BAB II LANDASAN TEORI. Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Definisi Pengambilan Keputusan Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi. Morgan (1986) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu jalan dari penyelesaian masalah, dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005), pengambilan keputusan merupakan tindakan menggabungkan dan mengintegrasikan informasi yang ada untk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses penyelesaian sesuatu yang melibatkan beberapa alternatif yang harus dipilih yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah. 2. Proses Pengambilan Keputusan Janis dan Mann (1979) menyusun tahapan pengambilan keputusan yang berdasar pada penelitian terhadap orang-orang yang secara hati-hati mengevaluasi berbagai pilihan dan alternatif dalam menghadapi pengambilan keputusan yang cukup sulit. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 78

2 1. Tahap 1: Menilai informasi atau masalah (appraising the challenge) Pada tahap ini, individu diterpa dengan berbagai informasi. Individu akan mengalami konflik sementara (personal temporary crisis), yang mempengaruhi perilaku individu untuk bertahan dengan keyakinan lamanya atau berubah. Informasi benar-benar efektif untuk mendorong langkah yang menuju pada pengambilan keputusan yang baru, haruslah cukup kuat untuk mempengaruhi individu bahwa ia akan mengalami hal yang serius atau tidak akan dapat mencapai tujuannya jika ia tidak mengambil tindakan. 2. Tahap 2: Mensurvei alternatif (surveying alternatives) Setelah kepercayaan individu terhadap kebijakan atau pemikiran lamanya diguncang oleh informasi baru, individu merasa ada konsekuensi negatif jika tidak mengambil tindakan. Individu mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan-pilihan lain. Individu mulai mencari didalam memorinya berbagai alternatif tindakan dan meminta saran atau informasi dari orang lain. 3. Tahap 3: Menimbang alternatif (weighing of alternatives) Individu sekarang menuju pada analisis dan evaluasi yang lebih dalam dengan berfokus pada sisi positif dan negatif pada tiap alternatif yang lolos sampai ia merasa yakin untuk memilih satu yang sesuai dengan tujuannya. 4. Tahap 4: Menyatakan komitmen (deliberating about commitment) Setelah secara tertutup memutuskan akan mengambil tindakan baru, individu mulai membicarakan dengan hati-hati mengenai penerapan keputusan tersebut dan menyampaikan niatnya pada orang lain. 79

3 5. Tahap 5: Bertahan dari feedback negatif (adhering despite negative feedback) Individu yang merasa senang dan nyaman dengan keputusan baru yang diambil tanpa ada keragu-raguan. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya. Mengenai jalannya proses pengambilan keputusan, Harris (1998) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses yang non linier dan recursive (berulang), artinya proses pengambilan keputusan tidak selamanya melalui suatu aliran yang konstan. Sebaliknya, kebanyakan keputusan dibuat setelah melalui pertimbangan berulang-ulang dan bolak-balik. Tahapan tertentu akan dilalui dalam waktu singkat sementara tahapan lain akan memerlukan waktu yang lebih lama dan pertimbangan yang lebih kompleks 80

4 Bagan Tahapan Pengambilan Keputusan Tahap 1: Appraising the Chalenge Apakah dampak yg didapat jika tidak berubah? Apakah dampak tersebut serius? Tahap 4: Deliberating about Commitment Memilih alternatif yang dianggap plg baik dan memberitahukan pada orang lain mengenai keputusannya tersebut Tahap 2: Surveying Alternatif Mencari alternatif2, mencari informasi sehubungan dengan alternatif yg ada Tahap 5: Adhering Despite (-) Feedback Menghadapi umpan balik negatif yg diberikan oleh orang-orang di sekitarnya Tahap 3: Weighing Alternatives Menimbang alternatif mana yg terbaik? Dampak apa yg timbul jika alternatif tersebut dipilih? Gambar 1. 81

5 3. Konflik dalam Pengambilan Keputusan Janis & Mann (1977) menyatakan bahwa pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflikkonflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Simptom yang akan muncul bisanya adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stres ketika keputusan sudah ditetapkan. Berdasarkan gambaran tersebut, metode yang dinilai efektif dalam mengambil keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model. Metode ini dinilai dapat melihat segala konskuensi yang mungkin terjadi ketika suatu pengambilan keputusan dilakukan. Metode ini digunakan untuk menggambarkan konflik awal yang memicu seseorang melakukan proses pengambilan keputusan. Selain itu, metode ini juga mencakup tiga hal besar yang saling berkaitan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut adalah: 1. Antecendent condition Kondisi ini adalah setiap kejadian-kejadian yang mendahului terjadinya proses pengambilan keputusan. Variabel yang sangat mempengaruhi adalah komunikasi individu. Melalui komunikasi, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, peringatan, atau informasi lain yang relevan dengan keputusan yang diambil. 82

6 Faktor-faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah faktor situasional, kepribadian dan karakteristik-karakteristik lainnya. 2. Mediating Process Merupakan proses dimana individu dihadapkan pada dua pilihan yang saling bertentangan serta memunculkan konskuensi yang bertentangan pula. 3. Consequencess Setiap pilihan yang diambil pada mediating process akan menuju kepada consquencess. Jika jawaban-jawaban yang diberikan negatif, maka individu akan mengalami unconflicted adherence, unconflicted change, defensive avoidance dan hypervigilance. Jika jawaban-jawabannya positif, maka yang akan terjadi adalah vigilance, dimana ia akan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil langkah. Proses pengambilan keputusan akan menunjukkan kondisi-kondisi yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa yang akan muncul serta apa yang menjadi akibatnya. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk meneliti dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan di tiap proses yang terjadi. Jawaban tersebut pada akhirnya akan mengarahkan pengambil keputusan pada sebuah keputusan akhir. Janis & Mann (1977) kemudian mengajukan sebuah model conflict-theory dalam pengambilan keputusan yang dapat diaplikasikan pada berbagai jenis situasi. Bagannya adalah sebagai berikut : 83

7 Antecedent Conditions Mediating Process Consequences START Challenging Negative Feedback or Opportunity Additional Information about Losses from Continuing Unchanged Maybe or Yes Q 1 Are the Risk Serious if I Don t Change No Unconflicted Adherence Information about Losses from Changing Q 2 Are the Risk Serious if I Do Change No Unconflicted Change Maybe or Yes END Incomplete Search Appaisal and Contingency Planning Sign of More Information Available and of Unused Resources Q 3 Is It Realistic to Hope a Better Solutions No Defensive Avoidance Maybe or Yes Information about Deadline and Time Pressures Q 4 Is There Sufficient Time to Search and Deliberate No Hypervigilance Gambar 2. Maybe or Yes Vigilance END Thorough Search Appraisal and Contingency Planning 4. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan berbagai macam pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1977) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: 84

8 1. Pertimbangan-pertimbangan utilitarian, yaitu pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian terdiri dari: a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, di dalamnya mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambil keputusan. Misalnya: apakah dengan menjadi parmalim subjek akan merasa hidupnya lebih baik atau tidak dibandingkan sebelumnya. b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasi akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others. Misalnya: hal-hal apa yang akan terjadi dengan keluarga jika berpindah agama. 2. Pertimbangan-pertimbangan non utilitarian, yaitu pertimbangan lain yang tidak termasuk dari manfaat atau kegunaan suatu keputusan. Pertimbangan non utilitarian ini terdiri dari : a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri (self approval dan disapproval), termasuk di dalamnya emosi, perasaan dan harga diri seseorang. Misalnya : akankah status sosial akan menjadi lebih baik atau malah lebih buruk. b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain (approval and disapproval by significant others), termasuk di dalamnya kritik dan penghargaan yang akan diberikan orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih. Misalnya: penerimaan keluargaku dan anak-anakku apakah akan mendukung atau menolak keputusan yang diambil. B. Ugamo Malim 85

9 1. Sejarah Lahirnya Ugamo Malim Gultom (2010) menjelaskan sejarah lahirnya agama Malim seperti berikut. Beberapa ratus tahun sebelum agama Islam dan Kristen datang ke Tanah Batak dan sebelum agama Malim resmi ada, kepercayaan dan keagamaan Batak sudah mulai ada. Menurut kepercayaan agama Malim, ajaran keagamaan tersebut dibawa utusan Debata Mulajadi Nabolon. Utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan ini dinamakan malim Debata. Ada empat orang yang tecatat sebagai malim yang diutus Debata khusus kepada suku bangsa Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulosi, Raja Sisingamaraja, dan Raja Nasiakbagi. Keempat orang malim Debata ini diyakini sebagai manusia yang terpilih dari tengah-tengah suku bangsa Batak. Mereka diutus untuk membawa berita keagamaan kepada suku bangsa Batak secara bertahap selama kurun waktu kurang lebih empat ratus tahun. Akan tetapi pada masa Raja Uti, Simarimbulosi dan Sisingamaraja, ajaran keagamaan tersebut belum dibungkus dalam sebutan nama agama. Ajaran ini hanya sebuah bentuk kepercayaan yang di dalamnya terdapat amalan-amalan (ritual-ritual) sebagai sarana tali penghubung antara manusia dengan Debata. Pada masa Sisingamaraja XII, penjajah Belanda mulai datang di Tanah Batak. Peperangan berlangsung selama tiga puluh tahun, yang disebut dengan perang Batak. Dalam suatu penyerbuan ke tempat persembunyiannya, Sisingamaraja XII ditembak mati oleh pasukan Belanda. Akan tetapi, menurut kepercayaan agama Malim, Sisingamaraja tidak meninggal, karena setelah beberapa lama setelah penembakan tersebut, muncul seorang yang bernama Raja 86

10 Nasiakbagi. Belakangan dipercayai bahwa Raja Nasiakbagi tersebut sebenarnya Sisingamaraja yang diyakini telah mengubah namanya. Pada suatu ketika, Raja Nasiakbagi memberikan arahan kepada muridmuridnya. Dalam pertemuan tersebut dia berkata: malim ma hamu (malimlah kalian). Dengan adanya pengarahan ini, maka sejak itu pulalah ajaran yang dibawanya resmi dan populer disebut sebagai agama Malim. 2. Sistem Kepercayaan Ugamo Malim Salah satu unsur dalam struktur agama ialah kepercayaan kepada Tuhan atau kuasa supernatural. Kepercayaan ini merupakan dasar dalam satu bangunan agama termasuk dalam setiap melakukan ritual agama. Dalam agama malim terdapat kepercayaan kepada supernatural seperti kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa yang kesemuanya disebut si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Selain itu, terdapat pula keberadaan para utusan Tuhan Debata (nabi) yang diyakini sebagai perantara dalam membawa agama itu. Dalam istilah Malim, semua utusan Debata ini dinamakan malim Debata yang disebut juga si pemilik kerajaan Malim di Banua Tonga. Selain itu ada juga kepercayaan kepada ruh-ruh yang tugasnya adalah sebagai pembantu Debata dalam urusan tertentu. Ruh-ruh yang dimaksud adalah habonaran. Para habonaran ini secara operasional bertugas untuk mengamati semua kelakuan manusia sekaligus member nasihat melalui gerak hati manusia. 87

11 a. Kepercayaan kepada Si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Ginjang Secara harafiah istilah harajaon dalam bahasa Batak sama maknanya dengan kerajaan dalam bahasa Indonesia, sedangkan istilah parhotap bisa diterjemahkan dengan si pemilik atau yang punya bagian. Sementara malim dalam istilah bahasa Batak, selain menunjuk pada sebuah agama di Tanah Batak, malim juga mempunyai makna yang sangat luas. Bergantung pada konteks pemakaiannya, istilah malim bisa bermakna suci dan suruhan Debata (nabi). Selanjutnya, yang dimaksud dengan kerajaan malim Banua Ginjang adalah keraaan yang ada hubungannya dengan dimensi keagamaan. Menurut agama Malim, sumber wujudnya sesuatu agama dapat dipastikan berasal dari si pemilik kerajaan malim yang berkedudukan di Banua Ginjang. Agama apapun yang ada di permukaan bumi ini dipercayai tidak satu pun yang tidak berasal dari sana. Oleh karena itu, agama Malim adalah agaa yang khusus diturunkan kepada suku bangsa Batak yang dipercayai bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon. Agama ini diserahkan melalui para malim (utusan atau nabi) yang berdian di Banua Tonga. Dari sanalah semua asal ajaran itu ada yang kemudian oleh malim Debata disampaikan kepada umat manusia di Banua Tonga (bumi). Menurut kepercayaan agama Malim, sebelum manusia diciptakan Debata melalui tangan Deakparujar sesungguhnya kerajaan Malim itu sudah lebih dulu ada di Banua Ginjang. Kemudian Debata menciptakan dewa-dewa lainnnya dan mengangkat mereka sebagai pembantunya sekaligus mengikutsertakan mereka dalam barisan si pemilik kerajaan malim di Banua Ginjang. Adapun nama-nama 88

12 dewa yang dimaksudkan itu ialah Debata Natolu, Siboru Deakparujar, Nagapadohaniaji, dan Siboru Sanianganga. Dalam agama Malim, asas untuk mempercayai semua si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang ini bukanlah bersumber dari sebuah kitab suci, melainkan merujuk kepada bunyi tonggo-tonggo (doa-doa) yang disusun oleh Raja Nasiakbagi. Melalui doa-doa itulah para penganut agama Malim mengimani sekaligus menjadikannya sebagai referensi dalam melaksanakan berbagai ritual keagamaan. Secara bentuk teologi, agama Malim ini boleh dikatakan monoteisme campuran. Di samping memiliki keprecayan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Debata Mulajadi Nabolon, agama ini juga mengajarkan adanya kepercayaan kepada kuasa supernatural lainnya yaitu sejenis dewa-dewa. Tetapi dewa-dewa ini bukanlah disebut dewa yang mahatinggi atau dewa yang sama derajatnya dengan Debata Mulajadi Nabolon. Mereka adalah ciptaan Debata yang fungsinya hanya sebagai pembantunya semata dan bukan penentu dala alam semesta. Walaupun begitu, dalam kepercayaan agama Malim dewa-dewa itu wajib dihormati dan disembah melalui upacara agama. 1. Debata Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Malim adalah Debata Mulajadi Nabolon yang dalam bahasa Batak bermakna Debata yang maha awal dan maha besar. Dialah Tuhan yang memiliki sifat maha pencipta, maha menjadikan, mahakuasa dan awal mula dari segala yang ada. Tidak ada dari segala yang ada itu yang tak bermula dari padanya. Untuk mencari hakikat keberadaannya sebagai Tuhan yang 89

13 maha segala-galanya, tidaklah bisa dengan hanya mengandalkan kerja akal pikiran manusia, tetapi mestilah berasaskan kepada kepercayaan dan keyakinan manusia. Mempercayai wujudnya wajib bagi setiap penganut agama Malim, karena Dialah pencipta alam semesta dan si pemilik utama kerajaan, baik kerajaan malim yang ada di Banua Ginjang maupun kerajaan Malim di Banua Tonga. Walaupun dasar kepercayaan itu tidak bersumber dari sebuah kitab suci seperti halnya pada agama-agama besar lainnya, namun kepercayaan itu tetap bersemayam dan hidup dalam hati sanubari masing-masing penganut agama Malim. Hal ini tergambar pada waktu melakukan upacara agama dimana semua peserta senantiasa memuji dan memuja Tuhan Debata Mulajadi Nabolon. Debata adalah objek yang dituju dalam segala persembahan sekaligus yang berkuasa mengabulkan segala bentuk permohonan manusia. 2. Debata Natolu Debata Natolu (Debata yang Tiga) adalah nama kesatuan dari dewa yang tiga yaitu, Dewa Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Balabulan. Ketiga dewa ini disebut sebagai dewa yang pertama dijadikan setelah Banua Ginjang beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Mereka masing-masing deberi tugas dan mandat oleh Debata untuk memberikan pemberkatan kepada manusia dala arti luas. Mereka adalah sumber dari segala yang diperlukan manusia di Banua Tonga (bumi) supaya manusia dapat hidup dengan sejahtera. Tugas Bataraguru adalah sebagai tempat bertanya manusia tentang segala yang berkaitan dengan uhum (hukum) dan harajaon (kerajaan). Dari dialah sumber karisma kerajaan (sahala harajaon) bagi manusia di dunia. Artinya 90

14 siapapun yang dipilih dan diangkat sebagai raa dalam arti pemerintahan ataupun sebagai kepala negara di setiap bangsa, maka dari dialah turunnya karisma kerajaan tersebut. Intinya, dialah sebagai perpanjangan tangan Debata Mulajadi nabolon dalam memberikan hukum dan jabatan kerajaan. Tugas dewa Sorisohaliapan adalah untuk menurunkan ajaran hamalimon (keagamaan) kepada manusia di bumi. Menurut kepercayaan Malim, dia adalah asal mula pangurason (air suci), parsuksion (pensucian), haiason (kebersihan), parsolamon (perilaku yang suci), dan hamalimon (kesalehan). Dan yang lebih penting lagi disebutkan bahwa dari dialah sumber ajaran agama Malim yang diturunkan kepada umat manusia melalui manusia yang terpilih yang disebut dengan malim Debata (nabi) di Banua Tonga. Seperti Sisingamangaraja di tanah Batak, di samping dia sebagai seorang raja dalam pollitik, tapi dia juga dipercayai sebagai utusan Debata yang menerima ajaran-ajaran agama dari Sorisohaliapan untuk disampaikan kepada umatnya.kedudukan dewa Sorisohaliapan sebagai sumber ajaran agama bukan hanya berlaku untuk agama Malim, tetapi juga berlaku untuk agama-agama lain. Maknanya, agama apapun dan siapapun nabi yang membawa agama itu dipermukaan bui ini dipercayai berasala dari Sorisohaliapan. Kepercayaan Malim secara tegas menyatakan bahwa agama-agama yang ada di bumi ini adalah bersumber dari yang satu yaitu Debata Mulajadi Nabolon dan melalui pembantunya Sorisohaliapan. Agama ini diturunkan kepada semua umat manusia yang berlainan suku dan bangsa melalui seorang utusannya atau NabiNya yang diangkat dari masing-masing suku bangsa itu sendiri. Dengan 91

15 demikian secara tidak langsung ajaran agama Malim bukanlah berarti tidak mengakui keberadaan agama lain. Bahkan tidak pernah mengklaim bahwa agama Malim inilah satu-satunya agama yang benar dan terbaik apalagi mengklaim satusatunya agama yang diterima Debata. Agama malim menganggap bahwa semua agama itu sama yakni sama-sama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, hanya saja agama-agama itu berbeda-beda tempat penurunanya, ajaran dan penganutnya. Dewa yang ketiga adalah dewa Balabulan. Dewa ini bertugas memberikan penerangan dan peramalan (panurirangon), ketabiban (hadatuon), dan kekuatan (hagogoon) kepada manusia. Semua manusia yang memiliki kemampuan panurirangon, hadatuon dan hagogoon dipercayai berasal dari Balabulan. 3. Siboru Deakparujar Dalam kepercayaan agama Malim Deakparujar adalah salah satu dewa yang wajib disembah. Dia juga dipercayai sebagai salah satu dewa yang ikut sebagai si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Dewa Deakparujar adalah satu-satunya dewa yang mendapat kuasa untuk menciptakan Banua Tonga (bumi) ini. 4. Nagapadohaniaji Dewa Nagapadohaniaji juga merupakan salah satu dewa yang ikut dalam kelompok si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Oleh Debata Mulajadi Nabolon, dia diberi tugas atau kekuasaan untuk memelihara Banua Tonga. Kepadanyalah diberikan segala tugas yang berhubungan dengan pengelolaan bumi dan segala yang berkaitan dengan keperluan kesejahteraan manusia. Meskipun tidak begitu jelas dan terperinci apa-apa saja kuasa yang diberikan kepadanya, 92

16 namun agama Malim mempercayai bahwa segenap kemakmuran yang bersumber dari bumi ini berasal dari tanan Nagapadohaniaji. 5. Siboru Sanianganga Dewa Siboru Sanianganga termasuk dewa yang sama kedudukannya dengan dewa-dewa lainnya yaitu sama-saa si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Sanianganga adalah putrid Bataraguru dan adik kandung dari Deakparujar. Dewa ini diberkati Debata menjadi pembantunya yang bertugas menguasai segala bentuk dan jenis air yang ada di bumi. Kepadanyalah diberi kuasa mengelola air yang diperuntukkan kepada kepentingan manusia dan makhluk-makhluk lainnya. b. Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon Malim) di Banua Tonga Istilah harajaon dalam agama Malim berbeda pengertian dengan pemahaman pada umumnya. Dalam pemahaman umum, istilah harajaon adalah sebutan untuk sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dimana yang memegang kekuasaan dalam Negara itu adalah seorang raja. Sedangkan pemahaman dalam agama Malim, harajaon bukanlah bermakna politik melainkan lebih kermakna keagamaan. Sehubungan dengan hal ini, apabila kita menyebut raja dalam konteks agama Malim, maka yang dimaksudkan bukanlah raja dalam arti sesungguhnya yaitu seorang yang memimpin Negara, akan tetapi raja atau pimimpin yang tugasnya sebagai pembawa agama. Jika dilihat dari segi tugas dan peranannya, raja seperti ini lazim disebut dengan priest king. Oleh karena itu, raja dalam agama Malim memiliki makana yang sangat tinggi dan sakral yang 93

17 sentuhannya bukan hanya sebatas pembicaraan di dunia ini, tetapi menembuh hingga Banua Ginjang sebagai sentral kerajaan Malim. Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tercatat sebagai raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepad manusia suku Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raa Sisingamangaraja, dan raja Nasiakbagi. Keempat raja ini diyakini merupakan perpanjangan tangan Debata untuk menyampaikan ajaran keagamaan kepada manusia suku Batak dengan maksud supaya mereka berketuhanan (marhadebataon) dan beramal ibadat (marhamalimon). Oleh karena merekalah yang diangkat untuk membawa dan menyampaikan ajaran agama kepada suku Batak, maka merka pulalah yang disebut sebagai parhotop harajaon malim (si pemilik kerajaan malim) di Banua Tonga. Dengan demikian kerajaan Malim dapat diartikan kekuasaan dalam hal membina dan mengelola sebuah agama khusus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim dinyatakan bahwa semua agama yang ada dipermukaan bumi diyakini bersumber dari kerajaan Malim yang berkedudukan di langit (Banua Ginjang). Dari berbagai macam bentuk agama yang ada sejak dari dahulu hingga sekarang, Debata mengutus secara periodik seorang manusia yang terbaik dari kelompok suku bangsa itu untuk menyampaikan ajaran agama kepada umatnya masing-masing. Bagi agama Malim. Keempat nama malim Debata yang telah disebut di atas semuanya dipercayai sebagai utusan Debata khusus untuk orang Batak. Para malim Debata itu disebut juga dengan anak Debata (bukan makna yang sesungguhnya karena sifat Debata itu bukan beranak dan diperanakkan seperti 94

18 halnya terdapat pada makhluknya). Makna anak dalam konteks ini adalah tondi (ruh) dan ruh inilah yang ditiupkan Debata kepada mereka sehingga sikap dan perilaku mereka berbeda dengan manusia biasa. Yang paling penting lagi ialah mereka bisa memegang amanah dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan ajaran agama kepada umat manusia. Berikut akan dikemukakan beberapa naa yang termasuk malim Debata sekaligus sebagai si pemilik kerajaan Malim Banua Tonga. 1. Raja Uti Raja Uti bagi agama Malim dipercayai adalah seorang malim Debata yang pertama diutus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Uti memiliki sifat unik. Di dalam bunyi doa ia disebut Uti na so ra mate (Uti yang tak mau mati). Maksudnya bahwa Raja Uti tidaka kan pernah mati hingga akhir jaman. Dirinya dipercaya telah kembali keharibaan Debata Mulajadi Nabolon. Merujuk pada doa-doa, tugas Raja Uti disebut sebagai perantara untuk memohonkan supaya banyak rejeki, memperoleh anak yang membawa marwah dan tuah. Melalui dialah permohonan disampaikan untuk selanjutnya dikuatkannya kepada Debata agar permohonan itu dapat dikabulkan. 2. Tuhan Simarimbulubosi Dalam salah satu bunyi doa yang berkaitan dengan sifat ketuhanan yang elekat pada diri Simarimbulubosi berbunyi dibahen Debati doho artohonan Tuhan. Artinya, jika Debata memiliki kekuasaan atas segala-galanya, maka sebagian dari kekuasaan Debata dimiliki oleh Simarimbulubosi. Oleh karena adanya 95

19 pelimpahan sebahagian dari kuasa itu, melekatlah nama tambahan pada diri Simarimbulubosi dengan nama Tuhan. Sifat ketuhanan yang melekat pada diri Simarimbulubosi hanyalah sebagian dari kuasa yang dimiliki Debata. Si pemilik kearifan yang tidak ada bandingannya, maksudnya ialah bahwa tidak ada manusia yang lebih pandai, cerdik arif selain Simarimbulubosi. 3. Raja Na Opat Puluh Opat Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Na Opat Puluh Opat adalah salah satu nama yang tercatat sebagai Malim atau utusan Debata. Kata na opat puluh opat dalam Bahasa Batak bermakna : yang empat puluh empat (44). Nama itu bukanlah nama yang melekat pada satu orang manusia tetapi sebuah nama yang disebut dengan nama saguman (kesatuan) atau nama kumpulan beberapa orang manusia yang sudah memperoleh pemberkatan dari Debata sebagai malim atau utusannya. Namun keseluruhan utusan Debata itu tak seorangpun warga parmalim yang mengetahui, kecuali Raja Nasiakbagi. Untuk memahami keberadaan Raja Na 44 dalam kepercayaan Malim, Raja Nasiakbagi hanya mengajarkan bahwa di permukaan bumi ini sunguh banyak ragam agama yang diturunkan Debata kepada manusia dan demikian juga orang yang membawa agama itu. Dari setiap suku bangsa, Debata mengangkat orang yang terbaik menjadi malimnya untuk menyampaikan ajaran agama kepada umat suku bangsanya masing-masing. 4. Raja Sisingamangaraja 96

20 Dalam silsilah Batak, Raja Sisingamangaraja adalah keturunan dari Isumbaon atau generasi kedelapan dari Siraja Batak. Dalam kepercayaan Malim, Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan khusus kepada suku bangsa Batak. Berkaitan dengan sifat dan tugasnya, dalam hal tertentu Sisingamangaraja berbeda dengan malim Debata sebelumnya. Merujuk kepada bunyi doa-doa yang selalu dilafalkan dalam setiap upacara agama, Sisingamangaraja disebut sebagai singa (pola) yang melampaui, singa yang tidak boleh dilampaui, yang mengisbatkan adat istiadat, mengisbatkan peraturan, mengisbatkan hokum kerajaan, yang memelihara pintu hulu dan pintu hilir, yang mendoakan keselamatan, kekayaan anak dan kekayaan harta bagi orang yang dirajainya. 5. Raja Nasiakbagi Nama Nasiakbagi bukanlah nama pemberian sendiri, melainkan merupakan nama yang yang melekat pada dirinya disebabkan kegetiran hidup yang dialaminya. Nama tersebut melekat pada dirinya sesuai dengan kehidupan yang dideritanya. Akibat penderitaan yang dialaminya selama berjuang melawan Belanda dan menegakkan agama Malim akhirnya menjadi nama julukan baginya. c. Kepercayaan Kepada Habonaran 97

21 Salah satu komponen dalam sistem kepercayaan agama Malim adalah mempercayai adanya habonaran. Secara harafiah habonaran berarti kebenaran. Namun dari segi kepercayaan Malim, habonaran adalah berwujud ruh atau tondi. Dia adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap panca indra manusia. Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata, namun bias dilihat dengan mata hati (roha) manusia. Bagi agama Malim, habonaran adalah merupakan anak (na poso) atau pesuruh Debata Mulajadi Nabolon yang bertugas dalam hal mambonarhon (membenarkan) segala bentuk perilaku manusia di permukaan bumi ini. Di samping itu, ia juga bertindak sebagai saksi, menjaga, melindungi dan juga memberikan peringatan bagi manusia. Jumlah habonaran tidak dapat diketahui dengan angka, namun dipastikan lebih banyak dari jumlah manusia yang ada di bumi. Habonaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu habonaran yang ada di Banua Ginjang dan habonaran di Banua Tonga. d. Kepercayaan Kepada Sahala Sahala mempunyai makna yang sangat luas. Menurut kepercayaan malim, sahala adalah ruh suci yang bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon yang diturunkan melalui Balabulan kepada seorang manusia yang terpilih. Oleh karena itu, sahala tidak dapat dipelajari dan tidak dapat pula dipanggil untuk memperolehnya, melainkan datang sendiri hinggap (maisolang) pada seorang manusia tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Sahala itu ada yang sifatnya menetap tinggal dan ada pula yang hanya sekadar singgah sekejap pada diri seseorang. Wujud sahala adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap oleh 98

22 indera manusia dan tidak pula diketahui kapan masuk dan hingga pada diri seorang manusia. C. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim Ugamo Malim merupakan salah satu dari sekian banyak aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Sama seperti aliran kepercayaan lainnya, para pengikut ugamo Malim (parmalim) sering mengalami diskriminasi di Indonesia. Misalnya saja, saat para penganut agama Malim berencana membangun tempat ibadah mereka yang disebut Rumah Persantian di kota Medan ada tahun Pada saat itu warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan menolak Rumah Persantian dibangun sehingga Rumah Persantian tersebut gagal dibangun pada saai itu. Ugamo Malim masih sering dianggap sebagai salah satu aliran animisme oleh masyarakat walaupun parmalim sebenarnya bukanlah animisme. Tidak mudah untuk menjadi seorang parmalim. Walaupun begitu sampai saat ini para parmalim tetap ada dan tetap mempertahankan ajaran mereka. Walaupun parmalim tetap bertahan sampai saat ini, bukan berarti tidak pernah ada parmalim yang tidak tahan dengan situasi yang mereka hadapi. Diskriminasidiskriminasi yang dirasakan oleh para parmalim membuat para parmalim mengambil tindakan yang berbeda. Beberapa parmalim memilih untuk mendaftarkan dirinya di lembaga pemerintah sebagai penganut agama yang diakui pemerinta, namun tetap menjalankan ritual ugamo Malim dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagian parmalim tidak tahan dengan diskriminasi yang mereka 99

23 terima dan membuat mereka berpindah menjadi penganut salah satu agama yang diakui Indonesia. Di saat jumlah parmalim yang semakin berkurang karena mereka tidak tahan dengan perilaku diskriminasi yang diterima mereka, seorang wanita setengah baya malah berpindah agama dari agama yang diakui oleh pemerintah ke ugamo Malim. Wanita tersebut dan keluarganya telah menjadi parmalim selama delapan tahun. Ia meyakini bahwa jalan yang benar untuk datang kepada Tuhan adalah melalui ajaran Raja Sisingamaraja. Pada saat seseorang berpindah agama, ia akan menjalani proses pengambilan keputusan yang sulit dan keputusan tersebut merupakan keputusan yang penting. Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek, dan sangat jarang satu pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkannya (Eysenck & Keane, 2001). Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997) menyatakan bahwa suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Selain itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika berkaitan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil keputusan. Janis (1987) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan, yaitu: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback. Kelima tahapan pengambilan keputusan akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tiap tahapan. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke 100

24 tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan positif yang mungkin terjadi dari setiap pilihan jawaban (Janis & Mann, 1977). Proses pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim perlu untuk diteliti sehingga kita mengetahui bagaimana wanita tersebut sampai mengenal ugamo Malim, dan bagaimana ia menjalani setiap tahapan dalam proses pengambilan keputusan. 101

25 D. Paradigma Penelitian Konversi agama Anak mengalami kesulitan di sekolah Diejek Orang-orang Dijauhi Keluarga Kesulitan Administrasi Pemerintah Proses Pengambilan Keputusannya: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative Feedback Bagaimana Proses Pengambilan Keputusannya? Menimbulkan konflik pada individu Melibatkan Pertimbangan: Utilitarian dan Non-Utilitarian 102

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyelesaikan sesuatu (Russel-Jones, 2000). Mengambil keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyelesaikan sesuatu (Russel-Jones, 2000). Mengambil keputusan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Kata keputusan berarti menentukan, mengakhiri, menyelesaikan, mengatasi. Sedangkan kata pengambilan keputusan berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku, budaya, agama, dan kepercayaan yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke. Maka tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Agama tidak hanya sebagai alat untuk membentuk watak dan moral, tapi juga menentukan falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... I Ii Iii iv v vii Ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Fokus Penelitian...

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki

BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan beragam budaya yang tampak pada kebiasaan-kebiasaan,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang sarat dengan nilai serta banyak melahirkan karya yang memiliki kekhususan, citra unggul, unik

Lebih terperinci

1. Mengidentifikasi kasus untuk suatu studi.

1. Mengidentifikasi kasus untuk suatu studi. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik 4 (2) (2016): 182-195. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim

Lebih terperinci

LOGO. Pemuda Penghayat OLEH: WANRI LUMBANRAJA

LOGO. Pemuda Penghayat OLEH: WANRI LUMBANRAJA Sumpah LOGO Pemuda Bagi Pemuda Penghayat OLEH: WANRI LUMBANRAJA INTRO: SEPERTI APA PARMALIM ITU? TEMPAT IBADAH PARMALIM DI PUSAT, DESA HUTATINGGI KEC. LABUBOTI, SUMUT Page 2 INTRO: SEPERTI APA PARMALIM

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISTILAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISTILAH Amang : Bapak Ari hatutubu : Hari kelahiran Ari holang : Hari cuti / istirahat Ari Sabtu : Hari Sabtu Bangke : Bangkai Banua ginjang : Benua atas Banua tonga : Benua tengah Banua toru :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan A. Latar Belakang Al-Ikhlash adalah surah ke-22 yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad di Mekkah. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa surah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Batak Toba merupakan kelompok kesatuan sosial dari bagian subsuku masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dunia merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Modul ke: Pendidikan Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Filsafat dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 21 BAB II LANDASAN TEORI A. Konversi Agama 1. Agama Agama adalah sebuah fenomena yang sulit untuk didefinisikan karena cakupannya yang sangat luas dan karena setiap orang yang berusaha membuat definisinya

Lebih terperinci

Kitab ini berisikan mengenai semua kehidupan wanita hingga memperoleh anak termasuk para putri titisan Allah juga mengenai para ratu air.

Kitab ini berisikan mengenai semua kehidupan wanita hingga memperoleh anak termasuk para putri titisan Allah juga mengenai para ratu air. Biru Kitab ini berisikan mengenai semua kehidupan wanita hingga memperoleh anak termasuk para putri titisan Allah juga mengenai para ratu air. Isi kitab : 6. Laklak Boru Debata (Kitab Putri Mulajadi) Setelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini mengenai proses pengambilan keputusan hidup membiara pada biarawati Katolik dan Buddha. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana proses yang terjadi

Lebih terperinci

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI PARMALIM (SEBUAH TINJAUAN STUDI KASUS) SKRIPSI AURORA LIGINARIA

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI PARMALIM (SEBUAH TINJAUAN STUDI KASUS) SKRIPSI AURORA LIGINARIA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJADI PARMALIM (SEBUAH TINJAUAN STUDI KASUS) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: AURORA LIGINARIA 071301091 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 10 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Dan apabila hamba-hamba-ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. NOMOR : 54/Pdt.G/2011/PA.Pts DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. NOMOR : 54/Pdt.G/2011/PA.Pts DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 54/Pdt.G/2011/PA.Pts بسم الله الرحمن الرحیم DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Putussibau yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Upacara Pangurason dilaksanakan bukan semata ditampilkan untuk memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan identitas masyarakat

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan kebiasaan lain. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #23 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #23 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi deskriptif. Menurut Creswell (2009), penelitian kualitatif merupakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 9 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka tetap konsisten, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka

Lebih terperinci

PERAN KEARIFAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK BERCERAI PADA ISTRI YANG MENGAJUKAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

PERAN KEARIFAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK BERCERAI PADA ISTRI YANG MENGAJUKAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA PERAN KEARIFAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK BERCERAI PADA ISTRI YANG MENGAJUKAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA Rindang Resita Rizki, Istar Yuliadi, Tri Rejeki Andayani Program Studi Psikologi Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

Buku yang Diberikan Allah kepada I(ita

Buku yang Diberikan Allah kepada I(ita Buku yang Diberikan Allah kepada I(ita Pernahkah saudara bertanya-tanya dalam hati bagaimana Allah memberikan Alkitab kepada kita? Apakah Alkitab itu mungkin disiapkan oleh malaikat dan kemudian ditinggalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan Agama Islam Eksistensi Manusia Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Makna Kehidupan Bagi Manusia Keberadaan manusia di dunia adalah

Lebih terperinci

Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri

Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri TAMBAHAN 267 Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri Pasal I 1 c) mempunyai suatu cara khusus untuk melaksanakan maksud-nya. 2 b) orang-orang yang dipilih, dibimbing dan diberi kuasa oleh-nya untuk melaksanakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM UGAMO MALIM. Inventarisasi: 1.136/F3/N.1.1/1980. Ugamo Malim sebagai aliran kepercayaan dalam

GAMBARAN UMUM UGAMO MALIM. Inventarisasi: 1.136/F3/N.1.1/1980. Ugamo Malim sebagai aliran kepercayaan dalam GAMBARAN UMUM UGAMO MALIM 2.1 Pengertian Ugamo Malim Ugamo Malim sebagai sebuah agama yang dikelompokkan oleh Negara Republik Indonesia sebagai aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan. Dalam hal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan. Dalam hal kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deiksis merupakan suatu kata yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan situasi pembicaraan. Menurut Verhaar (2001: 397) deiksis adalah sebagai pronomina

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Dapat Dijadikan Bahan Perbandingan dalam Mengembangkan Proses Belajar dan Pembelajaran pada Lembaga Diklat

Lebih terperinci

BAPTISAN ROH KUDUS. Baptisan Roh Kudus Baptism in the Holy Spirit Halaman 1

BAPTISAN ROH KUDUS. Baptisan Roh Kudus Baptism in the Holy Spirit Halaman 1 BAPTISAN ROH KUDUS Pengantar Sebagai orang Kristen, pernahkah Anda merindukan kuasa rohani yang lebih besar dalam hidup Anda? Kuasa yang lebih besar untuk melawan dosa? Kuasa yang lebih besar untuk menceritakan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Fakultas MKCU PENDIDIKAN PANCASILA Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain (Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi liberalism) Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 16

Level 2 Pelajaran 16 Level 2 Pelajaran 16 APA YANG HARUS DI LAKUKAN BILA DOA-DOA ANDA TIDAK DI JAWAB Oleh Andrew Wommack Hari ini saya ingin bahas mengenai apa yang harus di lakukan bila doa-doa anda kelihatannya tidak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

Keimanan pada Wujud Ilahi

Keimanan pada Wujud Ilahi Keimanan pada Wujud Ilahi Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari pembahasan pada Bab IV terdahulu dapat disimpulkan bahwa Bale Parsantian merupakan tempat untuk melakukan kegiatan keagamaan yaitu ibadah pada umat Parmalim

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitab (24-26)

Pertanyaan Alkitab (24-26) Pertanyaan Alkitab (24-26) Bagaimanakah orang Kristen Bisa Menentukan Dia Tidak Jatuh Dari Iman/Berpaling Dari Tuhan? Menurut Alkitab seorang Kristen bisa jatuh dari kasih karunia, imannya bisa hilang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi 2.1.1 Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan Proses pengkaian dan analisis terhadap isi kandungan Surat Al-Fatihah ayat 5 tentang proses pendidikan tauhid uluhiyah keseluruhannya mendukung kepada

Lebih terperinci

Parhalaan Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan pane nabolon

Parhalaan Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan pane nabolon Parhalaan Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan pane nabolon hukum alam terhadap setiap manusia. Apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan hasil dari proses pendidikan berupa manusia yang berkualitas. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan hasil dari proses pendidikan berupa manusia yang berkualitas. Manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi global yang sangat cepat perlu diimbangi dengan konsep yang bersifat kontruktif. Begitupula dalam lembaga pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA ADAADNAN ABDULLA ADNAN ABDULLAH MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com DAFTAR ISI Daftar Isi 3 Pendahuluan.. 5 1. Terminologi Tuhan. 10 2. Agama-agama di Dunia..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

3. Laklak Debata Bulan (Kitab Debata Bulan)

3. Laklak Debata Bulan (Kitab Debata Bulan) MERAH Menyala Bulan adalah cerminan kekuatan Allah. Kitab ini berisi kekuatan manusia dalam menjalani hidup termasuk bumi dan seni bela diri batak dalam menjalani hidup sehari-hari. 3. Laklak Debata Bulan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata memiliki cerita tersendiri dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata memiliki cerita tersendiri dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang pariwisata tidak dapat lepas dari perkembangan sejarah pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata memiliki cerita tersendiri dalam sejarah bangsa yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional I. PEMOHON 1. dr. Sarsanto W. Sarwono, Sp.Og sebagai Pemohon I; 2. Anis Su adah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Dalam menganalisis ini, penulis akan mencoba mengarahkan kepada tiga (3)

BAB IV ANALISIS. Dalam menganalisis ini, penulis akan mencoba mengarahkan kepada tiga (3) BAB IV ANALISIS Pada Bab sebelumnya, penulis telah menguraikan hasil yang diperoleh dari penelitian di lapangan. Maka, pada bab ini (IV) penulis akan mencoba menganalisisnya. Dalam menganalisis ini, penulis

Lebih terperinci

Bimbingan Ruhani. Penanya:

Bimbingan Ruhani.  Penanya: Bimbingan Ruhani Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan untuk

Lebih terperinci

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

MEKANISME KELUHAN PEKERJA PROSEDUR TPI-HR-Kebijakan-04 Halaman 1 dari 7 MEKANISME KELUHAN PEKERJA Halaman 2 dari 7 Pendahuluan Keluhan didefinisikan sebagai masalah yang nyata atau dirasakan yang dapat memberikan alasan untuk mengajukan

Lebih terperinci

INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA

INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-nya tidak binasa, melainkan

Lebih terperinci

Kitab Debata Sori Sohaliapan

Kitab Debata Sori Sohaliapan Kitab Debata Sori Sohaliapan Putih Debata Sori Sohaliapan adalah pancaran kesucian Allah. Kitab ini berisi tatanan hidup manusia, mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

TATA IBADAH HARI MINGGU MINGGU I SESUDAH EPIFANIA

TATA IBADAH HARI MINGGU MINGGU I SESUDAH EPIFANIA TATA IBADAH HARI MINGGU MINGGU I SESUDAH EPIFANIA GPIB Jemaat KARUNIA Minggu, 08 Januari 2017 TATA IBADAH ================================================================ PERSIAPAN: 1 Doa pribadi umat

Lebih terperinci

Pnt. : Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan? J : TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan! Sela

Pnt. : Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan? J : TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan! Sela TATA IBADAH MINGGU, 09 JULI 2017 (MINGGU BIASA) TERBUKA PADA CARA KERJA ALLAH Latihan Lagu-Lagu. Penayangan Warta Lisan. Setelah Penayangan Warta Lisan, Penatua mengajak Jemaat bersaat teduh dan mendaraskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas vital dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai kehidupan guna

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Hakikat Syafaat dan Tawassul Menurut Al-Quran

Hakikat Syafaat dan Tawassul Menurut Al-Quran Hakikat Syafaat dan Tawassul Menurut Al-Quran Beberapa waktu lalu, saya bersama salah satu teman berbicara mengenai syubhat dan penyimpangan yang dialamtkan kepada mazhab Syiah dan Islam di jejaring sosial.

Lebih terperinci