HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCA-B1 Pemberian ekstrak etanol temulawak dengan dosis bertingkat memberikan efek berupa penurunan jumlah sel tumor yang menandakan adanya aktivitas antiproliferasi ekstrak terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1, yaitu dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Gambar 3. Tabel 4 Data aktivitas antiproliferasi kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 Perlakuan Rataan Jumlah Sel/ml (x 10 5 /9) Aktivitas Pertumbuhan (%) Aktivitas Penghambatan (%) K(-) 72, P 1 63,6 87,6 12,4 P 2 60,0 82,6 17,4 P 3 47,2 65,0 35,0 P 4 28,2 38,8 61,2 P 5 21,8 30,0 70,0 K(+) 10,0 13,8 86,2 % Aktivitas Penghambatan K(-) P1 P2 P3 P4 P5 K(+) Perlakuan Gambar 3 Aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 pada setiap perlakuan

2 Keterangan : K(-) : Kontrol negatif, sel yang tidak diberi ekstrak P 1 : Perlakuan 1, sel yang diberi ekstrak 15 ppm P 2 : Perlakuan 2, sel yang diberi ekstrak 30 ppm P 3 : Perlakuan 3, sel yang diberi ekstrak 45 ppm P 4 : Perlakuan 4, sel yang diberi ekstrak 60 ppm P 5 : Perlakuan 5, sel yang diberi ekstrak 75 ppm K(+) : Kontrol positif, sel yang diberi vinblastin Gambar 3 memperlihatkan bahwa kenaikan aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak pada sel lestari tumor MCA-B1 terjadi seiring dengan peningkatan dosis. Aktivitas antiproliferasi tertinggi terdapat pada kontrol positif, yaitu vinblastin, sedangkan dosis ekstrak etanol temulawak yang memberikan hasil terbaik adalah 75 ppm. Pada dosis yang lebih tinggi tidak tertutup kemungkinan bahwa aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak akan tetap stabil, semakin meningkat atau malah menurun. Uji statistik dilakukan terhadap setiap perlakuan dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Ragam Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel Perlakuan 32173, , ,53 3,53 Galat 1755, ,69854 Total 33929, F Hitung lebih besar daripada F Tabel (p<0,01) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok-kelompok perlakuan yang dibandingkan. Oleh karena itu uji statistik dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat kelompok-kelompok yang berbeda secara nyata, yang dapat dilihat pada Tabel 6.

3 Tabel 6 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 Perlakuan Aktivitas Penghambatan (%) K(-) P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 K(+) 0 a 12,4 b 17,4 b 35,0 c 61,2 d 70,0 d 86,2 e Keterangan : Huruf superscript yang berbeda menunjukkan kelompok-kelompok yang berbeda nyata (p<0,01) Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kontrol negatif, perlakuan 1-2, perlakuan 3, perlakuan 4-5, dan kontrol positif. Dosis terendah dari ekstrak etanol temulawak, yaitu sebesar 15 ppm sudah menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol negatif yang tidak ditambahkan ekstrak. Dosis ekstrak etanol temulawak yang mempunyai aktivitas antiproliferasi paling baik adalah 60 ppm dan 75 ppm, yaitu sebesar 61,2% dan 70,0%. Tetapi keduanya masih menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol positif, yaitu vinblastin. Vinblastin memiliki aktivitas antiproliferasi tertinggi, yaitu sebesar 86,2%.

4 Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM-B2 Pemberian ekstrak etanol temulawak dengan dosis bertingkat memberikan efek berupa penurunan jumlah sel tumor yang menandakan adanya aktivitas antiproliferasi ekstrak terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2, yaitu dapat dilihat dalam Tabel 7 dan Gambar 4. Tabel 7 Data aktivitas antiproliferasi kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2 Perlakuan Rataan jumlah Aktivitas Aktivitas sel/ml (x 10 5 /9) pertumbuhan (%) penghambatan (%) K(-) 87, P 1 59,4 68,3 31,7 P 2 47,6 54,7 45,3 P 3 34,4 39,5 60,5 P 4 24,8 28,5 71,5 P 5 21,4 24,6 75,4 K(+) 8,4 9,7 90,3 % Aktivitas Penghambatan K(-) P1 P2 P3 P4 P5 K(+) Perlakuan Gambar 4 Aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2 pada setiap perlakuan

5 Keterangan : K(-) : Kontrol negatif, sel yang tidak diberi ekstrak P 1 : Perlakuan 1, sel yang diberi ekstrak 15 ppm P 2 : Perlakuan 2, sel yang diberi ekstrak 30 ppm P 3 : Perlakuan 3, sel yang diberi ekstrak 45 ppm P 4 : Perlakuan 4, sel yang diberi ekstrak 60 ppm P 5 : Perlakuan 5, sel yang diberi ekstrak 75 ppm K(+) : Kontrol positif, sel yang diberi vinblastin Gambar 4 memperlihatkan bahwa kemampuan ekstrak etanol temulawak dalam menghambat pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2 meningkat seiring dengan peningkatan dosis. Aktivitas antiproliferasi tertinggi terdapat pada kontrol positif, yaitu vinblastin, sedangkan dosis ekstrak etanol temulawak yang memberikan hasil terbaik adalah 75 ppm. Pada dosis yang lebih tinggi tidak tertutup kemungkinan bahwa aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak akan tetap stabil, semakin meningkat atau malah menurun. Uji statistik dilakukan terhadap setiap perlakuan dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2 Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Ragam Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel Perlakuan 28071, , ,17 3,53 Galat 692, ,73221 Total 28764, F Hitung lebih besar daripada F Tabel (p<0,01) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok-kelompok perlakuan yang dibandingkan. Oleh karena itu uji statistik dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat kelompok-kelompok yang berbeda secara nyata, yang dapat dilihat pada Tabel 9.

6 Tabel 9 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM-B2 Perlakuan Aktivitas Penghambatan (%) K(-) P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 K(+) 0 a 31,7 b 45,3 b 60,5 c 71,5 d 75,4 e 90,3 f Keterangan : Huruf superscript yang berbeda menunjukkan kelompok-kelompok yang berbeda nyata (p<0,01) Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kontrol negatif, perlakuan 1-2, perlakuan 3, perlakuan 4, perlakuan 5, dan kontrol positif. Dosis terendah dari ekstrak etanol temulawak, yaitu sebesar 15 ppm sudah menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol negatif yang tidak ditambahkan ekstrak. Dosis ekstrak etanol temulawak yang mempunyai aktivitas antiproliferasi paling baik adalah 75 ppm, yaitu sebesar 75,4%. Tetapi kelompok dosis tersebut masih menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol positif (vinblastin). Vinblastin memiliki aktivitas antiproliferasi tertinggi, yaitu sebesar 90,3%.

7 Perbandingan Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 Ekstrak etanol temulawak memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel lestari tumor, baik sel lestari tumor MCA-B1 maupun MCM-B2. Kedua sel tersebut memiliki kepekaan yang berbeda terhadap pemberian ekstrak etanol temulawak. Perbandingan aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 5. Tabel 10 Data perbandingan aktivitas antiproliferasi kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 Perlakuan Aktivitas Penghambatan (%) Sel MCA-B1 Sel MCM-B2 K(-) 0 0 P 1 12,4 31,7 P 2 17,4 45,3 P 3 35,0 60,5 P 4 61,2 71,5 P 5 70,0 75,4 K(+) 86,2 90,3 % Aktivitas Penghambatan K(-) P1 P2 P3 P4 P5 K(+) Perlakuan MCA-B1 MCM-B2 Gambar 5 Perbandingan aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 pada setiap perlakuan

8 Keterangan : K(-) : Kontrol negatif, sel yang tidak diberi ekstrak P 1 : Perlakuan 1, sel yang diberi ekstrak 15 ppm P 2 : Perlakuan 2, sel yang diberi ekstrak 30 ppm P 3 : Perlakuan 3, sel yang diberi ekstrak 45 ppm P 4 : Perlakuan 4, sel yang diberi ekstrak 60 ppm P 5 : Perlakuan 5, sel yang diberi ekstrak 75 ppm K(+) : Kontrol positif, sel yang diberi vinblastin Gambar 5 menunjukkan bahwa aktivitas antiproliferasi sel tumor berbanding lurus dengan peningkatan dosis ekstrak. Pada dosis bertingkat, terlihat bahwa ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas antiproliferasi yang lebih baik terhadap sel lestari tumor MCM-B2 dibandingkan sel lestari tumor MCA-B1. Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah sel tumor yang lebih besar. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan reaksi antara kedua kelompok sel lestari tumor terhadap aktivitas antiproliferasi yang dimiliki ekstrak. Hal ini menunjukkan adanya kepekaan sel yang berbeda terhadap ekstrak yang diberikan, dengan kata lain sel lestari tumor MCM-B2 memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak bila dibandingkan dengan sel lestari tumor MCA-B1. Mekanisme Penghambatan Sel Tumor oleh Ekstrak Etanol Temulawak dan Vinblastin Komponen utama yang berkhasiat dalam rimpang temulawak adalah zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri (Ketaren 1988). Zat warna kuning kurkuminoid terdiri dari 62% kurkumin dan 38% desmetoksikurkumin. Sedangkan minyak atsiri terdiri dari kamfer, mirsen, xanthorizol, β-kurkumin, arkurkurmin, isofuranogermakren, dan p-toluil metil karbinol (Purseglove et al. 1981). Kurkumin [1,7-bis(hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion] dikenal sebagai bahan alam yang memiliki aktivitas biologis, diekstraksi dari rimpang tanaman jenis kurkuma berupa zat warna kuning (Meiyanto 1999). Menurut Wijayakusuma (2005b), kurkumin memiliki efek sebagai antiradang, antibakteri, hipolipidemik, kholagogum, dan hepatoprotektor. Efek hipolipidemik artinya kurkumin dapat menurunkan kolesterol. Selain faktor diet yang lain, kolesterol merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kejadian tumor secara ekstensif (Laidlaw dan Swendseid 1991). Kurkumin mampu menginduksi antioksidan dan

9 enzim metabolisme fase II yang berperan dalam detoksifikasi, sehingga mendukung adanya aktivitas antitumor (Iqbal 2003). Penelitian yang dilakukan terhadap kurkumin menunjukkan adanya aktivitas antitumor, yaitu dengan cara menginduksi apoptosis sel tumor (Bhaumik et al. 2000; Choudhuri et al. 2002; Khar et al. 2003; Rashmi et al. 2003). Kurkumin dapat menginduksi apoptosis sel tumor AK-5 secara in vitro dengan diperantarai oleh aktivasi caspase-3. Aktivasi ini disebabkan kurkumin memacu pelepasan cytochrom C melalui pembentukan intermediat oksigen reaktif dan hilangnya potensial membran pada mitokondria (Khar et al. 2003). Chouduri et al. (2002) mengemukakan bahwa apoptosis pada sel lestari tumor kelenjar mamaria MCF-7 diinduksi oleh kurkumin melalui induksi p53-bax. Menurut Meiyanto (1999), protein p53 merupakan protein supresor tumor dan regulator checkpoint yang diaktivasi oleh adanya kerusakan DNA atau adanya stres tertentu pada sel. Protein ini dapat memacu proses apoptosis melalui peningkatan ekspresi Bax, yaitu gen yang menyandi suatu protein Bax yang berperan dalam apoptosis. Namun demikian elevasi ekspresi Bax oleh p53 masih belum cukup untuk memacu proses apoptosis sendirian sehingga masih diperlukan pemacu lainnya. Dalam hal ini, Bax bersama-sama dengan protein lainnya akan mengaktifkan cytochrom C yang dilepas dari mitokondria dan selanjutnya akan terjadi aktivasi berantai terhadap caspase-9 dan caspase-3 hingga proses apoptosis terjadi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Chouduri et al. (2005) menjelaskan bahwa kurkumin menginduksi apoptosis pada daur sel fase G 2 menuju fase S dan menurunkan ekspresi cyclin-d1 pada sel karsinoma epitelial kelenjar mamaria tanpa mempengaruhi sel normal. Mekanisme yang terjadi adalah adanya peningkatan ekspresi dari gen penekan tumor (tumor suppresor gen) p53 secara selektif pada fase G 2 sel karsinoma dan pelepasan cytochrom C dari mitokondria, yang pada akhirnya menyebabkan apoptosis. Menurut Aggarwal et al. (2005), cyclin-d1 merupakan gen yang diekspresi secara berlebihan pada berbagai jenis tumor dan memperantarai perkembangan sel dari fase G 1 menuju fase S, sehingga penurunan cyclin-d1 menginduksi penahanan fase G 1 /S. Penelitian lain menunjukkan bahwa proses apoptosis oleh kurkumin disebabkan adanya peningkatan permeabilitas membran mitokondria, sehingga berakibat pada pembengkakan sel, hilangnya potensial membran, dan

10 terhambatnya sintesis ATP. Hal ini diperantarai oleh pembukaan lubang transisi membran mitokondria (Morin et al. 2001). Aggarwal et al. (2003), Gafner et al. (2004), dan Hong et al. (2004a) menyebutkan bahwa kurkumin dapat menghambat lipooxygenase (LOX); cyclooxygenase (COX), yaitu COX-1 dan COX-2; lipopolisakarida yang menginduksi ekspresi COX-2; dan inducible nitric oxide synthase (inos). COX merupakan enzim yang mengkatalisis sintesis prostanoid (contohnya prostaglandin) dari asam arakidonat. COX-1 secara konstitutif diekspresi secara nyata oleh hampir seluruh jaringan tubuh mamalia, sedangkan COX-2 hanya sebagian saja, dan dalam level yang rendah atau tidak terdeteksi. Level ekspresi COX-1 pada umumnya konstan, dan hanya akan ada sedikit kenaikan bila ada stimulasi dari faktor pertumbuhan atau selama masa diferensiasi. Sementara itu, COX-2 biasanya akan diekspresi lebih banyak karena adanya rangsang dari mitogen, sitokin, dan promotor tumor yang bisa diakibatkan oleh adanya kerusakan sel atau bentuk stres sel lainnya. Pada beberapa sel tumor, ekspresi COX-2 menunjukkan adanya peningkatan yang nyata (Goel et al. 2001). Lebih lanjut menurut Meiyanto (1999), pada sel-sel tumor, ekspresi berlebihan COX-2 yang berakibat pada berlebihnya produksi prostanoid akan menyebabkan peningkatan proliferasi dan pencegahan apoptosis. Peningkatan proliferasi sel terjadi karena adanya aktivasi beberapa onkogen yang terlibat dalam sinyal mitogenik seperti onkogen Ras, sedangkan inhibisi terhadap proses apoptosis merupakan akibat dari adanya ekspresi berlebihan onkogen Bcl-2. Disamping itu, ekspresi berlebihan COX-2 pada sel-sel tumor juga ikut memacu proses angiogenesis sehingga akan mempermudah penyebaran tumor. Hal ini disebabkan produk katalisis COX-2 dapat memacu aktivasi faktor angiogenik. Prostaglandin adalah asam lemak rantai karbon 20 yang diproduksi oleh setiap jaringan tubuh. Secara kimia, prostaglandin dapat merangsang terjadinya tumor. Selain itu, imunosupresi yang disebabkan prostaglandin menjadi mekanisme tak langsung dalam memfasilitasi pertumbuhan tumor (Day et al. 1977). Dengan menghambat COX, kurkumin mencegah produksi prostanoid (termasuk prostaglandin) yang berlebih sehingga mengurangi efek inflamasi, mencegah proliferasi sel tumor, dan memacu apoptosis. Pada jalur ini proses apoptosis dipacu karena adanya akumulasi asam arakidonat. Akumulasi asam arakidonat akan mengaktifkan enzim sphingomyelinase yang mengkatalisis

11 pembentukan seramid dari sphingomyelin, dan pada akhirnya seramid akan memacu proses apoptosis (Meiyanto 1999). Kurkumin juga mampu menghambat aktivitas tirosinkinase dari protein p185 neu, yaitu protein yang dihasilkan oleh onkogen erb B-2/neu (dikenal juga sebagai HER-2). Onkogen ini diketahui diekspresikan secara berlebihan pada sekitar 30% kasus tumor kelenjar mamaria. Mekanisme penghambatan terjadi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat aktivitas enzimatik dari protein tersebut dan menurunkan kadarnya. Aktivitas ganda yang ditunjukkan oleh kurkumin tersebut terbukti sangat efektif untuk mencegah proliferasi sel-sel tumor dan sekaligus mencegah penyebarannya (Hong et al. 1999). Kurkumin juga dapat menghambat perkembangan tumor kelenjar mamaria dengan cara lain, yaitu dengan menghambat aktivasi estrogen receptor (ER) oleh estrogen. Aktivasi reseptor estrogen ini akan mengakibatkan aktivasi faktor transkripsi untuk memacu pertumbuhan sel melalui induksi RNA polimerase. Pada jalur ini, penghambatan perkembangan sel tumor oleh kurkumin akan lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan senyawa-senyawa isoflavonoid seperti genistein (Verma et al. 1997). Menurut Aggarwal et al. (2005), kurkumin dapat menekan transformasi seluler, proliferasi, invasi, angiogenesis, dan metastasis melalui suatu mekanisme yang belum dimengerti secara penuh. Kurkumin diketahui dapat menekan tumor necrosis factor (TNF) yang menginduksi nuclear factor- B (NF- B). NF- B mengatur beberapa gen yang berperan dalam proliferasi sel (COX-2, cyclin-d1, dan c-myc), antiapoptosis [inhibitor of apoptosis protein (IAP)1, IAP2, X-chromosome-linked IAP, Bcl-2, TNF receptor-associated factor 1, dan lainlain], dan metastasis (vascular endothelial growth factor, matrix metalloproteinase-9, dan intercellular adhesion molecule-1). Dengan adanya penghambatan terhadap aktivasi NF- B, maka ekspresi gen yang diatur oleh NF- B tersebut juga terhambat. Minyak atsiri rimpang temulawak antara lain mengandung senyawa felandren, kamfer, borneol, turmerol, xanthorizol, xineol, l-sikloisoprenmirsen (Wijayakusuma 2005b), mirsen, β-kurkumin, arkurkumin, isofuranogermakren, dan p-toluil metil karbinol (Purseglove et al. 1981). Komposisi minyak atsiri temulawak merupakan golongan terpenoid yang terdiri dari unit dasar isopren (Ketaren 1988). Menurut Laidlaw dan Swendseid (1991), terpenoid merupakan salah satu komponen kemopreventif tumor yang dapat menghambat inisiasi dan

12 perkembangan tumor, menghambat aktivasi karsinogen kimia, menginaktivasi pengaktifan genotoksik spesies, serta menghambat jalur transduksi yang penting untuk perkembangan tumor. Kadar minyak atsiri temulawak paling tinggi di antara semua jenis kurkuma, yaitu bervariasi antara 7,3-29,5% dihitung berdasarkan bobot kering rimpang. Adanya senyawa xanthorizol menjadi ciri khas yang membedakan temulawak dengan kurkuma lainnya. Dalam rimpang temulawak, xanthorizol biasanya bergabung dengan kurkumin yang merupakan penyebab khasiat temulawak (Ketaren 1988). Meskipun khasiat temulawak sudah banyak diketahui, aktivitas xanthorizol sendiri belum banyak mendapat perhatian (Chung et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Park et al. (2003) menunjukkan bahwa xanthorizol dapat menghambat formasi tumor dalam dua tahap karsinogenesis kulit tikus dan menginduksi apoptosis pada sel HL-60. Menurut Hong et al. (2004b), xanthorizol memiliki efek protektif dan potensi kemopreventif terhadap karsinogenesis oral dan genotoksisitas yang diinduksi karsinogen penyebab kerusakan DNA. Xanthorizol memiliki aktivitas antimetastasis dengan cara menekan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang menginduksi angiogenesis. Hasil penelitian lain yang dilakukan Choi et al. (2005) menunjukkan adanya aktivitas antimetastasis xanthorizol pada model metastasis paru-paru tikus secara in vivo melalui penurunan COX-2 dan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) yang berperan dalam metastasis. Xanthorizol diketahui memiliki efek antikarsinogenik dan menginduksi apoptosis pada sel karsinoma squamous oral (Kim et al. 2004). Mekanisme terjadinya apoptosis adalah dengan cara menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan p53 pada sel HeLa (Ismail et al. 2005), sel MCF-7 (Cheah et al. 2006), dan sel hepatoma HepG2 (Handayani et al. 2007). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa xanthorizol tidak hanya menghambat formasi tumor, tetapi juga membalikkan proses karsinogenesis pada tahap pre-malignan dengan cara menurunkan kadar protein ornithine decarboxylase (ODC), cyclooxygenase-2 (COX-2), dan inducible nitric oxide synthase (inos) yang diatur oleh NF- B (Chung et al. 2007). Meskipun ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas antiproliferasi pada sel tumor, namun efektivitasnya belum sebaik vinblastin sebagai kontrol positif. Vinblastin merupakan komponen aktif pada tanaman tapak dara (Catharanthus roseus [L.] G. Don.) yang mempunyai efek menghambat sel kanker pada

13 leukemia dan kanker lainnya, dengan cara menghentikan pembelahan sel tumor pada tingkat metafase (mitosis), menghambat sintesis purin, DNA, dan RNA sel tumor sehingga perkembangannya dapat dihambat (Wijayakusuma 2005a). Vinblastin adalah salah satu dari kelompok alkaloid vinka. Alkaloid vinka merupakan komponen dimerik indolin yang berasal dari genus Apocynaceae, ditemukan pada sekitar tahun 1950, dan menjadi salah satu agen antitumor yang paling penting (Gueritte dan Fahy 2005). Alkaloid vinka merupakan agen antimitotik yang berinteraksi dengan tubulin, protein heterodimerik yang dimiliki oleh setiap sel eukariotik. Tubulin dan bentuk polimernya (mikrotubuli) memiliki peran penting dalam menjaga struktur sel, transport intraseluler, dan pembentukan spindel mitotik selama pembelahan sel. Alkaloid vinka menghambat pengumpulan tubulin menjadi mikrotubuli dan mencegah pembelahan sel. Secara in vitro efeknya tergantung pada konsentrasi. Pada konsentrasi rendah (submikromolekular), alkaloid vinka dapat menghambat formasi dan fungsi mikrotubuli dari tubulin, sedangkan struktur spiral terbentuk pada konsentrasi yang lebih tinggi (Gueritte dan Fahy 2005). Afinitas pengikatan tubulin yang semakin kuat dapat menginduksi formasi spiral mikrotubuli, diduga mengakibatkan neurotoksisitas sebagai salah satu efek samping dominan secara klinis (Lobert et al. 1996). Disamping itu, pemberian dosis alkaloid vinka perlu dibatasi karena dapat mengakibatkan neutropenia yang akan sembuh bila pengobatan dihentikan. Penggunaan klinis alkaloid vinka juga terbatas, karena dapat menyebabkan resistensi seperti kebanyakan obat antitumor lainnya (Hill et al. 1993). Vinblastin dapat juga menyebabkan alopesia dan lesi mukosa mulut (Ganiswarna 1995). Jika dibandingkan dengan vinblastin yang memiliki indeks terapi yang sempit, kurkumin sebagai salah satu komponen aktif temulawak telah dibuktikan aman secara farmakologis. Percobaan klinis pada manusia tidak menunjukkan adanya toksisitas pada pemberian dosis lebih dari 10 g/hari (Cheng et al 2001). Di samping itu, fakta bahwa selama berabad-abad masyarakat di negara Asia mengkonsumsinya sebagai bumbu dapur memperlihatkan bahwa kurkumin aman secara farmakologis (Syng-ai 2004). Xanthorizol sebagai komponen aktif temulawak lainnya juga bersifat protektif terhadap karsinogen penyebab kerusakan DNA (Hong et al. 2004b) dan diketahui memiliki efek preventif terhadap kejadian nefrotoksisitas yang diinduksi oleh obat antitumor cisplatin (Kim et al. 2005).

14 Dari seluruh uraian di atas, ekstrak etanol temulawak diketahui memiliki aktivitas antiproliferatif terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara in vitro dan didukung pula oleh khasiatnya yang lain sehingga memungkinkan untuk dikembangkan menjadi obat antitumor yang aman dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat badan lahir merupakan berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA SEL LESTARI TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO ROYAMA SARI

AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA SEL LESTARI TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO ROYAMA SARI AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA SEL LESTARI TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO ROYAMA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Konfluenitas Sel Hepar Baby Hamster yang Diinduksi DMBA (7,12-Dimetilbenz(α)antracene) Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, yaitu sebanyak 1.384.155 kejadian dan 458.503 kematian (IARC, 2013). 70%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Djajanegara dan Wahyudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu massa yang abnormal dengan pertumbuhan yang tidak teratur (melampaui batas normal dan tidak terkoordinasi) dan dapat bermetastasis (Stricker & Kumar,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik di darat maupun di laut. Indonesia adalah negara yang diapit oleh dua benua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus lambung merupakan masalah pencernaan yang sering ditemukan di masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap perubahan histologi kelenjar mammae mencit betina yang diinduksi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. dipanaskan selama 24 jam sampai terbentuk filtrat jernih, filtrat yang

BAB VI PEMBAHASAN. dipanaskan selama 24 jam sampai terbentuk filtrat jernih, filtrat yang BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Ekstraksi Bawang putih (Allium sativum) Dua ratus delapan gram bubuk bawang putih kering diekstraksi menggunakan metode sokletasi dengan pelarut ethanol 80% yang dipanaskan selama

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan dan ketidaknormalan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel-sel yang mengakibatkan timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya protoonkogen, antionkogen, gen yang mengendalikan apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Sel kanker : sel normal yang telah mengalami perubahan menjadi sel berproliferasi melampaui batas pertumbuhan normal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit mata penyebab kebutaan di dunia adalah disebabkan oleh katarak. Pada tahun 1995 dikatakan bahwa lebih dari 80% penduduk dengan katarak meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang saat ini mendapatkan perhatian serius di dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan urutan ke-6 terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Akan tetapi, masih belum diketahui efek sampingnya (Pasaribu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker payudara Kanker payudara merupakan sel neoplasma yang bertumbuh abnormal pada jaringan payudara dan bersifat infiltratif dan memiliki kemampuan untuk bermetastase.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2000, kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua kematian) di seluruh dunia, menyusul kejadian kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hepar merupakan organ pencernaan terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hepar terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia dengan nomor 19/Ka.Kom.Et/70/KE/III/2016.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal. Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat BAB VI PEMBAHASAN Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat menyebabkan perlemakan hati non alkohol yang ditandai dengan steatosis hati, inflamasi dan degenerasi ballooning hepatosit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Bangsa Indonesia telah lama melakukan berbagai penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan salah satu analgesik-antipiretik yang efektif dan obat bebas yang mudah didapat dimana saja baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan selsel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang harus menyesuaikan dengan kebutuhan itik yang tergolong unggas air, kebutuhan air bagi itik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah banyak pemanfaatan tanaman obat Indonesia untuk menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. Sudah banyak pemanfaatan tanaman obat Indonesia untuk menanggulangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah banyak pemanfaatan tanaman obat Indonesia untuk menanggulangi berbagai macam penyakit di Indonesia. Seiring dengan adanya slogan back to nature, obat tradisional

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kanker merupakan penyakit paling mematikan ke-5 dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kanker merupakan penyakit paling mematikan ke-5 dan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus tumbuh atau bertambah dan tidak dapat mati (Depkes RI, 2013). Di Indonesia, kanker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan kelainan hiperproliferatif yang melibatkan transformasi morfologik selular, disregulasi apoptosis, proliferasi sel yang tidak terkontrol, invasi, angiogenesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

Rata-rata Fluktuasi Berat Badan Mencit

Rata-rata Fluktuasi Berat Badan Mencit Nilai Rata-rata (gr) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Fluktuasi Rata-rata Berat Badan Mencit Berat badan mencit diamati tiap minggu, untuk memperoleh informasi perubahan berat badan. Perubahan berat badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi permasalahan kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia hingga saat ini. Penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua terbesar di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi tinggi di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Penyakit kanker merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh karena adanya kontraksi otot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana mana,

I. PENDAHULUAN. Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana mana, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamatory bowel disease (IBD) mewakili suatu kondisi inflamasi kronik usus yang idiopatik. IBD terdiri atas dua jenis penyakit, yaitu Crohn's disease (CD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi oksidasi nitrat oksida (NO) atau reaksi reduksi senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kanker menempati posisi kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan abnormal pada sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh dan menimbulkan

Lebih terperinci