Bab IV PENEBANGAN POHON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV PENEBANGAN POHON"

Transkripsi

1 Bab IV PENEBANGAN POHON Kata penebangan pohon (felling) sebenarnya dipinjam dari kata pemotongan pohon (cutting), karena istilah pemotongan pohon di Indonesia tidak begitu populair, yang banyak digunakan adalah penebangan pohon, walaupun yang dimaksudkan adalah pemotongan pohon. Istilah pemotongan pohon lebih populer digunakan didaerah Malaysia, yang istilah pemotongan itu digunakan juga untuk mengambil getah karetn dari batang pohon (Indonesia = menderas karet). Pemotongan pohon (cutting) terdiri atas beberapa unsur kegiatan, meliputi : penebangan (felling), pembagian batang (bucking), pembersihan ranting yang melekat pada batang pokok (limbing), penetapan ukuran (measuring), dan pemotongan bagian pucuk (topping). Tidakn semua unsur ini dilakukan untuk sebuah pohon yang sudah rebah ditebang, bergantung kepada sistem pemanenannya. Misalnya bila yang digunakan sistemnenan kayu panjang (length tree harvesting sistem), maka kegiatan cutting hanya meliputi felling dan topping (sebagai pengganti bucking). Untuk sistem pemanenan kayo komplit (full tree harvesting system), yang dilakukan hanya fgelling saja. Kegiatan "penebangan" sebenarnya merupakan salah satu kegiatan yang sangat vital dalam keseluruhan rangkaian kegiatan pemanenan. Seluruh kegiatan pemanenan hasil hutan (khususnya kayu), secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macaw kegiatan besar, yakni yang pertama adalah kegiatan yang bersangkutan dengan masalah bagaimana menyiapkan pohon yang masih berdiri itu agar dapat dipindahkan dari tempat semula (petak tebangan). Yang kedua adalah seluruh kegiatan yang berkaitan dengan bagaimana memindahkan pohon yang telah ditebang itu, dimana kegiatan itu bisa dilakukan baik didalam hutan maupun diluar hutan. Kegiatan cutting merupakan kegiatan yang pertama, yaitu penyiapan pohon agar dapat dipindahkan dari petak tebangan. Karena merupakan kegiatan awal (pertama kali ), maka kegiatan ini sangat penting, karena bagaimana kondisi pohon (kayu) itu setelah ditebang dan dibagi-bagi menjadi potongan-potongan batang, akan sangat berpengaruh terhadap jumlah volume dan derajat kualitas (kelas) dari produk kayu yang bersangkutan. Karena areal hutan yang dipanen ieu merupakan kumpulan pohon, maka selanjutnya pendapatan (hasil) yang diperoleh dari areal yang dipanen tersebut sangat

2 dipengaruhi oleh kegiatan penyiapan pohon ini. Kadang ada produk hutan yang dapat diselesaikan semuanya didalam hutan, tetapi ada juga yang pengerjaannya didalam hutan itu hanya merupakan sebagian dari kegiatan penyiapan kayu yang akan diangkut dari petak tebangan, baik hanya sampai dipinggir jalan angkutan atau sampai kehalaman pabrik pengolahan atau bahkan sampai ketempat pemasarannya. Adapun kegiatan penebangan selengkapnya yang penting untuk hutan alam dengan sistem tebang pilih (selectif cutting) adalah : pemilihan pohon yang akan ditebang (selection of trees for removal), diikuti dengan penandaan pohon yang akan ditebang (tree marking), kemudian penebangannya sendiri (felling), pembagian batang (bucking) dan beberapa pekerjaan kecil lainnya, seperti pengupasan kulit, penumpukan dan lainlaian. Pemilihan pohon yang akan ditebang Sebelum kegiatan penebangan dilakukan (khususnya dihutan alam dengan sistem tebang pilih), terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan pohon yang akan ditebang. Disinilah sebenarnya letak istilah pemanenan yang benar; yaitu mengambil pohon-pohon yang sudah laku dijual, sedangkan mengambil pohon yang masih kecil (penjarangan) yang tidak laku dijual bukan kegiatan pemanenan yang sesungguhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pohon yang akan ditebang : Tujuan hasil penebangan. Hasil penebangan pohon akan dijadikan untuk bahan mentah industri pengolahannya. Industri pengolahan kayu ada bermacam-macam, antara lain : industri kayu lapis (plywood mill), industri kayu gergajian (sw mill), industri kayu serat dan kertas (pulp wood and paper mill) atau industri kayu bakar (fire wood). Maka bergantung kepada industri yang akan menggunakannya kayu yang dipotong harus disesuaikan berdasarkan jenis bahan mentah yang diperlukan. Dalam penebangan pohon, maka urut-urutan skala prioritas pemanfaatan kayunya adalah, untuk bahan baku industri kayu lapis, kemudian untuk bahan baku kayu gergajian, dan kemudian untuk kayu serat atay untuk kayu bakar. Jadi misalnya pohon yang ditebang untuk penghara industri kayu lapis, maka yang ditebang adalah jenis-jenis yang berkualitas tinggi dan berukuran besar. Kemudian urutan dibawahnya jatuh pada penghara kayu gergajian, sedangkan bahan baku untuk industri pulp and paper bisa sembarang jenis dan sembarang ukuran. Pada umumnya penebangan dihutan kita (Indonesia) diluar Jawa merupakan hutan alam, dan pohon yang boleh ditebang hanyalah pohon-pohon yang berdiameter paling kecil 50 Cm, apabila permudaanya dengan sistem permudaan alam. Namun bila pengusaha ingin menebang seluruhnya

3 (tebang habis), karena seluruh kayunya akan dijadikan bahan mentah untuk industrinya yang berbagai macam, maka permudaannya harus permudaan buatan (reboisasi). Kebijaksanaan pengelolaan. Sebenarnya seluruh hutan di Indonesia adalah milik negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hanya dalam pengusahaannya sebagian diserahkan kepada Hak Pengusaha Hutan HPH) yang diberikan konsesi untuk mengusahakannya. Kebanyakan Para pemegang HPH hanya ingin memanfaatkan kayunya, dan sama sekali tidak mau memperhatikan kelestarian hutannya. Inilah yang mengakibatkan pengelolaan hutan (terutama hutan alam) menjadi kacau dan sebagai akibatnya hutan alam kita semuanya dalam keadaan rusak. Sebenarnya arah kebijaksanaan pemerintah sudah tepat, yakni menebang dengan sistem tebang pilih(tpi ) dengan menggunakan permudaan alam, dan menebang dengan sistem tebang habis dengan permudaan buatan. Atau bahkan ada proyek Hutan Tanaman Industri (HTI). Pertimbangan ekonomi. Hukum ekonomi secara garis besar mengatakan bahwa kegiatan yang akan dilakukan harus dapat melahirkan keuntungan (kalau perlu sebanyakbanyaknya). Keuntungan dari kegiatan penebangan pohon, dapat diperoleh dengan cara mendapatkan hasil penjualan kayu yang lebih besar dibanding dengan beaya yang dikeluarkan untuk menebang kayu tersebut. Dalam kenyataannya hasil keuntungan yang tinggi (berupa uang) dapat diperoleh dengan menebang kayu yang berdiameter besar, karena kayu yang berdiameter besar waktu untuk memperoleh volume tinggi bisa dicapai dalam waktu relatif singkat, dan karena waktunya singkat, maka beaya yang dikeluarkan relatif lebih kecil, sehingga diperoleh selisih uang yang tinggi. Jadi secara ekonomi dapat disampaikan bahwa semakin besar diameter kayu yang ditebang akan semakin tinggi nilai (pendapatan) yang diperoleh, sebaliknya semakin tinggi ukurannya akan semakin kecil beayanya. Pada suatu ukuran tertentu, maka antara nilai dan beaya akan sama besarnya. Oleh karena itu ukuran itu merupakan merupakan diameter marginal. Peraturan setempat. Di Indonesia selain ada HPH. Juga ada HPHH (Hak Pengusahaan Hasil Hutan), yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat. Ada beberapa jenis pohon yang dilarang untuk ditebang oleh para HPH, karena akan menjadin tebangan para HPHH, misalnya kayu jelutung, kayu besi, kayu tengkawang, rotan dan lain-lain. Jadi untuk kayu-kayu tertentu para HPH harus mentaati untuk tidak menebangnya. Kenyataan ini dilapangan sulit dijumpai. Pada umumnya para HPJ sangat ngawur dan membabi buts, tidak mangindahhkan

4 peraturan ini, dan menebang hampie seluruh jenis yang laku. Hal ini bisa terjadi juga karena saking renggangnya pengawasan dari aparat pemerintah dibidang ini. Penandaan pohon yang akan ditebang Setelah dipilih pohon mans yang akan ditebang, maka langkah selanjutnya adalah menandai pohon tersebut. Kegiatan ini memang hanya berlaku pada hutan slam dengan sistem tebang pilih, sehingga untuk nsistem tebang habis tidak diperlukan penandaan pohon yang akan ditebang, karena semua pohon akan ditebang habis. Ada kalanya penandaan pohon tidak hanya berlaku bagi pohonn yang bakan ditebang, tetapi juga kepada pohon-pohon yang akann ditinggalkan untuk mendukung produksi tebangan berikutnya. Penandaan ini harus terlihat jelas pada pohon yang bersangkutan, jadi harus jelas bagaimana bentuk tandanya, cara penandaan, warna yang digunakan, temaptnya dan lain sebagainya. Cara penandaan pohon. Mula-mula hanya dilakukan dengan kampak atau parang, karena masih terbatasnya cat. Caranya adalah dengan melukai bagian batang dengan kode tertentu. Akibat ada luka, maka kualitas pohonnya menjadi menurun dan juga volumenya ikut berkurang. Disamping itu waktu dan pelaksanannya sulit, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Hanya keuntungannya adalah perusahaan tanpa mengeluarkan beaya untuk membeli cat. Cara ini telah lama ditinggalkan orang. Selanjutnya penandaan dilakukan dengan cat warna. Hampir semua pengusaha hutan pada saat ini menggunakan cat untuk menandai pohon baik yang akan ditebang maupun yang akan ditinggalkan. Hal ini mudak dilakukan dan bila ada kesalahan maka dapat dihapus dan diganti yang benar. Dalam pelaksanaannya selain menandai pohon juga pada pohon tersebut dicantumkan nomor pohon dan ukuran diameternya atau ukuran keliling pohon setinggi dada. Hal ini sangat membantu untuk dapat memperkirakan berapa basil yang akan diperoleh dari petak pohon yang akan ditebang. Warna yang digunakan sebaiknya jangan warna yang mirip dengan warna yang ada dihutan agar mudah dibaca. Jangan menggunakan warna hijau, cokelat atau putih, tetapi pakailah warna biru, kuning, hitam dan sebagainya, pokoknya bukan waran dihutan. Bentuknya bisa bulat (lingkaran), titik besar, segi empat d an segi tiga, tetapi jangan dengan bentuk yang sulit misalnya segi enam dan lain-lain. Untuk pohon yang akan ditebang sebaiknya diberikan juga arah rebah pohonnya agar sipenebang nanti lebih cepat dan mudah mengerjakannya. Tempat penandaan biasanya pada ketinggian 1,3 m dari tanah (setinggi dada) agar mudah dilihat dan dibaca.

5 Teknik Penebangan Semakin besar dan semakin tinggi kualitasnya (mahal jenisnya ). maka pelaksanaan penebangannya harus semakin cermat, teliti dan hati-hati. Karena apabila terdapat kesalahan sekecil apapun akan berdampak sangat besar. Oleh karena itu yang betul-betul harus diperhatikan adalah dalam menebang hasilnya jangan sampai mengurangi baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas akan dapat menurunkan harga per m3-nya dan pengurangan kuantitasnya akan mengurangi yolume yang bisa dijualnya, hal ini juga berlaku dalam kegiatan pembagian batang nanti. Beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan penebangan pohon, selain yang telah diuraikan di atas. - Membentuk Organisasi Penebangan. Organisasi penebangan bentuk dan skalanya bisa berbeda bergantung kepada kondisi dan ukuran kegiatan produksinya dan juga berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam pemanenan yang bersangkutan. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang mandor tebang (supervisor). yang kemudian mempunyai anak buah sebagai pelaksana penebangan (blandong). Seorang blandong mempunyai sekurang-kurangnya dua orang pembantu. lni adalah organisasi pelaksanaan penebangan secara umum. Pembantu pertama bertuga sebagai pengatur gergaji, yang membersihkan, menjamkan gigi, mengisi oli,sampai membawa ketempat pohon yang akan ditebang. Pembantinya yang lain membantu blandong yang berhubungan dengan keselamatan penebang, misalnya membersihkan sekeliling pohon yang akan ditebang dan membantudalam penebangan dan pengerjaan batang. Jadi bergantung Skala perusahaannya, maka kadang bisa mempunyai 5 mandor tebang, dan setiap mandor tebang bisa memimpin dari lima hingga 10 blandong. Namun adakalanya perusahaan berskala kecil yang sama sekali tidak umum organisasinya, yaitu hanya seorang blandong bisa bertindak sebagai seorang mandor dan sekaligus menjadi pembantunya. Ada juga tugas penebang masih diberi tugas untuk membagi-bagi batang, apabila pembagian batang dilaksanakan ditempat tebangan. Berapa jumlah mandor tebang yang diperlukan sangat bergantung kepada kondisi lokal, stabilitas buruh, musim kegiatan dan nilai produk hutan yang utama yang akan diolah. Misalkan kegiatan penebangan untuk memproduksi bahan penghara kayu lapis, mmerlukan organisasi yang baik dan tenaga yang baik, karena memerlukan bahan mentah yang harus prima. Berlainan dengan misalnya hasil produksinya hanya akan digunakan

6 sebagai bahan industri kayu serat maka hampir bisa dilaksanakan semua blandong untuk mengerjakan penebangannya Mengklasifikasikan pohon yang akan ditebang. Dihutan alam terdapat beberap macam kondisi tegaknya pohon, dimana kondisi itu dapat mempengaruhi proses penebangannya. Kondisi yang dimaksudkan ialah ; (a) pohon yang tumbuhnya lurus, dan persebaran tajuknya merata, sehingga tidak berat sebelah, dan dapat direbahkan kesegala arah dengan mudah, (b) pohon yang tumbuhnya miring, tetapi masih bisa ditebang kearah yang tidak sama dengan arah miringnya pohon asal tidak berlawanan arah, (c) pohon yang tumbuhnya sangat miring sehingga tidak ada lagi arah rebah selain sama dengan arah miringnya pohon, dan (d) pohon yang banyak sekali cabangnya dan menggarpu, sehingga arah jatuhnya pohon sangat dipengaruhi oleh arah angin. Dengan terbentuknya organisasi pelaksana tebangan dan mengetahui kondisi pohon yang akan ditebang, maka selanjutnya dapat dimulai penebangnnya dengan menggunakan tekni penebangan yang benar. Pertama kali dibuat takik rebah (under cut). Takik rebah dimulai setelah ditentukan arah rebahnya. Takik rebah letaknya persis sama dengan arah rebahnya. Mulamula dibuat tetakan pada pohon yang tempatnya adalah dibagian paling bawah pohon, berupa keratan mendatar sejajar dengan permukaan tanah. Diusahakan sedapat-dapatnya paling bawah agar hasil penebangan nanti tidak berkurang karena ada tonggak. Bahkan di Perhutani takik rebah ini dilakukan dengan metode "duduk kepras rata tanah" sehingga betul-betul tidak ada tonggak lagi. Untuk pohon Jati takik rebah ini persis pada lokasi teresan. Dengan adanya takik rebah maka akan dapat menggeser letak gaya berat (keseimbangan) pohon. Sebelum dibuat takik rebah, keseimbangan pohon terletak ditengah-tengah pohon dan lurus keatas, maka setelah dibuat takik rebah keseimbangan pohon mulai bergeser kearah dimana takik rebah dibuat, sehingga fungsi takik rebah adalah mengarahkan arah rebah dan mempercepat rebahnya pohon. Berapa dalamnya takik rebah sangat bergantung kepada besar kecilnya diameter dan keadaan miringnya pohon yang akan ditebang. Namun pada umumnya kedalaman takik rebah adalah seperempat hingga sepertiga dari diameter pohonnya. Ada berbagai tipe takik rebah, diantaranya : (a) takik rebah tipe konvensional, yaitu takik rebah yang gergajian mendatarnya terletak dibawah dan kemudian dari titik

7 terdalamnya kemudian dibuat sudut 45 derajat kearah kulit pohon mengarah ke atas, sehingga bagian batang yang dibatasi oleh dua gergajian ini dapat dikeluarkan, sehingga membentuk ruang segi tiga yang tanpa kayu, (b) takik rebah tipe Von Humboldt, adalah takik rebah yang cara pembuatannya berlawanan dengan tipe konvensional, yakni sudut yang dibentuk mengarah kebawah, (c) takik rebah paralel dua, yaitu dua gergajian saling sejajar satu sama lain, dan kemudian dengan memakai kampak dikeluarkanlah bagian batang antara kedua gergajian yang mendatar itu, sehingga tercipta suatu ruangan kosong berbentuk segi empat dan (d) takik rebah paralel tiga, yakni tiga gergajian yang mendatar sehingga bagian batang yang dikeluarkan akan lebih banyak dan ruangan yang dihasilkanpun lebih luas. Dari berbagai macam tipe takik rebah, maka dapat diperkirakan kegunaannya. Seperti telah disebutkan di atas bahwa takik rebah sangat erat kaitannya dengan keseimbangan (gaya berat) pohon. Semakin luas ruangan kosong yang tercipta dari adanya takik rfebah maka semakin miring arah keseimbangan pohon tersebut. Dengan ini maka semakin besar diameter pohon seharusnya memerlukan ruangan kosong yang lebih luas. Karena itu maka takik rebah konvensional diperuntukkan bagi penebangan pohon kecil hingga sedang diameternya. Tipe Von Humboldt untuk diameter agak besar dan tipe paralel tiga untuk pohon yang sangat besar. Kadangkadang, untuk mengantisipasi arah muntirnya pohon dan agar arah rebah bisa persis seperti yang direncanakan bagian sisi kedua sudut takik rebah dibuat keratan (side notch). Pembuatan takik balas Back cut). Bila takik rebah sudah selesai dibuat, maka selanjutnya adalah pembuatan takik balas. Takik balas bertujuan untuk menyelesaikan penebangan sebuah pohon dengan merebahkan pohon tersebut. Pembuatannya dimulai dengan menggergaji dari arah sebaliknya takik rebah mendatar kearah titik penghabisan takik rebah, dengan kedudukan mulainya menggergaji agak lebih atas sedikit dari takik rebah, kurang lebih 10 Cm, dengan demikian sebenarnya arah gergajiannya tidak mendatar sejajar dengan takik rebah tetapi agak miring kebawah. Hal ini sangat membantu proses rebahnya pohon yang ditebang, yaitu mempercepat waktu rebahnya Dalam kenyataannya, pada saat gergajian takik balas diarahkan ketitik akhir takik rebah, maka sebelum sampai ketitik akhir pohon sudah rebah, sehingga masih ada bagian pohon disitu yang belum tergergaji. Justru bagian inilah yang berperan penting dalam menentukn arah rebahnya pohon. Bagian yang tidak tergergaji ini dapat

8 merupakan seperti engsel dan pada umumnya disebut kayo pegangan (holding wood). Holding wood pada prinsipnya harus direncanakan sebelum pelaksanaan penebangan dilakukan, berapa ukurannya dan bagaimana bentuknya, sebab sangat menentukan arah rebahnya. Bila arah rebah salah, sehingga keadaan pohon menjadi pecah, retak dan rusak maka akan bisa berakibat fatal bagi suatu penebangan. Secara garis besar bila pohon yang ditebang itu tegak lurus keadaannya, takik rfebah diletakkan sesuai dengan arah rebahnya dan holding wood dibuat sama lebarnya atau sejajar dengan garis akhir takik rebah. Bila arah rebahnya berbeda dengan arah miringnya pohon, maka holding wood tidak dibuat sejajar dengan garis akhir takik rebahnya, tetapi melebar kearah berlawanan dengan arah jatuhnya pohon supaya dapat dipakai sebagai pegangan, sementara bagian sisi pohon yang lain telah rebah sehingga pohon tersebut jatuhnya muntir (ngulet). Pengaturan arah rebah Pada umumnya orang hanya mengira bahwa arah rebah penting dalam rangka melindungi anakan pohon supaya tidak kejatuhan pohon yang ditebang, karena anakan pohon tersebut akan menjadi tumpuan tebangan berikutnya (dalam tabang pilih). Namun dalam kenyataannya baik dipilih atau tidak pohon yang akan ditebang, arah rebah harus ditentukan setepat-tepatnya, agar tidak rusak. Oleh karena dalam melaksanakan penebangan harus dilakukan oleh tenaga blandong yang mahir, baik untuk tebang pilih maupun untuk tebang habis. Arah rebah harus dipertimbangkan dari berbagai hal : - Kemungkinan rusak. Ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan kerusakan pohon bila jatuhnya tidak kearah yang tepat, misalnya pohon yang ditebang tidak sekaligus dapat rebah ketanah, misalnya menggantung maka pasti nanti jatuhnya tidak bisa tepat seperti yang direncanakan, sehingga mungkin menimpa pohon yang lain atau tonggak dan mungkin jugs bends atau bahkan ketempat yang tidak rata, gundukan, cekungan dan lain sebagainya. - Mudah dikerjakan selanjutnya. Biasanya setelah rebah, kemudian dilakukan bucking dan lain-lain. Bila jatuhnya misalnya kejurang, atau kesungai yang dalam, atau ditempat yang sulit, bergundukan dan lain-lain maka sulit untuk melakukan bucking - Merusak pohon cadangan. Hal ini terutama pada tebang pilih dimana pohon cadangan keberadaannya sangat diperlukan untuk produksi berikutnya. Bila cadangan

9 rusak, tidak ada harapan panen berikutnya. Jadi diperlukan penebang yang betul-betul pandai mengarahkan arah rebah - Metode penyaradan. Perhatikan arah penyaradan terutama bila metode penyaradannya adalah seketika setelah pohon rebah. Prinsipnya orang mengikat sling adalah pada pangkal pohon. Dengan demikian agar pohon yang disarad itu tidak mengalami kesulitan waktu mencari pangkalnya, maka pohon harus direbahkan dengan arah berlawanan dengan arah jalannya traktor sarad. Hal ini sangat menghemat waktu penyaradan karena traktor tidak perlu melakukan manuvre-manuyre sehingga juga tidak terjadi penggilasan anakan pohon - Kelerengan. Pohon yang tumbuhnya dilereng gunung sebaik mungkin diarahkan rebahnya kearah kontur (menyamping), walaupun hanya sebesar 45 derajat, tidak bisa 90 derajat. Bila kearah bukit sangat besar kemun gkinannya terjadi "kick back". Bila direbahkan kebawah lereng, seakan-akan jatuhnya pohon ditarik dari bawah, hingga kecepatannya bertambah, dengan akibat benturan dengan tanah atau batu lebih keras, dan sangat mungkin rusak. - Karakteristik pohon. Pohon itu pada umumnya tumbuhnya lurus ke atas, tajuknya seimbang, dengan demikian tidak akan menimbulkan masalah pada saat menentukan arah rebahnya pohon. Tetapi ada juga pohon yang tajuknya tidak seimbang disekeliling pohon, atau ada juga pohon yang arah tumbuhnya tidak lurus keatas. Semua ini perlu penanganan yang serius untuk dapat mengarahkan rebahnya pohon ketempat yang telah ditentukan. Dalam hal ini penebang harus menguasai teknik menebang yang betul. - Pertimbangan lain-lain. Yang dimaksud adalah penentuan arah rebah pohon tidak terkendala oleh kondisi tumbuhnya pohon, akan tetapi dikarenakan ada hal-hal disekitar pohon yang harus diperhatikan, misalnya adanya kuburan, runah, kawat listrik, kawat telepon. Dalam hal ini penebangannya harus dengan cara pemotongan pohon selama pohon itu masih berdiri sehingga dengan tali pohon yang sudah dipotong itu sedikit demi sedikit kemudian diturunkan, sehingga aman sampai kebawah tidak menjatuhi semua bangunan yang ada dibawahnya. Pembagian Batang Pembagian batang (bucking( adalah kegiatan yang terdiri atas memotong pohon yang telah rebah ketanah kedalam potongan-potongan (log, segment) sehingga siap untuk disarad atau dibawa keluar hutan. Pembagian batang bisa dilaksanakan dibeberapa tempat menurut sistem pemanenannya. Yang paling lazim adalah ditempat

10 tebangan (sistem kayu pendek, atau kayu panjang), kedua di landing (kayu panjang) dan ketiga adalah dilanding atau dihalaman pabrik (kayunutuh). Pembagian batang yang dilakukan ditebangan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan alat sarad. Yang dilaksanakan dilanding untuk menyesuaikan dengan alat angkut dan yang dilaksanakan ditempat halaman pabrik untuk menyesuaikan dengan ukuran kayu penghara. Kadang-kadang pembagian batang dilakukan ditpk yaknu untuk menaikkan kualitas, karena pembagian batan oleh penebang dirasa kurang optimal kualitasnya. Tujuan pembagian batang (1) untuk mereduksi berat maksudnya adalah bagian batan yang laku saja yang ditarik keluar (2) Mengeliminasi cacat, maksudnya kayu yang cacat tidak laku dijual, jadi harus dipotong (3) Adaptasi kepada alat transportasi, bail karak dekat maupun jarak jauh, jadi kayunya disesuaikan dengan kapasitas alat transportasinya (4) Adaptasi kepada pasar, maksudnya adalah menyesuaikan dengan ukuran panjang kesenangan konsumen, agar laku Salah situ hal yang harus diperhatikan dalam pembagian batang adalah pemberian " trimming allowance" yaitu sejumlah ukuran panjang yang ditambahkan kepada ukuran pokok, dengan maksud pada saat batang itu siap diolah ukurannya tidak berkurang, misalnya kesalahan membagi, aus karena penyaradan dll. Selanjutnya untuk mendapatkan bahan baku sawmill, harus diperhatikan halhal sebagai berikut : (1) Diambil potongan sepanjang mungkin, karena kayu yang panjang lebih bebas untuk menjadikan sortimen apa saja (2) Pemberian trim allowance, kayu yang digergaji harus tepat ukurannya, karena itu semasa masih kayu glondong harus sudah diberikan trimming allowance yang cukup (3) Dijaga jangan ada kayu terbelah, ini bisa mengurangi baik kualitas maupun kuantitas (4) Pemotongan pada pohon yang menggarpu, walaupun nampaknya lurus dengan batang induk namun harus dipotong dibawah garpu itu karena bagian itu merupakan cacat

11 (5) Menghilangkan cacat, karena dengan masih adanya cacat berarti kualitasnya menurun (6) Menghilangkan lekukan, karena batang itu harus dipotong selurus mungkin, lekuka juga merupakan cacat (7) Memilih bagian yang bernilai tinggi, maksudnya adalah memotong itu dilihat dari pangkal karena pangkal lebih tinggi kualitanya Pelaksanaan pembagian batang. Mula-mula dibersihkan semua rantingnya lebih dahulu, kecuali pada sistem kayu utuh. Pembersihan ranting bisa dengan kapak, parang maupun gergaji. Kemudian barulah pembagian batang dimuali. Alat yang digunakan bisa kampak, bisa gergaji tangan atau bisa juga dengan gergaji rantai, (gergaji tangan bermesin) atau bahkan dengan gergaji mesin (bukan chainsaw).

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone Biocelebes, Juni 2010, hlm. 60-68 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1 Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone A. Mujetahid M. 1) 1) Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian Agar suatu industri penggergajian yang didirikan dapat berjalan lancar, sesuai dengan rencana, selama jangka waktu

Lebih terperinci

Djoko Setyo Martono. 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun.

Djoko Setyo Martono. 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun. PRESTASI KERJA PENEBANGAN DAN PEMBAGIAN BATANG DENGAN CHAINSAW Di HUTAN PINUS (Kasus Di RPH Ngrayun, BKPH Ponorogo Selatan, KPH Lawu Ds Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ) Djoko Setyo Martono. 1) 1) Dosen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU

Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU Kayu merupakan komuditas. Setiap komuditas harus diberikan ciri-ciri tertentu yang menyangkut : nama, bentuk, jumlah dan kualitas. Kayu bisa dijual

Lebih terperinci

Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU

Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU Tahap yang esensial dalam kegiatan pemanenan kayu, jenisnya dan dimana lokasinya akan dibicarakan dalam bab ini. Walaupun dalam kenyataannya bebrapa jenis kegiatan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN The Effect of Making Undercut and Back cut on Tree Felling Direction

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada Bab I PENDAHULUAN Pengertian Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan, sering disebut exploitasi hasil hutan. Kata exploitasi berasal dari kata "explicare" yang berarti membuka lipatan. Dengan dibukanya

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri

Lebih terperinci

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE 53 PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE Felling Productivity on Community Teak (Tectona grandis) Forest Bone Regency Andi Mujetahid ABSTRACT Community teak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88

Lebih terperinci

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON Oleh Sukanda dan Wesman Endom 1 Abstrak Penebangan pohon merupakan salah satu bagian dari kegiatan penjarangan dan pemanenan hutan. Gergaji rantai adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi

III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi Meskipun mungkin banyak terdapat bentuk-bentuk gigi gergaji, padaa dasarnya hanya terdapat tiga atau empat bentuk pokok. Empat bentuk atau tipe gigi gergaji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar dan

Lebih terperinci

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara Abadi

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara Abadi BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Arara Abadi adalah anak perusahaan Sinar Mas Grup yang merupakan salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara

Lebih terperinci

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13, No. 1 (1995) pp. 19-26 PENGARUH PEMBUANGAN BANIR DALAM PENEBANGAN POHON TERHADAP EFISIENSI PEMUNGUTAN KAYU (Study kasus di suatu

Lebih terperinci

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara Pembuatan Peta merupakan gambaran permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pertumbuhan tumbuhan berkayu/pohon tidak tertutup kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang tumbuh secara normal. Salah satu

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Manual Bundling System for Felling Waste Extraction on Industrial Plantation Forest

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran 9 diharapkan peserta didik mampu; melaksanakan pengajiran tanaman sayuran.

Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran 9 diharapkan peserta didik mampu; melaksanakan pengajiran tanaman sayuran. Kegiatan Pembelajaran 9. Pengajiran Tanaman Sayuran. A. Deskripsi Kegiatan pembelajaran pengajiran tanaman sayuran berisikan uraian pokok materi; Jenis & bahan ajir, pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

Pembangunan Hutan Tanaman

Pembangunan Hutan Tanaman Pembangunan Hutan Tanaman Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami

Lebih terperinci

BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Dr. Wahyu Surakusuma, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA 166 KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA The Composition of Cutting Waste at PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya Concession A. Mujetahid, M. Abstract The study aims to

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN PEMNENAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN Oleh: Dulsalam SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Koordinator: Dulsalam TARGET OUTPUT RPI 2010-1014 SINTESIS OUTPUT 1 Teknologi penentuan luas petak tebang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan alam IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA Page 1 of 6 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.6-1999/ Revisi SNI 01-2026-1990 KAYU CENDANA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan PROSES PENGAWETAN KAYU 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan Tujuan dari persiapan kayu sebelum proses pengawetan adalah agar 1 ebih banyak atau lebih mudah bahan pengawet atau larutannya meresap ke dalam

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi SNI 7533.1:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 7533.1:2010 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau Penulis: : Prof. Ir. Tibertius Agus Prayitno, MFor., PhD. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

! "# # $ # % & % # '(()

! # # $ # % & % # '(() !"# # $# % & % # '(() Kata Pengantar Buku Ilmu Penggergajian Kayu sebagai bahan ajar ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan kuliah kepada mahasiswa strata satu. Bahan-bahannya diambil dan tiga buku

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Responden merupakan pekerja (karyawan) maupun mitra kerja perhutani di bidang pemanenan kayu, yang terdiri dari 6 mandor lapangan, 11 pekerja penebangan

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana Jumal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 3 (1995) pp. 94-100 PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK PENEBANGAN POHON SERENDAH MUNGKIN DI HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau bahan berkayu (hasil hutan atau hasil perkebunan, limbah pertanian dan lainnya) menjadi berbagai

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Pemeliharaan pada tanaman muda Kegiatan-kegiatan : Penyiangan Pendangiran Pemupukan Pemberian mulsa Singling dan Wiwil Prunning Pemberantasan hama dan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA

BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA BAB IV KAJIAN MOTIF BUNGA MAWAR PADA KELOM GEULIS SHENY TASIKMLAYA IV. Kajian Estetika Feldman Kajian motif bunga mawar pada kelom geulis Sheny menggunakan teori Estetika Feldman, untuk mengkaji objek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kelestarian Hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep & Tahapan

Pengertian, Konsep & Tahapan Pengertian, Konsep & Tahapan PEMANENAN HASIL HUTAN M a r u l a m M T S i m a r m a t a 0 1 1 2 0 4 7 1 0 1 Umum: DASAR & PENGERTIAN Eksploitasi hutan/pemungutan hasil hutan merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY

GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY PT. GMN didirikan tahun 2005 dengan basis usaha teknologi telekomunikasi & informasi. FC Malang FC ACEH Cikarang Denpasar Bekasi Tangerang PT. GMN didirikan tahun 2005 dengan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Iyus Susila 1,*, Fakhri Huseini 1 1 Institut Teknologi dan Sains Bandung, Deltamas, Bekasi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari 1,5% (1990-an) menjadi 0,67% (2012)

Lebih terperinci