4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Formula Biskuit Spirulina Terpilih Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formula yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula terpilih dengan menggunakan uji hedonik dan aktivitas antioksidan Pengujian hedonik Pengujian biskuit secara hedonik dilakukan melalui penilaian beberapa parameter kesukaan panelis terhadap biskuit. Parameter yang dinilai yaitu penampakan, tekstur, warna, rasa, dan aroma. 1) Penampakan Penampakan merupakan salah satu parameter yang menentukan tingkat penerimaan dari panelis yang dinilai dengan penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen dan datar bergelombang). Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual (Kaya 2008). Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap penampakan biskuit Spirulina berkisar antara 5,23 sampai 5,73 (netral). Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 6. Analisis dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter penampakan biskuit (P>0,05). Penampakan biskuit cenderung seragam, karena pembuatan biskuit dilakukan dengan bentuk dan ukuran yang relatif sama, sehingga penilaian panelis terhadap penampakan panelis cenderung sama dan tidak berbeda nyata antar biskuit meskipun dengan penambahan berbagai konsentrasi Spirulina.

2 28 Nilai kesukaan a 5.70 a 5.23 a 4 gram 6 gram 9 gram Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 6 Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina. 2) Tekstur Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan, seringkali lebih penting dari pada aroma, rasa, dan warna. Tekstur penting pada makanan lunak dan makanan renyah. Ciri yang paling penting diacu adalah kekerasan, kekohesifan, dan kandungan air dari makanan tersebut (deman 1999). Nilai ratarata uji hedonik terhadap tekstur disajikan dalam Gambar 7. Hasil penilaian rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan berkisar antara 5,60 sampai 5,90 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter tekstur biskuit (P>0,05). Penilaian panelis terhadap tekstur biskuit menunjukkan hasil agak suka. Hal ini diduga karena biskuit Spirulina memiliki tekstur yang berongga sehingga tingkat kerenyahan dengan biskuit komersial berbeda. Tekstur biskuit banyak dipengaruhi oleh proses pemanasan serta bahanbahan pembentuk adonan biskuit. Selain itu, proses pembuatan biskuit juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Metode pembentukan adonan seperti fermentasi dan laminasi, serta metode pemotongan adonan seperti datar atau timbul juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung beras dalam jumlah kecil menyebabkan tekstur menjadi lebih renyah. Adanya tepung terigu (pati) dalam pembuatan biskuit, selama pemanasan akan mengalami gelatinisasi yang menyebabkan biskuit memiliki tektur yang sangat lembut (Manley 2000). Gelatinisasi adalah pembengkakan granula pati dengan

3 29 adanya air (Winarno 2008). Pemanasan atau pemanggangan biskuit dengan kondisi yang sama baik alat maupun suhunya menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang seragam. Biskuit Spirulina dibuat dengan menggunakan metode serta proses pemanasan yang sama sehingga menghasilkan tekstur yang hampir seragam. Nilai kesukaan a 5.60 a 5.77 a 4 gram 6 gram 9 gram Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 7 Histogram nilai rata-rata tekstur biskuit Spirulina. 3) Warna Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor. faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Warna merupakan faktor yang penting untuk makanan, baik yang belum atau sudah diproses. Warna dengan rasa dan tekstur memainkan peran penting sebagai daya terima makanan tersebut. Selain itu, warna dapat memberikan tanda terjadinya perubahan kimia, seperti pencoklatan dan karamelisasi (deman 1999). Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil terlebih dahulu. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang tidak seharusnya (Winarno 2008). Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap warna biskuit Spirulina berkisar antara 5,36 sampai 5,76 (netral). Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 8.

4 30 Nilai kesukaan a 5.77 a 5.37 a 4 gram 6 gram 9 gram Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 8 Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina. Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter warna biskuit (P>0,05). Biskuit dengan penambahan Spirulina menghasilkan biskuit berwarna hijau kecoklatan. Warna hijau tersebut disebabkan oleh kandungan pigmen pada Spirulina yang disebut klorofil. Selain klorofil, Spirulina memiliki pigmen lain seperti fikosianin dan karotenoid. Chauhan dan Pathak (2010) menyatakan bahwa Spirulina disarankan untuk dijadikan pewarna alami, karena mikroalga tersebut adalah salah satu sumber terbesar klorofil di alam. Kandungan klorofil pada S. platensis yang dikultur dengan media Zarrouk pada suhu 28±1 C, intensitas cahaya 3000 lux dan dikultivasi selama 16 hari yaitu 13,8 mg/g. Warna biskuit yang ditambah Spirulina yaitu hijau kecoklatan. Warna kecoklatan pada biskuit diduga karena adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino yang menyebabkan produk menjadi berwarna coklat. Reaksi ini tidak hanya pada biskuit, tetapi juga pada proses pembuatan roti, pemanggangan daging, dan lain-lain (Winarno 2008). Gugus aldehid diduga berasal dari asam amino dari protein, yang berasal salah satunya dari Spirulina. Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa pada Spirulina mengandung berbagai asam amino, antara lain glutamat, aspartat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, tirosin, valin, metionin, sistein, isoleusin, leusin, fenilalanin, dan lisin. Gula pereduksi diduga berasal dari karbohidrat bahan-bahan pembuat

5 31 biskuit, antara lain gula dan tepung terigu. Ginting dan Suprapto (2005) melaporkan bahwa tepung terigu memiliki kandungan gula pereduksi 1,49% (bk). 4) Rasa Rasa (flavor) merupakan sensasi yang ditimbulkan oleh bahan di mulut, dirasakan terutama oleh indera rasa dan bau (deman 1999). Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena meskipun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan rasa dapat dibagi menjadi empat yaitu asam, asin, manis, dan pahit (Winarno 2008). Histogram nilai rata-rata rasa biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 9. Nilai kesukaan a 5.97 a 5.83 a 4 gram 6 gram 9 gram Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 9 Histogram nilai rata-rata rasa biskuit Spirulina. Nilai hedonik rasa biskuit Spirulina berkisar antara 5,83 sampai 6,10 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter rasa biskuit (P>0,05). Rasa dari biskuit cenderung dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit, seperti garam dan gula. Penambahan bahan-bahan tersebut jumlahnya sama yang kemudian menyebabkan rasa biskuit yang dihasilkan cenderung sama, sehingga penambahan Spirulina tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Gula memberikan rasa manis terhadap biskuit yang dihasilkan.

6 32 5) Aroma Aroma makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan itu sendiri. Aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman. Pada umumnya, aroma yang dapat diterima oleh hidung dan otak merupakan campuran empat macam aroma, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2008). Histogram nilai rata-rata aroma biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 10. Nilai sensori aroma biskuit Spirulina berkisar antara 5,83 sampai 6,40 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter aroma biskuit (P>0,05). Aroma biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit tersebut seperti vanili yang ditambahkan dalam adonan. Penambahan bahan tersebut memiliki komposisi yang sama, sehingga aroma yang dihasilkan juga cenderung sama. Nilai kesukaan a 5.97 a 5.83 a 4 gram 6 gram 9 gram Konsentrasi Spirulina Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 10 Histogram nilai rata-rata aroma biskuit Spirulina Aktivitas antioksidan Vitamin C, vitamin E, vitamin A, polifenol, selenium, β-karoten, dan karotenoid yang telah banyak digunakan sebagai antioksidan alami (McCarthy et al. 2001). Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Penambahan Spirulina dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada biskuit. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl- 1-Picryl-Hydrazyl) disajikan pada Gambar 11.

7 IC50 (ppm) gram 6 gram 9 gram Gambar 11 Hasil uji aktivitas antioksidan biskuit Spirulina pada berbagai penambahan. Nilai IC 50 yang terukur yaitu 9883 ppm pada sampel P1, 9748 ppm pada P2, dan 6180 ppm pada sampel P3. Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada biskuit P3. Hal ini berarti untuk mereduksi 50% DPPH dibutuhkan sebanyak 6180 ppm. Semakin kecil nilai IC 50, maka aktivitas antioksidan semakin tinggi. Tingginya aktivitas antioksidan pada biskuit P3 sesuai dengan penambahan Spirulina dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu sebanyak 9 gram Penentuan formula terpilih Konsentrasi Spirulina Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh sama terhadap semua parameter hedonik yang dinilai (P>0,05), namun pada pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa biskuit P3 memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi. Berdasarkan kedua data tersebut, disimpulkan bahwa formula biskuit terpilih adalah biskuit P3 yaitu perlakuan penambahan Spirulina sebanyak 9 gram. 4.2 Karakteristik Spirulina platensis Karakterisasi dilakukan terhadap biomassa kering S. platensis komersial dan biomassa basah S. platensis hasil kultivasi. Hasil pengujian proksimat dan antioksidan dari S. platensis disajikan pada Tabel 4.

8 34 Tabel 4 Hasil karakterisasi Spirulina platensis Karakteristik Hasil pengujian Spirulina kultivasi Spirulina komersil Basis basah (bb) Basis kering (bk) Basis basah (bb) Basis kering (bk) Kadar air (%) 93,15-4,28 - Kadar abu (%) 0,95 13,87 5,99 6,26 Kadar protein (%) 3,85 56,20 61,06 63,79 Kadar lemak (%) 1,65 24,09 0,14 0,15 Karbohidrat (%) 0,4 5,84 28,53 29,81 Antioksdian (IC 50 ) 1625 ppm 931 ppm Kadar air pada S. platensis kultivasi cukup tinggi yaitu 93,15%, sedangkan kadar air S. platensis komersial yaitu 4,28%. Perbedaan ini dikarenakan Spirulina hasil kultivasi dianalisis dalam keadaan biomassa basah yang mengandung air cukup banyak, sedangkan Spirulina komersial yang dianalisis merupakan biomassa kering. Kadar abu S. platensis kultivasi yaitu 13,87% (bk), sedangkan kadar abu S. platensis komersial yaitu 6,26% (bk). Data tersebut menunjukkan bahwa kadar abu S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Abu yang terukur dalam analisis merupakan mineral yang terkandung dalam bahan. Thomas (2010) menyebutkan bahwa mineral yang terdapat pada S. platensis diantaranya kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium, potassium, seng, tembaga, mangan, chromium, dan selenium. Li et al. (2007) melaporkan bahwa mineral yang terkandung dalam Spirulina antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel, dan stronsium. Spirulina platensis merupakan mikroalga yang telah diketahui memiliki kadar protein yang tinggi. Analisis protein yang dilakukan yaitu untuk mengetahui protein kasar (crude protein) atau untuk mengetahui total keseluruhan kandungan unsur N pada bahan. Kadar protein S. platensis kultivasi yaitu 56,20% (bk), sedangkan kadar protein S. platensis komersial yaitu 63,79% (bk). Perbedaan kandungan protein ini diduga karena perbedaan media kultur yang digunakan. Spirulina komersial ditumbuhkan dengan media Walne, sedangkan Spirulina kultivasi ditumbuhkan dalam media Zarrouk teknis modifikasi. Kedua media kultur tersebut memiliki komposisi yang berbeda. Media Walne memiliki komponen nutrien yang lebih lengkap dibanding media Zarrouk teknis modifikasi.

9 35 Goksan et al. (2007) menyatakan bahwa pada media yang kandungan N nya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Colla et al. (2005) melaporkan bahwa kultivasi S. platensis dengan sumber N sodium nitrat (NaNO 3 ) dengan jumlah 0,625 g/l dan 1,875 g/l pada suhu kultivasi 35 C memiliki kandungan protein berturut-turut 58,92±0,96% dan 70,15±0,82%, sedangkan kandungan lemaknya yaitu berturut-turut 7,49±1,10% dan 10,37±0,63%. Komposisi kimia protein dalam S. platensis salah satunya dipengaruhi oleh sumber N pada media tumbuhnya. Potasium juga berpengaruh terhadap sintesis protein, karena merupakan kofaktor enzim sintesis protein. Nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun protein dalam sel (Colla et al. 2005). Sumber N pada media Walne adalah sodium nitrat (NaNO 3 ), sedangkan sumber N pada media Zarrouk teknis modifikasi adalah urea (N 2 H 4 CO). Kadar urea pada media Zarrouk teknis modifikasi yaitu 0,13 g/l, sedangkan kadar NaNO 3 pada media Walne yaitu 100 g/l. Hal ini sesuai dengan kadar protein dari Spirulina komersial yang lebih tinggi dari Spirulina hasil kultivasi. Costa et al. (2001) menyatakan bahwa urea dimetabolisme oleh cyanobacter melalui aktivitas enzim seperti enzim urease, oleh karena itu urea merupakan sumber nitrogen yang baik. Selain urea, S. platensis juga bisa memanfaatkan nitrat sebagai sumber nitrogen, karena struktur tersebut yang paling umum di alam. Lemak merupakan salah satu gizi yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan kalori sehari-hari. Kadar lemak pada S. platensis kultivasi yaitu 24,09% (bk), sedangkan kadar lemak S. platensis komersial yaitu 0,15% (bk). Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Vonshak et al. (2004) menyatakan bahwa perbedaan oleh komposisi protein dan lemak pada mikroalga disebabkan perbedaan komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang paling penting berupa C dan N. Spirulina mengandung asam lemak tak jenuh berkisar 1,3 1,5%, yang didominasi oleh γ-linolenat 30 35% dari total lemak. Kandungan asam

10 36 lemak pada Spirulina yaitu diantaranya palmitic acid (44,6 54,1%), oleic acid (1 15,5%), linoleic acid (10,8 30,7%), dan γ-linolenic acid (8,0 31,7%) (FAO 2008). Berbeda dengan kadar lemak, kadar karbohidrat total pada S. platensis kultivasi lebih kecil daripada S. platensis komersial. Kadar karbohidrat S. platensis kutivasi yaitu 5,84% (bk), sedangkan kadar karbohidrat S. platensis komersial yaitu 29,81% (bk). Perbedaan kandungan karbohidrat tersebut diduga karena jumlah kandungan abu, protein, dan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi dibanding jumlah kandungan protein, abu, dan lemak pada Spirulina komersial, sehingga karbohidrat pada Spirulina komersial lebih tinggi. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl-1-Picryl- Hydrazyl). Sampel akan mendonorkan ion H + sehingga akan terjadi perubahan warna ungu menjadi kuning pucat. Semakin tinggi aktivitas antioksidannya, perubahan warna akan semakin jelas. Aktivitas antioksidan S. platensis kultivasi yang terukur yaitu pada IC 50 adalah 1625 ppm, sedangkan pada S. platensis komersial 931 ppm. Nilai IC 50 merupakan banyaknya ekstrak bahan (S. platensis) yang dibutuhkan untuk mereduksi 50% aktivitas radikal bebas oleh DPPH yang ditambahkan. Semakin rendah nilai IC 50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya, sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada S. platensis komersial lebih tinggi. Hal tersebut diduga karena perbedaan bahan dalam analisis. Spirulina komersial yang digunakan untuk analisis adalah biomassa kering, sedangkan Spirulina kultivasi yang digunakan untuk analisis adalah biomassa basah. Biomasaa kering mengandung Spirulina yang lebih banyak dibandingkan biomassa basah, sehingga aktivitas antioksidan pada Spirulina komersial yang terukur lebih besar. 4.3 Karakteristik Biskuit Karakteristik yang diamati adalah biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina hasil kultivasi dan biskuit tanpa penambahan Spirulina (kontrol).

11 37 Parameter yang diamati yaitu komposisi kimia, aktivitas antioksidan, kerusakan mikrobiologis, dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) biskuit Komposisi kimia biskuit Komposisi kimia pada biskuit ditentukan berdasarkan analisis proksimat yang meliputi pengukuran kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak. Komposisi kimia biskuit kontrol (tanpa penambahan Spirulina) dan biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina kultivasi dapat dilihat pada Gambar b Kadar basis kering (%) a 3.81 b 9.36 a 7.24 a 7.49 a 0.00 Kadar abu Kadar protein Kadar lemak 1) Kadar abu Pengujian Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 12 Histogram komposisi kimia biskuit ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik. Sekitar 96% bagian pada bahan makanan terdiri bahan organik dan air, sedangkan sisanya yaitu unsur-unsur mineral (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kadar abu pada biskuit kontrol yaitu 2,61% (bk), sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 3,81% (bk). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar abu biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan kadar abu biskuit kontrol. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu (P<0,05). Abu biasanya banyak dihubungkan dengan banyaknya mineral yang terdapat pada bahan. Besarnya mineral yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi dari bahan-bahan pembuat biskuit tersebut. Kadar abu pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan garam,

12 38 sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, garam, dan Spirulina. Kadar abu pada tepung terigu yaitu 1,83% (Suarni 2001), sedangkan kadar abu pada tepung beras yaitu 0,59% (Rustanti et al. 2012). Garam yang digunakan dalam pembuatan biskuit merupakan garam komersial yang memiliki kandungan mineral antara lain natrium, klorida, iodium, besi, kalsium, magnesium, besi, dan kalium. Spirulina memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar abu pada biskuit Spirulina. Spirulina kultivasi memiliki kadar abu 13,87% (bk). Tingginya kadar abu pada Spirulina tersebut diduga mempengaruhi kadar abu biskuit Spirulina. Biskuit Spirulina memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kadar abu cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaya et al. (2008) yang menunjukkan adanya peningkatan kadar abu biskuit setelah ditambahkan tepung tulang ikan patin yang kaya akan mineral dan penelitian Yanuar et al. (2009) melakukan penambahan tepung cangkang rajungan pada pembuatan crackers sehingga meningkatkan kadar abu crackers. 2) Kadar protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, serta sebagai bahan bakar yang digunakan untuk keperluan energi tubuh (Winarno 2008). Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein pada biskuit Spirulina yaitu 13,28%, sedangkan kadar protein pada biskuit kontrol yaitu 9,36%. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein biskuit (P<0,05). Protein pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, dan Spirulina. Kadar protein pada tepung terigu yaitu 14,45% (bk) (Suarni 2001), tepung beras 9,59% (bk), dan gula 0,43% (bk) (Rustanti et al. 2012). Spirulina hasil kultivasi memiliki kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 56,2% (bk). Tingginya kadar protein pada Spirulina diduga mempengaruhi kadar protein pada biskuit Spirulina. Kadar protein biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kandungan protein 56,2% (bk).

13 39 3) Kadar lemak Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti. Lemak memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Manley 2000). Kadar lemak pada biskuit kontrol yaitu 7,24% (bk), sedangkan kadar lemak pada biskuit Spirulina yaitu 7,49% (bk). Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar lemak biskuit (P>0,05). Kadar lemak pada biskuit relatif rendah, hal ini diduga karena penambahan lemak (minyak) pada pembuatan biskuit relatif kecil, yaitu 5 ml per adonan. Penelitian Asni (2004) menunjukkan bahwa penambahan lemak (margarin) 17,5 gram dan kuning telur 5 gram menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 24,24% Aktivitas antioksidan biskuit Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam IC 50, yaitu banyaknya konsentrasi yang digunakan untuk mereduksi senyawa oksidan sebanyak 50%. Aktivitas antioksidan pada biskuit disajikan pada Gambar a 8017 a 8000 IC50 (ppm) biskuit kontrol biskuit Spirulina Jenis biskuit Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05). Gambar 13 Aktivitas antioksidan biskuit kontrol biskuit Spirulina ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Nilai IC 50 pada biskuit kontrol yaitu 9283 ppm, sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 8017 ppm. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas antioksidan biskuit (P>0,05). Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan

14 40 oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan antara lain oleh Reactive Oxygen Species (ROS) seperti radikal superoksida, radikal nitrat hidroksida, radikal lipid peroksil, dan radikal hidroksil. Wang et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat beberapa senyawa dari S. platensis yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Komponen tersebut diantaranya flavonoid 85,1±7,3 g/kg, β-karoten 77,8±6,8 g/kg, vitamin A 113,2±2,7 g//kg, dan α-tokoferol 3,4±0,3 g/kg dari S. platensis bobot kering. Aktivitas antioksidan pada produk pangan tidak hanya bergantung pada aktivitas kimia dari antioksidan tersebut, tetapi juga pada beberapa faktor seperti interaksi dengan komponen bahan dan kondisi lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan antioksidan mampu menangkap radikal bebas pada pangan adalah kebiasaan berpisah pada lemak dan air. Kecenderungan antioksidan yang bersifat lipofilik adalah bekerja pada kandungan air yang tinggi, sebaliknya antioksidan yang bersifat polar efektif pada minyak dalam jumlah besar yang biasa disebut dengan antioxidant paradox (Miron et al. 2010). Mau et al. (2002) menyatakan bahwa secara alamiah semua organisme memiliki mekanisme untuk mengatasi radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase dan katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mikrobiologis dapat diketahui diantaranya dengan menghitung total mikroba dan aktivitas air. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Aktivitas air (a w ) diukur dengan menggunakan alat a w meter Novasina ms1. 1) Total mikroba Daya simpan suatu produk pangan erat kaitannya dengan keadaan sanitasi pada waktu produk tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pengamatan yang dilakukan terhadap total mikroba pada penyimpanan hari pertama yaitu pada biskuit kontrol berjumlah 1,5x10 3 cfu/g (3,18 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 1,1x10 3 cfu/g (3,04 log), sedangkan total mikroba pada akhir masa simpan pada biskuit kontrol yaitu 4,8x10 3 cfu/g (3,68 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 6,8x10 3

15 41 cfu/g (3,83 log). Grafik hubungan antara total mikroba dengan lama penyimpanan biskuit disajikan pada Gambar ,83 3,66 ax ax 3,68ax 3,18ax 3,23ax 3,04 ax Log TPC Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan Gambar 14 Perubahan nilai total mikroba selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang sama terhadap total mikroba biskuit (P>0,05). Terdapat mikroba dari awal penyimpanan, namun masih memenuhi standar biskuit karena masih dibawah nilai batas maksimum total mikroba biskuit, yaitu 1,0x10 4 cfu/g (4 log) (BSN 2011 a ). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nagi et al. (2012) yang menyebutkan bahwa biskuit yang dikemas dengan menggunakan kemasan plastik jenis HDPE dan disimpan selama tiga bulan pada suhu ruang memiliki total mikroba yang masih berada dibawah standar maksimum. Terdapat adanya mikroba pada biskuit kontrol dan biskuit Spirulina. Adanya mikroba tersebut diduga terjadi rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit. Menurut Damongilala (2009), nilai TPC dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan dan cara penanganan dan penyimpanan produk. Cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan yang tidak higiene terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan kontaminasi bahan mentah/produk olahan dengan mikroba yang berasal dari lingkungan pengolahan dan penyimpanan. Hari ke-

16 42 2) Aktivitas air (a w ) Aktivitas air (water activity) merupakan jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nilai aktivitas air selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15. Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan Gambar 15 Perubahan aktivitas air biskuit selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas air biskuit pada hari ke-1 (P<0,05). Pengukuran pada hari ke-1, nilai a w pada biskuit kontrol yaitu 0,433 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,125. Perbedaan nilai aktivitas air ini diduga karena bentuk biskuit yang diukur kurang seragam. Pencetakan dilakukan manual menggunakan roller, sehingga memungkinkan terjadinya ketidakseragaman bentuk biskuit. Pengukuran pada hari ke-16, nilai a w pada biskuit kontrol yaitu 0,535 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,557. Pengukuran pada hari ke-31, nilai a w pada biskuit kontrol yaitu 0,558 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,607. Penambahan Spirulina dan waktu pengamatan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas air biskuit pada pengamatan hari ke-16 dan hari ke-31 (P<0,05). Hal tersebut diduga karena biskuit telah mengalami absorbsi air dari udara selama penyimpanan. Kerusakan produk biskuit sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan merupakan tekstur penting pada biskuit. Kerenyahan produk kering

17 43 akan menurun dengan meningkatnya a w produk. Arimi et al. (2010) menyatakan bahwa kerenyahan produk akan berkurang jika a w berkisar 0,5±0,2. Selain itu, bahan dasar tepung terigu juga dapat menyebabkan peningkatan a w selama penyimpanan. Hal ini diduga karena adanya tepung (pati). Pati yang telah tergelatenisasi dan dikeringkan masih mampu menyerap air dalam jumlah besar (Winarno 2008). Aktivitas air dapat diturunkan dengan cara pengeringan atau penambahan senyawa yang larut dalam air seperti gula dan garam. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air tertentu. Kisaran a w untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8 0,9, dan kapang 0,6-0,7 (Winarno 2008). Bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan (Saenab et al. 2010). Hubungan aktivitas air (a w ) dengan laju reaksi relatif disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 Hubungan a w dengan laju reaksi relatif (Labuza 1971 dalam Winarno 2008). Gambar 16 menunjukkan bahwa pada aktivitas air 0-0,2 (Daerah I) tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang a w 0,25-0,8 (Daerah II) reaksi yang dapat terjadi yaitu browning nonenzimatis, oksidasi lemak, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Biskuit Spirulina dan biskuit kontrol memiliki nilai a w 0,125-0,607, sehingga nilai a w tersebut termasuk dalam Daerah II. Reaksi yang terjadi pada biskuit yang dipengaruhi oleh nilai a w diduga adalah reaksi oksidasi lemak. Kandungan lemak pada biskuit kontrol 7,24% dan biskuit Spirulina 7,49%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arpah (2007) yang

18 44 menyebutkan bahwa oksidasi lemak dapat terjadi pada produk yang mengandung lemak. Reaksi oksidasi merupakan reaksi suatu senyawa lemak yang tidak (atau belum) mengandung radikal peroksida dan hidroperoksida mengalami serangan senyawa oksigen reaktif yang mampu melepaskan satu atom hidrogen dari asam lemak membentuk radikal. Aktivitas air pada selang 0,7-0,9 adalah nilai aktivitas yang memungkinkan bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh. Biskuit kontrol dan biskuit Spirulina memiliki a w 0,125-0,607, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Adanya mikroba pada hari ke-1 yaitu 1,5x10 3 cfu/g dan 1,1x10 3 cfu/g, diduga karena adanya rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit Angka Kecukupan Gizi (AKG) Biskuit Spirulina Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Angka kecukupan gizi digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Kebutuhan gizi per hari mengacu pada kebutuhan perhari untuk konsumen umum dari BPOM (2005) yaitu karbohidrat 300 g (1200 kkal), protein 60 g (240 kkal), dan lemak 62 g (560 kkal). Informasi gizi mengenai Angka Kecukupan Gizi biskuit Spirulina disajikan pada Tabel 5, sedangkan pada biskuit kontrol disajikan pada Tabel 6. Penentuan takaran saji merujuk pada takaran saji biskuit komersial yang terdapat di pasaran. Biskuit Spirulina per takaran saji dapat menyumbangkan energi 70,21 kkal, sedangkan pada biskuit kontrol dapat menyumbangkan energi total yang lebih besar yaitu 73,34 kkal. Namun, biskuit Spirulina mampu memenuhi kebutuhan protein 3,68% per hari, lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein dari biskuit kontrol. Wanita dan pria pada usia tahun memerlukan protein masing-masing 50 mg dan 60 mg (Permenkes 2005). Biskuit Spirulina per serving size mengandung protein 2,21 gram. Hal ini berarti dengan mengkonsumsi biskuit sebanyak 18 gram, maka kebutuhan terhadap protein akan

19 45 terpenuhi. Food and Agriculture Organization (FAO) (2008) menyatakan bahwa Spirulina merupakan pangan yang GRAS (Generally recognized as safe) atau yang sudah dinyatakan aman. Spirulina yang digunakan sebagai pangan, konsumsi per sajinya diperbolehkan pada kisaran 2,0 sampai 8,0 gram, yang berarti mengandung 60% protein berkisar 1,2 4,8 gram. Tabel 5 Informasi nilai gizi biskuit Spirulina Takaran saji 18 g Per sajian kemasan Energi total 70,21 kkal Nutrisi Jumlah per sajian (g) *AKG Karbohidrat (by different) 12,54 4,18 Protein 2,21 3,68 Lemak 1,24 2,00 *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal Tabel 6 Informasi nilai gizi biskuit kontrol Takaran saji 18 g Per sajian kemasan Energi total 73,34 kkal Nutrisi Jumlah per sajian (g) *AKG Karbohidrat (by different) 13,85 4,62 Protein 1,60 2,68 Lemak 1,27 2,05 *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal Angka kecukupan untuk protein dan zat-zat gizi lain dinyatakan sebagai taraf suapan terjamin (safe level of intake), yaitu rata-rata kebutuhan ditambah 2,5% dari kebutuhan tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melebihi hampir semua individu. Apabila seseorang mengkonsumsi protein atau zat gizi lain pada nilai yang sama atau sedikit lebih besar dari konsumsi yang dianggap aman, jumlah yang sedikit lebih besar ini tidak akan menimbulkan akibat merugikan (Almatsier 2006). 4.4 Saran Penyajian Biskuit Spirulina memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 13,28%, sedangkan dalam BSN (2011 a ) disebutkan bahwa syarat minimal protein yaitu 5%. Berikut perbandingan jumlah karbohidrat, protein, dan lemak dari biskuit

20 46 Spirulina dan biskuit komersial merk X. Perbandingan nilai gizi biskuit Spirulina dan biskuit komersial disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan nilai gizi biskuit Spirulina dan komersial Takaran saji 18 g Per sajian kemasan Nutrisi Biskuit Spirulina Biskuit komersial Jumlah per sajian (g) Jumlah per sajian (g) Karbohidrat 12,54 12,21 Protein 2,21 1,28 Lemak 1,24 3,20 Kandungan protein pada biskuit komersial dengan takaran saji 18 gram adalah 1,28 gram, sedangkan lemak yang disumbangkan dari biskuit komersial yaitu 3,20 gram. Protein tersebut lebih kecil dibandingkan protein dari biskuit Spirulina, namun memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan biskuit komersial ditambahkan telur, minyak nabati, margarin, dan susu bubuk. Penambahan bahan bahan tersebut dapat meningkatkan lemak. Selain itu, telur mengandung kolesterol yang cukup tinggi. FAO (2008) menyatakan bahwa 10 gram Spirulina menyediakan 1,3 mg kolesterol dan 36 kkal energi, sedangkan dalam jumlah yang sama, telur menyediakan 300 mg kolesterol dan 80 kkal energi. Tabel 8 Kandungan gizi biskuit Spirulina dalam berbagai takaran saji Jumlah yang disumbangkan Kandungan gizi Takaran saji 18 g Takaran saji 27 g Takaran saji 36 g gram % AKG gram % AKG gram % AKG Karbohidrat 12,54 4,18 18,81 6,27 25,08 8,36 Protein 2,21 3,68 3,31 5,52 4,42 7,36 Lemak 1,25 2,00 1,87 3,00 2,49 4,00 Total kalori 70,21 kkal 105,32 kkal 140,43 kkal Biskuit dengan takaran saji 18 gram, 27 gram, dan 36 gram memilki total kalori 70,21 kkal, 105,32 kkal, dan 140,43 kkal. Protein yang disumbangkan yaitu 2,21 gram, 3,31 gram, dan 4,42 gram. Jittanoonta et al. (1999) melaporkan bahwa dalam 9 gram Spirulina yang diujikan pada tikus memiliki kandungan asam nukleat 1,21 g/kg berat badan. Batas asam nukleat dalam tubuh berdasarkan acceptable daily intake (ADI) adalah 4,33 g/kg, sehingga penambahan 9 gram

21 47 Spirulina masih aman. Konsumsi 36 gram biskuit Spirulina menyumbangkan protein 4,42 gram (7,36% AKG) dan kalori 140,43 kkal. Konsumsi biskuit Spirulina dengan takaran saji tersebut tidak akan mendapatkan kalori berlebih, dengan syarat tidak mengkonsumsi makanan ringan (snack) yang lain. BPOM (2011) menyebutkan bahwa makanan dalam bentuk padat yang memiliki kandungan protein 35% AKG atau ALG per 100 gram merupakan makanan yang tinggi protein (high protein), sedangkan kandungan protein 20% ALG per 100 gram merupakan makanan sumber protein. Biskuit Spirulina memiliki kandungan protein 12,27% (bb). Acuan label gizi (ALG) berdasarkan BPOM (2005) menyebutkan bahwa kebutuhan protein perhari adalah 60 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa biskuit Spirulina memiliki kandungan protein 20,45% ALG, sehingga biskuit Spirulina merupakan makanan sumber protein. Protein merupakan substansi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, protein membantu membangun dan memperbaiki jaringan protein tubuh yang rusak. Kandungan protein pada biskuit Spirulina yang cukup tinggi sangat dianjurkan untuk anak-anak dan remaja karena fungsi protein yang sangat penting untuk masa pertumbuhan. Apabila konsumsi kebutuhan protein tercukupi, maka hal tersebut membantu mengatasi masalah gizi yaitu kurangnya konsumsi energi dan protein di Indonesia (KEP). Manfaat lain yang dapat diperoleh dari konsumsi biskuit Spirulina yaitu adanya kandungan antioksidan alami. Biskuit Spirulina memiliki aktivitas antioksidan, namun masih termasuk nilai aktivitas yang rendah. Antioksidan alami aman dikonsumsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 13 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Maret 2012 hingga November 2012. Penelitian diawali dengan pembuatan biskuit dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas terhadap sel normal pada tubuh yang

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein 59 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengujian peran sorbet buah naga yang ditambahkan isolat protein Spirulina platensis pada perubahan kadar gula darah. Pengujian dilakukan uji in vivo menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Formulasi Cookies

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Formulasi Cookies 4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Formulasi Cookies Spirulina platensis merupakan jenis mikroalga berbentuk spiral dan mengandung fikosianin tinggi sehingga berwarna hijau biru (Christwardana et.al, 2013). Spirulina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masyarakat masih sedikit memanfaatkan labu kuning sebagai bahan pangan. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum mengetahui kandungan gizi yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis 44 Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis Dalam setiap satu liter media mengandung: NaHCO3 : 10,0 gr Pupuk NPK : 1,18 gr Pupuk TSP : 1,20 gr NaCl : 1,00 gr Selanjutnya ditambahkan

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma Rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir (tepung) yang lolos ayakan 65 mesh dan bahan awal (biji kurma). Pada penelitian ini, massa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakteristik bahan baku merupakan sifat penting untuk mengetahui potensi yang terdapat pada bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spirulina platensis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spirulina platensis 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spirulina platensis Spirulina platensis merupakan cyanobakter (alga hijau-biru) yang sudah banyak digunakan sebagai bahan pangan. Spirulina platensis kaya akan protein, lemak,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci