SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT"

Transkripsi

1 SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem kebijakan yang ada pada saat ini masih kategori status buruk. Dengan demikian perlu dirumuskan berbagai skenario strategi sistem kebijakan pengelolaan sehingga terwujud sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat. Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisis pengaruh antar faktor mulai dari DAS dan pesisir bagian hulu, tengah dan hilir Citarum Jawa Barat. Untuk DAS dan Pesisir Citarum hulu ada tujuh faktor berpengaruh dan saling ketergantungan, DAS Citarum bagian tengah ada enam faktor berpengaruh dan saling ketergantungan serta DAS Citarum bagian hilir ada enam faktor berpengaruh dan saling ketergantungan. Pada masing-masing faktor tersebut selanjutnya didefinisikan dan dideskripsikan evolusi kemungkinan di masa depan. Prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir dengan berbagai keadaan (state) untuk setiap faktor. Berdasarkan keadaan (state) setiap faktor maka dirumuskan berbagai skenario strategi dengan cara memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis implikasinya terhadap sistem. Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan tiga skenario strategi sistem kebijakan pengelolaan DAS Citarum bagian hulu, tengah dan hilir pesisir Citarum Jawa Barat dan diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang, ketiga skenario tersebut yaitu: (Pengembangan dari Bourgeois, 2004 dan Hartrisari, 2002) 1. Skenario konservatif-pesimistik; Skenario konservatif-pesimistik mengandung pengertian bahwa strategi yang diformulasikan sebagai keadaan masa depan yang tidak mungkin terjadi dan tidak mendapat dukungan, hal tersebut disebabkan masih berpikiran tradisional dan setiap faktor/penentu dari para pelaku utama kurang berkeyakinan bahwa rangcang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat tidak memberikan dampak untuk kemanjuan di masa depan. 2. Skenario moderat-optimistik; Skenario Progresif-Optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap

2 202 faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa rancang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan baik untuk aspek ekologi, ekonomi, sosial maupun kelembagaan. 3. Skenario progresif-optimistik Skenario moderat-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta berkeyakinan bahwa kegiatan pengelolaan DAS dan pesisir dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dimasa depan. Skenario Strategi Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Hulu Pada Tabel 50 disajikan prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir dengan berbagai keadaan (state) untuk setiap faktor. Berdasarkan keadaan (state) setiap faktor maka dirumuskan berbagai skenario strategi dengan cara memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis implikasinya terhadap sistem. Pada DAS dan Pesisir Citarum hulu ada tujuh faktor kunci penentu yang berpengaruh dan saling ketergantungan. Tabel 50 Prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian hulu Citarum Jawa Barat. No. Faktor Kunci 1. Satu Manajemen DAS Pendekatan Ecoregion Karakteristik DAS Keadaan (state) di masa datang 1A 1B 1C sekarang tidak ada perubahan masih ego sektoral dan kedaerahan. perencanaan masih ego sektoral dan parsial dalam perencanaan serta tidak ada keterpaduan banyak program yang tumpang tindih Mendukung, adanya koordinasi melaksanakan satu perencanaan dan satu manajemen DAS Citarum hulu, tengah dan hilir dalam satu program kegiatan sejak awal untuk meminimalisir ego sektoral dan kedaerahan 2A 2B 2C Mendukung dan Renstra Unit DAS Mendukung, mengutamakan keterpaduan dan bersinergi dalam perwujudan keharmonisan spasial, pengelolaan DAS berbasis ekosistem dan pembuangan limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan 3A 3B 3C Mendukung dan kurang sosialisasi Mendukung, perumusan kebijakan pengelolaan dengan penekanan pelaksanaan konservasi tanah dan air, reboisasi dan mempertimbangkan pola drainase untuk mempertahankan karakteristik DAS Citarum Hulu.

3 203 Lanjutan No. Faktor Kunci 4. Sosialisasi dan Implementasi Kajian Naskah Akademik Forum Koordinasi Kelembagaan DAS Citarum Terpadu Kawasan Lindung 45% Cegah dan Perbaiki Pencemaran dan Kerusakan Sumber: Hasil Analisis 2007 Keadaan (state) di masa datang 4A 4B 4C Tetap, seperti saat sekarang yaitu tidak ada sosialisasi mendukung beranggapan tidak ada dukungan pendanaan dalam perencanaan program beranggapan kurang berperan dalam pengambilan kebijakan masih inkonsistensi kebijakan DAS program sosialisasi dan implementasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta penerapan langsung mengenai pentingnya kajian ilmiah yang mendalam tentang pentingnya pengelolaan DAS, pesisir dan laut terpadu (IRCOM) 5A 5B 5C bertahap Mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undangundang, Peraturan dan Hukum secara Tidak mendukung kerena masih banyak aktivitas illegal loging dan konversi lahan baik di kawasan hulu, tengah maupun di pesisir kelembagaan berbentuk koordinatif dan keterpaduan, dengan konsep satu kebijakan untuk satu menajemen DAS, pesisir, dan lautan terpadu dalam satu wadah sebagai central gravity atau katalisator 6A 6B 6C sekarang tidak ada perubahan mendukung limbah tidak melakukan proses pengolahan dan tidak ada penegakan hukum mempertahankan dan menyelamatkan 45% hutan dari luas DAS Citarum bagian tengah Citarum Jawa Barat sebagai kawasan lindung 7A 7B 7C sekarang pengurangan beban limbah dengan pengolahan limbah secara terpadu Tabel 51 Skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian hulu Citarum Jawa Barat. No. Skenario Kombinasi Kondisi Faktor 1. Konservatif-pesimistik 1A; 2A; 3A ; 4A; 5A; 6A; 7A 2. Moderat-optimistik 1B; 2B; 3B ; 4B; 5B; 6B; 7B 3. Progresif-optimistik 1C; 2C 3C ; 4C; 5C; 6C; 7C Sumber: Hasil Analisis 2007 Pada Tabel 51 disimpulkan bahwa skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian hulu Citarum Jawa Barat yang ideal untuk memulihkan kembali seperti semula, dimana pengelolaan akan terpadu dan berkelanjutan adalah skenario progresif-optimistik dan moderatoptimistik yang diintepretasikan bahwa keadaan masa depan yang akan mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku

4 204 utama berkeyakinan bahwa rancang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan baik untuk aspek ekologi, ekonomi, sosial maupun kelembagaan. Skenario Progresif-optimistik dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi: (1) satu manajemen DAS, mendukung adanya koordinasi melaksanakan satu perencanaan dan satu manajemen DAS Citarum hulu, tengah dan hilir dalam satu program kegiatan sejak awal untuk meminimalisir ego sektoral dan kedaerahan; (2) pendekatan ecoregion mengutamakan keterpaduan dan bersinergi dalam perwujudan keharmonisan spasial, pengelolaan DAS berbasis ekosistem dan pembuangan limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkunga; (3) karakteristik DAS perumusan kebijakan pengelolaan dengan penekanan pelaksanaan konservasi tanah dan air, reboisasi dan mempertimbangkan pola drainase untuk mempertahankan karakteristik DAS Citarum hulu; (4) sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik mendukung program sosialisasi dan implementasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta penerapan langsung mengenai pentingnya kajian ilmiah yang mendalam tentang pentingnya pengelolaan DAS, pesisir dan laut terpadu (IRCOM); (5) forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum terpadu mendukung kelembagaan berbentuk koordinatif dan keterpaduan, dengan konsep satu kebijakan untuk satu menajemen DAS, pesisir, dan lautan terpadu dalam satu wadah sebagai central gravity atau katalisator; (6) kawasan lindung 45% mendukung karana mempertahankan dan menyelamatkan 45% hutan dari luas DAS Citarum bagian tengah Citarum Jawa Barat sebagai kawasan lindung; (7) cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan, mendukung pengurangan beban limbah dengan pengolahan limbah secara terpadu. Skenario moderat-optimistik, skenario ini dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi sebagai berikut: (1); satu manajemen DAS tetap seperti sekarang tidak ada perubahan;(2) pendekatan ecoregion mendukung dan renstra unit DAS (3) karakteristik DAS mendukung dan kurang sosialisasi; (4) sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik tetap, seperti saat sekarang yaitu tidak ada sosialisasi; (5) forum koordinasi kelembagaan das citarum terpadu bertahap mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai

5 205 undang-undang, peraturan dan hukum secara; (6) cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan tetap seperti sekarang. Skenario Strategi Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Tengah Pada Tabel 52 disajikan prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir dengan berbagai keadaan (state) untuk setiap faktor. Berdasarkan keadaan (state) setiap faktor maka dirumuskan berbagai skenario strategi dengan cara memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis implikasinya terhadap sistem. Pada DAS dan Pesisir Citarum tengah ada enam faktor kunci penentu yang berpengaruh dan saling ketergantungan. Tabel 52 Prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian tengah Citarum Jawa Barat. No. Faktor Kunci 1 Sosialisasi dan Implementasi Kajian Naskah Akademik 2 3 Pendekatan Ecoregion Forum Koordinasi Kelembagaan DAS Citarum Terpadu Keadaan (state) di masa datang 1A 1B 1C sekarang mendukung beranggapan tidak ada dukungan pendanaan dalam perencanaan program perencanaan masih ego sektoral dan parsial dalam perencanaan serta tidak ada keterpaduan program sosialisasi dan implementasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta penerapan langsung mengenai pentingnya kajian ilmiah yang mendalam tentang pentingnya pengelolaan DAS, pesisir dan laut terpadu (IRCOM) 2A 2B 2C Mendukung dan Renstra Unit DAS beranggapan kurang berperan dalam pengambilan kebijakan masih inkonsistensi kebijakan DAS 4 Role shering tidak adanya transparansi, akuntabilitas dan inefisiensi antara unsur pemerintah dan swasta sebagai private partnership dan sebaliknya Mendukung, mengutamakan keterpaduan dan bersinergi dalam perwujudan keharmonisan spasial, pengelolaan DAS berbasis ekosistem dan pembuangan limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan 3A 3B 3C Mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undangundang, Peraturan dan Hukum secara bertahap kelembagaan berbentuk koordinatif dan keterpaduan, dengan konsep satu kebijakan untuk satu menajemen DAS, pesisir, dan lautan terpadu dalam satu wadah sebagai central gravity atau katalisator 4A 4B 4C saat sekarang Mendukung, perumusan dan pelaksanaan kebijakan harus berlangsung secara transparan dan akuntabilitas dengan memperhatikan efisiensi biaya dan role sharing antara pemerintah daerah dan swasta sebagai private partnership dengan memperkuat networking

6 206 Lanjutan No. Faktor Kunci Keadaan (state) di masa datang 5 5A 5B 5C Kawasan Lindung 45% Tidak Mendukung kerena masih banyak aktivitas illegal loging dan konversi lahan baik di kawasan hulu, tengah maupun di pesisir sekarang tidak ada perubahan mempertahankan dan menyelamatkan 45% hutan dari luas DAS Citarum Jawa Barat sebagai kawasan lindung 6 6A 6B 6C Political commitment Sumber: Hasil Analisis 2007 beranggapan kurang berperan dalam pengambilan kebijakan masih inkonsisten terutama terhadap pencemaran dan kerusakan pesisir dan DAS Mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undangundang, Peraturan dan Hukum secara bertahap kesungguhan, kemauan dan keinginan pemerintah pusat dan daerah sangat mendukung dengan tindakan dalam meningkatkan pelaksanaan untuk mengimplementasi seluruh program yang terkait dengan pengelolaan DAS dan pesisir terpadu dan berkelanjutan sesuai Undang-undang, Peraturan-peraturan dan Hukum yang berlaku Tabel 53 Skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian tengah Citarum Jawa Barat. No. Skenario Kombinasi Kondisi Faktor 1. Konservatif-pesimistik 1A; 2A; 3A ; 4A; 5A; 6A 2. Moderat-optimistik 1B; 2B; 3B ; 4B; 5B; 6B 3. Progresif-optimistik 1C; 2C 3C ; 4C; 5C; 6C Sumber: Hasil Analisis 2007 Berdasarkan Tabel 53 bahwa skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian tengah Citarum Jawa Barat ada dua opsi ideal yaitu skenario progresif-optimistik dan moderat-optimistik yang mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa rancang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan baik untuk aspek ekologi, ekonomi, sosial maupun kelembagaan. Skenario tersebut dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi: (1) sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik mendukung program sosialisasi dan implementasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta penerapan langsung mengenai pentingnya kajian ilmiah yang mendalam tentang pentingnya pengelolaan DAS, pesisir dan laut terpadu (IRCOM); (2) pendekatan ecoregion, mendukung mengutamakan keterpaduan dan bersinergi dalam perwujudan keharmonisan

7 207 spasial, pengelolaan DAS berbasis ekosistem dan pembuangan limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan; (3) forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum terpadu mendukung kelembagaan berbentuk koordinatif dan keterpaduan, dengan konsep satu kebijakan untuk satu menajemen DAS, pesisir, dan lautan terpadu dalam satu wadah sebagai central gravity atau katalisator; (4) role sharing perumusan dan pelaksanaan kebijakan harus berlangsung secara transparan dan akuntabilitas dengan memperhatikan efisiensi biaya dan role sharing antara pemerintah daerah dan swasta sebagai private partnership dengan memperkuat networking; (5) kawasan lindung 45% mendukung mempertahankan dan menyelamatkan 45% hutan dari luas DAS Citarum Jawa Barat sebagai kawasan lindung; (6) political commitment, pemerintah mendukung kesungguhan, kemauan dan keinginan pemerintah pusat dan daerah sangat mendukung dengan tindakan dalam meningkatkan pelaksanaan untuk mengimplementasi seluruh program yang terkait dengan pengelolaan DAS dan pesisir terpadu dan berkelanjutan sesuai Undang-undang, Peraturan-peraturan dan hukum yang berlaku. Skenario moderat-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta berkeyakinan bahwa kegiatan pengelolaan pesisir dan DAS dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dimasa depan. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi sebagai berikut: (1) sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik tetap seperti sekarang; (2) pendekatan ecoregion mendukung dan Renstra Unit DAS;(3) Forum Koordinasi Kelembagaan DAS Citarum Terpadu mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undang-undang, Peraturan dan Hukum secara bertahap; (4) Role sharing tetap seperti saat sekarang; (5) kawasan lindung 45%, tetap seperti sekarang tidak ada perubahan; (6) political commitment pemerintah mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undang-undang, peraturan mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undang-undang, peraturan dan hukum secara bertahap. Skenario Strategi Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Hilir Pada Tabel 54 disajikan prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir dengan berbagai keadaan (state) untuk setiap faktor. Berdasarkan keadaan (state) setiap faktor maka dirumuskan berbagai

8 208 skenario strategi dengan cara memasangkan perubahan yang akan terjadi dan menganalisis implikasinya terhadap sistem. Pada DAS dan Pesisir Citarum hilir ada enam faktor kunci penentu yang berpengaruh dan saling ketergantungan. Tabel 54 Prospektif faktor kunci/penentu sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian hilir Citarum Jawa Barat. No. Faktor Kunci 1. Forum Koordinasi Kelembagaan DAS Citarum Terpadu 2. Pendekatan Ecoregion 3. Political Comitment Penegakan Hukum Lingkungan Kawasan Lindung 45% Cegah dan Perbaiki Pencemaran dan Kerusakan Sumber: Hasil Analisis 2007 Keadaan (state) di masa datang 1A 1B 1C Mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undangundang, Peraturan dan Hukum secara bertahap beranggapan kurang berperan dalam pengambilan kebijakan masih inkonsistensi kebijakan DAS perencanaan masih ego sektoral dan parsial dalam perencanaan serta tidak ada keterpaduan kelembagaan berbentuk koordinatif dan keterpaduan, dengan konsep satu kebijakan untuk satu menajemen DAS, pesisir, dan lautan terpadu dalam satu wadah sebagai central gravity atau katalisator 2A 2B 2C Mendukung dan Renstra Unit DAS beranggapan kurang berperan dalam pengambilan kebijakan masih inkonsistensi terutama terhadap pencemaran dan kerusakan pesisir dan DAS Mendukung, mengutamakan keterpaduan dan bersinergi dalam perwujudan keharmonisan spasial, pengelolaan DAS berbasis ekosistem dan pembuangan limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan 3A 3B 3C Mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undangundang, Peraturan dan Hukum secara bertahap mendukung penyelenggara hukum inkonsisten kesungguhan, kemauan dan keinginan pemerintah pusat dan daerah sangat mendukung dengan tindakan dalam meningkatkan pelaksanaan untuk mengimplementasi seluruh program yang terkait dengan pengelolaan DAS dan pesisir terpadu dan berkelanjuatn sesuai Undang-undang, Peraturan-peraturan dan Hukum yang berlaku 4A 4B 4C sekarang Tidak Mendukung kerena masih banyak aktivitas pengrusakan ekosistem mangrove penyelenggara dan masyarakat hukum konsisten dan komitmen yaitu berpihak untuk satu keadilan 5A 5B 5C sekarang tidak ada perubahan mendukung limbah tidak melakukan proses pengolahan dan tidak ada penegakan hukum mempertahankan dan menyelamatkan 45% hutan dari luas DAS Citarum Jawa Barat sebagai kawasan lindung 6A 6B 6C sekarang pengurangan beban limbah dengan pengolahan limbah secara terpadu

9 209 Tabel 55 Skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian hilir Citarum Jawa Barat. No. Skenario Kombinasi Kondisi Faktor 1. Konservatif-pesimistik 1A; 2A; 3A ; 4A; 5A; 6A 2. Moderat-optimistik 1B; 2B; 3B ; 4B; 5B; 6B 3. Progresif-optimistik 1C; 2C 3C ; 4C; 5C; 6C Sumber: Hasil Analisis 2007 Tabel 55 menunjukkan bahwa skenario strategi pengembangan sistem kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir bagian tengah Citarum Jawa Barat ada dua karakter ideal yaitu skenario progresif-optimistik dan moderat-optimistik yang mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang akan mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa rancang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan baik untuk aspek ekologi, ekonomi, sosial maupun kelembagaan. Skenario progresif-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa rancang bangun kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan baik untuk aspek ekologi, ekonomi, sosial maupun kelembagaan. Dengan kata lain skenario ini didasari atas pemikiran dan sangat maju dan optimisme yang tinggi tentang keadaan masa datang yaitu untuk merancang kebijakan pengelolaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat. Skenario progresif-optimistik adalah pilihan strategi yang ideal untuk memulihkan kembali seperti semula dimana pengelolaan akan terpadu dan berkelanjutan di sepanjang kawasan DAS bagian hilir hingga pesisir Citarum Jawa Barat. Skenario moderat-optimistik tersebut di bangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi: (1) forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum Terpadu, lembaga eksekutif dan legislatif dalam hal ini di wakili oleh masisng-masing Departemen yang terkait yang menangani DAS dan pesisir, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota Mendukung sepenuhnya dan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Undang-undang, Peraturanperaturan dan Hukum dapat mencegah penyalahgunaan wewenang; (2) pendekatan ecoregion mendukung dan meningkatkan implementasi pembangunan berkelanjutan sesuai Undang-undang, Peraturan-peraturan dan Hukum adalah untuk mengoptimalisasi pelaksanaan peraturan daerah dalam

10 210 rangka pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan untuk mengatasi degradasi lingkungan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Secara harfiah, pembangunan berkelanjutan mengacu pada upaya membangun secara terusmenerus; (3) political commitment mendukung dengan paradigma baru yaitu lahirnya tiga produk hukum dan peraturan tersebut menunjukkan adanya pergeseran paradigma pembangunan dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam DAS, peisisir dan lautan (IRCOM); (4) penegakan hukum lingkungan menurun, konsep pembangunan berkelanjutan dan menggunakan stándar baku mutu dan nilai ambang batas yaitu untuk mencegah pencemaran; (5) kawasan lindung 45% kajian sangat mendalam, diutamakan aspek keilmiahan dan knowledge based terutama di dalam membuat rencana strategis sistem pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan pesisir Citarum Jawa Barat yang harus diperhatikan adalah faktor biofisik, sosial, ekonomi dan budaya. Faktor-faktor tersebut harus benar-benar dan dengan kehati-hatian di dalam membuat rencana strategis pengelolaan DAS dan pesisir. Kajian yang sangat mendalam dan harus dilibatkan semua komponen atau pemangku kepentingan dalam hal ini mulai dari pakar dari perguruan tinggi, birokrat, dunia usaha, masyarakat dan LSM; (6) cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan lebih baik, mengutamakan keterpaduan dan bersinergis dalam pengelolaan DAS dalam membuat satu perencanan keterpaduan mulai dari sektor dan wilayah pengelolaan DAS sampai dengan pesisir dan lautan. Konsep satu manajemen DAS dan pesisir terpadu yaitu untuk tercapai pembangunan DAS yang berkelanjutan kegiatan pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan harus diselaraskan. Dalam hal ini diperlukan penyatuan kedua sisi pandang tersebut secara realistis melalui penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS pesisir dan laut yaitu kegiatan konservasi ke dalam kenyataankenyataan ekonomi dan sosial. Konsep pengelolaan DAS, pesisir dan lautan yang baik perlu didukung oleh kebijakan yang dirumuskan dengan baik pula. dan (7) terjaga, dengan kawasan lindung 45% dari luas wilayah DAS, saat ini Jawa Barat memiliki hutan seluas 22% dari luas wilayah. Berbagai isu dan permasalahan di DAS, pesisir dan laut di DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat berkolerasi langsung dengan kondisi hutan yang memprihatinkan. Karena itu penerapan strategi progresif-optimistik memberi pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku sistem. Karena itu kebijakan penetapan kawasan lindung sebesar 45% dari luas wilayah dimana DAS Citarum Jawa Barat memiliki luas wilayah ha harus dipertahankan dan didukung semua pihak. Salah satu

11 211 konsekuensinya adalah alokasi pemanfaatan hutan di DAS Citarum Jawa Barat harus dititik beratkan pada aspek konservasi pada dimensi ekologi. Skenario moderat-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta berkeyakinan bahwa kegiatan pengelolaan pesisir dan DAS dapat memberikan kontribusi yang lebih besar di masa depan. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi sebagai berikut: (1) forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum terpadu mendukung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai Undang-undang, peraturan dan hukum secara bertahap; (2) pendekatan ecoregion tetap seperti biasa pihak stakeholders yang mewakili cara berfikir moderat-optimistik sangat antusias untuk mewujudkan penegakan hukum lingkungan dimana seluruh peringkat penegak hukumnya benar-benar dipersiapkan untuk menjalankan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku (3) political commitment untuk membangun skenario moderat-optimistik tetap seperti sekarang atau tidak berubah; (4) Penegakan Hukum Lingkungan tetap seperti sekarang baik kerusakan dan pencemaran hanya dapat di turunkan baik tingkat baku mutu maupun menjaga kondisi lindung baik yang ada di kawasan lindung diperuntukkan sebagai kawasan lindung; (5) kawasan lindung 45% kajian mendalam, diutamakan aspek keilmiahan skenario moderat-optimistik beranggapan bahwa apa bila lima aspek itu harus dikaji secara mendalam seperti aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek teknologi dan aspek hukum dan kelembagaan dan harus dikaji secara mendalam ini menghindari jangan terjadinya paradoks; (6) cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan kurang mendukung limbah tidak melakukan proses pengolahan dan tidak ada penegakan hukum. Implikasi Kebijakan Pendekatan Ecoregion Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pesisir dan lautan dimana konsep IRCOM harus dibawa ke dalam konsep ecoregion adanya desakan biofisik dari DAS pesisir dan menyambung terus ke lautan sehingga bahwa pengelolaan pesisir dengan ICM tidaklah cukup keterpaduan dalam pengelolaan pesisir itu tidak akan dapat terwujud jika DAS

12 212 nya tidak dijaga misalnya pada limbah dan berbagai aktifitas yang mencemari pesisir yang berasal dari lautan sehingga di dalam ecoregion harus memasukkan unsur biofisik sebagai dasar, sebenarnya tidak hanya biofisik saja tetapi terkait juga dengan faktor sosial dan ekonomi tekanan-tekanan yang terjadi di wilayah yang dikelola sebenarnya selain faktor alam juga faktor manusia yang paling besar apakah berasal dari aktifitas dorongan ekonomi atau aktifitas manusia itu berakibat pada pengelolaan yang mengarah kepada keterpaduan DAS, pesisir dan lautan. Bagaimana solusinya ada teori menyebutkan yaitu teori pareto dari teori tersebut menyatakan ada suatu kondisi yang optimal dari sebuah pengelolaan wilayah atau sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan dari satu pihak kepada pihak-pihak yang lain dengan kondisi seperti itu maka kita dapat membuat seperti skenario-skenario yaitu lintas wilayah Provinsi Jawa Barat dengan DKI Jakarta untuk mengamankan pengelolaan DKI maka Pemda Jawa Barat akan mendapatkan kompensasi sehingga hitungannya tidak hanya dengan pendekatan market value tapi juga non market value sehingga penilaian-penilaian tersebut akan menjadi ukuran bagi sebuah wilayah untuk tetap bisa menjaga sustainabilitas pembangunan antara administratif Pemda DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat melalui metoda, banjir Jakarta dapat dihitung dengan Valuasi ekonomi menjadi ukuran-ukuran yang kemudian bisa dipindahkan dalam proses trade off.

RANCANG BANGUN SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PESISIR (STUDI KASUS PANTURA DAN DAS CITARUM JAWA BARAT) 1)

RANCANG BANGUN SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PESISIR (STUDI KASUS PANTURA DAN DAS CITARUM JAWA BARAT) 1) Rancang Bangun Sistem Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Edwarsyah et al.) RANCANG BANGUN SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PESISIR (STUDI KASUS PANTURA DAN DAS CITARUM JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT. Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum

RANCANG BANGUN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT. Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum RANCANG BANGUN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Kelembagaan Sebagai Aturan Main Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum Menurut Rancangan Surat Keputusan Gubernur

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Prototipe salah satu produk hukum dalam era reformasi adalah Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 dan telah direvisi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Sungai Citarum

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa Daerah Aliran Sungai merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia

Lebih terperinci

Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu

Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 90 96 ISSN: 2085 1227 Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu Program Studi Geografi

Lebih terperinci

Perencanaan Perjanjian Kinerja

Perencanaan Perjanjian Kinerja Bab II Perencanaan Perjanjian Kinerja Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No. 364, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Pemberdayaan Masyarakat. Pengelolaan. DAS. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

PERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA DESEMBER 2009

PERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA DESEMBER 2009 PERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA 10 11 DESEMBER 2009 A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia pada umumnya telah mengalami

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan

Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Dengan jumlah

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1345, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Sungai. Pengelolaan. Daerah. Koordinasi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.61/Menhut-II/2013 TENTANG FORUM KOORDINASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN HUBUNGAN KERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG

DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan 3. URUSAN KEHUTANAN Sumber daya hutan di Kabupaten Wonosobo terdiri dari kawasan hutan negara seluas + 20.300 Ha serta hutan rakyat seluas ± 19.481.581 Ha. Kawasan hutan negara di wilayah Wonosobo secara

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan dunia usaha seyogyanya

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai oleh Allah Yang Maha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang Konferensi Pers dan Rumusan Hasil Workshop 21 Juli 2009 Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang Jakarta. Pada tanggal 21 Juli 2009, Departemen Kehutanan didukung oleh USAID

Lebih terperinci

FOREST LANDSCAPE RESTORATION

FOREST LANDSCAPE RESTORATION FOREST LANDSCAPE RESTORATION Indonesia Disampaikan dalam Workshop di Wanagama, 7-8 Desember 2009 Forest Landscape Restoration? Istilah pertama kali dicetuskan pada tahun 2001 oleh para ahli forest landscape

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci