BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori"

Transkripsi

1 1. Tinjauan Umum Tentang Izin a. Pengertian Izin BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyebutkan bahwa, izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Menurut Utrecht, izin atau vergunning adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka perbutan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning) (dalam Adrian Sutedi, 2011:167). Menurut W.F. Prins, izin hampir sama dengan dispensasi. Pada izin, memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas (W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, 1983:73). W.F. Prins mendefinisikan vergunning sebagai (dalam Adrian Sutedi, 2011:172) : Keputusan Administrasi Negara berupa aturan, tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal yang konkrit, maka perbuatan Administrasi Negara yang diperkenankan tersebut bersifat suatu izin. Sjachran Basah memberikan definisi tentang izin yaitu Perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana 10

2 11 ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (dalam Adrian Sutedi, 2011:170). Menurut Van der Wel (dalam E. Utrecht, 1986:94) mengatakan bahwa, perbuatan hukum publik yang bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa) disebut dengan beschikking. Sedangkan menurut Bagir Manan, Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundangundangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang (dalam Adrian Sutedi, 2011:170). N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu (dalam Adrian Sutedi, 2011: ).: Dalam arti luas yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Sedangkan dalam arti sempit N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge mendefinisikan izin sebagai pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Hal yang pokok dalam izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakantindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). b. Elemen Pokok Perizinan Dari beberapa definisi tentang izin di atas, terdapat beberapa unsur dalam perizinan, yaitu instrument yuridis, peraturan perundang-undangan,

3 12 organ pemerintah, peristiwa konkrit, prosedur dan persyaratan. Penjelasan dari masing-masing unsur adalah sebagai berikut (Ridwan HR, 2013: ) : 1) Instrumen yuridis Pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan dalam rangka melaksanakan tugas menjaga ketertiban dan keamanan serta mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkrit yaitu dalam bentuk keputusan. Salah satu bentuk dari keputusan adalah izin. Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi dan menetapkan peristiwa konkrit. 2) Peraturan perundang-undangan Wetmatigheid van bestuur (pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan) merupakan salah satu prinsip dari negara hukum. Prinsip tersebut menjadi dasar bahwa setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun funsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berdasarkan asas legalitas. Begitu pula dalam hal membuat dan menerbitkan izin pemerintah bertindak sesuai wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena jika tidak didasari atas wewenang tersebut maka keputusan berupa izin menjadi tidak sah. 3) Organ pemerintah Organ pemerintah merupakan organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah (dalam Ridwan HR, 2013:204) mengatakan bahwa: Dari penelusuran pelbagai ketentuan pemerintah dapat diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam

4 13 4) Peristiwa konkrit administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah. Peristiwa konkrit merupakan peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Peristiwa konkrit yang beragam menyebabkan izin juga beragam. Izin kemudian dibuat dalam proses yang prosedurnya diatur sesuai kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi yang menerbitkannya. Tetapi jenis izin dan instansi pemberi izin dapat berubah seiring dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. 5) Prosedur dan persyaratan c. Sifat Izin Permohonan izin harus mengikuti prosedur yang telah dibuat oleh pemerintah, selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Prosedur dan persyaratan izin berbeda-beda tergantung pada jenis izin, tujuan izin, dan instansi yang menerbitkan izin. Penentuan prosedur dan persyaratan ini dilakukan sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian pemerintah tidak boleh membuat prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara arbitrer (sewenang-wenang) tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar izin tersebut. Izin merupakan upaya untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang mempunyai potensi menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Oleh karena itu izin dikeluarkan dengan salah satu pertimbangannya adalah berguna untuk kepentingan umum. Izin dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Pada dasarnya izin memiliki sifat sebagai berikut : 1) Izin yang bersifat bebas Merupakan izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar

5 14 dalam memutuskan pemberian izin. Kebebasan tersebut memiliki makna kebebasan kebijaksanaan, bukan kebebasan bertindak (Philipus M. Hadjon dkk, 1994:145) 2) Izin yang bersifat terikat Penerbitan izin ini terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin. Kadar kebebasannya tergantung sejauh mana peraturan perundang-undangan mengatur. 3) Izin yang bersifat menguntungkan Merupakan izin yang menguntungkan bagi yang bersangkutan, dalam hal ini yang bersangkutan diberikan hak-hak atau pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan berupa izin tersebut. Sebagai contohnya adalah Surat Izin Mengemudi (SIM). 4) Izin yang bersifat memberatkan Merupakan izin yang memberatkan atau memberi beban bagi yang bersangkutan, bahkan orang lain atau masyarakat sekitar. Sebagai contoh adalah adanya izin pada perusahaan tertentu, bagi masyarakat sekitar akan merasa ada terbebani karena adanya izin bagi perusahaan tersebut. 5) Izin yang segera berakhir Merupakan izin yang masa berlakunya relatif pendek dan segera berakhir. Misalnya izin mendirikan bangunan yang hanya berlaku untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan sudah selesai didirikan. 6) Izin yang berlangsung lama Merupakan izin yang menyangkut tindakan dengan jangka waktu berakhir relatif lama. Misalnya izin yang berkaitan dengan lingkungan. 7) Izin yang bersifat pribadi Merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dari pemohon izin. Misalnya surat izin mengemudi (SIM).

6 15 8) Izin yang bersifat kebendaan merupakan izin yang sifatnya tergantung pada sifat dan objek izin. Contohnya adalah izin gangguan (Hinder Ordonantie). d. Fungsi Izin Perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib dimaksudkan agar izin tidak bertentangan satu sama lain sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sedangkan sebagai fungsi pengatur adalah perizinan yang ada dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya (Adrian Sutedi, 2013:193). Izin memiliki fungsi sebagai ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur. Persyaratan yang terkandung dalam suatu izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prajudi Atmosudirdjo (dalam Ridwan HR, 2013:208), bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. e. Tujuan Pemberian Izin Tujuan perizinan tergantung pada kenyataan konkrit yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkrit menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin itu sendiri. Tujuan dari perizinan secara umum adalah sebagai berikut (Ridwan HR, 2013:209) : 1) Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen ) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan); 2) Mencegah bahaya bagi lingkungan (terkait izin lingkungan); 3) Keinginan melindungi objek-objek tertentu; 4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit; 5) Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan drank en horecawet, dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).

7 16 Perizinan merupakan salah satu mekanisme regulasi mutu pelayanan untuk menjamin bahwa lembaga pelayanan tersebut dapat memenuhi standar kompetensi minimal untuk melindungi publik (Ardita Yuliana Atmaja, 2010:21). 2. Tinjauan Umum Tentang Izin Gangguan (Hinder Ordonantie) Izin gangguan atau Hinder Ordonantie (HO) berasal dari bahasa Belanda, Hinder berarti gangguan dan Ordonantie artinya peraturan. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah menyebutkan bahwa izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Gangguan merupakan segala perbuatan dan/atau kondisi yang tidak menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan, ketenteraman dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus-menerus. Pasal 1 angka 8 Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan menyebutkan bahwa, izin gangguan adalah izin yang diberikan oleh Bupati terhadap suatu usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan gangguan. Untuk memberikan perlindungan dan rasa aman serta nyaman bagi masyarakat maupun lingkungan alam serta tempat-tempat umum dari bahaya, gangguan dan kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat, perlu pengendalian dan pengawasan secara normatif. Salah satunya adalah dengan izin gangguan. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450 menyebutkan bahwa izin gangguan diperlukan dalam mendirikan bangunan : a. yang di dalamnya terdapat alat yang dijalankan dengan tenaga uap atau dengan tenaga gas, demikian juga yang dijalankan dengan motor listrik

8 17 dan bangunan-bangunan tempat bekerja lain yang padanya dipergunakan tenaga uap atau gas yang bertekanan tinggi; b. yang disediakan untuk pembuatan dan penyimpanan mesiu dan bahanbahan lain yang mudah meletus, di antaranya termasuk juga pabrikpabrik dan tempat-tempat penyimpanan kembang api (petasan atau mercon); c. yang digunakan untuk pembuatan bahan-bahan kimia, di antaranya termasuk juga pabrik-pabrik geretan; d. yang digunakan untuk memperoleh, mengolah dan menyimpan hasil pengolahan yang mudah habis (menguap); e. yang digunakan untuk penyulingan tanpa memakai air, bahan-bahan yang berasal dari tanaman-tanaman atau binatang-binatang dan untuk pengolahan hasil yang diperoleh dari perbuatan itu, termasukjuga di dalamnya pabrik-pabrik gas; f. yang digunakan untuk membuat lemak dan damar; g. yang digunakan untuk menyimpan dan mengolah ampas (bungkil atau sampah); h. tempat-tempat membikin mout (kecambah-kecambah dari pelbagai jenis jelai dan kacang), tempat-tempat membuat bit, pembakaran, penyulingan, pablik spiritus dan cuka, dan penyaringan, pabrik tepung dan pembuatan roti, demikian pula pabrik setrup buah-buahan; i. tempat-tempat pemotongan hewan, perkulitan, tempat pengolahan isi perut hewan, penjemuran, pengasapan (penyalaian) dan pengasinan benda-benda yang berasal dari binatang, deinikian pula penyamakan kulit; j. pabrik-pabrik porselin dan tembikar (keramik), pembakaran-pembakaran batu, genteng, ubin dan tegel, tempat membuat barang-barang kaca, pembakaran kapur karang dan kapur batu dan tempat menghancurkan kapur; k. peleburan logam, penuangan, pertukangan besi, penukulan logam, tempat mencanai logam, pertukangan tembaga dan kaleng dan pembuatan ketel; l. penggilingan batu, tempat penggergajian kayu dan pengilangan minyak;

9 18 m. galangan kapal, pemahatan batu dan penggergajian kayu, pembuatan penggilingan, dan pembuatan kereta, pembuatan tahang dan tempat tukang kayu; n. penyewaan kereta dan pemerahan susu; o. tempat latihan menembak; p. ruang tempat menggantungkan daun-daun tembakau; q. pabrik singkong; r. pabrik guna mengerjakan rubber, karet, getah perca atau benda-benda yang mengandung karet; s. ruang kapuk, pembatikan; dan t. warung-warung dalam bangunan yang tetap, demikian pula segala pendirian-pendirian yang lain, yang dapat mengakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan. Sedangkan tempat-tempat yang tidak memerlukan izin gangguan adalah sebagai berikut : a. tempat-tempat untuk memelihara dan mengusahakan jalan-jalan kereta api dan trem serta pekerjaan-pekerjaan umum, b. perusahaan yang tersebut pada Pasal 1 Ordonansi Pabrik (Fabrieken Ordonnantie Staatsblad Tahun 1899 Nomor 263) dan perusahaanperusahaan yang dinyatakan tunduk kepada Ordonansi Pabrik tersebut, dan c. tempat usaha yang terkena Petroleum Opslag Ordonnantie (ordonansi tempat penyimpanan minyak bumi) Staatsblad Tahun 1927 Nomor 199, jelasnya tempat menyimpan minyak bumi dan cairan lainnya yang mudah menyala. Izin gangguan diperlukan karena usaha di bidang perindustrian terus berkembang, baik kecil, menengah, maupun besar. Kondisi tersebut akan mempengaruhi jumlah penduduk yang berada di kota, kepadatan lalu lintas, serta hal lain yang perlu menjadi perhatian. Oleh karena itu izin gangguan diperlukan agar setiap usaha di bidang perindustrian keberadaannya dapat dikontrol, sebab sesuai dengan tujuan dari izin adalah untuk mengendalikan peristiwa-peristiwa konkrit yang sedang terjadi (Reyzha Sabani, 2013).

10 19 Menurut John Salindeho (1993:23) izin yang diperlukan oleh pemilik tempat usaha adalah sebagai berikut : a. Izin gangguan berdasarkan Undang-Undang Gangguan jika tempat usaha dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan atau gangguan bagi masyarakat sekitarnya dari pemerintah daerah kabupaten, b. Izin berdasarkan Peraturan Daerah tentang bangunan (Izin Mendirikan Bangunan, bentuk bangunan, luas bangunan, kekuatan bangunan, letak bangunan, keindahan bangunan, dan sebagainya) dari pemerintah daerah kabupaten, c. Izin berdasarkan Pasal 510 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyangkut keamanan umum yang diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, d. Izin usaha industri dari Depatemen Perindustrian, e. Izin dan atau rekomendasi lainnya (berkaitan dengan tempat parkir, kepadatan lalu lintas atau kemacetan lalu lintas, sempitnya jalan raya, kondisi dan suasana lingkungan tempat usaha, dan sebagainya), f. Izin tempat usaha dari Departemen Perindustrian (sebelum melakukan permohonan penerbitan izin lainnya termasuk izin gangguan, SITU tidak ditentukan menurut tempat tinggal pemohonnya melainkan menurut alamat dari tempat usaha itu sendiri), dan g. Rekomendasi Amdal (Analisis Megenai Dampak Lingkungan) dari Komisi Amdal Daerah/Pusat. Permohonan izin gangguan dilengkapi dengan keterangan yang seksama, seperti gambar tempat yang akan dibangun secara rinci, mesin yang akan dipakai, perkakas penolong, serta apa yang akan dikerjakan, dibuat, dikumpulkan, maupun disimpan dalam bangunan tersebut. Pasal 8 Undang- Undang Gangguan terdapat ketentuan mengenai angka waktu dari izin gangguan, yaitu : a. Izin itu ditulis atas nama orang yang meminta dan orang-orang yang memperoleh hak.

11 20 b. Dalam izin itu ditentukan suatu jangka waktu berapa lama pembangunan selesai dan tanggal berapa mulai dijalankan. c. Jika pekerjaan itu tidak selesai atau tidak dijalankan dalam waktu yang ditentukan, maka izin itu dicabut oleh pejabat yang memberikannya, kecuali jika ia memandang ada alasan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut dengan jangka waktu yang baru. d. Hal memperpanjang jangka waktu itu hanya boleh terjadi sekali saja. 3. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum Administrasi negara merupakan alat perlengkapan negara baik di tingkat pusat maupun daerah karena Indonesia menganut sistem desentralisasi. Desentralisasi merupakan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah yang masing- masing mempunyai wewenang dalam suatu daerah tertentu dari suatu negara. Alat perlengkapan negara (pejabat maupun badan pemerintahan) dilengkapi dengan wewenang untuk menjalankan fungsi pemerintahan dengan mengambil kebijakan-kebijakan terkait pelayanan pada masyarakat yang berguna untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum. Penegakan hukum yang dalam bahasa Inggris disebut dengan law enforcement dan dalam bahasa Belanda disebut rechts toe passing hand having, merupakan pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat perkembangan masyarakat dimana hukum berlaku. Menurut Satjipto Rahardjo (dalam Wisnu Baroto, et al, 2015:230) penegakan hukum adalah : law enforcement with moral values born from the concept of Rule of Moral. The essence of the Rule of Moral are the basic values of Pancasila which has been living in Indonesian society that communalism, as musyawarah, the principle of kinship, harmony, and balance. Maksudnya adalah : penegakan hukum dengan nilai-nilai moral lahir dari konsep kaidah moral. Inti dari kaidah moral adalah nilai-nilai dasar Pancasila yang telah hidup dalam masyarakat Indonesia yang komunal, sebagai musyawarah, asas kekeluargaan, harmoni, dan keseimbangan.

12 21 Penegakan hukum secara teoritis efektif apabila lima pilar hukum berjalan dengan baik, yaitu (Sanyoto, 2008:199) : a. instrumen hukum; b. aparat penegak hukum; c. faktor warga masyarakatnya yang terkena lingkup peraturan hukum; d. faktor kebudayaan dan e. fasilitas yang dapat mendukung pelaksanaan hukum. Menurut Indriyanto Seno Adjie (dalam Jan S. Maringka, 2015:1066) menyebutkan bahwa: The existence of the Rule of Law as noted in the change III Article 1 Paragraph 3 of the 1945 Constitution, it is not enough merely grammatical meaning without any explanation or additional implementation of the meaning, but must be followed by an affirmation of the law enforcement system. Maksudnya adalah : Keberadaan aturan hukum seperti yang tercantum dalam perubahan ketiga Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak cukup hanya makna gramatikal tanpa penjelasan atau tambahan implementasi makna, tetapi harus diikuti dengan penegasan dari penegakan sistem hukum. Bagi masyarakat Indonesia, lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya hukum. Jika penegakan hukum lemah, masyarakat akan memiliki persepsi bahwa hukum itu tidak ada. Sebaliknya, jika penegakan hukum dilakukan secara konsisten barulah masyarakat mempersepsikan hukum itu ada dan akan tunduk (Imron Rosyadi, 2007:78). Penegakan hukum administrasi negara memiliki beberapa jenis sanksi. Jenis sanksi administrasi negara dilihat dari sasarannya yaitu (Ivan Fauzani Raharja, 2014:125) : a. Paksaan pemerintah (bestuursdwang) Paksaan pemerintah merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, meghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah atau sedang dilakukan

13 22 yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan peraturan perundang-undangan. b. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan Dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. c. Pengenaan uang paksa (dwangsom) Uang paksa sebagai hukuman jumlahnya ditentukan dalam syarat perjanjian yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan. Uang paksa berbeda dengan ganti kerugian dan pembayaran bunga. d. Denda administratif Berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk situasi konkrit yang sesuai dengan norma, denda administratif ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.

14 23 B. Kerangka Pemikiran Rencana Pembangunan PLTU di Ujungnegoro, Kabupaten Batang Permohonan Penerbitan Izin Gangguan Syarat-syarat dan Prosedur Permohonan Penerbitan Izin Gangguan Pemeriksaan lokasi oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan Kendala yang muncul Solusi yang dipakai Keputusan Bupati Disetujui, maka izin gangguan akan diterbitkan Ditolak Pembangunan PLTU dimulai Kegiatan dihentikan Gambar 1. Kerangka pemikiran

15 24 Penjelasan Kerangka Pemikiran : Setiap orang atau badan yang mendirikan atau memperluas tempat usaha di wilayah Kabupaten Batang wajib memiliki izin. Salah satu izin yang harus dipenuhi adalah izin gangguan seperti pada rencana pembangunan PLTU di desa Ujungnegoro, Kabupaten Batang yang akan menjadi PLTU dengan kapasitas 2x1000 Megawatt. Izin gangguan diperlukan sebagai upaya pengendalian dampak dan gangguan yang timbul dari pembangunan PLTU. Permohonan penertbitan izin gangguan diajukan secara tertulis kepada BPMPT Kabupaten Batang. Pihak PLTU sebagai pemohon harus memenuhi syarat-syarat permohonan penerbitan izin gangguan sesuai yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan. Sering bermunculan kendala dalam tahap ini, baik dari syarat-syarat maupun prosedur yang harus dipenuhi. Setelah syarat-syarat yang harus dipenuhi lengkap maka dilanjutkan dengan pemeriksaan lokasi yang dijadikan tempat usaha yang terletak di desa Ujungnegoro oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan. Setelah pemeriksaan selesai, Bupati dapat menerima ataupun menolak permohonan penerbitan izin gangguan dengan pertimbangan tertulis dari Tim Pemeriksa Izin Gangguan dan perangkat daerah yang membidangi sesuai tugas pokok dan fungsinya. Setelah izin gangguan diterbitkan maka pembangunan PLTU di desa Ujungnegoro, Kabupaten Batang dapat dimulai dengan memperhatikan dan melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam izin gangguan.

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN LAMONGAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 39 TAHUN 2003 WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 39 TAHUN 2003 WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 39 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka Pemantapan pelaksanaan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya pertumbuhan tempat usaha sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG GANGGUAN (Hinderordonnantie) S

UNDANG-UNDANG GANGGUAN (Hinderordonnantie) S UNDANG-UNDANG GANGGUAN (Hinderordonnantie) S. 1926-226 ("Undang-undang" tanggal 13 Juni 1926 = S. 1926-226, m.b. tgl. 1 Agustus 1926, s.d.u.t. dg. S. 1927-499, S. 1940-14 dan 450.) Anotasi: Dengan Surat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH : 6 TAHUN 1990

PERATURAN DAERAH : 6 TAHUN 1990 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 6 TAHUN 1990 T E N T A N G IZIN TEMPAT USAHA DAN IZIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 17

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 17 LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Yogyakarta 16 Januari 1979 LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 1 Tahun 1979 Seri B. -------------------------------------------------------------- PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah adalah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Pelaksanaan pemberian izin gangguan oleh BPMPT Kabupaten Batang atas pembangunan PLTU di Ujungnegoro sudah terlaksana

BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Pelaksanaan pemberian izin gangguan oleh BPMPT Kabupaten Batang atas pembangunan PLTU di Ujungnegoro sudah terlaksana BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Pelaksanaan pemberian izin gangguan oleh BPMPT Kabupaten Batang atas pembangunan PLTU di Ujungnegoro sudah terlaksana dengan baik sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH TAHUN 2010 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ILIR, Menimbang a. bahwa dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Nomor 36 Tahun 2002 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Lokasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Lokasi objek penelitian dari penulisan hukum ini adalah Badan Penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (H.O) DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (H.O) DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, 1 QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (H.O) DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa Retribusi Surat Izin Gangguan (H.O) merupakan jenis

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN - 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pengertian Perizinan Penggunaan kata izin dalam ranah hukum merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI 25 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI 2.1 Pengertian Dan Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Satuan Polisi Pamong Praja atau yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa setiap orang atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR: 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA BUPATI ACER TIMUR: Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DAN RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DAN RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DAN RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian,

Lebih terperinci

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 74 Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Oleh: Fitria 1 ABSTRAK Dalam upaya melestarikan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO)

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO) QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA BUPATI PIDIE JAYA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kewenangan Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk tersebut tidak terbagi merata ke seluruh wilayah Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa guna mempercepat terlaksananya pembanguna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Materi bidang lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Tempat Hiburan Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN POHON PADA RUANG BEBAS SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM), SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN GANGGUAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN GANGGUAN BUPATI MADIUN, 1 Menimbang Mengingat : : BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN GANGGUAN BUPATI MADIUN, a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengendalikan usaha/kegiatan yang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà RRPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH 1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. 15 dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan. 16

terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. 15 dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan. 16 24 terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. 15 b. Prayudi Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang bahwa :

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tinjauan Tentang Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang. sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12

BAB II KAJIAN TEORI. tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang. sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Otonomi Daerah 1. Pengertian Otonomi Daerah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 992), otonomi adalah pola pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : Mengingat : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa keselamatan, kenyamanan,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH Menimbang BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan 1. Pengertian Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaan menurut Kamus Bahasa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa kegiatan pembinaan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA A. Pengertian Izin Mendirikan Perumahan Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa oleh Kepala Staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah wajib

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci