OPTIMALISASI LAHAN PRODUKSI PERHUTANAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KOMODITAS PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI LAHAN PRODUKSI PERHUTANAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KOMODITAS PANGAN"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI LAHAN PRODUKSI PERHUTANAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KOMODITAS PANGAN Abstrak Gejala perlambatan pertumbuhan produksi mengharuskan pengembangan sumber baru pertumbuhan produksi komoditas pangan sebagai kunci keberhasilan untuk meraih dan mempertahankan swasembada pangan yang dicanangkan Pemerintah. Salah satu yang paling potensial untuk itu ialah optimalisasi pemanfaatan lahan perhutanan dengan penerapan sistem wanatani. Lahan yang paling siap guna ialah milik Perum Perhutani seluas ha yang pada tahu 2008 telah diusahakan dengan hasil ton padi atau 0.26 persen dari total produksi nasional, ton jagung atau 2.07 persen dari produksi nasional dan 72,475 ton kacang-kacangan. Produktivitas masih rendah karena belum menggunakan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan varietas unggul dan dosis input optimal. Luas panen sangat fluktuatif antar tahun karena pengembangannya masih bersifat cadangan program khusus ekstensifikasi, hanya dimanfaatkan ekstensif bila ada program khusus, yang biasanya terjadi menjelang Pemilihan Umum atau reaksi terhadap masalah temporer. Petani wanatani tanaman pangan tidak dianggap sebagai petani tanaman pangan sehingga tidak mendapatkan fasilitasi subsidi dan bantuan, seperti pupuk bersubsidi, bantuan langsung pupuk dan benih, sekolah lapang, yang tersedia bagi petani tanaman pangan pada umumnya. Kementerian Kehutanan sudah sejak lama mengintegrasikan pengembangan wanatani tanaman pangan kedalam program pembangunan kehutanan sementara Kementerian Pertanian belum diketahui apakah telah melakukan hal yang sama. Memang telah ada setidaknya dua Nota Kesepahaman kemitraan antara Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan sejumlah BUMN untuk pengembangan usahatani kedele dan padi yang ditandatangani tahun 2008 namun pelaksanaan dan kontinuitasnya belum diketahui. Potensi sumber baru pertumbuhan produksi komoditas pangan sangat besar tidak saja berasal dari perluasan lahan baku basis produksi, tetapi juga dari peningkatan intensitas tanam dan peningkatan produktivitas. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan PTT dengan varietas unggul dan dosis input rekomendasi pertanaman padi tumpangsari jati sangat baik tidak saja pada lahan bukaan baru dan jati muda (umur setahun) tetapi juga pada tapakan jati tua siap panen dan produktivitas padi meningkat sekitar persen. Oleh karena itu disarankan agar Kementerian Pertanian segera mengambil inisiatif untuk membuat kesepakan program pengembangan bersama-sama dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN. Dalam pada itu, Menteri Pertanian juga disarankan untuk segera mengarahkan Eselon-1 terkait dalam Kementerian Pertanian agar segera mengambil langkah-langkah yang perlu sehingga program tersebut dapat dilaksanakan segera, bahkan, mengingat masa musim tanam, pada bulan November dan Desember 2010 ini juga. Paling tidak, para petani wanatani memperoleh akses terhadap pupuk bersubsidi, bantuan langsung pupuk dan bantuan langsung benih yang mungkin belum sepenuhnya terserap pada tahun ini. 1. PENDAHULUAN Pada tahun 2008 Indonesia berhasil meraih kembali norma swasembada beras dan bahkan melakukan ekspor beras pada tahun Impor beras memang masih ada yaitu 250 ribu ton pada tahun 2008 dan 300 ribu ton pada tahun 2009 namun volumenya relatif, kecil kurang dari satu persen dari kebutuhan nasional, dan terutama berupa beras kualitas khusus yang tidak dihasilkan di dalam negeri. Pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, telah bertekad untuk mempertahankan norma swasembada beras tersebut secara berkelanjutan. 1

2 Kekhatiran mulai muncul tatkala Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Angka Ramalan ke dua (ARAM-2) bahwa produksi padi tahun 2010 hanya meningkat 1.17 persen. Dalam pada itu, stok beras yang dimiliki Bulog juga dipandang tidak mencukupi, terutama karena kurangnya pengadaan dalam negeri, sehingga Pemerintah terpaksa melakukan impor beras. Tujuannya ialah untuk memenuhi keperluan stok beras Bulog. Perkiraan terbaru yang dikeluarkan BPS (ARAM-3) menunjukkan bahwa produksi padi tahun 2010 meningkat 2.46 persen. Dengan pertumbuhan produksi beras sebesar itu swasembada beras mestinya dapat dipertahankan dan impor beras tidak diperlukan untuk memenuhi stok Bulog. Kasus impor beras tahun 2010 tersebut menunjukkan betapa pentingnya menjaga angka ramalan maupun angka tetap produksi padi dalam negeri dan stok beras yang dimiliki Bulog dalam batas aman masing-masing. Dengan perkiraan kasar, produksi produksi padi haruslah meningkat setidaknya sekitar persen tiap tahun dan stok Bulog cukup untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya selama 4 bulan plus Cadangan Beras Pemerintah (CPB) yang ditargetkan mencapai satu juta ton. Peningkatan produksi padi sebesar 5.54 % pada tahun 2008 dan 6,75 % pada tahun 2009 merupakan prestasi luar biasa yang nampaknya sukar dipertahankan pada tahun 2010 ini. Tindakan yang perlu dilakukan ialah bagaimana memacu produksi beras dalam negeri setidaknya sekitar persen tiap tahun. Tantangan semakin berat karena selain mempertahankan swasembada beras, Kementerian Pertanian juga tewlah menetapkan target mewujudkan swasembada jagung, gula dan kedele yang semuanya sa,ling bersaing dalam penggunaan sumberdaya produksi. Mengingat peningkatan produksi padi dan komoditas pangan lainnya dari lahan tradisional (sawah) sudah sejak lama mengalami perlambatan maka upaya pengembangan sumber-sumber baru produksi pangan, khuisusnya padi, haruslah lebih digiatkan lagi. Salah satu sumber pertumbuhan baru produksi pangan yang sangat potensial ialah lahan produksi hutan, khususnya lahan di kawasan hutan jati yang cukup luas di pulau Jawa milik Perum Perhutani. Lahan pertanaman kayu jati dapat juga ditanami padi atau komoditas pangan lainnya secara tumpang sari (wanatani) tanpa menggangu pohon jati yang menjadi tanaman utama. Sistem wanatani dengan komoditas tanaman pangan sudah lama diusahakan oleh Perum Perhutani namun kinerja usahataninya secara mikro masih belum optimal dan skalanya secara makro masih sangat fluktuatif. Berikut ini diuraikan kinerja, potensi, tantangan dan opsi kebijakan pengembangan wanatani pangan pada lahan milik BUMN perhutanan khususnya Perum Perhutani. Telaahan ringkas ini dimaksudkan sebagai sumber data dan informasi bagi pimpinan Kementerian Pertanian maupun Kementerian Kehutanan atau Lembaga-lembaga lainnya dalam memutuskan arah kebijakan dalam rangka merumuskan kebijakan operasional yang tepat. 2. POLA PENGUSAHAAN Usaha produksi pangan pada lahan produksi milik BUMN sektor kehutanan sudah dimulai sejak lama dengan pola tanam tumpangsari, yang juga dikenal sebagai wanatani, dipelopori oleh Perum Perhutani. Pada tahun 2007/2008 PT Inhutani juga melakukan kegiatan produksi pangan walaupun dalam skala yang masih kecil. Komoditas pangan yang diusahakan ialah padi, jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian dan tanaman penghasil bahan pangan lain seperti sukun, buah-buahan, dsb. Usaha produksi pangan yang dilakukan oleh BUMN kehutanan merupaka bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) perusahaan bersangkutan. Kegiatan tersebut bukanlah kategori pemenuhan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) yang untuk mana perusahaan pelaksana memperoleh imbal jasa dari pemerintah. 2

3 Usaha produksi padi, dan pangan secara umum, dilakukan melalui tiga pola: 1. Usaha penyediaan pangan melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) 2. Usaha penyediaan pangan melalui kerjasama BUMN dan Mitra Pemerintah 3. Usaha penyediaan pangan melalui Program Khusus Pengutan Cadangan Beras Nasional (PK-PCBN) Kegiatan PHBN dilakukan oleh Perum Perhutani. Secara konseptual, PHBN adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal guna menuju masyarakat desa hutan mandiri (Dephut, 2009). Sinergi tersebut dilakukan bersama masyarakat desa hutan, pemerintah daerah (propinsi dan atau kabupaten) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perhutani. Kontribusi Perum Perhutani adalah menyediakan lahan bagi masyarakat untuk menanam padi (atau tanaman pangan lainnya) secara tumpang sari di bawah tegakan tanaman kayu. Kontribusi pemerintah daeran (propinsi dan atau kabupaten) adalah menyediakan bantuan sarana usahatani dan penyuluhan. Sedangkan kontribusi setiap petani peserta adalah mengelola usahatani masing-masing. Kegiatan produksi pangan melalui kerjasama BUMN dan Mitra Pemerintah terkait merupakan bagian dari program Hutan untuk Pangan yang dicanangkan melalui penandatanganan nota kesepahaman kerjasama pada tanggal 27 Maret Program ini melibatkan lima BUMN, yaitu Perum Perhutani, PT. Pertani, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kujang dan PT. Sang Hyang Sri. Mitra dari lembaga pemerintah ialah Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan Perum Perhutani berperan dalam menyediakan lahan hutan tanaman untuk usahatani tanaman pangan dengan sistem tumpangsari. Kementerian Pertanian berperan dalam menyediakan benih unggul, pupuk, pestisida dan sarana usahatanilainnya yang pengadanannya dilaksankan bekerjasama dengan BUMN terkait. Pada tahap awal program ini diharapkan dapat menyediakan sedikitnya lahan seluas ha dan modal kerja untuk usahatani kedelai bagi petani (Dephut, 2009). Termasuk dalam pola kemitraan adalah kegiatan produksi pangan yang dilakukan oleh PT. Inhutani bekerjasama dengan mitra usahanya mulai dilaksanakan di Sumatera Selatan pada tahun Produksi padi dilakukan dengan menanam padi gogo dan padi sawah secara tumpangsari dengan tanaman pokok akasia. Luas yang ditanami padi pada tahun 2007 baru 588 ha dan hasil panen tahun 2008 adalah 500 ton. Program Khusus Pengutan Cadangan Beras Nasional (PK-PCBN) dicanangkan melalui penandatanganan nota kesepahaman kerjasama 14 pemangku kepentingan terkait di Kantor Pusat Perum Bulog pada tanggal 2 Juli Penandatangan nota kesepahaman tersebut dari pihak pemerintah ialah Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan. Sementara penandatangan nota kesepahaman kerjasama tersebut dari kelompok perusahaan ada 10 BUMN dan satu perusahaan swasta, yaitu Perum Bulog, Perum Perhutani, PT. Perhutani-II, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT.Bank Mandiri, PT. Bank Bukopin, PT.Pusri, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kujang dan PT. Sang Hyang Sri, dan PT. Pertani. Nota kesepahaman kerjasama tersebut juga ditandatangani oleh Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) sebagai wakil petani. PK-PCBN merupakan respon terhadap krisis pangan, khususnya beras, dunia yang mulai terjadi pada akhir tahun 2007 dan dikhawatirkan dapat merambat pula ke Indonesia. Kementerian Kehutanan bersama Perum Perhutani dan PT. Inhutani-II berpartisipasi melalui optimalisasi pemanfaatan lahan kering di dalamdan di luar kawasan hutan. Kegiatan yang dilakukan adalah tumpangsari padi dengan tanaman pokok kehutanan pada lahan yang 3

4 disediakan seluas ha (Dephut, 2009). Sayangnya, data realisasi luas tanam/panen dan produksi kegiatan tersebut belum dapat diperoleh. Namun demikian, informasi tentang realisasi pelaksanaan dan hasil nota kesepahaman kerjasama ini masih perlu dikumpulkan dan dikaji dalam rangka merancang program yang dapat dilaksanakan efektif secara berkelanjutan. PK- PCBN akan terkesan hanya sekadar kampanye peningkatan citra bila hanya berakhir pada penandatanganan nota kesepahaman, atau pun kalau dilaksanakan hanya kegiatan sekali saja. Kiranya dapat dijadikan sebagai acuan pikir bahwa semua kegiatan reaktif dalam skala yang cukup besar, termasuk sebesar kegiatan PK-PCBN, biasanya memboroskan. Kegiatan produksi padi oleh Perum Perhutani dan PT. Inhutani bekerjasama dengan pemerintah maupun BUMN lainnya tidak dapat dipandang sebagai kegiatan bisnis biasa untuk misi meraih laba komersial. Sebagaimana disebutkan, kegiatan produksi pangan yang dilakukan oleh Perum Perhutani melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) perusahaan tersebut. Kegiatan kemitraan dan Program Khusus Pengutan Cadangan Beras Nasional (PK-PCBN) mungkin hanya berupa kegiatan sementara sebagai reaksi atau respon terhadap permintaan pemerintah pada saat itu. Dari ketiga jenis kegiatan produksi padi tersebut yang prospektif berkelanjutan ialah PHBM. Walau secara agregat sangat fluktuatif, program ini telah terbukti berjalan cukup lama, didukung oleh pemerintah daerah setempat (propinsi maupun kabupaten) dan hasilnya cukup tinggi. Agenda jangka pendek yang perlu ditindak lanjuti ialah memastikan bahwa program dan Nota Kesepahaman yang telah dibuat dilaksanakan secara bekelanjutan. Kementerian Pertanian (dan Kementerian Kehutanan) kiranya perlu mengevaluasi sejauh mana pelaksanaan dari Nota Kesepahaman kerjasama BUMN dengan Mitra Pemerintah untuk penngembangan usahatani tanaman pangan khususnya kedele yang ditandatangani pada bulan Maret 2008 serta Program Khusus Penguatan Cadangan Beras Nadional (PK-PCBN) yang ditandatangani pada bulan Juli Kaji ulang atas Nota-nota Kesepahaman yang telah ada dan program yang masih berjalan menjadi landasan dalam penyusunan rencana aksi ke depan. 3. KINERJA PRODUKSI Komoditas tanaman pangan (ayang termasuk mandate Kementerian Pertanian) yang diusahakan pada lahan Perum Perhutani utamanya ialah padi, jagung dan kacang-kacangan. Volume produksi pangan yang dihasilkan sudah cukup besar. Untuk tahun 2008 misalnya, produksi padi mencapai ton atau 0.26 persen dari total produksi nasional, jagung mencapai ton atau 2.07 persen dari produksi nasional dan kacang-kacangan mencapai 72,475 ton (Tabel 1). Sayang, tidak ada informasi tentang rincian produksi kacangkacangan menurut jenisnya. Namun sekadal gambaran, produksi nasional kedele pada tahun 2008 adalah 775,710 ton. Patut diduga bahwa kontribusi hasil produksi dari lahan Perum Perhutani dalam produksi nasional kedele adalah cukup besar. Volume produksi tahunan sangat fluktuatif. Produksi padi dalam kisaran 57 ribu -160 ribu ton GKG, jagung ribu ton dan kacang-kacangan ribu ton. Fluktuasi produksi ini nampaknya berkaitan dengan intensitas upaya (program) pemerintah dalam meningkatkan produksi beras: BUMN baru melakukan melibatkan diri atau meningkatkan upaya peningkatan padi bila di desak oleh Pemerintah atau bila melihat pemerintah tengah berupaya keras meningkatkan produksi pangan. 4

5 Tabel 1. ProduksiI Bahan Pangan Hasil Reboisasi Dan Rehabilitasi Hutan Tahun 2001 s/d Juli 2009 (Ton) Tahun Padi Jagung Kacangkacangan Lain-Lain Jumlah , ,473 64,694 83, , , ,474 30,511 45, , , ,766 19, , , , ,187 25,060 59, , , ,979 41, , , , ,188 37, , , , , , , , , ,251 72, , ,575 Sumber : Departemen Kehutanan (2009), PANGAN DARI HUTAN (Kontribusi Sektor Kehutanan Dalam Mendukung Ketahan Pangan Nasional Sebagai gambaran, tren peningkatan produksi dari ton ton GKG pada tahun 2001 hingga mencapai puncak sebesar ton ton GKG pada tahun 2004 berkaitan dengan upaya Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri untuk mengurangi impor beras hingga swasembada beras diklaim terwujud pada tahun Pada tahun 2005 produksi anjlok menjadi hanya ton ton GKG, atau menurun sebesar persen, tingkat terrendah selama peride Penurunan ini diduga berkaitan dengan masa pemilihan umum serta transisi pemerintahan dari Presiden Megawati Soekarno Putri ke Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2006 produksi melonjak lagi menjadi ton GKG, atau meningkat sebesar persen dibanding tahun 2005, bahkan melampaui produksi tertinggi pada seluruh periode sebelumnya. Produksi terus meningkat hingga mencapai ton GKG pada tahun Peningkatan produksi padi yang luar biasa itu diduga berkaitan dengan upaya peningkatan produksi padi yang dilakukan secara besar-besaran dalam rangka meraih swasembada beras yang dapat diraih pada tahun Data produksi tahun 2009 belum diperoleh. Dengan demikian salah satu agenda kebijakan ke depan ialah menjadikan kegiatan peningkatan produksi pangan di lahan perhutanan sebagai program berkelanjutan. Oleh karena lahan produksi dimiliki oleh Perum Perhutani sehingga akses terhadap lahan bukan hak bebas petani, sementara usaha produksi tanaman pangan bukanlah bisnis inti Perum Perhutani, maka program berkelanjutan peningkatan produksi pangan di lahan perhutanan hanya dapat diwujudkan bila ada kerjasama sinergis antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN. 4. PELUANG PENGEMBANGAN 4.1. Konvergensi Arah Kebijakan antar Kementerian Peluang untuk mewujudkan suatu Program Berkelanjutan Peningkatan Produksi Pangan di Lahan Perhutanan sangatlah besar karena kementerian terkait, khususnya Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, memiliki arah kebijakan yang konvergen. Selain kemanfaatan ekonomi, Kementerian Kehutanan telah menetapkan dua fungsi tambahan dari hutan yang bemanfaat untuk mendukung produksi pangan dalam negeri: (1) Hutan sebagai penyangga system kehidupan (forest for life supporting system), dan (2) Hutan sebagai penyedia pangan (forest for food production). Untuk itu Kementerian Kehutanan telah membuat sejumlah kebijakan berupa peraturan dan tindak aksi sebagai berikut (Dephut, 2009). 5

6 Pertama, integrasi pengembangan produksi komoditas pangan ke dalam program/kegiatan kehutanan. Integrasi produksi komoditas tanaman pangan kedalam program kehutanan dilaksanakan melalui model wanatani (agroforestry) antara lain tumpangsari padi, jagung, kedele dan kacang-kacangan lain, umbi-umbian dan buah-buahan, pada tanaman pokok kayu. Integrasi tersebut telah dilakukan antara lain melalui program Hutan Cadangan Pangan (HCP), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Rakyat, Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakya (HTR) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). Pada tahun 2008, potensi luas areal untuk tanaman pangan dalam program-program kehutanan mencapai ha. Kedua, penyediaan lahan untuk tanaman non-hutan. Melalui peraturan nomor P 21/Menhut- II/2006, Menteri Kehutanan mewajibkan setiap pemegang IUPHHK-HT/HTI (ijin industri) untuk mengalokasikan arealnya seluas 5 % untuk tanaman kehidupan (tanaman serba guna) termasuk tanaman pangan. Kebijakan ini telah membuka peluang besar produksi pangan. Hingga tahun 2008 realisasi tanaman kehidupan pada areal HTI telah mencapai ha di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan target dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan, potensi luas lahan untuk tanaman kehidupan pada areal HTI/HTR akan terus meningkat hingga dapat mencapai hektar. Ketiga, optimalisasi pemanfaatan lahan yang dilepas statusnya dari kawasan hutan. Dalam rangka mendukung pembangunan sektor-sektor non-kehutanan Kementerian Kehutanan telah melaksankan program pencadangan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), termasuk untuk perluasan lahan pertanian. Hingga tahun 2007 terdapat 2,3 juta ha lahan yang telah dilepas statusnya dari kawasan hutan, tetapi belum dimanfaatkan untuk perkebunan yang dapat menjadi alternatif pengembangan usaha tanaman pangan. Khusus untuk Papua, HPK yang tidak diobebani dengan perijinan bidang kehutanan di Kabupaten Merauke mencapai ha, ha di antaranya sesuai untuk tanaman pangan, khususnya padi. Walau pun kebijakan /program Kementerian BUMN yang berkaitan langsung dengan peningkatan produksi pangan belum diketahui keberadaannya namun sejumlah BUMN memiliki bisnis inti yang berkaitan langsung dengan produksi pangan seperti BUMN produsen pupuk dan BUMN distributor sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Perum Pertani juga berada dalam pembinaan Kementerian BUMN. Kementerian BUMN mestinya akan senang hati bila diajak bekerja bersama-sama Kementerian Kehutanan dan Kementerian dalam optimalisasi lahan Perum Perhutani untuk peningkatan produksi pangan. Sebagai salah satu tugas pokoknya maka sudah semestinya Kementerian Pertanian menjadi inisiator dalam mensinergikan kebijakan/program peningkatan produksi pangan di lahan perhutanan Peningkatan Produktivitas Penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Padi, Sukamandi, menunjukkan bahwa dengan teknologi petani hasil padi yang diperoleh hanya Kg GKG/ha dari pertanaman di areal terbuka dan Kg GKG/ha dari pertanaman tumpangsari dengan jati siap panen. Namun, jika menggunakan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) temuannya, usahatani padi pada lahan perhutanan jati dapat menghasilkan Kg GKG/ha di areal lahan terbuka, Kg GKG/ha bila ditumpangsarikan dengan pertanaman jati berumur setahun dan Kg GKG /ha bila ditumpangsarikan dengan pertanaman jati siap tebang (Tabel 2). Dengan mengadopsi teknologi PTT hasil usahatani padi di areal terbuka dapat meningkat persen sedangkan hasil padi tumpangsari dengan jati siap tebang meningkat persen dibanding teknologi petani tradisional. Dengan demikian, padi dapat ditumpangsarikan dengan jati tidak saja pada tanaman jati muda tetapi juga pada tanaman jati berumur tua dengan hasil yang cukup tinggi. Hal ini berarti hampir semua lahan tapakan 6

7 pertanaman jati dapat dimanfaatkan untuk pertanaman padi secara tumpangsari. Potensi produksi padi dari lahan produksi Perum perhutani sangatlah besar. Tabel 2. Hasil pertanaman padi di lahan BKPH Ngliron-KPH Randublatung dirinci menurut lahan pertanaman dan teknologi (Kg GKG/ha). Jenis teknologi Jenis areal pertanaman padi Areal terbuka Tumpangsari jati berumur setahun Tumpangsari jati siap tebang Teknologi petani 1,812 Tidak ada data 2,852 Teknologi PTT 3,128 4,121 5,213 Sumber: Toha (2009) 4.3. Peningkatan Pendapatan Petani Penelitian juga menunjukkan bahwa dengan mengodopsi teknologi PTT usahatani padi layak diusahakan secara finansial di areal hutan jati dengan laba bersih Rp 2.8 juta/ha/musim dengan R/C ratio 1,62 dari pertanaman di areal terbuka (belum ditanami jati), Rp 5.5 juta/ ha/musim dewngan R/C ratio 2.21 dari pertanaman tumpangsari berumur setahun dan Rp 7.5 juta/ ha/musim dengan R/C ratio 2,50 dari tumpangsari jati siap panen (Tabel 3). Dengan demikian, usatani padi tumpangsari di pertapakan tanaman jati Perum Perhutani layak diusahakan secara finansial. Tabel 3. Analisis usahatani padi gogo sebagai tanaman tumpangsari hutan jati muda di Desa Ngliron, KPH Randublatung, Blora. MH 2008/2009 Tumpangsari Jati Tumpangsari jati Areal terbuka Uraian kegiatan berumur setahun teresan Rp/ha Rp/ha Rp/ha Jumlah biaya tenaga kerja (74,07%) (72,57%) (76,21%) Jumlah biaya bahan (25,93%) (27,43%) (23,79%) Total biaya Hasil GKP 3,353 kg 4,457 kg 5,649kg Pendapatan kotor Pendapatan bersih R/C ratio 1,62 2,21 2,50 Efisiensi biaya (%) 61,7 127, Titik Impas Produksi (kg/ha) Sumber: Toha ( 2009). Ini membuktikan dengan jelas bahwa lahan hutan jati Perum Pertani yang selama ini belum dimanfaatkan optimal merupakan peluang usaha baru bagi Perum Perhutani dan atau Petani Mitra-nya, dan sekaligus sebagai sumber pertumbuhan baru produksi beras nasional Ketersediaan Teknologi Teknologi atau inovasi berkelanjutan merupakan kunci untuk dapat memanfaatkan lahan produksi perhutanan sebagai juga lahan produksi beras dengan sistem pertanaman tumpangsari. Dalam hal ini, Balai Besar Penelitian Padi, Sukamandi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, memiliki segala kompetensi yang diperlukan dan sudah sejak lama melakukan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi budidaya padi, termasuk padi gogo 7

8 untuk usahatani di lahan kering. Balai Besar Penelitian Padi telah menemukan dan melepas sejumlah varietas unggul padi gogo dengan potensi hasil yang cukup tinggi, berkisar atau rata-rata Kg GKG/ha (Tabel 4). Tabel 4. Potensi hasil beberapa varietas unggul padi gogo yang telah di lepas Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian No. Varietas Hasil GKP (t/ha) Hasil GKG (t/ha) 1. Batu Tegi 5,360 4, C 22 5,535 5, Cirata 5,382 4, Towuti 5,995 5, Way Rarem 5,217 5, Limboto 7,083 6, Situ Patenggang 6,670 6, Situ Bagendit 5,958 5,588 Rata-rata 5,900 5,525 Sumber: Toha, H.M Walaupun data pendukung yang tersedia pada kesempatan ini hanya untuk budidaya padi, dapat dipastikan bahwa teknologi inovatif yang dapat meningkatkan produktivitas komoditas pangan lainnya telah tersedia di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 5. MASALAH DAN TANTANGAN Kendala utama pengembangan usahatani tanaman pangan di lahan Perum Perhutani ialah tidak adanya akses petani wanatani terhadap berbagai bantuan fasilitasi dan subsidi yang disediakan oleh Pemerintah Pusat. Walaupun mengusahakan usahatani tanaman pangan, petani wanatani tidak memperoleh akses terhadap pupuk bersubsidi, kredit bersubsidi maupun bantuan langsung benih dan pupuk. Petani wanatani didiskriminasikan secara negatif dibandingkan dengan petani tanaman pangan pada umumnya. Oleh karena basis lahannya di kawasan hutan, walaupun mengusahakan usahatani tanaman pangan, para petani wanatani dikategorikan sebagai bukan petani tanaman pangan sehingga mereka tidak berhak memperoleh akses terhadap berbagai fasilitasi dan subsidi pemerintah yang disedikan bagi petani tanaman pangan. Selain itu, pembinaan petani wanatani merupakan tanggung jawab penuh Dinas Kehutanan (dan Kementerian Kehutanan) dan sama sekali di luar tugas Dinas Pertanian (dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan/Kementerian Pertanian). Akar penyebab penyebab perlakuan diskriminatif tersebut ialah ialah kekakuan dalam mendefisikan petani dan selanjutnya penentuan Dinas atau lembaga pemerintah yang mestinya bertanggung jawab sebagai Pembina petani. Dengan demikian dapatlah kiranya disimpulkan bahwa akar masalah dari belum optmimalnya pemanfaatan lahan perhutanan untuk peningkatan produksi pangan ialah tiadanya sinergi pelayanan antar lembaga pemerintah. Sebagai pemangku tanggung jawab utama dalam upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri maka semestinyalah Kementerian Pertanian mengambil inisiatif dalam mensinergikan berbagai kebijakan dan program antar kementerian terkait, khususnya dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN. 8

9 6. REKOMENDASI KEBIJAKAN OPERASIONAL 6.1. Kaji Uang dan Implementasi Nota Kesepahaman yang Ada Seperti yang telah disebutkan, sesungguhnya sudah ada beberapa Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan sejumlah BUMN untuk melakukan kerjasama dalam mempercepat peningkatan produksi tanaman pangan di lahan produksi Perum Perhutani seperti Program Khusus Pengutan Cadangan Beras Nasional (PK-PCBN) yang ditandatangani pada tanggal 2 Juli 2008 dan Kegiatan peningkatan produksi kedele yang ditandatangani pada tanggal 27 Maret Selain perlu dievaluasi, kedua nota kesepahaman ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan landasan dalam melakukan perbaikan. Penulis tidak memiliki akses terhadap kedua nota kesepahaman tersebut sehingga tidak mengetahui rincian isi maupun pejabat penandatangan. Agar lebih kuat, Nota Kesepahaman sebaiknya dibuat pada tingkat kementerian (Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN) dan ditandatangani oleh menteri-menteri bersangkutan. Pelaksanaan Nota Kesepahaman tersebut diperlukan sebagai dasar bagi jajaran Eselon-1 Direktur Utama BUMN dalam merumuskan program terpadu lintas kementerian oleh Mengintegrasikan Program Pengembangan Produksi Pangan di Lahan Perhutanan ke dalam Program/Kegiatan Kementerian Pertanian Seperti yang telah dilakukan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian perlu segera memasukkan upaya peningkatan produksi pangan di lahan perhutanan sebagai bagian integral dari program utamanya. Jika memungkinkan dan bila musim tanam sesuai, program tersebut dilaksanakan pada bulan November dan Desember tahun 2010 ini. Dalam hal ini paradigm berpikir dalam menafsirkan lingkup tugas dan fungsi lembaga perlu dari perspektif sumberdaya basis usahatani ke jenis komoditas yang diusahakan. Walaupun lahan basis usahatani adalah perhutanan, bila komoditas yang diusahakan termasuk dalam lingkup binaan Kementerian (Dinas) Pertanian maka usahatani tersebut termasuk lingkup tugas dan fungsi Kementertian (Dinas) Pertanian untuk membinanya. Dengan demikian, usahatani tanaman pangan pada lahan perhutanan termasuk dalam lingkup binaan Kementerian (Dinas) Pertanian maka usahatani tersebut termasuk lingkup tugas dan fungsi Kementertian (Dinas) Pertanian dan petani wanatani tersebut memiliki hak yang sama dengan petani tanaman pangan pada umumnya. Dengan paradigm tersebut maka para petani wanatani tanaman pangan berhak memperoleh fasilitas subsidi dan bantuan yang diberikan Pemerintah kepada petani tanaman pangan pada umumnya. Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian, perlu segera melakukan penyesuaian program dan peraturan pelaksana agar petani wanatani dapat memperoleh akses pupuk bersubsidi, bantuan langsung pupuk dan bantuan langsung benih. Jika memang realisasi penyaluran pupuk bersubsidi dan bantuan langsung benih padi gogo masih rendan maka disarankan, bila musim tanam sesuai, pemberian fasilitasi dan bantuan tersebut diberikan kepada petani wanatani pada tahun ini juga. Dalam pada itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian perlu segera menyusun paket teknologi wanatani tanaman pangan spesifik lokasi. Dari referensi yang ada dapat diketahui bahwa Balai Besar Penelitian Padi telah melakukan beberapa pengujian paket teknologi terpadu wanatani padi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan paket teknologi spesifik lokasi di berbagai lokasi. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi di propinsi-propinsi di mana terdapat potensi pengembangan wanatani yang cukup besar perlu diarahkan untuk segera melakukan pengembangan sistem inovasi wanatani tepat guna. 9

10 6.3. Mengintegrasikan Program Antar Kementerian Sambil menunggu penandatanganan Nota Kesepahaman antar Menteri, para pejabat Eselon satu terkait dari Kementerian Pertanian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN perlu duduk persama untuk merumuskan program terpadu antar kementerian sehingga tindak aksi dapat segera dilaksanakan. Salah satu issu penting yang mungkin perlu dilakukan ialah penyesuaian program masing-masing untuk tahun anggaran Agar dapat dilaksanakan segera maka disarankan inisiatif sinkronisasi program lintas kementerian ini dipelopori oleh Kementerian Pertanian. Untuk itu disarankan agar Menteri Pertanian meminta Sekretaris Jenderal Pertanian segera melakukan konsolidasi internal Kementerian Pertanian dengan melakukan pembahasan bersama para pejabat eselon-1 terkait. PENUTUP Pengembangan usatani tanaman pangan, khususnya padi dan kedele, di lahana perhutanan merupakan sumber baru pertumbuhan produk tanaman pangan yang perlu segera di realisir mengingat gejala perlambatan pertumbuhan produksi komoditas pangan berbasis lahan pertanian konvensional. Berdasarkan data pada tahun 2008, potensi luas areal lahan milik Perum Perhutani yang siap atau sudah digunakan untuk tanaman pangan mencapai ha. Selain itu masih tersedia sekitar ha lahan HTI/HTR yang khusus dialokasikan untuk tanaman serba guna dan 2,3 juta ha lahan yang telah dilepas statusnya dari kawasan hutan (HPK), yang juga potensial digubakan sebagai basis usahatani tanaman pangan. Dari ketiga jenis lahan tersebut, yang paling siap guna dan mestinya dijadikan prioritas pengembangan ialah lahan milik Perum Perhutani. Perum Perhutani bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan telah lama mengembangkan sistem wanatani tanaman pangan di lahan tersebut. Namun demikian, kinerja usahatani usahatani masih belum optimal dan sangat fluktuatif antara lain karena petani wanati tidak memperoleh akses terhadap berbagai fasilitasi dan bantuan yang diberikan kepada petani tanaman pangan pada umumnya. Kementerian Pertanian maupun Dinas Pertanian setempat masih belum turut memberikan pembinaan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu disarankan agar Menteri Pertanian segera mengambil inisiatif untuk melakukan sinergi kebijakan/program antar kementerian, yang setidaknya melibatkan Kementerian Kehutanan dan Kementerian BUMN. Dalam pada itu, Menteri Pertanian juga disarankan memobilisir jajaran Kementerian Pertanian agar segera mengambil segala tindakan yang perlu untuk merealisir program peningkatan produksi pangan di lahan Perum Perhutani pada tahun ini juga atau setidaknya awal tahun depan. Perlu diingatkan bahwa saat memulai tindak aksi sangat penting karena sangat ditentukan oleh musim tanam. Penanaman padi gogo atau tanaman pangan lainnya biasanya dilakukan pada musim hujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober-Maret. 10

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN OLEH: ZULKIFLI HASAN MENTERI KEHUTANAN

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN OLEH: ZULKIFLI HASAN MENTERI KEHUTANAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN OLEH: ZULKIFLI HASAN MENTERI KEHUTANAN Disampaikan Pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan Menuju Feed The World

Lebih terperinci

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM Jakarta Food Security Summit 2012 Feed Indonesia Feed The World Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012 I. PENDAHULUAN Pangan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012

DEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012 KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA GERAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN berbasis KORPORASI (GP3K) REALISASI TAHUN 2011 & RENCANA TAHUN 2012 DEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012 REV 2011-07-05

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 046/11/12/Th.VI. 01 November 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2012) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2012,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/07/12/Th.VI. 02 Juli 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2011 DAN RAMALAN I TAHUN 2012) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2011,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 28/07/11/Th.V. 01 Juli 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2010 DAN RAMALAN II TAHUN 2011) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2010,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih AgroinovasI Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB VI LANGKAH KEDEPAN BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 48/11/Th. XVII, 03 November 2014 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014) Sampai dengan Subround II (Januari-Agustus) tahun 2014, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) No. 78/11/33, Th. IX, 2 NOVEMBER 2015 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II, produksi padi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan memiliki peran yang penting dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN PRODUKSI TANAMAN ANEKA KACANG DAN UMBI TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN PRODUKSI TANAMAN ANEKA KACANG DAN UMBI TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN PRODUKSI TANAMAN ANEKA KACANG DAN UMBI TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT ANEKA KACANG

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional diantaranya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk menjaga konsistensi produksi beras dan oleh karena urgensi dari pangan itu sendiri maka dibutuhkan sebuah program yang bisa lebih mengarahkan petani dalam pencapaiannya.

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto

Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto KAJIAN VARIETAS PADI TOLERAN KEKERINGAN DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DATARAN RENDAH KABUPATEN REMBANG Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto PENDAHULUAN Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013) NO. 66/11/33 TH. VII, 1 NOVEMBER 2013 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013) Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II, pada tahun 2013 produksi padi Provinsi Jawa Tengah diperkirakan sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, telah mampu memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional melalui pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.511, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pupuk Bersubsidi. Pengadaan. Penyaluran. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-DAG/PER/4/2013 TENTANG PENGADAAN

Lebih terperinci