BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional"

Transkripsi

1 BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional Basel II Accord membolehkan bank untuk menggunakan salah satu dari tiga pendekatan untuk menghitung modal risiko operasional. Suatu bank memiliki kemampuan untuk berpindah dari suatu pendekatan yang sederhana ke pendekatan yang sangat kompleks dengan menggunakan pendekatan statistik. Pendekatanpendekatan tersebut adalah The Basic Indicator Approach, The Standardized Approach dan The Advanced Measurement Approach. Berdasarkan pendekatan Basic Indicator Approach (BIA) modal risiko operasional yang dibutuhkan dihitung berdasarkan persentase tetap dari pendapatan kotor (gross income). Standardized Approach membagi bisnis bank menjadi 8 jenis. Persyaratan modal untuk setiap jenis bisnis dihitung dengan persentase pendapatan kotor (gross income) untuk setiap jenis bisnis. Hasilnya ditambahkan untuk memperoleh modal risiko operasional. Di bawah lingkungan tertentu, bank dapat menggunakan Alternative Standardized Approach (ASA). Dengan Advanced Measurement Approach (AMA), bank diijinkan menggunakan model internal miliknya untuk menghitung modal risiko operasional Indikator Eksposur Ketiga metode menggunakan indikator eksposur risiko yang bervariasi. Indikator eksposur risiko didefinisikan sebagai satu faktor yang memberi indikasi terhadap tingkat eksposur risiko satu bank, semakin tinggi nilai indikator eksposur maka

2 24 semakin tinggi risikonya. Indikator yang digunakan ketiga metode tersebut sebagai indikator eksposur risikonya adalah pendapatan kotor (gross income) Pendapatan Kotor (Gross Income) Definisi gross income dalam Basel II, pendapatan kotor (gross income) didefinisikan sebagai jumlah pendapatan bunga bersih (net interest income) dan pendapatan non bunga bersih (net non-interest income). Yang termasuk pendapatan bunga bersih (net interest income) dan pendapatan non bunga bersih (net non-interest income) ditentukan oleh supervisor nasional dan/atau standar akuntansi nasional. Misalnya, pendapatan bunga bersih (net interest income) bisa didefinisikan sebagai pendapatan pinjaman dan asset lainnya yang menghasilkan bunga, dikurangi biaya simpanan dan passiva yang berbiaya bunga. pendapatan non bunga bersih (net non-interest income) mencakup biaya dan komisi, dan pendapatan bersih (netto) dari aktivitas perdagangan lainnya yaitu diluarpinjaman dan simpanan. Pendapatan kotor (Gross Income) merepresentasikan bentuk pendapatan aktivitas perbankan yang normal, dan sebaiknya tidak memasukkan : 1). Setiap provisi 2). Setiap pengeluaran operasi 3). Laba atau rugi dari hasil penjualan sekuritas pada banking book 4). Item luar biasa atau item yang tidak rutin 5). Kerusian risiko operasional 6). Pendapatan yang diperoleh dari bisnis asuransi Dalam kerangka kerja Basel II, biaya operasi dikeluarkadari pendapatan kotor (gross income). Biaya operasi termasuk setiap pembayaran pada pihak ketiga seperti outsourcing. Namun, apabila bank menyediakan jasa outsourcing untuk lembaga lain, makapendapatan dari jasa ini harus dimasukkan dalam pendapatan kotor (gross income), karena dalam hal ini jasa-jasa tersebut adalah bagian dari pendapatan dari

3 25 kegiatan pendagangan lain. Penting untuk dicatat, bahwa kedua kegiatan outsourcing membawa risiko operasional untuk bank Pendapatan Kotor (Gross Income) Negatif Pada periode tiga tahun, bank mungkin tidak selalu memperoleh pendapatan kotor (gross income) yang positif. Apabila pendapatan kotor (gross income) yang negatif dimasukkan pada rat-rata tiga tahun, ini mengacaukan perhitungan dan dapat mengkelirukan jumlah modal regulasi yang dibutuhkan. Komite Basel secara tegas mengatur pembebanan modal terdistorsi, maka supervisor bank memiliki hak untuk mengambil tindakan sesuai kerangka kerja pilar 2. Apabila pada kurun waktu tiga tahun ada pendapatan kotor (gross income) negatif, maka pendapatan kotor (gross income) ini tetap dimasukkan pada perhitungan, tetapi pendapatan kotor tahun tersebut dianggap nol. 3.2 Metode Standarisasi (Standardized Approach) Standardized Approach mencoba mengatasi kurangnya sensitivitas risiko dari Basic Indicator Approach dengan cara : 1). Membagi aktivitas ke dalam delapan jenis bisnis. 2). Menggunakan pendapatan kotor (gross income) dari tiap jenis bisnis digunakan sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis. Model ini menjelaskan mekanisme-mekanisme metodologi dan penggandaan (multiplier) yang digunakan. Standardized Approach (SA) menggunakan pendapatan kotor (gross income) masing-masing jenis bisnis daripada mengunakan total pendapatan bank karena dapat diasumsikan bahwa pendapatan kotor (gross income) masing-masing jenis bisnis mengindikasikan ukuran operasi setiap jenis bisnis.

4 26 Pendapatan koor (gross income) dengan demikian menghubungkan jumlah bisnis dalam satu jenis bisnis spesifik terhadap tingkat risiko operasional yang melekat di dalam bisnis tersebut. Dengan memecah bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach (SA) menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional. Kebutuhan modal untuk tiap jenis bisnis dihitung sebagai persentase pendapatan kotor (gross income) jenis bisnis tersebut. Hasilnya ditambahkan untuk memberi total modal risiko operasional untuk bank. Menurut Standardized Approach (SA), jumlah modal agregat dihitung untuk setiap tiga tahun terakhir. Jumlah agregat ini diambil rata-ratanya untuk menghasilkan jumlah modal regulasi risiko operasional yang dibutuhkan menurut pendekatan Standardized Approach (SA). Modal regulasi agregat untuk tahun tunggal dihitung dengan menambahkan hasil pendapatan kotor (gross income), dikalikan dengan faktor beta untuk setiap jenis bisnis. Tidak penting apakah pendapatan kotor (gross income) untuk setiap jenis bisnis negatif, karena secara sederhana dapat dimasukkan dalam perhitungan. Apabila jumlah keseluruhan untuk tahun tertentu adalah negatif, maka angkanya diganti menjadi nol (0) untuk perhitungan rata-rata. Jadi, nilai rata-rata menurut Standardized Approach (SA) selalu dihitung selama tiga tahun. Rumus perhitungan modal regulasi risiko operasional menurut Standardized Approach (SA) yang diperlukan adalah : (3-1) dimana : K TSA = adalah Modal regulasi yang diperlukan dalam Standardized Approach.

5 27 GI 1-8 = adalah Pendapatan kotor (gross income) untuk tiap jenis bisnis. β 1-8 = adalah Beta untuk tiap jenis bisnis Jenis Bisnis Risiko Operasional Standardized Approach (SA) membagi operasi bank menjadi delapan jenis bisnis yang berbeda. Dengan cara ini, pendekatan tersebut mengakui bahwa setiap jenis bisnis berbeda sifatnya dan dengan demikian memiliki karakteristik risiko operasional yang berbeda. Penggunaan jenis bisnis yang berbeda mendorong bank untuk mengalokasikan modal regulasi menurut jenis bisnisnya. Basel Capital Accord II memberikan satu susunan standar jenis-jenis bisnis dan proses pemetaan struktur aktual satu bank terhadap Standardized Approach (SA). Delapan jenis bisnis tersebut adalah : 1). Pembiayaan Wholesale (Corporate Finance) 2). Pembayaran dan Penyelesaian (Payment and Settlement) 3). Jasa Kelembagaan (Agency Services) 4). Manajemen Aset (Asset Management) 5). Perdagangan dan Penjualan (Trading and sales) 6). Retail Banking (Retail Banking) 7). Komersial Bank (Commercial Banking) 8). Broker Ritel (Retail Brokerage) Nilai Beta Jenis Bisnis Risiko Operasional Nilai beta untuk setiap jenis bisnis pada esensinya adalah faktor pembobotan risiko (risk weighting). Setiap beta menghubungkan kerugian risiko operasional yang dialami satu jenis bisnis terhadap pendapatan kotor (gross income) atas bisnis tersebut. Semakin tinggi nilai beta, semakin besar pula potensi kerugian risiko operasional. Beta mencoba membobot modal risiko operaasional berdasarkan jenis bisnis dimana

6 28 bank paling aktif. Perhitungan modal regulasi untuk setiap jenis bisnis dengan menggunakan nilai beta dan pendapatan kotor (gross income) menghubungkan skala aktivitas bisnis yang dilakukan bank dengan risiko yang dikelolanya. Nilai beta yang ditetapkan komite Basel mirip dengan cara penetapan nilai beta yang digunakan Standardized Approach (SA). Nilai beta didapatkan dengan cara mengaplikasikan metode statistik terhadap data kerugian risiko operasional dan alokasi modal yang dikumpulkan dari beberapa bank selama proses QIS. Tabel 3.1 Nilai Beta Tiap Jenis Bisnis Risiko Operasional Jenis beta Beta (%) Pembiayaan Wholesale (Corporate Finance) 18 Perdagangan dan Penjualan (Trading and sales) 18 Retail Banking (Retail Banking) 12 Komersial Bank (Commercial Banking) 15 Pembayaran dan Penyelesaian (Payment and Settlement) 18 Jasa Kelembagaan (Agency Services) 15 Manajemen Aset (Asset Management) 12 Broker Ritel (Retail Brokerage) Contoh Kasus Bank AA adalah retail banking dan bank AA memiliki pendapatan kotor (gross income) untuk setiap jenis bisnisnya selama tiga tahun terakhir yang dinyatakan dalam bulan setiap tahunnya dimulai dari tahun Maka hitunglah besar modal regulasi risiko operasional tahun 2007 serta prediksi pendapatan kotor untuk tahum 2007 kemudian hitunglah kembali modal regulasi risiko operasional untuk tahun 2008.

7 29 Keterangan untuk tabel : I II III IV V VI VII VIII A 1 B 1 A 2 B 2 A 3 B 3 A 4 B 4 A 5 B 5 A 6 B 6 A 7 B 7 A 8 B 8 : Pembiayaan Wholesale (Corporate Finance) : Perdagangan dan Penjualan (Trading and sales) : Retail Banking (Retail Banking) : Komersial Bank (Commercial Banking) : Pembayaran dan Penyelesaian (Payment and Settlement) : Jasa Kelembagaan (Agency Services) : Manajemen Aset (Asset Management) : Broker Ritel (Retail Brokerage) : Frekuensi Pembiayaan Wholesale (Corporate Finance) : Dampak Pembiayaan Wholesale (Corporate Finance) : Frekuensi Perdagangan dan Penjualan (Trading and sales) : Dampak Perdagangan dan Penjualan (Trading and sales) : Frekuensi Retail Banking (Retail Banking) : Dampak Retail Banking (Retail Banking) : Frekuensi Komersial Bank (Commercial Banking) : Dampak Komersial Bank (Commercial Banking) : Frekuensi Pembayaran dan Penyelesaian (Payment and Settlement) : Dampak Pembayaran dan Penyelesaian (Payment and Settlement) : Frekuensi Jasa Kelembagaan (Agency Services) : Dampak Jasa Kelembagaan (Agency Services) : Frekuensi Manajemen Aset (Asset Management) : Dampak Manajemen Aset (Asset Management) : Frekuensi Broker Ritel (Retail Brokerage) : Dampak Broker Ritel (Retail Brokerage)

8 30 Tabel 3.2 Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun 2004/Bulan BULAN JENIS BISNIS I II III IV V VI VII VIII A1 B A 1 2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 B5 A6 B6 A7 B7 A8 B Jumlah Mean Median Modus Range Std. Deviasi Gambar 3.1 Grafik Pendapatan Kotor (gross income) Tahun 2004/Bulan Manajemen Aset Jumlah Bulan Perdagangan dan Penjualan Retail Banking Komersial Bank Pembayaran dan Penyelesaian Jasa Kelembagaan Broker Ritel Pembiayaan Wholesale

9 31 Tabel 3.3 Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun 2005/Bulan BULAN JENIS BISNIS I II III IV V VI VII VIII A1 B A 1 2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 B5 A6 B6 A7 B7 A8 B Jumlah Mean Median Modus Range Std. Deviasi Gambar 3.2 Grafik Pendapatan Kotor (gross income) Tahun 2005/Bulan Manajemen Aset Jumlah Bulan Perdagangan dan Penjualan Retail Banking Komersial Bank Pembayaran dan Penyelesaian Jasa Kelembagaan Broker Ritel Pembiayaan Wholesale

10 32 Tabel 3.4 Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun 2006/Bulan BULAN JENIS BISNIS I II III IV V VI VII VIII A1 B A 1 2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 B5 A6 B6 A7 B7 A8 B Jumlah Mean Median Modus Range Std. Deviasi Gambar 3.3 Grafik Pendapatan Kotor (gross income) Tahun 2006/Bulan Manajemen Aset Jumlah Bulan Perdagangan dan Penjualan Retail Banking Komersial Bank Pembayaran dan Penyelesaian Jasa Kelembagaan Broker Ritel Pembiayaan Wholesale

11 33 Tabel 3.5 Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun Jenis Bisnis Beta Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 % (Juta) (Juta) (Juta) Corporate Finance Trading and Sales Retail Banking Commercial Banking Payment and Settlement Agency Services Asset Management Retail Brokerage Total Untuk ketiga tahun tersebut, pendapatan kotor (gross income) tiap jenis bisnis dikalikan dengan beta untuk memberikan modal regulasi risiko operasional : Tabel 3.6 Pendapatan Kotor (gros income) x Nilai Beta Tahun Bussiness line Beta Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 (%) (Juta) (Juta) (Juta) Corporate Finance Trading and Sales Retail Banking Commercial Banking Payment and Settlement Agency Services Asset Management Retail Brokerage Total

12 34 Dari hasil perhitungan di atas dapat diperoleh : K TSA = = = Maka dari hasil perhitungan di atas diperoleh modal regulasi risiko operasional untuk tahun 2007 adalah Rp Juta.

13 35 Tabel 3.7 Prediksi Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun 2007/Bulan (Berdasarkan Rata-Rata Pendapatan Kotor Tiap Jenis Bisnis per Bulan) BULAN JENIS BISNIS I II III IV V VI VII VIII A1 B A 1 2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 B5 A6 B6 A7 B7 A8 B Jumlah Mean Median Modus Range Std. Deviasi Gambar 3.4 Grafik Prediksi Pendapatan Kotor (gross income) Tahun 2007/Bulan Manajemen Aset Jumlah Bulan Perdagangan dan Penjualan Retail Banking Komersial Bank Pembayaran dan Penyelesaian Jasa Kelembagaan Broker Ritel Pembiayaan Wholesale

14 36 Tabel 3.8 Pendapatan Kotor (gross income) untuk Tahun Jenis Bisnis Beta Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 % (Juta) (Juta) (Juta) Corporate Finance Trading and Sales Retail Banking Commercial Banking Payment and Settlement Agency Services Asset Management Retail Brokerage Total Untuk ketiga tahun tersebut, pendapatan kotor (gross income) tiap jenis bisnis dikalikan dengan beta untuk memberikan modal regulasi risiko operasional : Tabel 3.9 Pendapatan Kotor (gros income) x Nilai Beta Tahun Bussiness line Beta Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 (%) (Juta) (Juta) (Juta) Corporate Finance Trading and Sales Retail Banking Commercial Banking Payment and Settlement Agency Services Asset Management Retail Brokerage Total

15 37 Dari hasil perhitungan di atas dapat diperoleh : K TSA = 3 = = Maka dari hasil perhitungan di atas diperoleh modal regulasi risiko operasional untuk tahun 2008 adalah Rp Juta.

16 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Metode standarisasi (Standardized Approach) mampu mengatasi masalah atau risiko operasional yang akan dihadapi oleh suatu bank di masa yang akan datang dengan meminimumkan dan mengalokasikan modal regulasi risiko operasional tersebut terhadap risiko yang mungkin terjadi pada jangka waktu tertentu. 4.2 Saran Kepada pihak bank dan pihak manajemen perbankan lainnya yang ingin menggunakan metode standarisasi, yaitu Standardized Approach (SA) agar lebih baik untuk mengamati data pendapatan kotor masa lalu (historis) dengan lebih teliti sehingga dapat memperoleh hasil modal regulasi terhadap risiko operasional yang lebih baik lagi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Risiko Operasional Basel II Capital Accord secara khusus mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis yang pesat dan semakin meningkatnya kompleksitas produk bankmenyebabkan risiko kegiatan usaha bank juga semakin kompleks. oleh karena itu, bank ABC dituntut

Lebih terperinci

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE STANDARISASI (THE STANDARDIZED APPROACH ) SKRIPSI FORTH RINA SIMATUPANG

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE STANDARISASI (THE STANDARDIZED APPROACH ) SKRIPSI FORTH RINA SIMATUPANG PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE STANDARISASI (THE STANDARDIZED APPROACH ) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains FORTH RINA SIMATUPANG

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Manajemen Risiko Operasional.1.1 Definisi Manajemen risiko operasional merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional Pengelolaan Risiko Operasional Manajemen Risiko, Sesi 9 Latar Belakang Bank-bank menempatkan perhatian terhadap risiko operasional sama pentingnya dengan risiko-risiko lainnya. Risiko operasional dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga intermediasi berperan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional suatu negara karena bank mempunyai fungsi menyalurkan dana dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital

BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Bank UOB Indonesia sebagai salah satu anak perusahaan Grup UOB Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital Adequacy Requirements

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /SEOJK.03/2016 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /SEOJK.03/2016 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /SEOJK.03/2016 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA

BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA Sehubungan dengan rencana pemerintah dalam melakukan implementasi Basel II pada industri perbankan di Indonesia dimana masih terdapat banyak

Lebih terperinci

Sekilas Implementasi Basel II

Sekilas Implementasi Basel II Sekilas Implementasi Basel II Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan Modal Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Risiko menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena manusia selalu dihadapkan dengan risiko baik risiko itu besar maupun kecil. Menurut Kountur, (2004)

Lebih terperinci

1. Untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat dan. 2. Mengacu pada standar internasional yang berlaku, risiko operasional

1. Untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat dan. 2. Mengacu pada standar internasional yang berlaku, risiko operasional Yth. Bank Umum Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/SEOJK.03/2015

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/SEOJK.03/2015 Yth. Direksi Bank Umum Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/SEOJK.03/2015 TENTANG PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yaitu fee income dan trading income. Fee income adalah sumber pedapatan yang

BAB V PENUTUP. yaitu fee income dan trading income. Fee income adalah sumber pedapatan yang 76 BAB V PENUTUP 5.1. Ringkasan Penelitian Bank-bank mulai mencari sumber-sumber pendapatan selain pendapatan dari kredit yang mampu menurunkan risiko dan meningkatkan kinerja bank. Sumber pendapatan tersebut

Lebih terperinci

TANTANGAN BANK NASIONAL MENJALANKAN BISNIS KONGLOMERASI DI INDONESIA. Susy Liestiowaty

TANTANGAN BANK NASIONAL MENJALANKAN BISNIS KONGLOMERASI DI INDONESIA. Susy Liestiowaty TANTANGAN BANK NASIONAL MENJALANKAN BISNIS KONGLOMERASI DI INDONESIA Disampaikan oleh: Susy Liestiowaty Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Jakarta, 13 Januari 2016 1 Daftar Isi

Lebih terperinci

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Bab 5. Kesimpulan dan Saran Bab 5 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisa laporan keuangan PT. Bank Mega Tbk dan memperbandingankannya dengan laporan keuangan PT. Bank Permata Tbk, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sehubungan

Lebih terperinci

No. 11/ 3 /DPNP Jakarta, 27 Januari 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 11/ 3 /DPNP Jakarta, 27 Januari 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 11/ 3 /DPNP Jakarta, 27 Januari 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemberian kredit merupakan salah satu bisnis yang rentan dengan risiko. sehingga bank dituntut untuk mengelola risiko kredit agar kualitas aset tetap baik. Salah satu indikator

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN METODE AGGREGATING VALUE AT RISK SKRIPSI SRI JAYANTI NAPITUPULU

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN METODE AGGREGATING VALUE AT RISK SKRIPSI SRI JAYANTI NAPITUPULU i PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN METODE AGGREGATING VALUE AT RISK SKRIPSI SRI JAYANTI NAPITUPULU 070823024 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

CAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN

CAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN Overview CAPM (Capital Asset Pricing Model) Portofolio pasar Garis pasar modal Garis pasar sekuritas Estimasi Beta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan memiliki struktur keuangan yang terdiri dari hutang, modal sendiri, dan laba ditahan. Akan tetapi, perusahaan perbankan memiliki struktur pendanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada tiga penelitian sebelumnya yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan acuan, yaitu dilakukan oleh : 1. Riski Yudi Prasetyo 2012 Penelitian yang

Lebih terperinci

PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER

PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER PT. BANK Lampiran 1 ACTION PLANS PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER - 1) NO SUMBER PEMENUHAN MODAL INTI jutaan Rp 2005 2006 2007 2008 2009 2010 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otorisasi perbankan untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut disalurkan

Lebih terperinci

dalam penelitian ini dilakukan scoring dengan kriteria sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah data rata-rata kinerja keuangan masing-masing

dalam penelitian ini dilakukan scoring dengan kriteria sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah data rata-rata kinerja keuangan masing-masing Untuk membandingkan kinerja keuangan dari ketiga saham tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan scoring dengan kriteria sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah data rata-rata kinerja keuangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Regulasi Bank Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di regulasi

Lebih terperinci

Formulir 9.a. Risiko Spesifik Eksposur Surat Berharga (Trading Book)

Formulir 9.a. Risiko Spesifik Eksposur Surat Berharga (Trading Book) Formulir 9.a. Risiko Spesifik Eksposur Surat Berharga (Trading Book) No. 1 Instrumen yang memenuhi kriteria sebagai Pemerintah Indonesia 10000 0% 2 3 4. Surat Berharga dan Instrumen Derivatif dengan surat

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Riska Rosdiana SE., M.Si. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis. Program Studi Manajemen

MANAJEMEN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Riska Rosdiana SE., M.Si. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis. Program Studi Manajemen Modul ke: MANAJEMEN KEUANGAN Bentuk Bentuk Laporan Keuangan Fakultas Ekonomi & Bisnis Riska Rosdiana SE., M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengertian Laporan keuangan merupakan hasil pencatatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam perhitungan kecukupan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan diatas, berikut adalah tabel perhitungan RWA untuk masing-masing metode, yaitu: 1. Berdasarkan portfolio CRR (Customer Risk Rating)

Lebih terperinci

Dua model keseimbangan:

Dua model keseimbangan: Dua model keseimbangan: 3/40 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Arbitrage Pricing Theory (APT) CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) CAPM adalah model hubungan antara tingkat return harapan dari suatu aset

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk PERIODE

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk PERIODE ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk PERIODE 2013-2015 Nama : Yacob Berkat NPM : 27212774 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Akuntansi Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto (2014) Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto melakukan penelitian ini dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam Bab 4 ini akan dibahas mengenai, analisis pengukuran risiko kredit consumer khususnya mortgage (KPR) pada Bank X dengan menggunakan Internal Model CreditRisk+. Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES BISNIS PT DANAREKSA (PERSERO)

BAB 2 PROSES BISNIS PT DANAREKSA (PERSERO) BAB 2 PROSES BISNIS PT DANAREKSA (PERSERO) 2.1. Proses Bisnis 2.1.1. Deskrisi Bisnis PT Danareksa (Persero) mempunyai dua deskripsi bisnis utama yang merupakan bisnis inti dari perusahaan. Yang pertama

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Perkembangan Penyaluran Kredit Dalam pelaksanaan aktivitas operasional bank, salah satu upaya yang dilakukan oleh setiap perbankan adalah peningkatan kinerja

Lebih terperinci

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4 KONSEP DASAR 2/40 Ada tiga konsep dasar yang perlu diketahui untuk memahami pembentukan portofolio optimal, yaitu: portofolio efisien dan portofolio optimal fungsi

Lebih terperinci

Bab 12 Risiko Operasional

Bab 12 Risiko Operasional Pendahuluan Bab Risiko Operasional Pada awalnya (sebelum tahun 00an), sebuah bisnis akan selalu berhadapan dengan dua aspek risiko yaitu risiko bisnis dan risiko finansial. Risiko bisnis mencakup risiko

Lebih terperinci

Manajemen Treasury INTRODUCTION

Manajemen Treasury INTRODUCTION Manajemen Treasury INTRODUCTION Overview Perbankan Indonesia Uang dan Bank Uang Pengertian Bank Fungsi dan Kegiatan Bank Penghimpun dana Penyalur dana Memberikan jasa pelayanan Jenis-jenis Bank Segi Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Dunia perbankan sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (giro,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah data sekunder yang didapat dari PT.Kimia Farma Tbk, Bursa Efek Indonesia (BEI), www.kimiafarma.co.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian deskriptifkuantitatif. Menurut Sanusi (2011;14) untuk penelitian

Lebih terperinci

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi

Lebih terperinci

Diskusi dan Analisis Manajemen

Diskusi dan Analisis Manajemen Diskusi dan Analisis Manajemen Data Keuangan Konsolidasi Hasil Usaha Pendapatan Bunga Bersih 4.603 5.645 7.136 26% Pendapatan Imbal Jasa 1.080 1.358 1.741 28% Pendapatan Operasional 5.683 7.003 8.877 27%

Lebih terperinci

BAB VII HARGA POKOK PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN

BAB VII HARGA POKOK PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN BAB VII HARGA POKOK PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN PRODUK BERSAMA (JOINT PRODUCT) Karakteristik produk bersama: Produk bersama mempunyai hubungan fisik yang sangat erat satu sama lain dalam proses

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT KESEHATAN KESEHATAN BANK UMUM SEBELUM DAN SESUDAH IMPLEMENTASI METODE RGEC DI INDONESIA

ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT KESEHATAN KESEHATAN BANK UMUM SEBELUM DAN SESUDAH IMPLEMENTASI METODE RGEC DI INDONESIA ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT KESEHATAN KESEHATAN BANK UMUM SEBELUM DAN SESUDAH IMPLEMENTASI METODE RGEC DI INDONESIA Rosalina Febrica Mayasari *1 Dwi Septa Aryani 2 Ima Andriyani 3 1,2,3 Universitas Tridinanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

Fungsi Pasar Keuangan

Fungsi Pasar Keuangan Pasar Finansial 1 Pasar Finansial Pasar tempat diperdagangkan sekuritas Tempat pertemuan antara pihak yang kelebihan dana (investor) dengan pihak kekurangan/membutuhkan dana. Pasar Finansial Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba 2.1.1 Pengertian Laba Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1 Prinsip adoption at all costs approach harus dihindari, khususnya negara berkembang deng an sistem

Bab 1 Pendahuluan. 1 Prinsip adoption at all costs approach harus dihindari, khususnya negara berkembang deng an sistem Bab 1 Pendahuluan Sebagaimana diketahui, dalam arahan Gubernur Bank Indonesia yang disampaikan pada awal Januari 2005 yang terkait dengan kebijakan perbankan ke depan, Bank Indonesia dipastikan akan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dunia semakin cepat dan salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan investasi (Tahir, 01). Masyarakat melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima penelitian terdahulu tentang ROA (Return on Aseet) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima penelitian terdahulu tentang ROA (Return on Aseet) yang 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada lima penelitian terdahulu tentang ROA (Return on Aseet) yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh : 1. Tan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jumingan (2006:239), kinerja keuangan bank merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jumingan (2006:239), kinerja keuangan bank merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan 2.1.1 Pengertin Kinerja Keuangan Menurut Jumingan (2006:239), kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik

Lebih terperinci

4.3 Kepemilikan silang pada entitas lain yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat 0 0

4.3 Kepemilikan silang pada entitas lain yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat 0 0 Tabel 01.a Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum Bank : Bank Sinarmas Tbk KOMPONEN MODAL 30-Jun-17 30-Jun-16 I Modal Inti (Tier 1) 4,184,369 3,819,657 1 Modal Inti Utama/Common Eqiuty

Lebih terperinci

Working Capital Management

Working Capital Management Hand Out Manajemen Keuangan I Disusun oleh Nila Firdausi Nuzula Digunakan untuk melengkapi buku wajib Working Capital Management Salah satu hal penting yang harus diketahui manajer terkait dengan arus

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, dan Net

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF : : :

RINGKASAN EKSEKUTIF : : : DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 (a). Ringkasan Eksekutif - Rencana dan Langkah-Langkah Strategis (b). Ringkasan Eksekutif - Indikator Keuangan BPR dengan modal inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang mempunyai dana yang kelebihan dengan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang mempunyai dana yang kelebihan dengan pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan suatu lembaga keuanga yang berfungsi sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai dana yang kelebihan dengan pihak yang kekurangan dana atau membutuhkan

Lebih terperinci

RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan

RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Agenda 1.Pokok-Pokok Kerangka Basel II 2.Implementasi Basel II di Indonesia 2 Sejarah Basel Capital Adequacy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (emiten) dalam transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank XYZ merupakan bank umum yang berfokus pada segmen korporasi. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan transformasi bisnis dengan

Lebih terperinci

2. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak (Dalam Jutaan Rp)

2. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak (Dalam Jutaan Rp) A. RISIKO KREDIT 1. Pegungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah. Tagihan bersih berdasarkan Wilayah Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah 4 Jakarta Medan Surabaya Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Lebih terperinci

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Kebijakan KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Dalam menjalankan fungsi, Bank membentuk tata kelola manajemen risiko yang sehat, Satuan Kerja yang Independen, merumuskan tingkat risiko yang akan diambil

Lebih terperinci

RASIO KEUANGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

RASIO KEUANGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Esensi: Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 7 (1), April 2017 P-ISSN: 2087-2038; E-ISSN: 2461-1182 Halaman 41-48 RASIO KEUANGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana dengan pihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan aset sebesar Rp 500 triliun

BAB 1 PENDAHULUAN. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan aset sebesar Rp 500 triliun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan aset sebesar Rp 500 triliun merupakan bank terbesar di Indonesia saat ini. Bank Mandiri memiliki 6 (enam)

Lebih terperinci

Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam

Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam memilih portofolio optimal. Ada tiga konsep dasar yang

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS

BAB II PROSES BISNIS BAB II PROSES BISNIS 2.1 Proses Bisnis Utama Dalam menjalankan bisnisnya, PT. Danareksa tidak terlepas dari institusi pasar modal yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu seluruh kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

BAB III METODE PENELITIAN. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Variabel merupakan atribut yang memiliki variasi antara satu objek dengan objek lain. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. yang telah diperoleh dan dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Descriptive Statistics

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. yang telah diperoleh dan dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Descriptive Statistics BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran secara umum data yang sudah dikumpulkan dalam penelitian ini. Berikut hasil analisis deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank X mempertajam fokus bisnis untuk meningkatkan kinerja. Memasuki usia ke-11 pada 2009, Bank X akan mengembangkan bisnis yang memberi nilai tambah yang

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab ini memuat input data dan hasil perhitungan rasio, pembandingan dengan rasio rata-rata industri tambang serta analisisnya. 3.1. Perhitungan Sebelum melakukan perhitungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN PAPARAN PUBLIK TAHUN 2017 PT BANK PERMATA TBK

LAPORAN PELAKSANAAN PAPARAN PUBLIK TAHUN 2017 PT BANK PERMATA TBK LAPORAN PELAKSANAAN PAPARAN PUBLIK TAHUN 2017 PT BANK PERMATA TBK Paparan Publik tahun 2017 PT Bank Permata Tbk ( Bank atau Perseroan ) telah diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Rabu, 31 Mei 2017 Waktu

Lebih terperinci

yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun.

yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pengertian pasar modal menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dalam Paulus (2008: 3) memberikan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu investasi (investment), sering juga

BAB I PENDAHULUAN. dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu investasi (investment), sering juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian keuangan dan juga teori keuangan biasanya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu investasi (investment), sering juga disebut teori pasar modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank itu sendiri berasal dari kata banque dalam bahasa prancis dan banco dalam

BAB I PENDAHULUAN. bank itu sendiri berasal dari kata banque dalam bahasa prancis dan banco dalam i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga keuangan yang memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masayarakat. Kata bank itu sendiri berasal

Lebih terperinci

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu Tagihan bersih berdasarkan wilayah Kategori Portofolio Kalimantan & Central Java East Java & Bali Jakarta Sumatera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Bank Pengertian bank menurut PSAK No. 31 adalah: Suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

Manajemen dan Kebijakan Modal Kerja 1 BAB 5 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN MODAL KERJA

Manajemen dan Kebijakan Modal Kerja 1 BAB 5 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN MODAL KERJA Manajemen dan Kebijakan Modal Kerja 1 BAB 5 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN MODAL KERJA Manajemen dan Kebijakan Modal Kerja 2 PENGERTIAN DAN PENTINGNYA MODAL KERJA Terdapat dua konsep tentang modal kerja yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami. Dalam

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN Perbankan merupakan sektor usaha yang diatur dengan sangat ketat karena alasan-alasan tertentu. Bagian pertama bab ini membicarakan manajemen risiko yang dirumuskan oleh Komite

Lebih terperinci

Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza

Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza Manajemen Likuiditas Pengertian likuiditas: Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya pada saat ditagih

Lebih terperinci

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Kategori Portofolio Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah Jakarta Bandung Surabaya Semarang Medan Makassar Kalimantan Total

Lebih terperinci

ANALISIS CROSS SECTION DAN TIME SERIES ANDRI HELMI M,SE., MM.

ANALISIS CROSS SECTION DAN TIME SERIES ANDRI HELMI M,SE., MM. ANALISIS CROSS SECTION DAN TIME SERIES ANDRI HELMI M,SE., MM. ANALISIS CROSS SECTION Analisis keuangan akan lebih tajam apabila angka-angka keuangan dibandingkan dengan standar tertentu. Standar tersebut

Lebih terperinci

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Kategori Portofolio Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah JAKARTA BANDUNG SURABAYA SEMARANG MEDAN MAKASSAR KALIMANTAN Total

Lebih terperinci

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu

Risiko Kredit Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Tabel 1 : Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank Secara Individu Kategori Portofolio Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah JAKARTA BANDUNG SURABAYA SEMARANG MEDAN MAKASSAR KALIMANTAN Total

Lebih terperinci

Bab III. Metode Penelitian

Bab III. Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah perusahaan perusahaan manufaktur (manufacturing companies) yang tercatat di Bursa Efek

Lebih terperinci

NPM : ANALISIS REVALUASI AKTIVA TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PT BHAKTI TRANS CARGO. Nama : Sri Mulyani

NPM : ANALISIS REVALUASI AKTIVA TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PT BHAKTI TRANS CARGO. Nama : Sri Mulyani ANALISIS REVALUASI AKTIVA TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PT BHAKTI TRANS CARGO Nama : Sri Mulyani NPM : 26210667 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Sri Sapto Darmawati, SE., MMSI Pendahuluan Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga financial intermediary mempunyai fungsi utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seperti situs Bank Syariah yang terkait dalam penelitian ini. Penelitian ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seperti situs Bank Syariah yang terkait dalam penelitian ini. Penelitian ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Waktu dan Tempat Penelitian Data penelitian ini diambil dari situs Bank Indonesia (http://www.bi.go.id), referensi jurnal, buku yang menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/40 Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal. Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan

Lebih terperinci

By Muhammad Luthfi, M.Si. ; HP ; Luthfi2008.wordpress.com

By Muhammad Luthfi, M.Si.  ; HP ; Luthfi2008.wordpress.com MANAJEMEN KEUANGAN By Muhammad Luthfi, M.Si. Email ; luthfi27@gmail.com HP ; 085380264175 Luthfi2008.wordpress.com Sumber ; M. Wispandono & Ismu Kusumanto DAFTAR BACAAN Brigham, Houston. 2010. Dasar-Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama

Lebih terperinci