STRATEGI KAMBOJA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KUIL PREAH VIHEAR PASCA BENTROKAN BERSENJATA DENGAN MILITER THAILAND TAHUN 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI KAMBOJA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KUIL PREAH VIHEAR PASCA BENTROKAN BERSENJATA DENGAN MILITER THAILAND TAHUN 2011"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (1): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014 STRATEGI KAMBOJA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KUIL PREAH VIHEAR PASCA BENTROKAN BERSENJATA DENGAN MILITER THAILAND TAHUN 2011 RUDOLF VOLMAN 1 NIM Abstrak: This research aims to describe the conflict resolution strategies of Cambodia Preah Vihear temple after armed clashes with the Thai armi in This type of research is descriptive which describe strategies for conflict resolution Cambodia Preah Vihear temple after armed clashes with the Thai armi in The data described is secondary data obtained through literature review and literature such as books, the internet, and others. The analysis technique used is the Library Research Studies. The results show that the strategy used by the parties in resolving disputes Cambodian seizure of territory around the Preah Vihear temple between Thailand and Cambodia is to involve a third party in settlement of the conflict. Cambodia found the desired bilateral settlement mechanism Thai side did not give a peace agreement between the two countries so that the need for a third party in settlement of the case. In resolving the case, the trusted third party is Indonesian Cambodia and the United Nations. Keywords : Strategi Kamboja, Kuil Preah Vihear Pendahuluan Kuil Hindu Preah Vihear yang berusia kurang lebih 900 tahun menjadi sumber perselisihan antara Kamboja dan Thaiand, setelah pasukan Prancis menarik diri dari kawasan Indochina pada tahun 1954, kedua negara saling mengklaim wilayah tersebut sebagai kedaulatannya masing-masing. Kamboja mengklaim wilayah Kuil tersebut berdasarkan peta yang dibuat tahun 1907, sementara Thailand menggunakan peta tahun Kuil Preah Vihear merupakan kuil yang dibangun oleh suku asli Kamboja (suku Khmer) sehingga atas dasar sejarah itulah pada tahun 1962 Makamah Internasional memutuskan Kuil tersebut merupakan milik Kamboja( Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. rudolfvolman@ymail.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: konflik-perbatasan-thailand-dan-kamboja/). Tetapi menurut Thailand, sebenarnya wilayah di sekitar kuil Preah Vihear bukan milik siapapun, karena daerah perbatasan tersebut dibuat secara sembarangan pada zaman colonial Prancis, tetapi bangunan tersebut merupakan tempat suci bagi seluruh masyarakat sekitar untuk beribadah. Konflik tersebut semakin berkelanjutan setelah Kuil Preah Vihear yang disebutkan terletak di wilayah Kamboja secara resmi masuk kedalam daftar warisan dunia (World Heritage List) yang dikeluarkan oleh UNESCO (United Nations Economic, Social and Organization) pada tahun 2008 lalu. Langkah ini nampaknya tidak dapat diterima oleh Pemerintah Thailand. Sehingga konflik antara Kamboja dan Thailand mulai muncul pada tahun 2008 lalu pasca keputusan UNESCO tersebut. Sejak saat itu kedua pihak telah membangun pertahanan militer di sepanjang perbatasan dan bentrokan secara berkala pernah terjadi sehingga mengakibatkan kematian sejumlah tentara dari kedua pihak. Konflik kedua negara ini disebabkan oleh ketidakjelasan keputusan Makamah Internasional atas wilayah seluas 4,6 Km 2 persegi di sekitar kuil Preah Vihear. Sehingga kedua negara saling mengklaim daerah seluas 4,6 km persegi tersebut masuk kedalam wilayah kedaulatannya masing-masing. Tahun 2011 lalu telah terjadi beberapa kali bentrokan bersenjata antara kedua pasukan militer kedua negara di wilayah kuil Preah Vihear, ketegangan di kawasan Candi Preah Vihear semakin meningkat pada bulan februari 2011 setelah Thailand dan Kamboja sama-sama mengklaim menguasai wilayah tersebut. Bentrokan senjata ini terjadi sekitar 100 km dari candi. Tetapi kedua negara membantah sebagai pihak yang pertama kali menembakan senjata. Thailand mengatakan pasukan mereka tengah berpatroli ketika pasukan Kamboja menembak, sedangkan Kamboja mengklaim kalau pasukan Thailand melakukan serangan bersenjata yang agresif ke tentara Kamboja. Akibat dari bentrokan tersebut sepuluh orang tewas dalam bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara tersebut. Beberapa bulan kemudian pada bulan April 2011 lalu kedua negara ini kembali terlibat bentrokan bersenjata dan menewaskan enam orang tewas, duabelas lainnya terluka dan tiga orang dalam keadaan kritis ( Konflik ini telah menjadi komoditi politik domestik di kedua negara. Mengingat kekalahannya di Mahkamah Internasional 1962, Thailand hanya mau menyelesaikan konflik dalam level bilateral. Dalam posisi ini, Thailand secara angka lebih kuat dibandingkan Kamboja. Sementara itu, Kamboja lebih percaya diri melibatkan pihak luar, baik PBB maupun ASEAN. Keterlibatan pihak luar dipercaya bisa menaikan posisi tawar Kamboja dimata Thailand.. Ketidaksamaan pendekatan yang ingin digunakan oleh kedua negara menyebabkan konflik ini terus berlanjut hingga sekarang( 38

3 Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil tahun 2011 (Rudolf Volman) columns/politikinternasional/451-menanti-diplomasi-tingkat-tinggi-indonesiadalam-konflik-thailand-kamboja). Perbedaan asumsi Thailand yang hanya ingin menyelesaikan konflik secara bilateral dan tidak ingin adanya pihak luar dalam penyelesaian konflik kuil tersebut, ini membuktikan bahwa Thailand ingin konflik tersebut terus berlanjut karena Thailand ingin mempertahankan klaimnya terhadap wilayah disekitar kuil Preah Vihear. Hal ini merupakan tantangan yang serius bagi pemerintah Kamboja, oleh sebab itu Kamboja harus mempersiapkan strategi untuk menyelesaikan konflik tersebut sehingga dapat menjaga wilayah kedaulatannya di Kuil Preah Vihear. Berkaitan dengan judul dan latar belakang masalah, maka penulis membatasi masalah pada bagaimana strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear pasca bentrokan bersenjata dengan militer Thailand tahun 2011? Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear pasca bentrokan bersenjata dengan militer Thailand tahun Landasan Teori dan Konsep A. Teori Konflik Konflik secara konseptual yaitu dengan konflik dimaksudkan perwujudan atau pelaksanaan beraneka pertentangan antara dua pihak, yang dapat merupakan dua orang atau bahkan golongan besar seperti Negara. Kadang-kadang konflik dugunakan untuk menyebut pertentangan antara pandangan dan perasaan seseorang (BN.Marbun,1996:34). Soerjono Soekanto menyebutkan sebab-sebab terjadinya konflik dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Perbedaan antara individu-individu. 2. Pebedaan Kebudayaan. 3. Perbedaan Kepentingan. 4. Perubahan Sosial (Soerjono Soekanto,1990: ). B. Konsep Strategi Penyelesaian Konflik Menurut Wijono, untuk mengatasi konflik individu/kelompok diperlukan tiga strategi yaitu : Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy) Berorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penegah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu, maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh 39

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu : a. Arbitrasi (Arbitration) Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penegah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat. b. Mediasi (Mediation) Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat ( Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif, yaitu berupaya untuk menggambarkan strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear pasca bentrokan bersenjata dengan militer Thailand tahun Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tinjauan pustaka (library research) dengan mengumpulkan data-data sekunder yang bersumber dari bukubuku, artikel, dan data-data dari internet yang tingkat kapabilitasnya terhadap permasalahan yang dihadapi dan validitasnya dapat dipertanggung jawabkan. Jenis data yang digunakan adalah data Skunder. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisa isi (content analysis) yang menjelaskan dan menganalisa data hasil penelitian yang telah dibaca dan dirangkum dari sumber tertulis yang berhasil diperoleh dan kemudian menyajikan hasil penelitian tersebut ke dalam suatu penulisan yaitu strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear pasca bentrokan bersenjata dengan militer Thailand tahun Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik dan keterlibatan pihak ketiga Pembahasan Wijono menjelaskan tentang strategi penyelesaian konflik yaitu dengan menggunakan strategi kalah-kalah (Lose-Lose Strategy) ( yang di maksudkan dengan strategi kalah-kalah disini adalah kedua negara yang bertikai baik itu pihak Thailand maupun pihak Kamboja saling mengalah dan tidak memperlihatkan sikap egoisme masing-masing negara tentang mekanisme penyelesaian yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa kedua negara. Kedua negara mengambil jalan tengah (berkompromi) dan melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa wilayah perbatasan kedua negara. Didalam konflik yang terjadi antara Thailand dan Kamboja yang memperebutkan wilayah seluas 4,6 Km 2 di sekitar Kuil Preah Vihear ini, awalnya pemerintah Thailand bersikukuh ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral, tanpa 40

5 Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil tahun 2011 (Rudolf Volman) campur tangan dari pihak ketiga baik itu PBB maupun ASEAN. Sebaliknya Kamboja berharap agar konflik tersebut harus diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga agar tidak ada lagi bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara. Atas desakan dari PBB akhirnya Thailand setuju untuk melibatkan pihak ketiga dalam kasus tersebut dan meminta konflik perbatasan ini diselesaikan melalui ASEAN. Jika dilihat dari keinginan pihak Thailand yang hanya ingin menyelesaikan konflik tersebut dengan mekanisme bilateral, hal ini dikarenakan jika penyelesaian konflik tersebut menggunakan mekanisme bilateral maka dengan cara ini posisi Thailand akan lebih di untungkan karena power yang dimiliki Thailand baik itu kekuatan militer maupun ekonomi secara angka lebih tinggi dibandingkan power yang dimiliki Kamboja dan harapan untuk memiliki wilayah seluas 4,6 Km 2 di sekitar Kuil Preah Vihear akan lebih mudah dicapai oleh pihak Thailand. Hal tersebut tentunya merupakan ancaman bagi pihak Kamboja karena sebagian besar wilayah tersebut masih didalam kedaulatan Kamboja. Sehingga pada bulan Februari 2011 lalu pasca bentrokan bersenjata antara kedua pasukan militer kedua negara di kawasan Kuil Preah Vihear Kamboja langsung membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Sebenarnya pada kasus yang terjadi antara Thailand dan Kamboja ini, pemerintah Thailand dan pemerintah Kamboja sebenarnya sudah sepakat untuk melibatkan pihak ketiga baik itu PBB maupun ASEAN dalam penyelesaian konflik perebutan wilayah perbatasan tersebut, dan yang menjadi penghambatnya adalah adanya perbedaan antara pemerintah Thailand dan pihak militernya. Di Thailand, pihak militer berperan sangat penting dalam pemerintahan dan dalam kebijakan luar negeri Thailand. Dalam pemerintahan Thailand, terjadi perbedaan pendapat antara Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri mengenai cara penyelesaian konflik perbatasan dengan Kamboja ini. Departemen Pertahanan menolak peran pihak ketiga sebagai penengah untuk menengahi konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Pihak militer Thailand ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral dengan Kamboja. Sedangkan Departemen Luar Negeri Thailand mau menerima pendekatan yang ditawarkan ASEAN dalam menyelesaikan konflik perbatasan dengan Kamboja. Kamboja beranggapan jika konflik perebutan wilayah seluas 4,6 Km 2 di perbatasan kedua negara tersebut hanya diselesaikan melalui mekanisme bilateral maka konflik tersebut akan semakin berlanjut dan tidak akan menemukan kesepakatan damai antara keduanya. Hal inilah yang mendasari Kamboja meminta adanya peran pihak ketiga dalam kasus tersebut. a. Keterlibatan Indonesia selaku Pemimpin ASEAN tahun 2011 Wijono menjelsakan Mediasi adalah prosedur yang dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena 41

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihakpihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat. Pada kasus yang terjadi antara Thailand dan Kamboja yang memperebutkan wilayah perbatasan di sekitar Kuil Preah Vihear, yang berperan menjadi mediator dalam konflik kedua negara tersebut adalah Indonesia. Indonesia dipilih sebagai mediator atas permintaan DK PBB yang meminta Indonesia untuk dapat menjadi penengah dalam penyelesaian konflik tersebut, mengingat kedua negara tersebut merupakan anggota ASEAN oleh sebab itu Indonesia di anggap sebagai pihak yang berkompeten untuk menjadi mediator dalam konflik kedua negara tersebut, karena pada saat itu Indonesia masih menjabat sebagai ketua ASEAN. Pada bulan Februari 2011 lalu, setelah pertemuan informal Menteri Luar Negeri ASEAN, kedua negara sepakat untuk melibatkan Indonesia didalam penyelesaian konflik sengketa wilayah disekitar Kuil Preah Vihear dan menunjuk Indonesia menjadi peninjau konflik kedua negara yang bersengketa. Pada kasus antara Thailand dan Kamboja tersebut, Indonesia tidak mengambil alih tanggung jawab kedua negara untuk memastikan adanya gencatan senjata tetapi mendukung hal tersebut dan melaporkan secara akurat temuan yang ada di lapangan. Indonesia sebagai mediator memang pada dasarnya tidak memiliki hak untuk memutuskan siapa yang berhak atas wilayah yang disengketakan antara Thailand dan Kamboja tersebut. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik tersebut hanya sebatas memfasilitasi dan memberikan solusi-solusi yang terbaik dalam penyelesaian konflik tersebut. Pada tanggal 7-8 April tahun 2011 lalu Indonesia memfasilitasi dan mempertemukan kedua negara pada Pertemuan JBC di Istana Bogor yang dihadiri oleh Menlu Kamboja Hor Namhong, namun dari pihak Thailand hanya dihadiri Sekretaris Menlu Thailand Chavanond Intarakomalyasut. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang signifikan untuk mencapai perdamaian kedua negara. Dalam pertemuan JBC tersebut Menlu Indonesia Marty Natalegawa dalam hal ini bertindak sebagai mediator menegaskan bahwa permasalahan kedua negara merupakan masalah yang rumit dan memerlukan pertemuan yang selanjutnya untuk merundingkan permasalahan tersebut dan keputusan untuk menempatkan peninjau dari Indonesia belum bisa dilaksanakan. Perundingan Antara Thailand dan Kamboja pada pertemuan JBC tersebut antara lain mengenai : Pertama adalah tawaran Kamboja untuk mengirim tim teknis yang menetapkan pilar perbatasan, tanpa harus menunggu persetujuan dari parlemen Thailand mengenai isi dari kesepaktan-kesepakatan JBC sebelumnya. Namun, Thailand menolak tawaran tersebut. Thailand berkeras menginginkan agar parlemen 42

7 Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil tahun 2011 (Rudolf Volman) negaranya harus menyetujui lebih dulu butir-butir kesepakatan JBC sebelumnya sebelum mengirimkan tim teknis ke perbatasan. Kedua adalah pembuatan peta foto untuk mengidentifikasi perbatasan. Dalam hal ini, Kamboja berharap agar pembuatan peta tersebut dapat dilakukan segera tanpa menunggu persetujuan parlemen Thailand. Namun pihak Thailand kembali menginginkan hal tersebut disetujui parlemen terlebih dulu. Ketiga adalah mengenai peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk melangsungkan pertemuan General Border Committee (GBC). Pihak Kamboja mengajukan usul agar GBC selanjutnya dilangsungkan di Indonesia karena Indonesia sudah mendapatkan mandat DK PBB untuk ikut dalam negosiasi Thailand-Kamboja, namun Thailand menolaknya juga, sehingga Satu-satunya hal yang disepakati pada perundingan JBC adalah adanya "check point" antara kedua negara. Pertemuan antara kedua Menlu Thailand dan Kamboja tersebut diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN, hal tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Sidang itu sebelumnya meminta Thailand dan Kamboja bekerja sama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan perbatasan melalui jalan damai. Pihak Kamboja berpendapat bahwa pihaknya sudah lama melakukan proses negosiasi dengan pihak Thailand namun antara kedua negara belum mencapai kesepakatan apa pun sehingga pihak Kamboja memerlukan pihak luar sebagai mediator dan yang terbaik adalah Indonesia sebagai Ketua ASEAN. Pada pertemuan KTT ASEAN 7 Mei 2011 lalu, Indonesia selaku ketua ASEAN dan bertindak sebagai mediator antara Thailand dan Kamboja kembali memfasilitasi dan mempertemukan kedua negara. Pertemuan ini merupakan upaya terakhir dari rangkaian agenda yang disiapkan Indonesia selaku juru tengah konflik, bersamaan dengan posisinya sebagai ketua organisasi ASEAN tahun Dalam pertemuan tersebut, Marty Natalegawa menjelaskan Thailand akhirnya menyetujui kerangka acuan pengiriman tim pemantau ke daerah perbatasan kedua negara yang disengketakan tersebut. Tetapi dengan syarat, pihak Thailand meminta agar pasukan Kamboja ditarik dari berbagai titik di perbatasan yang disengketakan. Peran Indonesia nampaknya sangat berhati-hati merespon permintaan ini. Marty Natalegawa menjelaskan Indonesia sebagai mediator tidak akan menggunakan istilah penarikan pasukan karena pihak Indonesia yakin pihak Thailand maupun Kamboja mempunyai pendapat yang berbeda tentang hal itu. Indonesia beranggapan bahwa hal tersebut bukan syarat baru karena sebelumnya sudah pernah diungkap Thailand, namun belum ada tanggapan dari Kamboja terkait hal ini. Indonesia berharap segera mengirim 30 orang anggota tim 43

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: peninjau, yang masing-masing 15 orang akan berada di sisi perbatasan Kamboja- Thailand. Pemerintah Indonesia selaku Ketua Asean tahun 2011 menjelaskan tiga rekomendasi yang di hasilkan pada pertemuan kedua negara yang difasilitasi Indonesia. Ketiga rekomendasi dari Indonesia tersebut adalah : pertama, meng-aktifkan pertemuan GBC (General Border Committee). Rekomendasi kedua, kedua negara melihat kembali nota ke-sepahaman (MOU) yang telah disepakati pada tahun 2000 lalu. Adapun rekomendasi ketiga, agar terjadi mutual trust, kehadiran observer, yang dalam hal ini Indonesia. Mengenai nota kesepahaman yang telah disepakati tahun 2000 meliputi antara lain penarikan pasukan dan rakyat sipil lain dari kawasan sengketa, yaitu di sekitar kuil kuno Phrea Vihear. MOU 2000 itu menyepakati bahwa tidak ada pergerakan apa pun dari pasukan atau rakyat sipil di kawasan yang dipersengketakan. Dalam kasus sengketa wilayah tersebut, peran Indonesia sebagai mediator memang masih dalam tahap mendengarkan pernyataan-pernyataan dari pihak Thailand dan Kamboja mengenai konflik sengketa wilayah tersebut dan memberikan rekomendasi tentang bagaimana yang harus dilakukan kedua negara untuk menemukan kesepakatan damai dan meredakan bentrokan antara pasukan militer kedua negara kembali terjadi. Hal tersebut dikarenakan Indonesia secara teknis tidak memiliki wewenang terhadap kedua negara tersebut dan rekomendasi yang diberikan Indonesia untuk mengirim pemantaunya (Obsever) kedaerah perbatasan yang disengketakan tidaklah mengikat. Pengiriman pemantau (Obsever) dari Indonesia ini bertujuan untuk meninjau genjatan senjata antara pasukan militer Thailand dan Kamboja. b. Keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Wijono menjelaskan Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penegah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat. Dalam kasus sengekata wilayah antara Thailand dan Kamboja tersebut, pemerintah Kamboja meminta PBB untuk menjadi pihak ketiga (Abriator) dalam penyelesaian perebutan wilayah kedua negara tersebut. Pada tahun 2011 lalu, pasca bentrokan bersenjata antara kedua negara yang terjadi pada awal bulan Februari tersebut Kamboja meminta ke Mahkamah Internasional untuk menafsirkan keputusan tahun 1962 itu dan menjelaskan tentang kepemilikan tanah seluas 4,6 Km 2 disekitar Kuil Preah Vihear. Langkah Kamboja yang mengadukan permasalahannya kepada Dewan Keamanan PBB dan meminta PBB untuk mengirim pasukan perdamaian ke daerah sekitar Kuil Preah Vihear langsung di tanggapi dengan cepat oleh pihak Dewan Keamanan PBB. Sehingga pasca bentrokan bersenjata kedua negara pada bulan Februari 2011 lalu, Pihak PBB mengundang Indonesia sebagai pemimpin ASEAN melalui Menteri Luar 44

9 Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil tahun 2011 (Rudolf Volman) Negeri Indonesia Marty Natalegawa dan dihadiri oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB (Republik Rakyat Cina, Rusia, Prancis, Britania Raya, Amerika Serikat, Bosnia/Herzegovina, Brazil, Kolombia,, Gabon Jerman, India, Lebanon, Nigeria, Portugal dan Afrika Selatan) Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong dan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya. Hal tersebut guna mencari solusi terbaik dalam penyelesaian konflik antara kedua negara. Dalam sidang tersebut, Marty Natalegawa menegaskan Indonesia selaku Ketua ASEAN berkomitmen tidak akan ada lagi baku tembak antara pasukan Thailand dan Kamboja di kawasan perbatasan kedua negara. Dalam tipe arbitrasi ini peranan PBB dalam kasus ini adalah sebagai hakim (abriator) dalam penyelesaian kasus sengketa tersebut dan memiliki wewenang penuh untuk menentukan tentang apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan konflik perebutan wilayah kedua negara tersebut. Dalam hal ini, keputusan yang di tetapkan pada pertemuan yang diadakan oleh PBB tersebut memiliki kekuatan yang mengikat dan pihak Thailand dan Kamboja harus melaksanakan apa yang telah ditetapkan pada pertemuan tersebut. Pasca bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara di daerah perbatasan Pada 28 April 2011 lalu, Kamboja mengajukan permohonan kepada Mahkamah Internasional untuk menafsirkan keputusan pada tahun 1962 atas Kuil Preah Vihear beserta wilayah seluas 4,6 km 2 disekitar Kuil tersebut. Hal ini disertai dengan satu permintaan Kamboja yang meminta Thailand segera dan tanpa syarat apapun untuk menarik pasukan dari daerah sekitar Kuil Preah Vihear di perbatasan kedua negara. Dilain pihak, pihak militer Thailand menentang tindakan Kamboja yang mengadukan masalah sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional. Thailand menganggap bahwa untuk menyelesaikan konflik kedua negara tersebut tidak perlu adanya intervensi dari pihak luar. Sebaliknya, walaupun pihak militer Thailand menentang tindakan tersebut, baik pemerintah Thailand maupun Kamboja sepakat untuk mengupayakan agar konflik tersebut dapat segera diselesaiakan. Selama menunggu penafsiran keputusan Mahkamah Internasional tahun 1962 tersebut, Mahkamah Internasional memerintahkan Kamboja dan Thailand pada 18 Juli 2011 untuk segera menarik pasukan militer kedua negara dari kawasan sengketa dan menetapkan daerah seluas 17,3 Km 2 di sekitar Kuil Preah Vihear sebagai Zona Demiliterisasi dan memungkinkan pengamat ASEAN untuk memasuki ke PDZ untuk memantau gencatan senjata. Keputusan mahkamah Internasional ini pada awalnya belum di tanggapi oleh kedua negara, pasukan militer kedua negara masih berjaga-jaga di kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan para aktivis nasionalis Thailand menolak perintah dari Mahkamah Internasional untuk menarik pasukan dari kawasan sengketa kedua negara dan meminta pengadilan internasional tersebut untuk 45

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: memerintahkan pemerintah Thailand menarik diri dari kasus yang diajukan oleh Kamboja ke Mahkamah Internasional dan menolak pengikatan hukum suatu putusan pengadilan. Walaupun adanya penolakan dari pihak aktifis Thailand, dilain pihak Para Menteri Pertahanan dan Pemimpin Angkatan Darat dari kedua negara yang bersengketa itu setuju untuk menarik pasukan dari daerah Kuil Preah Vihear. Ketegangan kedua negara menurun sejak bulan Agustus 2011 setelah Perdana Menteri Thailand yang baru Yingluck Shinawarta, mulai berkuasa. Perdana Menteri Thailand yang baru tersebut merupakan teman dan mantan penasihat ekonomi Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Pada akhirnya kedua negara pada saat yang bersamaan setuju untuk membentuk satuan kerja untuk memindahkan personel militer secara menyeluruh dan bersama-sama dari posisi-posisi sekarang di zona demeliterisasi sementara ini. Dan meminta Indonesia untuk mengamati penarikan pasukan militer kedua negara dari kawasan yang disengketakan secara bersama-sama. Penarikan mundur pasukan militer kedua negara ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Internasional, (ICJ), untuk meredakan konflik selama beberapa tahun belakangan dan mencegah terjadinya bentrokan antara kedua pasukan militer kedua negara kembali terjadi di kawasan sengketa tersebut. Pada bulan Juli tahun 2011 lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan agar militer kedua belah pihak ditarik secara menyeluruh dan bersamaan dari kawasan seluas 17,3 Km 2 di sekeliling Kuil Preah Vihear, yang ditetapkan sebabai kawasan demilitarisasi. Sebagi gantinya, polisi kedua negara yang dikerahkan di kedua perbatasan. Tepat setahun setelah perintah Mahkamah Internasional tahun 2011 lalu, akhirnya pada Juli 2012 lalu, kedua negara sepakat menarik seluruh pasukan militernya dari kawasan yang disengketakan. Pemerintah Kamboja menarik sekitar 500 personel militernya dari kawasan Kuil Preah Vihear dan menempatkan sekitar 250 polisi dan 100 petugas keamanan di kawasan tersebut. Keputusan kedua negara ini untuk menarik pasukan militernya dari wilayah kuil Preah Vihear yang diperebutkan merupakan keputusan yang di tunggu selama ini oleh berbagai pihak. Hal ini di karenakan jika masih ada pasukan militer yang di tempatkan oleh kedua di daerah yang di seketakan tersebut, maka sudah pasti akan terjadi kembali bentrokan bersenjata antara kedua pasukan militer tersebut. Langkah kedua negara ini merupakan titik terang untuk menuju perdamaian antara kedua belah pihak di masa depan. Didalam kasus yang terjadi antara Thailand dan Kamboja ini, peran pihak ketiga memang sangat diharapkan untuk menyelesaikan konflik tersebut kerena dengan adanya pihak ketiga sebagai penegah di dalam penyelesaian konflik antara kedua negara maka solusi dan rekomendasi untuk penyelesaian konflik kedua negara 46

11 Strategi Kamboja dalam penyelesaian konflik Kuil tahun 2011 (Rudolf Volman) sudah pasti akan ditemukan dengan mudah dan kesepakatan damai antara keduanya pasti akan tercapai. Kesimpulan Strategi yang digunakan oleh pemerintah Kamboja untuk menyelesaikan sengketa perebutan wilayah seluas 4,6 Km 2 disekitar Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja yaitu dengan melibatkan pihak ketiga didalam penyelesaian konflik yang melibatkan kedua negara tersebut. Keinginan pihak Kamboja yang meminta adanya peran pihak ketiga dalam penyelesaian konflik sengketa tersebut karena pihak Kamboja beranggapan bahwa mekanisme penyelesaian secara bilateral tidak memberikan kesepakatan damai antara kedua negara melainkan bentrokan bersenjata antara pasukan militer kedua negara terus terjadi. Oleh sebab itu, pihak Kamboja berkeinginan perlunya peran pihak ketiga untuk menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa tersebut. Didalam upaya penyelesaian konflik antara Thailand dan Kamboja tersebut Indonesia selaku pemimpin ASEAN tahun 2011 dipilih sebagai mediator dan memfasilitasi pertemuan antara kedua negara. Peran Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik tersebut hanya sebagai pihak yang mendengarkan dan memberikan rekomendasi yang harus dilakukan untuk meredakan konflik kedua negara. Selain itu juga, Kamboja mengadukan kasus tersebut kepada Mahkamah Internasional (PBB) dan meminta Mahkamah Internasional untuk mejelaskan tentang kepemilikan wilayah yang disengketakan. Saran Selama menunggu keputusan dari Mahkmah Internasional tentang kepemilikan wilayah disekitar Kuil Preah Vihear kedua negara harus menjalin hubungan baik antar keduanya. Baik pihak Thailand dan pihak Kamboja harus menjaga perdamaian dan berkerja sama untuk membangun kawasan perbatasan yang disengketan antara kedua negara. Selanjutnya, jika Mahkamah Internasional telah mengumumkan keputusannya tentang siapa yang berhak atas wilayah disekitar Kuil Preah Vihear kedua negara harus bisa menerima keputusan Mahkamah Internasional tersebut dan tidak mempermasalahkan wilayah tersebut kembali. DAFTAR PUSTAKA Buku BN. Marbun, S.H, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press Jakarta Internet Konflik Perbatasan Thailand dan Kamboja, perbatasan-thailanddan-kamboja/ 47

12 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: Pasukan Thailand-Kamboja Bentrok, Indonesia/ dunia/2011/ 04/ _cambodiathailand. shtml, Menanti Diplomasi tingkat tinggi Indonesia dalam konflik Thailand-Kamboja, Menajemen Konflik: Definisi, Ciri, Sumber, Dampak, dan Strategi Mengatasi Konflik, 48

BAB II KONFLIK PERBATASAN THAILAND DAN KAMBOJA

BAB II KONFLIK PERBATASAN THAILAND DAN KAMBOJA BAB II KONFLIK PERBATASAN THAILAND DAN KAMBOJA II.1 Thailand Thailand merupakan sebuah kerajaan yang dahulunya disebut dengan nama Kerjaan Siam yang didirikan pada abad ke-14. Kerajaan yang tidak pernah

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. berbatasan langsung dengan Negara Laos, Kamboja, Vietnam adalah Negara yang

BAB V KESIMPULAN. berbatasan langsung dengan Negara Laos, Kamboja, Vietnam adalah Negara yang BAB V KESIMPULAN Dalam bab V ini saya akan membahas tentang kesimpulan dari bab-bab yang sebelumnya. Dimulai dari sejarah di kedua negara yang bersengketa dan point-point yang telah di bahas di bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM SENGKETATHAILAND-KAMBOJA. sengketa Thailand dan Kamboja ini dan akan di bagi menjadi beberapa sub bab

BAB IV UPAYA ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM SENGKETATHAILAND-KAMBOJA. sengketa Thailand dan Kamboja ini dan akan di bagi menjadi beberapa sub bab BAB IV UPAYA ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM SENGKETATHAILAND-KAMBOJA Dalam BAB IV adalah pembahasan yang terakhir dalam skripsi ini. Dalam BAB IV ini akan membahas bagaimana upaya ASEAN sebagai mediator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kedaulatan maupun kepentingan masing-masing, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kedaulatan maupun kepentingan masing-masing, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan di dalam hubungan Internasional merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap negara. Hal ini menyangkut hubungan antara negara dalam mempertahankan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: 2 No: 2 Tahun 2013 Halaman

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: 2 No: 2 Tahun 2013 Halaman Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: 2 No: 2 Tahun 2013 Halaman http://www.fisipundip.ac.id Abstraksi : STRATEGI INDONESIA DALAM KEPEMIMPINAN ASEAN 2011 (ANALISIS PERANAN INDONESIA SEBAGAI PENENGAH KONFLIK

Lebih terperinci

Biodata: : Kallula Harysnta Esterlita Tempat & tanggal Lahir : Jakarta, 26 Maret 1989 NIM :

Biodata: : Kallula Harysnta Esterlita Tempat & tanggal Lahir : Jakarta, 26 Maret 1989 NIM : Biodata: Nama : Kallula Harysnta Esterlita Tempat & tanggal Lahir : Jakarta, 26 Maret 1989 NIM : 207000309 Program Studi : Hubungan Internasional ABSTRACT Name : Kallula Harsynta Esterlita Student ID :

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelindung bagi negara anggotanya. Beberapa isu-isu konflik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelindung bagi negara anggotanya. Beberapa isu-isu konflik yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ada beberapa alasan yang membuat penulis tertarik untuk membahas peran Indonesia sebagai ketua ASEAN (Association of Southeast Asia Nation) 1 2011 dalam upaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA SENGKETA THAILAND-KAMBOJA. Negara dan letak geografisnya. Di dalam BAB II ini akan di bagi menjadi

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA SENGKETA THAILAND-KAMBOJA. Negara dan letak geografisnya. Di dalam BAB II ini akan di bagi menjadi BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA SENGKETA THAILAND-KAMBOJA Dalam BAB II ini saya akan membahas tentang sejarah dan dinamika sengketa Thailand dan Kamboja dan akan di jelaskan dengan sejarah di kedua Negara

Lebih terperinci

Resolusi yang diadopsi tanpa mengacu pada komite Pertanyaan dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan pada pertemuan 749 dan750, yang diselenggarakan pada 30 Oktober 1956 Resolusi 997 (ES-I) Majelis Umum, Memperhatikan

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.398, 2016 KEMHAN. Pasukan. Misi Perdamaian Dunia. Pengiriman. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGIRIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. 1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Terlihat jelas bahwa konflik perbatasan sering menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Terlihat jelas bahwa konflik perbatasan sering menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena hubungan internasional sering memperlihatkan persoalan konflik perbatasan antar negara yang berpengaruh signifikan terhadap situasi internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses Oleh : Hilton Tarnama Putra Eka An Aqimuddin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2011 Hak Cipta 2011 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan:

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan: Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : 14121005 Pertanyaan: 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik? 2. Jelaskan jenis, sebab dan proses terjadinya konflik? 3. Jelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sampai saat ini baik Kamboja maupun Thailand masih sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sampai saat ini baik Kamboja maupun Thailand masih sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Wilayah kuil Preah Vihear merupakan sebuah wilayah yang terletak diperbatasan antara Kamboja dan Thailand, wilayah perbatasan ini sejak lama menjadi rebutan

Lebih terperinci

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Oleh I Gst Agung Istri Oktia Purnama Dewi A. A. Ngr. Wirasila Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI UNISFA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ABYEI. 2011, Perserikatan Bangsa Bangsa membentuk United Interim Securtiy for Abyei (UNISFA)

BAB III STRATEGI UNISFA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ABYEI. 2011, Perserikatan Bangsa Bangsa membentuk United Interim Securtiy for Abyei (UNISFA) BAB III STRATEGI UNISFA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ABYEI Pada bab ini menjelaskan tentang Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai internasional menyelesaikan permasalahan perdamaian dunia dan mengirimkan misi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, 129 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terkait langkah diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, maka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TELEKOMUNIKASI INTERNASIONAL (INTERNATIONAL TELECOMMUNICATION CONVENTION NAIROBI, 1982) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Sosial

Bimbingan dan Konseling Sosial Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

Tantangan Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Bagi Stabilitas ASEAN 1

Tantangan Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Bagi Stabilitas ASEAN 1 106 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 1, 2013, Hal. 106-121 2013 PSDR LIPI ISSN 2087-2119 Tantangan Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Bagi Stabilitas ASEAN 1 Abstract ASEAN (Association of Southeast

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERBATASAN ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA MELALUI MEKANISME ASEAN*)

PENYELESAIAN SENGKETA PERBATASAN ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA MELALUI MEKANISME ASEAN*) PENYELESAIAN SENGKETA PERBATASAN ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA MELALUI MEKANISME ASEAN*) Elfia Farida Abstract A dispute between Thailand and Cambodia border fighting over an area of??4.6 square kilometers

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN NOTA KESEPAHAMAN (MOU) ANTARA KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK FEDERASI JERMAN MENGENAI

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

PRESIDEN REPBULIK INDONESIA,

PRESIDEN REPBULIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 159/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ARAB SURIAH MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *48381

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir SH, MH. Oleh: Kelompok 9 Isti anatul Hidayah (15053012)

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat

BAB I PENDAHULUAN. PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. PBB dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 109/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK YAMAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *47909 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

PERAN DARI OSCE MINSK GROUP DALAM MEDIASI KONFLIK DI WILAYAH NAGORNO-KARABAKH

PERAN DARI OSCE MINSK GROUP DALAM MEDIASI KONFLIK DI WILAYAH NAGORNO-KARABAKH PERAN DARI OSCE MINSK GROUP DALAM MEDIASI KONFLIK DI WILAYAH NAGORNO-KARABAKH SKRIPSI Disusun oleh: I Putu Angga Prasada Arnaya NIM: 1121105004 Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR Oleh : I Gst. Ayu Asri Handayani I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH -1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA OLEH : RADEN BONNY RIZKY NPM 201220252022 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016 TESIS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci