BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Materi bidang lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UUPPLH sangat luas mencakup segi-segi ruang angkasa, pucak gunung sampai ke perut bumi dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan. UUPPLH juga mengatur mengenai ketentuan-ketentuan pokok perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga fungsinya sebagai umbrella act/provision bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang-undangan yang telah ada. 73 Kata kunci UUPPLH yaitu pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yang diartikan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 74 UUPPLH memuat tentang asas, tujuan dan sasaran dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan 14 (empat belas) asas yang memiliki 73 Lihat Pasal 44 UUPPLH 74 Lihat Helmi, Sanksi Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, Perhatikan juga Pasal 1 butir 3 UUPPLH.

2 tujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia untuk kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem juga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sosial, ekonomi menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu generasi kini dan generasi masa depan. Sebab, pencemaran dan perusakan lingkungan yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya dalam menjalankan suatu usaha ekonomi serta sikap penguasa maupun penguasa yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 75 akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya tersebut Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengaturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kepada kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh, 75 Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Sanksi Pidana/Lingkungan pada Fakultas Sanksi USU, Medan, 2003, hal Alvi Syahrin, Beberapa Isu Sanksi Lingkungan Kepidanaan, PT. Sofmedia, Jakarta, 2009, hal. 2-3.

3 Pemerintah Republik Indonesia pertama sekali menerbitkan UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UULH) yang berlaku pada tanggal 11 Maret 1982, yang memuat asas dan prinsip-prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan hidup, sehingga berfungsi sebagai payung bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, baik sebagai lex lata maupun bagi pengaturan lebih lanjut (lex ferenda). Setelah berlakunya hampir 17 tahun, kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam UULH perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Sustainable development), pemerintah mencabut UULH, dan menerbitkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) yang mulai berlaku pada tanggal 19 September Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, terjadinya pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup 77, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh 77 perlindungan-dan- pengelolaan-lingkungan-hidup/ di akses pada tanggal 7 Juni 2013.

4 konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Dan hal tersebut juga sebagai latar belakang terbitnya UUPPLH sebagai pengganti UUPLH. Makna hakiki secara filosofi dengan terbitnya UUPPLH yaitu pertama, bahwa undang-undang telah menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai jaminan hak asasi warga Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD Kedua, pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan harus benar-benar berprinsip pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ketiga, cara pandang adanya kesadaran bersama terhadap lingkungan yang semakin menurut kualitasnya, jadi perlu dilakukan komitmen bersama seluruh pemangku terhadap lingkungan hidup. Keempat otonomi daerah yang juga mempengaruhi dalam penyelenggaran pemerintah daerah, karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus ditekankan di daerah yang banyak mengabaikan lingkungan hidup. Kelima ada kesadaran bersama bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim dan mengakibat penurunan dalam kualitas lingkungan dibumi ini, dan terakhir adanya jaminan dan kepastian hukum dalam perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. 78 Manusia dan lingkungan hidup didalam ekosistem terdapat hubungan timbal balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan hidupnya 78 diakses pada tanggal 7 Juni 2013.

5 dan ia tidak dapat terpisahkan daripadanya. 79 Jika lingkungan rusak, maka manusia dalam melakukan aktivitasnya akan terganggu juga. Lingkungan hidup yang rusak adalah lingkungan yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam mendukung kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan eksploitas sumber daya alam. Seiring dengan perubahan peradaban, kebutuhan terus berkembang baik jenis maupun jumlahnya, sedangkan penyediaan sumber daya alam terbatas. Eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan merosotnya daya dukung lingkungan. 80 Hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai suatu latar belakang dalam tujuan dan sasaran utama dari ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan pengelolaan secara terpadu dalam pemanfaatan, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. Adapun beberapa pengertian dari Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu antara lain menurut UUPPLH Pasal 1 angka 2, yaitu: Upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 79 Sastrawijaya dan Paryadi, Pentingnya Peranan Lingkungan Hidup, 2008 & Aktivitas manusia untuk memenuhi seoptimal mungkin kebutuhan dan keinginan hidup dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam tersebut, tidak terlepas dari salah satu sifat kodrati pada manusia yang antroposentris. Sifat antroposentris manusia semakin menyolok dalam perilakunya sebagai pelaku perekonomian yang mengejar laba sebesar-besarnya. Pandangan antroposentris menimbulkan implikasi bahwa, lingkungan hidup dipandang tidak lebih dari sekedar obyek, yang hanya memiliki nilai sejauh ia dapat memenuhi kepentingan-kepentingan manusia. Lihat: FX. Adji Samekto, Studi Sanksi Kritis: Kritik terhadap Sanksi Modern, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hal 24.

6 Sementara pengertian yang lain dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan yang gunanya untuk mempertahankan kehidupan, mencapai kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. 81 Selama ini, pengelolaan lingkungan hidup cenderung hanya pada pemanfaatan lingkungan hidup sebagai objek pembangunan, sehingga pada UUPPLH perlu penambahan kata perlindungan yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam rangka upaya untuk mempertahankan fungsi lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau lingkungan dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungan, sehingga pandangan yang lazim disebut dengan ramah lingkungan. 82 Ramah lingkungan tersebut harus bersifat mendukung pembangunan ekonomi. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus seimbang antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan. Dikarenakan hal tersebut merupakan aspek utama yang harus diperhatikan. Berdasarkan makna perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum bidang lingkungan hidup. Kemudian, upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada norma-norma hukum lingkungan, yang mengatur 81 Helmi, Sanksi Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hal Supriadi, Sanksi Lingkungan di Indonesia: Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 32.

7 keseimbangan antara kepentingan ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial. Perlindungan dan pengelolaan dilakukan secara terpadu mencakup seluruh bidang-bidang lingkungan hidup untuk keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Keseimbangan dan keberlanjutan akan tercapai guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 2. Asas dan Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Asas dan tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan 3 UUPPLH berbeda dengan asas dan tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UUPLH maupun UULH. Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur UUPPLH berdasarkan Pasal 2 UUPPLH ada 14 (empat belas) yaitu 83 : 1. Asas tanggungjawab negara, adalah: a. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, bagi generasi masa kini maupun generasi masa depan; b. Negara menjamin hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 2. Asas kelestarian dan keberlanjutan, adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggungjawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup; 3. Asas keserasian dan keseimbangan adalah pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan, serta pelestarian ekosistem; 83 Pasal 2 UUPPLH No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

8 4. Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait; 5. Asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya; 6. Asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; 7. Asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warganegara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender; 8. Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan local; 9. Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumberdaya alam hayati yang terdiri atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati disekitar secara keseluruhan membentuk ekosistem; 10. Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggungjawab yang usaha dan/atau kegiatan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan; 11. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung; 12. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat; 13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan; 14. Asas otonomi daerah adalah bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9 Asas tanggungjawab negara menunjukkan bahwa negara berdasarkan Pasal 2 UUPPLH harus mampu melindungi sumberdaya alamnya dari kerusakan yang disebabkan oleh tangan manusia, dan memberdayakannya untuk sebanyak-banyaknya kesejahteraan rakyat Indonesia. Tanggungjawab negara ini baik dalam bentuk penataan pemanfaaatan sumberdaya alam juga upaya pemulihan alam yang telah rusak agar dapat bermanfaat bagi kini dan generasi di masa yang akan datang. Selain itu negara mencegah dilakukanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam wilayah yuridiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Kewajiban negara ini secara konstitusional tercantum pada Pasal 33 UUD 1945, yaitu prinsip negara, bumi dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya serta menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk digunakan kehidupan orang banyak atau dengan kata lain negara bertindak sebagai penyelenggara kepentingan umum (bestuurzorg). Dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut menimbulkan asas hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Asas ini merupakan asas yang diakui dalam konvensi dan hak asasi manusia sebagai hak individu yang ada pada setiap orang sejak dilahirkan dan sifatnya mutlak. Konsekuensi dari hak atau asas tersebut adalah kewajiban dari setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup guna menghindarkan dari pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. untuk itu telah dikembangkan suatu

10 paradigma pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh rakyat Indonesia yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan. 84 Kemudian, asas kelestarian dan keberlanjutan mengandung makna bahwa setiap orang Indonesia memiliki kewajiban melestarikan lingkungan hidup yang ada. Pembangunan yang dilakukan demi kesejahterahkan rakyat harus memperhitungkan kemampuan lingkungan itu sendiri, jangan sampai pembangunan yang dilakukan justru mengorbankan generasi di masa depan. Tegasnya asas kelestarian dan keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut menghendaki keberlanjutan tanggung jawab setiap orang dalam satu generasi untuk melestarikan kemampuan lingkungan hidup sebagai upaya memenuhi kebutuhan dan keadilan baik generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan. Asas manfaat merupakan asas yang menekankan pada hasil-hasil yang diwujudkan dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Dengan kata lain bahwa segala apa yang dibangun, dan hasil-hasil pembangunan itu bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, sehingga pembangunan itu tidak mengorbankan lingkungan yang berdampak juga pada suatu generasi, baik generasi sekarang maupun generasi masa depan. 84 NHT. Siahaan, Op Cit, hlm. 156, juga pada buku yang lain Sanksi Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta, 2009, hal. 89.

11 Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 85 Jika dihubungkan asas-asas keseluruhannya semua terkait satu dengan yang lainnya baik secara substansi maupun administrasi perizinan. 86 Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Pasal 3 UUPPLH, yaitu 87 : a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h. Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana; i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan j. Mengantisipasi isu lingkungan global. B. Konsep Perizinan Berdasarkan UUPPLH Perizinan merupakan kata benda yang dibentuk dari kata izin dengan mendapat imbuhan per-an. 88 Perizinan merupakan bentuk jamak dari kata izin yang oleh W.J.S. 85 Syahrul Machmud, Penegakan Sanksi Lingkungan IndonesiaI, Graha Ilmu, Yogyakarta, Helmi, Op.Cit., hal Pasal 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

12 Poerwadarminta diartikan dengan perkenaan atau pernyataan mengabulkan tiada melarang atau surat yang menyatakan boleh melakukan sesuatu. 89 N.M.Spelt dan JBJM.Ten Berge membedakan penggunaan istilah perizinan dan izin, dimana perizinan merupakan pengertian izin dalam arti luas, sedangkan istilah izin digunakan untuk pengertian izin dalam arti sempit. Pengertian perizinan (izin dalam arti luas) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. 90 Sedangkan yang pokok dari izin dalam arti sempit (izin) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap-tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara-cara tertentu (dicantumkan berbagai persyaratan dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan). Terkait dengan uraian tersebut Michael Faure and Nicole Niessen mengartikan izin sebagai berikut The basic idea of a permit system is that the law explicitly forbids a certain activity, and subsequently rules that this activity is only allowed 88 Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia, dalam I Made Arya Utama, Ibid, hal I Made Arya Utama, Ibid. 90 NM Spelt, dan JBJM Ten Berge, 1993, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M.Hadjon, Yuridika, Surabaya, hal.2.

13 when a competent authority has issued permit (ide dasar dari sistem perizinan adalah bahwa hukum secara eksplisit melarang aktivitas tertentu, dan kemudian mengatur bahwa kegiatan ini hanya diperbolehkan bila otoritas yang kompeten telah mengeluarkan izin). 91 Izin merupakan Keputusan Administrasi Negara/Tata Usaha Negara. Ini berarti bahwa dengan izin dibentuk suatu hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan ini oleh administrasi negara/pemerintah dicantumkan syarat-syarat dan kewajibankewajiban tertentu yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak yang memperoleh izin. Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi atau bila karena suatu alasan tertentu tidak mungkin memberikan izin kepada semua orang. 92 Berkaitan dengan tatanan pemerintahan: perizinan menjadi bagian penting pelaksanaan tugas pengaturan yang dilakukan pemerintah dalam mengarahkan berbagai kegiatan warga negara. Dinyatakan oleh N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge bahwa izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuanketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang 91 Marjan Peeters, Elaborting on Integration of environmental legislation: the case of Indonesia dalam Faure, Michael and Niessen, Nicole, Editor, 2006,Environmental Law in Development, Lessons from the Indonesian Experience, Edward Eglar Publishing, USA, hal NM Spelt, dan JBJM Ten Berge,Op.Cit., hal.3.

14 sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus diatasnya. 93 UUPPLH didalamnya terdapat 2 (dua) konsep perizinan, yaitu: 1. Pasal 1 angka 35 UUPPLH bahwa izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan; 2. Pasal 1 angka 36 UUPPLH bahwa izin usaha dan/atau kegiatan yakni izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penetapan perizinan sebagai salah satu instrumen hukum dari pemerintah ialah untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain. 94 Dan Izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lainnya. 1. Perizinan Definisi mengenai izin begitu beragam, ini disebabkan karena para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap 93 N.M. Speld dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit. 94 Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, dalam I Made Arya Utama, Op.Cit., h. 24.

15 objek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam. 95 Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan. 96 Menurut Utrecht, pengertian vergunning (izin) yaitu sebagai berikut: Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning). Pendapat ahli hukum Belanda, N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge memberikan pengertian izin sebagai suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan 97. Jadi, segala aktivitas terhadap suatu objek tertentu yang pada dasarnya dilarang jika tidak mendapatkan izin dari pemerintah/pemerintah daerah yang mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau pihak yang bersangkutan. Prajudi Atmosudirdjo, izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Yang pada umumnya larangan tersebut 95 E. Utrecht, Pengantar dalam Sanksi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1957), hal Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Sanksi Administrasi, Makalah pada Penataran Sanksi Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Sanksi Unair, Surabaya, 1995, hal N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, disunting Philipus M.Hadjon, 1993, Pengantar Sanksi Perizinan, Penerbit Yuridika, Surabaya, hal. 2-3.

16 diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan izin yang disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan 98. Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Prins menyebutkan izin adalah keputusan Administrasi Negara berupa aturan, tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal yang kongkret, maka perbuatan Administrasi Negara yang diperkenankan tersebut bersifat suatu izin. 100 Van Der Pot, izin dalam arti yang luas merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan 101. Mencermati pengertian izin, dapat dilihat bahwa para pejabat memiliki wewenang mengeluarkan izin namun demikian sekalipun dapat dikatakan mengeluarkan izin dalam ranah keputusan pemerintahan, ternyata tidak selalu organ pemerintah yang dalam arti badan eksekutif. Konteks hubungan didalam perizinan 98 Ibid. Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, 1995, hal izin mendirikan bangunan. 101 Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, 1985, Pengantar Sanksi Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta, hal

17 memperlihatkan kompleksitas yang tidak terbatas hubungannya antara pemerintahan dengan rakyat, akan tetapi juga menyangkut hubungan antar kelembagaan didalam negara. Selain pengertian izin yang diutarakan oleh beberapa sarjana tersebut, ada pengertian izin yang dimuat didalam suatu peraturan, yaitu tertuang dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (selanjutnya disingkat Permendagri No. 24 Tahun 2006). Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Permendagri No. 24 Tahun 2006 ditegaskan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Kemudian Pasal 1 angka 9 Permendagri No. 24 Tahun 2006 menegaskan bahwa perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Definisi izin dan perizinan juga didefinisikan sama dalam Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Izin tersebut berfungsi sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas, yang menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pengertian izin tersebut diatas menunjukkan bahwa adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni dalam bentuk dokumen tetapi tidak termasuk izin yang diberikan

18 atau dikeluarkan secara lisan. Dan izin tertulis tersebut diberikan dalam bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Izin tidak sama dengan pembiaran, dalam hal ada suatu aktivitas dari anggota masyarakat yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi ternyata tidak dilakukan penindakan oleh aparatur yang berwenang, pembiaran tersebut bukan berarti diizinkan. Karena izin harus ada keputusan konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin. Perizinan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. 102 Hal pokok pada izin, bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin, pencabutan izin maupun pembekuan izin juga dengan penerapan sanksi pidana dapat terjadi bila kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi maupun dilanggar. Misalnya, tentang hal izin lingkungan yang merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau 102 Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 168.

19 kegiatan. Apabila pejabat, pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran atas izin lingkungan sehingga terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan. Dengan demikian, perizinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan, yaitu melalui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan. Dengan kata lain Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki pemerintah, yang merupakan mekanisme pengendalian administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Izin tersebut digunakan sebagai sarana hukum administrasi karena izin tersebut bersifat hukum publik (bukan perdata namun juga bukan pidana) yang terkait dengan kepentingan umum, sepihak dan mengikat, sehingga apabila timbul sengketa hukum dari perizinan maka penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal yang sangat penting adalah bahwa izin itu digunakan sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Untuk itu, agar izin tidak melanggar hak-hak asasi manusia, maka setiap izin itu harus memenuhi asas legalitas, baik rechmatighed, wetmatigheid, maupun doelmatigheid. Tindak pemerintahan (bestuurshandeling) yang berkaitan langsung dengan fungsi mengendalikan (sturen) masyarakat izin (vergunning). Izin merupakan bentuk ketentuan yang memperbolehkan atau memperkenankan menurut hukum (sarana pengabsahan atau legitimasi yuridis) bagi seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan jenis izin yang diterima. Didalam suatu izin dapat dicantumkan persyaratan

20 tertentu yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, dan apabila pemegang izin tersebut terbukti melanggar persyaratan yang telah ditetapkan, maka pejabat pemberi izin berwenang mencabut izin tersebut. Dengan fungsinya yang demikian maka sistem perizinan merupakan sarana untuk mengendalikan kegiatan masyarakat. Ini berarti pemerintah berwenang untuk mengatur, mengarahkan, mengemudikan dan sekaligus pula melindungi masyarakat maupun sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Dalam melaksanakan kekuasaannya untuk mengendalikan masyarakat melalui perizinan (vergunning) tersebut, pemerintah juga dilengkapi dengan sarana yuridis (juridische middelen) lainnya yang berbentuk: a) rencana-rencana (plannen); b) peraturan (regeling); dan c) subsidi/pendanaan (subsidies). Dikaitkan dengan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, izin dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara karena izin memenuhi kriteria sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 yaitu: Keputusan Tata Usaha Negara (Keptun) adalah penetapan tertulis yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Rumusan Pasal 1 angka 3 tersebut memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara (Keptun). Izin dapat dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, karena 103 : a. Izin dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara yaitu pemerintah atas permohonan yang diajukan oleh badan hukum perdata atau perorangan Asep Warlan Yusuf, Penegakan administrasi lingkungan Lingkungan Hidup, Mei, 2006, hal.

21 Pemerintah merupakan pejabat tata usaha negara karena ia melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik pusat maupun daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Izin bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara tersebut tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu, atau ditentukan. Misalnya keputusan tata usaha negara mengenai rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai PNS dan sebagainya; c. Izin mempunyai sifat individual, artinya bahwa dalam izin tersebut harus disebutkan secara jelas siapa yang diberi izin. Keputusan tata usaha negara tidak ditujukan untuk umum (tidak bersifat regulatif/mengatur) tetapi tertentu baik nama dan alamatnya yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan tata usaha negara tersebut harus disebutkan; 104 d. Izin bersifat final, artinya dengan izin tersebut seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu Unsur-Unsur Perizinan Izin sebagai perbuatan pemerintah berdasarkan peraturan perundangundangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Adapun unsur-unsur dalam perizinan tersebut 105, yaitu: a. Instrumen Yuridis; b. Peraturan Perundang-undangan; c. Organ Pemerintah; d. Peristiwa Konkret; e. Prosedur dan Persyaratan. a. Instrumen Yuridis Negara hukum memiliki tugas dan kewenangan pemerintahannya tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan 104 Misalnya keputusan tentang pembebasan tanah untuk keperluan pembuatan atau pelebaran jalan, maka dalam lampiran keputusan tersebut harus memuat dan menyebutkan nama-nama yang terkena keputusan tata usaha negara pembebasan tanah tersebut. 105 Ridwan HR, Sanksi Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

22 kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan yang merupakan tugas klasik yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan 106 atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. 107 Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan tersebut atau ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Sebagai ketetapan, izin tersebut dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya, sebagaimana yang telah disebutkan diatas. 106 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Sanksi Administrasi, Makalah pada Penataran Sanksi Administrasi dan Sanksi Lingkungan di Fakultas Sanksi UNAIR, Surabaya, 1995, hal Philipus M. Hadjon, Pengantar Sanksi Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1993, hal. 125.

23 b. Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret. Pembuatan dan penertiban ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan

24 bebas, yang dalam artinya kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalkan: Kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon; 2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut; 3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin yang dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin. c. Organ Pemerintah Organ pemerintah merupakan organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi yaitu Presiden, sampai dengan administrasi negara terendah yaitu Lurah, berwenang memberikan izin. Ini berarti bahwa terdapat aneka ragam administrasi negara yang termasuk instansinya pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah. 109 Begitu beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, namun izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus 108 Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Sanksi Tertulis Nasional, Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung, 1996, hal Sjachran Basah, Sistem Perizinan sebagai Instrumen Pengendali Lingkungan, Makalah pada Seminar Sanksi Lingkungan, Jakarta, 1996, hal. 3.

25 diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait yaitu organ-organ pemerintahan atau administrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah. 110 Akibat dari beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan atau mengeluarkan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya, campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi kegiatan usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntut efisiensi. Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhankan pengaturan, prosedur dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya pengeluaran izin yang memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyak mata rantai dalam prosedur perizinan yang banyak membuang waktu dan biaya. 111 Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan itu pada umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara, deregulasi itu 110 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hal Soehardjo, Sanksi Administrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian serta Perkembangannya di Indonesia, Semarang, Univeristas Diponegoro, 1991.

26 pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna debirokratisasi. 112 Meskipun deregulasi dan debirokratisasi ini dimungkinkan dalam bidang perizinan dan hampir selalu dipraktikkan dalam kegiatan pemerintahan, namun dalam suatu negara hukum tentu saja harus ada batasbatas atau rambu-rambu yang ditentukan oleh hukum. Deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut 113 : 1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu; 2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial; 3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan; 4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak. d. Peristiwa Konkret Izin merupakan instrumen yuridis berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam tersebut dibuat dalam proses yang cara prosedurnya 112 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, 1995, hal Ridwan HR, ibid, hal. 216.

27 tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan. e. Prosedur dan Persyaratan Permohonan izin pada umumnya harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin tersebut bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus terlebih dahulu dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Sementara bersifat kondisinal, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 114 Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan 114 Soehino, Asas-asas Tata Pemerintahan, Yogyakarta, Liberty, 1984, hal. 97.

28 prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara sewenang-wenang (arbitrer), tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan Fungsi dan Tujuan Perizinan Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai suatu tujuan konkret. 116 Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi sebagai ujung tombak instrumen hukum yang berfungsi sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini berarti melalui izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali yang memfungsikan izin itu sendiri. 117 Apabila dikatakan bahwa izin tersebut dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, penataan dan pengaturan izin tersebut sudah mestinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. 115 Ibid, hal N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit., hal Sjachran Basah, Sistem.. Op. Cit., hal. 2.

29 Menurut Prajudi Atmosudirdjo 118, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modren, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. Adapun mengenai tujuan perizinan, yakni 119 : a. Keinginan mengarahkan aktivitass-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan); b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan; c. Keinginan melindungi objek-ojek tertentu (izin membongkar pada monumenmonumen dan izin terbang); d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk); e. Izin memberikan pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitasaktivitas, dimana para pengurusnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu Bentuk dan Isi Izin Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut 120 : a. Organ yang berwenang Dalam izin, menyatakan siapa yang memberikan dan biasanya dari kepala surat serta penandatangan izin, akan nyata organ mana yang memberikan izin tersebut. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan. 118 Prajudi Atmosudirdjo, Sanksi Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1981, hal N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit, hal Ridwan HR, Op. Cit., 2006.

30 b. Yang Dialamatkan Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan, kepada yang mengajukan permohonan izin. Hal tersebut biasanya dialami orang atau badan hukum. Artinya, pihak pemerintah selaku pemberi izin harus mempertimbangkan juga kepentingan pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan penggunaan izin tersebut. c. Diktum Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepasttian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin tersebut diberikan. Bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan diktum yang merupakan inti dari keputusan. Setidak-tidaknya diktum tersebut terdiri atas keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tersebut. d. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, Syarat-syarat dan Pertimbangan Hukum Sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat. Adapun ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik hukum administrasi. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi terdapat pelanggaran izin. Sanksi yang diberikan atas pelanggaran izin tersebut pemerintahan harus memutuskannya sendiri. Dan mengenai pembuatan keputusan tersebut terdapat pembatasan-pembatasan dalam izin tersebut yang memberikan kemungkinan secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang boleh

31 dilakukan. Pembatasan-pembatasan tersebut menunjukkan batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain. Contohnya pada izin lingkungan dapat dimuat pembatasan izin untuk periode tertentu, misalkan lima tahun. Disamping itu, dalam keputusan tersebut dimuat syarat-syarat. Adapun keputusan yang berisi izin tersebut dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan. Sementara pertimbangan hukum dalam keputusan merupakan hal penting bagi organ pemerintahan untuk memberikan atau menolak permohonan izin. Pertimbangan hukum tersebut biasanya berasal dari interprestasi organ pemerintahan terhadap ketentuan undang-undang. Artinya, interprestasi yang dilakukan oleh organ pemerintahan terhadap aturan-aturan yang relevan, turut didasarkan pada fakta-fakta sebagaimana ditetapkannya. Dalam keadaan tertentu, organ pemerintahan dapat menggunakan data yang diberikan oleh pemohon izin. 2. Izin Lingkungan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Tempat Hiburan Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

L/O/G/O. Biro Hukum dan Humas Penulisan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Firdaus Alim Damopolii, ST., MM.

L/O/G/O. Biro Hukum dan Humas Penulisan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Firdaus Alim Damopolii, ST., MM. L/O/G/O Biro Hukum dan Humas Penulisan Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Firdaus Alim Damopolii, ST., MM. KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2014 Outline 1. Ilustrasi Izin 2. Rasionalisasi Penerapan

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP Yang pertama muncul di Indonesia: UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 1982 (UULH) Tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup kemudian disempurnakan dan diganti dengan:

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan

Lebih terperinci

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan Pewarta-Indonesia, MESKI istilah undang-undang pokok tidak dikenal lagi dalam sistem dan kedudukan peraturan perundang-undangan sekarang ini, namun keberadaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Oleh : Fitria 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk:1. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN 20... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA Menimbang : a. bahwa sumber air sebagai

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 74 Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Oleh: Fitria 1 ABSTRAK Dalam upaya melestarikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pengertian Perizinan Penggunaan kata izin dalam ranah hukum merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA A. Pengertian Izin Mendirikan Perumahan Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/68; TLN NO.3699 Tentang: PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola, dan dikembangkan dengan baik

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF

PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF 2013, No.314 8 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa kualitas

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 TENTANG : PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 TENTANG : PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 TENTANG : PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka (5), UUPR-2007 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 1 angka (6),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka (5), UUPR-2007 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 1 angka (6), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Penataan Ruang 1. Pengertian Penataan Ruang Pasal 1 angka (5), UUPR-2007 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 1 angka (6), Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 KAJIAN YURIDIS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA ATAS PEMBERIAN IZIN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1 oleh : Muhammad Iqbal 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Etika & Tanggung Jawab Sosial

Etika & Tanggung Jawab Sosial Manajemen Bisnis Internasional Etika & Tanggung Jawab Sosial Adhiatma Nanda Wardhana Irfan Dwi Nurfianto Etika itu apa ya? Studi atas proses pembelajaran yang melibatkan pemahaman moralitas, sementara

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 LINGKUNGAN HIDUP. WAWASAN NUSANTARA. Bahan Berbahaya. Limbah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tanggal 19 September 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tanggal 19 September 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tanggal 19 September 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/68; TLN

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 KAJIAN YURIDIS PEMBUKAAN LAHAN HIJAU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Oleh: Christian Rondonuwu 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UMUM (1) Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME A. Penegakan Hukum 1. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum dalam Bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah diluar penegakan hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan pada BAB 3, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Implementasi Pemberian Izin Lingkungan di Kota Surakarta telah dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA p PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333)

DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333) PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN TEGALSARI DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333) 844069. SALINAN PERATURAN DESA TEGALSARI NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci