Dewi Susanti. Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Linda Waty Zen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dewi Susanti. Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Linda Waty Zen"

Transkripsi

1 Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Dewi Susanti Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang. Adapun metode penelitian menggunakan metode survey. Pengamatan struktur komunitas menggunakan metode petak contoh berjumlah 100 plot pada ketiga stasiun penelitian. Penilaian valuasi ekonomi ekosistem padang lamun dengan pendekatan kuisioner atau melakukan wawancara kepada responden. Hasil pengamatan stuktur komunitas padang lamun di Desa Pengudang ditemukan 8 jenis lamun yakni Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Diperoleh kerapatan jenis tertinggi yakni jenis Halophila ovalis sebanyak 204 tegakan/m 2. Total penutupan jenis tertinggi ialah jenis Enhalus acoroides sebesar 11,91%, dengan total penutupan per stasiun tertinggi pada stasiun 3 yaitu sebesar 40.61%. Nilai indeks keanekaragaman (H ) sebesar 2,48 dengan kategori sedang artinya jenis yang dijumpai sangat beragam. Nilai indeks dominansi (D) ditemukan jenis yang mendominansi yaitu Syringodium isoetifolium pada stasiun 1 dan 3, sedangkan pada stasiun 2 didominansi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii. Penilaian manfaat ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang yakni diperoleh nilai ekonomi total sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun dengan nilai manfaat langsung sebesar Rp 2,506,302,000,-/tahun atau (38,95%), nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp 3,462,309,091,-/tahun mencapai (53,81%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp 138,735,206.25,-/tahun atau (2,16%), nilai manfaat keberadaan diperoleh sebesar Rp 76,226,364,-/tahun atau (1,18%) dan nilai manfaat warisan yaitu sebesar Rp 250,630,200,-/tahun dengan persentase (3,90%). Kata kunci :Lamun, Desa Pengudang, Struktur Komunitas, Valuasi Ekonomi 1

2 Community Structure and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass in the Regional of Rural Water Conservation in Pengudang Village, District of Teluk Sebong, Bintan Regency Dewi Susanti Aquatic Resource Management student, FIKP UMRAH, Linda Waty Zen Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH, Febrianti Lestari Aquatic Resource Management Lecturer, FIKPUMRAH, ABSTRACT This studyims to determine the community of structure and economic valuation of ecosystem seagrass in Pengudang village. There search method is used survey method. Observations community structure using the method of sample plots totaling 100 plots in the third research station. Economic valuation assessment seagrass ecosystems approach question naires or conduct interviews to respondents. The observation of the community structure of seagrass found in Pengudang village 8 seagrass species, these species Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides and Thalassia hemprichii. Obtained the highest density of the type that as many as 204 types of Halophila ovalis stand/m2. The highest total closure typeis the type Enhalus acoroides by11.91%, with total closure per the highest station on the station 3 is equal to 40.61%. The value of diversity index (H') of 2.48 with category means very diverse species encountered. Value dominance index (D) found that dominated types namely Syringodium isoetifolium at stations 1 and 3, while these cond station dominated by Thalassia hemprichii seagrass species. Economic benefit assessment seagrass ecosystems in Pengudang village obtained total economic value of Rp 6,434,202,861, -/year with a value of direct benefit samounting to Rp 2,506,302,000, -/year, or (38.95%), the value of in direct benefit samounting to Rp 3,462,309,091, - /year to reach (53.81%), the value of the benefit optionrp138,735,206.25, -/year or(2.16%), the value of the benefits obtained by the presence of Rp76,226,364, -/year or(1.18%) and the value of benefits that heritage Rp250,630,200, -/year with the percentage(3.90%). Keywords: Seagrass, Pengudang Village, Community Structure, Economic Valuation 2

3 I. PENDAHULUAN Desa Pengudang termasuk pada Kawasan Konservasi Perairan Daerah dan Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL). Kawasan ini merupakan suatu area dengan luas tertentu di padang lamun, yang disepakati untuk dijadikan sebagai daerah perlindungan berupa daerah bebas tangkap (Nontji, 2010). Menurut Kordi, 2011 Padang lamun memiliki fungsi yang sangat penting bagi biota perairan yaitu sebagai daerah spawning ground, nursey ground, dan feeding ground. Mayoritas mata pencaharian penduduk setempat adalah sebagai nelayan dengan jumlah 191 nelayan (Monografi Desa Pengudang, 2014). Pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun di Desa Pengudang dilakukan oleh masyarakat sebagai daerah penangkapan biota ikan maupun non ikan. Namun, Nelayan tidak menggunakan bendabenda tajam untuk menangkap biota tetapi jika menangkap biota saat air surut maka mereka melakukan dengan cara jalan kaki/ mengarung di sekitar lamun. Aktifitas tersebut dianggap secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada keanekaragaman hayati lamun tentunya akan merusak habitat bagi kerang-kerangan, teripang, ranga, dan ikan. Dilihat dari aktivitas pemanfaatan yang ada, hal ini berpotensi menganggu kelestarian ekosistem dan sumberdaya lamun, sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap ancaman langsung yakni terjadinya degradasi habitat dan keanekaragaman hayati lamun, jika hal ini terjadi tentunya dapat menimbulkan permasalahan ekologi-sosial-ekonomi. Penggunaan sumberdaya alam yang demikian akan memberikan pengaruh terhadap ekosistem lamun di Desa Pengudang yang nantinya akan berkaitan juga dengan nilai ekonomi ekosistem lamun. Tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui struktur komunitas padang lamun di perairan Desa Pengudang. 2. Mengetahui nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberi data dan informasi mengenai struktur komunitas padang lamun di Desa Pengudang. 2. Memberikan data valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang. 3. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pemerintah maupun masyarakat dan juga instansi tertentu untuk mengelola sumberdaya padang lamun. 4. serta untuk menjadikan acuan penelitian selanjutnya. II. TINJAUAN PUSTAKA Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Padang lamun merupakan ekosistem di wilayah pesisir yang memiliki keanekaragaman-hayati yang tinggi dan penyumbang nutrisi yang sangat potensial bagi kesuburan perairan di sekitarnya. Selain itu, padang lamun mempunyai fungsi lain 3

4 yaitu fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomis (Soemarwoto, 2004 dalam Sakaruddin, 2011).Mengingat valuasi ekonomi dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu nilai penting dalam peningkatan penghargaan dan kesadaran masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam (Garrod dan Willis, 1999 dalam Agustina, 2014). Irmadi (2004) juga mengatakan bahwa salah satu cara untuk melakukan valuasi ekonomi adalah dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (NET). Nilai Ekonomi Total adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional. Konservasi sumberdaya alam adalah suatu upaya pengelolaan SDA secara bijaksana dengan berpedoman pada azas pelestarian. Menurut UU No 5 Tahun 1990 dalam Supriharyono, 2009 mengatakan tentang pengelolaan sumberdaya hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan dan ketersediaannya tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai April 2015 yang berlokasi di Perairan Desa Pengudang, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan Alat dan Bahan Kegunaan Sampling Lamun 1 Kuadran petakan 1x1 Untuk kuadran transek lamun 2 GPS Menentukan titik koordinat stasiun penelitian 3 Rol Meter Mengukur jarak setiap transek 4 Buku identifikasi Identifikasi jenis lamun 5 Kertas label Label sampel lamun 6 Kantong plastic Untuk wadah sampel lamun Valuasi ekonomi Lembaran kuisioner Alat tulis Kamera Untuk mengetahui dan mengidentifikasi pemanfaatan lamun yang dilakukan masyarakat sekitar Mencatat hasil data yang diperoleh Dokumentasi 4

5 Tabel 2. Stasiun penelitian N o Stas iun Titik Koordinat 1 FG I N: dan E: FG II 3 FG III N: dan E: N: dan E: Kategori Pulau Sumpat termasuk zona pemanfaatan DPPL merupakan zona inti. Daerah Dermaga dan Resort termasuk zona pemanfaatan. Penentuan responden menggunakan metode (random sampling). Pengumpulan data hasil wawancara terhadap responden yang telah ditentukan. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik garis transek (line transect technique). Dengan plot berukuran 1 1 meter sebanyak 100 dengan sub plot 10x10cm dari ketiga stasiun tersebut. Letak plot dimulai dari lamun yang dijumpai pada saat surut ke arah laut (Fachrul, 2007). a. Identifikasi lamun dilakukan dengan mencocokkan data-data lamun yang ditemui di lapangan dengan Kepmen LH Nomor 200 Tahun b. Kerapatan jenis lamun merupakan jumlah total individu jenis lamun dalam unit area yang diukur. Kerapatan masing-masing jenis lamun pada setiap stasiun dihitung dengan rumus English et.al., (1997) dalam Sakaruddin (2011). ( ) Keterangan : K i = kerapatan jenis ke i (ind/m 2 ) n i = jumlah individu dalam transek ke-i (ind)a = luasan total pengambilan sampel (m 2 ) c. Penutupan lamun menyatakan luasan area yang tertutup oleh vegetasi lamun. Persentase penutupan lamun ditentukan berdasarkan rumus English et.al (1997) dalam Sakaruddin (2011). Dengan rumus berikut : ( ) Keterangan :C=Persentase penutupan jenis lamun i (%); M i = Nilai titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i; F i = Frekuensi munculnya kelas penutupan jenis I; f= jumlah total frekuensi seluruh penutupan jenis Tabel 3. Kelas berdasarkan persen tutupan Kls Luas area penutupan % penutupan area % Titik Tengah (M) 5 ½ - penuh ¼ - ½ ,5 3 1/8 - ¼ 12, ,75 2 1/16-1/8 6,25 12,5 9,38 1 < 1/16 < 6,25 3,13 0 Tidak ada 0 0 d. Indeks keanekaragaman Indeks keanekaragaman yaitu menghitung kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah jenis dan jumlah tegakan pada suatu area, menggunakan rumus dari Shannon-wienner dalam Sakaruddin,2012: ( ) 5

6 Dimana: H = Indeks keanekaragaman; n i = jumlah individu jenis ke-i; N = Jumlah individu total; P i = proporsi frekuensi jenis kei terhadap jumlah total Adapun kisaran indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan dengan nilai sebagai berikut : 0 < H < 1 = Keanekaragaman rendah ; 1 H 3 = Keanekaragaman sedang; H > 3 = Keanekaragaman tinggi e. Indeks Dominansi Menghitung indeks dominansi ini berfungsi untuk menggambarkan jenis lamun yang paling banyak ditemui di kawasan penelitian tersebut. Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus simpson dalam Fachrul, (2007) sebagai berikut: ( ) Dimana : D = Indeks dominansi ; Pi = proporsi jumlah ke i terhadap jumlah total; n = jumlah taksa Valuasi Ekonomi merupakan suatu cara untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan terlepas baik nilai pasar (market value) atau non pasar (non market value). a. Nilai Manfaat Langsung (direct use value) Nilai manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya secara langsung. Sehingga dapat dihitung dengan persamaan (Suzana et al,.2011 dalam Agustina, 2014) yakni sebagai berikut: Dimana : DUV =Direct Use Value ( ) DUV1 = manfaat penangkapan ikan DUV2 = manfaat penangkapan teripang DUV3 = manfaat penangkapan ranga DUV4 = manfaat penangkapan kerang bulu DUV5 = manfaat penangkapan sotong DUV6 = manfaat penangkapan kepiting Nilai pemanfaatan langsung pada padang lamun, dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Widiastuti, 2011): Nilai ekonomi perikanan = rente ekonomi (ikan, teripang, ranga, sotong, kerang, kepiting) x jumlah RTP = (Penerimaan (laba layak-laba kotor/biaya operasional) x jumlah RTP b. Nilai Manfaat Tidak Langsung (indirect use value) Nilai manfaat tidak langsung merupakan nilai suatu ekosistem padang lamun sebagai daerah asuhan, pemijahan dan mencari makan bagi biota lainnya. Penilaian menggunakan pendekatan CVM dengan teknik survey, yang mana keinginan untuk menerima (willingness to accept) jika terjadi kerusakan atas sumberdaya ( Fauzi, 2006). Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan antara lain : 1. Membuat hipotesis pasar sumberdaya yang akan dievaluasikan 6

7 2. Mendapatkan nilai lelang melalui teknik permainan lelang 3. Menghitung rataan WTA 4. Memperkirakan kurva lelang 5. Mengagretkan data dengan mengalikan rataan WTA jumlah RTP c. Nilai Manfaat Pilihan (option value) dengan Nilai manfaat pilihan yaitu nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari sumberdaya. Dalam hal ini untuk padang lamun menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain lalu benefit ini ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan (Agustina,2014). Kemudian untuk mengetahui nilai manfaat pilihan ini diperoleh dengan persamaan (Widiastuti, 2011): Option Value = luas padang lamun (Ha) x nilai keanekaragaman hayati d. Nilai Manfaat Keberadaan (existence value) Nilai keberadaan merupakan nilai yang diukur dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari keberadaan ekosistem setelah manfaat lain dihilangkan dari analisis. Nilai ekonomi keberadaan menggunakan metode Willingness to Pay (Kesediaan Membayar Masyarakat) yang diperoleh berdasarkan pendekatan CVM (Contingent Value Method). Manfaat tersebut merupakan nilai ekonomi keberadaan (fisik) dari ekosistem yang dirumuskan sebagai berikut (Ruitenbeek, 1991 dalam Marhayana, 2012): ( ) Keterangan : MEi = Manfaat ekosistem dari responden ke-i; n = Jumlah responden e. Nilai Warisan (Bequest Value) Nilai warisan ekosistem padang lamun yang dimiliki tidak dapat dinilai dengan pendekatan nilai pasar. Oleh karena itu, nilai warisan dapat dihitung dengan pendekatan perkiraan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak kurang 10% dari manfaat langsung (Ruitenbeek, 1991 dalam Marhayana, 2012). Dengan rumus sebagai berikut : BV= 10% x Total Nilai Manfaat Langsung f. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Nilai Ekonomi Total adalah NET atau Total Economic Value (TEV) Total nilai ekonomi yang dimiliki suatu sumberdaya.dapat ditulis dengan persamaan matematis sebagai berikut (CSERGE, 1994 dalam Irmadi, 2004) : TEV = (DUV +IUV + OV) + (EV+ BV) Dimana : TEV = Nilai ekonomi total DUV = Nilai manfaat langsung IUV = Nilai manfaat tidak langsung 7

8 OV EV BV = Nilai pilihan = Nilai Keberadaan = Nilai warisan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Struktur Komunitas Padang Lamun 1. Identifikasi Jenis Lamun Hasil penelitian lamun pada 3 stasiun pengamatan di perairan Desa Pengudang bisa dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Jumlah jenis lamun di perairan Desa Pengudang No Jenis dijumpai Jumlah Jenis ke-i Persen tase (%) 1 Halodule uninervis Halodule pinifolia Cymodocea serrulata Cymodocea rotundata Halophila ovalis S. isotifolium Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Total Sumber : Data primer Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa jenis yang paling tinggi yaitu S. isoetifolium dengan jumlah individu sebanyak dengan jumlah persentase sebesar 27,03%. Adapun yang terendah pada jenis C. serrulata dengan jumlah individu sebanyak 1129 dengan jumlah persentase sebesar 2,63%. 2. Kerapatan Jenis Kerapatan jenis merupakan banyaknya jumlah individu atau tegakan suatu spesies lamun pada luasan tertentu. Didapat nilai kerapatan jenis setiap stasiun sangat jauh berbeda. Tabel 6. Kerapatan jenis lamun di Desa Pengudang tahun 2015 No Jenis yang dijumpai Kerapatan Jenis (ind/m 2 ) St I StII StIII Total 1 H. uninervis H. pinifolia S. isotifolium C.rotundata C. serrulata H. ovalis E. acoroides T. hemprichii Jumlah Sumber : Data primer Ditinjau dari topografi terdapat perbedaan dimana st 1 dan 2 berada pada topografi yang agak tinggi sehingga jika terjadi surut vegetasi lamun pada stasiun ini akan mudah terpapar matahari secara langsung, sedangkan kondisi topografi pada st 3 rendah sehingga vegetasi lamun akan tetap terendam air laut dan tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Ghufran dan kordi (2011) mengatakan jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichi, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium dapat tumbuh dan bertahan hidup pada substrat lumpur, pasir dan puing-puing karang. 3. Persentase Penutupan Jenis Total persentase penutupan terendah terdapat pada st 1 yaitu 28.52%, nilai tertinggi 8

9 E. acoroides yakni 11.91%, Nilai terendah pada st 1 yaitu C. rotundata senilai 0.02%. Berdasarkan penentuan status padang lamun menurut KEPMEN LH no 200 tahun 2004, status padang lamun pada stasiun 1 tergolong pada kondisi yang miskin. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada tabel 7: Tabel 7. Persentase penutupan jenis lamun No Jenis lamun persen tutupan (%) St 1 St 2 St 3 1 H. uninervis H. pinifolia S. isotifolium C. rotundata C. serrulata H. ovalis E. acoroides T. hemprichii jumlah per stasiun Sumber: Data primer Sedangkan pada st 2 memiliki total persentase penutupan senilai %, untuk penentuan status padang lamun juga tergolong pada kondisi kurang kaya. Jenis lamun tertinggi yaitu T. hemprichii dengan nilai 6.63% jenis lamun terendah yakni C. serrulata sebesar 0.66 Sedangkan total persentase penutupan pada st 3 berada pada tingkat paling tinggi dengan nilai 40.61%. Berdasarkan penentuan status padang lamun stasiun ini tergolong pada kondisi kurang kaya. Dilihat dari jenis lamun maka didapat hasil persentase paling tinggi yaitu T. hemprichii sebesar 10.43%, sementara itu untuk jenis lamun dengan hasil persentase paling rendah yaitu H. ovalis dengan nilai 0.01% memiliki bentuk morfologi dengan baik. H. ovalis merupakan jenis lamun baru yang ditemukan pada penelitian ini, karena penelitian terdahulu belum ditemukan meskipun penelitian ini dilakukan pada lokasi yang sama. Ketiga stasiun pengamatan tersebut membuktikan bahwa status padang lamun Desa Pengudang berada dalam kondisi yang rusak. Berdasarkan KEPMEN LH no 200 tahun 2004 konsep penentuan status padang lamun dengan kategori persentase penutupan jenis lamun yang telah dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 8. Penentuan status padang lamun KEPMEN LH 200 tahun 2004 Kondisi Penutupan (%) Baik Kaya/sehat 60 Kurang Rusak kaya/kurang sehat 30-59,9 Miskin 29,9 4. Indeks Keanekaragaman Berdasarkan hasil penelitian didapat nilai indeks total keanekaragaman pada kisaran dengan ini maka dapat diketahui bahwa keanekaragaman hayati lamun di Desa Pengudang termasuk dalam kategori H<3, ini artinya bahwa ketiga stasiun ini memiliki keanekaragaman yang sedang. 5. Indeks Dominansi Nilai dominansi yang didapat pada st 1 dan 3 menunjukkan jenis S. isoetifolium 9

10 merupakan jenis yang paling mendominansi. Sedangkan pada St 2 jenis lamun yang paling mendominansi ialah T. hemprichii. C. Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun 1. Direct Use Value (Nilai Manfaat Langsung) Berdasarkan hasil identifikasi, manfaat langsung ekosistem lamun dapat dilihat dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan Desa Pengudang antara lain ikan, kepiting, sotong, kerang bulu, ranga dan teripang. Jenis hasil tangkapan dan nilai manfaat langsung. Nilai manfaat langsung di desa pengudang dalam persentase dapat dilihat pada gambar diagram di bawah ini: teripang 22.86% sotong 11.89% ranga 11.43% I. jmpng I. lingkis 1.83% 5.12% I. lambai 2.93% ikan lebam 7.32% I. pinangpinang I. 2.74% todak 1.51% ikan ungar 12.35% kerang bulu 8.69% Gambar 11. Nilai persentase manfaat langsung a. Manfaat langsung ikan kepiting 11.34% Hasil perhitungan pendapatan ratarata manfaat langsung ikan di Desa Pengudang saat ini ikan lingkis adalah sebesar Rp 128,352,000,-/tahun (5.12%), ikan jampong sebesar Rp 45,840,000,-/tahun atau (1.83%), ikan lambai sebesar Rp 73,344,000,-/tahun atau (2.93%), ikan lebam sebesar Rp183,360,000,-/tahun atau 7.32%, ikan pinang-pinang diperoleh Rp 68,760,000,- /tahun dengan 2.74%. Ikan todak diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 37,818,000,- /tahun yakni 1.51%. Sedangkan Ikan ungar diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 309,420,000,-/tahun persentase 12.35%. b. Manfaat langsung kepiting Perangkap atau bubu rajungan yang bersifat ramah lingkungan, Kepiting rajungan lebih banyak dimanfaatkan nelayan Desa Pengudang. Hasil manfaat langsung rajungan diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 284,208,000,-/tahun dengan persentase 11.34%. c. Manfaat langsung kerang bulu dan ranga Kerang bulu diambil dengan besi pengait dan dikumpul dengan tangan, adapun pendapatan rata-rata dari pemanfaatan kerang dan ranga yaitu sebesar Rp 217,740,000,- /tahun atau (8.69 %) dan Rp286,500,000,- /tahun (11.43%). d. Manfaat langsung sotong Penangkapan sotong dilakukan dengan pancing udang-udangan dan seser. Didapat nilai rata-rata dari pemanfaatan sotong Desa Pengudang saat ini adalah sebesar Rp 297,960,000,-/tahun dengan persentase sebesar 11.89%. e. Manfaat langsung teripang Teripang dimanfaatkan nelayan dengan budidaya namun bibit dari alam dan 10

11 masa panen selama enam bulan. Hasil perhitungan pendapatan rata-rata sebesar Rp573,000,000,-/tahun (22,86%) untuk hasil teripang di Desa Pengudang. Nilai manfaat langsung tertinggi Rp 573,000,000,-/tahun yaitu hasil teripang. Harga teripang Rp ,-/kg karena teripang dijual dalam keadaan yang bersih dan kering. Sedangkan terendah yaitu ikan todak sebesar Rp ,-/tahun, dijual dengan harga Rp 7000,-/ kg. Adapun nilai total manfaat langsung ekosistem lamun di Desa Pengudang diperoleh hasil sebesar Rp2,506,302,000,-/tahun. 2. Indirect Use Value (Nilai Manfaat Tidak Langsung) Nilai manfaat tidak langsung dihitung dari nilai manfaat padang lamun itu sendiri sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah pengasuhan (nursey ground) dan daerah mencari makan (feeding ground). Berdasarkan 66 responden yang memanfaatkan ekosistem padang lamun didapat nelayan ingin menerima biaya kompensasi (ganti rugi) jika terjadi kerusakan dengan rata-rata Rp 18,127,273,-/orang/tahun diperoleh hasil total sebesar Rp 3,462,309,091,-/tahun. 3. Option Value (Nilai Manfaat Pilihan) Hasil analisis luasan area padang lamun Desa Pengudang yaitu ha ini diperoleh dari metode digitasi yaitu pemetaan menggunakan software arcview 3.3 dan citra spot Pulau Bintan, kemudian melakukan cross check di lapangan menggunakan Global Possition system (GPS) agar tidak terjadi error/bias yang terlalu jauh. Menurut Ruitenbeek (1991) dan Kusumastanto (1998) dalam Agustina (2014) mengatakan bahwa besar nilai cadangan keanekaragaman hayati sebesar US$ 15/ha/tahun. Sementara itu nilai US$ 1 dollar pada 18 April 2015 sebesar Rp ,-. Maka dapat dihitung nilai manfaat pilihan dari ekosistem padang lamun yaitu Rp 138,735,206.25,-/tahun dan diperkirakan memperoleh hasil senilai Rp 193,130.38,- /ha/tahun. 4. Existence Value (Nilai Keberadaan) Nilai manfaat keberadaan Desa Pengudang diestimasi menggunakan teknis Contingent Valuation Method (CVM). Guna mengetahui seberapa besar keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem padang lamun tersebut. Keinginan membayar dari 66 responden yang memanfaatkan ekosistem padang lamun bersedia membayar rata-rata Rp 399,091,-/orang/tahun. Hasil ini dikalikan dengan jumlah seluruh RTP (Rumah Tangga Perikanan) di Desa Pengudang yaitu 191 jiwa. Dari perhitungan diketahui nilai manfaat keberadaan ekosistem padang lamun sebesar Rp ,-/tahun. 5. Bequest Value (Nilai Warisan) Menurut Marhayana (2012), nilai warisan tidak dapat diukur dari nilai pasar sehingga dihitung dengan pendekatan 11

12 perkiraan bahwa nilai warisan tidak kurang 10% dari nilai manfaat langsung yang diperoleh suatu ekosistem. Sehingga didapat nilai warisan ekosistem padang lamun Desa Pengudang sebesar Rp 250,630,200,-/tahun. 6. Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) Nilai pemanfaatan keseluruhan dijumlahkan sehingga diperoleh hasil nilai total ekonomi. 3.90% 1.18% 2.16% 53.81% Total Economic Value 38.95% Gambar 12. Nilai Total Ekonomi Desa Pengudang Hasil penelitian menunjukkan Nilai Ekonomi Total (NET) sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun. Persentase tertinggi yaitu nilai manfaat tidak langsung (indirect value) sebesar 53.81%. Hal ini dikarenakan fungsi ekositem padang lamun sangat penting yaitu tempat pemijahan, pengasuhan, mencari makan dan juga tempat bermain beragam biota perairan. Sebagaimana sesuai dengan surat keputusan Bupati Bintan tahun 2010, bahwa Desa Pengudang adalah salah satu Desa yang dijadikan kawasan konservasi padang lamun dimana kawasan ini merupakan kawasan yang telah diatur peruntukkannya. Manfaat Langsung Manfaat Tidak Langsung Manfaat Pilihan Manfaat Keberadaan Manfaat Warisan Dilakukan perbandingan hasil penelitian Agustina (2014) nilai ekonomi total Desa Berakit sebesar Rp 6,486,049,675,- /tahun sedangkan nilai ekonomi total Desa Pengudang sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun. Diperoleh selisih nilai ekonomi total hanya sebesar Rp 51,846,813.84,-/tahun. Akan tetapi jika dihitung dari nilai sumberdaya ekosistem padang lamun Desa Pengudang didapat senilai Rp 8,956,669.76,-/ha/tahun dengan luasan padang lamun ha. Nilai sumberdaya ekosistem padang lamun Desa Berakit didapat sebesar Rp 6,734,554.74,-/ha/tahun dengan memiliki luasan padang lamun ha. Sedangkan nilai WTA dan WTP, dipengaruhi dari jumlah RTP. Diketahui bahwa jumlah RTP Desa Pengudang sebanyak 191 orang sedangkan di Desa Berakit 377 orang. Karena nilai WTP dan WTA akan semakin besar jika semakin banyak RTP di begitu juga sebaliknya, jika dilihat nilai (WTP) atau kesediaan membayar masyarakat nelayan terhadap tingkat kepedulian atas sumberdaya yang ada. Apabila diperoleh nilai RTP masih kecil, hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya fungsi ekosistem padang lamun. Meskipun terdapat perbedaan luasan padang lamun serta RTP yang sedikit, Desa Pengudang bisa dikatakan lebih unggul. Alasannya, dengan memiliki luasan padang lamun yang lebih kecil serta RTP jauh lebih sedikit dari Desa Berakit, Desa Pengudang hampir bisa menyamai nilai ekonomi total Desa Berakit. 12

13 V. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian struktur komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang dapat disimpulkan bahwa : 1. Struktur komunitas lamun berdasarkan data identifikasi jenis dijumpai 8 jenis lamun yang ada di perairan tersebut yaitu H. uninervis, H. pinifolia, C. rotundata, C. serrulata,s.isoetifolium,e.acoroide, H. ovalis dan T. hemprichii. Kerapatan jenis masing-masing st 1,2 dan 3 mengalami perbedaan yang jauh dengan nilai st 1 sebesar 274 ind/m 2, nilai st 2 sebesar 398 ind/m 2, dan nilai st 3 sebesar 529 ind/m 2. Persentase tutupan lamun tertinggi pada st 3 senilai 40.61%, st 2 senilai 30.63%. Sedangkan terendah senilai 28.52%. Adapun indeks keanekaragaman (H ) lamun berada pada kondisi H<3, artinya keanekaragaman lamun Desa Pengudang dalam kondisi sedang. Indeks dominansi (D) pada st 1 dan 3 didominansi lamun jenis S. isoetifolium, st 2 jenis yang mendominansi T. hemprichii. 2. Valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang telah didapat nilai ekonomi total yakni sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun dengan nilai manfaat langsung Rp 2,506,302,000,- /tahun atau (38,95%), nilai manfaat tidak langsung Rp 3,462,309,091,-/tahun atau (53,81%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp 138,735,206.25,-/tahun atau (2,16%), dan nilai manfaat keberadaan Rp 76,226,364,- /tahun atau (1,18%) sedangkan nilai manfaat warisan sebesar Rp 250,630,200,- /tahun atau (3,90%). Saran dari penelitian ini adalah setelah nilai ekonomi total didapat dari sumberdaya ekosistem padang lamun di Desa Pengudang diharapkan akan tercipta pemanfaatan sumberdaya yang lebih efisien lagi. Hal ini dikarenakan, ekosistem padang lamun memiliki manfaat dan fungsi yang sangat penting baik sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya ekologi. Demi kelangsungan hidup masyarakat nelayan diharapkan adanya kesadaran masyarakat yang lebih tinggi untuk menjaga dan melestarikan kawasan padang lamun agar sesuai fungsinya yakni sebagai kawasan konservasi perairan daerah di wilayah Desa Pengudang. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai potensi wisata alam yang ada Desa Pengudang. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah sudi memberi bantuan, dukungan, saran, doa dan bimbingan kepada penulis yakni dosen pembimbing I Ir. Linda Waty Zen, M.Sc dan Dr. Febrianti Lestari, M.Si. serta keluarga tercinta dan teman-teman seperjuangan. 13

14 VI. DAFTAR PUSTAKA Agustina, L Struktus Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah Desa Berakit Bintan. Skripsi. UMRAH. Tanjungpinang. Fachrul, F.M. (2007). Metode sampling bioekologi. Bumi aksara. Jakarta. Fauzi,akhmad,2006. Ekonomi sumberdaya alam. PT. Gramedia pustaka. Utama, Jakarta. Irmadi, Nahib Neraca dan valuasi ekonomi sumberdaya hutan mangrove. ustaka.php?kategori=4&jenis=11&ka ta kunci=irmadi%20nahib/ diakses 08 november Nontji. A Pengelolaan padang lamun pembelajaran di proyek trismades. d. // diakses 04 september Profil monografi Desa Pengudang tahun 2013 dan 2014 Sakaruddin, M. I Komposisi jenis, kerapatan, persentase tutupan dan luasan penutupan lamun diperairan pulau panjang tahun Skripsi. IPB. Bogor. Supriharyono Konservasi ekosistem sumberdaya hayati. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Widiastuti, A Kajian nilai ekonomi produk dan jasa ekosistem lamun sebagai pertimbangan dalam pengelolaannya. Tesis:Universitas Indonesia Marhayana, Manfaat Ekonomi Ekosistem Mangrove Di Taman Wisata Perairan Padaido Kabupaten Biaknumfor,Papua. Skripsi. Unhas makassar. Menteri Negara lingkungan hidup Keputusan menteri Negara lingkungan hidup no 200 tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun. Kordi, K.M. Ghufran, Ekosistem lamun (seagrass). PT: Rineka cipta. Jakarta Kurnia, Windiyati, Struktur Komunitas Lamun(Seagrass) di Perairan Lamun Pantai Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. SKRIPSI. UNRI. PEKANBARU. Kurnia, Windiyati, Struktur Komunitas Lamun(Seagrass) di Perairan Lamun Pantai Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. SKRIPSI. UNRI. PEKANBARU. 14

Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands

Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands Dwi Sri Wahyuningsih Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Kampung Tanjung Duku Kelurahan Dompak Tanjungpinang.

Keanekaragaman Jenis Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Kampung Tanjung Duku Kelurahan Dompak Tanjungpinang. Keanekaragaman Jenis Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Kampung Tanjung Duku Kelurahan Dompak Tanjungpinang Nofri Eka Saputra Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, nofri1mp2@gmail.com

Lebih terperinci

Community Structure and Economic Valuation of Seagrass Bed in Aquatic of Marine Protected Area in the Berakit Village Bintan

Community Structure and Economic Valuation of Seagrass Bed in Aquatic of Marine Protected Area in the Berakit Village Bintan Community Structure and Economic Valuation of Seagrass Bed in Aquatic of Marine Protected Area in the Berakit Village Bintan Leni Agustina Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, leniagustina92@gmail.com

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten Bintan. Desy Selfiani

Valuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten Bintan. Desy Selfiani Valuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten Bintan Desy Selfiani Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, desyselfiani94@gmail.com

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Muhamad Amran Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, muhamadamran28@gmail.com

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Novi Andriani Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Lebih terperinci

Pandu Budiman. Linda Waty Zen. Diana Azizah ABSTRAK

Pandu Budiman. Linda Waty Zen. Diana Azizah ABSTRAK VALUASI EKONOMI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI PADANG LAMUN DI DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Pandu Budiman Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, pandubudiman94@gmail.com

Lebih terperinci

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Kelurahan Penyengat Kota Tanjungpinang Adi Febriadi 1), Arief Pratomo, ST, M.Si 2) and Falmi Yandri, S.Pi, M.Si 2) ADI FEBRIADI Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen

Lebih terperinci

Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan

Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Use Zone Capability in Seagrass Conservation Areas For Marine Tourism

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN ABSTRAK ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN Lisdawati Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, lisdawati471@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Dini Arifa 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1 BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rudini, rudini1990@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Arief Pratomo, ST, M.Si

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara. Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara Suhandoko 1, Winny Retna Melani 2, Dedy Kurniawan 3 suhandoko.2001@gmail.com Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU Hardiyansah Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, hardiyansyah1515@gmail.com

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:

Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, *  korespondensi: Keanekaragaman Lamun di Pantai Kora-Kora, Kecamatan Lembean Timur Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara (The Diversity of Seagrass in Kora-kora Beach, East Lembean District, Minahasa Regency, North Sulawesi

Lebih terperinci

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA 1 SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU COMMUNITY STRUCTURE OF SEAGRASS IN WATERS DUYUNG ISLAND DISTRICT LINGGA PROVINCE OF RIAU Suhandana Pahlawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

KAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN. Mia Larasanti

KAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN. Mia Larasanti KAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN Mia Larasanti Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, mia.larasatie@yahoo.com Dr.Febrianti Lestari,

Lebih terperinci

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Supriadi Mashoreng Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar E-mail : supriadi112@yahoo.com

Lebih terperinci

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ANALISIS BIOMASSA LAMUN DI DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Sarah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Peraiaran, FIKP UMRAH, Sarah9386.fikp@yahoo.co.id Febrianti

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU Linda Waty Zen dan Fitria Ulfah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), MEY 2015 ISSN:

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), MEY 2015 ISSN: STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN PANTAI DESA BAHOI KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA SULAWESI UTARA (Community Structure of Seagrass in Coastal Waters of Bahoi Village, West

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau

Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau Salimah Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, sallmarenly15@gmail.com

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG Samsuar (1), Muzahar (2 ), Andi zulfikar (3) Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Maritime Raja Ali Haji,

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN Community Structure Seagrass Bad in Different Depth in Aquatic Berakit Village District Bintan M. Kasim

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI. STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV Hasil dan Pembahasan A. Kondisi Lokasi Penelitian Pulau Misool merupakan salah satu pulau besar di antara empat pulau besar yang ada di Kabupaten Raja Ampat. Secara Umum luas wilayahnya adalah 2.034

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI 1 STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI M. Aris Suhud 1) Arief Pratomo, ST, M.Si 2) dan Falmi Yandri, S.Pi, M.Si 2) Departement S-1 of Marine Science Faculty of Marine Science and Fisheries,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari : III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan pengambilan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POLA SEBARAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK DALAM KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POLA SEBARAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK DALAM KABUPATEN BINTAN ABSTRAK KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POLA SEBARAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK DALAM KABUPATEN BINTAN Edi Widodo (1), Arief Paratomo (2), Chandara. J. Koenawan (3) Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PADANG LAMUN DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN TANJUNG UBAN UTARA KABUPATEN BINTAN MUHAMMAD NUGRAHA DARUTAQIQ

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PADANG LAMUN DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN TANJUNG UBAN UTARA KABUPATEN BINTAN MUHAMMAD NUGRAHA DARUTAQIQ VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PADANG LAMUN DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN TANJUNG UBAN UTARA KABUPATEN BINTAN MUHAMMAD NUGRAHA DARUTAQIQ JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN Marlina Yanti (1), Muzahar (2), Fadhliyah Idris (3) Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep M. FADJRIN ADIM 1, HASYIMUDDIN 1, ERNAWATI KASENG 1 Jurusan Biologi, Fak. Sains dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA STUDI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA Oleh: BAYU ADHI PURWITO 26020115130110 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic

Lebih terperinci

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Julianto Subekti, Suradi Wijaya Saputra, Imam Triarso Program Studi Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG KABUPATEN PANGKEP

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG KABUPATEN PANGKEP VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG KABUPATEN PANGKEP THE ECONOMIC VALUATION OF THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN KAPOPOSANG MARINE TOURISM PARK IN PANGKEP REGENCY Haslindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie 35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah

Lebih terperinci

Studi Struktur Komunitas dan Pola Sebaran Padang Lamun di Perairan Senggarang Kecil

Studi Struktur Komunitas dan Pola Sebaran Padang Lamun di Perairan Senggarang Kecil Studi Struktur Komunitas dan Pola Sebaran Padang Lamun di Perairan Muhammad Rajab Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, jab_razy@yahoo.com Chandra Joei Koenawan, S.Pi, M.Si Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Herry_IKL@yahoo.co.id Arief Pratomo Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Padang Lamun. Perairan Teluk Siantan. Kabupaten Kepulauan Anambas

Struktur Komunitas Padang Lamun. Perairan Teluk Siantan. Kabupaten Kepulauan Anambas Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Teluk Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Rangga Adi Pranata 1, Arief Pratomo 2, Falmi Yandri 2 Mahasiswa 1, Dosen Pembimbing 2 Jurusan Ilmu Kelautan Kelautan dan

Lebih terperinci

LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA

LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Rene Ch. Kepel 1 dan Sandra Baulu 2 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Priyanti Junia Pratiwi, Winny Retna Melani, Fitria Ulfah. Juniapratiwi2406@gmail.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 6. Nomor. 1. Tahun 2012 22 ISSN 1978-1652 AKUATIK Volume 6. Nomor. 1. Tahun 2012 PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya REDAKTUR Eva Utami DEWAN EDITOR Andri Kurniawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, mor 1, Juni 2013 Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Meilan Yusuf, 2 Yuniarti Koniyo,

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ABSTRAK

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ABSTRAK STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Jumanto 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN Toto Iskandar Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan dan perikanan, FIKP, Totoghifari_Tpi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Lokasi penelitian adalah Pulau Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PENELITIAN Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung mulai Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012 bertempat di Desa Ponelo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci