II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA A."

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Subsektor peternakan menyumbang Rp. 36,743 milyar dari jumlah total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian secara nasional. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat. Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani (BPS, 2010). Pembangunan sub sektor peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan protein. Menurut Despal et al (2009) produksi susu yang dihasilkan dalam negeri baru mampu mencukupi 1/3 permintaan dalam negeri sehingga sebagian susu harus impor. Impor sapi dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan suplai susu hingga saat ini masih belum bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu. Sampai saat ini industri pengolah susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi jika kondisi ini tidak diperbaiki dengan membangun sistem agribisnis yang berbasis peternakan (Daryanto, 2007). Peternakan sapi perah di Indonesia seharusnya mampu memberikan banyak keuntungan seperti peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan kesuburan lahan, serta penyerapan tenaga kerja. Perkembangan tersebut masih harus terkendala terutama oleh lemahnya permodalan, rendahnya keuntungan peternak, lemahnya posisi tawar peternak terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS) serta kendala dalam pemasaran hasil. Dilihat dari struktur produksi susu sapi perah, peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan rata-rata kepemilikan 5

2 6 sapi sekitar 1-3 ekor sapi (hampir 91 persen) dan pada umumnya merupakan anggota koperasi. Menurut Daryanto (2007) skala usaha ternak sapi sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk kebutuhan hidup. Kepemilikan sapi per peternak dari sisi produksi perlu untuk ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan ekor sapi per peternak. Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini memiliki ciri-ciri pertama; (a) skala usahanya kecil (2-5 ekor), (b) motif produknya adalah rumah tangga, (c) dilakukan sebagai usaha sampingan tanpa terlalu memperhatikan laba rugi dan masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah dan (d) kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat karya. Kedua, klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi perah yang berasal dari daerah sub tropis. Ketiga, pemasar susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya beberapa peternak yang mampu menciptakan pasar langsung ke konsumen. Keempat, kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah (Ardia, 2000). B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah 1. Hijauan dan konsentrat Sapi jenis Friesian Holstein atau yang lebih dikenal dengan Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi yang berasal dari negara Belanda. Jenis sapi ini merupakan populasi terbesar diseluruh dunia, baik di negara sub-tropis maupun negara tropis seperti Indonesia (Girisonta, 1995). Menurut Sudono et.al (2003) sapi jenis FH merupakan sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi lainnya, dengan kadar lemak yang rendah. Produktivitas susu sapi untuk bangsa sapi FH di Indonesia masih tergolong rendah yaitu rata-rata 8-10 liter/hari/ekornya. Pemberian pakan yang berkualitas serta menerapkan manajemen yang baik perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi perah dalam menjalankan usaha sapi perahnya, hal ini akan berpengaruh terhadap perbaikan produktivitas sapi perah.

3 7 Produksi susu pada awal masa laktasi dan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah faktor genetis, makanan serta tatalaksana, dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan menunjang selama masa laktasi berlangsung (Girisonta,1995). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada seekor sapi perah, merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan optimalisasi produksi dan komposisi susu selama laktasi (Mukhtar, 2006). Produksi susu yang rendah dikarenakan kualitas pakan hijauan yang rendah (Sanusi, 2005). Ternak perlu zat gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi setiap hari (MacLeod, 2000). Zat gizi seimbang ini dapat dilakukan dengan pembagian imbangan hijauan dan konsentrat yaitu didasarkan pada kebutuhan zat gizi. Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi serta kualitas susu ternak perah (Wasdiantoro, 2010). Imbangan hijauan konsentrat ini perlu diupayakan, karena dengan pemberian makanan tunggal hijauan belum dapat memenuhi kebutuhan nutrien baik bagi mikroba rumen maupun bagi ternak inangnya (Christiyanto et al., 2003). Pemberian konsentrat perlu diadakan sebagai campuran hijauan. Campuran ini dapat memengaruhi produksi susu dan komponen zat gizi susu (Walker et al., 2006). Produksi dan kualitas susu dari ternak membutuhkan optimalisasi sintesis protein mikroba dan karena itu perlu disinkronkan energi rumen dan pasokan protein yang sesuai (Velik et al.,2001). 2. Pakan ampas tahu Ampas tahu merupakan limbah dalam proses pembuatan tahu yang berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Kandungan protein yang terkandung di dalam ampas tahu masih relatif tinggi. Hal itu disebabkan pada proses pembuatan tahu, tidak semua bagian proten dapat diekstrak (Suhartini, 2005).

4 8 Kandungan nutrisi yang terdapat dalam ampas tahu bervariasi, hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan varietas dari kedelai yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tahu. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro yaitu Fe sebanyak ppm, Mn sebanyak ppm, Cu sebanyak 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Kadar air ampas tahu segar sekitar 84,5%. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur simpan yang pendek. Ampas tahu basah tidak tahan disimpan dan menjadi busuk setelah 2-3 hari. Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0-15,5 % sehingga umur simpannya lebih panjang dibandingkan dengan ampas tahu segar (Noor, 2012). Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar antara 23-29% (Mathius dan Sinurat, 2001) dan kandungan zat nutrien lain adalah lemak 4,93% (Nuraini, 2009) dan serat kasar 22,65% (Duldjaman, 2004). Beberapa keunggulan ampas tahu adalah ampas tahu lebih murah, mudah diperoleh dan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kelemahan ampas tau yaitu tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama yaitu hanya bertahan sekitar 6 jam. Kelemahan lain dari ampas tahu yaitu akan terasa pahit/getir apabila salah dalam penanganannya (Suhartini, 2005). 3. Periode laktasi Heriyatno (2009) juga menjelaskan bahwa selain pemberian pakan, faktor masa laktasi pada sapi produksi juga berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai mencapai puncak produksi pada hari setelah melahirkan. Produksi susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5% perminggu setelah mencapai puncak produksi. Lama diperah atau lama laktasi yang paling ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan. Sapi perah yang laktasinya lebih singkat atau lebih panjang dari 10 bulan akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi yang berikutnya (Siregar, 1993).

5 9 Rata-rata produksi susu sapi FH yang ada di Indonesia sekitar 10 lt/hari dengan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata sebanyak lt/laktasi. Hal ini dikarenakan pengaruh iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat,dan kualitas genetik sapi yang tidak sebagus negara asalnya (Prihadi, 1997). 4. Tenaga kerja Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Jumlah penggunaan tenaga kerja perlu dipisahkan sesuai skala usaha untuk mencapai kondisi optimal. Jumlah tenaga kerja juga dipengaruhi oleh kualitas kerja, jenis kelamin, musim, dan upah tenaga kerja. Penentuan upah disesuaikan dengan umur tenaga kerja sehingga perhitungan upah tergantung pada Hari Orang Kerja (HOK) atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP) (Soekartawi, 2003). Penggunaan tenaga kerja mempunyai pengaruh tehadap produktivitas susu. Hal ini berkaitan dengan standar penggunaan tenaga kerja. Sudono et.al (2003) menjelaskan bahwa dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa, sehingga apabila penggunaan tenaga kerja ditambah hal ini akan menurunkan produktivitas susu sapi perah. Alpian (2009), berdasarkan hasil penelitiannya selain faktor pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan, faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi adalah pemberian pakan tambahan berupa ampas tahu serta penggunaan tenaga kerja. Kemampuan penanganan sapi perah yang semakin tinggi oleh seorang peternak meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja (Sudono et al., 2003). Sinaga (2003) mengatakan bahwa pada skala I, rataan tenaga kerja yang digunakan adalah 1,163 HKP/hari dengan rataan pemilikan sapi sebesar 5,68 ST, maka rasio yang diperoleh adalah 0,205 HKP/ST/hari atau 4,88 ST/HKP/hari yang berarti 1 HKP dapat menangani 4-5 ekor sapi dewasa. Skala II diperoleh rataan tenaga kerja 1,493 HKP/hari dengan

6 10 rataan pemilikan sapi sebesar 11,3 ST, maka rasio yang diperoleh adalah 0,14 HKP/ST/hari atau 7,35 ST/HKP/hari yang berarti 1 HKP dapat menangani 7-8 ekor sapi dewasa. Skala III diperoleh rataan tenaga kerja 2,04 HKP/hari dengan rataan pemilikan sapi sebesar 21,6 ST, maka rasio yang diperoleh adalah 0,092 HKP/ST/hari atau 10,79 ST/HKP/hari yang berarti 1 HKP dapat menangani 4-5 ekor sapi dewasa. Tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga merupakan tenaga kerja yang melibatkan diri dalam usaha tani sendiri atau usaha keluarga. Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja upahan. Peternak akan menggunakan tenaga kerja luar keluarga apabila pekerjaan tidak dapat diselesaikan oleh tenaga kerja dalam keluarga (Daniel, 2004). C. Usaha Peternakan Sapi Perah Industri pengembangan sapi perah di Indonesia sudah mempunyai struktur yang cukup lengkap yang terdiri dari peternak, pabrik pakan, industri pengolahan susu yang maju serta adanya kelembagaan yang menaungi peternak sapi perah yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Struktur usaha peternakan sapi perah terdiri dari empat skala usaha yaitu usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah ( ekor), usaha skala kecil (10-30 ekor) dan usahaternak rakyat (1-9 ekor), usahaternak rakyat sebagian besar merupakan anggota koperasi susu (Yusdja, 2005). Usahaternak sapi perah merupakan usaha yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan usahaternak lainnya, kelebihan tersebut diantaranya adalah: a) Peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, karena fluktuasi harga, produksi dan konsumsi tidak begitu tajam. b) Sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori. c) Memiliki jaminan pendapatan yang tetap. d) Penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman

7 11 e) Pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian f) Kebutuhan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang. g) Pedet yang dihasilkan bila jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan pedet betina dapat dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu. (Sudono et al, 2003). Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland (FH) yang memiliki kemampuan produksi susu yang tinggi (Sudono, 1999). Penelitian Haryati (2003) di Kelurahan Kebon Pedes diketahui jumlah populasi ternak di daerah tersebut sebanyak 338 ekor, berasal dari sapi-sapi perah Fries Holland (FH) dan peranakannya (PFH). Pemilikannya sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 2 ekor sampai 34 ekor. Rataan peternak di Kelurahan Kebon Pedes memiliki sapi perah sekitar 11,27 ekor/peternak atau 9,61 ST/peternak. Sementara itu dalam penelitian Sinaga (2003) di kawasan usahaternak sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, sapi induk yang dipelihara umumnya juga berasal dari sapi perah Fries Holland (FH) dan peranakannya (PFH). Jumlah ternak yang dimiliki peternak di daerah tersebut adalah 1 ekor sampai 44 ekor betina dewasa, dengan rataan pemilikan sapi 8,73 + 6,98 ST/peternak. D. Manajemen Pemeliharaan 1. Pakan sapi perah Pakan sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagai penguat. Sapi perah dapat mengonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami, jagung, serta sisa pabrik misalnya ampas tahu atau bungkil kelapa. Pemberian pakan lokal untuk sapi perah diperlukan suplementasi guna mengoreksi ketidakseimbangan nutrien untuk produksi susu. Konsentrat dapat berupa limbah hasil ikutan industri pertanian seperti dedak padi dan pollard (Sudono et al., 2003).

8 12 Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah, meningkatkan serta mempertahankan produksi susu (Sukria dan Krisnan, 2009). Pola pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Pemberian pakan berupa kombinasi berbagai jenis hijauan akan mempunyai pengaruh lebih baik dibandingkan pemberian satu macam pakan. Hal ini disebabkan berbagai jenis hijauan mempunyai nilai gizi yang beragam, sehingga kombinasi berbagai hijauan akan memiliki nilai gizi yang saling melengkapi (Yulistiani et al., 2003). Pemberian pakan pada ternak harus diberikan secara kontinu sepanjang waktu, sebab pemberian pakan yang tidak teratur dapat menghambat pertumbuhan ternak (Aksi Agribisnis Kanisius, 2008). Sudono et al. (2001) menyatakan bahwa sapi perah yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan konsentrat di dalam ransum. Hijauan dapat berupa rumput alam, rumput unggul dan leguminosa. Sugeng (2001) menyatakan bahwa jenis pakan yang diberikan dan tata cara pemberian pakan pada ternak merupakan kunci keberhasilan usaha sapi perah. Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam usaha peternakan, terutama terhadap tinggi rendahnya produksi. Hal ini baru dapat dibuktikan pada sebagian kelompok sapi perah. Sapi perah akan menghasilkan produksi susu yang tinggi apabila tata cara pemberiannya dilakukan dengan baik. Pemberian zat makanan yang tidak cukup akan membatasi sekresi susu sapi karena laju sintesis dan difusi dari berbagai komposisi susu yang berasal dari makanan yang bersifat sementara (Murti, 2007). 2. Pemeliharaan Pemeliharaan yang utama adalah pemberian pakan yang cukup, berkualitas dan menjaga kebersihan kandang serta memperhatikan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemeliharan feses yaitu melakukan penimbunan feses ternak di tempat lain supaya terjadi proses fermentasi

9 13 dan berubah menjadi pupuk organik yang bermanfaat bagi lahan pertanian. Air minum yang bersih harus tersedia secara ad libitum dan tempat pakan ternak harus lebih tinggi supaya pakan yang diberikan pada ternak tidak tumpah (Syamsudin, 2002). Proses pemerahan ada 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Tahap persiapan yaitu disiapkan lingkungan pemerahan yang bebas dari kondisi yang dapat menyebabkan ternak stress, pemerahan dilakukan di tempat yang bersih dan beratap lalu ambing dan tangan pemerah harus dicuci sebelum pemerahan, apabila ada sapi yang terserang mastitis maka harus diperah paling akhir untuk menghindari penularan pada sapi sehat. Tahap pelaksanaan pemerahan yaitu apabila putingnya silindris maka pemerahan dilakukan dengan 5 jari, menggunakan vaselin putih sebagai pelicin, selama diperah sapi tidak perlu diberi pakan agar sapi tenang, lama pemerahan diselesaikan dalam waktu 7 menit karena pengaruh sekresi oksitosin sangat singkat. Tahap penyelesaian pemerahan berupa ambing dan lantai dicuci dengan air sampai bersih, penakaran susu, alat penampung susu harus dibersihkan dan dikeringkan dengan meletakkan posisi terbalik (Soetarno, 2004). 3. Kandang dan peralatan Kandang merupakan bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak dari gangguan luar yang merugikan seperti: panas matahari, hujan, angin, binatang buas serta untuk memudahkan dalam pengelolaan. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan, lokasi kandang, arah kandang, dan kebersihan kandang. Syarat untuk mendirikan kandang adalah bahan bangunan kandang yang ekonomis, tahan lama, awet, mudah didapat dan tidak menimbulkan refleksi panas terhadap ternak yang dipelihara. Kandang harus memberikan rasa nyaman bagi ternak dan pemilikinya, ventilasi yang cukup untuk pergantian udara, mudah dibersihkan, dan tidak ada genangan air (Ernawati, 2000).

10 14 Lokasi kandang yang dianjurkan adalah terpisah dari rumah dengan jarak ± 10 meter, tidak berdekatan dengan fasilitas umum, letak kandang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, terdapat tempat penampungan kotoran, tersedia air bersih yang cukup. Arah kandang bertujuan untuk mengatur cahaya dan angin yang masuk ke kandang. Arah kandang untuk kandang tunggal menghadap ke timur, untuk bangunan kandang majemuk membujur dari utara ke selatan. Hal ini bertujuan untuk membantu proses pembentukan vitamin D dalam tubuh ternak sekaligus pembasmi penyakit. Peralatan kandang sapi perah yang digunakan selama di kandang adalah skop, sapu, ember, sikat, troli, tali dan bangku kecil. Peralatan untuk pemerahan sapi yaitu milk can, saringan dan ember (Ernawati, 2000). Peternak yang menggunakan tangan dalam pemerahan menggunakan beberapa perlengkapan seperti ember, ember pencuci, handuk, cawan untuk tes mastitis, dan bangku. Peternak juga disarankan memiliki timbangan agar mengetahui produksi susunya. Peralatan yang digunakan sangat perlu untuk kepentingan pemerahan yang hygienis. Kualitas dari susu yang didapatkan sangat dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan dan kebersihannya. Susu yang didapatkan dari proses pemerahan diperlukan alat saring dan milk can untuk menampung (Williamson dan Payne, 1993). 4. Kesehatan Pemeliharaan ternak sapi, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit, bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian akibat adanya kematian pada ternaknya. Secara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan dengan ciri-ciri bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular dan mampu berproduksi secara optimum (Kamal, 2004). Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit yang sering menyerang pada ternak perah tidak hanya di Indonesia tetpi di seluruh

11 15 dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi susu. Secara fisik pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi. Mastitis dipengaruhi oleh 3 interaksi faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan (Murti, 2007). Usaha untuk mengatasi mastitis sebaiknya ditekankan pada usaha pencegahan. Kandang dan peralatan disanitasi secara teratur dan benar serta memperhatikan kesehatan pekerja khususnya pemerah. Kebersihan kandang, kebersihan ternak, jumlah ternak dalam kandang, cara pemberian air susu pada pedet, metode pemerahan, pemberian desinfektan pada putting setelah pemerahan merupakan hal penting dalam menunjang kesehatan ternak. Pengobatan dilakukan dengan memperhatikan jenis antibiotika, jumlah yang digunakan serta aplikasinya. Beberapa antibiotika yang biasa digunakan antara lain penisilin, streptomisin, ampisilin, kloksasilin, neomisin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin (Siregar, 2002). Penyakit diare atau mencret sering terjadi terutama pada musim penghujan. Penyebab diare antara lain mikroorganisme yang mencemari kandang, karena kandang kurang bersih, becek, ventilasi kurang baik dan lain-lainnya. Pemberian pakan yang tidak teratur dan cacingan juga dapat menyebabkan diare. Cara mengatasinya adalah dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Pengobatan dapat dilakukan secara sementara dengan obat tradisional misalnya daun jambu biji. Ternak diberi minum (tambahkan gula dan garam) sebagai pengganti cairan tubuh jika mencret terus menerus (Siregar, 2002). E. Efisiensi Produksi Efisiensi adalah penggunaan input yang sekecil mungkin untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian ini akan terjadi apabila petani mampu membuat upaya nilai produk marjinal input

12 16 usahatani yang digunakan adalah sama dengan harga input (Px) tersebut atau NPMxi = Pxi atau (NPMxi/Pxi) = 1 (Soekartawi, 2003). Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input-input. Efisiensi mencerminkan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai (Widyananto, 2010). Efisiensi merujuk pada output maksimum yang diperoleh atas penggunaan sejumlah sumber daya tertentu. Efisiensi yang semakin besar ditunjukkan apabila pencapaian output semakin tinggi daripada input yang digunakan. Miller dan Meiners (2000) memperjelas konsep efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. 1. Efisiensi Teknis Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya (Nicholson, 2004). Efisiensi teknis (technical eficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Proses produksi selalu diusahakan untuk meminimalkan biaya dan tidak menghendaki pemakaian input lebih banyak untuk menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Sebaliknya, dengan lebih sedikit input diusahakan pemaksimalan untuk mencapai jumlah output yang sama, atau bahkan lebih banyak. 2. Efisiensi Ekonomis Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis (economy eficiency), terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya (least-cost). Suatu perusahaan akan memiliki proses produksi secara ekonomis efisien pada setiap tingkatan output jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya dan biaya untuk setiap unit outputnya (berapa pun total outputnya) paling murah/rendah. Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholson (2004), dengan mendefenisikan bahwa alokasi

13 17 sumber daya yang efisien secara ekonomis adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Menurut Soekartawi (2003), efisiensi merupakan sebuah optimalisasi produksi. Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Pengertian efisien digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis dalam terminologi ilmu ekonomi. Menurut Soekartawi (2003), penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomis kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Fungsi produksi yang digunakan untuk menghitung efisiensi harga adalah : Y = AXb atau Log Y = Log A + b Log X maka kondisi produksi marjinal adalah : Y / X = b (koefisien regresi). b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Nilai produksi marjinal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut : NPM = b*y*py / X dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi X Kondisi efisien harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai: B*Y*Py/X = Px dimana :

14 18 Px = harga faktor produksi X Nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai rata-ratanya, sehingga persamaan dapat ditulis : b Y Py / X Px = 1 Menurut Soekartawi (2003), yang sering terjadi di lapangan adalah kondisi pertanian pada persamaan tidak dapat dicapai atau sulit dicapai karena berbagai hal, antara lain : 1. Pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi adalah terbatas 2. Kesulitan petani dalam memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu; 3. Adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak berusaha secara efisien. Nicholson (2004), mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya. F. Fungsi Produksi Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara input dengan output, yang mana hubungan ini menunjukkan output sebagai fungsi dari input. Fungsi produksi dalam beberapa pembahasan ekonomi produksi banyak diminati dan dianggap penting karena (Soekartawi, 2003) : 1. Fungsi produksi dapat menjelaskan hubungan antara faktor produksi dengan produksi itu sendiri secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. 2. Fungsi produksi mampu mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (Q), dengan variabel yang menjelaskan (X) serta sekaligus mampu mengetahui hubungan antar variabel penjelasnya (antara X dengan X yang lain). Fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Secara matematis sederhana, fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

15 19 Output = ƒ (input) Q = f (X1, X2, X3,..., Xn), dimana: Q : output X1, X2, X3,..., Xn : input yang digunakan dalam proses produksi Input yang digunakan dalam proses produksi antara lain adalah modal, tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan lain-lain. Output dinotasikan dengan Q, sedangkan input (faktor produksi) yang digunakan biasanya (untuk penyederhanaan) terdiri dari input kapital (K) dan tenaga kerja (L) dalam ilmu ekonomi. Q = ƒ (K, L) Seorang pengusaha dapat mengubah nilai Q (output) dengan jalan mengubah-ubah kuantitas dari salah satu input yang dipergunakan, dan mempertahankan input yang lain agar tetap konstan. Pada kondisi ini, output akan mencapai tingkat maksimum dan kemudian mulai menurun apabila lebih banyak input yang lain yang konstan (the law of diminishing returns). Kondisi seperti ini terlihat dalam Kurva Produk Rata-rata dan Kurva Produk Marginal dari Produk Total. Kurva berikut ini mencerminkan hubungan antara input tenaga kerja dengan output total. Sewaktu T masih sedikit, output naik pesat jika T ditingkatkan penggunaannya menjadi T**. Kesanggupan tenaga kerja tambahan untuk menghasilkan output tambahan semakin berkurang karena input dan faktor lain konstan. Output mencapai maksimum pada titik T***. Output bukannya bertambah melainkan justru berkurang jika penggunaan tenaga kerja ditambah juga sesudah T*** ini (Nicholson, 2004). Fungsi produksi memiliki sifat-sifat seperti fungsi utility, jika input bertambah output juga meningkat. Namun tambahan input pertama akan memberikan tambahan output yang lebih besar dibandingkan dengan tambahan output yang disebabkan oleh tambahan input berikutnya. Sifat ini disebut Law of diminishing return (Sunaryo, 2001). Secara grafis, menurut Sunaryo (2001) ceteris paribus, fungsi produksi tenaga kerja saja (L) (diasumsikan K tetap), maka Q(L) adalah sebagai berikut :

16 20 Q Q = f(l) 0 L q Gambar 1. Fungsi produksi TPmax TP I II III MPmax APmax AP 0 X MP Gambar 2. Hubungan antara Total Product,Marginal Product dan Average Product Dimana : TP : Total Product

17 21 MP : Marginal Product (Produksi Marginal) AP : Average Product (Produksi Rata-rata) Fungsi produksi dapat dibagi menjadi 3 daerah dengan elastisitas produksi yang berbeda, yaitu : 1. Daerah I tambahan input lebih menguntungkan, merupakan daerah tidak rasional (irrational) untuk berproduksi. (Produksi elastis) 2. Daerah II efisiensi input variabel mencapai puncaknya, merupakan daerah rasional. (Produksi inelastis) 3. Daerah III tambahan input menurunkan produksi, merupakan daerah tidak rasional (irrational) Kurva TP pada mulanya naik dengan lambat kemudian naik dengan cepat, ditandai dengan kenaikan MP dan AP. Kenaikan TP mulai melambat setelah MP mencapai titik maksimum. Hal ini menunjukkan berlakunya hukum The Law Of Diminishing Return (Tambahan Hasil yang Makin Menurun) (Antriyandarti, 2012). G. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut dependen, yang dijelaskan (Y) dan variabel lainnya disebut variabel independen, yang dijelaskan (X). Penyelesaian antara hubungan X dan Y biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y yang akan dipengaruhi variasi dari X. Fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: Q = AL α K β Q adalah kuantitas output, A adalah produktivitas faktor total L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. α (alpha) dan β (betha)

18 22 adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data. Sifat-sifat fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: 1. K dan L bisa saling mensubsitusi Perusahaan akan mensubstitusi tenaga kerja dengan modal jika tenaga kerja menjadi mahal. Teknologi yang padat karya diganti dengan produksi padat modal. Sifat substitusi antar input ini mengikuti kaidah Marginal Rate of Technical Substitution/ Transformation yang digambarkan oleh isoquant curve. 2. Q =A (K)α (L), bersifat Return to Scale : a. Constant Returns to Scale, jika α+β = 1. Artinya jika input K dan L bertambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya bertambah menjadi dua kali. Output bertambah secara proporsional dengan penambahan input. b. Increasing Returns to Scale, jika (α+β ) > 1. Artinya jika input K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya juga bertambah lebih dari dua kalinya. Output bertambah lebih dari proporsinya dengan pertambahan input. c. Decresing Returns of Scale, jika (α+β ) < 1. Artinya jika input K dan L bertambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka output bertambah kurang dari proporsi pertambahan input. Kondisi seperti ini bisa terjadi karena kompleksitas proses produksi menjadi sangat tinggi jika skala operasi menjadi besar. Decresing Returns of Scale berimplikasi diseconomics to scale, yaitu biaya rata-rata naik sejalan akan kenaikan jumlah output (Soekartawi, 2003). H. Elastisitas Produksi Elastisitas dalam ilmu ekonomi menerangkan seberapa besar sensitivitas perubahan suatu variabel akibat adanya perubahan pada variabel lainnya. Aplikasi elastisitas ke dalam model ekonomi dapat dijelaskan sebagai persentase perubahan atas suatu variabel yang diakibatkan adanya perubahan pada variabel lain sebesar satu persen. Variabel-variabel lain dianggap tetap

19 23 (konsan) atau berlaku kondisi yang disebut ceteris paribus pada pengertian ini (Pindyck dan Rubinfeld, 2005). Penerapan konsep elastisitas dalam teori produksi diperoleh berdasarkan aplikasi fungsi produksi. Besarnya nilai elastisitas menyatakan ukuran sensitivitas dari variabel output (dependent variabel) terhadap adanya perubahan pada variabel input (variabel bebas tertentu) dalam suatu fungsi produksi. Konsep elastisitas berkaitan dengan perubahan jumlah input atau faktor produksi, jika input dinaikkan (diturunkan) sebesar satu persen, berapa besar kenaikan (penurunan) produksi atau output yang terjadi (Nicholson, 2004). Nilai elastisitas dapat ditentukan berdasarkan koefisien estimasi untuk model fungsi produksi log-linear. Parameter a1, a2, a3, a4 yang terdapat pada fungsi produksi masing-masing menyatakan parameter atau koefisien dari faktor input modal (K) dan tenaga kerja (L) (Salvatore, 2005).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to produce yang artinya menghasilkan. Produksi adalah proses dimana input diubah menjadi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Perikanan Pengertian budidaya perikanan dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri susu dan makanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Kambing

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Kambing II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kambing Kambing merupakan binatang memamahbiak yang pada dasarnya merupakan kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya. Kambing perah memang masih asing bagi sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Teh Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi susu sebagai produk utamanya baik untuk diberikan kepada anaknya maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang mendukung penelitian ini. Dimulai dari pembahasan mengenai teori produksi, fungsi produksi baik fungsi produksi jangka pendek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan hijauan unggul yang digunakan sebagai pakan ternak. Produksi rumput gajah (Pannisetum purpureum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus berkembang membuat diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan alternatif yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Produksi Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci