BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autis Autis pertama kali ditemukan pada tahun 1943 oleh seorang psikiater bernama Leo Kanner Menurut istilah ilmiah kedokteran dan psikologi, autis termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders). Pada anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif terdapat beberapa fungsi psikologis dasar anak yang terganggu, tidak hanya satu fungsi spesifik saja yang terkena. 22 Selain autis, gangguan lainnya yang termasuk kedalam gangguan perkembangan pervasif ini adalah Asperger s disorder, Rett s disorder, childhood disintegrative disorder dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak ditentukan (pervasive developmental disorder not otherwise specified). 23,24 Autis merupakan gangguan terparah dibandingkan gangguan perkembangan pervasif lainnya dikarenakan, terdapat banyak area yang tidak berkembang seperti, sosial interaksi, komunikasi, perilaku, minat dan bahasa Definisi dan Epidemiologi Autis Autisme atau gangguan autistik merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak dan bersifat kronis. 22,24 Kata autis berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti self. Istilah ini pertama kali digunakan oleh seorang psikiater dari Swiss, Eugen Bleuler pada tahun 1906 yang melihat adanya gaya berpikir aneh pada sekelompok anak. 20,24,25 Pada tahun 1943, seorang psikiater di Johns Hopkins bernama Leo Kanner menerapkan diagnosis autis infantil awal kepada sekelompok anak yang terlihat mengalami gangguan dimana mereka tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Leo Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, mengalami gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain dan sikap yang berulang (repetitive behaviors) dan stereotipik, rute

2 ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya Autis yang termasuk dalam kategori gangguan perkembangan pervasif ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik. 21,22,24 Prevalensi autis mengalami peningkatan drastis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hasil beberapa penelitian menunjukkan, tingkat prevalensi autis diperkirakan 2-5 dari anak mengalami gangguan autis. Di Korea Selatan terdapat 2,6% atau 1 dari 38 orang mengalami Autism Spectrum Disorders (ASD). Prevalensi ini mengalami peningkatan 57% sejak Di Indonesia anak yang menderita autis diperkirakan berjumlah sebanyak anak. 5 Di provinsi Sumatera Utara, tercatat orang yang menderita autis pada tahun 2012; sedangkan di Kota Medan tercatat 386 orang yang menderita autis dan akan terus meningkat setiap tahunnya. 11 Gangguan autistik dimulai pada masa kanak-kanak dan dapat didiagnosis sekitar umur 3 tahun. Gangguan ini 3-5 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan. 22, Etiologi Autis Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya autis. Leo Kanner mengemukakan gangguan autistik disebabkan oleh faktor psikologi sehingga terjadi gangguan perkembangan pervasif pada anak. Beberapa penelitian terbaru mengemukakan faktor lainnya, yaitu: 21,23,26,30,31 1. Faktor psikososial dan keluarga Pada observasi awal, Leo Kanner menyatakan keluarga yang memiliki anak autis cenderung bersikap ramah dan suka mengekspresikan perhatiannya yang murni terhadap anaknya. Setelah 50 tahun terakhir, sikap orang tua yang tidak peduli mendorong terjadinya gangguan autistik pada anaknya. Namun teori ini hanyalah pendapat dari beberapa ahli yang belum dapat diuji kebenarannya. 2. Faktor genetik Dari beberapa penelitian menunjukkan, 2-4% saudara kandung yang mengalami gangguan autistik juga mengalami gangguan autistik. McBride juga mengemukakan risiko

3 terjadinya autis pada saudara yang mengalami gangguan ini yaitu 75 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki saudara autis. Para peneliti menunjukkan DNA dari saudara kandung autis terdapat lebih dari 150 pasang yang membuktikan bahwa kromosom 2 dan 7 mengandung gen yang terlibat dengan autis. Kurang dari 1 persen penderita autis mengalami fragile X Syndrome, yaitu gangguan genetik pada kromosom X. 26 Selain itu, anomali pada kromosom 15 juga berhubungan dengan terjadinya autis namun hubungan fragile X syndrome dengan autis jauh lebih kuat dibandingkan dengan kromosom Faktor imunologis Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan imunologi yang inkompatibilitas dapat menyebabkan terjadinya gangguan autistik. Limfosit pada beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan pada jaringan neural atau ekstra embrionik selama kehamilan. 4. Faktor perinatal Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya terjadi pada anak autis. Namun tidak ada komplikasi secara langsung yang menyatakan sebagai penyebabnya. 5.Faktor biologis Anak autis menunjukkan lebih banyak tanda komplikasi perinatal dibandingkan kelompok anak normal dan gangguan lainnya. Sekitar 75% anak yang mengalami gangguan autistik juga mengalami retardasi mental dan hampir setengahnya mempunyai tingkat retardasi mental yang parah. 6. Faktor neuroanatomi Bagian otak abnormal yang diperkirakan berhubungan dengan gangguan autistik adalah lobus temporalis. Perkiraan tersebut didasarkan pada laporan beberapa anak autis mengalami kerusakan lobus temporalis. Ketika lobus temporalis rusak, maka terjadi gangguan interaksi sosial, kegelisahan, dan perilaku motorik berulang-ulang. Suatu penelitian dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan, pada beberapa anak autime ditemukan ukuran otaknya lebih besar dibandingkan anak normal. Namun pada anak autis dengan retardasi mental yang parah lebih banyak ditemukan

4 memiliki ukuran kepala yang kecil. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 miliar neuron yang memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel-sel saraf lainnya di otak dan tubuh. Neurotransmitter menjaga neuron bekerja sebagaimana mestinya, seperti melihat, merasakan, bergerak, berkomunikasi, emosi, dan hal penting lainnya. Pada anak autis, beberapa sel dan koneksinya tidak berkembang dan tidak terkoordinasi secara normal. Namun para ilmuwan belum mengetahui penyebab pasti dan bagaimana hal ini terjadi. 7. Faktor Biokimia Beberapa penelitian menunjukkan sepertiga pasien autis mengalami peningkatan konsentrasi serotonin plasma. Penelitian ini tidak hanya menggunakan sampel autis saja, akan tetapi juga menggunakan sampel anak yang mengalami retardasi mental tanpa adanya gangguan autistik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk menguji kebenarannya Gejala Klinis Autis Gejala anak yang mengalami autis sudah dapat timbul sejak lahir sehingga anak mengalami perkembangan perilaku yang tidak normal. Namun hal ini dapat terdeteksi sekitar umur 30 bulan pertama anak atau 3 tahun. 24,27,29 Anak yang mengalami gangguan autistik menunjukkan kurangnya respon terhadap orang lain, ketidakmampuan berkomunikasi, menunjukkan respon yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya, namun yang paling menonjol adalah sikap anak yang suka menyendiri dan cenderung tidak suka berinteraksi. Perilaku anak autis yang menunjukkan kegagalan membina hubungan interpersonal ditandai dengan kurangnya respon dan kurangnya minat kepada orang-orang atau teman di sekitarnya. Anak dapat pula tidak bisa berbicara, atau bila berbicara anak menggunakan bahasa yang tidak lazim seperti ekolalia, yaitu mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi dan monoton. Ciri utama dari autis adalah melakukan gerakan stereotip berulang-ulang yang tidak memiliki tujuan. 21,22,24-32 Menurut Diagnostic and Statistic Manual 1994, (DSM-IV) gejala autis dibagi atas: 21,23,26

5 I. Ada 6 gejala atau lebih dari gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru dengan minimal, adanya 2 gejala dari gangguan interaksi sosial dan masing-masing 1 gejala dari gangguan komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru. 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial a. Gangguan nonverbal, misalnya kurangnya kontak mata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh. b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya. c. Kurangnya spontanitas dalam membagi kegembiraan, kesenangan, minat, atau prestasi dengan orang lain. d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional. 2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara nonverbal. b. Bila anak bisa berbicara, hal ini tidak digunakan untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang. d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru. 3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan berulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. a. Mempertahankan satu minat atau kegiatan dengan cara yang sangat khas dan berlebihan. b. Cenderung terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya. c. Sering melakukan gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. d. Sering terpukau pada bagian suatu benda. II. Terjadi keterlambatan/fungsi abnormal paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini sebelum umur 3 tahun, diantaranya interaksi sosial, kemampuan berbicara/ berbahasa, bermain imajinatif ataupun simbolik. 2.2 Keadaan Rongga Mulut pada Anak Autis

6 Umumnya anak dengan gangguan autistik mempunyai keadaan rongga mulut yang tidak jauh berbeda dari anak normal, namun anak autis dapat memiliki penyakit gigi dan mulut yang lebih parah karena ketidakmampuan dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya. 14,33,34 Ketidakmampuan ini meliputi, tidak efektifnya menggosok gigi dan memakai benang gigi yang dikarenakan kurangnya minat anak dalam membersihkan rongga mulutnya sehingga dibutuhkan panduan, penjagaan, dan observasi dari keluarga maupun pengasuh ketika anak membersihkan giginya. 13,16,17 Biasanya anak autis lebih memilih makanan yang lunak dan manis. Ketika makan, anak cenderung tidak menelan makanannya langsung, namun meletakkan makanannya di pipi dan mengemutnya dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan anak memiliki koordinasi otot yang buruk. 13,15-17,19 Beberapa penelitian menunjukkan, akibat diet yang buruk maloklusi dan malposisi banyak terjadi pada anak autis, seperti overjet dan overbite yang tidak normal, crossbite, openbite dan lainnya. 14,18,35 Peranan orang tua yang terbatas dapat memperburuk masalah kebersihan rongga mulutnya. Mengonsumsi obat-obatan seperti antikonvulsan untuk pengobatan epilepsi menyebabkan hiperplasia gingiva dan meningkatkan terjadinya perdarahan gingiva pada anak. 36,37 Selain itu, kebiasaan buruk yang dilakukan anak autis menyebabkan dampak yang cukup besar pada keadaaan rongga mulutnya seperti, bruxism, menjulurkan lidah (tongue thrusting), menggigit objek seperti pulpen dan puntung rokok, dan kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir, lidah, dan pipi. 2,13,14,17-19 Suasana hati abnormal yang dimiliki anak dengan gangguan autistik mempersulit penanganannya pada saat dilakukan perawatan ke dokter gigi. Anak cenderung menolak dan bersikap agresif terhadap perawatan yang akan dilakukan, hal ini dapat disebabkan lingkungan berbeda, dokter dan perawat gigi yang belum dikenalnya, bunyi suara bur, melihat alat kedokteran gigi seperti tang gigi, dan lainnya. Penolakan yang ditimbulkannya dapat mengakibatkan luka pada rongga mulut dan fraktur terutama pada gigi anterior karena membenturkan kepalanya saat mengamuk. 3,17,32 Adanya pola makan dan perilaku membersihkan gigi anak yang buruk, kondisi psikologis anak yang menyebabkan anak cenderung tidak mempedulikan kebersihan gigi serta sulitnya manajemen anak di perawatan dokter gigi, konsumsi obat-obatan, dan

7 kebiasaan buruk yang sering dilakukan dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal pada anak autis. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada periodonsium yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak sehingga terjadi peradangan pada gingiva. 38,39 Penyakit ini umumnya dibedakan atas gingivitis dan periodontitis. Perbedaannya terletak pada jaringan yang terlibat dalam proses inflamasi. Gingivitis hanya meliputi jaringan gingiva dan bersifat reversibel sedangkan periodontitis, kerusakan yang terjadi tidak hanya pada jaringan gingiva tapi juga pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolarnya. Periodontitis bersifat ireversibel Gingivitis merupakan inflamasi pada jaringan gingiva. Karakteristik gingivitis biasanya terlihat pada warna, kontur, dan konsistensinya yaitu gingiva terlihat berwarna merah, membengkak, dan mudah berdarah. Pada gingivitis tidak ada migrasi apikal dari sel epitel penyatu maupun kehilangan tulang alveolar. 40,41 Periodontitis merupakan inflamasi gingiva yang lebih parah dengan melibatkan struktur periodontal pendukung. Pada periodontitis terjadi migrasi apikal dari sel epitel penyatu, kehilangan perlekatan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar. Sel epitel penyatu yang bergerak ke apikal menyebabkan terbentukanya poket periodontal selanjutnya plak subgingiva berkembang di daerah tersebut. 40, Indeks Pemeriksaan Klinis Penyakit Periodontal Pemeriksaan klinis dapat berupa pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang menggunakan radiografi. Pemeriksaan intra oral yang dilakukan untuk mengetahui oral higiene meliputi oral hygiene index simplified (OHIS) oleh Greene dan Vermillion yang terdiri atas Indeks kalkulus dan Indeks debris. Indeks ini hanya memeriksa 6 gigi sehingga lebih memudahkan peneliti ketika dilakukan pemeriksaan. Selain itu indeks periodontal yang dapat digunakan adalah indeks plak oleh Ramfjord, indeks plak oleh Quigley dan Hein, indeks plak oleh Loe dan Silness, indeks kalkulus oleh Ramfjord, indeks permukaan kalkulus oleh Ennever, Sturzenberger, dan Radike, indeks gingiva oleh Loe dan Silness, indeks kebutuhan perawatan periodontal, dan lain-lain. Indeks kebutuhan perawatan periodontal menggambarkan tingkat kondisi periodontal dan kebutuhan perawatannya,

8 sehingga sangat bermanfaat kepada dokter gigi ketika akan di lakukan perawatan periodontal Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) Oral higiene merupakan suatu kondisi dan sikap mengenai cara dalam memelihara kebersihan rongga mulut sebagai upaya mempertahankan jaringan dan struktur rongga mulut. Pemeriksaan intra oral yang dilakukan untuk mengetahui oral higiene yaitu dengan menggunakan oral hygiene index simplified (OHIS) oleh Greene dan Vermillion. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan rongga mulut dengan menjumlahkan skor Indeks Debris (DI) dan skor Indeks Kalkulus (CI) Alat yang digunakan adalah sonde berbentuk sabit dan kaca mulut tanpa menggunakan pewarna plak. Gigi yang periksa adalah gigi 16, 11, 26, 46, 31, dan 36 dengan cara setiap permukaan gigi dibagi secara horizontal atas sepertiga gingiva, sepertiga tengah, dan sepertiga insisal. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada bagian sepertiga insisal gigi lalu sonde digerakkan ke arah gingiva. Pada gigi molar yang diperiksa, penilaian dilakukan pada sisi bukal molar atas dan sisi lingual molar bawah. Pada gigi anterior, permukaan sisi labial dari insisivus sentralis atas sebelah kanan dan insisivus sentralis bawah sebelah kiri yang diberi skor. Apabila gigi anterior yang di periksa tidak ada maka dapat digantikan oleh gigi pada sisi yang berlawanan dari garis midline Pada pemeriksaan menggunakan oral hygiene index simplified (OHIS) terdapat kriteria skor untuk indeks debris dan indeks kalkulus. Perhitungan indeks debris dan indeks kalkulus adalah jumlah skor gigi permukaan bukal dan lingual pada maksila dan mandibula dibagi dengan jumlah permukaan yang diperiksa. Tingkat kebersihan debris dan kalkulus dapat dikategorikan baik apabila skor berada di antara 0,0 0,6, kategori sedang berada diantara 0,7 1,8, sedangkan kategori buruk berada di antara 1,9 3,0. Skor untuk oral higiene didapat dengan menjumlahkan skor rerata debris dan kalkulus. Kategori untuk skor OHIS adalah baik apabila skor berada di antara 0,0 1,2, kategori sedang apabila skor berada diantara 1,3 3,0, dan kategori buruk apabila skor berada diantara 3,1 6,

9 Tabel 1. Kriteria skor indeks debris dan kalkulus 42 Skor Indeks Debris Indeks Kalkulus 0 Tidak dijumpai debris atau stein. Tidak dijumpai kalkulus. 1 Debris menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi atau adanya stein ekstrinsik. gigi. 2 Debris menutupi lebih dari sepertiga permukaan gigi tapi tidak melebihi dua per tiga dari permukaan gigi. 3 Debris menutupi lebih dari dua per tiga dari permukaan gigi. Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari sepertiga tapi kurang dari dua per tiga permukaan gigi atau adanya butiran kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau keduanya. Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari dua per tiga permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingiva mengelilingi serviks gigi Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN) Indeks kebutuhan perawatan periodontal yang dikenal dengan CPITN dikembangkan oleh Ainamo dkk yang merupakan anggota komite WHO pada tahun CPITN merupakan indikator penyakit periodontal yang digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat kondisi periodontal dan kebutuhan perawatannya pada individu di suatu populasi. Alat yang digunakan untuk pemeriksaannya adalah prob WHO dengan ujung prob yang bulat berdiameter 0,5 mm dan terdapat area berwarna hitam sebagai skala berada pada daerah 3,5-5,5 mm. 40,44,49,50 Gigi yang diperiksa dari keenam sektan berjumlah 6 gigi indeks yang meliputi seluruh gigi molar satu, insisivus sentralis atas regio satu, dan insisivus sentralis bawah regio tiga. Cara pengukurannya yaitu keenam gigi diukur menggunakan prob WHO untuk menentukan adanya perdarahan, karang gigi, dan poket periodontal. Tekanan yang diberikan tidak boleh lebih dari 25 gram. Untuk mengetahui besarnya tekanan dilakukan dengan cara menekankan ujung prob pada daerah kulit dibawah kuku tanpa menyebabkan rasa sakit. Kemudian ujung prob dimasukkan ke daerah distal saku gingiva lalu mengikuti konfigurasi anatomi dari permukaan akar gigi dari distal ke mesial pada permukaan labial maupun lingual. Catat skor sesuai hasil yang diperoleh. Hanya bagian terparah yang dicatat

10 pada setiap sektan. Skor tertinggi dari semua sektan digunakan untuk menentukan skor kebutuhan perawatan. 40,44,49-51 Tabel 2. Kriteria skor indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan periodontal 48,49 Skor Status Periodontal Kebutuhan Perawatan Periodontal 0 Sehat. Tidak perlu perawatan. 1 Secara langsung atau dengan Instruksi perbaikan oral higiene. bantuan kaca mulut terlihat perdarahan gingiva setelah probing. 2 Sewaktu probing terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh bagian prob berwarna hitam masih Instruksi perbaikan oral higiene & terlihat. skeling profesional. 3 Poket dengan kedalaman 4-5 mm dimana tepi gingiva berada pada bagian prob berwarna hitam. 4 Poket dengan kedalaman 6 mm dimana bagian prob berwarna hitam tidak terlihat lagi. Instruksi perbaikan oral higiene, skeling profesional & perawatan kompleks.

11 2.4 Kerangka Teori Anak Autis Kondisi Psikologis Diet Perilaku Membersihkan Gigi Kebiasaan Buruk Keadaan Rongga Mulut Karies Penyakit Periodontal Maloklusi Malposisi Trauma Oral Higiene Kebutuhan Perawatan Periodontal Indeks Oral Hygiene Simplified (OHIS) Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal (CPITN)

12 2.5 Kerangka Konsep Faktor risiko penyakit periodontal - Kebersihan Rongga Mulut Anak Autis Anak Normal yang di-matching-kan - Jenis Kelamin - Usia - Frekuensi menyikat gigi - Waktu menyikat gigi - Kunjungan ke dokter gigi - Kunjungan ke dokter gigi untuk skeling - Frekuensi makan diluar jam makan utama Penyakit Periodontal - Indeks Oral Hygiene Simplified (OHIS) - Kebutuhan Perawatan Periodontal - Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal (CPITN)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DATA. Kelompok Usia Responden. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tahun 33 64,7 64,7 64,7

HASIL ANALISIS DATA. Kelompok Usia Responden. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tahun 33 64,7 64,7 64,7 Lampiran HASIL ANALISIS DATA Frequency Table Kelompok Usia Responden Frequency Cumulative 6-12 tahun 33 64,7 64,7 64,7 13-18 tahun 18 35,3 35,3 100,0 Total 51 100,0 100,0 Jenis Kelamin Responden Frequency

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian observasional cross sectional. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di klinik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi karena terganggunya aktivitas insulin. Pada kondisi ini akan terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) memberikan definisi gangguan jiwa sebagai pola psikologis atau perilaku secara klinis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 OHI (Oral Hygiene Index) OHI merupakan gabungan dari indeks debris dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka pemeriksaan skor debris

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Down Sindrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Menurut Lejeune,

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Down Syndrome adalah salah satu kelainan kromosom disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan keseimbangan, koordinasi, dan gaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut yang sehat berarti memiliki gigi yang baik dan merupakan bagian integral dari kesehatan umum yang penting untuk kesejahteraan. Kesehatan mulut yang buruk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada

TINJAUAN PUSTAKA. jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa Gangguan jiwa atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Bersama dengan ini saya, Olivian Wijaya, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi. Saat ini, saya sedang

Lebih terperinci

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN SKRIPSI Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik 11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI. 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah explanatory study atau disebut juga dengan penelitian deskriptif, menggunakan kuesioner yang diisi oleh Odapus dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan kesehatan mempunyai manfaat yang sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER ) Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Orang Tua/Wali Ananda :..

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Orang Tua/Wali Ananda :.. 55 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Orang Tua/Wali Ananda :.. Alamat : Bersama ini saya yang bernama, Nama : Ravinraj Ilangovan NIM : 110600209 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang mengakibatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Mulut terdiri dari bibir atas dan bawah, gusi, lidah, pipi bagian dalam, langit-langit dan gigi. Lapisan gusi, pipi dan langit - langit selalu basah berlendir 7 oleh karena

Lebih terperinci

dan penyakit pada suatu pupulasi, dan bagaimana keadaan tsb dipengaruhi oleh faktor-faktor herediter, lingkungan. fisikal, lingkungan sosial dan pola

dan penyakit pada suatu pupulasi, dan bagaimana keadaan tsb dipengaruhi oleh faktor-faktor herediter, lingkungan. fisikal, lingkungan sosial dan pola Epidemiologi : studi mengenai kesehatan dan penyakit pada suatu pupulasi, dan bagaimana keadaan tsb dipengaruhi oleh faktor-faktor herediter, lingkungan. fisikal, lingkungan sosial dan pola hidup Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

STATUS ORAL HIGIENE DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA ANAK AUTIS DAN NORMAL USIA 6-18 TAHUN DI SLB, YAYASAN TERAPI DAN SEKOLAH UMUM KOTA MEDAN

STATUS ORAL HIGIENE DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA ANAK AUTIS DAN NORMAL USIA 6-18 TAHUN DI SLB, YAYASAN TERAPI DAN SEKOLAH UMUM KOTA MEDAN STATUS ORAL HIGIENE DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA ANAK AUTIS DAN NORMAL USIA 6-18 TAHUN DI SLB, YAYASAN TERAPI DAN SEKOLAH UMUM KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut penting bagi kesehatan tubuh secara umum dan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi berbicara, mastikasi dan juga rasa percaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Oral Health (WHO) pada tahun 2003 menyatakan Global Goals for Oral Health 2020 yaitu meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Ortodonti Piranti ortodonti cekat adalah salah satu alat yang digunakan di kedokteran gigi untuk perawatan gigi yang tidak beraturan. Biasanya melibatkan penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti. Fixed orthodontic merupakan perawatan yang membutuhkan waktu yang cukup lama oleh karena itu setiap pasien yang menjalani

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi di samping penyakit gigi dan mulut lainnya. Hasil survei penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tinggi di samping penyakit gigi dan mulut lainnya. Hasil survei penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang sampai saat ini masih memerlukan perhatian khusus. Banyak penelitian menunjukkan bahwa penyakit periodontal

Lebih terperinci

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental AUTISME Pendahuluan Leo Kanner 1943 : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi Disebut Autisme infantil Tidak berhubungan dgn retardasi mental Anggapan sebenarnya : 75 80% ada retardasi mental Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis merupakan suatu penyakit berupa kelainan pada gingiva yang dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat, perubahan kontur normal.

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan dilalui oleh seorang wanita. Menopause merupakan fase terakhir pendarahan haid seorang wanita. Fase ini

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai dengan 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Jumlah Orang Dengan Lupus ( Odapus) yang berkunjung ke YLI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat kita menunjukkan gejala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis ketunaan pada anak yang perlu mendapat perhatian serius adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa. Kondisi anak yang megalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

STATUS KEBERSIHAN MULUT DAN KESEHATAN PERIODONTAL PASIEN YANG DATANG KE KLINIK PERIODONSIA RSGM UNIVERSITAS JEMBER PERIODE AGUSTUS 2009 AGUSTUS 2010

STATUS KEBERSIHAN MULUT DAN KESEHATAN PERIODONTAL PASIEN YANG DATANG KE KLINIK PERIODONSIA RSGM UNIVERSITAS JEMBER PERIODE AGUSTUS 2009 AGUSTUS 2010 STATUS KEBERSIHAN MULUT DAN KESEHATAN PERIODONTAL PASIEN YANG DATANG KE KLINIK PERIODONSIA RSGM UNIVERSITAS JEMBER PERIODE AGUSTUS 9 AGUSTUS 1 Depi Praharani, Peni Pujiastuti, Tantin Ermawati Bagian Periodonsia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan Puskesmas adalah UKGS. UKGS di lingkungan tingkat pendidikan dasar mempunyai sasaran semua anak sekolah tingkat pendidikan dasar yaitu dari usia 6 sampai 14 tahun,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu  , BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik/mikroba yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2008. Pengambilan data dilakukan di Perumahan Bekasi Jaya Indah wilayah Bekasi dengan subjek penelitian adalah perempuan paskamenopause.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 21 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analatik dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional study). Penelitian potong lintang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap individu. Individu yang mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai unit pelayanan kesehatan gigi misalnya di praktek

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TENTANG PEMELIHARAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP OHI-S DAN TERJADINYA KARIES PADA SISWA/I KELAS IV SDN 101740 TANJUNG SELAMAT KECAMATAN SUNGGAL TAHUN 2014 Sri Junita Nainggolan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

2. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Status Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi

2. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Status Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN TESIS ANALISIS PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP STATUS ORAL HIGIENE DAN PERIODONTAL PASIEN KOMPROMIS MEDIS RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti

BAB 1 PENDAHULUAN. Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti merupakan alat ortodonti yang dicekatkan langsung pada gigi. Komponen fixed orthodontic terdiri dari

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Semakin banyaknya orang yang mengonsumsi rokok telah menjadi masalah yang cukup serius.

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan rerata persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronis Berdasarkan panduan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) dari The National Kidney Foundation, penyakit ginjal kronis merupakan kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter dan perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

KARTU PENCATATAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT

KARTU PENCATATAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT KARTU PENCATATAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT A. PENGKAJIAN 1. Identitas Pasien Nama Lengkap : Nadia Jenis Kelamin : L / P Tempat tgl. Lahir : 29/12/1990 Agama :hindu... Pekerjaan : mahasisiwa Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG CHIHARGO, DRG PPDGS PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 KASUS Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke instalasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok anak yang mengalami keterbatasan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional, kondisi karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma gigi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara terutama pada gigi permanen.

Lebih terperinci

Status kebersihan gigi dan mulut pada remaja usia tahun di SMPN 4 Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone

Status kebersihan gigi dan mulut pada remaja usia tahun di SMPN 4 Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone 87 Status kebersihan gigi dan mulut pada remaja usia 12-15 tahun di SMPN 4 Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone 1 Ayub Irmadani Anwar, 2 Lutfiah, 1 Nursyamsi 1 Faculty of Dentistry Hasanuddin

Lebih terperinci