ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN"

Transkripsi

1 ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 26

2 Analisis Periodisitas Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut di Indonesia dan Hubungannya dengan Aktivitas Matahari R. Hikmat Kurniawan G Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Agrometeorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 26

3 RINGKASAN R. HIKMAT KURNIAWAN. Analisis Periodisitas Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut di Indonesia dan Hubungannya dengan Aktivitas Matahari. Di bawah bimbingan IDUNG RISDIYANTO dan THOMAS DJAMALUDDIN. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim di bumi, salah satunya adalah faktor aktivitas matahari, dengan indikator bintik matahari (sunspot) yang memiliki siklus 11 tahun. Penambahan fluks radiasi matahari diduga mempengaruhi kondisi atmosfer lapisan atas. Berbagai data dan metode telah digunakan untuk menganalisis hubungan antara parameter kosmogenik dan iklim. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu dan tekanan permukaan laut di beberapa tempat. Keterpengaruhan aktivitas matahari terhadap suhu dan tekanan paras muka laut dilihat dengan analisis spektral menggunakan tehnik wavelet, yaitu Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ). Indikasi kemungkinan pengaruh aktivitas matahari dilakukan dengan mengidentifikasi periode-periode dominan 11 tahunan yang ditunjukkan pada grafik-grafik WWZ dan Winsurf pada parameter suhu dan tekanan paras muka laut. Pengujian data suhu dan tekanan paras muka laut pada 3 kota, yaitu Jakarta, Medan, dan Ambon, serta pada 4 periode musim (Desember-Februari, Maret-Mei, Juni-Agustus, dan September-November) bertujuan untuk membandingkan perbedaan pengaruh tersebut pada tempat dan waktu yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa masing-masing wilayah dan periode musim memiliki periodeperiode siklus yang beragam. Namun secara umum periode dominan 11 tahunan terdapat pada sebagian besar data iklim. Sedangkan jika diinterpretasi evolusi tahunnya, hanya sebagian kecil data yang menunjukkan adanya periode-periode dominan akibat siklus bintik matahari. Meskipun sebaran data suhu dan tekanan paras muka laut berada di dalam kisaran data bintik matahari, korelasi kedua parameter tidak dapat dihubungkan secara langsung. Pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu dan tekanan memerlukan waktu tunda yang bervariasi dari hitungan bulan sampai tahun.

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Analisis Periodisitas Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut di Indonesia dan Hubungannya dengan Aktivitas Matahari : R. Hikmat Kurniawan : G Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Idung Risdiyanto, MSc.IT. Dr. Thomas Djamaluddin NIP NIP Mengetahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP Tanggal disetujui :

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kuasa, dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menuelesaikan Laporan Skripsi, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam meyusun laporan skripsi ini banyak kelemahan dan kekurangan. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada : 1. Bapak Idung Risdiyanto MSc.IT. Selaku Pembimbing I 2. Bapak Dr. Thomas Djamaluddin sebagai Pembimbing II. Terima kasih atas segalanya 3. Bapak Dr. Ir. Yonny Koesmaryono MS. sebagai Pembimbing Akademik 4. Keluarga tercinta yang selalu memanjatkan doa dan memberikan dukungan selama ini. Ndo, rekan-rekan dan seluruh staf dosen serta tata usaha Jurusan Agrometeorologi IPB 6. Semua pihak yang telah membantu penulis namun yang tidak tersebutkan satu persatu. Terima kasih banyak Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi kepentingan banyak pihak. Terima kasih. Bogor, Agustus 26 Penulis

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 April 1982 di Bandung. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Lilis Sulaeha dan R. Aen Harnaen. Penulis lulus dari SMU PGRI Bandung pada tahun 1999 dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN pada tahun yang sama. Selama masa perkuliahan penulis aktif di HIMAGRETO (2-22), BEM FMIPA (21/22), BKIM IPB (2/21), dan berbagai kepengurusan acara lainnya.

7 DAFTAR ISI Teks Halaman DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR LAMPIRAN iv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari (Sunspot) Suhu Udara Tekanan Paras Muka Laut (Sea Level Pressure) Karakteristik Geografis Wilayah Jakarta, Medan, dan Ambon Hubungan-hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Tekanan Muka Paras Laut Hubungan-hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu 2.7. Weighted Wavelet Z-Transform 6 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian 6 Studi Pustaka 6 Pengolahan Data 6 Analisis Periode Dominan Menggunakan Program Weighted Wavelet Z- Transform (WWZ) 7 Analisis Evolusi Periode Dominan dengan Pemetaan Winsurf 8 Analisis Periodisitas untuk Identifikasi Faktor Aktivitas Matahari Terhadap Parameter Iklim 8 Analisis Kuantitatif Korelasi Parameter Bintik Matahari dengan Iklim 8 Analisis Kualitatif Korelasi Parameter Bintik Matahari dengan Iklim 8 Analisis Waktu Tunda pada Grafik Overlay WWZ 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Studi Pustaka Analisis Periode Dominan Menggunakan Program Weighted Wavelet Z- Transform (WWZ) Analisis Evolusi Periode Dominan dengan Pemetaan Winsurf 16

8 4.4. Analisis Periodisitas untuk Identifikasi Faktor Aktivitas Matahari Terhadap Parameter Iklim Analisis Kuantitatif Korelasi Parameter Bintik Matahari dengan Iklim Analisis Kualitatif Korelasi Parameter Bintik Matahari dengan Iklim Analisis Waktu Tunda pada Grafik Overlay WWZ 23 V. KESIMPULAN DAN SARAN 2 VI. DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Fluktuasi Tahun Maksimum dari Periode Sunspot 2 2. Variasi Bilangan Bintik Matahari dan Prediksinya 3 3. Amplitudo Respon Perubahan Suhu Permukaan Terhadap Forcing Irradiansi 1 Wm Selang Waktu Respon (dalam bulan) Setelah Forcing Matahari 1 Wm -2. Tampilan Program NDP Tampilan Program WWZ Grafik WWZ Data Bilangan Bintik Matahari 1 8. Grafik WWZ Data Bilangan Bintik Matahari (Periode Desember-Februari) 1 9. Grafik WWZ Data Bilangan Bintik Matahari (Periode Maret-Mei) 1 1. Grafik WWZ Data Bilangan Bintik Matahari (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Bilangan Bintik Matahari (Periode September-November) Grafik WWZ Data Suhu Jakarta Grafik WWZ Data Suhu Jakarta (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Suhu Jakarta (Periode Maret-Mei) Grafik WWZ Data Suhu Jakarta (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Suhu Jakarta (Periode September-November) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Jakarta Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Periode Maret-Mei) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Periode September-November) Grafik WWZ Data Suhu Medan 12

9 23. Grafik WWZ Data Suhu Medan (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Suhu Medan (Periode Maret-Mei) Grafik WWZ Data Suhu Medan (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Suhu Medan (Periode September-November) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Medan Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Medan (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Medan (Periode Maret-Mei) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Medan (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Medan (Periode September-November) Grafik WWZ Data Suhu Ambon Grafik WWZ Data Suhu Ambon (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Suhu Ambon (Periode Maret-Mei) Grafik WWZ Data Suhu Ambon (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Suhu Ambon (Periode September-November) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Ambon Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Periode Desember-Februari) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Periode Maret-Mei) 1 4. Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Periode Juni-Agustus) Grafik WWZ Data Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Periode September-November)1 42. Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan Suhu Jakarta Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan SLP Jakarta Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan Suhu Medan Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan SLP Medan Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan Suhu Ambon Grafik Overlay Data WWZ Bilangan Bintik Matahari dengan SLP Ambon 24 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Penelitian-penelitian Hubungan Matahari dengan Parameter Iklim di Indonesia 9 2. Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut Wilayah Berdasarkan Evolusi Periode Data 2 3. Nilai Koefisien Korelasi (R 2 ) Bintik Matahari (SSN) dengan Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut 21

10 4., Tahun, dan Periode yang Sama antara Bintik Matahari (SSN) dengan Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut 22. Iklim Saat Bintik Matahari Maksimum Iklim Saat Bintik Matahari Minimum Sebaran Data Bintik Matahari, Suhu, dan Tekanan Paras Muka Laut (Normalisasi) 23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.Grafik Winsurf Bintik Matahari Bulanan Lampiran 2.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Bulanan Lampiran 3.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Jakarta Bulanan Lampiran 4.Grafik Winsurf Suhu Medan Bulanan Lampiran.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Medan Bulanan Lampiran 6.Grafik Winsurf Suhu Ambon Bulanan Lampiran 7.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Ambon Bulanan Lampiran 8.Grafik Winsurf Bintik Matahari (Desember-Februari) Lampiran 9.Grafik Winsurf Suhu Jakarta (Desember-Februari) Lampiran 1.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Desember-Februari) Lampiran 11.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Medan (Desember-Februari) Lampiran 12.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Medan (Desember-Februari) Lampiran 13.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Ambon (Desember-Februari) Lampiran 14.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Desember-Februari) Lampiran 1.Grafik Winsurf Bintik Matahari (Maret-Mei) Lampiran 16.Grafik Winsurf Suhu Jakarta (Maret-Mei) Lampiran 17.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Maret-Mei) Lampiran 18.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Medan (Maret-Mei) Lampiran 19.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Medan (Maret-Mei) Lampiran 2.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Ambon (Maret-Mei) Lampiran 21.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Maret-Mei) Lampiran 22.Grafik Winsurf Bintik Matahari (Juni-Agustus) Lampiran 23.Grafik Winsurf Suhu Jakarta (Juni-Agustus) Lampiran 24.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (Juni-Agustus) Lampiran 2.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Medan (Juni-Agustus) Lampiran 26.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Medan (Juni-Agustus)

11 Lampiran 27.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Ambon (Juni-Agustus) Lampiran 28.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Ambon (Juni-Agustus) Lampiran 29.Grafik Winsurf Bintik Matahari (September-November) Lampiran 3.Grafik Winsurf Suhu Jakarta (September-November) Lampiran 31.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Jakarta (September-November) Lampiran 31.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Medan (September-November) Lampiran 33.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Medan (September-November) Lampiran 34.Grafik Winsurf Suhu Jakarta Ambon (September-November) Lampiran 3.Grafik Winsurf Tekanan Paras Muka Laut Ambon (September-November) Lampiran 36.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu Jakarta Lampiran 37.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Tekanan Paras Muka Laut Jakarta Lampiran 38.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu Medan Lampiran 39.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Tekanan Paras Muka Laut Medan Lampiran 4.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu Ambon Lampiran 41.Grafik Hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Tekanan Paras Muka Laut Ambon Lampiran 42. Diagram Alur Penelitian.

12 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cuaca dan iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia. Aktivitas manusia berperan dalam perubahan cuaca maupun iklim dalam cakupan ruang yang kecil hingga global. Selain faktor antropogenik (aktivitas manusia), perubahan cuaca dan iklim juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Sebagai negara maritim yang terletak di ekuator, variabilitas iklim di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah tropika, terapit oleh dua daratan luas (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) serta karakteristik wilayahnya yang berbentuk kepulauan. Kondisi demikian membuat faktor-faktor yang mempengaruhi iklim di Indonesia menjadi lebih kompleks. Selain didasarkan pada faktor kondisi atmosfer, faktor lain yang juga semakin diperhitungkan dalam penelitian cuaca dan iklim adalah faktor kosmogenik, seperti aktivitas matahari. Matahari sebagai sumber energi bumi sejak lama dianggap sangat mempengaruhi iklim. Pegerakan rotasi bumi dan revolusi tahunan serta aktivitas yang terjadi di permukaannya berpengaruh pada komposisi panas yang dipancarkan sehingga berakibat pada jumlah penerimaan radiasi di setiap tempat yang kemudian berpengaruh pula terhadap unsur-unsur iklim lainnya, seperti suhu udara dan tekanan paras muka laut (sea level pressure). Berbagai data dan metode telah digunakan untuk menganalisis hubungan antara parameter iklim dan aktivitas matahari. Namun hingga kini belum ada teori yang mampu menjelaskan secara pasti bagaimana mekanisme fisis keterpengaruhan aktivitas matahari terhadap perubahan cuaca dan iklim di atmosfer. Banyak faktor yang membuat pengaruh aktivitas matahari terhadap cuaca dan iklim di bumi tidak dapat berpengaruh langsung, seperti adanya sinar kosmik di angkasa dan partikel-partikel udara bebas di atmosfer bumi. Ada suatu kemungkinan terdapat sinyal-sinyal periodik lain yang lebih kuat yang akan berakibat melemahkan sinyal bintik matahari. (Pambudi, 2). Pada penelitian ini, penentuan hubungan aktivitas matahari terhadap iklim dilakukan dengan analisis periodisitas (spektral) menggunakan tehnik wavelet, yaitu tehnik analisis spektrum yang digunakan untuk mendapatkan dan mengkuantifikasi komponen-komponen periodik dari suatu data runtut waktu ( time series ). Keterpengaruhan dilihat dari pola evolusi periodisitas antara parameter iklim dan kosmogenik, serta dari korelasi dan waktu tunda (timelag) antara kedua parameter sebagai pelengkap Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui evolusi periodisitas bilangan bintik matahari, suhu udara, dan tekanan paras muka laut stasiun cuaca Jakarta, Medan, dan Ambon, dengan metode WWZ. 2. Mengetahui keterkaitan antara bintik matahari dengan suhu udara dan tekanan paras muka laut ketiga kota berdasarkan analisis WWZ.

13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas matahari adalah bintik matahari atau dikenal dengan sunspot. Kombinasi aktivitas matahari dan magnetiknya diduga berperan besar pada siklus aktivitas matahari (Djamaluddin, 21). Bintik yang terjadi di lapisan fotosfer matahari memiliki suhu relatif rendah (4K) dari sekitar (6K). Strukturnya terdiri dari umbra dan penumbra. Umbra terletak di bagian dalam bintik dan memiliki suhu yang relatif rendah (4K) sehingga warnanya lebih gelap daripada penumbra. Diameter umbra kurang lebih setengah dari diameter bintik matahari total. Untuk bintik kecil, batas antara umbra dan penumbra tidak jelas sehingga sulit untuk dijelaskan. Bintik matahari merupakan suatu fenomena akibat adanya aktivitas magnetik yang terjadi di dalam matahari itu sendiri. Di permukaan matahari kadang terjadi pusaran gas yang hebat dimana terjadi rotasi partikel-partikel bebas yang menimbulkan arus dan menimbulkan medan magnet. Di dalam pusat matahari terjadi rekasi inti dengan mengeluarkan panas bersuhu tinggi (orde jutaan Kelvin) sehingga semua atom atom dan gasnya terionisasi. Tekanan dipusat matahari lebih tinggi daripada di luarnya sehingga partikel partikel tadi berusaha untuk keluar menuju ke permukaan. Aliran partikel dari bawah permukaan tidak dapat melewati medan magnet, melainkan dibelokkan sehingga menyebar ke samping, yang berakibat di bagian tersebut bersuhu lebih tinggi dari bagian dalam atau kabur gelap (Pambudi,2) Bintik matahari bisa diamati dengan menggunakan teleskop dan akan tampak bintik-bintik hitam dipermukaan matahari. Bintik matahari muncul secara berkelompok tetapi ada juga yang secara individu. Ukuran kelompok bintik bervariasi dari 1. km untuk bintik ukuran sedang hingga. km untuk bintik ukuran besar. Ukuran bintik selalu berubah terhadap posisi dan waktu. Bintik yang berukuran kecil sering bertahan dalam hitungan hari sedangkan bintik berukuran besar dapat bertahan lebih dari sebulan. Bintik matahari tidak hanya periodik dalam hal bilangan (jumlah) tetapi juga terhadap posisi lintang matahari. Pada awal siklus baru, bintik mulai muncul pada sabuk 3 LU dan 3 LS matahari. sabuk ini kemudian begerak menuju ekuator. Bintik akan terlihat jelas dan mencapai maksimum pada sabuk 16 LU dan 16 LS. Setelah itu aktivitasnya akan menyusut dan akhirnya menghilang disekitar 8 LU dan 8. Pada pusat tata surya, tidak ada fenomena lain selain bintik matahari yang kemunculannya bersifat periodik. Selama satu periode waktu, beratus-ratus bintik matahari mungkin membentuk kelompok kelompok besar tetapi pada satu waktu yang lain sama sekali tidak ditemukan bintik. Periode tersebut dinamakan periode matahari tenang, jika sebaliknya dinamakan matahari aktif. Periode bintik matahari adalah 11.1 tahun yaitu hasil perataan selama 8-9 tahun, bervariasi antara 9-14 tahun. Setiap satu siklus bintik matahari (sunspot cycle) terjadi periode solar max dan periode solar min (Christiany,22) Gambar 1. Fluktuasi tahun maksimum dari sunspot number (Djamaluddin, 2). Pada tahun 1948, Rudolf Wolf merumuskan bilangan bintik matahari harian untuk memperkirakan keaktifan matahari berdasarkan sunspot number R. adapun persamaannya adalah : R = k (1g+f) dengan f adalah total bintik matahari yang tampak pada permukaan mataharinya, g adalah jumlah total grup bintik matahari, k adalah faktor reduksi yang tergantung pada pengamat dan jenis teleskop yang sedang digunakan, agar setara dengan perhitungan wolf yang didefinisikan k=1. Bilangan bintik matahari tersebut merupakan sebuah index basis harian, tetapi karena variasi antar harinya besar maka menjadi basis bulanan dan tahunan (Thompson, 198)

14 Gambar 2. Variasi bilangan bintik matahari dan prediksinya ( Pada Gambar 2 ditunjukkan variasi bilangan bintik matahari dari tahun 199 hingga 1999 dan prediksinya sampai tahun 27. Pengamatan bintik matahari pertama kali diamati dengan menggunakan teleskop dimulai pada tahun Penelitian bintik matahari terus berlangsung hingga kini dengan metode dan teknologi yang lebih maju sehingga pengkajiannya menjadi lebih berkembang Suhu Udara Suhu mencerminkan energi kinetik ratarata dari pergerakan molekul-molekul. Pada udara, energi kinetik dijabarkan sebagai setengah dari perkalian massa sebuah molekul dengan kecepatan kuadrat rata- rata dari gerakan molekul tersebut. Pada lapisan troposfer, secara umum suhu makin rendah menurut ketinggian. Rata-rata penurunan suhu berdasarkan ketinggian di Indonesia sekitar -6 C tiap kenaikan 1 km. Variasi suhu menurut tempat dipengaruhi juga oleh posisi daerah tersebut terhadap daratan dan lautan serta keadaan unsur iklim, seperti perawanan. Di daerah tropika fluktuasi suhu rata-rata harian relatif konstan sepanjang tahun sedangkan fluktuasi suhu diurnal lebih besar daripada fluktuasi suhu rata-rata harian. Waktu tunda antara radiasi surya maksimum dan suhu maksimum adalah sekitar 2 jam. (Handoko et al) Tekanan Paras Muka Laut (Sea Level Pressure) Tekanan paras muka laut merupakan besaran tekanan udara di suatu tempat pada level permukaan laut ( mdpl). Besarnya tekanan paras muka laut dapat dikonversi dari tekanan udara stasiun dengan persamaan : -dp = g ρ dz dengan dp adalah perubahan tekanan udara, g adalah gravitasi, ρ adalah kerapatan udara, dan dz adalah perubahan ketinggian. Artinya bahwa, tekanan pada ketinggian z adalah sebanding dengan massa (berat) udara pada kolom vertikal pada ketinggian tersebut. Tekanan udara adalah gaya berat kolom udara dari permukaan tanah sampai puncak atmosfer persatuan luas (Handoko, 199). Tekanan udara pada setiap titik merupakan berat total udara di atas titik tersebut persatuan luas. Tekanan udara berkurang dengan bertambahnya ketinggian, karena lapisan atmosfer yang makin tipis. Kita dapat menghubungkan tekanan baik dengan suhu maupun perubahan kerapatan (ρ) karena faktor- faktor ini mempengaruhi jumlah molekul pada volume udara tertentu dan kecepatan geraknya. Kerapatan udara rendah disebabkan oleh jumlah molekul yang sedikit persatuan volume, berakibat pada tekanan udara yang rendah. Kerapatan dapat diubah dengan mengurangi jumlah energi kinetik molekul- molekul udara pada suatu volume udara tanpa merubah massanya. Kecepatan gerak molekul-molekul udara dipengaruhi oleh suhu, apabila suhu meningkat energi kinetiknya makin tinggi, sehingga semakin cepat molekul- molekul udara bergerak. Oleh karena itu untuk suatu volume udara tetap, tekanannya akan semakin tinggi dengan bertambahnya suhu. Kenaikan suhu akan menyebabkan molekul-molekul lebih aktif bergerak dan tumbukan yang lebih sering terjadi akan mengakibatkan naiknya tekanan apabila volumenya tetap. Variasi tekanan secara horisontal lebih kecil dibandingkan secara vertikal. Hubungan antara kerapatan, tekanan dan suhu udara untuk lapisan troposfer dapat dijelaskan sebagai berikut : - berdasarkan persamaan hidrostastik : dp = - g ρ dz dengan dp adalah perubahan tekanan, ρ adalah kerapatan udara, g adalah gravitasi dan dz adalah perubahan ketebalan lapisan udara. - menurut persamaan gas ideal : P V = n R T dengan n adalah jumlah mol. R adalah tetapan Boltzman (8,3143 JK -1 mol -1 ), V adalah volume udara, dan T adalah suhu mutlak (dalam Kelvin).

15 2.4. Karakteristik Geografis Wilayah Jakarta, Medan dan Ambon. Indonesia merupakan salah satu wilayah bumi yang terletak di wilayah tropika, yaitu wilayah yang terletak antara 23, LU dan 23, LS. Tipe iklim tropika dicirikan dengan suhu, kelembapan, penguapan, dan curah hujan yang tinggi. Daerah tropika menerima jumlah radiasi matahari yang relatif lebih banyak sehingga tekanan udaranya lebih rendah dibanding sekitarnya, oleh sebab itulah wilayah tropika termasuk kedalam zona divergensi inter tropika (ITCZ). Menurut Koppen, tropika termasuk kedalam tipe iklim A dimana suhu bulan terdingin >18 C Jakarta Terletak pada 16 BT dan 6 LS, berada di lautan rendah pantai utara pulau Jawa bagian barat. Wilayah bagian selatan relatif lebih berbukit dibandingkan dengan wilayah bagian utara sampai sekitar 1 km ke selatan dan memiliki ketinggian maksimum 7 mdpl. Pada lokasi tertentu letaknya malah berada di bawah permukaan laut, bahkan terdapat pula penurunan muka tanah. Jakarta beriklim panas. Pada tahun 1986 suhunya rata-rata 31,7 C pada siang hari, sedangkan pada malam hari mencapai 23,9 C. Perbedaan suhu udara rata-rata antara musim hujan dan kemarau tidak mencolok. Kelembapan udara rata-rata tahun 198 adalah 78%. Curah hujan mencapai 193 mm pada tahun 1986, tertinggi pada bulan Januari, terendah 2,4m pada bulan Oktober (Depdikbud, 1991) Medan Medan terletak di bagian timur sebelah utara propinsi Sumatera Utara (yang terletak pada ketinggian 2829 mdpl, antara 1 LU 4 LU dan 98 BT 1 BT). Dataran rendahnya ada yang berupa pantai, seperti di pantai timur, tetapi ada juga yang bergelombang. Dataran tingginya ada yang berupa pegunungan rendah dengan ketinggian 2 3 mdpl. Medan beriklim tropis tanpa suhu tertinggi yang ekstrim (Depdikbud, 1991) Ambon Ambon berada pada posisi 128,8 BT dan 3,7 LS terletak di kepulauan wilayah timur Indonesia. Topografi kota Ambon dan juga wilayah lainnya di Maluku adalah kepulauan dengan tanah yang bergelombang dan berpegunungan dan sebagian dataran rendah. Karena bentang wilayahnya yang sangat luas, maka masing-masing pulau ini memiliki iklim lokal sendiri. Angin laut sangat berpengaruh terhadap iklim di wilayah ini sehingga iklim lokal dapat menyimpang sama sekali. Suhu rata-ratanya mencapai 26,3 C dengan suhu minimum 1,1 C dan suhu maksimum 33 C (Depdikbud, 1991). 2.. Hubungan-hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Tekanan Paras Muka Laut. Tidak semua aktivitas matahari berpengaruh pada iklim bumi. Hal ini karena bumi mempunyai medan magnet yang dapat menahan sebagian besar angin matahari. Ada suatu keuntungan yang sangat besar dimana bumi mempunyai medan magnet, garis-garis medan magnet bumi, magnetosfer, akan melindungi atmosfer dari hujan partikel kosmis (Pambudi, 2). Adapun parameter aktivitas matahari yang cukup mempengaruhi bumi diantaranya adalah bintik matahari (Syahrina, 2). Aktivitas matahari berhubungan dengan cuaca dan iklim dalam skala yang luas. Emisi gelombang pendek yang berasal dari letusan di permukaan matahari mampu mempengaruhi tingkat pemanasan pada atmosfer bumi hanya dalam waktu tunda yang relatif pendek, kemudian pola sirkulasi atmosfer ke arah kutub pada daerah lintang tinggi. Indikator yang dapat diamati dengan jelas yaitu perubahan tekanan paras muka laut yang bertambah besar dari daerah lintang yang mendapatkan suplai panas maksimum (ekuator) (Pambudi, 2). Christoforou dan Hameed (1997) (dalam Djamaluddin, 21) menganalisis hubungan aktivitas matahari (indikator bintik matahari) terhadap aktivitas cuaca di Pasifik. Dua daerah sistem tekanan semi permanen di Pasifik belahan utara, yaitu Aleut (3 7 LU, 12 BB 13 BT) yang bertekanan rendah, dan Hawaii (2 LU, 1 BB 14 BT) yang bertekanan tinggi, dianalisis perubahan lokasi pusat tekanannya selama Desember Januari tahun Hasilnya menunjukkan adanya pengelompokkan yang signifikan. Pada saat aktivitas matahari minimum, pusat tekanan rendah Aleut berpindah sejauh ratarata 7 km ke arah timur, sedangkan pusat tekanan tinggi Hawaii berpindah ke utara dari sekitar 31,6 LU ke sekitar 33,2 LU.

16 2.6. Hubungan-hubungan Aktivitas Matahari Terhadap Suhu. Pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu udara di bumi diteliti oleh beberapa ilmuwan di dunia. Respon suhu udara permukaan global terhadap variabilitas aktivitas matahari 11 tahunan diteliti Stevens dan North (1996) (dalam Djamaluddin, 21) dengan memanfaatkan data suhu udara permukaan jangka panjang ( ) dan data irradiansi matahari yang dikalibrasi dengan data bintik matahari. Mereka menunjukkan (gambar 3 dan 4) bahwa perubahan suhu udara global dipengaruhi oleh aktivitas matahari. Pengaruh terbesar terjadi di daratan dekat ekuator, terutama wilayah Arab dan Afrika utara yang merespon perubahan irradiansi matahari 1 Wm -2 dengan perubahan suhu sekitar,6 C dan di Amerika selatan dengan, C. Sedangkan di Indonesia sekitar,4-, C. Dari simulasi itu juga ditunjukkan bahwa respon aktivitas matahari terhadap suhu itu tidak langsung, tetapi ada selang waktu 8-24 bulan. Asia tengah paling cepat merespon, hanya dengan selang waktu 8 bulan, sedangkan Indonesia sekitar 18 bulan. Gambar 3. Amplitudo respon perubahan suhu udara permukaan terhadap forcing irradiansi 1 Wm -2. (dalam Djamaluddin, 21). Gambar 4. Selang waktu respon (dalam bulan) setelah forcing matahari 1 Wm -2. (dalam Djamaluddin, 21). Friis-Christensen dan Lassen (1991,1994) (dalam Djamaluddin, 21) menunjukkan hal lain bahwa hubungan aktivitas matahari (dengan indikator bilangan bintik matahari) dan suhu permukaan sulit diinterpretasikan bila dikorelasikan secara langsung. Walaupun menunjukkan yang mirip tetapi perubahan suhu udara ternyata mendahului 2 tahun daripada perubahan bilangan bintik matahari. Mereka lalu menunjukkan perubahan suhu permukaan rata-rata global (17-199) ternyata berkorelasi sangat baik dengan panjang siklus aktivitas matahari, bukan dengan bilangan bintik mataharinya. Sedangkan Charvatova dan Strestik (199) (dalam Djamaluddin, 21) menunjukkan bahwa dari analisis data suhu udara permukaan jangka panjang dijumpai indikasi peranan gerak inersial matahari di sekitar pusat massa surya. Dengan membandingkan antara spektra periodisitas bilangan bintik matahari dan gerak inersia matahari, mereka menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pada saat gerak matahari teratur (pada rentang waktu dan ), suhu udara permukaan relatif lebih hangat dibandingkan saat gerakan tidak teratur. Lean (1991) (dalam Djamaluddin, 21) mengungkapkan bahwa perbedaan irradiansi (solar constant) antara saat siklus matahari minimum dan maksimum adalah,1%. Perubahan tingkat irradiansi matahari dari aktivitas minimum ke maksimum yang sekitar,1% hanya berdampak pada pengurangan pemanasan langsung di permukaan bumi sekitar,2 Wm -2 (Schiffer dan Unninayar, 1991) (dalam Djamaluddin, 21) dan perubahan suhu global,2 C (Foukal dan Lean, 199) (dalam Djamaluddin, 21). Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Svensmark (1998) menyatakan bahwa pada dekade-dekade akhir, variasi suhu bumi lebih mendekati variasi flux sinar kosmik dan panjang siklus matahari, dibanding parameter aktivitas matahari lainnya. Kesimpulan utamanya bahwa gejala-gejala di heliosfer dapat mempengaruhi iklim bumi. Selain itu Svensmark bersama Christensen juga meneliti hubungan flux sinar kosmik dengan penutupan awan global yang menyimpulkan bahwa variasi sistem penutupan awan global selama siklus aktivitas matahari terakhir dapat disebabkan oleh variasi aktivitas matahari 11 tahunan dari flux sinar kosmik meskipun hubungannya tidak bersifat langsung.

17 2.7. Weighted Wavelet Z-Transform WWZ) WWZ merupakan suatu metode analisis spektrum yang digunakan untuk menganalisis data runtut waktu (time series) yang tidak lengkap. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh G. Foster tahun 1996 untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi sinyal periodik. Metode ini dikembangkan dalam piranti lunak oleh The American Association of Variable Star Observes (AAVSO). Awalnya metode ini dibuat untuk keperluan analisis data bintang variabel yang juga memerlukan evolusi periodisitasnya, namun karena segala data runtut waktu dapat digunakan dengan metode tersebut, maka penggunaannya dapat diperluas termasuk untuk data meteorologi dan astronomi lainnya. Keunggulan metode ini dibanding metode lain adalah WWZ memungkinkan untuk mendeteksi periode sesaat (transient periodic) dengan nilai periode, amplitude, dan fase yang senantiasa berubah-ubah (Djamaluddin, 1998b). Selain itu WWZ juga dapat memroses data yang tidak lengkap dan dapat menyeragamkan selang waktu dari setiap data runtut waktu tanpa perlu melakukan interpolasi sebelum memroses. Data hilang tidak masalah karena analisisnya bersifat sesaat. Metode lain yang digunakan untuk mendapatkan periodisitas atau komponenkomponen periodik yang lain dari suatu data runtut waktu lain mengharuskan masukan data yang lengkap dalam selang waktu yang tetap, padahal dalam kenyataannya data runtut waktu seringkali tidak lengkap atau selang waktu antar data tidak seragam. Cara yang biasa dilakukan adalah interpolasi, dengan periodisitas yang dihasilkan tidak tepat. Salah satu penggunaan wavelet untuk menganalisis aktivitas matahari dilakukan oleh Djamaluddin (21) yang menyimpulkan bahwa periode aktivitas matahari bervariasi antara 9-13 tahun. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada bulan Januari-Mei Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah personal komputer dengan perangkat lunak pengolah kata, pengolah angka, notepad, Numerical Data Package (NDP) 41, Winsurf, dan Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ) 11. Bahan yang digunakan adalah data bulanan bintik matahari (Sunspot Number/SSN), suhu, dan tekanan paras muka laut (Sea Level Pressure / SLP) jangka panjang ( ) stasiun kota Jakarta, Medan, dan Ambon Metode Penelitian Studi Pustaka Metode ini digunakan untuk mencari berbagai literasi dan referensi keterkaitan suhu udara dan tekanan paras muka laut dengan aktivitas matahari (dengan indikator bintik matahari) Pengolahan Data Pengolahan awal yang dilakukan adalah mengelompokkan data bilangan bintik matahari, suhu udara, tekanan paras muka laut Jakarta, Medan, dan Ambon (periode Desember-Februari, Maret-Mei, Juni- Agustus, dan September-November). Periode didasarkan pada perbedaan posisi matahari terhadap letak lintang bumi sehingga mempengaruhi jumlah penerimaan intensitas radiasi matahari yang kemudian berpengaruh pada suhu dan tekanan udara. Wilayah kajian yang dianalisis adalah Jakarta, Medan, Ambon didasarkan atas perbedaan pola curah hujan masing-masing wilayah, dimana Jakarta berpola hujan monsoon (puncak hujan pada musim panas), Medan berpola bimodal (dua puncak hujan dalam setahun), dan Ambon berpola lokal (puncak hujan pada musim dingin). Pengelompokkan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu dan tekanan paras muka laut pada masing-masing periode, serta keterkaitannya dengan keterpengaruhan aktivitas matahari. Proses selanjutnya adalah memanggil data bilangan bintik matahari, suhu udara, dan tekanan paras muka laut. Data bilangan

18 bintik matahari didapatkan dari solar index data center (SIDC) Belgia yang dapat didownload melalui situs sedangkan suhu udara dan tekanan paras muka laut untuk Jakarta, Medan, dan Ambon menggunakan program basis data parameter iklim NDP41 buatan Vose, et al. (1992), parameter iklim yang tersedia adalah curah hujan ( R ), suhu ( T ), tekanan udara ( P1 ), dan tekanan paras muka laut ( P2 ) beberapa stasiun cuaca seluruh dunia. T. Djamaluddin mengekstraknya untuk data iklim Indonesia Analisis Periode Dominan Menggunakan Program Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ). Weighted Wavelet Z-transform merupakan pengembangan dari aplikasi tehnik wavelet. Tehnik wavelet banyak digunakan sebagai metode analisis periodik dari data runtut waktu. Program ini dibuat oleh The American Association of Variable Star Observers, berdasarkan Foster (1996). Adapun persamaan dari WWZ yang digunakan adalah : Z = ( Neff 3) Vy 2( Vx Vy) Gambar. Tampilan program NDP41. Berdasarkan keperluan pertimbangan data kosong, data dari NDP41 dipisah ke dalam meteo2 dan meteo3. Pada meteo2, keluaran data bulanan yang kosong dilewat. Sedangkan pada meteo3 keluaran data bulanan yang kosong diinterpolasi. Meteo2 biasanya yang digunakan masukan data pada analisis periodisitas. Sedangkan meteo3 bisa digunakan dalam menganalisis korelasi. Keluaran data dari program NDP berupa data runtut waktu dan nilai data. Data pada kolom waktu menjelaskan tahun dan bulan yang dinyatakan dalam desimal tahun, bulan ke-n tahun ke-1 dinyatakan dengan : dengan Z sebagai nilai WWZ, Vx adalah variasi pembobot (weighted variation) data pada sumbu horizontal (timeseries), Vy adalah variasi pembobot fungsi model pada sumbu vertikal, dan Neff adalah jumlah efektif (Effective Number) waktu dan frekuensi data yang diuji. Pada penelitian ini WWZ digunakan untuk mendapatkan periode dominan dari data bilangan bintik matahari serta suhu dan tekanan paras muka laut untuk kota Jakarta, Medan, dan Ambon. Sampel data yang dianalisis bervariasi antara 2-1 tahun berdasarkan kelengkapan data. Nilai relatif WWZ menunjukkan kekuatan siklus periode dominan dari data. Tahun Desimal = t+(n-,)/12 Misalnya Januari 1982 dinyatakan dengan Data bilangan bintik matahari dilambangkan dengan R. Bilangan ini dihitung dengan persamaan : R = k (1g+f) dengan k adalah faktor reduksi (yang tergantung pada pengamat dan jenis teleskop yang digunakan (agar setara dengan perhitungan Wolf, digunakan k=1), g adalah jumlah grup bintik matahari, dan f adalah total bintik matahari. Gambar 6. Tampilan program WWZ11. Untuk menjalankan program ini diharuskan adanya data runtut waktu dua kolom (kolom waktu dan kolom data) yang disimpan dalam format *prn. Pengujian ini dilakukan untuk data bulanan dan periode musim. Kisaran periode yang dilakukan adalah -2 tahun. Hasil yang diperoleh berupa nilai frekuensi (yang kemudian didapatkan nilai periodenya, P = 1/F), Amplitude, Jumlah efektif, dan nilai WWZ-

19 nya. Selanjutnya dari proses tersebut dapat dibuat grafiknya untuk melihat lebih jelas pola spektrum dari bilangan bintik matahari, suhu, dan tekanan paras muka laut yang menunjukkan dominasi periodik data berdasarkan nilai WWZ. Analisis data dilakukan dengan menginterpretasi periode-periode dominan yang muncul pada grafik dan hubungannya antara bintik matahari dengan suhu dan tekanan paras muka laut Jakarta, Medan, dan Ambon Analisis Evolusi Periode Dominan dengan Pemetaan Winsurf. Perangkat lunak winsurf dalam penelitian ini digunakan untuk melihat evolusi periode dominan dari data bilangan bintik matahari, suhu udara, dan tekanan paras muka laut. Data olahan dari proses sebelumnya berupa tiga kolom (kolom tahun, periode, dan nilai WWZ). Kemudian data disimpan dalam format excel spreadsheet. File tersebut dibuka dengan winsurf dan di set selang tahun dan selang periodenya serta jarak antar tahun dan periodenya. Program akan mengkontur data peta atas file data yang sekarang dalam format *grid. Lalu diatur level, label, dan warna dari kontur yang diinginkan. Grafik winsurf berupa gambar tiga dimensi. Sumbu x menyatakan waktu pada runtut waktu, sumbu y menyatakan periodenya, dan nilai WWZ dinyatakan dengan kontur. Domain periodisitas data dianalisis berdasarkan nilai puncak WWZ yang berubah terhadap waktu Analisis Periodisitas untuk Identifikasi Faktor Aktivitas Matahari Terhadap Parameter Iklim. Grafik winsurf selanjutnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor aktivitas matahari terhadap parameter suhu dan tekanan paras muka laut. Indikasi adanya keterkaitan dilihat dari kemiripan evolusi periode dan tahun data. Titik-titik puncak periode dominan pada grafik winsurf bintik matahari menjadi tolak ukur untuk dibandingkan dengan puncak-puncak periode dominan pada grafik suhu dan tekanan paras muka laut setiap wilayah. Setiap puncak periodisitas pada grafik winsurf bintik matahari diidentifikasi dengan tanda alfabet. Jika pada masingmasing grafik winsurf parameter wilayah teridentifikasi tanda alfabet yang sama, berarti terdapat keterpengaruhan aktivitas matahari terhadap parameter tersebut. Metode diatas dilakukan pula untuk data antar periode musim. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan signifikan pengaruh aktivitas matahari terhadap iklim, pada setiap periode musim Analisis Kuantitatif Korelasi Parametr Bintik Matahari dengan Parameter Iklim. Metode ini dilakukan untuk melihat hubungan keterpengaruhan aktivitas matahari terhadap parameter suhu dan tekanan paras muka laut Jakarta, Medan, dan Ambon. Metode yang dilakukan adalah dengan mencari nilai r antara nilai bintik matahari dengan unsur iklim (suhu dan tekanan). Nilai r dihitung dari data bintik matahari dan unsur iklim yang telah dihaluskan (smoothing) dan dinormalisasi. Data smoothing menggunakan persamaan : S=[(S 1 +S 13 )/2+S 2 +S 3 +S 4 +S +S 6 +S 7 +S 8 +S 9 + S 1 +S 11 +S 12 ]/12 dengan S adalah nilai penghalusan data bulan ke-7 (pertengahan tahun), S 1 dan S 13 merupakan data awal dan akhir tahun data sehingga diberi pembobotan,. S 2 sampai S 12 menyatakan nilai data pada bulan ke-2 hingga ke-12. Data smoothing selanjutnya digunakan untuk ditampilkan pada grafik moving average data bintik matahari dan parameter iklim, yang diplotkan pada skala normalisasi -1. Nilai korelasi r berada pada selang -1<<1. dimana jika nilai r mendekati maka menunjukkan tidak adanya hubungan antara kedua variabl ( x dan y saling bebas ). Jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang cukup kuat antara kedua variabel, dan jika r mendekati -1 maka terjadi hubungan berkebalikan antar variabel Analisis Kualitatif Korelasi Parameter Bintik Matahari dengan Parameter Iklim. Metode lain yang digunakan untuk melihat korelasi bintik matahari dengan parameter iklim ditinjau dari kesamaan tahun, periode, dan nilai WWZ antara kedua parameter, identifikasi data saat nilai WWZ maksimum/minimum, serta sebaran data. Terdapat hubungan keterpengaruhan antara parameter bintik matahari dengan parameter iklim jika kedua parameter

20 memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter iklim yang maximum pula, dan sebaliknya, jika pada saat nilai WWZ bintik matahari minimum, parameter iklim menunjukkan nilai WWZ yang minimum pula. Analisis sebaran data digunakan untuk melihat selang data pada masing-masing data bilangan bintik matahari dan parameter iklim. Terdapat keterpengaruhan jika selang data parameter iklim berada di dalam kisaran sebaran data bilangan bintik matahari. Nilai sebaran data [X] : Analisis Waktu Tunda pada Grafik Overlay WWZ Analisis Waktu Tunda digunakan untuk melihat kemungkinan adanya keterlambatan pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu dan tekanan paras muka laut. Analisis ini dilakukan pada grafik overlay antara parameter kosmogenik dengan parameter iklim ketiga wilayah kajian. Panjang waktu tunda ditunjukkan dari selisih periodisitas dominan antara puncak WWZ bintik matahari dengan puncak WWZ parameter iklim yang paling dekat setelah puncak WWZ bintik matahari tersebut. Metode ini tidak dilakukan perperiode musim karena data antar bulan dan tahunnya saling berkesinambungan. [X] = X + SD X dengan X adalah nilai rataan seluruh data dan SD X merupakan nilai standar deviasi data. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Studi Pustaka Hasil studi pustaka beberapa penelitian hubungan matahari dengan parameter iklim yangb telah dilakukan di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Penelitian-penelitian hubungan matahari dengan parametr iklim di Indonesia No Peneliti Judul Metode Thomas Djamaluddin (1998) Rilo Pambudi (2) Tuti Kurniaty (1997) Ari Christiany (2) Syahrina (24) Efek pasang surut bulan dan aktivitas matahari pada penyebaran awan di Indonesia Prediksi Curah Hujan Regional Jangka Panjang Berdasarkan Fenomena Siklus Sunspot Pengaruh Sunspot Terhadap Iklim dan Pengujian Hipotesis Pengaruh Aktivitas Matahari (solar activity) Terhadap Perubahan Cuaca di Indonesia Berdasarkan Teori Fractal dan Hubungannya Dengan Fenomenea El-Nino Identifikasi Pengaruh Siklus Bintik Matahari pada Spektrum Curah Hujan Pulau Jawa - analisis spektral pada data awan di sekitar Jakarta dengan Weighted Wavelet Z- Transform - penentuan zona sinyal sunspot pada data curah hujan dan analisis spektral entropi maksimum - perata-rataan ruang terhadap data curah hujan yang berada dalam zona sinyal sunspot - estimasi koefisien regresi menggunakan Least Square - metode korelasi linier dan smoothing menggunakan Low Pass Filter binomial suku - nilai korelasi r dan pengujian hipoteis H = tidak ada pengaruh, H 1 = ada pengaruh - pengujian keterpengaruhan menggunakan distribusi normal Z 2 arah dengan α =, - koefisien korelasi dan uji F hitung - penentuan nilai α ( Self Similarity Parameter ) - penentuan nilai fractal dengan metode DFA ( Detrended Fluctuation Analysis ) - Low Pass Filter suku - analisis spektral menggunakan FFT - analisis spektrum silang - analisis koefisien korelasi

21 4.2. Analisis Periode Dominan Menggunakan Program Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ). Hasil grafik yang sebelumnya diolah dengan WWZ memunculkan periodeperiode dominan yang mengindikasikan siklus dari suatu fenomena alam. Periode dominan 4-8 tahun dapat diakibatkan karena efek ENSO (Wiratmo, 1998), 9-14 tahun kemungkinan besar merupakan siklus bintik matahari (Perry, 1994), 1-18 tahun diduga akibat pasang surut bulan aktivitas matahari (Currie, 1996) dan periode 19-2 tahun akibat perubahan siklus magnetik matahari (Perry, 1994) Analisis WWZ Data Bilangan Bintik Matahari. Weighted Wavelet Z-Transform merupakan salah satu program yang dapat digunakan untuk menganalisis siklus yang paling dominan dari suatu data runtut waktu (dalam hal ini data bintik matahari, suhu udara dan tekanan paras muka laut) dalam bentuk spektrum. Dominasi periodik untuk bilangan bintik matahari terlihat pada Gambar 7. WWZ Gambar 7. Grafik WWZ data bilangan bintik matahari. Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa periode yang sangat dominan adalah sekitar 11 dan 12 tahunan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata siklus aktivitas matahari 11 tahunan muncul sangat kuat, ditunjukkan dengan nilai relatif WWZ yang mencapai hampir 6. Begitu pula jika dipilah permusim menurut posisi matahari relatif terhadap bumi, dominasi periodenya tetap menunjukkan 11 atau 12 tahunan walaupun nilai WWZ-nya tidak sebesar pada data bulanan dikarenakan grafik WWZ data bulanan merupakan akumulasi keempat data periode musiman sehingga jumlah data lebih banyak dan nilai WWZ puncak periode juga menjadi tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 8, 9, 1, dan Gambar 8. Grafik WWZ data bilangan biuntik matahari (periode Desember-Februari) Gambar 9. Grafik WWZ data bilangan bintik matahari (periode Maret-Mei) Gambar 1. Grafik WWZ data bilangan bintik matahari (periode Juni-Agustus) Gambar 11. Grafik WWZ data bilangan bintik matahari (periode September-November). Di Indonesia, komponen yang paling berpengaruh adalah terhadap variabel iklim termasuk suhu udara dan tekanan paras muka laut adalah komponen 1 tahun dari fenomena monsoon. Hal ini terlihat pada data suhu dan tekanan paras muka laut. Namun penelitian ini bertujuan untuk

22 melihat kemungkinan sinyal periodisitas bintik matahari (periode sekitar 11 tahunan) yang terindikasi pada data suhu dan tekanan paras muka laut untuk wilayah kota Jakarta, Medan, dan Ambon. Data parameter iklim suhu udara dan tekanan paras muka laut ketiga wilayah menghasilkan grafik WWZ yang berbeda dengan data bintik matahari. Namun secara umum periode 1 tahunan muncul lebih kuat (walaupun kekuatan siklus berbeda-beda) dibanding periode-periode lainnya karena pengaruh dari kedudukan relatif matahari terhadap bumi Analisis WWZ Data Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut Jakarta Gambar 14. Grafik WWZ suhu Jakarta (periode Maret- Mei) Gambar 12. Grafik WWZ data suhu Jakarta. Gambar 12 menunjukkan terdapat periode dominan yang muncul cukup kuat selain periode 1 tahunan yaitu periode skitar 2 tahun akibat QBO (Quation Biennial Oscilation), kemudian 14 tahunan diduga akibat pengaruh aktivitas matahari (siklus bintik matahari) dan diatas 2 tahun yang merupakan efek siklus magnetik matahari (siklus perubahan polaritas magnetik di daerah aktif matahari) atau disebut Hales Cycle, yang memiliki periodisitas 22 tahun. Namun dominasi periode bervariasi jika dipilah berdasarkan periode musim. Muncul periode-periode dominan 1, tahunan, 3-4 tahunan dan 1 tahunan seperti yang terlihat pada Gambar 13, 14, 1 dan 16. Gambar 1. Grafik WWZ suhu Jakarta (periode Juni- Agustus) Gambar 16. Grafik WWZ suhu Jakarta (periode September-November). Dari grafik-grafik di atas terlihat bahwa ada 2 pengaruh dominan yang menentukan siklus suhu udara Jakarta (selain 1 tahunan) yaitu pengaruh sistem el nino/la nina dan aktivitas matahari (bintik matahari dan siklus hale) Gambar 13. Grafik WWZ suhu Jakarta (periode Desember-Februari) Gambar 17. Grafik WWZ tekanan paras muka laut Jakarta.

23 Sedangkan pada Gambar 17 tekanan paras muka laut Jakarta tersebut muncul sinyal kuat selain periode 1 tahunan yaitu 6 tahunan karena ENSO, dan 1-16 tahunan yang bisa disebabkan karena efek pasang surut bulan-matahari. Sementara untuk grafik WWZ tekanan paras muka laut perperiode musim ditunjukkan dengan Gambar 18, 19, 2, dan Gambar 18. Grafik WWZ tekanan paras muka laut Jakarta (periode Desember-Februari). 7 Gambar 18 dan 19 memiliki pola yang hampir sama dimana muncul periode dominan 6-8 tahunan serta periode tahunan. Periode 7 tahunan diduga karena fenomena elnino, kemudian periode 1 tahunan diduga akibat efek pasang surut bulan-matahari. Sedangkan pada Gambar 2 dan 21, terdapat sedikit kesamaan pola walaupun pada Gambar 2 grafiknya lebih berfluktuasi dibanding pada Gambar 21. Pada Gambar 2 dan 21 terlihat periode dominan 1, tahun, 6 tahun, dan 18-2 tahunan. Berdasarkan hasil tersebut ternyata untuk data tekanan paras muka laut Jakarta, antara periode musim basah (Desember- Februari) dan periode musim kering (Juni- Agustus) memiliki pola siklus yang sedikit berbeda. Hal ini bisa diakibatkan karena pada musim basah, pengaruh kedudukan matahari yang relatif lebih dekat pada kota Jakarta memberi keragaman pengaruh pada iklim Jakarta, sedangkan pada musim kering, pengaruh lokal muncul sehingga periode dominan yang muncul lebih beragam Analisis WWZ Data Suhu dan Tekanan Paras Muka Laut Medan Gambar 19. Grafik WWZ tekanan paras muka laut Jakarta (periode Maret-Mei) Gambar 22. Grafik WWZ suhu Medan Gambar 2. Grafik WWZ tekanan paras muka laut Jakarta (periode Juni-Agustus). Pada Gambar 22 terdapat puncakpuncak periode dominan tahun dan 14 tahunan. Periode tahunan menunjukkan suhu Medan dipengaruhi kuat oleh el nino dan terdapat indikasi periode 14 tahun Gambar 21. Grafik WWZ tekanan paras muka laut Jakarta (periode September-November) Gambar 23. Grafik WWZ suhu Medan (periode Desember-Februari).

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f)

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK WEIGHTED WAVELET Z-TRANSFORM (WWZ) DALAM ANALISIS SPEKTRAL AKTIVITAS MATAHARI

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK WEIGHTED WAVELET Z-TRANSFORM (WWZ) DALAM ANALISIS SPEKTRAL AKTIVITAS MATAHARI 124 Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 2 Juni 2009:124-132 PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK WEIGHTED WAVELET Z-TRANSFORM (WWZ) DALAM ANALISIS SPEKTRAL AKTIVITAS MATAHARI Jalu Tejo Nugroho Peneliti Bidang Matahari

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG Juniarti Visa Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN Bandung Jl. DR. Junjunan 133, Telp:022-6037445 Fax:022-6037443,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca antariksa adalah kondisi di matahari, magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi baik yang landas bumi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG 1. Burchardus Vilarius Pape Man (PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clustering Analisis clustering menggunakan jaringan kompetitif Kohonen (Self Organizing Map) menggunakan 2 vektor masukan x 1 dan x 2. Vektor x 1 diisi dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerhana adalah peristiwa tertutupnya sinar Matahari oleh Bumi/Bulan sehingga mengakibatkan kegelapan selama beberapa saat di Bumi. Diantara dua jenis gerhana yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Meteorology for better life KLIMATOLOGI

Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Meteorology for better life KLIMATOLOGI Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor KLIMATOLOGI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengertian Persamaan Hidrostatika Hukum-hukum Gas Variasi Tekanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif Bab IV Hasil dan Analisis IV.1 Pola Konveksi Diurnal IV.1.1 Pengamatan Data OLR Pengolahan data OLR untuk periode September 2005 Agustus 2006 menggambarkan perbedaan distribusi tutupan awan. Pada bulan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi setiap saat selalu dihujani oleh atom-atom yang terionisasi dan partikel subatomik lainnya yang disebut sinar kosmik. Sinar kosmik ini terdiri dari partikel yang

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr Stasiun Meteorologi Klas III Malikussaleh Aceh Utara adalah salah satu Unit Pelaksana

Lebih terperinci

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK Junlartl Visa PenelW Pusat Pwnanfeatan Sains Atmosfer dan IkHm, LAPAN ABSTRACT The analysis of rainfall climatologic change of Aceh and Solok

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci