah, sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. 1. Pendekatan Yuridis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris normatif yaitu jenis penelitian yang merupakan gabungan dari jenis penelitian hukum empiris dan normatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini tidak dapat dipungkiri kebutuhan manusia akan teknologi dalam menunjang berbagai kemudahan aktivitas kehidupannya. Melalui perkembangan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, karena setiap kegiatan yang dilakukan baik perseorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang- Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang- Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang- Undang 32 Tahun 2004 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

PENGARUH DAFTAR PERUSAHAAN TERHADAP PERMODALAN KOPERASI DI KABUPATEN KARANGANYAR

PENGARUH DAFTAR PERUSAHAAN TERHADAP PERMODALAN KOPERASI DI KABUPATEN KARANGANYAR PENGARUH DAFTAR PERUSAHAAN TERHADAP PERMODALAN KOPERASI DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI )

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI ) FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam penelitian ini yang berdasarkan pokok permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1 43 III.METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci