ISBN: PANDUAN UMUM. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan. Melalui Inovasi. m-p3mi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISBN: PANDUAN UMUM. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan. Melalui Inovasi. m-p3mi"

Transkripsi

1

2

3 ISBN: PANDUAN UMUM Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi m-p3mi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013

4

5 PANDUAN UMUM MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI Penanggungjawab: Agung Hendriadi Kepala Balai Besar Pengkajian Penyusun: Wayan Sudana Ketut Kariyasa Rachmat Hendayana Eko Ananto Trip Alihamsyah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi i

6 ii Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

7 KATA PENGANTAR Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sebagai respon terhadap laju pembangunan pertanian yang semakin dinamis dan untuk memenuhi tuntutan percepatan diseminasi karena perubahan lingkungan strategis Kementerian Pertanian, maka Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 meluncurkan suatu pendekatan, yaitu Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) sebagai modus diseminasi, sekaligus terobosan untuk memperderas arus inovasi pertanian. Meskipun m-p3mi merupakan ranah diseminasi, namun tetap berbasis science dan pengembangannya dilakukan melalui jalinan kerjasama (network) dengan kelembagaan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (diklatluh) sebagai refleksi penggunaan Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) sehingga mampu mempercepat penerapan (adopsi) inovasi. Dengan demikian, SCIENCE. INNOVATION. NETWORK yang menjadi tagline Badan Litbang Pertanian menjadi landasan kuat penyelenggaraan m-p3mi, dan dalam operasionalnya merefleksikan terjadinya jalinan sinkronisasi LITKAJIBANGDIKLATLUHRAP. Penyusunan buku panduan umum m-p3mi ditujukan sebagai pedoman bagi pelaksana di seluruh unit kerja dan unit pelaksana teknis lingkup Badan Litbang Pertanian, agar terjadi persepsi yang sama dalam menyelenggarakan m-p3mi. Saya berharap pelaksanaan m-p3mi di lapangan mengacu pada panduan umum ini, sehingga kinerja m-p3mi ke depan menjadi lebih baik. Selamat Bekerja. Jakarta, April 2013 Dr. Ir. Haryono, MSc Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi iii

8 iv Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... v I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan, Keluaran dan Manfaat... 3 Sasaran... 5 II. PENGERTIAN, PRINSIP DAN PENDEKATAN m- P3MI... 6 Pengertian... 6 Prinsip m-p3mi Pendekatan m-p3mi III. KARAKTERISTIK INOVASI DAN STRATEGI PELAKSANAAN Karakteristik Inovasi yang Dikembangkan Strategi Pelaksanaan IV. INDIKATOR KINERJA DAN PENGUKURANNYA.. 16 Penetapan Indikator Kinerja Pengukuran Indikator Kinerja V. FASE KEGIATAN Fase I : INISIASI MODEL Fase II : PENGAWALAN TEKNOLOGI Fase III: PENGEMBANGAN Fase IV: PEMASALAN ROAD MAP M-P3MI DAFTAR PUSTAKA Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi v

10

11 I. PENDAHULUAN Latar Belakang P engembangan pertanian perdesaan melalui inovasi mengandung dua kata kunci utama. Pengembangan perdesaan adalah prasyarat bagi upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani, dan inovasi merupakan implementasi hasil penelitian dan atau pengkajian oleh petani. Dengan demikian pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi akan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian, sehingga tercapai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik yang ditunjukkan oleh pemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di perdesaan. Dukungan inovasi untuk pengembangan pertanian di perdesaan telah tersedia melalui jasa penelitian maupun pengkajian yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebagian teknologi tersebut telah tersebar di tingkat pengguna dan pemangku kepentingan (stakeholder), namun pengembangannya ke target area yang lebih luas perlu percepatan. Badan Litbang Pertanian, pada periode melakukan upaya percepatan penyebaran hasil penelitian melalui Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang dikenal PRIMATANI. Program Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 1

12 tersebut merupkan implementasi paradigma baru Badan Litbang Pertanian, yaitu penelitian untuk pembangunan (research for development). Pada tahap implementasi program, Badan Litbang Pertanian memposisikan diri sebagai the driving force yang ensensial dari sistem percepatan inovasi tersebut (Simatupang, 2004). Di beberapa daerah semangat PRIMATANI menjadi tenaga pendorong utama pertumbuhan dan pengembangan agribisnis di perdesaan. Di Provinsi Bali, misalnya, pembelajaran PRIMATANI dijadikan landasan dalam program pembangunan pertanian daerah dengan nama Sistem Pertanian Terintegrasi yang populer dengan nama SIMANTRI. Di level nasional, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mengembangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) yang juga berlandaskan spirit PRIMATANI, dalam upaya mendukung empat sukses Kementerian Pertanian sebagai implementasi visi Kementerian Pertanian mewujudkan pertanian unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal, meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani. Spirit m-p3mi memberikan penekanan pada beberapa aspek didasarkan semangat SCIENCE.INNOVATION.NETWORKS. Aspek-aspek yang dimaksud meliputi : 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

13 Penguatan metodologi sehingga model yang dihasilkan secara scientific dapat dipertanggung jawabkan Melakukan diseminasi teknologi secara simultan kepada pengguna selama pelaksanaan program untuk mempercepat transfer teknologi Membangun kemitraan dengan pihak luar, baik kepada pengambil kebijakan (lembaga formal) di daerah maupun dengan lembaga non formal seperti pedagang atau asosiasi untuk mendukung keberlanjutan model pembangunan yang diperoleh. Inisiasi kemitraan dilakukan sejak awal pelaksanaan program. Tujuan, Keluaran dan Manfaat Tujuan melaksanakan m-p3mi adalah: Untuk mempercepat arus diseminasi teknologi, Memperluas spektrum atau jangkauan sasaran penggunaan teknologi berbasis kebutuhan pengguna, Meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif Badan Litbang Pertanian, dan Untuk memperoleh umpan balik yang akan digunakan untuk menyempurnakan model pengembangan. Keluaran akhir dari m-p3mi adalah Model Pembangunan Pertanian Perdesaan yang efektip dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian di perdesaan. Secara rinci keluaran m-p3mi adalah sebagai berikut: Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 3

14 Model kelembagaan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif. Model pengadaan sistem pendukung penerapan teknologi (antara lain benih, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistik. Model penyediaan sistem informasi inovasi, konsultasi dan sekolah lapang bagi petani dan para praktisi agribisnis. Model pendampingan pembinaan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi secara mandiri. Manfaat dari m-p3mi akan memberikan dorongan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan pertanian wilayah, yang wujudnya akan terlihat, berupa: Terjadinya percepatan penyebaran inovasi pertanian produk Badan Litbang Pertanian dalam mendukung pengembangan usaha agribisnis. Terjadinya perluasan jangkauan penggunaan teknologi kepada pengguna dari aspek waktu dan ruang, sehingga penyebaran inovasi menjadi lebih cepat, dan jangkauannya menjadi lebih luas. 4 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

15 Sasaran Saaran penyelenggaraan m-p3mi adalah: Meningkatnya produksi pertanian unggulan di perdesaan menuju pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor berbagai usaha agribisnis di perdesaan dengan tumbuh dan berkembangnya industri hilir yang berbasis sumberdaya lokal dengan suntikan inovasi pertanian dan manajemen agribisnis. Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian di perdesaan untuk memaksimumkan pendapatan dan meningkatkan konstribusi sektor pertanian terhadap pendapatan petani. Meningkatnya jumlah petani/peternak yang mengadopsi teknologi dalam waktu relatif singkat melalui melalui jalur formal (Bakorluh/Bapeluh/BPP dan PPL) maupun non formal (pemuka agama atau petani andalan atau pedagang). Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 5

16 II. PENGERTIAN, PRINSIP DAN PENDEKATAN m-p3mi Pengertian Dalam panduan umum ini yang dimaksud dengan: Model, adalah simplifikasi dari keadaan dunia nyata dalam bentuk sederhana dan mudah ditiru. Wujud model dalam m-p3mi ini di lapangan adalah berupa unit percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis, bersifat holistik dan komprehensif yang didalamnya meliputi aspek perbaikan teknologi pra panen, pasca panen, pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan (pemasaran hasil dan pendukung agribisnis) serta mendorong terjadinya kemitraan. Unit percontohan, selain berfungsi sebagai laboratorium lapang, juga menjadi ajang kegiatan pengkajian untuk perbaikan teknologi dan perekayasaan kelembagaan pendukung usaha agribisnis untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis. 6 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

17 Proses pembelajaran dan diseminasi teknologi dalam unit percontohan itu dilakukan secara simultan berbasis Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), sehingga spektrum diseminasinya semakin meluas. Model pengembangan teknologi, adalah hasil pengkajian teknologi spesifik lokasi melalui uji kesesuaian terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang selanjutnya dapat dijabarkan ke dalam bentuk penyiapan perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pendampingan. Pengkajian teknologi pertanian, adalah kegiatan pengujian kesesuaian komponen teknologi pertanian pada berbagai kondisi lahan dan agroklimat untuk menghasilkan teknologi pertanian unggulan spesifik lokasi. Inovasi teknologi, adalah hasil penelitian atau pengkajian yang diterapkan oleh pengguna atau pasar. Komponen teknologi pertanian, adalah suatu hasil kegiatan penelitian pertanian siap saji yang mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut menjadi teknologi spesifik lokasi. Teknologi pertanian spesifik lokasi, adalah suatu hasil kegiatan pengkajian yang memenuhi kesesuaian lahan dan agroklimat setempat yang mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut menjadi paket teknologi pertanian wilayah. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 7

18 Paket teknologi pertanian, adalah rakitan komponen teknologi pertanian yang telah melalui berbagai uji kesesuaian lahan dan agroklimat, kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan setempat. Pengguna teknologi, adalah petanii sebagai pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis, pengambil kebijakan/birokrat, akademisi/ilmuwan, penyuluh, pengurus dan anggota kelompok tani/gabungan kelompok tani, serta masyarakat umum. Petani, adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan peternakan) atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi atau untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani. Perdesaan, adalah suatu wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Penulisan huruf m sebagai inisial kata Model dalam kalimat Model Pengembangan Pertanian Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi secara ekslusif dituliskan 8 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

19 dengan format huruf kecil sehingga tampilanya menjadi m-p3mi. Penulisan m dalam m-p3mi tersebut mengandung makna sebagai penegasan bahwa kegiatan m-p3mi masih berada dalam koridor Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Badan Litbang Pertanian sesuai Kepres No. 177/2000 dan Kementan No. 01/Kpts/ OT.210/1/2001. Makna lainnya adalah untuk membedakan dengan inisial M yang merupakan singkatan kata Masterplan dalam MP3EI (Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Selama proses ujicoba atau pengkajian diharapkan mendapat umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan model pengembangan. Pembinaan dilakukan secara gradual atau bertahap setiap tahun, sehingga pada batas waktu tertentu kurang lebi sekitar 3 hingga 5 tahun membentuk suatu model percontohan pertanian yang berwawasan agribisnis. Oleh karena itu, mala didalam pengajuan Rencana Diseminasi Hasil Pengkajian (RDHP) m-p3mi harus dilengkapi dengan peta jalan (road map), agar aktivitas yang akan dikerjakan setiap tahunnya tercantum secara tegas dan jelas. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 9

20 Prinsip m-p3mi Penyelenggaraan m-p3mi didasarkan pada prinsi-prinsip sebagai berikut: m-p3mi merupakan suatu program pengembangan model pembangunan pertanian melalui inovasi dalam suatu kawasan berbasis sumberdaya lokal dengan pendekatan agribisnis. Model yang dibangun mengedepankan engineering approach yang memkombinasikan scientific approach dan creativity approach, sehingga model bersifat lentur/dinamis terhadap dinamika perkembangan kebijakan inovasi, mampu mengakomodasi peluang penggunaan input atau proses yang berpengaruh terhadap output. Kegiatan m-p3mi dapat difokuskan pada kegiatan berbasis agroekosistem atau kegiatan berbasis komoditas unggulan di perdesaan. Pemilihan komoditas dan inovasi teknologi yang dikembangkan, ditentukan dan dibangun oleh masyarakat secara musyawarah, berdasarkan potensi pasar, serta berbasis pada sumber daya lokal dalam pengembangannya ke depan. Muatan pertanian perdesaan dalam model ini harus memiliki konteks penyebarluasan inovasi yang berorientasi pada suatu kawasan seragam secara bio- 10 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

21 fisik dan sosial ekonomi, serta secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam. Inovasi pertanian dalam perontohan ini merupakan teknologi dan kelembagaan agribisnis hasil temuan Badan Litbang Pertanian, sehingga m-p3mi dapat diklaim sebagai wahana untuk mengintroduksikan dan memperluas penerapan teknologi dan kelembagaan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Pelaksanaan m-p3mi diselenggarakan secara partisipatif dengan perencanaan dari bawah (bottom up planning) melalui pemberdayaan masyarakat petani. Dukungan infrastruktur pertanian menjadi prasyarat utama dalam pengembangan model pembangunan pertanian ini, dan menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah/Dinas terkait/petani. Bantuan input produksi hanya diberikan pada tahap awal pelaksanaan penerapan teknologi, dinilai sebagai pinjaman yang harus dikembalikan untuk digunakan sebagai modal bergulir kelompok. Pendekatan m-p3mi Pendekatan m-p3mi dirancang untuk memperkuat program pembangunan pertanian, sebagai modus diseminasi dan laboratorium lapang hasil penelitian Badan Litbang Pertanian. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 11

22 Penguatan modus diseminasi Memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif. Membangun pengadaan sistem pendukung penerapan teknologi (antara lain benih, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistik. Menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi petani dan para praktisi agribisnis. Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi secara mandiri. Penguatan Laboratorium Lapang Menyelenggarakan unit percontohan untuk mediasi percepatan dan perluasan spektrum penggunaan teknologi Badan Litbang Pertanian. Mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja komersialisasi teknologi hasil Badan Litbang Pertanian. Melaksanakan pengkajian percepatan pengembangan teknologi tepat guna secara partisipatif, bersama-sama dengan pengguna dan stakeholder di daerah. 12 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

23 III. KARAKTERISTIK INOVASI DAN STRATEGI PELAKSANAAN Karakteristik Inovasi yang Dikembangkan I novasi teknologi yang diujicobakan dalam m-p3mi merupakan teknologi matang dan siap digunakan pada skala pengembangan, serta mempunyai potensi dampak terhadap penggunaan sumberdaya yang lebih optimal untuk memaksimumkan pendapatan petani di perdesaan. Kriteria teknologi yang siap diujicobakan adalah sebagai berikut: Mampu memecahkan masalah teknis di wilayah tersebut, yang dicirikan oleh: terjadi secara meluas memiliki dampak yang besar terhadap potensi penurunan produksi, dan memiliki dampak sosial ekonomi yang negatif. Membantu petani untuk memenuhi permintaan pasar. Terbukti dapat diadaptasikan secara lokal (kondisi lingkungan, budaya, sosial ekonomi, dan biofisik tertentu atau spesifik). Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 13

24 Mempunyai dampak nyata pada peningkatan pendapatan dan mata pencaharian keluarga tani dan masyarakat sekitarnya. Dampak nyata yang dimaksud meliputi peningkatan keuntungan usaha petani, mengurangi risiko ekonomi dan meningkatkan daya saing rantai pasok (supply chain). Input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi tersebut tersedia secara lokal dan terjangkau oleh para petani. Strategi Pelaksanaan Percontohan m-p3mi yang dibangun disetiap sentra produksi berbasis komoditas unggulan dengan semangat mensinerjikan kegiatan Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan, Penyuluhan dan Penerapan (Litkajibang-diklatluhrap) Pembangunan model dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengkajian (Litkaji) sehingga scara scientific dapat dipertangungjawabkan. Secara simultan model yang telah diperoleh langsung dilakukan scaling up. Skala usahanya dikembangkan dengan melibatkan petani, kelompoktani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitarnya. Model yang telah berkembang dapat dijadikan sebagai ajang tempat belajar atau magang bagi para petani, penyuluh, siswa Sekolah Pertanian atau mahasiswa Perguruan Tinggi setempat 14 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

25 atau metoda pendekatan m-p3mi dijadikan materi pembelajaran. Pada akhirnya, model embrio agribisnis yang telah diyakini keunggulannya oleh petani atau kelompok tani dapat diterapkan dan dimasalkan oleh Pemerintah Daerah setempat (Dinas Teknis Lingkup Pertanian) ke target area yang lebih luas. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 15

26 IV. INDIKATOR KINERJA DAN PENGUKURANNYA Penetapan Indikator Kinerja I ndikator kinerja m-p3mi di lapangan perlu ditetapkan meliputi aspek penggunaan input, proses, output, outcome, benefit dan dampak dari petani pelaksana (kooperator) dan petani adaptor teknologi, setelah adanya percontohan. Indikator keberhasilan (performance) yang harus dipenuhi ialah : (1) Meningkatnya produktivitas dan pendapatan petani (2) Meningkatnya nilai tambah produksi, terjadi diversivikasi produk sesuai permintaan pasar (3) Meningkatnya aktivitas kelompok tani akibat dari pemberdayaan (4) Terbangunnya kemitraan dengan pihak luar (5) Meningkatnya kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input maupun output 16 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

27 (6) Adanya apresiasi Pemda setempat yang diwujudkan berupa dana atau material lainnya untuk mendukung kegiatan m-p3mi (7) Dimanfaatkannya sumberdaya pertanian lebih optimal (8) Meningkatnya jumlah petani adopter (9) Meningkatnnya jumlah petani dan stakeholder berkunjung ke laboratorium lapang Pengukuran Indikator Kinerja (1) Mengukur peningkatan produktivitas Untuk mengukur peningkatan produktivitas usaha tani dilakukan dengan menghitung selisih produktivitas yang dicapai m-p3mi dikurangi dengan produktivitas sebelum m-p3mi. Formula yang digunakan adalah: (Peningkatan produktivitas absolut) atau x 100 % (persentase) Dimana : Y 0 = produktivitas sebelum m-p3mi Y 1 = produktivitas Sesudah m-p3mi Setelah mengukur peningkatan produktivitas, dilanjutkan dengan mengukur produksi. Produksi merupakan hasil perkalian luas panen x produktivitas. Secara ringkas, dituliskan sebagai berikut: Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 17

28 Dimana: Q 0 = produksi sebelum m-p3mi Q 1 = produksi sesudah m-p3mi Y 0 = produktivitas sebelum m-p3mi Y 1 = produktivitas sesudah m-p3mi L 0 = luas tanam atau panen sebelum m-p3mi L 1 = luas tanam atau panen sesudah m-p3mi Peningkatan produksi, dapat dihitung dengan rumus: Hasil Perhitungan di atas, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel seperti Tabel 1. Tabel 1. Perubahan Produktivitas dan Produksi Sebelum dan Sesudah m-p3mi Teknologi/Komoditas/ Musim Produktivitas/Produksi Perubahan Sebelum Sesudah ton % 3. Total 18 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

29 (2) Mengukur pendapatan petani Untuk mengukur tingkat pendapatan petani, dilakukan melalui penelusuran data total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut. Data total penerimaan yang biasa disingkat TR (total revenue dibangun oleh komponen produktivitas, volume atau luas dan harga (sebelum dan sesudah) dari masingmasing jenis kegiatan, sedangkan data total biaya yang biasa didingkat TC (total cost) merupakan penjumlahan biaya dari masing-masing jenis kegiatan Selanjutnya, perhatikan harga output (PQ) dan harga input (Px) yang dipakai sebelum dan sesudah m-p3mi harus sama, yaitu PQ1 dan PX1. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: TR 0 = Q 01 * P Q1i TC 0 = X 01 * P X1i TI 0 = Q 01 * P Q1i - X 01 * P X1i TR 1 = Q 1i * P Q1i TC 1 = X 1i * P X1i TI 1 = Q 11 * P Q1i - X 01 * P X1i Hasilnya kemudian ditampilkan seperti Tabel 2. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 19

30 Teknologi/Komoditas/ Musim Total Tabel 2. Perubahan Tingkat Pendapatan Sebelum dan Sesudah m-p3mi Tingkat Pendapatan (Rp) Perubahan Sebelum Sesudah Rp % Untuk lebih memperjelas informasi struktur pendapatan rumah tangga petani sebelum dan sesudah m-p3mi, dapat ditampilkan dalam grafik seperti Gambar 1 Gambar 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah m-p3mi Kegiatan m-p3mi tidak hanya merubah produksi dan pendapatan, akan tetapi juga merubah struktur penggunaan tenaga kerja. Untuk mengukur perubahan tenaga kerja 20 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

31 sebelum dan sesudah m-p3mi dapat dilakukan menggunakan tabel seperti disajikan dalam Tabel 3 Tabel 3. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Non Keluarga Sebelum dan sesudah m-p3mi Teknologi/ Komoditas 1. % Kenaikan 2. % Kenaikan 3. % Kenaikan TK Non Keluarga TK Keluarga Total TK Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah (3) Mengukur Kesejahteraan Petani Untuk mengukur kesejahteraan petani, biasa dilakukan untuk jangka panjang. Kesejahteraan dalam jangka panjang dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti: Pemilikan asset (lahan, rumah, motor, TV, dll) Jumlah anggota petani yang sekolah Jumlah dan frekuensi anggota keluarga petani yang sakit/berobat Jumlah tabungan, dll (4) Mengukur nilai tambah (value added = VA) produksi Pendekatan untuk mengukur nilai tambah dapat menggunakan formula sebagai berikut: VA 0 = TR 0 TC 0 (sebelum m-p3mi) Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 21

32 VA 1-0 = TR 1-0 TC 1-0- (sesudah m-p3mi, misalnya GKP) VA 2-1 = TR 2-1 TC 2-1- (sesudah m-p3mi, dari GKP menjadi beras Dimana: Subcript 0 = KGP; 2= beras Total VA = VA 0 + VA VA 2-1 beras) dari GKP menjadi GKG, atau (dari GKP menjadi Hasil perhitungan nilai tambah tersebut selanjutnya ditampilkan dalam tabel, seperti contoh berikut (Tabel 4). Tabel 4 Perubahan Nilai Tambah Sebelum dan Sesudah m-p3mi Teknologi/Komodita Nilai Tambah (Rp) Perubahan s/ Usaha Sebelum Sesudah Rp % Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

33 Tabel 5 Perubahan Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Sebelum dan Sesudah m-p3mi Teknologi/Komoditas / Musim A. Penerimaan Total B. Biaya Total C. Pendapatan (A-B) Total Nilai (Rp) Sebelu Sesudah m (5) Mengukur aktivitas kelompok tani akibat pemberdayaan Perubahan Rp % Aktivitas kelompok bisa didekati dari beberapa aspek, antara lain: Frekuensi pertemuan sebelum vs sesudah m- P3MI, misalnya 2 kali vs 5 kali dalam semusim. Jumlah anggota yang hadir dalam pertemuan sebelum vs sesudah m-p3mi, misalnya 20 orang vs 35 orang dalam semusim Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 23

34 Topik yang dibahas dalam pertemuan sebelum vs sesudah m-p3mi Misalnya sebelum m-p3mi hanya satu teknologi yang digunakan yaitu teknologi produksi saja, dan sesudah m- 3MI menggunakan lima teknologi yaitu teknologi produksi, cara pengadaan input, teknologi pengolahan, pemasaran output, permodalan. Untuk menghitungnya digunakan formula, sebagai berikut: (6) Mengukur kemitraan dengan pihak luar Terbangunnya kemitraan dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti: Jumlah mitra yang terbentuk dan nama mitra; Bentuk kemitraan; Periode bermitra, dan Volume. Hasilnya ditampilkan seperti contoh dalam Tabel 6. Teknologi/Komoditas 1. Tabel 6 Terjadinya Kemitraan Setelah m-p3mi Nama Mitra Bentuk Mitra Kemitraan Periode Mitra Volume Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

35 (7) Mengukur kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input maupun output Kinerja kelembagaan pendukung dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: Pengadaan input produksi (sendiri atau kelompok, jenis input, harga input) Penjualan produk (jual sendiri atau kelompok, jual ke pengumpul atau langsung konsumen, harga jual) Permodalan (modal dari kelompok, pinjam ke rentenir, koperasi, bank, LKM) Informasi yang diperoleh tentang kelembagaan ini selanjutnya ditampilkan seperti dalam Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan Kelembagaan Pendukung Perkembangan Kelembagaan Pendukung Kelembagaan Perubaha Sebelum Sesudah n (%) A. Input 1.Cara Pengadaan - 2.Harga Input X 1 3.Harga Input X 2 B. Ouput 1.Cara Penjualan - 2.Harga Ouput Q 1 3.Harga Output Q 2 C. Modal 1.Sumber Permodalan - 2.Tingkat Bunga Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 25

36 (8) Mengukur apresiasi Pemda setempat Pengukuran apresiasi Pemda setempat dapat ditinjau dari kontribusinya dalam kegiatan m-p3mi yang wujudnya berupa dana atau material lainnya untuk mendukung kegiatan m-p3mi Langkah-langkah pengukuran: Identifikasi semua jenis apresiasi/kontribusi pemda/ pemangku kepentingan lainnya, baik berupa kontribusi uang maupun tidak dalam bentuk uang Apresiasi/kontribusi yang bukan dalam bentuk uang, selanjutnya disetarakan ke dalam nilai uang Cara mensetarakan kontribusi tersebut ke dalam bentuk uang dapt melalui pendekatan sewa, harga, upah, biaya cetak, dll. Contoh: a. Misalnya Pemda menyediakan lahan 5 hektar. Kontribusi ini bisa dinilai dalam bentuk uang melalui pendekatan nilai sewa lahan perhektar dikali 5. Jika nilai sewa lahan itu Rp 5 juta per hektar per tahun, maka kontribusi Pemda = Rp 25 juta. b. Jika dalam bentuk bibit atau benih, pendekatan yang dilakukan adalah berdasarkan jumlah benih di kalikan dengan harga bibit/benih yang berlaku di pasaran c. Jika dalam bentuk leaflet/brosur, pendekatannya didasarkan pada perkiraan biaya cetak per satuan 26 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

37 dikalikan dengan jumlah eksemplar leaflet atau brosur tersebut. d. Pendekatan yang sama dapat pula dilakukan untuk menilai bentuk uang kontribusi berupa fasilitas dan peralatan lainnya. Misalnya alsintan. Jumlahkan semua kontribusi dari masing-masing Pemda/stakeholder setara uang, sehingga akan tampak keragaan apreasiasi/kontribusi dari masing-masing stakeholder/pemda tersebut. Apresiasi dalam bentuk kebijakan misalnya dalam bentuk nilai peraturan atau surat keputusan Bupati./Dinas, tidak dinilai dengan uang tetapi diinventarisasi. Hasil perhitungan tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel seperti contoh (Tabel 8). Tabel 8 Kontribusi Pemerintah Daerah Dalam m-p3mi Teknologi/ Komoditas Total Nilai (Rp) Bentuk Fisik dan Nilai Setara Kontribusi Bentuk Fisik xxxxxxxxx Setara (Rp) Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 27

38 (9) Mengukur pemanfaatan sumberdaya pertanian Sumberdaya Lahan: Peningkatan Indeks Pertanaman (IP), sistem tanam tumpang sari Integrasi dengan komoditas lain (diversifikasi) Pemanfaatan limbah untuk bahan input, barang komersial (10) Mengukur peningkatan jumlah petani adopter Jumlah adopter (awal m-p3mi dan sekarang), baik dari kelompok tani/desa, maupun luar kelompok/ desa Luas areal (awal m-p3mi dan sekarang), baik dari kelompok tani/desa, maupun luar kelompok/desa Tabel 9 Perkembangan Jumlah Adopter dan Luas Adopsi m-p3mi Jumlah Adopter Luas (ha) Teknologi/ (Orang) Komoditas 1. % Kenaikan Awal (...) Saat ini (...) 28 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Awal (...) Saat ini (...)

39 2. % Kenaikan 3. % Kenaikan (11) Mengukur peningkatan jumlah petani dan stakeholder yang berkunjung ke laboratorium lapang Perkembangan frekuensi kunjungan (waktu, jumlah, asal, lama) Topik yang dipelajari Tanggapan pengunjung terhadap keberadaan laboratoriom lapang Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 29

40 V. FASE KEGIATAN P erancangan m-p3mi dilakukan secara sistematis ke dalam empat fase yakni: (1) Fase Inisiasi Model, (2) Fase Pengawalan Teknologi, (3) Fase Pengembangan, dan (4) Fase Pemasalan. Masing-masing fase pengembangan tersebut terdiri dari beberapa tahap, dengan uraian sebagai berikut. Fase I : INISIASI MODEL Kegiatan pada Fase I terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu (1) Penentuan lokasi, (2) Identifikasi permasalahan, (3) Perancangan model, dan (4) Implementasi model. Penentuan Lokasi. Pemilihan lokasi sangat menentukan keberlangsungan kegiatan m-p3mi. Lokasi yang tepat menjadi prasyarat untuk mendorong keberhasilan dan pencapaian tujuan. Kriteria lokasi untuk m-p3mi adalah sebagai berikut : Merupakan sentra produksi atau kawasan prioritas pengembangan komoditas Pemda setempat, dan belum tersentuh program strategis Kementerian Pertanian. 30 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

41 Letak lokasi m-p3mi harus strategis, memiliki aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau sehingga mudah melakukan advokasi kepada Pemda, Assosiasi petani, LSM, Perguruan Tinggi, Swasta, Anggota DPRD, Camat maupun Kepala Desa. Dari sisi agroekosistem, m-p3mi difokuskan di tiga agroekosistem, yaitu lahan sawah, lahan kering dan lahan pasang surut. Sedangkan berdasarkan basis komoditas difokuskan pada komoditas pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Poktan/Gapoktan yang akan melaksanakan m- P3MI dipilih yang memenuhi kriteria: apresiatif, kreatif, proaktif dan visioner. (1) Identifikasi Permasalahan Kegiatan m-p3mi dilakukan selain untuk memberikan solusi pemecahan permasalahan yang dihadapi petani dan pelaku agribinis juga sekaligus untuk merancang dan memperbaiki teknologi petani (existing technology). Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada saat identifikasi permasalahan adalah meliputi: Keragaan data bio-fisik mencakup topografi, sumber air permukaan, pola curah hujan, jenis lahan atau tanah dan data sosial ekonomi, antara lain: aksesibilitas wilayah, transportasi, struktur Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 31

42 keluarga petani, struktur penguasaan lahan pertanian, dan data sosial ekonomi lainnya yang relevan. Keragaan existing teknologi, misalnya: teknologi budidaya tanaman, pola tanam dan pola usahatani, pasca panen, usahatani hortikultura, usaha ternak, dan usaha lainnya yang terkait dan relevan dengan kegiatan petani pada umumnya. Keragaan existing produktivitas usahatani, tingkat pendapatan usahatani dan sumber pendapatan petani selama setahun terakhir. Keragaan existing kelembagaan kelompok petani, kelembagaan pasar sarana produksi, pengolahan hasil, kelembagaan pasar hasil pertanian, kelembagaan permodalan pertania yang, penyuluhan pertanian, dan kelembagaan lainnya yang relevan. Potensi, masalah dan peluang pengembangan pertanian. Potensi meliputi kemungkinan dilakukan intensifikasi, diversifikasi produk atau usaha, dan integrasi dengan usaha lain. Sedangkan peluang adalah kemungkinan untuk menambah skala usaha akibat dari adanya peluang pasar atau permintaan. Masalah termasuk masalah teknis dan sosial ekonomi. 32 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

43 Perancangan Model Perancangan model didasarkan pada hasil identifikasi potensi, masalah dan peluang pengembangan pertanian. Orientasi perancangan model berbasis komoditas unggulan, diversifikasi usaha (vertikal/horizontal). Pada m-p3mi yang berbasis budidaya tanaman, penyusunan model diawali dengan penataan pola tanam termasuk peningkatan IP. Inovasi yang perlu diperkenalkan mencakup inovasi teknologi dan kelembagaan. Inovasi teknologi diarahkan pada upaya untuk menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar domestik (teknologi budidaya/pra panen dan pasca panen), dan diversifikasi vertikal (pengolahan hasil) sesuai kebutuhan pasar. Pada m-p3mi berbasis integrasi tanaman-ternak (diversifikasi horisontal), inovasi yang diperkenalkan intinya sama dengan m-p3mi yang berbasis tanaman yaitu bermuatan teknologi dan kelembagaan. Pada integrasi inovasi teknologi, kegiatan diarahkan pada upaya mengoptimalkan sumberdaya petani. Pada usaha ternak, misalnya dikembangkan teknologi untuk menghasilkan pupuk kandang dan biogas. Pupuknya dimanfaatkan untuk tanaman dan biogas sebagai Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 33

44 bahan bakar. Dari tanaman, limbahnya untuk pakan ternak. Inovasi kelembagaan, utamanya diarahkan pada aspek pemberdayaan poktan atau gapoktan, kelembagaan pasar input atau pasar output dan permodalan usaha serta kemitraan dengan pihak lain (pemilik modal dan pedagang). Pada saat mendisain model perlu melibatkan berbagai pihak terkait meliputi petani/kontak tani, Pemda setempat, dan pihak lain yang berkepentingan yang mampu menunjang kegiatan usaha agribisnis pedesaan. Sumber teknologi, memanfaatkan hasil penelitian, pengkajian atau lembaga lain di luar Badan Litbang Pertanian. Implementasi Model Disain atau rancangan m-p3mi yang telah mendapat dukungan berbagai pihak selanjutnya diimplementasikan di lapangan dalam bentuk Unit Percontohan yang berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis. Skala pengembangan disesuaikan dengan basis komoditas yang diusahakan. Percontohan bertujuan untuk meyakinkan pihak pengguna atau stakeholder bahwa teknologi yang diintroduksikan itu mampu 34 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

45 beradaptasi baik terhadap lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi petani. Agar spektrum diseminasi teknologi yang diuji cobakan semakin luas, ada dua kondisi yang harus dipenuhi: Pertama, teknologi yang didiseminasikan harus kompatibel dengan permasalahan petani yang sedang dihadapi, atau teknologi yang didemonstrasikan merupakan teknologi yang mampu memecahkan permasalahan petani. Disamping itu teknologi harus bersifat tepat guna, menguntungkan, sesuai kebutuhan, tidak rumit, hasilnya nyata, biaya murah dan teruji. Kedua, untuk menjamin efektivitas adopsi, khususnya bagi petani dengan pengetahuan yang relatif rendah, dilakukan melalui peragaan langsung di lapang menggunakan percontohan dengan skala pengembangan. Perluasan spektrum diseminasi suatu teknologi memanfaatkan beberapa agen atau media. Agen yang dimanfaatkan tidak terbatas pada agen yang bersifat formal akan tetapi juga agen informal. Agen formal yang dimaksud antara lain para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang ada di setiap desa, petugas pertanian dari tingkat provinsi yang bernaung di Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh), di tingkat kabupaten yang berada di Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh) dan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 35

46 tingkat kecamatan yang berkumpul di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Sedangkan agen informal adalah, petani, kontak tani, pemuka agama tokoh atau orang yang berpengaruh di desa, kios saprodi yang ada di desa atau tingkat kecamatan atau kabupaten, lembaga swadaya atau perkumpulan yang ada di desa, seperti arisan, pengajian dan perkumpulan lainnya. Media yang digunakan misalnya media tercetak atau elektronik. Memperluas spektrum percepatan inovasi teknologi dilakukan melalui petani atau kontak tani, menggunakan pendekatan pemberdayaan. Melalui pemberdayaan petani khususnya petani kooperator percontohan, diharapkan mampu mendorong mereka menjadi Penyuluh Swadaya di lingkungannya. Tujuan menggunakan berbagai channel diseminasi adalah agar diseminasi teknologi kepada pengguna dapat dipercepat. Praktek penyebaran informasi melalui multi channel sudah berlangsung di tingkat lapang seperti yang terungkap dari hasil penelitian Hendayana, dkk (2009) dalam Gambar Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

47 Balit/Puslit/Lolit/BB BPTP Dinas Pert. Prov Bakorluh Dina s Pert. Prov Dinas Pert. Kab. Dina s Pert. Prov Dina s Pert. Bapeluh Prov Luar BPTP: swasta, LSM, Tokoh informal BPP/PPL KCD Kelompok tani Petani Dunia Maya/ Virtual/Web/Blog Gambar 2 Saluran Penyampaian Informasi Teknologi Percepatan adopsi suatu teknologi dicirikan oleh dua hal yaitu; percepatan atau perpendekan waktu adopsi, perluasan jangkauan atau perbanyakan adopter atau kombinasi dari keduanya. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 37

48 Agar pelaksanaan percontohan yang diselenggarakan sesuai rencana, maka pada tahapan ini dilakukan monitoring dan evaluasi (Monev). Inti kegiatan yang di monev diarahkan pada aspek teknis, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kegiatan Monev dilakukan oleh intern Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), untuk mempercepat melakukan koreksi bila ada penyimpangan pelaksanaan di lapangan. Selama dilakukan pengujian yang dimotori oleh BPTP, perlu diinisiasi dukungan dan peran aktif dari Pemda setempat, swasta, petani, kelompok tani dan Gapoktan, dukungan dari Badan Litbang Pertanian, Perguruan Tinggi dan praktisi pertanian, sampai terwujudnya model pengembangan pertanian perdesaan berwawasan agribisnis. Fase II : PENGAWALAN TEKNOLOGI Fase pengawalan teknologi merupakan fase implementasi teknologi kepada kelompok tani kooperator, agar teknologi yang diintroduksikan dapat dilaksanakan petani sesuai rencana. Fase ini merupakan tahap pelaksanaan di tingkat lapang melalui pendekatan learning by doing yang dikerjakan oleh petani kooperator berdasarkan arahan teknologi yang telah dipersiapkan oleh BPTP. Dalam pelaksanaan 38 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

49 kegiatan lapang perlu tenaga detaser dari BPTP untuk menjamin efektivitas implementasi teknologi yang dianjurkan. Pada tahap pengawalan model, secara simultan yaitu pada saat panen raya dilakukan advokasi kepada berbagai pihak meliputi Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, Swasta, Asosiasi Petani, Camat maupun kepada Kepada Desa, untuk mempromosikan kegiatan yang sedang dilaksanakan. Fase III: PENGEMBANGAN Fase ini merupakan tahap Pengembangan Kawasan Agribisnis ke target sasaran yang lebih luas, setelah teknologi tersebut melalui tahap fase pengawalan. Kegiatan ini sebagai wujud pengembangan dan penerapan model dan sekaligus merupakan langkah menuju keberlanjutan. Fase ini, merupakan pengembangan model percontohan ke kelompok tani lain di luar kooperator. Kelompok tani sasaran pengembangan adalah kelompok tani yang memiliki keadaan bio-fisik sumberdaya pertanian dan sosial ekonomi petani serta lingkungan pasar yang relatif sama dengan kelompok tani kooperator. Kegiatan pengembangan ini berada dalam koridor tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPTP, dalam Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 39

50 mengimplementasikan Litkajibangdiklatluhrap Badan Litbang Pertanian. Untuk mendukung terjadinya percepatan pengembangan model, dilakukan melalui berbagai channel dengan konsep Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) (Gambar 3) Lembaga Penciptaan Inovasi Lembaga Penyaluran Inovasi Penerima/pengguna Inovasi Kebijakan PUSTAKA BUMN/ Swasta SKPD Balitbang:. Puslit. Balai Besar. Balit. BPTP. Lolit Infotek & Prod.Unggulan LEMBAGA PENYULUHA N LSM Petani/ Poktan/ Gapoktan DITJEN TEKNIS BPTP BPATP SKPD INFORMAL Agent Kebijakan Gambar 3 Pola Spektrum Diseminasi Multi Channel Tahapan kegiatan pengembangan model percontohan, meliputi: 40 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

51 (1) Melakukan kegiatan intensifikasi teknologi komoditas unggulan yang dipilih, dengan jalan mempersempit terjadinya yield gap melalui peningkatkan produktivitas per satuan unit atau peningkatan efisiensi usaha, sehingga daya saing produk tersebut meningkat di pasaran. (2) Melakukan diversifikasi, yaitu melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP) bagi tanaman semusim, atau meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan melalui teknologi pasca panen (diversifikasi vertikal). (3) Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian yang dimiliki petani, melalui integrasi dengan usaha lainnya yang memungkinkan secara bio-fisik dan sosial ekonomi. (4) Meningkatkan pemberdayaan kelembagaan pendukung usaha agribisnis meliputi: pemberdayaan kelompok tani, kelembagaan pasar input maupun output. Kelembagaan input misalnya dengan memproduksi benih sendiri (sebagai penangkar benih) bila ketersediaan benih di tingkat petani terbatas/sulit didapat, atau membeli kebutuhan sarana produksi yang dibutuhkan secara kelompok. Kelembagaan pasar output, misalnya membentuk kelompok penjual hasil secara bersama agar posisi tawar (bargaining position) petani meningkat. Inisiasi kemitraan dengan pihak lain, misal kemitraan penyediaan modal tunai atau input produksi, kemitraan pemasaran melalui MOU dengan pihak pembeli. (5) Promosi dan Advokasi Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 41

52 Untuk meningkatkan spektrum diseminasi teknologi yang dicontohkan pada skala percontohan kepada Poktan dan Gapoktan lainnya, perlu melakukan promosi dan advokasi. Kegiatan advokasi ini sangat penting dilakukan sebagai upaya promosi kegiatan kepada pengguna maupun kepada pemangku kepentingan di daerah, meliputi Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, Swasta, BUMN, Asosiasi Petani, Camat dan Kepala Desa. (6) Time frame untuk mendapatkan model pengembangan teknologi berwawasan agribisnis dilakukan dalam jangka menengah (3 tahun) hingga jangka panjang (5 tahun). Time frame ini sangat tergantung kepada jenis komoditas unggulan yang dikembangkan. Selama proses pengawalan percontohan lapang, perlu dikumpulkan data dan informasi yang relevan antara lain: Data input output setiap cabang usahatani, yaitu analisis usahatani setiap komoditas atau cabang usahatani yang teknologinya diperbaiki melalui kegiatan percontohan, cakupan waktunya bisa musiman atau tahunan. Perkembangan kelembagaan pendukung, meliputi data perkembangan atau kemajuan dari kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pasar 42 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

53 sarana produksi, kelembagaan pasar hasil pertanian, kelembagaan kredit usahatani, perkembangan dalam satu tahun anggaran. Kelembagaan ini berkembang karena adanya intervensi kegiatan pengkaji yang dilakukan selama proses kajian berlangsung. Perkembangan respon petani kooperator dan non kooperator, meliputi data mengenai persepsi pengguna maupun stakeholder tentang teknologi yang sedang dikembangkan. Tujuannya untuk mendapatkan umpan balik guna perbaikan teknologi yang sedang didemontrasikan. Perkembangan dukungan dari Pemda setempat, meliputi data perkembangan dukungan Pemda setempat dalam hal ini konstribusi Dinas Pertanian, baik berupa bantuan dana atau material, dukungan pengembangan teknologi ke target area sasaran maupun dukungan lainnya. Perkembangan dukungan dari LSM, pihak swasta atau perorangan misalnya praktisi agribisnis, baik berupa dana atau material, dukungan pengembangan teknologi atau promosi teknologi, serta dukungan lainnya dalam penyebaran teknologi kepada pengguna lainnya. Perkembangan kemitraan dengan pihak lain, data dukungan dari pihak mitra dalam pengembangan teknologi tersebut, baik dari mitra formal misalnya Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 43

54 Dinas Pertanian setempat seperti BPSB, Balai Benih Induk, atau pihak swasta dalam penyediaan kredit usahatani dan sarana produksi pertanian atau dalam hal pemasaran hasil. Kegiatan kunjungan atau temu lapang pada kelompok tani/gapoktan lainnya, data yang dikumpulkan adalah frekuensi pelaksanaan dalam satu tahun berjalan dan jumlah peserta atau tamu dan asalnya dari setiap kegiatan tersebut. Untuk mengungkap perkembangan kunjungan pelaku agribisnis lainnya, data yang dikumpulkan adalah frekuensi pelaksanaan selama setahun berjalan, dan jumlah peserta dan siapa yang datang dari setiap kegiatan tersebut. Data di atas penting dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui perkembangan keberhasilan yang telah dicapai dari setiap kegiatan, serta sebagai feedback untuk perbaikan teknologi yang sedang dikembangkan bila dibutuhkan. Fase IV: PEMASALAN Model yang telah teruji keunggulannya dari aspek teknis, ekonomis, sosial dan aspek kelembagaan, dilakukan pemasalan pengembangannya ke target area yang lebih luas. Pemasalan teknologi dimaksudkan adalah untuk mempromosikan dan mereplikasi model 44 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

55 dalam wujud pengembangan model percontohan ke sasaran yang lebih luas. Tujuan dari pemasalan model tersebut adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan pertanian ke arah terwujudnya pertanian unggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani. Pada fase ini, peran utama berada di pihak Direktorat Jenderal Teknis terkait sesuai komoditas unggulan yang dikembangkan, yaitu Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Perkebunan, Ditjen Peternakan, dan Ditjen Hortikultura serta Dinas Pertanian Propinsi, Kabupaten hingga Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Posisi Badan Litbang Pertanian dalam fase ini bertindak sebagai narasumber, mendukung pengembangan teknologi yang dibutuhkan dan merespon isu serta pemecahan masalah yang timbul di tingkat lapang. Penyelenggaraan Program m-p3mi ini secara diagramatis digambarkan dalam bagan alir (Gambar 4). Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 45

56 Pemilihan Lokasi m-p3mi -Basis Agroekosistem atau komoditas unggulan - Sinerji Program Pemda, - Poktan/Gapoktan Identifikasi Lokasi m-p3mi Disain m-p3mi Spesifik Lokasi -Biofisik -Sosial Ekonomi - Sumber Daya Pertanian -Usahatani eksisting -Kelembagaan pendukung -Potensi, masalah dan peluang pengembangan Dukungan: Pemda, DPRD, Balit, Puslit, BUMN, Swasta, Asosiasi Petani, LSM Tahap Inisiasi Unit Percontohan m-p3mi Berskala Pengembangan Berwawasan Agribisnis Terpadu Monev: -Teknis, Sosek, Kelembagaan Tahap Pengawalan Pengembangan Model m-p3mi Promosi &Advokasi: - Pemda, DPRD, BUMN, Swasta, Asosiasi Petani, LSM, dg SDMC Tahap Pengembangan Masalisasi m-p3mi ke Target Areal lebih luas DItjen Teknis, Pemda (Prov, Kab, Kec, Desa) Gambar 4. Bagan Alir Pembentukan m-p3mi 46 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

57 ROAD MAP M-P3MI URAIAN TAHUN I II III IV V TUJUAN Penentuan lokasi Identifikasi database lokasi Perencana-an Model Pengembangan Pertanian Perencanaan model pengembangan mendekati model ideal yang direnca-nakan Penyempurna an Model Pengembanga n mendekati model ideal yang direncanakan Model ideal pengembangan pertanian sesuai dengan yang direncana-kan Menda-patkan Model yang siap untuk dikembangkan (masalisasi Model) MANFAAT Data dasar untuk mengukur perkembangan keberhasilan implementasi Model Sumberdaya pertanian menjadi dimanfaatkan lebih optimal dari sebelumnya Penggunaan sumberdaya pertanian menjadi optimal Penggunaan sumberdaya pertanian menjadi optimal serta pendapatan petani maksimal Model terdiseminasi melalui berbagai channel; Target area menerapkan model OUTPUT Lokasi ujicoba model Data baseline lokasi Model Pengembangan Pertanian Data perkembangan ujicoba Model Model Pengembangan mendekati Model ideal yang direncanakan Model Pengembanga n sesuai dengan model yang direncanakan Model ideal siap dikembangkan ke target area yang lebih luas Model yang siap dikembangkan (masalisasi) Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 47

58 URAIAN TAHUN I II III IV V KEGIATAN Pemilihan lokasi Identifikasi potensi, masalah, peluang lokasi ujicoba Model Perencanaan/disain Model Pengembangan Pertanian Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaa n kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya Advokasi/prom osi Model ke kelompok tani lainnya, stakeholder (Tingkat Pusat, Dinas TK I dan TK II, kecamatan, desa, agenagen pembangunan pertanian lainnya, DPRD) Melakukan diseminasi Model menggunakan berbagai channel yang sesuai 48 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya Advokasi/promosi Model ke kelompok tani lainnya, stakeholder (Tingkat Pusat, Dinas TK I dan TK II, kecamatan, desa, agen-agen pembangunan pertanian lainnya, DPRD) Melakukan diseminasi Model menggunakan berbagai channel yang sesuai Pemasalan Model Pengembangan oleh pemangku kebijakan tingkat pusat dan daerah

59 Keterangan: Time frame kegiatan disesuaikan dengan jenis komoditas unggulan (tanaman semusim time frame-nya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman tahunan atau ternak). Model ideal teknologi pengembangan, meliputi perbaikan teknologi komoditas unggulan, terintegrasi dengan komoditas non unggulan, didukung oleh kelembagaan yang berwawasan agribisnis, untuk optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi 49

60 DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pedoman Umum Primatani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Hendayana, R., A. Djauhari, Enrico S., A. Gozali, dan Sad Hutomo Disain Model Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Program Unggulan Badan Litbang Pertanian. Laporan Penelitian SINTA Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Simatupang, P PRIMATANI Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian.Volume 2 No. 3, September 2004 : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

61

62

Kata Pengantar. Samarinda, April 2012 Kepala BPTP Kaltim. Dr.Ir. M. Hidayanto, MP.

Kata Pengantar. Samarinda, April 2012 Kepala BPTP Kaltim. Dr.Ir. M. Hidayanto, MP. Kata Pengantar Dalam rangka mendukung program Kementerian Pertanian menuju terwujudnya pertanian unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal serta untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah,

Lebih terperinci

KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi)

KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi) KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi) PENDAHULUAN Era pembangunan yang semakin kompetitif menuntut Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG Oleh : Ir. Ruswendi, MP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian RENCANA STRATEGIS Perekayasaan Mekanisasi Pertanian 2015-2019 BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 15 RENCANA STRATEGIS PENELITIAN

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016

RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016 RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016 1. Sejak tiga tahun yang lalu, sejak Kabinet Presiden Joko Widodo, Menteri Pertanian memberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

Prima Tani Kota Palu (APBN) Tuesday, 27 May :32 - Last Updated Tuesday, 27 October :40

Prima Tani Kota Palu (APBN) Tuesday, 27 May :32 - Last Updated Tuesday, 27 October :40 Kegiatan Prima Tani Kota Palu yang dilaksanakan di Kelurahan Kayumalue Ngapa Kecamatan Palu Utara merupakan salah satu kegiatan Prima Tani yang dilaksanakan pada Agroekosistem Lahan Kering Dataran Dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian Tahun 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN TAHUN 2013 No. A SASARAN INDIKATOR

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Oleh : Reni Kustiari, Handewi P. Saliem Sahat Pasaribu Bambang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS) PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS) JAKARTA, 12 13 FEBRUARI 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN KOPERASI UU

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : KEPALA BADAN PPSDMP 1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN UU No. 16 Thn 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc Model-Model Usaha Agribisnis Rikky Herdiyansyah SP., MSc Model-Model Usaha Agribisnis Menurut Soemarmo (2003) dalam Bahua (2009), model merupakan suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TIM MANAJEMEN (RKTM) KERJASAMA DAN PELAYANAN PENGKAJIAN BPTP BENGKULU

RENCANA KINERJA TIM MANAJEMEN (RKTM) KERJASAMA DAN PELAYANAN PENGKAJIAN BPTP BENGKULU RENCANA KINERJA TIM MANAJEMEN (RKTM) KERJASAMA DAN PELAYANAN PENGKAJIAN BPTP BENGKULU WAHYUNI AMELIA WULANDARI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 LEMBAR PENGESAHAN BPTP 1. Judul RKTM :

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang Ringkasan Pengembangan unit desa binaan di Desa Sumari diawali pada tahun 2001 dengan kegiatan demonstrasi cara dan hasil pemupukan pada sawah dengan varietas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana KATA PENGANTAR Salah satu kunci keberhasilan revitalisasi pertanian adalah meningkatnya pemahaman dan kemampuan petani serta stakeholder lainnya dalam memanfaatkan teknologi yang bersifat spesifik lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 8 Januari 2014

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 8 Januari 2014 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 8 Januari 2014 Outline: Pendahuluan Ruang Lingkup Proposal Yang Didanai 2014 Seleksi & Pelaksanaan Hasil Seleksi & Pengiriman Proposal

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL OPERASIONAL PERCEPATAN PEMASYARAKATAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PROGRAM PRIMATANI.

LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL OPERASIONAL PERCEPATAN PEMASYARAKATAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PROGRAM PRIMATANI. LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL OPERASIONAL PERCEPATAN PEMASYARAKATAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PROGRAM PRIMATANI Oleh : Pantjar Simatupang Achmad Djauhari Saeful Bachrein Syahyuti

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO

CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NAD 2009 KATA PENGANTAR Sejalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA SAMBUTAN GUBERNUR PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT Assalamu alaikum Wr. Wb. Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu wilayah yang sebagian besar lahan pertaniannya terdiri atas lahan kering.

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Seperti diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa pengembangan agribisnis jeruk pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci