BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Lolosi Merah (C. chrysozona) Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk dalam family ikan caesiodidae yang erat hubungannya dengan ikan kakap dari family Lutjanidae. Ikan ini pada umumnya berwarna indah dengan kombinasi warna kuning dan biru. Ikan lolosi merah (C. chrysozona) biasa banyak terdapat di sekitar perairan terumbu karang dan perairan pantai dangkal yang berbatu-batu. Ikan ini mencari makan di daerah yang berderajat lebih tinggi dan dalam suatu gerombolan yang besar. Ditjen Perikanan (1998), menyatakan bahwa ikan lolosi merah (C. chrysozona) tergolong ikan buas yang makanannya berupa ikan-ikan kecil dan krustasea. Ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat mencapai panjang 25 cm, tapi pada umumnya 20 cm. Bentuk tubuh ikan ini bulat, pipih memanjang, sisik-sisik kecil berduri dan di sisi tubuhnya terdapat garis sisi yang tidak terputus-putus. Tulang pipi dan penutup insangnya ditumbuhi sisik-sisik kecil, dan sirip punggung yang tak terputus, dimana mengandung duri-duri keras yang tajam, tetapi tidak terlalu kuat. Sirip dubur ditunjang oleh tiga duri keras yang tidak terlalu kuat dan memiliki mulut kecil agak menonjol kedepan. Tulang intermaxilla memiliki sebuah tulang yang menyisip dibawah tulang maxilla (rahang atas) yang jelas sekali di dalam mulut. Rahang memiliki satu atau lebih barisan gigi-gigi kecil yang tajam dan langit-langit bergigi atau tidak bergigi. 5

2 Menurut Ditjen Perikanan (1998), klasifikasi ikan lolosi merah (C. chrysozona) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Ordo : Perciformes Sub ordo : Percoidae Famili : Lutjunidae Genus : Caesio Spesies : Caesio chrysozona Ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ikan lolosi merah (C. chrysozona) Ikan lolosi merah (C. chrysozona) berkembang biak seperti umumnya ikan lain, yaitu bertelur dengan pembuahan di luar atau di perairan bebas. Telur dihasilkan dalam jumlah yang banyak dan bersifat pelagis, permulaan perkembangan larva ini terjadi di laut lepas pantai, selanjutnya larva tersebut kembali perairan pantai yang dangkal setelah berumur enam minggu. 6

3 Sejak tahun 1936, ikan lolosi telah ditemukan sebanyak enam jenis, yang terdapat di perairan pulau ambon dan sekitarnya. Ikan lolosi umunya memiliki panjang tubuh, yakni untuk Caesio erythrogaster 355 mm, C. xanthonotus 306 mm, C. coerulaureus 283 mm, C. chrysn, 240 mm, C. diagramma 232 mm, C. tile 221 mm, dan C. chrysozona 150 mm, (Carpenter K.E dan Niem V.H, 1999). 2.2 Habitat Dan Penyebaran Ikan Lolosi Merah (Caesio chrysozona) Randal et al. (1990), mengemukakan bahwa habitat ikan lolosi merah (C. chrysozona) umumnya di daerah perairan karang hinga ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan tawar. Selain itu ikan lolosi merah (C. chrysozona) tertangkap pula pada kedalaman dasar antara meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas ppt serta suhu antara 5-32ºC. Terumbu karang merupakan ekosistim khas yang terdapat di daerah tropis, meskipun terumbu karang banyak ditemukan di perairan seluruh dunia, tapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat berkembang dengan baik dan salah satunya di perairan Indonesia. Subroto dan Subani (1994) menyatakan bahwa, keberadaan ikan lolosi merah (C. chrysozona) di Indonesia banyak ditangkap di wilayah perairan Riau Kepulauan, Sumatra Barat, Bangka, Belitung, Lampung, Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah (Kepulauan Karimun Jawa), Jawa Timur (Kepulauan Kangean), Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. 2.3 Komposisi Kimia Ikan Lolosi Merah (Caesio chrysozona) Menurut Sikorski (1990), komponen kimia utama daging ikan lolosi merah (C. chrysozona) adalah air, protein kasar dan lemak. Semuanya sekitar 98% dari total 7

4 berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensor dan stabilitas penyimpanan daging. Kandungan lainnya seperti vitamin dan mineral hanya berjumlah sedikit. Berikut adalah komposisi proksimat ikan lolosi merah (C. chrysozona) menurut Ditjen Perikanan (1990), dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi proksimat ikan lolosi merah (C. chrysozona) No BDD 100% Komposisisi kimia % 1 80% Energi (kkal) % Protein 17,0 3 80% Lemak 4,0 4 80% Karbohidrat 0,0 Sumber : Ditjen Perikanan, (1990). BDD : Bobot Dapat Dimakan Daging ikan memiliki komposisi kimia yang tergantung dari jenis ikan antar individu dalam spesies, dan antar bagian tubuh dari satu individu ikan. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan, serta masa memijah. Komposisi kimia daging juga dapat berbedabeda tergantung dari umur, habitat, dan kebiasaan makan. Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari 70-85% kadar air, % protein, 1-10% kadar lemak, 0,1-1% karbohidrat dan 1-1,5% mineral (Okada, 1990). Ali dan Jauncey (2005), menyatakan bahwa kandungan protein pada daging ikan bervariasi tergantung dari jenis ikan. Protein daging ikan banyak mengandung asam amino essensial yang sangat mudah mengalami denaturasi, penggumpalan dan 8

5 perubahan mutu yang disebabkan oleh proses penanganan (Conceicao et al, 1998). Selain protein, daging ikan juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Selain itu komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Jika kandungan lemak pada daging semakin besar, kandungan air akan semakin kecil dan sebaliknya (Salawu et al, 2004). 2.4 Mutu Ikan Segar Ikan yang masih segar berarti belum mengalami perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, maupun fisikawi yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Irawan, 1995). Ikan segar memiliki ciri-ciri yaitu, daging ikan elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya. Aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut, mata berwarna cerah, bersih, menonjol penuh serta transparan. Insang berwarna merah cerah dan kulit mengkilat berwarna cerah. Khusus produk makanan yang mudah dan cepat membusuk, seperti ikan basah yang baru ditangkap, pengertian mutu sebenarnya identik dengan kesegaran. Ikan segar mempunyai dua pengertian, yang pertama ikan yang baru saja ditangkap tidak disimpan dan diawetkan. Kedua, ikan yang mutunya masih baik, belum mengalami kemunduran mutu baik secara kimia, fisika, maupun biologi walaupun sudah mengalami penyimpanan, misalnya ikan-ikan yang dibekukan (FAO, Yunizal dan Wibowo, 1998). Untuk mempertahankan mutu ikan segar, harus secepatnya dilakukan penanganan. Kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk akhir yang dihasilkan. Secara umum ada 2 metode utama yang biasa digunakan untuk 9

6 menilai tingkat kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori (subjektif) dan nonsensori (objektif). Tabel 2 berikut adalah ciri-ciri ikan segar dan tidak segar. Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar dan ikan tidak segar Mata Parameter Kondisi Segar Kondisi Tidak Segar Insang Tekstur daging Keadaan kulit dan lender Keadaan perut dan sayatan daging Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah. Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor). Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat dan kompak. Warna sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lender dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenisnya. Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya. Bau Spesifik menurut jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh Sumber: FAO, (1995). Pupil mata kelabu tertutup lender seperti putih susu, bola mata cekung, dan keruh. Warna merah coklat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal. Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang. Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu. Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas. Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung Kesegaran ikan dapat digolongkan kedalam empat kelas mutu yaitu : (a). Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima). Ikan pada kondisi ini merupakan ikan yang baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. 10

7 Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benarbenar dalam keadaan segar. (b). Ikan yang kesegarannya masih baik (prima). Pada kondisi ini ikan masih dalam keadaan segar namun tidak sesegar seperti kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun lunak bila ditekan. (c). Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang). Ikan pada kondisi ini organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan, bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek. (d). Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk). Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak cemerlang lagi, bola mata cekung, insang berubah jadi berwarna coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk. 11

8 Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu ikan segar (SNI ) dapat di lihat pada Tabel 3. Standar Mutu Ikan Segar Berdasarkan SNI Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a. Organoleptik nilai minimum kapang b. Cemaran mikroba ALT/gr, maksimum Eschericia coli Vibrio cholerae (*) CFU / gram APM / gram Per 25 gram Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total Keterangan APM = Angka Paling Memungkinkan 2.5 Proses Kemunduran Mutu Ikan Segar 7 Tidak tampak 5 x 10 5 < 3 Negatif Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor (Junianto, 2003) Perubahan pre-rigor Perubahan pre-rigor atau sering dikenal dengan istilah hiperaemia merupakan fase yang terjadi pada ikan yang baru mengalami kematian yang ditandai dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto, 2003). Lendir-lendir yang terlepas 12

9 tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh sangat banyak hingga mencapai 1 sampai 5% dari berat tubuhnya (Murniyati dan Sunarman, 2000) Perubahan rigor mortis Perubahan rigor mortis ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti, suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan ph tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis (Junianto, 2003). Eskin (1990), mengemukakan rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi-relaksasi antara myosin dan aktin di dalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang pemanen. Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan, selain dapat memperlambat pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan masih sangat segar. Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor). Energi pada jaringan otot ikan diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis (penguraian glukosa) menghasilkan ATP dan 13

10 asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan ph otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis. Pada fase rigor mortis ini, ph tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula ph 6,9-7,2. Tinggi rendahnya ph awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka ph daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, ph ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa basa purin dan pirimidin yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan ph ikan (Eskin, 1990). Kenaikan nilai ph tergantung pada lama penyimpanan. Kenaikan nilai ph selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu panas, komposisi garam, kondisi fisiologis, kandungan protein dan aktivitas enzim (Taskaya et al, 2003) Perubahan post rigor Fase post rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh bakteri. Autolisis merupakan proses terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan (FAO 1995). Proses autolisis ditandai dengan melemasnya daging ikan. Lembeknya daging ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya ph. Mula-mula protein 14

11 dipecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi protease, lalu pecah menjadi pepton, polipeptida, dan akhirnya menjadi asam amino. Selain itu dihasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin basa yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan Sunarman, 2000). Pemecahan penyusun jaringan ikan juga akan berakibat pada penurunan sifat organoleptik seperti bau, rasa, tekstur, dan kadang-kadang warna. Pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri tidak akan terjadi sebelum masa rigor mortis berakhir. Pada akhir fase rigor saat hasil penguraian makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Bila fase rigor telah lewat (badan ikan mulai melunak) maka kecepatan pembusukan akan meningkat (Moeljanto, 1992). Bakteri yang semula hanya berada di insang, isi perut, dan kulit ikan mulai masuk ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi senyawa-senyawa busuk berupa indol, skatol, merkaptan, amonia, asam sulfida, dan lain-lain. Jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia, dan Bacillus. Menurut Moeljanto (1992), berbagai kondisi suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap kandungan protein dan total koloni ikan. Kerusakan kimiawi yang sering kali terjadi adalah proses oksidasi lemak yang mengakibatkan rasa pahit dan bau tengik serta perubahan warna. Proses oksidasi 15

12 lemak menghasilkan sejumlah substansi yang dapat menyebabkan timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ini dipercepat dengan adanya logam-logam berat, enzim-enzim lipooksidase dan panas. Senyawa hasil pemecahan hidroperoksida merupakan produk sekunder yang sebagian besar berupa aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, dan alkana yang menyebabkan timbulnya diskolorisasi atau bau tengik pada ikan (FAO, 1995). Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya Kelompok Suhu Pertumbuhan (ºC) mikroorganisme Minimum Optimum Maksimum Psikorofil Psikrotrof Mesofil Thermofil Thermotrof Sumber : Lan et al, (2007) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Adapun faktor internal yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan (Junianto 2003), yaitu: (a). Jenis ikan. Jenis ikan pelagis cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan demersal, hal ini karena ikan pelagis memliki aktifitas tinggi sehingga relatif mudah mengalami penurunan kualitas dibandingkan 16

13 dengan ikan demersal yang aktifitasnya rendah. Aktivitas ikan sangat berkaitan dengan kandungan glikogen yang tersedia pada saat ikan ditangkap atau dipanen. Ikan mati dengan kandungan glikogen yang rendah tidak mampu menrunkan ph daging sehingga kesegaranya cepat menurun. Selain itu ikan dengan kandungan lemak tinggi juga lebih mudah mengalami proses penurunan kualitas dibandingkan dengan ikan dengan kandungan lemak rendah. Lemak ikan bersifat tidak jenuh sehingga mudah mengalami proses oksidasi selama penyimpanan. Akibat dari proses oksidasi lemak ikan menjadi tengik, dengan demikian ikan dengan kandungan lemak tinggi mudah mengalami penurunan kesegaran. (b). Umur dan ukuran ikan. Ikan dewasa dengan ukuran yang besar lebih lama mengalami kemunduran mutu dari pada ikan kecil. (c). Kandungan lemak. Ikan yang mengandung lemak tinggi cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan-ikan berlemak rendah. (d). Kondisi fisikal ikan. Kondisi fisik yang lemah sebelum ditangkap karena kurang bergizi makanannya, baru menelurkan dan sebagainya akan berpengaruh terhadap waktu memasuki tahap rigor. (e). Karakteristik kulit dan bentuk tubuh. Ikan yang memiliki kulit yang tebal akan cenderung lebih lama laju kemunduran mutunya dibanding ikan yang memiliki kulit yang tipis, begitu juga dengan ikan yang bentuk tubuhnya bulat lebih lama kemunduran mutunya dibanding ikan yang bentuknya pipih. Faktor-faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan (Junianto 2003), adalah: 17

14 (a). Penggunaan alat tangkap. Jenis dan teknik penangkapan akan berpengaruh pada derajat keletihan ikan. Ikan yang berjuang keras lama menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga lebih cepat memasuki masa rigor. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (merontaronta) sebelum mati. (b). Penanganan pasca-panen yang dilakukan oleh para nelayan. Untuk memperoleh ikan yan bermutu dan daya awet panjang, pokok utama dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih dan pada suhu rendah. (c). Musim. Daya simpan ikan pada musim panas yang hangat sering lebih pendek. Daya awet ikan berfluktuasi secara musiman menurut suhu. (d). Wilayah penangkapan. Perbedaan dalam wilayah penangkapan dapat juga berpengaruh terhadap daya awet. (e). Suhu air saat ikan ditangkap. Air yang bersuhu tinggi apalagi ikan agak lama tinggal dalam air sebelum diangkat dapat mempercepat proses penurunan mutunya. 2.6 Metode Pengukuran Kesegaran Ikan Tingkat kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi, dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan sifat-sifat ikan pada waktu masih hidup. Berdasarkan tingkat kesegarannya ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima), ikan yang kesegarannya masih baik (prima), ikan yang kesegarannya sudah mulai 18

15 mundur (sedang) dan ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk). Ikan yang telah busuk bukan saja tidak enak, tetapi juga membahayakan kesehatan bila dimakan. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan mutu ikan yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan mutu dapat dilakukan dengan tiga cara (Murniyati dan Sunarman 2000), yaitu: (a). pemeriksaan organoleptik atau sensorik. (b). pemeriksaan di laboratorium (secara fisik, kimia, dan mikrobiologis). (c). menggunakan alat-alat seperti freshness measure, electric freshness tester. Analisis yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kesegaran ikan adalah analisis organoleptik cara ini sangat cepat murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat juga disebut cara sensorik (SNI, 2006c). Pengukuran mutu secara sensorik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sampel yang diuji, metode penilaian, dan panelis. Penentuan mutu ikan dengan metode sensoris menimbulkan kesulitan-kesulitan seperti tingkat kepercayaan khusus pada panelis, keharusan panelis untuk selalu siap menilai setiap saat penilaian dibutuhkan, serta lamanya waktu yang dibutuhkan. Pemeriksaan kesegaran ikan di laboratorium dilakukan untuk menentukan mutu ikan dengan lebih teliti dan secara obyektif. Metode yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu waktu yang relatif singkat, penilaian yang singkat, biaya yang murah, dan menghasilkan nilai yang dapat diulang serta memiliki korelasi dengan nilai pengamatan secara sensorik. 19

16 Metode yang sering digunakan adalah mengukur total basa yang menguap (Total Volatile Base, TVB), dan menghitung jumlah bakteri (Total Plate Count, TPC) (Murniyati dan Sunarman, 2000). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan. Nilai TVB maksimum untuk ikan segar, yaitu 30 mg N/100g selain itu kelebihan dalam penggunaan metode TVB adalah nilai yang tidak banyak meningkat selama tahap awal dari proses penguraian. Pengujian bakteri yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan TPC (Total Plate Count), yaitu perhitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam (SNI 2006a). 2.7 Pengawetan Dengan Pendinginan Pendinginan merupakan suatu proses pengawetan ikan dengan suhu rendah, yaitu antara -1 C sampai 5 C. Pendinginan disebut chilling yang mempunyai tujuan utama untuk menghambat proses kemunduran mutu ikan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses kimia maupun fisis sehingga ikan tetap dalam kondisi segar sampai jangka waktu yang cukup lama (Gelman et al, 2004). Perkembangbiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu semakin rendah suhu yang diberikan, pertumbuhan bakteri semakin dihambat. Bakteri dapat tumbuh dalam deret suhu yang besar, yaitu dari 0-5ºC. Proses pendinginan yang diberikan pada saat proses pembusukan sudah berjalan akan kurang efektif dalam pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan (Ilyas, 1983). 20

17 Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan dapat di lihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri, dan mutu ikan Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan 25 C sampai Luar biasa cepat Cepat menurun, daya awet 10 C sangat pendek (3-10 jam) 10 C sampai 2 C Pertumbuhan bakteri Mutu menurun kurang cepat, kurang cepat daya awet pendek (2-5 hari) 2 C sampai -1 C Pertumbuhan bakteri Penurunan mutu agak dihambat, jauh berkurang daya awet wajar (3-10 hari) -1 C Kegiatan bakteri dapat Ditekan Sebagai ikan basah, penurunan suhu minimum sehingga daya -2 C sampai - Kegiatan bakteri 10 C ditekan menjadi tidak aktif -18 C dan lebih Ditekan minimum, rendah bakteri tersisa tidak aktif Sumber: Ilyas, (1983). awet maksimum 5-20 hari Penurunan mutu minimum, tekstur dan rasa ikan rendah, daya awet panjang 7-30 hari Mutu ikan beku lebih baik, daya awet sampai setahun Cara termudah praktis dan tidak membutuhkan biaya besar adalah menggunakan es. Es yang digunakan untuk mendinginkan ikan harus terbuat dari air yang bersih dan disimpan di tempat yang bersih pula. Es untuk mendinginkan harus berupa hancuran es untuk menghindari luka-luka atau memar pada ikan. Selain itu dengan menggunakan hancuran es maka kontak langsung antara es dengan ikan menjadi lebih baik dan proses terjadinya penurunan suhu pun menjadi lebih cepat (Ilyas, 1983). 2.8 Pengesan Dengan Penambahan Garam Pengesan dengan menambahkan garam merupakan salah satu cara untuk mendinginkan ikan pada suhu mendekati titik beku ikan. Dengan pemakaian es yang ditambahkan garam dapat pempercepat penurunan suhu ikan sehingga menghasilkan 21

18 suhu akhir ikan yang rendah dan berdampak positif terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya suhu dan kecepatan penurunan suhu ikan dapat menghambat proses biokimia dan pertumbuhan bakteri pembusuk (Yunizal dan Wibowo, 1998). Garam yang digunakan untuk mengawetkan ikan sebaiknya memakai garam murni yaitu garam yang sebanyak mungkin mengandung NaCl dan sekecil mungkin mengandung unsur lain seperti MgCl 2, CaCl 2, MgSO 4, CaSO 4, lumpur serta kotoran lainnya. Budiman (2004) menyatakan, garam mempunyai beberapa kelemahan yaitu: (a). Garam yang mengandung Ca dan Mg lambat sekali menembus masuk ke dalam daging ikan, sehingga memungkinkan proses pembusukan tetap berjalan selama proses penggaraman. Selain itu produk ikan asin yang dihasilkan bersifat higroskopis. (b). Garam yang mengandung 0,5%-1%, CaSO 4 menghasilkan produk yang kaku dan warnanya pucat (putih). (c). Garam mengandung magnesium, sulfat dan klorida menyebabkan produk agak pahit. (d). Garam yang mengandung besi dan tembaga menyebabkan warna coklat, kotor dan kuning. (e) Garam mengandung CaCl 2 menyebabkan ikan asin berwarna putih, keras dan mudah pecah. Secara umum kandungan garam terdiri dari 39,39% Na dan 60,69% Cl, berbentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih. Dalam proses penggaraman, penggunaan garam bertujuan sebagai bahan pengawet dan pemberi cita rasa. Sebagai 22

19 bahan pengawet, garam mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga akibatnya menyebabkan adanya peristiwa osmosis dengan daging ikan. Kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh kemurnian garam itu sendiri (Adawyah, 2007). 2.9 Pengaruh Garam Terhadap Mutu Ikan Garam berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat pada tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehi ngga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya akan mati. Dengan matinya bakteri pembusuk maka ikan akan tetap dalam keadaan segar dan kerusakan pada ikan dapat dicegah (Desrosier, 1988). Budiman (2004), menyatakan bahwa, kecepatan proses penyerapan garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut yaitu : (a). Kesegaran tubuh ikan, semakin segar ikan maka proses penyerapan garam kedalam tubuh ikan akan semakin lambat. (b). Kandungan lemak. Lemak akan menghalangi masuknya garam kedalam tubuh ikan, sehingga ikan yang kandungan lemaknya tinggi akan mengalami penyerapan garam yang lambat. (c). Ketebalan daging ikan. Semakin tebal daging ikan maka proses penggaraman semakin lambat (d). Kehalusan kristal garam. Garam yang halus akan lebih cepat larut dan meresap kedalam tubuh ikan, tetapi penyerapan yang terlalu cepat akan mengakibatkan 23

20 permukaan daging cepat mengeras (Salt burn) dan ini akan menghambat keluarnya kandungan air dari bagian dalam tubuh ikan. (e). Suhu. Semakin tinggi suhu larutan, maka viskositas larutan garam semakin kecil sehingga proses penyerapan akan semakin mudah. 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa,

Lebih terperinci

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan fase kemunduran mutu (post mortem) pada ikan bandeng. Penentuan fase post mortem pada ikan bandeng

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ikan ini termasuk jenis pemakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Ikan Sistematika dari ikan kembung adalah : Phylum Sub phylum Class Sub class Ordo Sub ordo Family Genus Species : Chordata : Tunicata (Urochordata) : Osteichthyes : Sarcopterygii

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Modifikasi Alat IFFI-2 merupakan modifikasi dari instrumen pendeteksi kesegaran atau kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini mengaplikasikan metode spektroskopi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur (Trichiurus sp.) Ikan layur (Trichiurus sp.) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

Teknik Pengawetan dengan Penggaraman BAB 4. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN

Teknik Pengawetan dengan Penggaraman BAB 4. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN BAB 4. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala nasional,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Ikan Bandeng Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan dan standar proses produksi, yang dimaksud barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN Indra Jaya 1) dan Dewi Kartika Ramadhan 2) Abstract This paper describes an attempt to introduce acoustic method as an alternative for measuring fish freshness.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Simba Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan dan termasuk karnivora. Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.Volume II, Nomor 4, Desember 2014 Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Herlila Tamuu, Rita Marsuci Harmain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nike (Awaous melanocephalus) Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan banyak terdapat di Perairan Gorontalo. Klasifikasi ikan nike menurut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG Jurnal Perikanan dan Kelautan EFEKTIVITAS KONSENTRASI BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG (Decapterus sp.) Segar SELAMA PENYIMPANAN RUANG 1,2 Raflin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Afrianto (2002), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas.

Lebih terperinci

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM Disiapkan oleh: Siti Aminah PERAN GULA DALAM PENGAWETAN Bakteri, ragi dan kapang disusun oleh membrane yang menyebabkan air dapat masuk atau keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Deskripsi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol mempunyai bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci