Pendanaan Perubahan Iklim

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendanaan Perubahan Iklim"

Transkripsi

1 Briefing Paper: Pendanaan Perubahan Iklim Sebuah Pertanyaan Mengenai Keberlanjutan oleh: Henriette Imelda Fabby Tumiwa Institute for Essential Services Reform (IESR) energy for equitable development

2 Pendanaan Perubahan Iklim: Sebuah Pertanyaan Mengenai Keberlanjutan Perundingan SB36 di Bonn berakhir sudah, namun perdebatan mengenai keberlanjutan pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim sepertinya akan terus berlanjut; dimana seluruh Pihak berharap Doha akan memberikan kepastian, salah satunya di isu pendanaan. Berbagai kalangan mempertanyakan dengan berakhirnya Ad Hoc Working Group on Long Term Cooperative Action (AWG-LCA) di COP 18 Doha 26 November 7 Desember 2012 mendatang, apa yang akan terjadi dengan Long Term Finance (LTF)? Apakah saat mandat AWG-LCA berakhir, komitmen Long Term Finance (LTF) juga berakhir? Bagaimana negara-negara maju kemudian meningkatkan Fast Start Finance (FSF) sebesar US$ 30 milliar dari tahun 2010 hingga 2012, menjadi US$ 100 miliar per tahun pada tahun 2020? Hasil COP ke-13 di Bali tahun 2007, Decision 1/CP 13 para 1e(i) menyatakan Improved access to adequate, predictable and sustainable financial resources and financial and technical support, and the provision of new and additional resources, including official and concessional funding for developing country Parties; menjadi dasar bagi kelompok G-77 dan organisasi masyarakat sipil untuk mendesak negara-negara kelompok Annex-1 untuk meningkatkan pendanaan dari berbagai sumber dan investasi untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi, serta kerjasama alih teknologi. Sedangkan dalam negosiasi di Bonn, belum ada bukti bahwa keputusan ini telah digenapi oleh negara-negara maju. Negara-negara berkembang menanyakan sampai dimana kah komitmen dan implementasi negara maju dalam hal Fast Start Finance? Melihat perkembangan ini, banyak pihak meragukan keberlanjutan implementasi kesepakatan Bali dan Durban tentang pendanaan bagi negara-negara berkembang paska Bagaimana komitmen penyediaan dana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat dijawantahkan oleh negara-negara Annex-1 hingga 2020 mendatang? Durban Package on Finance Paska Konferensi Para Pihak ke-17 di Durban 2011 lalu (COP 17), terdapat beberapa keputusan di bidang pendanaan perubahan iklim yang telah disepakati dalam rangka mencapai tujuan tertinggi dari konvensi perubahan iklim. Beberapa ketetapan dari Decision 1/CP17 adalah: - Dibentuknya Standing Committee - Dibentuknya Green Climate Fund - Dibentuknya Work Programme on Long Term Finance (LTF) Standing Committee Standing Committee merupakan pengejawantahan dari salah satu keputusan COP ke-16 di Cancun, dimana diputuskan pembentukan sebuah Standing Committee yang akan mendampingi COP sehubungan dengan mekanisme pendanaan sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi. Standing Committee kemudian ditetapkan di COP ke-17 di Durban, dengan kelengkapan peran dan fungsin- 1

3 ya, komposisi, serta kelengkapan-kelengkapan kerjanya (working modalities). Keputusan 2/CP 17, Annex VI menetapkan tugas-tugas dari Standing Committee, yaitu: - Mengembangkan ketentuan mengenai partisipasi organisasi pengamat (observers organizations) dari entitas-entitas operasional mekanisme pendanaan yang ada di bawah Konvensi; mulai dari entitas pemberi dana (multilateral, bilateral, dan regional) yang terlibat dalam pendanaan iklim hingga organisasi-organisasi pengamat dari sektor swasta maupun kelompok masyarakat sipil yang diakui oleh Konvensi. - Standing Committee berhak untuk menarik kesimpulan berdasarkan keahlian masingmasing, apabila dinyatakan perlu. Keputusan yang sama menyatakan bahwa Standing Committee akan melakukan pertemuan pertamanya sebelum pertemuan Bonn, Mei 2012 yang lalu. Pada kenyataannya, saat pertemuan Bonn berlangsung, Standing Committee belum juga mengadakan pertemuannya yang pertama. Green Climate Fund Green Climate Fund ditetapkan pada COP 16 melalui Decision 1/CP16 sebagai entitas yang akan menjalankan mekanisme pendanaan dari Konvensi di bawah Artikel Idealnya, GCF akan menyokong kegiatan-kegiatan, program-program, kebijakan, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait dengan perubahan iklim di negara-negara berkembang. Dana yang ada di GCF ini akan dikelola oleh GCF Board. Pertemuan Para Pihak bahkan telah menetapkan instrumen pengelolaan Green Climate Fund tersebut. Itu sebabnya, penetapan Green Climate Fund dinyatakan sebagai sebuah prestasi di bidang pendanaan pada COP 17 lalu. Kini, yang harus diputuskan adalah siapakah yang akan menempati kursi Green Climate Fund Board? Pertemuan pertama GCF seharusnya dilakukan pada bulan Maret 2012 tetapi rencana ini tidak terlaksana. Diundurnya pertemuan pertama GCF (Green Climate Fund), semakin mempersulit perundingan tentang pendanaan di Bonn, Mei Padahal, untuk dapat menetapkan GCF, masih begitu banyak hal yang perlu dilakukan. Memperkuat institusi dan meningkatkan kapasitas negara-negara berkembang, merupakan pekerjaan rumah yang belum dan wajib untuk diselesaikan. Bahkan untuk membangun dan mengoperasikan institusi ini, diperlukan sumber dana yang kini belum ada sepeser pun di kantung pundi GCF. Kalaupun ada, dana tersebut masih berbentuk janji dan bukan dana yang telah siap untuk dikapitalisasikan. Melihat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, dengan pundi yang kosong, sepertinya GCF sulit untuk mulai berjalan di awal tahun Jika 1 Artikel 11 dari Konvensi merupakan artikel yang mengatur tentang mekanisme pendanaan. Definisi dari mekanisme pendanaan dinyatakan di Artikel ini (Artikel 11.1). Mekanisme pendanaan ini juga harus memberikan perwakilan yang seimbang dari seluruh Pihak dengan sistem tata kelola yang transparan (Artikel 11.2). Artikel ini juga mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang harus disetujui oleh Konferensi Para Pihak atau entitas yang akan melakukan operasional mekanisme pendanaan yang berlaku; termasuk di dalamnya kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan untuk memastikan bahwa proyek-proyek perubahan iklim yang didanai, sesuai dengan kebijakan-kebijakan, prioritas program, serta kriteria-kriteria kesesuaian yang ditetapkan oleh Konferensi Para Pihak (Artikel 11.3a-d). Artikel 11.5 menyatakan bahwa negara-negara maju juga dapat menyediakan sumber-sumber pendanaan dan negara-negara berkembang berhak untuk mendapatkan sumber-sumber pendanaan yang terkait dengan implementasi Konvensi melalui saluran-saluran bilateral, regional, dan saluran multilateral lainnya. 2

4 GCF tidak dapat berjalan di awal tahun 2013, maka kemungkinan pengucuran dana untuk aktivitasaktivitas mitigasi dan adaptasi di negara-negara berkembang, akan tertunda juga. Tertundanya pengucuran dana tersebut akan mengakibatkan terjadinya gap pendanaan; suatu kondisi yang dikhawatirkan oleh banyak negara berkembang. Work Programme on Long Term Finance (LTF) Long Term Finance (LTF) merupakan sebuah program kerja (work programme) yang ditetapkan berdasarkan Decision 1/CP17 di paragraf 127. WP LTF ini memiliki tujuan untuk memberikan masukan mengenai jenis upaya apa saja yang dapat dilakukan guna melakukan scale-up dana setelah tahun 2012; setelah masa Fast Start Finance (FSF) berakhir. Berdasarkan keputusan COP 17 mengenai Long Term Finance, Presiden COP diminta untuk menunjuk 2 (dua) co-chairs; satu dari negara maju, dan satu lagi dari negara berkembang untuk menangani WP LTF. Beberapa kegiatan yang akan dilakukan di bawah WP LTF adalah melakukan konsultasi dengan Para Pihak serta observers, mengadakan workshops untuk mengumpulkan berbagai macam pandangan mengenai climate finance, serta menyamakan persepsi mengenai pendanaan jangka panjang, baik kepada developed countries, maupun pada developing countries. Keputusan COP 17 juga menetapkan, bahwa keluaran dari Program Kerja ini adalah sebuah laporan yang nantinya akan dibawa kepada Konferensi Para Pihak ke-18, untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah LTF selanjutnya. Pada akhirnya, COP-lah yang akan memutuskan mekanisme seperti apa yang paling baik untuk dapat memastikan scale-up pendanaan dari US$ 10 miliar per tahun (tahun ) menjadi US$ 100 miliar per tahun hingga Itulah sebabnya, isu Long Term Finance, hanya akan dibahas dibawah COP, dan bukan pada working group tertentu. Hal ini dimaksudkan agar LTF tetap berjalan, walaupun Ad hod Working Group yang ditunjuk, Longterm Cooperative Actions (LCA) telah habis masa mandatnya. Melalui konsultasi yang dilakukan oleh Ketua WP LTF di pertemuan Bonn Mei 2012 lalu, ditegaskan bahwa Work Programme ini bukan lah suatu wadah untuk melakukan negosiasi melainkan sebuah wadah dimana banyak pihak akan bertukar ide, pikiran, pengalaman, mengenai pendanaan perubahan iklim. Setelah melakukan pertukaran pikiran inilah, chair dari WP LTF ini akan membuat analisa mengenai pilihan-pilihan yang mungkin untuk memobilisasi sumber pendanaan tersebut. Dimulai dari detik tahun 2012 berakhir sampai dengan ditetapkannya mekanisme yang akan dijalankan untuk mengoperasikan pendanaan ini, tentu saja ada rentang waktu. Pertanyaannya adalah dalam rentang waktu tersebut, siapa yang akan memberikan jaminan bahwa dana-dana dari negaranegara maju masih akan tetap mengalir? Diskusi ini yang banyak mewarnai LCA pada sesinya yang ke-15 di Bonn lalu. Walau bagaimana pun juga, keputusan pembentukan LTF ada di bawah Ad hoc Working Group on Long-term Cooperative Action (AWG-LCA) kepada COP. Itu sebabnya, menjelang akhir mandatnya, pertanyaan mengenai keberlanjutan LTF diajukan di dalam forum AWG-LCA. Beberapa negara mengusulkan untuk mengadakan apa yang disebut dengan spin-off group selama di Bonn yang khusus membicarakan mengenai Long Term Finance, di bawah LCA, agar para Pihak dapat berdiskusi dengan skala yang lebih kecil; bahkan apabila dimungkinkan, tanpa kehadiran observers. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian konkrit, bahwa isu pendanaan tidak lepas 3

5 setelah tahun 2012 berakhir, sampai institusi yang akan menjadi wadah untuk pendanaan yang akan mengalir, telah terbentuk dan siap untuk beroperasi. Walaupun pihak negara-negara maju mengatakan bahwa tidak akan ada gap pendanaan, namun, tanpa bukti yang konkrit, pernyataan tersebut sulit untuk diterima oleh negara berkembang. Australia memastikan bahwa mereka tidak akan membiarkan gap pendanaan tersebut terjadi. Australia, dalam pertemuan contact group AWG-LCA Selasa, 22 Mei 2012, bahkan mengambil kasus bantuan mereka kepada Indonesia melalui kegiatan REDD+ di Kalimantan, yang akan berlanjut bahkan melampaui tahun Kasus tersebut, digunakan Australia untuk menyakinkan negara berkembang, bahwa bantuan pendanaan untuk negara berkembang tidak akan berhenti di akhir tahun Bagaimana negara-negara Annex 1 dapat menjamin keberlanjutan pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim merupakan suatu hal yang cukup sensitif di Bonn. Kekhawatiran akan fungsi kelembagaan yang akan berakhir, atau bahkan yang belum berdiri, terus ada di benak negara-negara berkembang. Bahkan, dalam salah satu contact group di bawah LCA, delegasi Filipina sempat menyatakan, In Durban, we have established a Standing Committee that now, not yet even standing..., memberikan kesan pesimis akan kinerja dari entitas pendanaan yang ada atau akan ada. Kekhawatiran bahwa LTF hanya akan berkisar pada melakukan workshop dan reporting cukup dimaklumi, karena memang belum ada strategi nyata untuk memoblilisasi dana, kecuali melakukan workshop dan reporting, sebagaimana yang dimandatkan oleh Decision 2 CP 17. Siapa yang dapat menjamin bahwa laporan dari kegiatan-kegiatan ini, tidak akan berakhir nasibnya seperti laporan Advisory Group on Climate Change Financing (AGF)? Perdebatan Bonn Ketua pimpinan sidang (chair) dari Ad hoc Working Group on Long-term Cooperative Action (AWG- LCA), setelah mengadakan contact group, memutuskan untuk membuat informal group di masingmasing komponen, seperti Long Term Finance, mitigasi, dan lain sebagainya. Ternyata, Informal group juga tidak banyak membantu. Beberapa negara bahkan masih saja memperdebatkan hal-hal yang bersifat prosedural dan kurang substantif. Walau demikian, beberapa negara terus mengajukan proposalnya. Barbados mengusulkan untuk memperpanjang masa Fast Start Finance hingga 3 tahun ke depan. Hal ini memancing Amerika untuk mengajukan pertanyaan, apabila ada mekanisme Fast Start Finance untuk 3 tahun lagi, apakah mungkin ada yang namanya mid-term mitigation, yang diberlakukan kepada negara-negara berkembang, dimana pada saat itu, negara-negara berkembang tertentu diwajibkan untuk menurunkan emisi. Mid-term mitigation merupakan sebuah istilah dan mekanisme yang baru, namun, tetap tidak memberikan jaminan bahwa kegiatan tersebut akan membawa kenaikan temperatur rata-rata tidak melebihi batas temperatur 2 C. Bahkan, memberikan gambaran bahwa negara-negara maju, tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang menjadi kewajiban mereka; yaitu membayar tanggung jawab historis (historical responsibilities) mereka. 4

6 FSF vs. ODA Di tengah-tengah perdebatan mengenai kontinyuitas, Filipina jelas menyatakan bahwa memang pendanaan akan terus berlangsung; karena negara-negara maju memberikan ODA (Official Development Assistance)-nya kepada negara berkembang. Negara-negara maju dengan mudah akan membengkakkan angka ODA mereka, dan mereka meng-claim dana tersebut sebagai Fast Start Finance. Konsep dari pendanaan yang disepakati sebenarnya tidak lah demikian. Mulai dari Bali Action Plan tahun 2007 yang lampau, hingga Durban akhir tahun 2011 lalu jelas-jelas menyatakan, bahwa bentuk pendanaan harus berasal dari sumber-sumber baru dan tambahan (new and additional sources), jadi, seharusnya dana untuk perubahan iklim tidak berasal dari sumber-sumber ODA yang memang sudah menjadi kewajiban dari negara maju kepada negara berkembang. OECD mencatat bahwa di tahun 2010, 15% dari ODA adalah pendanaan untuk perubahan iklim. Negosiasi di Bonn bulan Mei 2012 tidak menghasilkan kemajuan yang menyenangkan bagi banyak pihak. Seluruh skenario mengenai scale-up pendanaan tidak tersentuh sama sekali oleh negara maju. Beberapa developed countries bahkan menolak untuk membicarakannya, sehingga isu keberlanjutan dari pendanaan tetap menjadi sebuah pertanyaan besar. Kalau pun terjadi diskusi, seluruhnya akan bermuara kepada pertanyaan, Bukankah kapasitas dari negara berkembang belum cukup memadai? Padahal, untuk meningkatkan kapasitas negara berkembang, juga diperlukan dana. Pertanyaan kembali lagi, dimanakah tanggung jawab developed countries untuk menyediakan dana agar developing countries dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi konvensi dan pada saat yang bersamaan dapat melakukan adaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim? Long Term Finance Workshop Pertama Pada tanggal 9-11 Juli 2012 di Bonn, Jerman, workshop pertama mengenai Long Term Finance digelar. Christiana Figueras, Sekretaris Jenderal United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) mengatakan di pembukaan workshop, bahwa acara ini bukanlah acara negosiasi. Justru workshop ini memberikan pengetahuan bagi seluruh pihak, beserta dengan organisasi-organisasi pengamat (observer), untuk mengetahui pilihan-pilihan pendanaan apa saja yang dapat dipakai untuk memenuhi komitmen US$ 100 miliar per tahun paska tahun Diharapkan, melalui workshop ini, para pihak memiliki persepsi yang sama mengenai pilihan sumber-sumber dan mekanisme pendanaan yang ada. Workshop ini dilakukan sebagai bentuk pengejawantahan dari Cancun Agreement setelah diajukan oleh kelompok Afrika dengan beberapa ide tambahan dari AOSIS, yang juga diajukan oleh salah satu organisasi pengamat, Climate Action Network. Workshop pertama ini memberikan gambaran mengenai fakta akan kebutuhan pendanaan perubahan iklim, serta beberapa potensi untuk scale-up sumber-sumber pendanaan dari negara-negara maju. Workshop ini juga memberikan gambaran mengenai berapa banyak yang diperlukan oleh negara-negara berkembang, dalam menghadapi isu perubahan iklim ini. Lebih jauh, workshop ini juga memaparkan potensi-potensi pendanaan yang dapat digunakan untuk memobilisasi dana sebesar US$ 100 miliar per tahunnya. Isi dari workshop ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru bagi banyak pihak. Namun, terlihat jelas bahwa perbedaan persepsi mengenai apa yang akan terjadi dengan pendanaan untuk masa 5

7 depan, sangat besar. Fakta-Fakta Mengenai Pendanaan Perubahan Iklim Sesi pertama dari workshop menjabarkan mengenai fakta-fakta mengenai pendanaan perubahan iklim. Jeffrey Sachs, sebagai salah satu narasumber menyatakan bahwa ada beberapa isu mendasar mengenai ekonomi dalam perubahan iklim: - Kebutuhan untuk melakukan dekarbonisasi yang cepat dan pengurangan emisi yang tinggi - Kebutuhan untuk perubahan teknologi - Kebutuhan untuk adaptasi dan kelentingan perubahan iklim Ketiga hal di atas, dikatakan akan menimbulkan incremental cost yang signifikan bagi negara berkembang. Namun biaya yang dikeluarkan saat ini, akan sangat rendah apabila dibandingkan dengan biaya yang harus ditanggung akibat dampak yang dihasilkan, jika business as usual (BAU) masih terus berjalan. Africa Development Bank (AfDB) menyatakan, bahwa Afrika membutuhkan pendanaan sekitar US$ miliar per tahunnya sampai tahun 2015, dan US$ miliar per tahun hingga tahun Namun, angka-angka tersebut merupakan nominal yang diperlukan, apabila bertindak sekarang. Informasi di atas memberikan pengetahuan bahwa untuk bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, serta memulai pembangunan yang rendah karbon, pendanaan sebesar US$ 100 miliar per tahun setelah tahun 2012, merupakan angka yang sangat kecil. Kebutuhan Pendanaan Negara-Negara Berkembang Workshop ini juga mengingatkan akan kebutuhan pendanaan bagi negara-negara berkembang. South Centre memberikan gambaran kebutuhan finansial dari negara-negara berkembang baik untuk mitigasi maupun adaptasi (seperti terlihat di Tabel 1). Tabel 1 Estimasi Kebutuhan Pendanaan Mitigasi di Negara-Negara Berkembang Sumber Jumlah Pendanaan Durasi Waktu IEA (2010) Skenario Blue Map US$ 750 miliar per tahun Sampai dengan tahun 2030 US$ 1600 miliar per tahun Tahun Global Energy Assessment (2011) US$ miliar per tahun Edenhofer et al. (2009) RECIPE US$ miliar per tahun Sampai dengan 2030 US$ 1200 miliar per tahun Di tahun 2050 McKinsey (2009) Pathways to a Low-Carbon Economy US$ 660 miliar per tahun Di tahun 2020 US$ 1000 miliar per tahun Di tahun 2030 Bukan hanya data-data di atas saja yang menunjukkan bahwa keperluan pendanaan untuk mitigasi di negara-negara berkembang, lebih besar daripada yang disepakati saat ini, baik Fast Start Finance (US$ 10 miliar/annum dari tahun ), hingga Long Term Finance (US$ 100 miliar/annum se- 6

8 telah 2012 hingga tahun 2020). South Center juga menyajikan data-data keperluan pendanaan untuk kegiatan adaptasi di negaranegara berkembang. Menurut studi UNFCCC di tahun 2007, negara berkembang membutuhkan sekitar US$ 27 miliar hingga US$ 66 miliar per tahunnya. Belum lagi upaya-upaya adaptasi yang dilakukan akibat terjadinya bencana yang dikarenakan oleh perubahan iklim, seperti kehilangan nyawa, rumah, infrastruktur, hingga livelihood. Banjir di Pakistan telah berdampak pada kehidupan 14 juta orang, dengan biaya rekonstruksi mencapai US$ miliar (MSNBC). Banjir Thailand di tahun 2011 memakan biaya hingga US$ 46 miliar (WB 2011). Sedangkan banjir di Mississippi, AS di tahun 2011, menghabiskan biaya hingga US$ 9 miliar (WSJ). Seed Capital Programmes, Energy Branch, dari United Nations Environment Programme memberikan gambaran biaya yang diperlukan untuk melakukan upaya Adaptasi terhadap perubahan iklim. Tabel 2 Gambaran Biaya yang Dibutuhkan untuk Melakukan Upaya Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Adaptasi Biaya Tahunan, Geografi, Metodologi Kerangka Waktu Stern Review (2006) US$ 1,5 triliun global Integrated Assessment Model (IAM) Parry, et al (2009) Assessing the Costs of Adaptation to Climate Change World Bank (2010) UNFCCC (2007) Investment flows report UNEP (2010) ADAPT Cost Report US$ 1,9 triliun global Hingga 2030 US$ 70 miliar - US$ 100 miliar Negara-negara berkembang Hingga tahun 2050 US$ 27 miliar - 66 miliar Negara-negara berkembang Hingga tahun 2030 US$ 20 miliar - 60 miliar Afrika Hingga tahun 2030 Menggunakan IAM yang digunakan oleh Stern, penyesuaian discount rate dan pengukuran kerentanan, kemudian menambahkan biaya adaptive capacity Biaya perubahan iklim yang diestimasi menunjukkan aliran investasi yang climate sensitive Menggunakan dua model IAM yang berbeda untuk Afrika Seluruh data-data yang ditampilkan dengan jelas mengatakan bahwa dana yang seharusnya diberikan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang, seharusnya lebih daripada US$ 100 miliar per tahunnya, dengan alokasi pendanaan yang seimbang antara mitigasi dan adaptasi. Sumber-Sumber Pendanaan Perubahan Iklim Sumber-sumber pendanaan perubahan iklim menjadi salah satu topik tersendiri yang dibahas dalam workshop LTF yang lalu. Hal ini dikarenakan adanya keinginan bagi negara berkembang untuk 7

9 mengetahui potensi sumber pendanaan dari negara maju. Dengan adanya kepastian sumber pendanaan, maka negara berkembang dapat mengetahui jumlah dana yang tersedia, sehingga mereka dapat membuat strategi mitigasi dan adaptasi dalam lingkup nasional. Walaupun demikian, pembahasan tidak serta merta bergulir di sekitar sumber pendanaan iklim. Namun, konsep pendanaan iklim sendiri membutuhkan definisi yang harus disepakati bersama. Sayangnya, belum ada kesepakatan internasional mengenai definisi mengenai pendanaan perubahan iklim (climate finance). Climate Policy Initiative dalam workshop tersebut menyatakan bahwa jumlah dana yang terdapat di pihak swasta (private sector) mencapai hampir tiga kali lipat lebih besar daripada pendanaan yang berasal dari publik. Climate Policy Initiative juga menyampaikan bahwa mayoritas dari pendanaan perubahan iklim digunakan untuk kegiatan-kegiatan mitigasi perubahan iklim. World Bank menyampaikan mengenai potensi sumber-sumber pendanaan perubahan iklim yang dapat digunakan oleh negara-negara maju untuk menggalang dana perubahan iklim. Sumber pertama berasal dari dana publik, yang dapat dihasilkan dari kebijakan harga karbon yang komprehensif, instrumen berbasis pasar untuk bahan bakar dari penerbangan internasional dan maritim, serta kemungkinan untuk mereformasi subsidi bahan bakar fosil di sisi produsen. Sedangkan sumber lainnya berasal dari leveraging aliran-aliran dana dari swasta dan multilateral. Beberapa opsi yang berada di bawah ini adalah kebijakan dan instrumen lainnya untuk menggandeng pendanaan dari pihak swasta; menciptakan pasar karbon untuk mempercepat aliran dana swasta, serta memperkuat Multi Development Bank mengenai leverage yang diperlukan dan pengaturan yang telah ditampung. World Bank menyatakan bahwa dana yang dapat dihasilkan melalui International Aviation dan Maritim, dengan harga karbon US$ 25/ton CO2-ek untuk bahan bakar yang digunakan, adalah US$ 40 miliar. Salah satu opsi pendanaan lainnya adalah reformasi subsidi bahan bakar fosil. World Bank menunjukkan bahwa jika reformasi subsidi bahan bakar fosil di negara-negara maju mencapai hingga 20% dari subsidi, diarahkan untuk pendanaan perubahan iklim internasional, maka kontribusi yang dapat diambil sebesar US$ 10 miliar. Climate Policy Initiative juga sebenarnya telah memberikan gambaran mengenai jumlah uang yang beredar dalam konteks pendanaan perubahan iklim. Analisa mereka mengatakan bahwa saat ini, telah beredar uang sebesar US$ 100 miliar per tahunnya. Komponen tersebut berasal dari: US$ 50 miliar dana publik; US$ 20 miliar merupakan actual grants, dimana yang lainnya adalah pinjaman oleh multilateral bank. Pasar karbon memberi keuntungan hanya sekitar US$ 2 miliar. Pendanaan seperti ini bukan berarti dana yang beredar telah memenuhi Copenhagen Accord. Namun, apa yang tercantum di Copenhagen Accord merupakan dana tambahan (additional fund). Sedangkan aliran yang telah dijelaskan sebelumnya mewakili total investasi dan bukan incremental cost, sebagaimana yang seharusnya diberikan oleh negara-negara maju. 8

10 Opsi Pendanaan yang Kontroversi: Subsidi Bahan Bakar Fossil Salah satu hal yang menjadi kontroversi dari alternatif pendanaan yang dijabarkan oleh para narasumber adalah subsidi bahan bakar fosil. World Bank mengatakan bahwa subsidi bahan bakar fosil merupakan salah satu opsi yang paling menarik untuk menjadi sumber pendanaan perubahan iklim. Permasalahannya adalah subsidi bahan bakar minyak di negara-negara maju berada di sisi produsen, atau di penghasil minyak itu sendiri. Dengan beberapa regulasi, kemungkinan untuk menghapuskan subsidi untuk bahan bakar minyak, cukup tinggi. Walaupun demikian, negara berkembang tidak pada posisi yang sama. Negara berkembang, Indonesia contohnya, memiliki subsidi di 2 sisi; sisi produsen dan sisi konsumen. Indonesia memberlakukan subsidi bahan bakar minyak di tahun 1960-an, dengan alasan untuk meningkatkan akses masyarakat pada energi. Selama lebih dari 50 tahun, dengan perkembangan kebutuhan orang-orang terhadap energi, subsidi bahan bakar fosil semakin memberikan angin untuk bertambahnya konsumsi bahan bakar fosil. Di lain pihak, pemberlakuan subsidi di negara berkembang, seperti Indonesia, berasal dari anggaran nasional negara. Artinya, alokasi dana untuk subsidi di Indonesia merupakan 100% hak negara Indonesia di sisi penggunaannya. Belum lagi, aspek politik dari harga subsidi bahan bakar fosil ini, cukup tinggi di Indonesia. Itu sebabnya, adalah suatu hal yang harus dipertanyakan apabila subsidi bahan bakar fosil kemudian menjadi salah satu opsi peningkatan akses yang diberlakukan pada negara-negara yang memberlakukannya. Untuk menghilangkan subsidi bahan bakar minyak di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, merupakan tantangan yang sangat kuat, karena fakta menunjukkan bahwa subsidi bahan bakar minyak di Indonesia akan menimbulkan masalah sosial ekonomi yang kompleks. Lagipula, bagi negara berkembang, subsidi bahan bakar fosil yang dilakukan dengan menggunakan anggaran negara, merupakan hak dari negara berkembang itu sendiri, untuk apa dana tersebut digunakan. Pembelajaran dari Fast Start Finance Selama bergulirnya Fast Start Finance, beberapa pembelajaran kemudian ditarik. Belajar dari perspektif negara penerima Fast Start Finance di AOSIS misalnya, menarik kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang memang menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan bersama-sama. Satu hal yang pasti, Fast Start Finance ini merupakan suatu aktivitas dimana trust building menjadi tujuannya. Keberadaan FSF ini juga akan meningkatkan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi di negara-negara berkembang. Melalui FSF yang diterima oleh Barbados, dapat disimpulkan bahwa kapasitas untuk melakukan scale-up dan memobilisasi jumlah yang substansial untuk dana publik dalam satu jangka waktu tertentu, adalah memungkinkan. Tentang alokasi antara kegiatan mitigasi dan adaptasi, umumnya itu akan terjadi di tingkat masing-masing negara. 9

11 Salah satu yang menjadi sumber inovatif yang menjanjikan, dan sudah dicoba, adalah dengan melelang dana Emission Trading Scheme (ETS), dalam hal ini Jerman, dimana revenue yang didapat, secara jelas merupakan dana yang baru dan tambahan (new and additional) yang diperuntukkan untuk pendanaan iklim. Walau demikian, banyak juga hal-hal yang harus dipertimbangkan dan disepakati, terutama yang terkait dengan kerangka pelaporan atau accounting/common reporting framework. Ada banyak terminologi yang seharusnya disepakati oleh Para Pihak, sehingga terlihat kejelasannya. Misalnya isu mengenai New and Additional, dimana belum ada definisi yang disepakati. Hanya beberapa negara saja yang mengajukan definisi (seperti base year, peningkatan pada ODA, atau penggunaan dari sumber-sumber inovatif lainnya). Begitu juga dengan peran dari sektor swasta, yang belum diperjelas. Dari sudut pandang negara yang memenuhi komitmennya, EU memiliki perspektif yang cukup berbeda. Bagi EU, bagaimana bisa mendeteksi dana-dana yang telah bergulir sebagai Fast Start Finance, merupakan isu yang sangat penting. Apabila dana yang digulirkan memenuhi standar atau petunjuk-petunjuk yang berlaku untuk ODA, maka dengan mudah dana ini dilaporkan sebagai DAC (Development Assistance Committee) dan mudah dilacak. Namun, akan berbeda apabila FSF yang dikeluarkan tidak sesuai dengan petunjuk untuk ODA. Hal-hal ini akan berujung pada perlunya mekanisme pelaporan sendiri untuk dana yang memang khusus diperuntukan bagi kegiatan perubahan iklim, yang pastinya akan membuat sistem pelaporan pendanaan menjadi lebih kompleks. Di lain pihak, semakin kompleks pelaporan pendanaan yang harus dilakukan, maka hambatan yang harus diatasi selanjutnya adalah kapasitas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk membuat laporan tersebut. Menuju Doha Di isu pendanaan perubahan iklim, masih banyak hal yang harus dipastikan arahnya menuju COP 18 di Doha mendatang. Beberapa aspek terkait dengan pendanaan perubahan iklim yang perlu diperhatikan adalah : - Institusional, pengoperasian Standing Committee dan Green Climate Fund - Sumber-sumber pendanaan - Strategi scaling-up pendanaan: dari Fast Start Finance (US$ 30 miliar dari , atau US$ 10 miliar per tahun selama periode ) ke Long Term Finance (US$ 100 miliar per tahun terhitung dari tahun 2013 sampai dengan 2020) - Mekanisme MRV untuk support, dalam hal ini pendanaan, terutama mengenai flow of fund Institusi Pendanaan dan Seed Fund Penguatan institusi-institusi seperti Standing Commitee, hingga institusi Green Climate Fund, mutlak diperlukan. Sampai dengan akhir Juli 2012, kawasan Asia Pasifik belum menentukan wakilnya un- 10

12 tuk duduk di Dewan Eksekutif Green Climate Fund. Dari sisi negara berkembang, penetapan Green Climate Fund sebagai institusi sangat penting karena dapat memberikan tekananan kepada negaranegara maju untuk menyalurkan pendanaan yang dijanjikan. Sesuai dengan kesepakatan (Cancun/Durban) negara-negara maju harus menyetorkan seed fund juga untuk memulai operasi Green Climate Fund ini. Pembentukan institusi tentunya juga memiliki biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Peningkatan kapasitas dari negara-negara berkembang, contohnya, penting untuk dilakukan; dan tentu saja memerlukan biaya. Apabila tidak ada komitmen berupa seed fund dari negara-negara maju, maka akan sulit untuk Green Climate Fund dapat beroperasi. Sumber-sumber Pendanaan WP LTF akan mengadakan workshop mengenai pendanaan selama 2 (dua) kali, untuk mengejar tenggat waktu produksi laporan yang akan menjadi masukan untuk COP 18 mendatang. Workshopworkshop tersebut seharusnya dapat memberikan masukan mengenai sumber-sumber pendanaan apa saja yang memungkinkan untuk mengisi pundi-pundi dari Long Term Finance ini, yang akan disalurkan melalui Green Climate Fund (GCF). Itu sebabnya, pada COP 18 nanti, laporan dari LTF akan mencantumkan sumber-sumber pendanaan apa saja yang dapat digunakan. Di salah satu diskusinya, sumber pendanaan dikatakan akan berasal dari public dan private finance. Namun, belum ada pilihan konkrit mengenai sumber-sumber pendanaan, walaupun salah satu negara menyatakan bahwa subsidi bahan bakar fosil dapat menjadi sebuah pilihan. Alokasi Pendanaan Alokasi pendanaan untuk adaptasi dan mitigasi juga harus disepakati di Doha. Tentu saja, untuk bisa mendapatkan komposisi adaptasi dan mitigasi, diperlukan studi-studi yang kuat dan masukanmasukan dari berbagai keahlian, sebagai rekomendasi yang dapat disepakati bersama. Strategi Scaling-up Pendanaan Bonn memberikan tanda tanya besar kepada negara maju; bagaimana kah negara maju dapat meningkatkan pendanaan mereka dari US$ 10 miliar/tahun menjadi US$ 100 miliar setahun? Pertanyaan itu muncul, karena negara maju tidak memberikan indikasi bahwa US$ 100 miliar itu akan dapat diadakan dan diberikan kepada negara-negara berkembang melalui Green Climate Fund. Itu sebabnya, strategi scaling-up pendanaan menjadi call yang sangat spesifik untuk dapat diselesaikan dan disepakati, karena negara berkembang perlu tahu, dari mana dana tersebut berasal; sebagaimana yang telah disepakati dalam Bali Action Plan. MRV Support MRV support, dalam hal ini untuk pendanaan, alih dan pengembangan teknologi, sangat lah diperlukan untuk meningkatkan transparansi aliran dana tersebut. Negara berkembang menuntut adanya sistem MRV ini, agar bisa mengetahui berapa banyak dana yang diberikan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. Mereka juga dapat memperhatikan, ketentuan-ketentuan apa saja yang harus diberlakukan. MRV support ini seharusnya juga dapat memberikan gambaran presisi mengenai apa yang dilakukan oleh suatu negara dengan dana yang diterimanya. 11

13 Hal ini menjadi tuntutan dari negara maju, sehingga mereka mengetahui persis, kegiatan-kegiatan perubahan iklim apa saja yang telah dilakukan. Dampak Hasil Negosiasi Pada Indonesia Memperhitungkan hasil negosiasi Bonn bulan Mei 2012 lalu serta Long Term Finance Workshop di Bonn bulan Juli lalu, tentunya mempengaruhi Indonesia dalam konteks pendanaan perubahan iklim. Beberapa pekerjaan rumah, terutama yang terkait dengan arti dari sebuah terminologi, masih harus dicari kesepakatannya. Pengertian seperti besarnya dana sampai dengan 2020, apakah sebesar US$ 100 miliar per tahun, atau dana terakumulasi yang besarannya mencapai US$ 100 miliar sampai de-ngan tahun 2020, atau trajectory dana sampai dengan tahun 2020 yang harus mencapai US$ 100 miliar; masih belum juga disepakati. Ketidakpastian ini tentunya menyulitkan negara-negara berkembang untuk memperkirakan upaya-upaya apa saja yang bisa dilakukan di dalam negeri. Beberapa dampak dari negosiasi di Bonn pada Indonesia, terutama dari segi pendanaan, terdapat di peluang pendanaan Fast Start Finance untuk implementasi kegiatan perubahan iklim menjadi terkendala. Ketidakpastian negara maju untuk menyanggupi Fast Start Finance berujung pada ketiadaan dana untuk mendukung kegiatan-kegiatan perubahan iklim di negara-negara berkembang. Apabila hal ini terjadi, maka negara-negara berkembang akan sulit untuk melakukan upaya mitigasi atau pembangunan rendah karbon. Bukan hanya aspek mitigasi yang akan terkendala dengan pendanaan, namun penyusunan strategi nasional adaptasi juga akan menemui kendala dalam pendanaan, terutama dari segi peningkatan kapasitas. Hal ini juga mempengaruhi kesempatan Indonesia untuk mendapatkan dukungan internasional dalam pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 41% yang ditargetkan untuk dicapai di tahun Tersendatnya kesepakatan mengenai kepastian pendanaan ini juga menjadi hambatan untuk pengembangan NAMAs (Nationally Appropriate Mitigation Actions) di Indonesia. Selama proses negosiasi terjadi, tentu saja ada beberapa hal yang akan mempengaruhi Indonesia; baik secara langsung maupun tidak langsung. Melihat situasi paska 2012 hingga tahun 2020 nanti, akan ada kemungkinan negara maju mengajukan review terhadap negara-negara berkembang yang sedang dalam fasa rapid development; seperti Cina, India, Brazil, dan Indonesia. Review tersebut dapat mencakup emisi yang dihasilkan dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Di periode tahun ini juga, Indonesia harus memikirkan proses transisi dari negara berkembang, menjadi negara maju. Hal ini berarti, Indonesia harus mulai memikirkan ambisi penurunan emisi yang harus dilakukan, serta pendanaan ke negara-negara Least Developed Countries. Alih teknologi negara selatan-selatan juga, kemungkinan harus diantisipasi oleh Indonesia untuk dilakukan pada negara-negara Selatan lainnya. Itu sebabnya, di tingkat nasional, Indonesia harus mulai mencari alternatif-alternatif pendanaan yang memungkinan dari publik dan/atau sektor swasta. Kemungkinan dibuatnya pasar karbon domestik, juga bisa menjadi satu alternatif lain di bidang pendanaan. Namun, untuk itu juga, Indonesia harus memperkuat kapasitasnya dalam melakukan MRV (Monitor- 12

14 ing, Reporting, and Verifying) seluruh kegiatan yang ada di dalam negeri. Metodologi MRV ini akan sangat berguna pada saat MRV support kemudian diberlakukan. Apabila Indonesia dapat memberikan case study tentang bagaimana konsep dan mekanisme domestik MRV support yang dimiliki dalam negeri, maka lebih mudah bagi Indonesia dalam mengajukan konsep-konsep MRV yang dapat diterapkan. Beberapa hal yang menjadi pelajaran bagi Indonesia melalui Fast Start Finance adalah bagaimana masalah tracking dari Fast Start Finance itu sendiri. Karena, selama ini pendanaan Fast Start Finance merupakan pendanaan yang di-label belakangan; setelah kegiatannya telah berjalan, barulah dana tersebut di-claim sebagai Fast Start Finance. Padahal, dana tersebut diterima sebagai development finance. Ini menjadi sebuah pembelajaran untuk implementasi Long Term Finance, dimana tracking antara keduanya harus dibedakan. Sehubungan dengan ketidakpastian dari negara maju mengenai isu pendanaan jangka panjang, Long Term Finance, Indonesia kemudian mengajukan adanya mid-term financing yang berlaku di tahun Hal ini disebabkan karena sampai dengan saat ini, mekanisme pendanaan lanjutan dari Fast Start Finance belum jelas. Padahal, Fast Start Finance akan berakhir di akhir tahun Tanpa adanya kepastian pendanaan setelah 2012, maka kemungkinan untuk terjadi gap pendanaan menjadi tinggi. Hal ini tentu saja berujung pada distrust atau ketidakpercayaan dari negara-negara developing countries, seperti Indonesia, kepada developed countries. Alokasi pendanaan juga seharusnya tidak 100% disalurkan kepada Green Climate Fund, yang merupakan suatu entitas multilateral, dimana guidelines-nya akan sangat rumit, dan panjang. Opsi pendanaan bilateral seharusnya masih tetap terbuka, dimana aksesnya jauh lebih mudah daripada danadana multilateral. Di Doha nanti, Indonesia memiliki beberapa hal yang akan diangkat: 1. Adanya kejelasan mengenai isu mana saja yang telah selesai dan mana yang belum selesai. Untuk isu yang telah selesai, apakah yang menjadi kelanjutannya? Untuk isu-isu yang belum selesai, juga harus ada kepastian, akan ditangani oleh proses yang mana; apakah di SBI, GCF, atau ditangani oleh SC? Tidak mungkin isu LTF dibawa ke ADP, yang membicarakan lebih pada paska 2020, dimana LTF seharusnya menjadi isu pre Terdapat kejelasan mengenai LTF itu sendiri. Apakah besarannya US$ 100 miliar per tahun setelah tahun 2012 sampai dengan 2020, atau perhitungan incremental sebesar US$ 100 miliar hingga 2020, atau opsi lainnya. LTF ini juga harus jelas berada di bawah proses yang mana. 3. Mid-term financing juga harus diadopsi dengan figur angka yang jelas, untuk memastikan bahwa memang ada dana setelah tahun Hal ini memerlukan kerangka waktu yang jelas, supaya tidak menggantungkan negara-negara berkembang. 13

15 Rujukan AGNE, Stefan, Lessons Learnt from Fast Start Finance, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Climate Action Network, Summary of the Bonn LTF Workshop 9-11 July 2012, Internal Document Climate Action Network, Workplan for the Durban Platform for Enhanced Action, CAN Submission, 2011 Gibbs, Derek, Session V - Lessons Learnt from Fast Start Finance, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Konvensi Perubahan Iklim McCallion, Terry, Mobilising Private Sector Climate Finance,, EBRD, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Montes, Manuel F., UNderstanding Long-Term Finance Needs of Developing Countries, South Cen tre, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Mountford, Helen, Setting the Scene: Long-term Climate Finance,, OECD, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Sachs, Jeffrey D., Fundamental Economic Issues in Climate Change, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Sinclair, Geoff, Options for Mobilising Climate Finance from Private Sources, UNEP Finance Initiative, July 2012, Presentation File, First Long Term Finance Workshop Touchette, Jean, Tracking Climate Finance: The OECD DAC Reporting Framework, July 2012, Presen tation File, First Long Term Finance Workshop Trotz, Ulric, Understanding the Long Term Finance Needs of Developing Countries, Carribean Com munity Climate Centre, July 2012, Presentation File on First Long Term Finance Workshop Transkrip interview dengan Sekretaris Kelompok Kerja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Suzanty Sitorus Usher, Eric, Long Term Finance - Needs and Perspectives, UNEP, July 2012, Presentation File on First Long Term Finance Workshop 14

16 Institute for Essential Services Reform (IESR) Jl. Mampang Prapatan No. R-13 Jakarta Ph. : (0) Fax : (0) Website : Facebook id: iesr indonesia Twitter id : iesr

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN Pekerjaan Rumah Indonesia oleh: Liana Bratasida lianab125@yahoo.com Jakarta, 22 Maret 2012 Negosiasi Internasional Menjelang 2012 Struktur Organisasi UNFCCC

Lebih terperinci

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dua ad-hoc working groups, AWG-KP dan AWG-LCA, akan diakhiri di Doha AWG-LCA: diakhiri dengan agreed outcome untuk isu

Lebih terperinci

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan

Lebih terperinci

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia Henriette Imelda Institute for Essential Services Reform Kehati, 27 April 2015 Pendanaan Perubahan Iklim

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha?

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Tazwin Hanif Deputy Director for Sustainable Development. Ministry of Foreign Affairs Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN)

Lebih terperinci

Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017

Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017 1 Prioritas dan Agenda Finance Track Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017 Tema, Prioritas dan Program Kerja Finance Track Presidensi G20 Jerman 2017 2 Tema utama Presidensi G20 Jerman

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN 11. Penanggulangan perubahan iklim merupakan tema inti agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN

Lebih terperinci

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Pendahuluan Bakground Paper ini disusun sebagai informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Diharapkan

Lebih terperinci

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI Jakarta, 22 Oktober 2012 Peran Kementerian Keuangan Instrumen Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Kebijakan pendanaan/investasi Pemerintah (PIP)

Lebih terperinci

Perkembangan Pendanaan REDD+

Perkembangan Pendanaan REDD+ Outline Perkembangan REDD+ Mekanisme pendanaan REDD+ Mengapa trust fund? Dasar hukum trust fund Jenis-jenis trust fund Indonesia Climate Change Trust Fund Penutup Rp Perkembangan Pendanaan REDD+ Pendanaan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim

Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim Pengantar Diskusi: Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia Dewan Nasional Perubahan Iklim Ari Mochamad Sasaran Adaptasi dalam KONVENSI UNFCCC Adaptasi ekosistem. Ketahanan pangan.

Lebih terperinci

Emisi global per sektornya

Emisi global per sektornya Adaptasi Perubahan Iklim sebagai Langkah Mendesak dan Prioritas Ari Mochamad Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan pada acara FGD tentang Kajian Peraturan

Lebih terperinci

Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)

Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) L and D Map mandates, workplans, and/or decisions with adaptation relevance the work programme on loss and damage (L&D WP),

Lebih terperinci

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Juli 2014 Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi risiko perubahan iklim tercermin melalui serangkaian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia

Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia Ismid Hadad Dewan Nasional Perubahan Iklim Presentasi untuk Workshop Kementerian Kehutanan tentang Pendanaan dan Mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Fund Perubahan iklim dalam Stern (2007) adalah kegagalan pasar terluas yang pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk meminimalkan gangguan ekonomi

Lebih terperinci

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan dalam rangka PELATIHAN MEKANISME PEMBAYARAN REDD PLUS Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desember

Lebih terperinci

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH sambutan dari Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres, Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, dan pidato pembukaan oleh Menteri Lingkungan Afrika Selatan, Nkoana-Mashabane

Lebih terperinci

Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi

Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi 1 OLEH: MAHENDRA SIREGAR WAKIL MENTERI PERDAGANGAN PADA ROUND TABLE DISCUSSION INDONESIA, G-20 DAN KOMITMEN ANTI-KORUPSI Diselenggarakan oleh INFID. Hotel Santika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

Tiga Perangkat Analisis untuk Pembiayaan Mitigasi dan Adaptasi di Sektor Tata Guna Lahan

Tiga Perangkat Analisis untuk Pembiayaan Mitigasi dan Adaptasi di Sektor Tata Guna Lahan Tiga Perangkat Analisis untuk Pembiayaan Mitigasi dan Adaptasi di Sektor Tata Guna Lahan Ringkasan eksekutif Angela Falconer, Charlie Parker, Paul Keenlyside, Adeline Dontenville, Jane Wilkinson Pertanian,

Lebih terperinci

PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Intergovernmental Committee of Experts

Lebih terperinci

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM OUTLINE ISU PENDANAAN REDD+ PROGRESS PENDANAAN REDD+ di INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem informasi yang mengidentifikasi, merekam dan mengkomunikasikan kejadian ekonomik dari suatu entitas pada pengguna yang berkepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Mickael B. Hoelman choki.nainggolan@gmail.com Twitter: @ChokiHoelman Naskah disampaikan pada Konferensi PRAKARSA 2014 Akselerasi Transformasi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

Pro-Poor Intended Nationally Determined Contribution Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia

Pro-Poor Intended Nationally Determined Contribution Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia Laporan Diskusi Ahli: Pro-Poor Intended Nationally Determined Contribution Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia 20 Februari 2015 Institute for Essential Services Reform (IESR)

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY (Catatan Pertemuan the 8 th ASEAN Finance Ministers Investor Seminar (AFMIS), 8 November 2011, Jakarta I. Latar Belakang (Nugraha Adi) Kawasan ASEAN telah menjadi

Lebih terperinci

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global Laporan Diskusi : Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global Disusun berdasarkan diskusi yang diadakan pada tanggal 11 November 2014 Institute for

Lebih terperinci

PENDANAAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENDANAAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA PENDANAAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim & Multilateral Workshop Pendanaan Perubahan Iklim Jakarta, 16 Januari 2018 Agenda Peran Kemenkeu dalam Perubahan Iklim

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB LAPORAN AR-5 WORKING GROUP I PRESS RELEASE CHANGE (IPCC)

TANYA-JAWAB LAPORAN AR-5 WORKING GROUP I PRESS RELEASE CHANGE (IPCC) Institute for September Essential Services 2013 TANYA-JAWAB LAPORAN AR-5 WORKING GROUP I PRESS RELEASE INTERGOVERNMENTAL For Media Use PANEL Only ON CLIMATE CHANGE (IPCC) Apakah IPCC itu? Intergovermental

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Translating Transparency Framework of Paris Agreement to National Context Dipresentasikan oleh Belinda A Margono Pada acara

Lebih terperinci

RAN GRK Kebutuhan Pendanaan RAN GRK CPEIR Strategi Pendanaan Perubahan Iklim Peluang Pendanaan Luar Negeri

RAN GRK Kebutuhan Pendanaan RAN GRK CPEIR Strategi Pendanaan Perubahan Iklim Peluang Pendanaan Luar Negeri RAN GRK Kebutuhan Pendanaan RAN GRK CPEIR Strategi Pendanaan Perubahan Iklim Peluang Pendanaan Luar Negeri 2 3 Alokasi Penurunan Emisi di 5 sektor/bidang utama pada tahun 2020 * Sektor/Bidang Target Penurunan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Latar belakang Intended Nationally Determined Contribution (INDC) 2020: Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu perubahan iklim, banyak orang yang sepakat bahwa dampak yang ditimbulkan akan menjadi sangat serius apabila tidak diantisipasi, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

Inisiatif Sustainable Energy for All di Indonesia. Fabby Tumiwa Institute for Essential Services Reform Yogyakarta, 23 Mei 2014

Inisiatif Sustainable Energy for All di Indonesia. Fabby Tumiwa Institute for Essential Services Reform Yogyakarta, 23 Mei 2014 Inisiatif Sustainable Energy for All di Indonesia Fabby Tumiwa Institute for Essential Services Reform Yogyakarta, 23 Mei 2014 Energi dan Pembangunan Akses energi merupakan prasyarat yang mutlak untuk

Lebih terperinci

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Keuangan

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Keuangan KERANGKA ACUAN KERJA/TERMS OF REFERENCE SELEKSI DELIVERY PARTNER NATIONAL DESIGNATED AUTHORITY GREEN CLIMATE FUND (NDA GCF) INDONESIA UNTUK MENGAKSES/ MENGELOLA DANA READINESS AND PREPARATORY SUPPORT GCF

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan

Lebih terperinci

Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017

Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017 Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017 Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP Ketua Delegasi Indonesia pada HLD RECI UN-ESCAP Bangkok,

Lebih terperinci

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs Outline Presentasi PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II Bengkulu, 14 Oktober 2014 Kristanto Sinandang UNDP Indonesia Proses Penyusunan SDGs Tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010 Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, 09-11-2010 Selasa, 09 November 2010 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN

Lebih terperinci

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008 ( NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035 ) Jl. Mampang Prapatan XI No. 23, Jakarta 12790- Indonesia * Phone (62-21) 79196721, 79196722,

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

Usulan mengenai mekanisme distribusi insentif telah diajukan oleh

Usulan mengenai mekanisme distribusi insentif telah diajukan oleh Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 6 No. 1 Tahun 2012 Opsi Mekanisme Distribusi Insentif

Lebih terperinci

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal Kemajuan Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal Ringkasan Eksekutif November 2015 www.forestdeclaration.org An electronic copy of the full report is available

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 OUTLINE 1. PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA 2. PARIS CLIMATE AGREEMENT: PENANDATANGANAN

Lebih terperinci

Pendanaan untuk Pembangunan dan Implikasinya pada Indonesia:

Pendanaan untuk Pembangunan dan Implikasinya pada Indonesia: Laporan Diskusi Pendanaan untuk Pembangunan dan Implikasinya pada Indonesia: Pandangan dari Masyarakat Sipil Diskusi diadakan pada tanggal 27 April 2015 Institute for Essential Services Reform (IESR) www.iesr.or.id

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Toferry P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri 2015 Outline Pentingnya SDGs Proses dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI OKTOBER 204 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi Oktober 204

Lebih terperinci

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi OKTOBER 2010 OLEH: PT. Q ENERGY SOUTH EAST ASIA David Braithwaite PT. CAKRAMUSTIKA SWADAYA Soepraptono

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu Strategi 2020 Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu (Mid-Term Review/MTR) atas Strategi 2020 merupakan

Lebih terperinci

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG)

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Seiring dengan pelaksanaan tinjauan atas kebijakan perlindungan lingkungan dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci