BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hendra Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Halitosis Defenisi Halitosis yang berasal dari bahasa Latin, halitus (nafas) dan osis (keadaan) adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bau nafas tidak sedap yang berasal dari dalam rongga mulut maupun luar rongga mulut serta dapat melibatkan kesehatan dan kehidupan sosial seseorang. Halitosis juga dikenal dengan beberapa nama lain, seperti mouth odor, bad breath, oral malodour, fetor ex ore atau fetor oris. 9,10 Halitosis merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu dan tercatat dalam literatur sejak ribuan tahun lalu. Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa Beliau akan mengeluarkan orang dari mesjid bila mencium bau bawang dari mulut orang tersebut Etipatogenesis Halitosis Teori yang paling sering berkaitan dengan halitosis adalah volatile sulfur compounds (VSCs). 10 VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut berupa senyawa berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang di sekitarnya. 13,14 Terdapat tiga asam amino utama yang membentuk VSCs, yaitu: cysteine yang menghasilkan hidrogen sulfida (H 2 S), methionine yang menghasilkan metil mercaptan (CH 3 SH) dan cystine yang menghasilkan dimethil sulfida (CH 3 SCH 3 ). 13 VSCs terutama dihasilkan dari pembusukan bakteri yang ada dalam saliva, celah gingiva, permukaan lidah dan pada bagian lainnya. 15 Substrat yang mengandung sulfur asam amino seperti cysteine, cystine dan methionine yang ditemukan bebas dalam saliva, cairan sulkus gingiva atau hasil protelisis dari substrat protein (Gambar 1). 9,10
2 7 Protein dalam diet Protein dalam saliva Protein cairan gingiva Bakteri protease Host protease Peptida Asam amino lainnya Sulfur yang mengandung asam amino Katabolisme Bakteri Anaerob Gram (-) Volatile Sulphur Compounds Halitosis Gambar 1. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs). 10 Halitosis dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal pada permukaan lidah dan dalam kerongkongan. Bakteri tersebut secara normal ada di permukaan lidah dan dalam kerongkongan karena bakteri tersebut membantu proses pencernaan manusia dengan cara memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada permukaan oral dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu menggunakan
3 8 protein, peptida atau asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri gram positif bersifat sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau proteolitik. Pada halitosis bakteri yang berperan adalah bakteri anaerob gram negatif dan juga termasuk bakteri porphyromonas gingivalis, provotella intermedia, fusobacterium nucleatum, bacteroides (tannerella) forsythensis dan treponema denticola. Bakteri gram negatif merupakan penghuni utama plak supragingival termasuk plak yang menutupi lidah dan permukaan mukosa lainnya yang dapat memproduksi bahan kimia seperti VSCs yang menyebabkan timbulnya halitosis. 13, Klasifikasi Genuine Halitosis Genuine halitosis adalah halitosis sejati atau halitosis yang sebenarnya. 10 Halitosis tipe ini dapat dibedakan lagi atas halitosis fisiologis dan patologis. A. Fisiologis Halitosis fisiologis atau yang juga disebut halitosis transien adalah halitosis yang disebabkan oleh faktor fisiologis yang bersifat sementara, seperti morning halitosis. 9 Halitosis ini terjadi pada saat bangun tidur di pagi hari dan bersifat sementara. 17 Hal ini dikarenakan kurangnya aliran saliva pada saat tidur dan membuat pembusukan sel epitel dan debris lainnya tertahan, yang menyebabkan timbulnya halitosis. 18 Halitosis ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan melakukan pembersihan mulut, makan dan berkumur dengan air bersih. 17 Halitosis fisologis juga dapat timbul setelah seseorang mengonsumsi makanan yang mengeluarkan bau khas seperti bawang, rempah-rempah dan durian. Halitosis akan dipengaruhi oleh makanan tersebut dan dapat berlangsung selama beberapa jam. Selain itu, tembakau dan alkohol juga dapat menimbulkan bau mulut yang berbeda dan dapat bertahan selama beberapa jam. Halitosis yang timbul disebabkan karena penurunan laju alir saliva pad saat merokok. 19
4 9 B. Patologis Halitosis patologis merupakan halitosis permanen yang tidak dapat dihilangkan dengan metode pembersihan mulut biasa. Pada halitosis patologis harus dilakukan perawatan dan perawatannya bergantung pada faktor penyebab halitosis tersebut. 10 Halitosis patologis dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu : 1. Intra Oral Penyebab halitosis yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan penyakit periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak adekuat menyebabkan masih banyaknya sisa makanan yang tertinggal pada gigi. 10 Halitosis dapat disebabkan karena adanya lesi karies yang dalam dengan impaksi dan pembusukan makanan. Dapat juga disebabkan karena impaksi makanan pada interdental yang lebar dan akumulasi debris pada gigi berjejal. 17 Penyakit periodontal seperti Gingivitis Ulseratif Nekrosis (GUN), periodontitis, perikoronitis dan ulser juga berkaitan dengan terjadinya halitosis. 9 Literatur menunjukkan bahwa ada hubungan antara halitosis dengan gingivitis atau penyakit periodontal. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs) dalam saliva dijumpai meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan sebaliknya menurun apabila gingiva sehat. 10 Selain karies dan penyakit periodontal, tongue coating juga menjadi salah satu penyebab halitosis. Coated tongue merupakan akumulasi dari deskuamasi dan pengelupasan sel-sel epitel yang bercampur dengan sel-sel darah, sisa makanan dan bakteri. Menurut sebuah studi mengenai distribusi topografi jenis bakteri pada permukaan lidah, paling banyak ditemukan pada daerah posterior dorsal lidah sampai ke papila sirkumvalata. Beberapa penelitian juga telah mengidentifikasi permukaan posterior dorsal lidah sebagai kontributor utama untuk bau mulut pada orang sehat. 1 Gigitiruan juga termasuk faktor penyebab halitosis, terutama jika di pakai sepanjang malam. Biasanya bau memiliki karakter yang khas dan dapat benar-benar teridentifikasi, terutama jika gigitiruan ditempatkan didalam tempat penyimpanannya dan akan mengeluarkan bau beberapa menit kemudian. 20
5 10 2. Ekstra Oral Penyakit saluran pernafasan seperti abses paru-paru, pneumonia nekrosis dan karsinoma saluran pernapasan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang mengarah keproduksi VSCs. Penyakit pernafasan yang terkait lainnya seperti tonsillitis, sinusitis atau polip hidung dapat juga menyebabkan timbulnya halitosis. 17 Faktor penyebab halitosis yang berasal dari ekstra oral dapat juga disebabkan manifestasi dari penyakit sistemik seperti hiatus hernia, sirosis hati dan diabetes mellitus. 1 Halitosis kadang menjadi gejala pertama dari penyakit saluran pernafasan seperti abses paru-paru yang juga disertai dengan demam, batuk dan nyeri pleuritik. Beberapa organisme, yang kebanyakan anaerob yang menimbulkan abses tersebut. Penyakit saluran pernafasan lainnya seperti karsinoma yang biasanya terjadi pada salah satu bronkus besar mengakibatkan kerusakan jaringan dan infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang menghasilkan bau mulut. Penyakit pernafasan lainnya yang juga terkait dengan halitosis seperti sinusitis yang dapat menghasilkan debit purulen yang menghasilkan bau busuk. Jika sinusitis adalah sekunder yang disebabkan oleh abses pada salah satu gigi pada rahang atas, maka debit akan hadir pada awal penyakit. 18 Manifestasi dari penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menimbulkan bau tertentu seperti bau keton dalam nafas. 6 Penyakit sistemik lainnya seperti gagal hati menghasilkan bau amina dan azotemia yang menghasilkan bau seperti bau amoniak. 18 Gangguan lainnya yang menyebabkan bau mulut adalah trimethylaminuria atau sindrom bau ikan yaitu gangguan langka yang ditandai dengan bau yang berasal dari mulut dan tubuh yang disebabkan oleh kelebihan trimetilamina yang menghasilkan bau amonia tajam seperti ikan busuk. 6, Pseudo Halitosis Pasien yang mengeluhkan menderita halitosis, tetapi sebenarnya tidak mengalaminya maka pasien tersebut dinyatakan mengalami pseudo halitosis. 21 Jika
6 11 pada pemeriksaan awal tidak ditemukan adanya halitosis, maka pemeriksaan dapat diulang pada dua atau tiga hari berbeda. Setelah itu, jika tetap juga tidak ditemukan adanya halitosis berdasarkan pemeriksaan, maka pasien dapat disimpulkan mengalami pseudo halitosis Halitopobia Apabila setelah melakukan perawatan baik untuk genuine halitosis ataupun pseudo halitosis, tetapi pasien masih mengeluhkan adanya halitosis, maka pasien tersebut dikategorikan sebagai halitophobia. 9, Diagnosa Terdapat beberapa macam cara untuk mendiagnosis halitosis, tetapi riwayat pasien dan pemeriksaan fisik adalah yang utama. Pertanyaan yang ditujukan kepada pasien seharusnya langsung berkaitan dengan halitosis yang dideritanya, seperti durasi dari halitosis tersebut, pada saat kapan halitosis tersebut terjadi, adakah orang lain yang memberitahukan, menyadari ada tidaknya halitosis tersebut, apakah pasien mengonsumsi obat yang menyebabkan mulut menjadi kering. 11 Pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menentukan penyebab halitosis. Pada kebanyakan kasus pemeriksaan harus terlebih dahulu diarahkan pada rongga mulut dan faring. Semua bagian rongga mulut termasuk bagian bukal, dasar mulut, aspekaspek lateral lidah dan palatum, harus diperiksa secara hati-hati. Pemeriksaan tambahan seperti palpasi dengan menggunakan jari telunjuk, berguna untuk mengevaluasi adanya lesi yang terlihat pada pemeriksaan awal dan juga dapat mendeteksi lesi yang tidak terlihat. 18 Selain riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, diagnosa halitosis dapat dilakukan dengan pengukuran halitosis. Pengukuran halitosis dapat dibedakan menjadi metode langsung dan metode tidak langsung.
7 Metode Langsung Organoleptik Pengukuran organoleptik dianggap sebagai metode terbaik dan paling umum yang dilakukan untuk mendiagnosis halitosis. 11 Alasan mengapa organoleptik menjadi standar terbaik untuk pengukuran halitosis bergantung pada kenyataan bahwa hidung manusia mampu mencium dan mendefinisikan bau, tidak hanya VSCs tetapi juga senyawa organik lain yang berasal dari pernafasan. 22 Pengukuran dengan organoleptik dapat dilakukan dengan mencium nafas pasien dan menentukan tingkat halitosisnya. 17,23,24 Sebelum melakukan pengukuran tingkat halitosis dengan metode organoleptik, pasien terlebih dahulu diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi antibiotik 3 minggu sebelum prosedur. Pasien juga harus diinstruksikan untuk menahan diri dari mengonsumsi bawang putih, bawang merah dan makanan pedas selama 48 jam sebelum pengukuran. 23,24 Beberapa persyaratan lainnya termasuk menghindari penggunaan parfum dan deodoran selama 24 jam sebelum pengukuran, tidak merokok dan mengonsumsi alkohol, kopi, teh atau jus 12 jam sebelum prosedur. Pasien juga harus bersedia untuk tidak menggunakan penyegar nafas dan mulut 12 jam sebelum pengukuran. 9,17,23,24 Pengukuran halitosis dengan menggunakan metode organoleptik dilakukan dengan cara memasukkan sebuah tabung transparan berdiameter 2,5 cm dan panjang 10cm kedalam mulut pasien dan menginstruksikan untuk menghembuskan nafas secara perlahan kedalam tabung (Gambar 2). Setelah itu di evaluasi dan di berikan skor sesuai dengan skala pengukuran organoleptik (Tabel 1). 23 Gambar 2. Metode organoleptik 25
8 13 Tabel 1. Skala pengukuran organoleptik 25 Kategori Deskripsi 0 : Tidak ada halitosis Bau tidak terdeteksi 1 : Ada sedikit halitosis yang sulit terdeteksi Bau terdeteksi, meskipun pemeriksa tidak mengenalinya sebagai halitosis 2 : Ada sedikit halitosis Bau terdeteksi sebagai sedikit halitosis 3 : Halitosis sedang Bau terdeteksi sebagai halitosis pasti 4 : Halitosis kuat (bau mulut yang menyengat) 5 : Halitosis ekstrim (bau mulut yang sangat menyengat) Bau dapat terdeteksi jelas tetapi masih dapat ditoleransi oleh pemeriksa Bau terdeteksi dengan sangat jelas dan tidak dapat ditoleransi oleh pemeriksa Jika memungkinkan, untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat pengukuran halitosis dapat dilakukan kembali pada dua atau tiga hari berikutnya. Hal ini penting dilakukan, terutama bila pada pemeriksaan diduga adanya pseudo halitosis atau halitipobia Gas Kromatografi Gas kromatografi adalah metode yang tepat dalam pengukuran gas. Alat ini dilengkapi dengan detektor fotometri khusus untuk medeteksi gas sulfur di dalam rongga mulut. Metode ini dianggap sebagai metode terbaik untuk mengukur tingkat halitosis yang dikarenakan Volatile Sulphur Compounds (VSCs). 15 Metode gas kromatografi sangat sensitif dan spesifik dengan deteksi fotometri yang telah diadaptasi untuk pengukuran langsung dari ketiga VSCs yaitu CH 3 SH, H 2 S dan (CH 3 ) 2 S. Metode ini dapat mendeteksi 90 persen VSCs dalam mulut. Selain itu, gas lain seperti kadaverin, putresin dan skatole juga dapat dideteksi. 24,26 Oral Chroma adalah salah satu gas kromatografi portable yang dapat menganalisis VSCs seperti hidrogen sulfida, metal marcaptan dan dimetil sulfida dengan menampilkan konsentrasi senyawa tersebut pada layar (Gambar 3). 10,24
9 14 Gambar 3. Oral Chroma 10 Langkah dasar menggunakan Oral Chroma sebagai berikut : Sebuah jarum plastik dimasukkan ke dalam rongga mulut dan ditempatkan di antara bibir, jangan sampai menyentuh lidah. Kemudian plunger ditarik secara perlahan, lalu didorong kembali dan tarik plunger untuk kedua kalinya sebelum jarum ditarik keluar dari mulut. 2. Keringkan ujung jarum plastik apabila permukaan luarnya basah. Lekatkan jarum tersebut dan tekan plunger untuk mengeluarkan gas 0,5cc (1/2 kalibrasi). 3. Sisa gas yang ada di dalam jarum, dimasukkan ke dalam alat oral chroma dengan menekan plunger. Setelah selesai, hasil pengukuran akan keluar secara otomatis Sulphide Monitor A. Halimeter Halimeter adalah monitor gas portable menggunakan sensor elektrokimia untuk mendeteksi keberadaan VSCs di dalam rongga mulut (Gambar 4). 24 Halimeter memiliki sensitivitas tinggi terhadap hidrogen sulfida, tetapi sensitivitas rendah terhadap metil mercaptan yang merupakan kontributor yang signifikan untuk halitosis yang disebabkan oleh penyakit periodontal. 9 Makanan tertentu seperti bawang putih dan bawang merah dapat menghasilkan senyawa sulfur dalam nafas selama 48 jam sehingga dapat mengakibatkan bias pada saat pengukuran. Halimeter juga sangat
10 15 sensitif terhadap alkohol, sehingga harus menghindari mengonsumsi minuman beralkohol ataupun menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol selama 12 jam sebelum pengukuran. 27 Gambar 4. Portable sulphide monitor : Halimeter (Interscan Co. Chatsworth, CA) 17 Monitor pada halimeter dilengkapi dengan sensor elektrokimia. 21,24 Halimeter perlu dikalibrasi ke nol sebelum melakukan pengukuran. 27 Pasien diinstruksikan untuk menghembuskan nafas ke dalam tabung transparan yang membawa nafas ke pompa hisap yang pada nantinya akan membawa udara ke dalam monitor. 17,24 Kemudian pasien diminta untuk menutup mulut selama 1 menit, setelah itu pasien di minta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Lalu selang ditempatkan di pertengahan posterior dorsal bagian lidah dan tetap dibiarkan sampai nilai maksimum VSCs tercatat. 27 Monitor akan menganalisis total kandungan sulfur dalam nafas. 17,24 Tingkat VSCs tercatat dalam parts per billion (ppb). 27 B. Breath Checker Breath checker adalah monitor inovatif yang mendeteksi dan mengukur tingkat VSCs pada udara yang ada di dalam rongga mulut (Gambar 5). 15 Tingkat VSCs diukur dengan cara menghembuskan nafas pada alat tersebut. 28 Monitor akan menampilkan tingkat bau dalam lima tingkatan tergantung pada jumlah VSCs yang diukur dalam rongga mulut. 29
11 16 Gambar 5. Tanita Breath Checker 30 Tata cara pemakaian breath checker yaitu sebagai berikut: Tarik penutup ke atas dan sensor akan menyala (Gambar 6). Nomor pada layar akan menghitung mundur 5 sampai 1. Kocok alat perlahan 4 sampai 5 kali untuk menghapus bau atau uap air yang tersisa di alat tersebut. Gambar 6. Bagian-bagian pada Breath Checker Sensor harus sekitar 1 cm dari mulut pasien. Ibu jari menyentuh ke dagu pasien sehingga sensor tepat berada di depan mulut pasien. Ketika start di tampilkan, pasien mulai menghembuskan nafas ke arah sensor sampai terdengar bunyi bip atau sekitar 4 detik (Gambar 7).
12 17 3. Jika pasien berhenti menghembuskan nafas sebelum terdengar bunyi bip atau tidak menghembuskan nafas selama 6 detik, maka alat akan mati secara otomatis. Gambar 7. Penggunaan Breath Checker Tingkat pengukuran akan muncul pada monitor (Gambar 8). Setelah selesai sensor ditutup kembali, maka alat tersebut akan mati secara otomatis. Gambar 8. Skala pengukuran pada Breath Checker 31 Pada layar monitor Breath Checker akan menunjukkan skor 0 sampai 5, yang berarti 0 (tidak ada bau mulut), 1 (adanya sedikit bau mulut), 2 (adanya bau mulut terdeteksi sedang), 3 (adanya bau mulut yang terdeteksi sangat jelas), 4 (adanya bau mulut yang terdeteksi kuat) dan 5 (adanya bau mulut yang sangat tajam). 30 Pengukuran halitosis menggunakan Breath Checker menunjukkan seseorang benar memiliki halitosis apabila pada monitor Breath Checker menunjukkan skor 2, yang berarti orang tersebut memiliki halitosis yang terdeteksi jelas. 7,29
13 Metode Tidak Langsung Tes BANA Tes BANA adalah uji berbasis enzim yang digunakan untuk menentukan aktivitas proteolitik oral anaerob tertentu yang berkontribusi terhadap halitosis dan dianggap sebagai produsen H 2 SO 4 aktif. 15 Tes ini adalah tes strip yang terdiri dari benzoil-dl-argini-anaphthylamide yang mendeteksi asam lemak dan gram negatif anaerob obligat proteolitik, yang menghidrolisis substrat tripsin sintetis dan menyebabkan halitosis (Gambar 9). Dengan menggunakan tes BANA, tidak hanya dapat mendeteksi halitosis tetapi juga menjadi penilaian risiko periodontal. 33 Gambar 9. BANA test 34 Pada tes BANA dengan uji strip plastik terdapat dua reagen matriks terpisah: Semakin rendah reagen putih matriks diresapi dengan N-benzoyl- DL-arginin-B-napthylamide (BANA). Sampel plak subgingiva diterapkan matriks yang lebih rendah ini. 2. Matriks reagen atas berisi reagen diazo kromogenik, yang bereaksi dengan produk hidrolitik dari reaksi enzim membentuk warna biru. Warna biru muncul dalam buff matriks atas dan bersifat permanen. Intensitas warna menentukan apakah itu adalah reaksi positif atau lemah.
14 Penatalaksanaan Sebelum pengobatan diberikan, etiologi halitosis harus teridentifikasi terlebih dahulu sehingga pengobatan sesuai dengan sumber yang ditujukan. 11 Oleh karena itu, langkah pertama adalah menentukan diagnosis yang tepat dengan mengidentifikasi etiologi dan sebagian besar etiologinya berasal dari dalam rongga mulut. 1 Dalam praktek dokter gigi, kebutuhan pengobatan untuk halitosis terbagi menjadi 5 kategori (Tabel 2) untuk memberikan pedoman dalam mengobati pasien halitosis. Pedoman ini berkaitan langsung dengan diagnosis awal halitosis. 9 Tabel 2. Treatment needs (TN) for breath malodor 21 Kategori Deskripsi TN-1 Penjelasan halitosis dan instruksi untuk kesehatan mulut (dukungan dan penguatan perawatan diri pasien sendiri untuk perbaikan lebih lanjut dari kebersihan mulut mereka) TN-2 Oral profilaksis, pembersihan dan perawatan profesional untuk penyakit mulut, penyakit periodontal khususnya. TN-3 Rujukan ke dokter atau dokter spesialis. TN-4 Penjelasan data pemeriksaan, instruksi lanjut dari tenaga profesional, edukasi dan jaminan. TN-5 Rujukan ke psikolog klinis,psikiater atau lainnya spesialis psikologis. Treatment needs (TN) halitosis dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi halitosis (Tabel 3). Pengobatan halitosis fisiologis (TN-1), halitosis patologis (TN-1 dan TN-2) dan pseudo halitosis (TN-1 dan TN-4) menjadi tanggung jawab dokter gigi. Namun, pengobatan halitosis patologis eksrtra oral (TN-3) atau halitophobia (TN5) menjadi tanggung jawab seorang dokter spesialis seperti psikiater atau psikolog. 9,22
15 20 Tabel 3. Klasifikasi halitosis dengan treatment needs (TN) 21 Klasifikasi Treatment needs 1. Genuine halitosis A. Halitosis fisiologis TN-1 B. Halitosis patologis i. Oral TN-1 dan TN-2 ii. Ekstra oral TN-1 dan TN-3 2. Pseudo halitosis TN-1 dan TN-4 3. Halitophobia TN-1 dan TN-5
16 Kerangka Teori Faktor Patologis Faktor Fisiologis Intra Oral Ekstra Oral Volatile Sulphur Compounds Genuine Halitosis Pseudo Halitosis Halitophobia Penatalaksanaan berdasarkan Treatment Needs
17 Kerangka Konsep Pasien RSGM USU Faktor penyebab : *Fisiologis *Patologis : - Intra Oral -Ekstra Oral HALITOSIS
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Halitosis, fetor oris, oral malodor atau bad breath adalah istilah yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Halitosis, fetor oris, oral malodor atau bad breath adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap dari mulut, tanpa menghiraukan asal material
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bau Mulut Bau mulut adalah nafas yang menghina orang lain, disebabkan oleh hubungan alasan termasuk penyakit periodontal, bakteri pada lapisan lidah, gangguan sistemik dan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut.
Lebih terperinciPREVALENSI HALITOSIS PADA PASIEN YANG BERKUNJUNG KE RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015
PREVALENSI HALITOSIS PADA PASIEN YANG BERKUNJUNG KE RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan-tekanan
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8
BAB VI PEMBAHASAN Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan nafas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan gigi dan mulut sampai sekarang masih membutuhkan perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi penyakit sistemik.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa alat cekat dan alat lepasan (Susetyo, 2000). Alat ortodontik cekat adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat ortodontik adalah alat yang digunakan untuk menggerakkan gigi dengan memberikan tekanan ke jaringan periodontal, agar gigi bergerak sesuai dengan arah yang dikehendaki
Lebih terperinciCLINICAL SCIENCE SESSION HALITOSIS. Disusun oleh: Nikkita Ike Ernawati
CLINICAL SCIENCE SESSION HALITOSIS Disusun oleh: Nikkita 12100112052 Ike Ernawati 12100112010 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciMETODE MENGATASI BAU MULUT. Yulia Rachma Wijayanti. Staf Pengajar Laboratorium Periodonsia FKG UPDM(B)
METODE MENGATASI BAU MULUT Yulia Rachma Wijayanti Staf Pengajar Laboratorium Periodonsia FKG UPDM(B) ABSTRAK Bau mulut seringkali dijadikan alasan pasien untuk berobat ke dokter gigi. Bau mulut akan menjadi
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI Sejarah : Islam nafas yg segar oral hygiene yg baik Untuk menyegarkan nafas : cengkeh (Irak), kulit jambu biji (Thailand). Kulit telur (C
DEFINISI Halitus = nafas HALITOSIS osis = keadaan Halitosis adalah bau nafas yang tidak menyenangkan hanya merupakan suatu gejala bukan suatu penyakit Nama lain : fetor ex ore, fetor oris, oral malodor,
Lebih terperinciBAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL
BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih perlu mendapat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, terlihat dari laporan Riset Kesehatan Dasar RI 2007 menunjukkan bahwa prevalensi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i PRASYARAT... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENGUJI... iv
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENGUJI... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah merupakan organ penting pada rongga mulut yang bersifat kompleks. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai macam bakteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh (Silviana dkk., 2013). Mengingat kegunaannya yang begitu penting, kesehatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan tanggal 27 November 2008 di klinik orthodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi, jaringan pendukung gigi, rahang, sendi temporomandibuler, otot mastikasi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem stomatognasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas gigi, jaringan pendukung gigi, rahang, sendi temporomandibuler, otot mastikasi, sistem saraf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepercayaan diri seseorangyang kita kenal sebagai halitosis.halitosismerupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan mulut merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepercayaan diri seseorangyang kita kenal sebagai halitosis.halitosismerupakan suatu istilah yang
Lebih terperinciKomplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi
Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga
Lebih terperinciManifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo
Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut goeno subagyo Jejak-jejak HIV-AIDS di mulut Mulut adalah organ yang unik Mikroorganisme penghuni nya banyak; flora normal dan patogen Lesi mulut dijumpai pada hampir
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan rerata persentase penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera pengecap merupakan salah satu alat untuk merasakan rasa yang ditimbulkan oleh makanan atau bahan lainnya. Lidah adalah sebagai indra pengecapan. Fungsi lidah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang
Lebih terperinciKenali Penyakit Periodontal Pada Anjing
Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah "penyakit periodontal". Namun, apakah Anda sudah memahami apa arti istilah itu sebenarnya? Kata 'periodontal' berasal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini ialah Quasi Experiment 4.2 DESAIN PENELITIAN Desain penelitian ini ialah Pre and Post Test Design 4.3 LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit yang diderita oleh banyak manusia di dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia, penyakit periodontal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan kadar gula dalam tubuh penderita tinggi. Hal ini karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara baik atau terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama kesehatan gigi dan mulut yang paling umum adalah karies dan penyakit periodontal. 1 Plak sangat berperan dalam terjadinya kedua penyakit ini. 2 Kontrol
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan asupan nutrisi atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 3,4
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi
Lebih terperinciBAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara
BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL Penyakit periodontal dapat didefenisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. 2 Bentuk umum dari penyakit ini dikenal
Lebih terperinciPERBEDAAN SKOR BAU MULUT SEBELUM DAN SETELAH SKELING PADA PASIENGINGIVITIS DIINDUKSI PLAK DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM FKG USU
PERBEDAAN SKOR BAU MULUT SEBELUM DAN SETELAH SKELING PADA PASIENGINGIVITIS DIINDUKSI PLAK DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung
Lebih terperinciPERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang
PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi
Lebih terperinciPERAWATAN PERIODONTAL
PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL: Perawatan kasus periodontal akut yg membutuhkan perawatan segera Termasuk fase preliminari Kasus : Abses gingiva Abses periodontal akut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Oral Health (WHO) pada tahun 2003 menyatakan Global Goals for Oral Health 2020 yaitu meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan
Lebih terperinciDry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.
DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia dikatakan sehat tidak hanya dari segi kesehatan umum saja tetapi juga meliputi kesehatan
Lebih terperinciPERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik
11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia pada umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angular Cheilitis Angular cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi merupakan keadaan satu atau lebih gigi yang hilang atau lepas dari soketnya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penyakit dan bukan penyakit. Faktor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora normal rongga mulut terdiri dari berbagai mikroflora termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus; bakteri merupakan kelompok yang predominan. Bakteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang terpusat untuk membimbing, mengawasi dan mengoreksi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang Periodontal Bahan kemoterapeutik (chemotherapeutic agent)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri karena mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan menempel pada gigi, jaringan
Lebih terperinciIdentifikasi Penyakit Halitosis dengan Sensor Gas menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Pembelajaran Backpropagation
Identifikasi Penyakit Halitosis dengan Sensor Gas menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Pembelajaran Backpropagation Deki Andreas Putra, S.Kom 1, Andrizal, M.T 2, Tati Erlina, M.IT 3 1,3 Jurusan Sistem
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat adalah periodontitis. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut yang menjadi fokus penelitian utama di bidang kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut tersebar luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat kita menunjukkan gejala
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal telah diketahui sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut manusia, bersamaan dengan karies gigi. Prevalensi penyakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan alat ortodontik merupakan salah satu perawatan dari kesehatan gigi dan mulut. Perawatan ortodontik merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran
Lebih terperinciREINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI
REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2 DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI Pengantar Tugas Drg. tidak hanya tahu dan merawat masalah gigi saja, tetapi juga perlu tahu dan sebisa mungkin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva dan cairan krevikuler gingiva. Produksi saliva oleh kelenjar mayor sekitar 90%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat. Gigi yang sehat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Periodontitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob gram negatif pada rongga mulut yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi. 4,7,18 Penyakit periodontal
Lebih terperinciBAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang
BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang paling sering ditemui dalam kesehatan gigi dan mulut yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000,
Lebih terperinciPengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis
Pengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis Dosen Pembimbing: drg. Anggani Hartiwi Disusun oleh : Didit Chandra Halim 208.121.0041 KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan 25,9% penduduk Indonesia
Lebih terperinciOTC (OVER THE COUNTER DRUGS)
OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,
Lebih terperinci