ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES (OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION THANNOTOBESECHILDREN)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES (OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION THANNOTOBESECHILDREN)"

Transkripsi

1 ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES (OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION THANNOTOBESECHILDREN) Dewi Marfuah Prodi S1 Ilmu Gizi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Abstrak Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Prevalensi obesitas di Negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Banyak faktor yang menyebabkan obesitas, salah satunya adalah durasi tidur. Tujuan: mengetahui perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Metode: penelitian kasus kontrol pada anak SD obes dan tidak obes. Sejumlah 244 anak obes dipilih secara acak dan 244 anak tidak obes yang di machingkan, diperoleh dari penelitian cross sextional sebelumnya di SD Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Durasi tidur dikumpulkan menggunakan recall aktivitas fisik selama seminggu terakhir. Analisis data dilakukan dengan uji Independent Paired T-test. Hasil: ada perbedaan bermakna durasi tidur anak obes dengan anak tidak obes, dengan nilai p value (p=0,001). Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Kesimpulan: anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Kata Kunci: Durasi Tidur, Obesitas, Anak-Anak Sekolah Dasar. Abstract Overweight or obesity has becomea globalhealthprobleminthe world. The prevalence of obesity in developingcountriessuch asindonesia is expected to continue to increase each year. Many factors contribute to obesity, one of which is the duration of sleep. Objective: to examine differences ofsleep durationon obese childrenandnotobesechildrenin elementary school in Yogyakarta City and Bantul Regency. Methods: A case control study at obese and non obese elementary school students. A random sample of 244 obese and 244 grade-matched non obese elementary school students were selected form a cross-sectional survey previously done in the city of Yogyakarta and Bantul regency. Sleep duration was collected using recall of physical activity during the last week. Analysis used Independent Paired T-test. Results: there are significant differencesin sleep duration between obese childrenwithchildrenare notobese, with p value (p=0,001). The averageduration ofobese childrenslept16.1minutes / dayis shorterthanthe child is notobese. That differencescan be foundbothin the Yogyakarta City and Bantul Regency.Conclusion: obesechildrenhaveshortersleep durationthanchildrennotobese. Keywords: Sleep Duration, Obesity, Elementary School Children. PENDAHULUAN Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Kegemukan pada anak didefinisikan dengan indeks massa tubuh di atas persentil 95 atau > +2 Standar Deviasi (SD) untuk anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Masalah kesehatan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju tetapi juga di 46

2 negara berkembang. Sepuluh persen dari anak usia sekolah di dunia diperkirakan memiliki kelebihan lemak tubuh, dengan peningkatan risiko mengalami penyakit kronis (Lobstein, et al, 2004). Prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 6-18 tahun di Rusia adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4%, dan di Inggris adalah 22-31% dan 10-17%. Pada anakanak usia sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19% (Sjarif, 2002). Prevalensi kegemukan ( overweight dan obesitas) pada anak Indonesia juga mengalami kenaikan dari waktu kewaktu. Pada tahun 2007, prevalensi kegemukan pada anak Indonesia umur 6-14 tahun adalah 9,5% untuk laki-laki dan 6,4% untuk perempuan dan angka ini naik menjadi 10,7% untuk anak laki laki dan 7,7% untuk anak perempuan pada tahun Riskesdas tahun 2007, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan prevalensi berat badan lebih berdasarkan kategori IMT/U pada anak usia 6-14 tahun yaitu 7,6% pada anak laki-laki dan 4,8% pada anak perempuan. (Depkes, 2008; Kemenkes 2010). Prevalensi obesitas di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat terutama di daerah perkotaan berkaitan dengan adanya perubahan pola hidup dan kebiasaan makan masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia cenderung mempunyai aktivitas yang kurang gerak (sedentary activities) oleh karena adanya perubahan pola kerja dan kemajuan di bidang transportasi(hadi, 2004).Tidur, aktifitas fisik, dan pola makan merupakan bagian penting untuk pertumbuhan, maturasi, dan kesehatan pada anak anak dan remaja. Berdasarkan data dari National Sleep Foundation (2002), kurangnya durasi tidur akan berdampak pada kurangnya aktivitas yang diikuti dengan peningkatan pemasukan kalori yang merupakan salah satu penunjang masalah kegemukan. Makanan dan minuman tinggi kafein menyebabkan anak-anak dan orang dewasa sulit tidur. Orangtua seringkali tidak menyadari jumlah kafein yang terkandung dalam es teh, minuman bersoda, coklat, dan berbagai makanan lain yang sering dikonsumsi anak-anak, sehingga tidak mengejutkan jika banyak anak-anak yang mengalami kesulitan tidur pada malam hari. Menurut analisis epidemiologis yang dilakukan Johnny Hopkinson dari Fakultas Kesehatan Bloomberg, tidur atau istirahat ekstra dapat mengurangi risiko kelebihan berat badan pada anak-anak sebanyak 9%. Saat ini anak lebih dari 5 tahun harus memiliki waktu tidur 10 jam perharinya. Sampai dengan saat ini belum banyak penelitian yang menjelaskan perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di Indonesia. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di sekolah dasar Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Penelitian ini dilaksanakan di SD Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Kasus dipilih secara random dari daftar anak obes yang ditemukan melalui survei yang dilakukan sebelumnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebanyak 224 kasus anak dengan IMT persentil ke 95 kurva WHO 2007 dipilih secara acak dari 580 anak obes yang berasal dari survei tersebut. Setiap kasus terpilih dicarikan kontrolnya yaitu teman sekelas yang tidak mengalami obes. Tinggi badan anak sekolah diukur oleh peneliti dibantu enumerator menggunakan mikrotoa yang mempunyai ketelitian 0,1 cm, sedangkan berat badan anak sekolah diukur oleh peneliti dibantu enumerator menggunakan timbangan injak digital yang mempunyai ketelitian 0,1 kg. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah durasi tidur. Data durasi tidur dikumpulkan menggunakan formulir recall aktivitas fisik selama seminggu terakhir. Durasi tidur dihitung dari jam anak mulai tidur sampai jam anak bangun tidur, serta ditambah lamanya tidur siang. Data tentang sosial ekonomi dikumpulkan menggunakan kuesioner terstruktur. Uji statistik dilakukan uji Independent Paired T-test. 47

3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Kelompok usia 6-8 tahun 9-10 tahun tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Tempat tinggal Kota besar Kota sedang Kota kecil Desa Pendidikan ibu Tinggi Rendah Pekerjaan ibu Tidak bekerja Bekerja Pendidikan ayah Tinggi Rendah Pekerjaan ayah Petani/ /nelayan Buruh/buruh tani Karyawan swasta PNS/TNI/POLRI Wiraswasta Tidak bekerja Lainnya Pengeluarankeluarga UMR > UMR Jumlah ART > 4 orang 4 orang Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Status Obesitas Total Ya Tidak n=244 % n=244 % n=488 % Sumber: data primer diolah, ,4 46,7 18,9 63,1 36,9 5,3 13,9 71,3 9,4 82,0 18,0 26,2 73,8 85,2 14,8 0,8 8,7 29,0 16,1 38,4 0,4 6,6 8,2 91,8 39,3 60, ,0 48,8 17,2 50,0 50,0 7,8 17,6 66,8 7,8 78,3 21,7 23,3 76,7 82,0 18,0 1,2 14,9 29,3 12,8 33,1 1,2 7,4 91,0 9,0 40,6 59, ,2 47,8 18,0 56,6 43,4 6,6 15,8 69,1 8,6 80,1 19,9 24,8 75,2 83,6 16,4 1,0 11,8 29,1 14,5 35,8 0,8 7,0 91,4 8,6 60,0 40,0 2 p 0,29 0,863 8,54 0,003* 2,91 0,405 1,04 0,307 0,53 0,463 0,95 0,328 7,16 0,306 0,10 0,747 0,07 0,782 Secara keseluruhan karakteristik kasus hampir sama dengan kontrol, kecuali anak lakilaki (±13%) lebih besar pada kasus disbandingkan pada kontrol (p<0.05) pada table 1 diatas. Dalam analisis lebih lanjut ditemukan bahwa anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan. Rata-rata durasi tidur anak laki-laki 1,4 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak perempuan (Tabel 2). 48

4 Tabel 2. Perbedaan Rata-rata Durasi Tidur pada Siswa Laki-laki dan Perempuan Variabel Durasi tidur (menit/hari) Laki-laki (n=276) Perempuan (n=212) 556,1±57,1 557,5±60,1 2. Perbedaan Durasi Tidur Anak Obes dan Tidak Obes Variabel Tabel 3. Perbedaan Rata-rata Durasi Tidur Obes (n=244) Tdk obes (n=244) Mean diff. (95%CI) -1,4 (- 11,8-9,1) Mean diff. (95%CI) Total Durasi tidur (menit/hari) 548,6±56,7 564,7±59,0-16,1-26,4(-)-5,8 Yogyakarta Durasi tidur (menit/hari) 544,8±54,0 555,8±58,4-11,1 (-23,2-1,1) Bantul Durasi tidur (menit/hari) 556,8±61,8 583,7±56,1-26,9-45,5(-) 8,2 p* 0,39 p* 0,001 0,03 0,002 Tabel 3 menunjukkan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes. Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak- anak SD di Kota Yogyakarta mempunyai rata rata durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak-anak SD di Kabupaten Bantul. 3. Perbedaan Durasi Tidur Anak Obes dan Tidak Obes pada Weekday dan Weekend Variabel Durasi tidur (menit/hari) Weekday Weekend Tabel 4. Perbedaan Rata-Rata Durasi Tidur Weekday dan Weekend Obes (n=244) 540,0±62,2 570,1±65,1 Tdk obes (n=244) 553,5±61,5 592,9±81,5 Mean diff. (95%CI) - 13,4-24,4(-)-2,4-22,8 (- 35,9-9,7) p* 0,008 0,000 Tabel 4 menunjukkan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes baik weekday maupun weekend. Pada weekday rata-rata durasi tidur anak obes 13,4 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Pada weekend rata-rata durasi tidur anak obes 22,8 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Selain itu, anak SD pada weekday mempunyaidurasi tidur lebih pendek dibandingkan weekend. Pembahasan 1. Karakteristik subyek penelitian Berdasarkan hasil analisis variabel karakteristik, yang berbeda secara signifikan antara siswa obes dan tidak obes adalah variabel jenis kelamin. Anak laki-laki lebih banyak yang obesitas dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian pada anak umur 5 12 tahun di Australia, yang menunjukkan bahwa pada kelompok obes lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 8,9% dibandingkan anak perempuan yaitu 6,6% (Shi et al, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan, durasi tidur pendek berisiko menyebabkan obesitas (Shi et al, 2010). Prevalensi obesitas pada anak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan sama dengan hasil yang diperoleh dalam 49

5 Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun Riset tersebut menunjukkan prevalensi berat badan lebih berdasarkan kategori IMT/U pada anak usia 6-14 tahun yaitu 7,6% pada anak laki-laki dan 4,8% pada anak perempuan. Dalam penelitian ini menunjukkan anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian di Australia yang menunjukkan anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas sedentari seperti menonton televisi dan internet, main game, atau playstation. Hal ini yang dapat menyebabkan anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan (Shi et al, 2010). 2. Durasi Tidur Anak Obes dan Anak Tidak Obes. Kurangnya tidur (2-4 jam sehari) dapat mengakibatkan kehilangan 18% leptin dan meningkatkan 28% ghrelin yang dapat menyebabkan bertambahnya nafsu makan kira - kira 23 24%. Leptin adalah protein hormon yang diproduksi jaringan lemak yang berfungsi mengendalikan cadangan lemak dan mempengaruhi nafsu makan, sedangkan ghrelin adalah hormon yang dapat mempengaruhi rasa lapar dan kenyang. Apabila leptin menurun dan ghrelin meningkat, dapat meningkatkan rasa lapar dan membuat metabolisme melambat serta berkurangnya kemampuan membakar lemak dalam tubuh(patel et al, 2004). Anak obes mempunyai durasi tidur pendek (82,38%) lebih banyak dibandingkan de - ngan anak tidak obes (72,95%). Hasil ini sesuai dengan penelitian pada anak 5 12 tahun di Australia yang dilakukan Shi et al., (2010) bahwa pada anak obes yang mempunyai durasi tidur pendek sebesar 22,3% lebih besar dibandingkan dengan anak obes yang durasi tidurnya panjang yaitu 11,5%. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes. Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak- anak SD di Kota Yogyakarta mempunyai rata-rata durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak-anak SD di Kabupaten Bantul. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mempunyai rata-rata durasi tidur lebih pendek dari anjuran National Sleep Foundation, padahal tidak semua anak sekolah dasar yang dijadikan sampel penelitian mengalami obesitas. Hal ini bisa disebabkan karena faktor lain misalnya adanya ketersediaan makanan dirumah serta kurangnya aktivitas fisik yang sedang dan berat. Durasi tidur pendek tidak selalu diikuti dengan asupan energi yang tinggi, karena ketersediaan pangan setiap rumah berbeda-beda. Meskipun kesempatan untuk makan tersedia dan nafsu makan meningkat, jika tidak ada ketersediaan pangan dirumah maka anak tidak akan mempunyai asupan energi yang tinggi. Durasi tidur pendek dapat menyebabkan obesitas dapat disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik yang sedang dan berat serta adanya peningkatan perilaku sedentari seperti menonton televisi dan bermain komputer, laptop, atau tablet. Salah satumekanisme durasi tidur pendekyang dapat mempengaruhikenaikan berat badanadalahdengan meningkatnyaasupan energi. Berdasarkan penelitian pada hewan menunjukkan bahwa durasi tidur pendek dapat menyebabkan hyperphagia (peningkatan rasa lapar), dimanapada manusia juga menunjukkan efek yang sama. Penelitian ini membandingkan 4 jam dengan 10jam tidur untuk setiap malam selama 2 hari, menunjukkan bahwa subyek yang tidurnya 4 jam setiap malam mempunyai rasa lapar dannafsu makan yang lebih tinggi daripada yang tidurnya 10 jam dalam semalam. Peningkatan asupan makan tersebut terutama makanan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan ghrelin dalam serum dan penurunan leptin dalam serum, ini membuktikan bahwa kurang tidur dapat mempengaruhi regulator periferrasa lapar (Patel & Hu, 2008). Berdasarkan data dari National Sleep Foundation (2002), kurangnya durasi tidur akan berdampak pada kurangnya aktivitas yang diikuti dengan peningkatan pemasukan kalori yang merupakan salah satu penunjang masalah kegemukan. Beberapa berpendapat bahwadalam lingkungan dimanamakanansudah tersedia, durasi tidur yang pendek dapat memberikan peluang peningkatan untuk makan, terutama jika sebagian besar waktu luang hanya dihabiskan dalam kegiatan tidak aktif (sedentary 50

6 lifestyle)seperti menonton televiseyang biasanya diikuti dengan ngemil atau makan snack. Kurang tidur yang lama juga jelas mengarah pada perasaan kelelahan. Kelelahan ini dapat menyebabkan penurunan aktivitas fisik. Bahkan, penelitian pada anak-anak telah menemukan durasi tidur pendek berhubungan dengan peningkatan menonton televisi dan berkurangnya partisipasi dalam olahraga yang terorganisir (Patel & Hu, 2008). Menurut Huriyati, terdapat dua mekanisme utama pada kegiatan menonton televisi yang menjadi penyumbang terjadinya obesitas, diantaranya adalah terjadinya penurunan energy expenditure akibat kurangnya aktivitas fisik sedang dan berat. Kedua adalah selama menonton televisi anak anak akan terpapar iklan iklan makanan yang tidak sehat (junk food) yang akan mempengaruhi pemilihan makanan(huriyati, 2007). Anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes baik weekday maupun weekend. Pada weekday ratarata durasi tidur anak obes 13,4 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Pada weekend rata-rata durasi tidur anak obes 22,8 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Selain itu, anak SD pada weekday mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan weekend. Anak SD pada weekday siang harinya melakukan aktivitas fisik di sekolah dari pagi sampai sore hari, sedangkan pada malam hari belajar sehingga durasi tidurnya lebih pendek. Pada weekend durasi tidurnya lebih panjang, hal ini dikarenakan anak SD tidak masuk sekolah sehingga bangun siang dan pada weekend anak SD banyak yang mempunyai tidur siang. SIMPULAN Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes baik weekday maupun weekend. Anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan. REFERENSI Depkes. (2008). R iset kesehatan dasar Jakarta. Faizah, Z. (2004). Faktor Risiko Obesitas Pada Murid Sekolah Dasar Usia 6-7 Tahun Di Semarang. Tesis. Progam Pendidikan Dokter Spesialis 1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Hadi, H. (2004). Handout Seminar Nasional Obesitas. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Huriyati, E. (2007). Aktivitas Fisik pada Remaja SLTP Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul serta Hubungannya dengan Kejadian Obesitas. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Kemenkes. (2010). Riset kesehatan dasar Jakarta. Lobstein, T., Baur, L., Uauy, R. Obesity in children and young people: a crisis in public health. Obesity Reviews. 2004; 5 (Suppl.1):4 85 National Sleep Foundation. (2002). Sleep in America Poll. National Sleep Foundation, Woshington. Available from: URL: sleepfoundation. org/site/.huixkj MOIxF/b /k.143E/2002 Sleep in America Poll.htm. Patel, S.R., & Hu, F.R. (2008). Short Sleep Duration and Weight Gain: A Systematic Review. Obesity Journal. 16: Patel, S.R., Malhotra, A., White, D.P., Gottlieb, D.J., & Hu, F.B. (2004). A Prospective Study of Sleep Duration and Mortality Risk in Women. Pubmed. 27: Sjarif D.R. (2003). Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II 2003, Surabaya Editor: Adi S et al., Surabaya, hal Shi, Z., Taylor, A.W., Gill, T.K., Tuckerman, J., Adams, R., & Martin, J. (2010). Short Sleep Duration and Obesity among Australian Children. BMC Public Health. 51

KUALITAS TIDUR HUBUNGANNYA DENGAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI YOGYAKARTA

KUALITAS TIDUR HUBUNGANNYA DENGAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI YOGYAKARTA PROFESI, Volume 1/September 014 - Pebruari 015 KUALITAS TIDUR HUBUNGANNYA DENGAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI YOGYAKARTA SLEEP QUALITY ASSOCIATED WITH OBESITY TO ELEMENTARY SCHOOL CHILDREN IN YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Durasi dan kualitas tidur hubungannya dengan obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul

Durasi dan kualitas tidur hubungannya dengan obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul JURNAL GIZI DAN Durasi DIETETIK dan kualitas INDONESIA tidur hubungannya dengan obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul 93 Vol. 1, No. 2, Mei 2013: 93-101 Durasi dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Masalah kesehatan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju tetapi juga di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dan usia harapan hidup seseorang (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Begitu pula obesitas pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi kurang yang ada di Indonesia masih belum teratasi dengan baik. Saat ini Indonesia telah dihadapkan dengan masalah gizi baru yaitu masalah gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Faktor gizi memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas terus meningkat di seluruh dunia yang menjadikan obesitas sebagai suatu epidemi global. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur adalah kondisi istirahat alami yang dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur merupakan aktifitas fisiologis yang penting bagi kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas (kegemukan) sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian kesehatan umum pada populasi dunia, jauh dari target yang diharapkan di tahun 2020 (Balaban, 2011). Sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak didalam tubuh yang lebih dari normal sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling serius. Masalah obesitas pada anak ini meluas dan terus mempengaruhi banyak negara

Lebih terperinci

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS ABSTRAK Shella Monica Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang Tidur yang cukup merupakan faktor penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID ABSTRAK PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID Ekowati Retnaningsih dan Rini Oktariza Angka kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah di Indonesia mencapai 15,9%. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Obesitas merupakan sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas merupakan suatu

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA. Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF

ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA. Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF Latar belakang : Epidemi obesitas berkembang pesat dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perempuan dalam keluarga utuh (dua orangtua) sebagai tenaga kerja berbayar, meningkat secara drastis dalam 50 terakhir (Frediksen-Goldsen & Scharlach, 2001).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa, dimana anak-anak merupakan investasi bangsa untuk masa yang akan datang. Kualitas bangsa pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang dengan mudah mengakses segala media elektronik. Hal itu juga menjadikan seseorang tidak asing lagi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah di dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan sejak tahun 2008 sebanyak 2,8 juta penduduk meninggal setiap tahun terkait overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki berbagai masalah gizi, seperti gizi kurang dan gizi lebih. Gizi lebih sering terjadi pada kota besar karena biasanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut The Health Resource and Services Administration Guideline Amerika Serikat tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di negara maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia pada saat ini menghadapi permasalahan ganda berupa kasus-kasus penyakit menular yang masih belum terselesaikan sekaligus peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, salah satunya ialah remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi obesitas dewasa (>18 tahun) di Indonesia mencapai 19,7% untuk laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi

Lebih terperinci

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **) HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN RISIKO KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAWE, KUDUS Rizqi Mufidah *), Dina

Lebih terperinci

Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang

Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang 131 Artikelenelitian Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas adang Cici Octari, Nur Indrawaty Liputo, Edison Abstrak Obesitas di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia Tahun

Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia Tahun Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 9 No. 2: 121-128, Oktober 2009 Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia 11-13 Tahun The Correlation Between

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT... vi. RINGKASAN... vii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT... vi. RINGKASAN... vii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA V o l. 1, N o. 2, J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7 101 HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA Naintina Lisnawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas pada anak saat ini mulai meningkat dari tahun ke tahun. Data Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki dengan obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 13 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak dengan status gizi lebih merupakan salah satu tantangan paling serius dalam bidang kesehatan masyarakat di abad 21. Hal ini merupakan masalah global yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir (Thorleifsdottir et al. 2002; National Foundation 2004). Penelitian pada sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kemakmuran di Indonesia diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan dari masyarakat baik dalam keluarga maupun diluar rumah. Pola makan terutama

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal dan berlebihan yang dapat menggangu kesehatan. (1) Obesitas adalah penyakit yang timbul sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight merupakan masalah kesehatan dunia dengan jumlah prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memulai aktifitas sehari-hari dengan sarapan pagi merupakan kebiasaan yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja, maupun dewasa. Sangat

Lebih terperinci

Pengaruh Konsumsi Fastfood Terhadap Obesitas Anak Sekolah Dasar. The Influence of Fast Food Consumption on Obesity in Elementary School Children

Pengaruh Konsumsi Fastfood Terhadap Obesitas Anak Sekolah Dasar. The Influence of Fast Food Consumption on Obesity in Elementary School Children Mutiara Medika Vol. 7 No. 2:61-68, Juli 2007 Pengaruh Konsumsi Fastfood Terhadap Obesitas Anak Sekolah Dasar The Influence of Fast Food Consumption on Obesity in Elementary School Children Erwin Santosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau kelebihan berat badan terjadi akibat ketidakseimbangan energi yaitu energi yang masuk lebih besar

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016 FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016 ` Herliana Endang Supriyatini* ), dr. Siti Fatimah P.** ), M. Zen Rahfiludin ** ) * ) Mahasiswa Peminatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi kegemukan dan obesitas terus meningkat sangat tajam di seluruh dunia, dan mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti

Lebih terperinci

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti KERANGKA PEMIKIRAN Usia sekolah adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Kebutuhan gizi pada masa anak-anak harus dipenuhi agar proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

INTISARI. Tujuan: Mengetahui hubungan antara sikap orang tua tentang jenis karbohidrat terhadap konsumsi karbohidrat pada anak yang obese

INTISARI. Tujuan: Mengetahui hubungan antara sikap orang tua tentang jenis karbohidrat terhadap konsumsi karbohidrat pada anak yang obese 1 INTISARI Hubungan Sikap Orang Tua Tentang Jenis Karbohidrat Terhadap Konsumsi Karbohidrat Pada Anak Sekolah Dasar Yang Mengalami Obesitas Di Kota Yogyakarta Latar belakang: Peningkatan pendapatan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arah pembangunan jangka menengah Indonesia ke-2 (2010-2014) adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Besarnya masalah overweight dan obesitas telah diakui sebagai masalah kesehatan global oleh Badan Kesehatan Dunia yaitu World Health Organization (WHO). Dalam beberapa

Lebih terperinci

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )² BAB 4 METODOLOGI PENELITIP AN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini mengenai kebiasaan makan cepat saji (fast food modern), aktivitas fisik dan faktor lainnyaa dengan status gizi mahasiswa penghuni Asrama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak adalah kemiskinan. Memperbaiki gizi di masa awal kehidupan manusia dapat membangun fondasi yang kuat dalam membantu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas menjadi hal yang paling diperhatikan di dunia karena prevalensi obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah generasi penerus bagi pembangunan di masa depan dan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks. Prevalensi penyakit menular di Indonesia tinggi, dan dari tahun ke

Lebih terperinci

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek METODE Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja dalam proses belajar, proses memori dan prestasi sekolah. Peningkatan kejadian putus tidur,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

Aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar

Aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar JURNAL GIZI DAN DIETETIK INDONESIA Aktivitas fi sik berhubungan Tersedia online dengan pada: kejadian http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/ijnd obesitas pada anak sekolah dasar 123 Vol. 4, No. 3, September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

Hubungan Asupan Makanan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung

Hubungan Asupan Makanan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Asupan Makanan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung 1 Lusy Olyvia, 2 Herry Garna, 3 Adjat Sedjati 1,2,3 Pedidikan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Status Gizi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin.

PEMBAHASAN Status Gizi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin. 54 PEMBAHASAN Status Gizi Secara keseluruhan, prevalensi anak usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan yang tidak gemuk adalah 87,3% dan yang gemuk adalah 12,7%. Jika ditelusuri lebih jauh, prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas yaitu terdapat penimbunan lemak yang belebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya obesitas ditentukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK ANTARA REMAJA PUTRI YANG OVERWEIGHT DENGAN NON OVERWEIGHT DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK ANTARA REMAJA PUTRI YANG OVERWEIGHT DENGAN NON OVERWEIGHT DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK ANTARA REMAJA PUTRI YANG OVERWEIGHT DENGAN NON OVERWEIGHT DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: HIMMATUNNISAK MAHMUDAH J 310 090 025 PROGRAM STUDI S1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan mendasar yaitu perubahan secara biologis, psikologis, dan juga

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. World Health Organization (2014) menyatakan bahwa obesitas. pada anak-anak berhubungan dengan masalah komplikasi

Bab I PENDAHULUAN. World Health Organization (2014) menyatakan bahwa obesitas. pada anak-anak berhubungan dengan masalah komplikasi Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health Organization (2014) menyatakan bahwa obesitas pada anak-anak berhubungan dengan masalah komplikasi kesehatan yang serius dan meningkatkan risiko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit hipertensi esensial telah berdampak pada satu milyar orang diseluruh dunia, mengungguli serangan jantung dan stroke. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG Correlation Of Satisfaction Level Of Food Quality With Energy And Macronutrient

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode yang signifikan pada pertumbuhan dan proses maturasi manusia. Saat remaja inilah terjadi perubahan yang akan membentuk pola orang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional ~t~tdy dengan menggunakan metode survey. Penelitian dilakukan di SD Bina Insani Bogor, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK (Nutrition Knowledge, Physical Activity, Snack Consumption and

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci