Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands
|
|
- Shinta Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands Dwi Sri Wahyuningsih Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP UMRAH, Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Abstract The purpose of this study was to determine the community and economic value of seagrass ecosystems in conservation Rural areas Malang Rapat village Bintan regency of Riau Islands The method used in this research is of survey and interview Seagrass observations using the transect plot 1 m x 1 m comprising 100 subplot is done in three research stations, namely Tanjung Keling, Pulau Pucung, and Teluk Dalam There are 66 respondent for Observations assessment of the economic valuati seagrass The observation of seagrass community in the Malang Rapat village, obtained 7 spesies of seagrass Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; and Cymodocea serrulata with the highest species density composition at station 1 are the type of Thalassia hemprichii 223 ind /m 2 and the lowest at station 2 is the type of Cymodocea serrulata and seagrass area obtained in the Malang Rapat village is 1,871 Ha Observation of the assessment of economic value in the Malang Rapat village acquired Direct Use Value (DUV) was Rp /year (9479%), Indirect Use Value (IUV) was Rp 1,857,163,636 / year (419%), Option Value (OV) was Rp / year (082%), Existence Value (EV) was Rp 54,109,091 /year (012%) and Bequest Value (BV) was Rp /year (008%) Total Economic Value (TEV) in the Malang Rapat village was Rp 44,359,746,178 /year Keywords: Malang Rapat Village, Community, Seagrass, Economic Value, Use Value 1
2 Komunitas Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Dwi Sri Wahyuningsih Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP UMRAH, Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di kawasan konservasi perairan daerah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dan wawancara Pengamatan lamun menggunakan petak contoh 1 m x 1 m terdiri 100 subplot yang dilakukan di 3 stasiun penelitian yaitu Tanjung Keling, Pulau Pucung, dan Teluk Dalam Pengamatan terhadap nilai ekonomi padang lamun dilakukan dengan menggunakan pendekatan responden nelayan sebanyak 66 orang Hasil pengamatan komunitas padang lamun di Desa Malang Rapat, diperoleh 7 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata dengan komposisi kerapatan jenis tertinggi pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii yaitu 223 ind/m 2 dan terendah pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata serta diperoleh luasan padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu 1871 Ha Pengamatan terhadap penilaian ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat diperoleh Nilai Manfaat Langsung (DUV) sebesar Rp /tahun (94,79 %), nilai Manfaat Tidak Langsung (IUV) sebesar Rp /tahun (4,19 %), Nilai Manfaat Pilihan (OV) sebesar Rp /tahun (0,82 %), Nilai Manfaat Keberadaan (EV) sebesar Rp /tahun (0,12 %) dan Nilai Manfaat Warisan (BV) sebesar Rp /tahun (0,08 %) Nilai Total Ekonomi (TEV) di Desa Malang Rapat diperoleh sebesar Rp /tahun Kata kunci : Desa Malang Rapat, Komunitas, Lamun, Valuasi Ekonomi, Nilai Manfaat 2
3 I PENDAHULUAN Dilihat dari potensinya, lamun merupakan salah satu sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktivitas primer yang tinggi(kordi, 2011) Sebagai sebuah ekosistem yang berada di pesisir maupun laut, padang lamun memiliki fungsi ekologi yang tidak bisa tergantikan padang lamun memiliki fungsi ekologi yaitu sebagai habitat berbagai biota-biota laut, tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat pembesaran (rearing ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) dari berbagai biota laut serta memiliki fungsi ekonomi yaitu berbagai biota laut bernilai ekonomis tinggi seperti ikan, teripang, kima, siput, bulu babi dan sebagainya (Kordi, 2011) Berdasarkan SK No36/VIII/2007 Bappeda Kabupaten Bintan 2007 tentang KKLD Kabupaten Bintan, Salah satu kawasan konservasi komunitas padang lamun terdapat di Desa Malang Rapat Desa Malang Rapat hampir keseluruhan masyarakatnya nelayan yang memanfaatkan ekosistem padang lamun baik ekologi maupun ekonomi Melihat dari manfaat dan fungsi lamun baik ekologi maupun ekonomi maka perlu adanya kajian lebih dalam mengenai Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di KKPD Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau Penelitian ini dapat Memberikan data dan informasi baik masyarakat mengenai keadaan ekosistem lamun agar masyarakat dapat ikut memperhatikan dan menjaga ekosistem padang lamun Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Komunitas Ekosistem Padang Lamun dilihat dari Jenis Lamun, Kerapatan Jenis, Luasan Area Padang Lamun dan untuk mengetahui nilai ekonomi ekosistem lamun dilihat dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan dan nilai keberadaan ekosistem padang lamun II TINJAUAN PUSTAKA Lamun atau seagrass merupakan tumbuhan berbunga yang sepenuhnya menyesuaikan diri dengan hidup terbenam dalam laut (Azkab, 2006) Ekosistem padang lamun merupakan sebagai suatu kesatuan sistem ekologi komunitas padang lamun yang mencakup komponen biotik dan abiotik yang saling bergantung dan mempengaruhi dan Ekosistem lamun merupakan habitat (tempat hidup) berbagai biota yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan, teripang, kima, siput, bulu babi dan sebagainya (Kordi,2011) Diseluruh dunia telah di identifikasi terdapat 60 jenis lamun, 13 diantaranya di temukan di Indonesia Dari 13 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia, 10 jenis di temukan di kawasan Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kiswara, 2004 dalam Nainggolan, 2011) Menurut IUCN (1988) dalam Supriharyono (2009) Pengertian konservasi sumberdaya hayati laut merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya laut dari kerusakan akibat aktivitas manusia Biasanya kawasan konservasi sumberdaya hayati laut dilindungi oleh hukum sehingga sering disebut kawasan lindung Valuasi ekonomi adalah nilai ekonomi untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat (Bakosurtanal, 2005 dalam Agustina, 2014) Penilaian atas manfaat sumberdaya alam pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yakni metode atas dasar nilai pasar dan non pasar(baderan, 2013 dalam Agustina, 2014) III METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Sampai Februari 2015 Adapun lokasi penelitian di KKPD Desa 3
4 Malang Rapat, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau Tabel 1 Bahan dan Alat yang digunakan N o Alat dan bahan Kegunaan Kuadran Pengambilan data lamun 1 x 1 m Meteran Untuk mengukur panjang transek yang akan diteliti Buku dan Untuk mencatat hasil pena pengamatan dilapangan Kertas Untuk memberi tanda pada label tempat sampel Kantong Untuk tempat substrat dan plastik lamun sampel Kamera Untuk mendokumentasikan digital hasil penelitian Papan Untuk menulis data lapangan Buku identifikas i lamun GPS Lembar kuisioner dilapangan mengetahui jenis lamun penentuan area pengambilan sampling mengetahui dan pemanfaatan lamun yang dilakukan masyarakat sekitar Sumber : Data Primer (2015) Penentuan stasiun penelitian dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling pertimbangan pemilihan lokasi berdasarkan masyarakat yang hampir keseluruhan memanfaatkan area padang lamun sebagai tempat penangkapan (fishingground) Adapun penentuan stasiun lokasi yaitu: Stasiun 1 berada di Tanjung Keling pada titik koordinat N ,71 dan E ,23 sebagai daerah fishingground I ; Stasiun 2 berada di Pulau Pucung pada titik koordinat N ,14 dan E ,57 sebagai daerah fishingground II; Stasiun 3 berada di Teluk Dalam pada titik koordinat N ,96 dan E ,82 sebagai daerah fishingground III Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian Penentuan responden dilakukan dengan pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan pertimbangan bahwa semua responden (nelayan) adalah pihak- pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem lamun Penentuan Jumlah sampel responden, dan jumlah plot lamun menggunakan rumus Slovin dengan Taraf keyakinan 90% (taraf signifikan 10%) (Matondang, 2012 dalam Agustina, 2014) yakni: N n = 1+Ne 2 Dimana : n = Sampel N = Jumlah populasi e = Perkiraan tingkat kesalahan (0,1) Pengamatan lamun ini menggunakan metode petak contoh(transect Plot) Petak Contoh adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (KEPMEN LH No 200 Tahun 2004) Peletakan plot dengan cara pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih berada pada vegetasi (Setyobudiandi dkk, 2009) Penentuan luas area padang lamun menggunakan metode digitasi yaitu 4
5 pemetaan menggunakan software Arcview 33 dan Citra SPOT Pulau Bintan 2007 dan cross check dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) di lapangan agar bias atau error yang diperoleh menjadi kecil IV ANALISIS DATA 1 Komunitas Lamun Analisis data komunitas lamun terdiri dari : a Identifikasi Jenis Lamun Pengamatan lamun dilakukan di setiap transek kuadran yang telah dipasang Untuk mengidentifikasi jenis lamun menggunakan panduan identifikasi lamun di Indonesia yang mengacu pada KEPMEN LH No200 Tahun 2004 b Kerapatan Jenis Lamun Kerapatan jenis lamun dapat dihitung berdasarkan persamaan: n Ki = i=1 Dimana: Ki = kerapatan jenis ke-i (tegakan/m 2 ) ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i A = Luas area total pengambilan sampel (m 2 ) 2 Valuasi Ekonomi Nilai ekonomi suatu sumberdaya padang lamun dibagi menjadi nilai penggunaan dan nilai non penggunaan Nilai penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai manfaat langsung dan nilai manfaat tidak langsung Nilai non penggunaan dibagi menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat pilihan, nilai manfaat keberadaan dan nilai manfaat warisan a Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Values) Nilai manfaat langsung padang lamun dihitung dengan persamaan (Susana et al, 2011 dalam Agustina, 2014) yaitu: DUV = i i=1 Dimana : DUV = manfaat langsung (direct use value) DUV i = manfaat langsung ke- i n = jumlah jenis pemanfaatan I = jenis pemanfaatan ke- i Nilai manfaat langsung diperoleh dari rumus sebagai berikut (Widiastuti, 2011): Nilai Ekonomi Perikanan = rente ekonomi (ikan, kerang, kepiting, sotong, udang, teripang) x jumlah RTP = (Penerimaan - (Laba layak - Laba kotor) x jumlah RTP b Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Values) Menggunakan teknik pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yaitu teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan menerima atau WTA (Willingness To Accept), jika terjadi kerusakan atau penurunan atas sumberdaya (padang lamun) Penilaian ini diperoleh langsung dari responden yang diungkapkan secara lisan maupun tertulis (Fauzi, 2004) c Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Agustina (2014) besarnya nilai cadangan keanekaragaman hayati adalah sebesar US$ 15/ha/tahun Nilai manfaat pilihan (Opion Value) ini diperoleh dengan persamaan (Widiastuti, 2011): Nilai keanekaragaman hayati =luas padang lamun (ha) x nilai keanekaragaman d Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) Nilai manfaat keberadaan dihitung menggunakan teknik pengukuran langsung dengan menanyakan kepada masyarakat mengenai kesediaan mereka membayar (willingness to pay) barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam (Fauzi, n 5
6 2004) Metode yang digunakan adalah Contigent Valuation Method (CVM) (Adrianto, dkk, 2007) e Nilai Manfaat Warisan (Bequest Value) Nilai manfaat warisan dihitung menggunakan teknik pengukuran langsung dengan menanyakan kepada masyarakat mengenai kesediaan mereka membayar (willingness to pay) barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam (Fauzi, 2004) Metode yang digunakan adalah Contigent Valuation Method (CVM) yakni metode mengestimasi nilai yang diberikan oleh individu terhadap suatu barang atau jasa (Adrianto, dkk, 2007) V HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Komunitas Padang Lamun a Jenis lamun yang ditemukan Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dijumpai jenis-jenis lamun seluruh stasiun di Desa Malang Rapat mulai dari Tanjung Keling, Pulau Pucung dan Teluk Dalam ditemukan sebanyak 7 jenis lamun dari 10 jenis yang ditemukan di kawasan Pulau Bintan yaitu Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata Jenis lamun yang ditemukan paling banyak yaitu ditemukan jenis Thalassia hemprichii dengan jumlah individu dan terakhir paling terendah ditemukan pada jenis Cymodocea serrulata dengan jumlah individu 140 b Kerapatan Jenis Lamun Pengamatan dilapangan kerapatan jenis tertinggi ditemukan pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii dengan nilai 223 ind/m 2 Stasiun 1 merupakan daerah hamparan lamun yang landai dan perairan yang dangkal serta substrat berpasir dan kerapatan jenis terendah ditemukan pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata dengan nilai 1 ind/m 2,, stasiun 2 merupakan daerah bebatuan yang kurang diminati oleh pertumbuhan lamun jenis Cymodocea serrulata(gambar 3) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun Gambar 3 Kerapatan Jenis (ind/m2) Sumber : data primer (2015) c Luasan Area Padang Lamun Luasan area padang lamun diperoleh menggunakan software Arcview 33 dan Citra SPOT Pulau Bintan tahun 2007 yaitu berjumlah 1871 Ha Hal ini menggambarkan bahwa luasnya keseluruhan padang lamun di Desa Malang Rapat dapat menjamin pertumbuhan, pemijahan dan tembattempat biota yang berasosiasi di padang lamun 2 Valuasi Ekonomi (Total Economi Value) a Manfaat Langsung (Direct Use Values) Dari hasil penelitian di lapangan didapat total nilai manfaat langsung yaitu Rp /bulan dan Rp /tahun Berbeda dengan penelitian Widiastuti (2010), penelitian ini menghitung nilai manfaat langsung dengan berbagai macam biota-biota yang dijumpai berasossiasi di padang lamun Hal ini menunjukkan bahwa biota-biota yang berassosiasi di ekosistem lamun di Desa Malang Rapat sangat banyak dan berlimpah Dengan demikian, nilai manfaat langsung di Desa Malang Rapat sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dan mendukung perekonomian secara berkelanjutan (sustainable) 6
7 b Manfaat Tidak Langsung (Insirect Use Value) Dari hasil penelitian di Desa Malang Rapat dari 66 responden didapatlah nilai manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) dari setiap nelayan yaitu Rp /bulan atau Rp /tahun, maka diperoleh nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp /tahun Jumlah nelayan di Desa Malang Rapat berjumlah 192 jiwa Jumlah nelayan ini mencakup nelayan kelong, nelayan laut lepas dan nelayan tepi pantai, dkarenakan pada umumnya sebagian biota-biota yang hidup di laut hanya memijah, bertelur dan dijadikantempat mencari makan di kawasan padang lamun, namun setelah besar sebagian ikan tersebut berpindah ke laut lepas Selain itu, bahwa dengan nilai manfaat tidak langsung di Desa Malang Rapat tersebut memiliki penilaian tersendiri bagi ekologi lamun sehingga potensi padang lamun (seagrass bads) sangat memungkinkan untuk keberlangsungan biota-biota yang berasosiasi disekitarnya Nilai manfaat tidak langsung tersebut adalah nilai yang akan diberikan kepada masyarakat nelayan sebagai penganti dari nilai kerusakan ekoisistem padang lamun c Manfaat Pilihan (Opion Value) Dilihat dari hasil penelitian, dimana luas padang lamun di Desa Malang Rapat itu sendiri berjumlah 1871 hektar Diperoleh nilai manfaat pilihan pada padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp /tahun (nilai tukar rupiah tanggal 30 April 2015 yaitu Rp 12951) nilai tukar, waktu dan tempat sangat mempengaruhi nilai manfaat pilihan Semakin tinggi nilai tukar dan besarnya luasan padang lamun di Desa Malang Rapat maka diperoleh nilai manfaat pilihan semakin besar Kesadaran masyarakat nelayan akan pentingnya ekosistem padang lamun untuk masa mendatang tanpa merusak dan menjaga ekologi demi pengelolaan yang berkelanjutan (susnaible) harus tetap ditingkatkan, peduli dan sadar akan pentingnya padang lamun demi masa yang mendatang Disamping itu, nelayan padang lamun di Desa Malang Rapat mengunakan alat tangkap yang ramah lingkungan seperti bubu, pancing dan jaring d Manfaat Keberadaan (Existence Value) Hasil penelitian didapat nilai ratarata nilai keberadaan yaitu sebesar Rp /org/bulan atau Rp /orang/tahun kemudian dikali dengan jumlah RTP sebanyak 192 orang masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat, sehingga di dapat jumlah nilai manfaat keberadaan ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp /tahun Nilai ini menunjukkan kesanggupan nelayan membayar dan kesadaran mereka karena telah memanfaatkan sumberdaya yang ada Nelayan di Desa Malang Rapat memberikan nilai manfaat keberadaan dengan membayarnya kepada kelompok nelayan Desa Malang Rapat Setiap bulannya membayar uang kas yang dipergunakan dan dikelola untuk keberlanjutan perekonomian nelayan dan keberlanjutan pengelolaan hasil tangkap nelayan e Manfaat Warisan (Bequest Value) Dari hasil penelitian di Desa Malang Rapat, diperoleh dari rata-rata nilai manfaat warisan dari responden sebanyak 66 orang yaitu sebesar Rp 16061/orang/bulan atau Rp /orang/tahun, kemudian dikalikan dengan jumlah RTP di Desa Malang Rapat berjumlah 192 Diperoleh nilai manfaat warisan dari keseluruhan nelayan di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp /tahun Nilai ini menunjukkan kepedulian mereka terhadap anak cucu mereka di masa akan mendatang dan disertai dengan kepedulian mereka menjaga ekosistem padang lamun secara berkelanjutan dan ramah lingkungan 7
8 Semakin tinggi nilai warisan maka semakin tinggi pula peluang anak cucu dapat merasakan dan memanfaatkan berbagai macam sumberdaya laut di ekosistem padang lamun f Total Nilai Ekonomi (Total Economic Value Hasil penelitian di Malang Rapat diperoleh nilai ekonomi total (TEV) yaitu sebesar Rp /tahun Dilihat dari nilai tersebut menunjukkan Desa Malang Rapat memiliki nilai padang lamun baik dilihat dari segi ekologinya maupun ekonominya Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat sangat tinggi dan mendukung dijadikan tempat mata pencaharian ekonomi masyarakat secara berkelanjutan serta dapat dijadikan desa minaan yang mengarah pada sektor perikanan dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat di Desa Malang Rapat dengan melihat, mempertimbangkan dan membertahankan kondisi ekologinya seperti keterkaitan antara ekosistem lamun dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang Widiastuti (2010), ekosistem lamun memiliki keterkaitan fungsi ekologis dengan ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang Keterkaitan ketiga ekosistem ini akan memberikan dampak pada manusia nilai m pilihan 082% nilai m tidak lgsng 4,19% nilai m warisan 0,08% Gambar 3 Total Nilai Ekonomi Sumber : data primer (2015) nilai m keberad aan 0,12% nilai m langsun g 94,79% VI KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di KKPD Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau diperoleh kesimpulan yaitu: 1 Dijumpai 7 jenis lamun di Desa Malang Rapat terdiri Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata Ditemukan kerapatan jenis tertinggi pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii yaitu 223 ind/m 2, terendah pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata yaitu 1 ind/m 2 Luasan area padang lamun diperoleh menggunakan software Arcview 33 dan Citra SPOT Pulau Bintan tahun 2007 yaitu berjumlah 1871 hektar 2 Nilai ekonomi total ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp/tahun Nilai Manfaat Langsung merupakan nilai tertinggi dengan jumlah Rp/tahun atau 94,79 % dari nilai ekonomi total di Desa Malang Rapat Nilai manfaat warisan merupakan nilai terendah dengan jumlah Rp/tahun atau 0,08 % dari nilai ekonomi total Adapun saran dari penelitian ini yaitu : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tutupan padang lamun berdasarkan luas padang lamun di Desa Malang Rapat perlu dikaji lebih dalam mengenai jenis-jenis ikan berdasarkan jenis makanan yang dimakan apakah ikan tersebut pemakan lamun secara langsung atau hanya singgah saja di padang lamun Perlu dikaji mengenai pengelolaan KKPD berbasis perekonomian masyarakat Perlu dikaji mengenai tingkat kesesuaian pemanfaatan padang lamun dijadikan tempat zonasi pemanfaatan hasil perikanan di KKPD 8
9 Diharapkan kepada pihak-pihak stakeholder yang berada di pesisir Desa Malang Rapat agar tidak merusak dan tetap menjaga ekosistem mangrove di sekitar perairan Desa Malang Rapat demi keberlanjutan ekosistem padang lamun VII DAFTAR PUSTAKA Adrianto, dkk 2007 Metode Valuasi Ekosistem Sumberdaya Alam Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Bogor Agustina, L 2014 Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Desa Berakit Bintan Skripsi: UMRAH, Tanjungpinang Skripsi: Institut Pertanian Bogor, Bogor Setyobudiandi dkk, 2009 Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor Supriharyono 2009 Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis Yogyakarta: Pustaka Pelajar Widiastuti, 2010 Kajian Nilai Ekonomi Produk Dan Jasa Ekosistem Sebagai Pertimbangan Dalam Pengelolaannya Tesis:Universitas Indonesia, Jakarta Azkab MH 2006 Ada apa dengan lamun Majalah Semi Polpuler Oseana 31(3): Bappeda Kabupaten Bintan, 2007 Keputusan Bupati Bintan Nomor : 36/VIII/2007 Tentang Kawasan Konservasi laut Daerah Kabupaten Bintan Kabupaten Bintan Fauzi, H 2004 Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Kordi, KMGH 2011, Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi Dan Pengelolaan Rineka Cipta : Jakarta Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 Keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor 200 tahun 2004 tentang criteria baku kerusakan dan pedomaan penentuan status padang lamun Nainggolan, P 2011 Distribusi Spasial Dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau Kepulauan Riau 9
Dewi Susanti. Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Linda Waty Zen
Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Dewi Susanti Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,
Lebih terperinciValuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten Bintan. Desy Selfiani
Valuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten Bintan Desy Selfiani Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, desyselfiani94@gmail.com
Lebih terperinciCommunity Structure and Economic Valuation of Seagrass Bed in Aquatic of Marine Protected Area in the Berakit Village Bintan
Community Structure and Economic Valuation of Seagrass Bed in Aquatic of Marine Protected Area in the Berakit Village Bintan Leni Agustina Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, leniagustina92@gmail.com
Lebih terperinciPandu Budiman. Linda Waty Zen. Diana Azizah ABSTRAK
VALUASI EKONOMI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI PADANG LAMUN DI DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Pandu Budiman Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, pandubudiman94@gmail.com
Lebih terperinciValuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.
Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Muhamad Amran Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, muhamadamran28@gmail.com
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Kampung Tanjung Duku Kelurahan Dompak Tanjungpinang.
Keanekaragaman Jenis Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Kampung Tanjung Duku Kelurahan Dompak Tanjungpinang Nofri Eka Saputra Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, nofri1mp2@gmail.com
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,
19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciAnalisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Novi Andriani Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
Lebih terperinciANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN
ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen
Lebih terperinciBiomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Dini Arifa 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui
Lebih terperinciGambar 6. Peta Lokasi Penelitian
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Lebih terperinciKerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi
Lebih terperinciProgram Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:
Keanekaragaman Lamun di Pantai Kora-Kora, Kecamatan Lembean Timur Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara (The Diversity of Seagrass in Kora-kora Beach, East Lembean District, Minahasa Regency, North Sulawesi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)
Lebih terperinciKomposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Lebih terperinciSEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA
1 SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh
Lebih terperinciDaya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan
Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Use Zone Capability in Seagrass Conservation Areas For Marine Tourism
Lebih terperinciStruktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan
Lebih terperinciBIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
1 BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rudini, rudini1990@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Arief Pratomo, ST, M.Si
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara
Lebih terperinciKAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN. Mia Larasanti
KAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN Mia Larasanti Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, mia.larasatie@yahoo.com Dr.Febrianti Lestari,
Lebih terperinciANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN ABSTRAK
ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN Lisdawati Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, lisdawati471@yahoo.co.id
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU
VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU Linda Waty Zen dan Fitria Ulfah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Lebih terperinciKAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)
KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciData aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan pengambilan
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU
PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU Hardiyansah Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, hardiyansyah1515@gmail.com
Lebih terperinciADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Kelurahan Penyengat Kota Tanjungpinang Adi Febriadi 1), Arief Pratomo, ST, M.Si 2) and Falmi Yandri, S.Pi, M.Si 2) ADI FEBRIADI Program Studi Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciValuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau
Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau Salimah Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, sallmarenly15@gmail.com
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai
Lebih terperinciREPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI
REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinci36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie
35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG Samsuar (1), Muzahar (2 ), Andi zulfikar (3) Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Maritime Raja Ali Haji,
Lebih terperinciKOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT
KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Rene Ch. Kepel 1 dan Sandra Baulu 2 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan
Lebih terperinciKondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.
Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara Suhandoko 1, Winny Retna Melani 2, Dedy Kurniawan 3 suhandoko.2001@gmail.com Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO
Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com
Lebih terperinciKOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI
KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PADANG LAMUN DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN TANJUNG UBAN UTARA KABUPATEN BINTAN MUHAMMAD NUGRAHA DARUTAQIQ
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA PADANG LAMUN DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN TANJUNG UBAN UTARA KABUPATEN BINTAN MUHAMMAD NUGRAHA DARUTAQIQ JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN
Lebih terperinciAndi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
ANALISIS BIOMASSA LAMUN DI DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Sarah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Peraiaran, FIKP UMRAH, Sarah9386.fikp@yahoo.co.id Febrianti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinciKOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA
KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang
Lebih terperinciKorelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu
Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri
Lebih terperinciValuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta
Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Julianto Subekti, Suradi Wijaya Saputra, Imam Triarso Program Studi Manajemen Sumberdaya
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:
STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di
Lebih terperinciStruktur Komunitas Padang Lamun. Perairan Teluk Siantan. Kabupaten Kepulauan Anambas
Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Teluk Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Rangga Adi Pranata 1, Arief Pratomo 2, Falmi Yandri 2 Mahasiswa 1, Dosen Pembimbing 2 Jurusan Ilmu Kelautan Kelautan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat
Lebih terperinci6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL
6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang 6.1.1 Nilai manfaat ikan karang Manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang adalah manfaat dari jenis-jenis komoditas yang langsung
Lebih terperinciJurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), MEY 2015 ISSN:
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN PANTAI DESA BAHOI KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA SULAWESI UTARA (Community Structure of Seagrass in Coastal Waters of Bahoi Village, West
Lebih terperinciVII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN
61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciValuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Busung Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Ruziana
Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Busung Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Ruziana Mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, FIKP UMRAH, Ruziana_ana@yahoo.co.id Linda waty zen Dosen manajemen
Lebih terperinciFluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar
Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Supriadi Mashoreng Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar E-mail : supriadi112@yahoo.com
Lebih terperinciZarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
i HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS PERAIRAN TERHADAP KERAPATAN LAMUN DI PERAIRAN DESA KELONG KECAMATAN BINTAN PESISIR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Zarfen, zafren807@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN Marlina Yanti (1), Muzahar (2), Fadhliyah Idris (3) Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG OLEH: IDA AYU PUTU RIYASTINI, S.Si NIP. 19820219 201101 2 003 Statistisi Pertama DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat
Lebih terperinciASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C
ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinciPENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat
PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat Album Peta Lamun 2017 Pusat Penelitian Oseanografi PENYUSUN Marindah Yulia
Lebih terperinciV ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN
49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung
Lebih terperinciSEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN
SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN Ahmad Muhaimin (1) Dr.Ir. T. Efrizal (2), Andi Zulfikar (3) Jurusan Manajemen
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan
Lebih terperinciJURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009 PENGAMATAN JENIS CACING LAOR (ANNELIDA, POLYCHAETA) DI PERAIRAN DESA LATUHALAT PULAU AMBON, DAN ASPEK REPRODUKSINYA STUDI EKOLOGI KOMUNITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU COMMUNITY STRUCTURE OF SEAGRASS IN WATERS DUYUNG ISLAND DISTRICT LINGGA PROVINCE OF RIAU Suhandana Pahlawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis
Lebih terperinciKeanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, mor 1, Juni 2013 Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Meilan Yusuf, 2 Yuniarti Koniyo,
Lebih terperinciKONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826
KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826 INTISARI Lamun merupakan ekosistem pesisir pantai yang berperan penting untuk menunjang ekosistem lainnya seperti terumbu
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciJenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.
Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau By : Muhammad Yahya 1), Syafril Nurdin 2), Yuliati 3) Abstract A Study of density
Lebih terperinciJurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)
NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (TOTAL ECONOMIC VALUE OF MANGROVE FOREST IN MARGASARI VILLAGE SUB DISTRICT OF LABUHAN MARINGGAI DISTRICT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinci