Kesetaraan Mendapatkan Peluang Dan Akses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kesetaraan Mendapatkan Peluang Dan Akses"

Transkripsi

1 4. AGENDA 4.1. PENGANTAR: DASAR-DASAR DAN PROPOSISI Orientasi kebijakan dan pembangunan perumahan dan permukiman (PP) selama ini adalah pada pasokan perumahan baru dan perbaikan lingkungan permukiman serta penyediaan pra-sarana dasar pada lingkungan permukiman secara selektif. Dalam hal penyediaan/pasokan perumahan baru yang secara resminya ditujukan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak tepat sasaran kesempatan yang luas diberikan terhadap sektor swasta untuk terlibat di dalam pembangunan perumahan. Di dalam pembangunan perumahan baru ini, mekanisme pasar mendapatkan perannya yang besar untuk proses pengadaannya walaupun terdapat upaya-upaya yang terfragmentasi untuk melakukan pendekatan lain di dalam pembangunan perumahan. Proses pembangunan PP di Indonesia tersebut ternyata mengandung sejumlah kelemahan. Beberapa faktor yang merupakan kelemahan yang melekat pada sektor pemerintah dan masyarakat serta tidak leluasanya sektor swasta di dalam pembangunan PP selama ini telah menyebabkan tiga masalah besar di dalam pembangunan PP (terutama di daerah-daerah perkotaan utama): tanah dan tata-ruang, dikotomi dan konflik, serta ketidakadilan. Orientasi kebijakan tersebut juga telah menyebabkan terabaikannya aspek dan isu-isu lain yang penting di dalam perkembangan PP. Sementara itu dikaitkan dengan desentralisasi pembangunan di Indonesia dan globalisasi yang ada di depan mata, pertanyaan yang muncul adalah sejauh apa orientasi kebijakan dan perkembangan tersebut di atas dapat dianggap cukup antisipatif dan responsif terhadap permasalahan yang berkembang dan perubahan yang sedang atau akan berjalan dengan berbagai implikasinya. Diperlukan suatu pengembangan kepranataan perumahan dan permukiman secara luas, yang dapat memunculkan norma-norma kehidupan perkotaan dan perdesaan yang menunjang kehidupan yang beraneka dan berorientasi pada kepentingan masyarakat dan publik. Selain itu, diperlukan suatu cara pandang baru di dalam melihat permasalahan pembangunan PP karena ini menjadi dasar bagi apa yang harus dilakukan di masa mendatang. Berikut ini adalah tiga proposisi yang menjadi dasar perumusan agenda pembangunan perumahan dan permukiman di masa depan, dimana di dalamnya termasuk aspek penciptaan good governance sebagai bagian daripadanya Kesetaraan Mendapatkan Peluang Dan Akses Salah satu masalah di dalam perkembangan dan pembangunan PP selama ini adalah ketidakadilan, konflik dan marjinalisasi/ pengucilan yang dirasakan Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 1

2 kelompok bahkan sebagian besar masyarakat yang rentan dan kurang berdaya. Keadaan ini pada hakekatnya terjadi akibat praktek ketidakadilan, pengucilan dan diskriminasi (dilakukan sengaja maupun tidak sengaja) politik, ekonomi dan spasial terhadap kelompok masyarakat yang kurang berdaya tersebut oleh kekuatan-kekuatan hegemonik. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memberdayakan kelompok masyarakat tersebut dengan mengembangkan proses-proses dan mekanisme yang bersifat adil dan setara untuk mendapatkan berbagai peluang dan akses di dalam pembangunan dan perkembangan PP, dan diberikannya hakhak yang setara untuk mendapatkannya. Tetapi upaya-upaya ini tidak akan menjadi kenyataan praxis tanpa adanya pemberdayaan politik dan dibuatnya bingkai good governance untuk menopang tercapainya upaya-upaya tersebut. Tidak terlepas dari tujuan-tujuan kesetaraan dan keadilan ini adalah menghilangkan ketidakadilan di dalam aspek tata-ruang sebagai sumber permasalahan-permasalahan lingkungan, yang terjadi akibat praktek hegemoni global dari sektor ekonomi. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai terbentuknya iklim kesetaraan dan keadilan di dalam mendapatkan akses dan peluang di dalam pembangunan dan perkembangan perumahan dan permukiman adalah: Penciptaan kesetaraan di dalam mendapatkan: (a) hak dan akses atas tanah dan permukiman; (b) hak atas pelayanan permukiman; (c) hak dan akses atas informasi dan transparansi pelayanan permukiman; (d) hak perlindungan hukum atas masalah permukiman; (e) hak meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah atas masalah permukiman; (f) hak pekerja industri atas perumahan dan pelayanan perumahan; (g) hak partisipasi masyarakat atas proses produksi dan pemeliharaan permukiman. Good go vernance untuk aspek kesetaraan dan keadilan: (a) Adanya konsensus antara warga/masyarakat, pembangun (swasta dan pemerintah), pemerintah sebagai pengatur dan kekuatan kekuatan sosial dan politik lokal dalam hal: pembangunan, penghunian dan pemeliharaan permukiman; dan (b) Adanya keterbukaan (transparansi), efektifitas dan efisiensi, serta akuntabilitas lembaga-lembaga pemerintah sektor permukiman Keseimbangan Pertumbuhan Makro Dan Mikro Migrasi menunjukkan adanya perbedaan atau kesenjangan peluang antar tempat, atau kesenjangan. Jika pertumbuhan dan pertambahan penduduk ingin Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 2

3 diseimbangkan di antara berbagai jenis permukiman dan daerah serta pulau, maka yang perlu dilakukan adalah menciptakan kondisi agar semua tempat sama baiknya dalam memberikan peluang kepada penduduknya untuk hidup sejahtera. Selain daripada itu, pengadaan (dan pengendalian) ruang usaha bagi sektor informal merupakan tantangan besar bagi daerah perkotaan kita, sama halnya dengan pengadaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Hal yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tata-ruang dan sekaligus mencapai keadilan di dalamnya adalah menciptakan keadilan tata ruang melalui: (a) Penguatan ruang lokal, di mana masyarakat lokal memiliki identitas teritorial dan eksistensi dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya; dan: (b) Adanya akuntabiuitas penataan ruang, melalui rujukan-rujukan tata ruang yang terbuka atau transparan Reorientasi Pembangunan Dan Perkembangan Permukiman Pengadaan perumahan harus dapat menjawab tumbuhnya permintaan atau tuntutan yang semakin beraneka ragam; tidak hanya terbatas pada menjawab menurut kebutuhan kategori kelompok pendapatan. Perumahan baru bagi masyarakat berpendapatan rendah semestinya tidak dipumpunkan kepada tipe kecil, melainkan kepada upaya agar kebutuhan ruang kelompok ini dapat terpenuhi. Artinya, pembangunan permukiman harus memacu efisiensi agar diperoleh keadaan permukiman yang lebih sesuai dengan kebutuhan ruang dengan harga yang terjangkau. Selama ini murah selalu diartikan kecil dan sederhana. Untuk menjaga kualitas lingkungan seperti ini, jelas sumber daya kota yang diperlukan, seperti air, harus dikonsentrasikan pada kawasan ini. Hal ini antara lain dapat mempersempit jurang (gap) antara permukiman mewah dengan perkampungan yang umumnya berada saling berdekatan. Selain itu, pembangunan sangat terpumpun pada pemilikan rumah, padahal apabila melihat pada mobilitas (sosial maupun fisik) penduduk perkotaan yang ada sekarang, terdapat gejala kuat akan kebutuhan rumah bukan milik. Kepranataan yang ada juga tidak secara signifikan mengakomodasi kebutuhan perkembangan lingkungan permukiman yang ada (the existing stock) sebagai potensi penting bagi pemenuhan kebutuhan perumahan dan sarana bagi proses transformasi sosial maupun rumah-rumah individual. Sejak program pengadaan perumahan pertama kali diadakan, masalah utama yang belum terselesaikan hingga saat ini adalah belum terpenuhinya kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat dalam arti luas, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Kelayakan tampaknya perlu pula dipahami dengan cara pandang lain, yaitu bukan secara teknis rational Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 3

4 melainkan dengan memahami kehidupan atau sifat sosio-ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, berikut ini adalah agenda perumahan dan permukiman yang perlu dipertimbangkan pelaksanaannya di kemudian hari. Uraian tentang Agenda Perumahan dan Permukiman ini dimulai dengan penyampaian tentang visi dan misi yang perlu dimiliki oleh perumahan dan permukiman di Indonesia mendatang. Atas dasar ini kemudian diuraikan tujuan dan Agenda Jangka Panjang pembangunan dan perkembangan perumahan dan permukiman, yang pada intinya adalah perumusan dan pengembangan (kembali) kepranataannya yang beralih dari memfasilitasi pasar ke melayani masyarakat banyak dan bersifat partisipatif. Agenda Tahun kemudian diturunkan dari Agenda Jangka Panjang ini, dengan menekankan pada bagian-bagian yang dianggap strategis atau menjadi pra-kondisi bagi pelaksanaan Agenda Jangka Panjang tersebut yang diperkirakan dapat dilaksanakan dalam lima tahun mendatang ini TUJUAN UTAMA/JANGKA PANJANG PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Atas dasar-dasar dan proposisi di atas, maka dapat dirumuskan tujuan utama atau jangka panjang pengembangan permukiman sebagai berikut: (1) Pembangunan suatu kepranataan pembangunan dan perkembangan PP yang partisipatif, transparan dan dapat dlipertanggungjawabkan (accountable), yang memiliki penekanan pada: a) pengadaan dan perkembangan PP bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau under-served, dan b) pengendalian pembangunan dan perkembangan PP untuk mencegah monopoli oleh mekanisme pasar di dalam prosesnya dan untuk mencegah tidak terintegrasinya pembangunan dan perkembangan PP dengan pembangunan tata ruang. (2) Pengembangan suatu proses pembangunan dan perkembangan PP yang: a) dapat memberdayakan seluruh kelompok masyarakat (dalam hal gender, usia dan lain-lain pengelompokan), khususnya yang selama ini terpinggirkan; b) efisien, adil dan efektif dalam pengalokasian sumber-sumber daya ruang, keuangan, infrastruktur dan lain-lain input PP; dan c) menghasilkan perkembangan PP yang terintegrasi secara ruang, lingkungan, sosial dan infrastruktur. (3) Meningkatkan peran dan tanggung-jawab Pemerintah Daerah dan mengembangkan kemampuannya di dalam pengelolaan pembangunan dan perkembangan PP. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 4

5 4.3. AGENDA Agenda Sektor Permukiman ini pada hakekatnya dirumuskan atas dasar komitmen kepada keberlanjutan pembangunan manusia. Dengan perkataan lain, pumpunan utama dari Agenda 21 ini adalah manusia. Hal ini perlu menjadi tekanan, mengingat pengabaian terhadap manusia dalam konteks pembangunan permukiman, ternyata telah membawa arah yang justeru tidak diharapkan oleh pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, reorientasi kebijakan pembangunan permukiman yang selama ini cenderung memperkuat sektor penyedia tertentu (yaitu pengembang) dan kelompok masyarakat tertentu, sangat diperlukan. Kebijakan pembangunan permukiman perlu direorientasikan lebih eksplisit kepada manusia-manusia yang membutuhkannya, termasuk di antaranya perempuan, orang tua, kaum disabled, anak-anak terlantar, tuna wisma, korban bencana alam dan kerusuhan, kelompok miskin dan berpenghasilan rendah, para pengungsi, dan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung lainnya. Namun demikian sangat disadari bahwa reorientasi kebijakan pembangunan permukiman yang diarahkan kepada manusia yang membutuhkan tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak ada dukungan politik berupa good governance. Dengan demikian, good governance diperlukan sebagai bingkai politik bagi terlaksananya kebijakan pembangunan permukiman untuk manusia dengan baik. Dua agenda utama dari Agenda 21 Sektor Permukiman ini (1) Pengembangan Kepranataan Permukiman, dan (2) Program Aksi, pada hakekatnya merupakan turunan dari arah baru kebijakan pembangunan permukiman yang memberi tekanan pada tema manusia dengan bingkai penguat good governance Pengembangan Institusi (Kepranataan) Permukiman (1) Mengembangkan kepranataan dan instrumen pembangunan dan perkembangan permukiman bagi masyarakat banyak sebagai berikut: a) Memperkuat dan mengembangkan upaya-upaya bagi penyediaan fasilitas permukiman bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung: kelompok miskin dan berpenghasilan rendah, perempuan, anak-anak terlantar, orang tua, para pengungsi, korban bencana alam dan kerusuhan, tuna wisma, serta kaum disabled. b) Memperkuat upaya-upaya lokal dalam pengadaan perumahan masyarakat lokal yang berbasis pada nilai-nilai sosial budaya lokal, seperti misalnya dalam kasus-kasus magersari, ngindung, dam sejenisnya. Perkuatan ini dilakukan dengan pengakuan keberadaan praktek-praktek/kasus-kasus demikian di dalam perencanaan perumahan maupun tata ruang yang Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 5

6 bersifat lebih makro, serta diadakannya sistem insentif bagi upaya-upaya lokal ini untuk mendukung praktek-praktek seperti ini. c) Memberikan insentif kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki inisiatif untuk menyelesaikan permasalahan perumahannya sendiri. Dalam kaitan ini, insentif diberikan pada kelompok-kelompok yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan perumahannya sendiri, dan insentif diberikan baik untuk pembangunan baru maupun pengembangan permukiman yang ada. Insentif yang perlu diberikan adalah di dalam bentuk perijinan, pembiayaan, penguasaan tanah dan lain-lain. Secara kelembagaan, maka perlu dibangun sistem insentif yang melekat pada ketentuan-ketentuan dan mekanisme pembiayaan (subsidi) perumahan/ permukiman dan yang melekat pada ketentuan-ketentuan dan mekanisme penataan dan pengendalian ruang. Sedangkan kemampuan kelompok-kelompok tersebut dapat dibangun dengan dilibatkannya fungsi keperantaraan yang antara lain sekarang telah clikembangkan dalam bentuk profesi Konsultan Pembangunan. d) Melindungi masyarakat banyak dari praktek-praktek spekulasi dan monopoli penguasaan tanah agar tanah dapat lebih mudah tersedia untuk pembangunan perumahan yang membutuhkannya, terutama bagi mereka yang tergolong rentan terhadap gejolak harga tanah. Beberapa aspek pengembangan kepranataan yang perlu dilakukan untuk maksud ini adalah: Reposisi kedudukan para pelaku pembangunan perumahan dan permukiman. Dalam hal ini, perhatian perlu ditujukan pada hal-hal berikut: - Pengembangan prinsip dan mekanisme bahwa pengembang di kemudian hari tidak dibenarkan untuk menguasai tanah. Hal ini berarti perlunya pelaksanaan secara konsisten konsep KASIBA dan LISIBA seperti yang telah ditetapkan dan pelibatan para pemilik tanah bila daerahnya akan dibangun lingkungan perumahan; - Penyusunan ketentuan bahwa pengembang nantinya lebih berfungsi sebagai pembangun kawasan perumahan. Di samping hal ini, dapat dikembangkan kemungkinan fungsi pengembang (termasuk koperasi atau asosiasi-asosiasi permukiman) untuk juga memberikan bantuan teknik pada kelompok-kelompok masyarakat yang ingin membangun perumahan kelompoknya tentang pengembangan kawasan perumahan dan untuk menjadi mediator di dalam mencari investor pengembangan kawasan. - Dalam kaitan dengan butir di atas, perlu dibuat pengaturan mengenai kualifikasi dan kemampuan pengembang untuk dapat berpartisipasi dalam jenis-jenis maupun tahapan-tahapan pembangunan perumahan dan permukiman. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 6

7 - Penyusunan ketentuan maupun metoda-metoda pembangunan areal perumahan yang lebih menghormati pemilik tanah. Pengembangan sistem pencadangan tanah oleh pemerintah untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat banyak, terutama mereka yang rentan terhadap gejolak harga tanah dan memiliki kelemahan untuk terlibat dalam pasar. Pengembangan ketentuan-ketentuan tentang penguasaan minimal tanah perkotaan, dis-insentif bagi spekulasi tanah dan insentif bagi pemilik tanah yang mau memfungsikan tanahnya untuk kepentingan publik (termasuk untuk perumahan masyarakat rentan terhadap pasar). Pengembangan sistem pengelolaan tanah (land managemeni) dan teknik-teknik yang berhubungan dengan perolehan tanah yang mendukung pengadaan tanah untuk pembangunan perumahan. e) Mengembangkan sistem pendukung yang memfasilitasi pembangunan/produksi maupun pengembangan rumah individual. Sistem ini nantinya akan memudahkan dan mendorong indlividu maupun keluarga untuk membangun atau mengembangkan huniannya karena adanya pelayanan registrasi/ administrasi tanah yang mudah dan murah, mekanisme pembiayaan pembangunan atau pengembangan untuk rumah individu/tunggal, pelayanan konsultasi teknik konstruksi pembangunan rumah, dan mekanisme perijinan yang sederhana dan murah. (2) Membangun kesatuan sistem perencanaan dan sistem pembangunan (implementasi rencana) tata ruang (yang pada hakekatnya sekarang belum ada) yang partisipatif dan memberdayakan masyarakat maupun Pemerintah Daerah. Dalam jangka panjang, mekanisme ini perlu memiliki kekuatan hukum yang pasti berupa UU yang memiliki artikulasi. Dalam kaitan ini, peraturan-perundangan yang berhubungan dengan pembangunan tata ruang yang ada, seperti UU Perumahan dan Permukiman, UU Tata Ruang dan peraturan pemerintah lain turunannya, perlu dikaji ulang. Langkah-langkah utama yang perlu dilakukan untuk menuju ini adalah: a) Membangun sistem perencanaan tata ruang yang partisipatif (SPTRP) di daerah-daerah; meredefinisikan fungsi/sistem perencanaan tata ruang pada tingkat nasional, dan merumuskan keterkaitan di antara sistem/fungsi di daerah dan di pusat. Membangun kapasitas daerah dalam perencanaan tata ruang yang bersifat alternatif, yaitu melalui pelatihan, diseminasi dan alokasialokasi kesempatan untuk pendidikan dan pemagangan. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 7

8 Mengembangkan SPTRP pada tingkat daerah melalui suatu proyek percontohan ( pilot project ) yang dievaluasi dan dikembangkan terusmenerus sebelum dibakukan: - Memasukkan (incorporate) dan mengembangkan prosedur/proses public review, objection, dan public decision dalam proses/mekanisme perencanaan tata ruang partisipatif. - Mengembangkan sistem yang mendukung fungsi-fungsi keperantaraan di dalam perencanaan tata ruang untuk memberdayakan kelompok-kelompok yang kurang mampu mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhannya. - Merumuskan/menyusun sistem informasi perencanaan sebagai sistem pendukung bagi proses/mekanisme perencanaan tata ruang partisipatif. - Mengembangkan sistem kesepakatan rencana tata ruang yang memiliki kekuatan hukum. b) Mengembangkan sistem pembiayaan pelaksanaan rencana kota yang mengatur perimbangan kewajiban pembiayaan dari unsur-unsur pemerintah pusat, daerah, swasta dan masyarakat, apabila rencana itu akan diwujudkan. Dalam kaitan ini, yang paling utama, haruslah dijelaskan pembedaan kewajiban antara sektor publik (pusat maupun daerah) dan sektor masyarakat/swasta di dalam pembangunan pra-sarana dan sarana serta komponen-komponennya yang dibangun, serta untuk tahap operasinya. c) Mengembangkan metoda-metoda pembangunan ruang kota, prasarana dan sarananya yang terutama ditujukan bagi implementasi rencana dan pengendalian perkembangan tata ruang. d) Mengembangkan ketentuan-ketentuan tentang pembangunan ruang kota dengan tujuan untuk pengendalian perkembangan ruang kota. Namun demikian, ketentuan-ketentuan ini sendiri harus bersifat positif (bukan aturan-aturan yang bersifat negatif), fleksibel dan responsif terhadap karakteristik yang bersifat lokal. e) Mengembangkan pembentukan perusahaan-perusahaan publik di daerah untuk pembangunan perumahan dan kota dengan tujuan terutama untuk menjadi agen utama yang mendorong implementasi rencana dan pengendalian perkembangan tata ruang, walaupun pelaku implementasi yang lebih signifikan tetap merupakan sektor masyarakat dan swasta. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 8

9 f) Mengadakan sistem yang memperkuat kelompok masyarakat (pokmas) yang memiliki kepedulian terhadap tata ruang. Yang dimaksud dengan kepedulian di sini adalah adanya perhatian terhadap permasalahanpermasalahan tata ruang mulai dari skala nasional, regional, kawasan, sampai lokal. Sistem ini nantinya ditujukan untuk memungkinkan pokmaspokmas tersebut memiliki fungsi efektif untuk membantu pemantauan perkembangan tata ruang dalam rangka pengendaliannya. g) Mengembangkan Sistem Peradilan Tata Ruang untuk memberikan fungsi arbitrase dan fungsi litigasi bagi persoalan-persoalan dan/atau pelanggaran yang berhubungan dengan perkembangan tata ruang oleh pelaku pelaku/petaruh pembangunannya. Jika melihat pada apa yang disampaikan di atas, maka apa yang harus dibangun adalah suatu kepranataan perencanaan dan pembangunan tata ruang yang bersifat menyeluruh. Walaupun perumahan dan permukiman merupakan suatu unsur dari perkembangan tata ruang, keberadaan pranata yang bersifat menyeluruh ini merupakan keniscayaan apabila pembangunan perumahan/ permukiman, baik secara tata ruang maupun aspek lainya yang menyertai, ingin diperbaiki. Walaupun demikian, efektifitas kepranataan ini tidak akan terjadi begitu saja setelah secara formal kepranataan tersebut terbentuk. Efektifitas kepranataan ini sangat tergantung pada kualitas sumberdaya manusia yang menjalankannya dan kekuatan legal dari unsur-unsur kepranataan tersebut untuk memberikan kepastian terhadap keputusan yang diambil. Oleh karena itu, pembangunan kepranataan tersebut merupakan suatu proses jangka panjang, dan kekuatan legal tersebut dapat diperoleh apabila keberadaan kepranaataan tersebut beserta kegiatannya berada di bawah lindungan undang-undang. (3) Membangun mekanisme perencanaan dan pembangunan perumahan yang terintegrasi dengan mekanisme perencanaan dan pembangunan tata ruang. Yang perlu dilakukan adalah: a) Perencanaan pembangunan perumahan dilekatkan dengan perencanaan pembangunan jaringan dan sistem pelayanan transportasi maupun pusatpusat pertumbuhan. Dalam hal ini, maka fungsi perencanaan pembangunan perumahan harus memiliki kaitan yang erat dengan fungsi perencanaan tata ruang. b) Mendudukkan pembangunan perumahan sebagai bagian dari pembangunan prasanana. Dengan perkataan lain, pembangunan prasarana merupakan mainstream bagi pembangunan perumahan. Yang dimaksud dengan prasarana sebagai mainstream disini adalah bahwa pembangunan perumahan hanya akan dilakukan apabila pembangunan prasarana, pada Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 9

10 tingkat lokal maupun lebih makro, yang terkait dengannya telah diputuskan. c) Sosialisasi rencana-rencana tata ruang yang memiliki relevansi dengan perkembangan yang ada dan telah memiliki kekuatan hukum kepada masyarakat luas, baik melalui dokumen cetak, media massa maupun dalam bentuk pampangan di segala sudut ruang perkotaan yang strategis. (4) Mengembangkan sistem pelatihan untuk mensosialisasikan pendekatan-pendekatan alternatif dan meningkatkan kemampuan profesional di bidang perumahan bagi personil pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pelaku pembangunan perumahan dan permukiman lainya (stakeholder), seperti LSM, konsultan, organisasi kemasyarakatan, pengembang, dan lain-lain. (5) Mengembangkan fungsi/sistem informasi dan diseminasi mengenai Hidup Bermukim Yang Baik bagi masyarakat di dalam pemerintahan daerah. Hidup Bermukim Yang Baik merupakan suatu tema yang berhubungan dengan bagaimana warga mengerti kewajiban dan hak-haknya di dalam bermukim, berperilaku dan melakukan kegiatannya, baik sebagai tetangga, sebagai warga suatu lingkungan permukiman, sebagai warga kota, maupun sebagai warga negara. Pengetahuan dan kesadaran tentang hal ini di antara warga suatu lingkungan permukiman antara lain dapat diwujudkan apabila ada proses sosialisasi melalui mekanisme komunikasi yang tepat dalam suatu sistem informasi yang efektif. Pemerintah daerah sebenarnya memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan sosialisasi ini secara berkesinambungan. Dalam kaitan ini perlu dilakukan: - memasukkan Konsep Bermukim Yang Baik ke dalam muatan lokal kurikulum Sekolah Dasar dan Lanjutan; - memberikan insentif bagi unit-unit permukiman yang menunjukkan prestasi Hidup Bermukim Yang Baik ; - identifikasi tentang unsur di dalam pemerintahan daerah yang tepat untuk melakukan fungsi sosialisasi konsep Bermukim Yang Baik ; - mengembangkan sistem komunikasi yang dapat menunjang sosialisasi Bermukim Yang Baik. (6) Pengembangan sistem pembiayaan dan subsidi untuk pembangunan dan perkembangan permukiman dengan sistem alokasi dan pengelolaannya yang terpumpun pada: - subsidi pembiayaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok-kelompok rentan lain; - subsidi pembiayaan pengadaan tanah untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok-kelompok rentan lain; dan Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 10

11 - subsidi pembiayaan pembangunan prasarana permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok-kelompok rentan lain. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi sumber-sumber dan mekanisme untuk memperoleh dana-dana jangka panjang untuk subsidi-subsidi tersebut di atas Program-Program Aksi Untuk Mengatasi Masalah-Masalah Dalam Perkembangan Permukiman Yang Ada Selain pengembangan kepranataan pembangunan perumahan dan permukiman seperti diuraikan di atas, agenda lain yang perlu dilakukan dalam sektor permukiman adalah upaya-upaya menuju perumusan program-program aksi yang secara langsung mengintervensi perkembangan permukiman yang ada di Indonesia. Tujuan dari pelaksanaan agenda ini adalah terutama untuk mengantisipasi perkembangan permukiman yang mengandung persoalanpersoalan dalam perkembangan tata ruang, sosial dan lingkungan. Yang menjadi masalah dalam perumusan agenda ini adalah adanya persoalan yang perlu ditanggapi oleh agenda yang beragam, baik jenis maupun tingkat kompleksitasnya. Mengingat keragaman persoalan perkembangan permukiman, maka beberapa persoalan yang dianggap penting/strategis saja yang perlu mendapat perhatian. Di bawah ini adalah agenda dari sejumlah program aksi tersebut. (1) Program-program antisipasi urbanisasi di daerah yang tumbuh cepat. Di Indonesia, terdapat sejumlah daerah dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat. Sebagian besar adalah daerah-daerah yang menjadi tempat berkembangnya industri dan/atau kegiatan penambangan yang besar, selain yang secara historis telah menjadi pusat pertumbuhan. Contoh untuk kelompok pertama, misalnya, adalah Tangerang dan sekitarnya, Bekasi dan sekitarnya, Serang-Cilegon, Bontang, Tanjungpinang dan Bermera. Sedangkan contoh untuk kelompok yang kedua adalah kota-kota metropolitan dan beberapa kota-kota lainnya. Di samping itu, daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan pariwisata atau berada di dekatnya seringkali juga tumbuh dengan cepat. Daftar kota-kota yang ada di Indonesia beserta angka-angka pertumbuhan penduduknya seperti yang tercantum di dalam Tabel 3.4 dapat menjadi indikator untuk daerah-daerah yang cepat tumbuh ini. Secara garis besar, kedua jenis daerah-daerah yang tumbuh cepat tersebut masih dapat dibagi lagi pada dua kategori daerah; yaitu daerah padat dan daerah kurang padat. Banyak kota-kota metropolitan di Jawa maupun luar Jawa menjadi daerah yang cepat tumbuh dan sekaligus telah memiliki tingkat kepadatan yang tinggi. Namun demikian, tidak berarti bahwa daerah-daerah Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 11

12 yang cepat tumbuh tetapi masih berkepadatan rendah hanya terdapat di luar Jawa atau di luar daerah metropolitan. Banyak bagian pinggiran (fringe) dari daerah-daerah metropolitan yang sedang tumbuh dengan cepat juga masih memiliki kepadatan yang relatif rendah. Contoh dari yang terakhir ini adalah sebagian dari daerah Bekasi, Tangerang atau Bogor. Yang perlu diantisipasi dari daerah-daerah yang tumbuh dengan cepat tersebut adalah sejumlah persoalan berikut: pertumbuhan penduduk yang tidak tertampung oleh lapangan kerja yang ada, kebutuhan yang pesat akan perumahan, pertumbuhan perumahan dan permukiman secara tidak terkendali, pertumbuhan sektor informal yang sangat cepat yang umumnya menyertai fenomena urbanisasi, munculnya masalah-masalah sosial di lingkungan permukiman yang tumbuh pesat dan masalah-masalah lingkungan akibat pertumbuhan yang cepat. Perbedaan antara daerah dengan pertumbuhan cepat yang memiliki kepadatan tinggi dengan yang memiliki kepadatan rendah seringkali menghasilkan karakteristik persoalan yang berbeda. Persoalan lain yang perlu diantisipasi dari keberadaan daerah-daenah yang tumbuh cepat ini adalah potensi munculnya ketimpangan-ketimpangan seperti yang telah diuraikan di bagian lain dari dokumen ini, termasuk ketimpangan antara Jawa dan Luar Jawa maupun antara Jabotabek dengan daerah sekitarnya. Di dalam agenda ini, karena keberagamannya, daerah-daerah yang cepat tumbuh dan persoalan spesifik di dalamnya belum dapat disebutkan. Identifikasi daerah-daerah ini justru merupakan salah satu agenda yang harus dilakukan sebagai bagian dari upaya menuju perumusan program aksi untuk mengatasi persoalan-persoalan permukiman secara langsung. Oleh karena itu, dalam kaitan ini, agenda yang perlu dilakukan adalah: a) Identifikasi daerah-daerah yang tumbuh cepat serta persoalan-persoalan perumahan dan permukiman yang berkaitan. Langkah ini merupakan persiapan yang diperlukan sebelum dilakukan perumusan program-program aksi yang bersifat langsung untuk menangani persoalan-persoalan dalam perkembangan permukiman yang ada. Identifikasi perlu dilakukan dengan metode dan perhatian yang perlu diarahkan pada daerah-daerah (permukiman) yang tumbuh cepat dan memiliki salah satu atau beberapa keadaan berikut: - daerah ini secara histonis menjadi pusat-pusat kegiatan yang cepat tumbuh dan memiliki angka urbanisasi yang tinggi; - daerah ini memiliki pertumbuhan dengan angka di atas rata-rata daerah perkotaan yang berada di dekatnya dan/atau di atas angka rata-rata pertumbuhan daerah perkotaan secara keseluruhan; Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 12

13 - pada daerah ini, secara faktual, dengan cepat tumbuh lingkungan perumahan/ permukiman secara informal dan atau daerah ini menjadi sasaran perkembangan/ investasi industri, pertambangan, perumahan dan aktifitas ekonomi formal. Terhadap daerah-daerah yang teridentifikasi kemudian dilakukan analisa masalah-masalah di dalam perkembangan permukiman yang ada, yang dipumpunkan pada munculnya masalah-masalah lingkungan, konflik sosial, tata ruang, pertumbuhan sektor informal dan kebutuhan perumahan dan prasarana. Langkah berikutnya adalah mengkaji ulang rencana tata-ruang maupun pembangunan perumahan/permukiman yang ada di atasnya untuk dilakukan perubahan yang diperlukan agar dapat dibuat panduan baru yang lebih relevan bagi perumusan program-program aksi yang memiliki kekuatan hukum. Hasil identifikasi dan analisa daerah-daerah (permukiman) yang tumbuh cepat serta hasil kaji ulang serta perubahan rencana tata ruang dan pembangunan perumahan/permukiman seperti tersebut di atas, kemudian dijadikan basis bagi perumusan program-program aksi pengembangan perumahan dan permukiman di daerah dengan pertumbuhan cepat yang terpilih. b) Merumuskan program-program aksi pengembangan perumahan dan permukiman Sebagai langkah lanjut yang perlu dilakukan adalah merumuskan programprogram aksi (action programs) untuk mengatasi secara langsung permasalahan perkembangan permukiman di daerah yang teridentifikasi di atas. Program-program aksi ini harus bersifat kontekstual sehingga antara satu daerah/lingkungan dengan yang lainnya akan memiliki program yang berbeda. Perumusan program harus melibatkan masyarakat; yang bersifat langsung apabila lingkup program adalah bersifat lokal, dan menggunakan asas keterwakilan apabila lingkup program adalah bersifat lebih luas (tidak lokal). Proses pelibatan masyarakat di sini dapat menjadi suatu kesempatan mengujicobakan sebagian proses-proses seperti yang dituliskan di dalam agenda yang tercantum pada c) Mengembangkan forum-forum stakeholders Forum-forum stakeholders perlu dirintis pengembangannya pada daerahdaerah yang tumbuh cepat yang teridentifikasi/terpilih untuk diberikan program-program aksi tersebut di atas. Keberadaan forum ini diperlukan untuk keperluan proses partisipasi dan perumusan dan pelaksanaan program-program tersebut. Yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah bentuk Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 13

14 forum ini, terutama apabila lingkup program tidak bersifat lokal. Perlu juga dipikirkan perintisan pengembangan fungsi-fungsi keperantaraan dan program-program pemberdayaan masyarakat apabila program terdapat pada lingkungan yang masyarakatnya relatif masih perlu diberdayakan. Pengembangan forum-forum stakeholders di sini dapat menjadi suatu kesempatan mencobakan sebagian proses-proses dan membangun unsur kepranataan seperti yang dituliskan di dalam agenda yang termasuk di dalam Dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap persoalan permukiman yang terdapat di daerah yang tumbuh cepat ini, perhatian perlu dipumpunkan pada daerah-daerah dengan pertumbuhan cepat sebagai berikut: (1) Daerah Botabek dan Pantura di Jawa Barat; (2) Fringe kota-kota metropolitan (Bandung, Surabaya, Medan, Yogya, dan lain-lain); (3) Fringe dari kota-kota dengan kepadatan rendah yang tumbuh cepat, khususnya kota-kota menengah di luar Jawa; dan (4) Zona-zona pertumbuhan baru (Batam dan sekitarnya, Kalimantan Timur, daerah-daerah yang tumbuh pesat dengan perkembangan industri). Selain itu, dalam konteks pemecahan persoalan yang ada maupun untuk mengantisipasi persoalan di daerah yang tumbuh cepat seperti yang telah diuraikan di atas, program-program aksi yang akan dirumuskan tersebut perlu terpumpun pada: Pembangunan prasarana/ sarana dan dorongan menanamkan investasi pada daerah-daerah dengan potensi sebagai pusat pertumbuhan di Luar Jawa. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan pertumbuhan di antara Jawa dan Luar Jawa dan mengantisipasi akumulasi persoalan pada daerah-daerah yang tumbuh cepat di Jawa. Pengendalian tata ruang pada daerah-daerah tumbuh cepat namun memiliki kepadatan rendah, untuk meningkatkan efisiensi perkembangan selanjutnya pada daerah-daerah ini dan mengantisipasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perkembangan ruang yang tidak terkendali (masalah sosial, lingkungan maupun permukiman). Yang dapat dipertimbangkan untuk maksud ini adalah: - pendekatan pembangunan jaringan prasarana utama untuk membimbing pertumbuhan/ perkembangan daerah-daerah yang bersangkutan, - pelaksanaan program konsolidasi tanah untuk mengatur kembali geometri tatanan persil/ bidang-bidang tanah dan pelaksanaan programprogram yang berbasis pendekatan pengelolaan tanah (land management), - kombinasi antara butir satu dan dua di atas, Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 14

15 - enforcement ketentuan-ketentuan termasuk pembatasanpembatasan penataan ruang yang disepakati di antara para stakeholders. Pembangunan prasarana dan sarana permukiman, perbaikan lingkungan permukiman maupun peremajaan lingkungan permukiman pada daerah yang tumbuh cepat yang memiliki kepadatan tinggi dengan kondisi prasarana dan sarana lingkungan dibawah standard. Program penciptaan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan sektor informal pada daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk maupun sektor informal yang pesat. (2) Pemberdayaan masyarakat dan permukimannya yang termarjinalkan Salah satu persoalan permukiman penting di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian adalah bila terdapat persinggungan antara permukiman setempat dengan kegiatan-kegiatan eksploitasi hutan, pembangunan prasarana dan sarana pariwisata, pembangunan perkebunan skala besar (seperti kelapa sawit), transmigrasi dan pembangunan sektor modern perkotaan (seperti pembangunan perumahan untuk kelompok kaya atau pembangunan sarana-sarana komersial kota). Yang dimaksud dengan permukiman setempat di sini adalah permukiman atau masyarakat yang secara historis dan turun-temurun sudah lama berada di tempat/daerah yang bersangkutan atau dari sudut waktu sudah terlebih dahulu ada dibandingkan kedatangan aktifitas-aktifitas yang disebut di atas. Permukiman-permukiman ini dapat berupa permukiman yang dihuni oleh masyarakat biasa, permukiman adat atau permukiman suku terasing. Seringkali, permukiman setempat yang mengalami persinggungan tersebut berada pada posisi yang lebih lemah baik secara ekonomi, sosial, politik maupun skala ruangnya dibandingkan unsur kegiatan luar yang masuk tersebut. Akibat dari persinggungan dengan kondisi seperti ini, maka marjinalisasi dari permukiman setempat maupun masyarakatnya menjadi suatu yang telah, dan potensial untuk, terjadi. Fenomena seperti ini merupakan hal yang umum terdapat di Indonesia, terutama karena keberadaan kebijakan Rejim Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan yang memaksakan adanya investasi-investasi pada daerah-daerah yang sebelumnya berada, di dekat, atau merupakan bagian dari habitat masyarakat tertentu. Seperti halnya dengan informasi tentang fenomena di daerah yang memiliki pertumbuhan cepat, informasi tentang persinggungan-persinggungan semacam ini tidak lengkap dan tidak sistematis. Bahkan informasi dasar Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 15

16 tentang permukiman termarjinalkan yang perlu mendapatkan penanganan, tidak cukup memadai. Dengan demikian, langkah pertama yang diperlukan untuk sampai pada pelaksanaan program aksinya adalah inventarisasi atau pengumpulan informasi yang memadai tentang permukiman-permukiman tersebut. Oleh karena itu, agenda yang dapat dilakukan untuk merespon persoalan-persoalan di lingkungan seperti di atas adalah: a) Melakukan identifikasi dan inventarisasi permukiman-permukiman lokal yang telah dan berpotensi termarjinalkan Hasil dari langkah ini adalah suatu himpunan informasi yang diperlukan dari permukiman-permukiman lokal yang dianggap termarjinalkan atau berpotensi termarjinalkan oleh adanya kegiatan pembangunan di dekatatau di dalam-nya. Karena keberadaannya yang bervariasi dan substansial di Indonesia, tidak dapat dihindari adanya kebutuhan untuk menjalankan seleksi bagi identifikasi dan penghimpunan informasi mengenai permukiman tersebut. Dalam kaitan ini seleksi perlu dipumpunkan pada permukiman-permukiman yang berdampingan dengan atau berpotensi mengundang kegiatan-kegiatan investasi berskala besar dengan karakteristik sebagai berikut: - Permukiman yang bersangkutan berbasis ekonomi yang serupa dengan atau berpotensi untuk disaingi oleh kegiatan investasi yang berasal dari luar. Kasus-kasus seperti ini banyak dijumpai di daerah-daerah pariwisata, daerah yang dikembangkan untuk fungsi- fungsi komersial perkotaan (misalnya, yang kemudian memunculkan persaingan tidak seimbang antara supermarket dan pasar tradisional), daerah nelayan yang dikembangkan menjadi daerah tambak modern, dan lain sebagainya. - Permukiman yang bersangkutan berpotensi untuk mengalami perubahan (transformasi) karena adanya kegiatan luar yang masuk. Contohnya adalah permukiman nelayan yang diubah menjadi daerah wisata, daerah pertanian yang diubah menjadi daerah industri, dan lain sebagainya. - Permukiman yang bersangkutan memiliki kerentanan untuk bertahan terhadap invasi kegiatan luar, baik secara sosial, budaya, ekonomi maupun lingkungan. Walaupun demikian, di samping memperhatikan kriteria umum seperti tersebut di atas, pemilihannya dapat sejak dini diarahkan pada permukiman-permukiman yang berdampingan dengan (1) kegiatan penambangan, misalnya Freeport dan kegiatan-kegiatan penambangan besar lainnya; (2) permukiman-permukiman adat dan suku terasing yang berada di dalam atau dekat kawasan-kawasan eksploitasi hutan; (3) Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 16

17 permukiman yang berada dekat atau di dalam kawasan-kawasan pengembangan pariwisata seperti di Banten Barat, Pangandaran, Lombok dan Kepulauan Seribu; (4) permukiman-permukiman yang mengalami perubahan karena perkembangan industri (Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur); dan (5) kampung-kampung kota dan permukiman di dekat atau yang (akan) diubah menjadi kawasan perumahan baru atau fungsi-fungsi komersial perkotaan. Untuk yang terakhir ini, perhatian perlu dipumpunkan pada kampung-kampung di Jabotabek dan permukiman-permukiman di daerah Pantura. Dalam kaitan di atas, pemerintah di semua tingkat juga perlu mengidentifikasi unit-unit permukiman spesifik yang telah dan memiliki potensi termarjinalkan oleh pembangunan skala besar. b) Mengkaji ulang rencana-rencana pembangunan kegiatan yang berpotensi menghasilkan persinggungan-persinggungan yang dapat memarjinalkan permukiman setempat Atas dasar hasil identifikasi dan inventarisasi seperti yang diusulkan untuk diagendakan seperti menurut butir a) di atas, perlu dikaji-ulang rencanarencana pembangunan dan investasi (apabila belum diimplementasikan) menurut potensinya untuk memarjinalkan permukiman dan masyarakat di sekitar atau di tengah-tengahnya. Pengkajiulangan ini perlu sampai pada solusi untuk mengatasi/menghindari marjinalisasi tersebut dan bilamana diperlukan menata kembali rencana implementasi investasi dari luar tersebut. Selain itu, sebagai bagian dari penataan kembali ini adalah perumusan program-program pemberdayaan yang diperlukan bagi permukiman-permukiman yang bersangkutan. c) Memfasilitasi pengembangan fungsi-fungsi keperantaraan Seringkali, permukiman-permukiman yang dapat termarjinalisasi tersebut memiliki kelemahan-kelemahan untuk dapat memberdayakan dirinya. Masyarakat dan permukiman yang demikian tidak memiliki cukup pendidikan, pengetahuan dan pengalaman untuk dapat mengakses sumbersumber daya pembangunan yang diperlukan untuk memberdayakan dirinya dan berinteraksi dengan unsur-unsur pembangunan dan para stakeholder lainnya, terutama dari pihak yang membawa kegiatan investasi besar tersebut. Masyarakat dari permukiman demikian juga biasanya tidak memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan keinginan-keinginannya dan menegosiasikannya agar keinginan-keinginan tersebut dapat ditampung/dilaksanakan dalam rencana-rencana pembangunan di daerah yang bersangkutan, termasuk dalam revisi yang perlu dilakukan sebagai hasil dari pengkajian-ulang. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 17

18 Karena kelemahan-kelemahan tersebut, untuk mengatasinya diperlukan keberadaan unsur/ fungsi keperantaraan yang membantu dan menjadi wakil masyarakat setempat untuk berhubungan dengan stakeholder yang lain, menyampaikan keinginan-keinginannya dan mengakses sumbersumber daya pembangunan. Pada daerah-daerah yang disebutkan di atas, perlu dikembangkan dan didukung pembentukan fungsi-fungsi keperantaraan tersebut serta kepranataan yang memungkinkan fungsi keperantaraan ini dapat berjalan. Termasuk didalam pengembangan fungsi keperantaraan ini adalah pendidikan/pelatihan tentang profesi fungsi keperantaraan dimaksud. d) Memfasilitasi proses-proses pemberdayaan masyarakat setempat dengan mengadakan upaya-upaya nyata dan membangun sistem kepranataan yang relevan Inti dari tindakan merespons kemungkinan terjadinya marjinalisasi permukiman-permukiman setempat oleh adanya kegiatan investasi besar seperti yang disampaikan di atas adalah pemberdayaan masyarakat setempat (untuk dapat duduk sama tinggi dengan stakeholder lain) dan pembangunan kegiatan-kegiatan investasi besar yang dapat memberdayakan/ menguntungkan masyarakat setempat juga. Hal ini tidak hanya cukup dengan keberadaan fungsi keperantaraan dan perhatian terhadap rencana-rencana investasi pembangunan. Diperlukan juga jaminan dalam bentuk sistem kepranataan yang relevan yang memungkinkan fungsi keperantaraan tersebut dapat berjalan dan rencanarencana investasi dari luar yang bersifat memberdayakan/menguntungkan masyarakat setempat tersebut dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, agendanya adalah pembangunan kepranataan, yang rinciannya telah diuraikan dalam Sebagai bagian dari pembangunan sistem kepranataan tersebut adalah juga pembentukan forum stakeholder yang berfungsi menghubungkan masyarakat setempat dengan pihak-pihak lainnya (terutama pembangun dari luar) untuk mempertemukan berbagai kepentingan yang ada. Di samping itu, perlu juga dilakukan upaya-upaya nyata untuk memfasilitasi pemberdayaan ini sebagai berikut: - Diadakan upaya-upaya hukum, ekonomi dan dukungan finansial untuk memperkuat ketahanan teritori permukiman-permukiman spesifik setempat. - Diadakan dukungan moral dan dibentuk sistem insentif bagi kelompokkelompok masyarakat yang telah menunjukkan kapasitasnya melindungi teritori permukimannya sendiri, seperti telah ditunjukkan oleh masyarakat Tengger dan Baduy. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 18

19 - Sektor swasta dan pengembang besar perlu menyertakan konsep pembangunan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan proyeknya. - Unit-unit permukiman setempat/spesifik yang telah atau memiliki potensi termarjinalkan oleh pembangunan skala besar perlu dimasukkan ke dalam rencana tata ruang untuk diberi perlindungan dan penguatan melalui program-program penanganan tata ruang. (3) Melestarikan dan mengembangkan lingkungan yang memiliki nilai unik Pembangunan dapat memberikan dampak terhadap keberadaan bendabenda bernilai yang terdapat pada suatu lingkungan permukiman. Seringkali, benda-benda bernilai ini merupakan bagian tak terpisahkan dari entitas ekonomi, sosial dan budaya dari masyarakat pemukim yang bersangkutan. Seringkali juga, adanya benda-benda ini memberikan suatu keunggulan tertentu (competitiveness) bagi lingkungan permukiman tersebut, atau memberikan ciri tertentu suatu lingkungan. Nilai-nilainya dapat bersifat historis, ekologis atau karena keunikan-keunikannya yang lain. Adanya pembangunan atau investasi sektor modern memiliki kecenderungan untuk mengabaikan keberadaan lingkungan dengan nilai unik ini demi tujuan ekonomi atau dapat menyebabkan persoalan dan dampak terhadap nilai-nilai tersebut, dan kemudian terhadap lingkungan permukiman yang bersangkutan. Namun demikian, informasi tentang adanya lingkungan yang memiliki nilai-nilai yang demikian itu belum dimiliki, sehingga upaya-upaya untuk menjaga lingkungan itu tidak dapat dijalankan. Oleh karena itu, pelestarian dan pengembangan lingkungan-lingkungan permukiman yang memiliki keunikan-keunikan nilai sebagai bagian dari pengembangan permukiman secara keseluruhan juga memerlukan suatu himpunan informasi yang memadai terlebih dahulu. Dengan demikian, bagian pertama dari agendanya adalah upaya membangun himpunan/sistem informasi mengenai lingkungan tersebut. Agenda berikutnya adalah pelaksanaan program-program aksi yang bertujuan untuk mempertahankan dan mengembangkan lingkungan-lingkungan tersebut. Di dalam perumusan dan pelaksanaan agenda pelestarian dan pengembangan lingkungan-lingkungan yang memiliki keunikan-keunikan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: - Program-program aksi tersebut mesti dapat mencegah intervensi yang dapat mereduksi atau melumpuhkan keunikan yang menjadi nilai inti dari suatu permukiman. - Salah satu substansi atau komponen dari program-program aksi tersebut adalah pembangunan prasarana atau sarana atau unsur lingkungan utama Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 19

20 yang dapat menjadi pilar bagi tegaknya nilai unik dari permukiman yang bersangkutan. lingkungan - Hasil dari pelaksanaan program aksi harus dapat memperkuat dan melindungi daur proses yang terjadi secara alami bagi keberlanjutan nilainilai unik lingkungan permukiman itu. - Proses dan hasil pelaksanaan program aksi (termasuk proses perumusannya/ perencanaannya) dapat memperkuat dan melindungi institusi-institusi yang menjadi penegak nilai-nilai keunikan lingkungan permukiman itu. (4) Pemanfaatan lahan terlantar/tidur Keberadaan lahan tidur sebagai akibat tidak terbangunnya lahan untuk pembangunan kota sebagai akibat krisis ekonomi di Indonesia tidak dapat diabaikan. Luasnya yang dapat mencapai puluhan ribu hektar di Botabek dan beberapa ribu hektar lainnya di sekitar kota-kota besar lainnya menunjukkan perlunya suatu antisipasi yang tepat bagi perkembangannya kemudian. Persoalan yang berhubungan dengan keberadaan lahan terlantar/tidur meliputi dua hal. Yang pertama adalah kemungkinannya untuk berkembang secara tak terintegrasi seperti yang terjadi selama ini apabila lahan tidur ini kemudian dapat dibangun/dikembangkan kembali. Yang kedua adalah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat di sekitarnya, baik dalam kaitan dengan pemanfaatannya maupun dalam kaitan dengan persoalan yang terjadi ketika pembebasannya dilakukan. Agar persoalan-persoalan tersebut dapat dicegah, dan pemanfaatan serta pengembangan lahan tidur maupun hasilnya dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan permukiman maupun tata ruang di daerahnya, maka ada sejumlah hal yang harus dilakukan. Pertama, perlu dilakukan perencanaan ulang lahan tidur ini (peruntukan, layout maupun prasarananya) agar perkembangan satuan-satuan areal Ijin Lokasi dapat menjadi terintegrasi satu dengan yang lainnya dan tidak terisolasi dari permukiman-permukiman yang telah ada. Pada tingkat lokal/areal, dapat diprogramkan skema-skema konsolidasi tanah untuk memungkinkan integrasi ini dilakukan. Kedua, program-program aksi yang akan dijalankan pada lahan tidur tersebut perlu memperhatikan kemungkinan pemanfaatan secara sosial dan ekonomi bagi pemukim di lingkungan sekitarnya. Ketiga, bagi satuan-satuan areal Ijin Lokasi yang telah dibebaskan, perlu dikembangkan penerapan sistem disinsentif agar pemanfaatannya dapat segera menjadi optimal. Agenda 21 Sektoral Permukiman Hal 20

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB III VISI, MISI DAN NILAI BAB III VISI, MISI DAN NILAI VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SIAK Dalam suatu institusi pemerintahan modern, perumusan visi dalam pelaksanaan pembangunan mempunyai arti yang sangat penting mengingat semakin

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Shared Resources Joint Solutions

Shared Resources Joint Solutions Lembar Informasi Shared Resources Joint Solutions Sawit Watch - Padi Indonesia SRJS di Kabupaten Bulungan Program dengan pendekatan bentang alam ini memilih Daerah Aliran Sungai Kayan dengan titik intervensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN 5.1. Visi BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB VI KEBIJAKAN UMUM BAB VI KEBIJAKAN UMUM Visi sekaligus tujuan pembangunan jangka menengah Kota Semarang tahun 2005-2010 adalah SEMARANG KOTA METROPOLITAN YANG RELIGIUS BERBASIS PERDAGANGAN DAN JASA sebagai landasan bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu ) LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu ) LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

Pekerjaan Sosial PB :

Pekerjaan Sosial PB : Pekerjaan Sosial PB : Suatu bidang praktik profesi pekerjaan sosial dimana Peksos menggunakan keahlian khusus untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melaksanakan peran sosial mereka

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI IV Kampus Pusat Universitas Teknologi Yogyakarta Yogyakarta, 5 April 2007 --- ISBN 978-979-1334-20-4 PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TENTANG KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PROSES ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci