II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada masa pemulihan krisis ekonomi lalu muncul tuntutan ketidakpuasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada masa pemulihan krisis ekonomi lalu muncul tuntutan ketidakpuasan"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Otonomi Daerah di Indonesia Pada masa pemulihan krisis ekonomi lalu muncul tuntutan ketidakpuasan daerah dengan sistem sentralistik dan menyebabkan ancaman disintegrasi bangsa. Pemerintah segera menanggapi gejala tersebut dengan mengeluarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Selanjutnya sejak 1 Januari 2001, dimulailah era otonomi daerah (otda) dengan harapan ada perkembangan perekonomian bagi daerah yang selama ini terbelakang akibat alokasi pendapatan yang tidak merata. Otda memang telah menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan strategis di Indonesia. Perubahan ini memberikan nuansa baru bagi pemerintah daerah, khususnya pemerintah kabupaten dan kota, untuk mengembangkan daerahnya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Ada tiga matra utama yang menjadi fokus pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimana otonomi daerah mengharuskan: 1. Adanya pelimpahan wewenang dalam hal pengambilan keputusan yang bersifat sektoral yang mencakup daerah (government power sharing), 2. Adanya perimbangan keuangan yang rasional dan adil antara pusat dan daerah serta perimbangan kemampuan dan potensi sumber daya manusia dalam pembangunan (financial and manpower sharing), dan

2 13 3. Lahirnya perkembangan daerah sebagai satuan yang khas dalam memperkaya kebhinnekaan negara (political and social cultural power sharing) yang pada akhirnya diharapkan mampu mengenal penduduk setempat (indigenous population). Ketiga matra di atas merupakan kondisi yang dibutuhkan (necessary condition) agar otonomi daerah berlangsung baik dan bisa memenuhi harapan berbagai pihak. Kondisi cukup (sufficient condition) berupa undang-undang otda beserta berbagai perangkat administratif dan hukum yang menjadi sistem otonomi daerah juga harus terus dilengkapi sejalan dengan pelaksanaan otda. Diantara tiga aspek yang telah diutarakan di atas, implikasi otda bagi penduduk dan sumberdaya manusia belum banyak mendapat perhatian. Sebahagian besar fokus penelitian otonomi daerah lebih banyak menyoroti government power sharing dan financial sharing. Sementara kita ketahui bahwa salah satu pihak yang melaksanakan dan merasakan dampak otda adalah penduduk. Secara luas, potensi penduduk Indonesia yang besar dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya selayaknya kita ketengahkan dalam analisis perekonomian secara makro dalam era otda. Hal ini disebabkan potensi penduduk sebagai faktor produksi (tenaga kerja) dalam kegiatan perekonomian daerah sangatlah penting Permasalahan Hubungan Industrial di Era Otda Salah satu permasalahan perekonomian makro Indonesia di era otda yang berkaitan dengan TK adalah masih tingginya tingkat pengangguran dan banyaknya kasus permasalahan hubungan industrial. Menurut Simanjuntak (2004) Industrial relations refer to the relationship among all stakeholders concerned

3 14 with or having an interest in the process of producing goods or services in a company or enterprise. Ada dua hal penting yang dapat dijelaskan menyangkut permasalahan hubungan industrial dewasa ini. Pertama, diberlakukannya otonomi daerah (otda) sejak tahun 2001 telah merubah sistem pengambilan keputusan dalam penetapan kebijakan upah minimum. Kedua, era kebebasan berserikat sehingga muncul banyak serikat buruh yang merupakan representasi buruh dalam hubungan industrial. Kedua hal tersebut telah membuka peluang bagi pekerja dan serikat pekerja untuk berpartisipasi dalam perubahan kebijakan ketenagakerjaan. Pada kenyataannya peluang partisipasi serikat pekerja dalam penetapan kebijakan ketenagakerjaan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu faktor penyebab kecilnya peluang partisipasi serikat pekerja adalah kebijakan pemerintah yang membuat mekanisme penentuan kebijakan itu sendiri yang tidak demokratis bagi buruh (Wirahyoso, 2002). Hasil jajak pendapat yang telah dilakukan Kompas (Mei 2007) tentang posisi pekerja, pengusaha dan pemerintah memperkuat pernyataan tersebut. Sebanyak 73.6 persen dari 832 sampel pekerja menjawab bahwa peran pemerintah dalam penetapan standar upah minimum tidak memadai dan lebih jauh sebanyak 76.3 persen pekerja menganggap penetapan upah minimum yang layak oleh pemerintah belum memadai. Jajak pendapat tersebut menyimpulkan bahwa sebahagian responden menganggap seluruh kebijakan ketenagakerjaan selama ini lebih banyak merugikan pekerja (Sultani, 2007). Meski pemerintah dan pengusaha memberi peluang kepada pekerja untuk menuntut hak melalui kebebasan berserikat namun perjuangan pekerja selama ini terperangkap diantara kepentingan pemerintah dan pengusaha. Perusahaan cenderung membuat aturan

4 15 yang dapat menekan kesejahteraan pekerja untuk mempertahankan keuntungan. Sementara pemerintah cenderung membatasi upah minimum pekerja untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi. Tidak adanya dampak negatif bagi pekerja dan pengusaha serta tidak memperburuk kondisi perekonomian adalah harapan para pelaku ekonomi dalam memikirkan dan merealisasikan kebijakan ketenagakerjaan. Tetapi gejolak ketenagakerjaan dewasa ini memang nyata terjadi. Berbagai tuntutan pekerja untuk memperoleh imbalan kerja selalu menimbulkan ketegangan diantara pihak pekerja, pengusaha dan pemerintah. Kuat dugaan ketiga pihak kokoh memperjuangkan kepentingan masing-masing sehingga penyelesaian kasus hubungan industrial menjadi konflik yang berkepanjangan. Tabel 4. Perkembangan Kasus Pemogokan di Era Otda Tahun Kasus Tenaga Kerja Jam Kerja Hilang Pemogokan Terlibat (orang) (jam) (kasus) Sumber : Depnakertrans, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial (2007). Gejolak ketenagakerjaan yang relatif sering terjadi adalah pemogokan atau unjuk rasa. Pemogokan adalah upaya serikat pekerja untuk menekan dan memaksa pengusaha menerima tuntutan serikat pekerja (Simanjuntak, 2006). Banyaknya kasus pemogokan setiap tahun seperti pada Tabel 4 mencerminkan adanya: (1) ketidakpuasan di kalangan pekerja karena tuntutan pekerja tidak

5 16 dipenuhi pihak perusahaan,dan (2) ketidakharmonisan hubungan antara pekerja dan pengusaha. Penyebab utama dari sejumlah kasus pemogokan selama era otda bersumber dari ketidakpuasan pekerja tentang upah. Hasil penelitian Depnakertrans (2005) faktor utama pemicu kasus pemogokan tenaga kerja adalah masalah upah yang tidak mencukupi biaya hidup pekerja. Hal ini bisa dipahami, meskipun setiap tahun pemerintah telah berupaya melakukan penyesuaian upah minimum yang secara nominal terus meningkat namun nilai riil hanya mampu memenuhi rata-rata persen dari Kebutuhan Hidup Minimum (BPS, 2006). Beberapa faktor penyebab lain kasus pemogokan adalah adalah katidakpuasan kerja, perlakuan tidak adil, tuntutan perbaikan fasilitas dan tunjangan kerja, permasalahan gender, masalah uang Jamsostek dan penolakan terhadap metode kerja baru yang diterapkan perusahaan. Berdasarkan sektor, jumlah kasus pemogokan lebih sering terjadi pada sektor industri seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Kasus Pemogokan Sektoral di Era Otda Sektor Kasus Perkembangan (%) Pertanian Industri Jasa Lain Total Sumber : Depnakertrans, Ditjen Binawas (2007).

6 17 Pada dasarnya pemogokan tenaga kerja (TK) dibenarkan olah pemerintah berdasarkan UU No. 13 tahun Dinyatakan bahwa pemogokan TK dapat dibenarkan bila dilakukan secara sah, tertib, damai dan sebagai akibat gagalnya perundingan. Namun pada kenyataannya, kasus pemogokan TK yang terjadi tidak selaras dengan yang diatur dalam UU ketenagakerjaan. Kasus pemogokan relatif sering terjadi disertai dengan tindakan pengrusakan fasilitas perusahaan, fasilitas umum, dan mengganggu kepentingan umum. Maraknya kasus pemogokan dewasa ini tidak dapat dipandang hanya sebagai masalah antara pihak pekerja dan pihak perusahaan dalam proses produksi. Masalah kasus pemogokan terkait dan mempengaruhi keadaan perekonomian, kestabilan politik, keamanan, produktifitas kerja dan perkembangan investasi. Artinya perubahan keseimbangan di pasar TK berdampak pada perubahan keseimbangan makro Keragaan Pasar Tenaga Kerja di Indonesia Kesempatan Kerja Ada beberapa masalah mendasar struktural yang secara langsung mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja di Indonesia. Permasalahan tersebut (i) menyangkut kebijaksanaan kependudukan, (ii) berkaitan dengan penyebaran penduduk antara Pulau Jawa dan luar Jawa, (iii) menyangkut kualitas tenagakerja, (iv) berkaitan dengan adanya kesenjangan antara program pendidikan dengan arah pembangunan, (v) kurang berkembangnya informasi pasar tenagakerja sehingga menimbulkan kesenjangan permintaan dan penawaran tenagakerja dan (vi) berkaitan dengan perkembangan di sektor pertanian dan industri.

7 18 Menyangkut permasalahan mendasar yang terakhir, memasuki tahun 2000, sektor pertanian masih merupakan sektor penting meskipun pangsanya dalam total perekonomian dari tahun ke tahun mengecil. Tampaknya pekerjaan di sektor pertanian tidak menarik bagi tenaga tenaga terdidik, sehingga tingkat kesempatan kerja sektor pertanian menurun dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Artinya sebagian besar golongan tenaga terdidik memilih menganggur sambil menunggu terbukanya lapangan pekerjaan yang dikehendaki. Hal tersebut mengakibatkan tingkat pengangguran semakin tinggi dengan jenjang pendidikan. Jumlah penduduk usia kerja sampai dengan akhir tahun 2004 mencapai juta orang, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 67.7 persen merupakan angkatan kerja yang juga mengalami peningkatan. Namun peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut masih belum diikuti oleh peningkatan kualitas yang tercermin dari masih besarnya proporsi angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar yaitu mencapai 63.5 persen. Survey dari United Nation Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia masih berada pada peringkat 109 dari 147 negara (BI, 2005). Ditinjau berdasarkan lapangan usaha terjadi penurunan jumlah pekerja di sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Meskipun mengalami penurunan, sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar (42.5 persen), disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran (19.6 persen), sektor industri pengolahan (13.7 persen), dan sektor jasa-jasa (11.9 %). Sejalan dengan dominasi sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja, jenis pekerjaan juga didominasi oleh tenaga usaha pertanian (42.1 persen). Disusul tenaga produksi (25.4 persen),

8 19 dan tenaga usaha penjualan (18.4 persen). Jumlah pekerjaan yang berprofesi sebagai tenaga kepemimpinan dan tenaga profesional masih sangat kecil, yaitu masing-masing 0.4 persen dan 3.5 persen dari penduduk yang bekerja (BI, 2005). Meskipun jumlah penduduk yang bekerja tercatat meningkat, jumlah penduduk yang bekerja dengan status formal mengalami penurunan, sedangkan jumlah penduduk yang bekerja dengan status informal mengalami peningkatan. Perkembangan ini mengindikasikan adanya peralihan pekerja dari sektor formal ke sektor informal sehingga pangsa pekerja di sektor formal semakin menurun sebagaimana kecenderungan yang terjadi sejak tahun Penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal bersumber dari penurunan jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, yang merupakan status pekerjaan terbanyak. Di sisi lain, terjadi peningkatan pada jumlah penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh tetap. Perkembangan tersebut mengindikasikan bahwa jumlah unit usaha formal sebenarnya mengalami peningkatan pada tahun 2004 namun secara keseluruhan usaha formal tersebut mempekerjakan lebih sedikit karyawan dibandingkan tahun Sementara itu jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal mengalami peningkayan sebesar 1.6 persen, yang disebabkan oleh terjadinya kenaikan jumlah pekerja bebas dan jumlah orang yang berusaha sendiri tanpa dibantu anggota keluarga atau buruh tetap Pengangguran a. Indonesia Pengangguran tidak hanya menampilkan masalah ekonomi Indonesia, tetapi juga membawa dampak luas di bidang sosial, keamanan dan politik yang

9 20 pada gilirannya menimbulkan gangguan, stabilitas nasional dan akhirnya menjadi ketegangan dalam hubungan antar bangsa-bangsa di kawasan sekitar Indonesia. Melambatnya kegiatan ekonomi 2004 sebagai dampak dari rendahnya investasi, meningkatnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta masih rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja mengakibatkan angka pengangguran diperkirakan semakin meningkat. Jumlah penganggur sampai dengan akhir 2004 mencapai 38.4 juta orang, yang terdiri dari 9.5 juta orang penganggur terbuka dan 28.9 juta orang setengah penganggur. Masih tingginya jumlah penganggur tersebut tidak terlepas dari rendahnya tingkat pertumbuhan yang hanya mampu menyerap penambahan tenaga kerja sebanyak 0.8 juta orang, sementara penambahan angkatan kerja baru periode yang sama mencapai 1.7 juta. Hal ini mengakibatkan tingkat pengangguran terbuka meningkat dari 9.50 persen pada tahun 2003 menjadi 9.86 persen pada tahun Ditinjau dari komposisi tingkat pendidikan, penganggur terbuka didominasi oleh angkatan kerja berpendidikan rendah (tidak berpendidikan hingga berpendidikan SD dan berpendidikan SLTP). b. Indonesia Dibanding Negara Tetangga Diantara beberapa negara yang diamati (Malaysia, Philippina, Thailand dan Korea Selatan), Philippina menduduki peringkat teratas dalam hal tingkat pengangguran. Pengamatan secara data saja memanglah tidak tepat karena konsep dasar tentang penganggur di tiap negara yang diamati tidaklah persis sama. Menurut Brooks (2002), laju kesempatan kerja Philippina tidak mencukupi untuk menurunkan angka pengangguran karena pertumbuhan populasi dan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja yang pesat. Dalam papernya

10 21 Brooks memperlihatkan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja dan penurunan pengangguran Philippina berkorelasi secara positif dengan pertumbuhan GDP dan berkorelasi secara negatif dengan upah minimum riil. Tingkat pengangguran di Malaysia menunjukkan penurunan yang nyata sampai dengan menjelang resesi di akhir tahun Thailand relatif berfluktuasi, sementara Korea Selatan menunjukkan kecenderungan yang relatif stabil. Krisis yang melanda asia telah menyebabkan suatu lompatan terhadap tingkat pengangguran di kelima negara, namun kemudian tingkat pengangguran di Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan relatif cepat kembali menurun. Tidak demikian halnya dengan Indonesia dan Philippina Permasalahan Ketenagakerjaan a. Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu (Mangkuprawira dan Hubeis, 2007). Produktivitas input tenaga kerja (TK) menggambarkan kemampuan individu TK dalam menghasilkan output nasional (produktivitas parsial TK). Gambaran perubahan produktivitas TK Indonesia secara sektoral sangat dipengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi Indonesia. Adanya perubahan kebijakan pembangunan ekonomi yang menitik beratkan pada sektor industri moderen yang padat modal sementara menempatkan sektor pertanian sebagai sektor pendukung sangat mempengaruhi produktivitas TK secara sektoral. Produktivitas sektoral selama periode sebelum dan selama otda diperlihatkan pada Tabel 6.

11 22 Tabel 6. Perkembangan Produktifitas Sektoral di Era Otda Tahun Produktivitas Sektoral Pertumbuhan Produktivitas Sektoral Pertanian Industri Jasa Total Pertanian Industri Jasa Total Rata-rata Sumber: Data sekunder diolah. Tabel 6 memperlihatkan produktivitas rata-rata secara sektoral maupun secara total meningkat setelah memasuki era otda. Produktivitas terendah pada sektor pertanian yang hanya mencapai 1.30 juta rupiah per TK per tahun sebelum otda dan meningkat hanya menjadi 1.32 juta rupiah per TK per tahun pada era otda. Pertumbuhan produktivitas sektoral rata-rata pada era otda meningkat di banding sebelum memasuki era otda. Hasil kajian depnakertrans tentang produktivitas TK sektor pertanian menyimpulkan kecil kemungkinan dapat merealisasikan harapan rencana TK nasional bahwa sektor pertanian menjadi harapan mengurangi jumlah pengangguran. Rata-rata angka produktivitas sektor pertanian paling rendah diantara sektor lainnya di era otda. Beberapa faktor penyebab rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat dianalisa dari segi umur dan tingkat pendidikan TK sektor pertanian. Hasil kajian Managara (2004) menyimpulkan sebaran tenaga kerja pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) berdasarkan kelompok umur memperlihatkan bahwa, sebagian besar berada pada umur tahun (46 persen), kemudian kelompok umur diatas 45 tahun (38 persen), dan kelompok umur kurang dari 25 tahun (16 persen).

12 23 Mengamati komposisi umur tenaga kerja tersebut dikhawatirkan sektor pertanian akan kekurangan TK di masa depan. Sektor pertanian menunjukan tren aging agriculture, yaitu suatu kondisi dimana tenaga kerja yang berada di pertanian adalah tenaga kerja yang berusia lanjut. Dari sisi umur, TK pertanian sampai saat ini masih didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah, yang jumlahnya mencapai 81% dari tenaga kerja pertanian. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan produktivitas dari sisi makro adalah pertumbuhan dalam persediaan modal dan perubahan teknologi. Persediaan modal (stock of capital) adalah jumlah total modal yang tersedia untuk digunakan dalam proses produksi. Adanya peningkatan modal menyebabkan setiap pekerja dapat memproduksi output lebih banyak. Perubahan teknologi menggambarkan perkembangan teknologi baru yang memungkinkan pekerja berproduksi lebih efektif dan menghasilkan output yang lebih berkualitas. Sebagai contoh perkembangan teknologi komputer pada dasarnya membuka peluang bagi pertumbuhan produktivitas. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi diperlukan pekerja yang lebih berkualitas pula. b. Pemogokan Tenaga Kerja Masih banyaknya pengusaha yang belum memenuhi ketentuan UMP dan tuntutan lainnya telah memicu terjadinya kasus pemogokan buruh di Indonesia. Sampai dengan tahun 2004, tercatat 112 kasus pemogokan yang melibatkan pekerja dan menyebabkan jam kerja hilang. Meskipun jumlah kasus pemogokan mengalami peningkatan, dampak pemogokan terhadap penurunan produktivitas mengalami penurunan karena jam kerja yang hilang lebih sedikit dibandingkan pada kasus pemogokan tahun Selain disebabkan oleh

13 24 masalah pemenuhan UMP, beberapa faktor lain pemicu kasus pemogokan adalah katidakpuasan kerja, perlakuan tidak adil, tuntutan perbaikan fasilitas dan tunjangan kerja, permasalahan gender, masalah uang Jamsostek dan penolakan terhadap metode kerja baru yang diterapkan perusahaan. c. Permasalahan TKI Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pada tahun 2004 ditandai dengan diberlakukannya kebijakan baru pemerintah Malaysia yang lebih keras terhadap tenaga kerja ilegal. Hal ini memicu eksodus besar-besaran TKI ilegal di Malaysia untuk kembali ke tanah air. Pemberlakuan kebijakan baru pemerintah Malaysia ini sangat berdampak terhadap TKI Indonesia mengingat negara ini merupakan negara tujuan terbesar bagi TKI. Selain berdampak pada meningkatnya jumlah pencari kerja di tanah air, pemulangan TKI ilegal tersebut diperkirakan mempengaruhi perekonomian desa yang selama ini bergantung pada kiriman uang dari TKI (BI, 2005) Kebijakan Ketenagakerjaan Pemerintah telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam ayat (2) Pasal 27 UUD 1945 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen UUD 1945 tentang ketenagakerjaan juga disebutkan dalam pasal 28d UUD Hal tersebut berimplikasikan pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu perlu perencanaan di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara.

14 25 Pasal 7 UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan pasal 2 serta pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, telah menetapkan kewenangan yang besar di bidang ketenagakerjaan bagi pemerintah, propinsi dan kabupaten/ kota yang meliputi perencanaan sampai pengendalian. Pada era otonomi daerah ini UU No. 13 tahun 2000 tentang ketenagakerjaan telah memberikan landasan yang kuat atas kedudukan dan peranan Perencanaan Tenaga Kerja dan informasi ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 dan pasal 8 yang menggariskan Perencanaan Tenaga Kerja sebagai pedoman penyusunan strategi kebijakan dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. Kebijakan normatif ketenagakerjaan mengkaji hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hubungan ini merupakan suatu sistem sikap dan perilaku yang terbentuk diantara para pelaku proses produksi barang dan jasa, yaitu pekerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Hubungan ini dapat digambarkan dalam bentuk pola kerja sama, konflik dan penyelesaian konflik antara pekerja dan pengusaha. Norma-norma hubungan kerja yang menjadi kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia meliputi kebijakan tentang pengupahan, hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, pengaturan tentang penyelesaian perselisihan termasuk didalamnya pemogokan kerja, pengaturan tentang pemutusan hubungan kerja termasuk didalamnya uang pesangon, pengaturan jam kerja, pengaturan organisasi pekerja termasuk serikat pekerja, jaminan sosial tenaga kerja, pelatihan dan lainlain. Sebagai contoh, keputusan Menteri no. 150 tahun 2000, Undang-undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 dan Undang-undang no. 2 / 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Ketiga kebijakan ini membuat beban

15 26 pengusaha dapat bertambah karena proses pemutusan hubungan kerja (PHK) ditetapkan pengadilan, pesangon berupa uang pisah untuk pengunduran diri dan pelanggaran berat Upah Minimum Kondisi ketenagakerjaan yang ditandai oleh masih tingginya jumlah pengangguran terbuka antara lain menyebabkan melemahnya posisi tawar (bargaining power) pekerja dalam negosiasi upah. Hal ini tercermin dari relatif kecilnya kenaikan UMP yang ditetapkan. Upah minimum di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Secara rata-rata UMP tahun 2004 mencapai Rp per bulan atau meningkat 7.4 persen dibanding tahun Meskipun terjadi peningkatan UMP di tahun 2004, namun peningkatan ini secara riil masih lebih rendah dibandingkan peningkatan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang pada tahun 2004 mencapai sekitar Rp per bulan atau meningkat 8.6 persen dibanding tahun Relatif tingginya indeks harga konsumen menyebabkan terjadinya penurunan daya beli pekerja sebagaimana terlihat dari kenaikan UMP riil yang melambat dari 22.4 persen pada tahun 2003 menjadi 7.3 persen pada tahun Secara sektoral, UMP sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor keuangan menempati urutan teratas. Sementara untuk propinsi, UMP tertinggi ada di beberapa propinsi seperti Kalimantan Tengah, Irian Jaya, Maluku, dan Maluku Utara pada sektor pertambangan.

16 Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang no. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diberlakukan pada bulan April tahun UU ini ditetapkan sebagai dasar hukum baru setelah UU N0. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan UU No. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dianggap sudah tidak sesuai denga kebutuhan masyarakat. UU lama dianggap oleh berbagai pihak terlalu didominasi pemerintah dalam hubungan industrial sehingga tidak sesuai bagi Indonesia yang semakin demokratis dan terdesentralisasi. Disamping itu UU baru ini dilatar belakangi era industrialisasi yang ditandai dengan semakin kompleksnya masalah perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan. Ada banyak kontroversi panjang seputar UU No. 2 tahun 2004 ini. Kedua belah pihak yaitu pihak pengusaha dan pihak buruh sama-sama keberatan dengan argumen yang berbeda. Pihak pengusaha merasa diberatkan dengan berbagai kewajiban seperti pesangon untuk pekerja yang mengundurkan diri, proses PHK, uang pisah, pelanggaran berat, upah buruh mogok yang harus tetap dibayar dan juga dalam hal mempekerjakan tenaga kerja perempuan. Sementara pihak buruh yang diwakili oleh Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB) merasa UU ini tidak berpihak pada buruh dan masih bernuansa legalisasi perbudakan modern. Menurut Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Saepul Tavip (dalam Kompas) ada beberapa alasan yang mendasari KAPB tidak sepakat dengan UU No. 2 tahun 2004, diantaranya secara substansi perlindungan terhadap buruh masih rendah.

17 28 Di satu sisi, kebijakan dibutuhkan sebagai elemen perlindungan bagi pekerja. Namun, di sisi lain kebijakan yang berlebihan dan protektif dapat mengurangi daya serap pasar kerja. Pada akhirnya hal tersebut justru akan berdampak negatif bagi pekerja Kebijakan Penyediaan Lapangan Kerja Pemerintah telah berupaya melakukan penanganan semakin meningkatnya tingkat penganguran. Penanganan dilakukan baik melalui: (i) Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), (ii) program penanggulangan pengangguran akut, (iii) program penanggulangan pengangguran baru dan (iv) program penanggulangan pengangguran marjinal (Depnakertrans dan BPPS, 1999). Namun terkesan upayaupaya tersebut hanya mampu mengalihkan tenaga kerja berlebih ke sektor-sektor padat karya dalam rangka memanfaatkan sumberdaya yang ada. Dengan demikian, kebijakan penyediaan lapangan kerja yang telah diberlakukan hanya bersifat jangka pendek (Hadi, 2002). Disamping itu untuk menciptakan lapangan kerja, yang utama dibutuhkan adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi yang jauh dari target maka adalah tepat jika pemerintah merasa perlu memikirkan strategi pertumbuhan melalui iklim usaha yang kondusif berupa pembenahan peraturan di pasar kerja dan bidang lainnya. Pengalaman masa lalu dimana sejumlah investor asing (PT. Doson dan megaindustri elektronik Sony) menutup usahanya di Indonesia jelas telah berakibat hilangnya sebahagian lapangan pekerjaan.

18 Tinjauan Studi Terdahulu Kesempatan Kerja Lucas (1969), telah menganalisis tentang upah riil, kesempatan kerja, dan inflasi (Lucas dalam Mankiw, 2000). Ia menyimpulkan bahwa keputusan penawaran tenaga kerja sebagai pilihan yang dibuat pekerja antara bekerja atau menganggur. Pekerja mempunyai beberapa pemahaman mengenai upah riil yang akan mereka terima dari bekerja. Mereka kemudian memutuskan apakah akan bekerja atau tidak dengan membandingkan upah riil dengan keuntungan yang didapat dari waktu istirahatnya. Jika upah riil yang diharapkan lebih tinggi dari biasanya pekerja akan mempunyai semangat untuk bekerja. Sebaliknya jika upah lebih kecil dari biasanya pekerja akan memilih untuk menganggur dan menunggu sampai upah riil naik. Da1am pengertian ini, pengangguran diterangkan sebagai pilihan sukarela oleh pekerja yang menunggu naiknya upah riil sampai di atas tingkat normal. Calvo-Armengol dan Jackson (2004) mengembangkan sebuah model datam penelitiannya tentang dampak social net work pada kesempatan kerja dan ketidak adilan. Mereka menyimpulkan bahwa kesempatan kerja secara positif berkaitan dengan waktu dan agen. Mangkuprawira (2000) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di wilayah Jawa (tanpa DKI Jaya) dan Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa kesempatan kerja di setiap sektor umumnya dipengaruhi PDB regional masing-masing sektor. Kesempatan kerja sektor dipengaruhi faktor investasi untuk sektor-sektor jasa perkotaan, pertanian dan jasa pedesaan, sedangkan upah kerja menentukan kesempatan kerja sektor pertanian perkotaan.

19 30 Di beberapa kasus dilaporkan penggunaan mesin industri dan traktor berperan sebagai substitusi tenaga kerja. Sukwika (2003) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di Kabupaten Bogor. Hasil analisis menyimpulkan bahwa kesempatan kerja sektor industri di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh investasi sektor industri, pendapatan regional sektor industri dan jumlah pengangguran. Kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh upah riil sektor pertanian, investasi sektor pertanian dan jumlah pengangguran. Kalangi (2006) dalam penelitian yan berjudul Penaran Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan TK dan Distribusi Pendapatan telah menganalisis efek pengganda dari adanya kegiatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap kesempatan kerja. Penelitian tersebut menyimpulkan perkiraan kesempatan kerja yang dapat diciptakan pada tahun 2007 berkisar antara 1.8 juta sampai4.9 juta orang, atau rata-rata sebesar 2.5 juta orang. Setiap kenaikan satu persen PDB, tambahan kesempatan kerja yan tercipta rata-rata 419 ribu orang Tingkat Pengangguran Samuelson dan Solow (1960), telah menganalisis kebijakan anti inflasi untuk kasus Amerika Serikat (Samuelson dan Solow dalam Mankiw, 2000). Mereka menerangkan bahwa karena upah adalah sebuah komponen utama biaya (sekitar persen untuk sebagian besar negara maju), dan karena biaya tinggi direfleksikan dalam harga yang tinggi, maka tingkat inflasi seharusnya berhubungan secara terbalik dengan tingkat pengangguran. Semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin rendah tingkat pengangguran dan semakin rendah

20 31 tingkat inflasi maka semakin tinggi tingkat penganggurannya. Penelitian tersebut telah mengembangkan hubungan kurva Phillips yang kita kenal dewasa ini. Brooks (2002) telah menganalisis secara detail tentang mengapa tingkat pengangguran Philippina relatif tinggi dibandingkan dengan beberapa negara asia lain (Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia). Ia juga telah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan upah nominal di Philippina. Hasil analisis Brooks menunjukkan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja dan pengangguran berkaitan erat dengan GDP rill. Peningkatan 10 persen GDP riil akan meningkatlkan total kesempatan kerja sebesar 7-9 persen. Hubungan yang sama juga ditunjukkan pada sektor pertanian, industri, dan jasa. Tingkat pengangguran berhubungan secara negatif dengan pertumbuhan GDP. Hubungan antara kesempatan kerja dan upah minimum menunjukkan korelasi yang relatif rendah. Peningkatan upah minimum 10 persen akan menyebabkan penurunan agregat kesempatan kerja sebesar 5-6 persen. Analisis berdasarkan sektor menunjukkan bahwa sektor pertanian kurang sensitif dan sektor jasa lebih sensitif terhadap upah minimum dibandingkan dengan kesempatan kerja di sektor industri. Tingkat pengangguran juga berkorelasi positif dengan peningkatan upah minimum riil. Sukwika (2003) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor. Hasil analisis menyimpulkan peningkatan jumlah pengangguran dipengaruhi oleh peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan kesempatan kerja. Erisman (2003) dalam penelitian yang berjudul Analisis Ekonomi Pasar TK di Wilayah DKI Jakarta, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

21 32 jumlah pengangguran di DKI Jakarta. Hasil penelitian menyimpulkan faktor yang paling berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pengangguran di Wilayah DKI Jakarta adalah peningkatan jumlah penduduk Kebijakan Ketenagakerjaan Pada dasarnya, kajian mengenai kebijakan ketenajakerjaan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi normatif dan sisi penyediaan lapangan kerja. Dari berbagai aspek normatif kebijakan ketenagakerjaan ini, upah minimum lebih banyak mendapat perhatian para peneliti sebelumnya. Kajian-kajian tersebut meliputi kajian dari sisi dampak upah minimum secara agregrat maupun secara individu. Hasil penelitian Syafrida (1999) selama periode menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum berpengaruh nyata terhadap penawaran tenaga kerja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa di antara sektor pertanian, industri dan jasa, peningkatan upah minimum berpengaruh cukup besar terhadap permintaan tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa. Hasil survey yang dilakukan oleh Tim Peneliti Semeru terhadap 200 pekerja di lebih dari 40 perusahaan di wilayah Jabotabek dan Bandung menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum mempunyai pengaruh yang tidak sama terhadap semua jenis pekerja. Pengaruh negatif terutama terjadi pada tenaga kerja dengan tingkat upah yang rendah dan pada mereka yang rentan terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja, misalnya tenaga kerja perempuan, pekerja muda usia, pekerja dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerja kasar. Hadi (2002), dalam studinya yang berjudul Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Keragaan Pasar Kerja dan Migrasi pada periode Krisis dan Sebelum Krisis, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja

22 33 sektoral, pengangguran dan upah riil sektoral pada periode krisis dan sebelum krisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika dan data seluruh propinsi di Indonesia kecuali DKI dari tahun Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: (i) jumlah penciptaan kesempatan kerja khususnya sektor industri lebih besar pada periode sebelum krisis ekonomi dibandingkan periode krisis ekonomi tetapi sebaliknya untuk sektor pertanian dan jasa, (ii) jumlah pengangguran lebih responsif terhadap kesempatan kerja dan (iii) upah riil sektoral lebih responsif terhadap upah minimum regional sektoral dan kebutuhan hidup minimum dibandingkan faktor tingkat inflasi. Suryahadi dkk (2003) memperlihatkan peningkatan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sekfor formal perkotaan. Penerapan kebijakan tersebut hanya menguntungkan kelompok pekerja kerah putih. Penelitian yang menggunakan data Survei Tenaga Kerja Nasional Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 1988 hingga tahun 2000 ini memperlihatkan bahwa untuk semua pekerja secara umum, perkiraan elastisitas penyediaan lapangan kerja total terhadap upah minimum adalah minus 0.1. Dari semua kelompok pekerja yang mengalami dampak negatif terbesar dari kebijakan upah minimum yang dijalankan pemerintah saat ini adalah kelompok perempuan pekerja, pekerja usia muda, dan pekerja kurang terdidik. Besaran elastisitas penyediaan lapangan kerja total terhadap upah minimum untuk kelompok pekerja perempuan dan pekerja usia muda adalah minus Adapun besaran elastisitas untuh pekerja yang kurang terdidik adalah sebesar minus Satu-satunya yang diuntungkan dari kebijakan upah minimum adalah kelompok pekerja kerah putih yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas penyediaan lapangan kerja terhadap

23 34 upah minimum sebesar positif 1 persen. Penelitian ini meyimpulkan, penerapan upah minimum menyebabkan terjadinya substitusi pekerjaan yang berbeda. Ketika upah minimum meningkat, perusahaan mengganti pekerja mereka dengan pekerja kerah putih yang lebih terdidik dengan investasi untuk proses produksi yang lebih padat modal dan dengan keterampilan lebih tinggi. Card dan Krueger (1994) melakukan survey dampak peningkatan upah minimum pada 410 restoran siap saji di New Jersey dan Pensylvania berkaitan dengan peningkatan upah minimum di New Jersey dari $ 4.25 menjadi $ 5.0l per jam. Mereka juga melakukan studi perbandingan kesempatan kerja, upah dan harga pada sampel restoran sebelum dan sesudah terjadinya peningkatan upah minimum. Mereka menyimpulkan bahwa peningkatan upah minimum di New Jersey tidak menurunkan kesempatan kerja pada restoran siap saji. Kesimpulan ini tentunya berlawanan dengan model-model upah minimum secara teoritis. Kesimpulan penelitian tersebut banyak menimbulkan reaksi dari penelitipeneliti lain. Sebagai contoh Kennan (1995) melakukan penelitian pada restoran siap saji yang serupa (Burger King, Wendy s dan KFC) di negara bagian ini untuk waktu yang berbeda (Card dan Krueger awal Maret sedangkan Kennan pada bulan Nopember dan Desember). Penelitian Kennan menyimpulkan bahwa kenaikan upah minimum menurunkan kesempatan kerja. Hasil kajian Neumark dan Waschr (2000) dan Levin-Waldman, Oren M (2002) juga menghasilkan kesimpulan yang sama dengan Kennan dan mereka berpendapat bahwa metode yang digunakan dalam penelitian Card dan Krueger tidak mengeksplorasi konsekuensi kenaikan upah minimum terhadap pasar-pasar yang terkait.

24 35 Zavodny (2000) melakukan kajian tentang dampak upah minimum terhadap kesempatan kerja dan jam kerja dengan menggunakan data negara bagian dan individual panel data di Amerika serikat. Rata-rata data tahunan negara bagian digunakan untuk mengetahui efek upah minimum pada keseluruhan kesempatan kerja dan rata-rata jam kerja per minggu para pekerja muda. Data individu digunakan untuk mengetahui apakah pekerja muda kehilangan jam kerja dengan upah yang tinggi sejalan dengan peningkatan upah minimum. Ia menyimpulkan bahwa : (a) pada level negara bagian, peningkatan upah minimum dapat menurunkan kesempatan kerja tetapi tidak menurunkan jam kerja, sedangkan (b) pada level individu, tidak menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum memberi dampak negatif pada jam kerja. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengkaji secara eksplisit bagaimana pengaruh shock di pasar tenaga kerja akibat penerapan kebijakan ketenagakerjaan terhadap tingkat pengangguran dan transmisinya pada keseimbangan ekonomi makro pada era otonomi daerah berdasarkan disagregrasi yang lebih detail dalam rangka lebih menggambarkan kondisi nyata perilaku pasar tenaga kerja di Indonesia.

25 36 Tabel 7. Studi Terdahulu Kesempatan Kerja dan Tingkat Pengangguran No. Studi Empiris Model Kekhususan Studi 1. Dalam Negeri Safrida (1999) Makroekonomi Dampak kebijakan makroekonomi terhadap perilaku pasar kerja dan indikator makroekonomi Indonesia. 2. Erisman (2003) Pasar Tenaga Kerja Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pasar kerja dan terjadinya pengangguran di DKI Jakarta. 3. Hadi (2002) Pasar Kerja dan Migrasi Dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan pasar kerja dan migrasi pada periode krisis da sebelum krisis ekonomi di Indonesia. 4. Kalangi (2006) Input-Output Menganalisis efek pengganda dari adanya kegiatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap kesempatan kerja 5. Mangkuprawira (2000) Perilaku Pasar kerja Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah angkatan kerja, kesempatan kerja, upah riil dan produktivitas kerja di wilayah Jawa dan Bali. 6. Sukwika (2003) Pasar Tenaga Kerja dan Migrasi Menganalisis keterkaitan pasar TK dan migrasi di kabupaten Bogor meliputi angkatan kerja, kesempatan kerja, pengangguran dan upah terhadap perubahan struktur dan pengembangan wilayah. 7. Suryahadi (2003) Distribusi Upah dan penyerapan Tenaga Kerja Survey dampak peningkatan upah minimum terhadap penyerapan TK di sektor formal perkotaan (Jabotabek dan Bandung). Luar Negeri 8. Card dan Krueger (1994) Upah minimum Survey (awal maret) dampak peningkatan upah minimum thd pekerja di restoran siap saji di New Jersey dan Pensylvania. 9. Kennan (1985) Upah minimum Survey (Nov dan Des) dampak peningkatan upah minimum thd pekerja di restoran siap saji di New Jersey dan Pensylvania. 10. Neumark dan Waschr (2000) Upah minimum Survey dampak peningkatan upah minimum thd pekerja di restoran siap saji di New Jersey dan Pensylvania. 11. Zavodny (2000) Upah minimum Dampak upah minimum terhadap kesempatan kerja di AS (data negara bagian dan panel individu). 12. Levin-Waldman Oren M (2002) Struktur Upah Regional Pengaruh upah minimum thd struktur upah regional di AS.

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia

Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Ringkasan Eksekutif Laporan Penelitian Tim Peneliti SMERU Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan dari Lembaga Penelitian SMERU,

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap kali perekonomian suatu negara mengalami guncangan (shock), masyarakat langsung terkena imbasnya. Biasanya harga-harga kebutuhan pokok yang mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 4.1 Umum Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*)

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*) PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA Oleh: Iwan Setiawan*) ABSTRAKS Indonesia sedang dihadapkan pada masalah ketenagakerjaan yang cukup kompleks. Permasalahan tersebut, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi suatu Negara secara umum beroreintasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi wilayah atau regional merupakan salah satu bagian penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini mengingat bahwa upah merupakan komponen

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang sangat besar, hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang menduduki peringkat ke empat di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA 63 V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA Bab berikut membahas struktur pasar tenaga kerja yang ada di Indonesia. Tampak bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia terserap di sektor jasa. Sektor jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi, seringkali dikaitkan tidak hanya sebagai penciri tingkat pendapatan yang lebih tinggi bagi suatu perekonomian atau mekanisme yang berkelanjutan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Junaidi, Junaidi; Z,Zulfanetti; Hardiani, Hardiani ABSTRAK Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi ketenaga kerjaan di Provinsi Jambi yang mencakup

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market atau yang lazim disebut pasar modal didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha meningkatan taraf hidup masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata yang diukur melalui tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci