TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Objek Wisata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Objek Wisata"

Transkripsi

1 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya merupakan suatu kawasan yang mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan yang dikoleksi kebun raya memiliki dasar ilmiah dan informasi ilmiah mengenai koleksinya yang terdokumentasi dengan baik. Fungsi dari Kebun Raya adalah sebagai tempat konservasi ex-situ, tempat penelitian, tempat pendidikan lingkungan, dan tempat wisata. Menurut Pushpangadan (1994) dalam Mamiri (2008) botanic garden memegang peranan dalam konservasi spesies tumbuhan yang langka dan terancam punah. Fungsi Kebun Raya menurut PPRI No 39 tahun 2002 adalah sebagai tempat konservasi ex-situ, tempat penelitian, tempat pendidikan lingkungan, dan tempat wisata. Kebun raya adalah kebun yang berada di bawah pengelolaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk kepentingan penelitian dan konservasi sumberdaya alam yang berlokasi di Bogor, Cibodas, Purwodadi, dan Bali. Objek Wisata Menurut Yoeti (1985) objek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. PP No. 24 Tahun 1979 menyebutkan bahwa objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Objek wisata dapat berupa wisata budaya, wisata kesehatan, wisata bahari, wisata alam, dan wisata kota. Setiap objek wisata harus memiliki daya tarik yang tinggi dan juga memiliki prasarana pendukung baik alami maupun buatan manusia. Menurut Pangesti (2007) objek wisata alam adalah suatu kawasan yang mempuyai potensi dan menjadi bahan perhatian wisatawan untuk dikembangkan menjadi tempat kunjungan wisatawan seperti zona pemanfaatan Taman Nasional, blok pemanfaatan wisata alam dan Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Buru.

2 4 Evaluasi Lanskap Evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif bagi kelemahan tersebut. Porteus (1983) menyatakan bahwa evaluasi lanskap merupakan salah satu metode statistika lanskap kuantitatif yang menyertakan tenaga ahli. Dasar pemikiran evaluasi adalah bahwa seseorang dapat melakukan penilaian estetika lanskap yang berharga, fungsional, dan dapat diterima oleh umum. Evaluasi melibatkan penjelasan sejumlah faktor yang mungkin mempengaruhi variasi kualitas lanskap, skala untuk mengukur faktor tersebut dan mengembangkan suatu sistem pembobotan untuk menentukan bermacam-macam penekanan pada faktor yang berbeda-beda. Evaluasi visual suatu lanskap didasarkan pada standar-standar estetika yang merupakan fungsi dari nilai-nilai sosial, moral, dan ekologi dari kelompok pembuat evaluasi tersebut. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika yaitu kesatuan, variasi, dan kontras. Kesatuan adalah kualitas total elemen yang terlihat menyatu dan harmonis yang merupakan ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang dominan. Variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen (Foster, 1982). Kualitas Estetika Lanskap Menurut Simond (1983), lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia dengan karakter yang menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu lanskap. Kualitas dibentuk oleh karakter visual elemen pembentuknya sedangkan estetika dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi persepsi panca indera yang dapat merubah perasaan seseorang (Porteous, 1983). Estetika merupakan suatu

3 5 pengetahuan tentang keindahan atau pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni (Ewald, 2001). Menurut Nohl (1988), kualitas estetika selain ditafsirkan melalui karakteristik formalnya yaitu bentuk, garis, warna, dan tekstur, juga dapat dibentuk dari kompleksitas, keserasian, dan kesatuan. Kualitas visual indah dapat ditampilkan dengan penataan elemen-elemen lanskap yang proporsional dan harmonis. Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas visual yaitu kesatuan sumberdaya visual lanskap dalam membentuk suatu unit visual yang harmonis dan koheren, kesan hidup dari penggabungan elemen-elemen yang kontras, visual elemen-elemen pembentuk lanskap serta keutuhan kondisi lanskap alami dan buatan (Iverson et al, 1993). Sesuatu yang secara visual dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai keharmonisan diantara seluruh komponen-komponen yang dirasakan (Simond, 2006). Elemen-elemen yang tidak tepat dan harmoni dapat memperburuk penampilan lanskap. Menurut Kusumoarto (2006), kehadiran elemen yang tidak sesuai dapat memperburuk penampilan suatu lanskap. Hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan lokasi yang digunakan untuk berekreasi. Kualitas estetika berperan dalam membentuk karakter dan identitas suatu ruang. Kualitas estetika dari suatu ruang merupakan hasil dari kombinasi penampilan lanskap itu sendiri dengan proses psikologi yang meliputi tanggapan, pemahaman, dan emosi dari pengamat lanskap tersebut. Menurut Simond (2006), setiap ruang atau volume memiliki dimensi ukuran, bentuk, material, warna, dan tekstur untuk mengakomodasikan dan mengekspresikan maksud dari ruang atau volume. Setiap volume atau ruang akan memiliki dampak ruang, kualitas ruang, ukuran ruang, bentuk ruang, dan warna ruang. Setiap rancangan akan memberikan suatu tanggapan (respon) seperti menegangkan, relaksasi, ketakutan, kegirangan, perenungan, dinamis, perasaan cinta, perasaan kagum (spiritual), kejengkelan, dan kesenangan. Menurut Simond (2006), setiap ruang memiliki dampak ruang. Dampak ruang relaksasi memiliki volume sederhana, volume bermacam-macam ukuran dari dekat (akrab) sampai tanpa batas, bugar (segar), objek dan material dikenal, bentuk mengalir. Bentuk dan ruang kurvilinear, stabilitas struktural jelas,

4 6 horizontal, struktur disetujui, bentuk menyenangkan dan nyaman, cahaya lembut, bunyi menenangkan, volume yang ditanamkan dengan warna diam seperti putih, kelabu, biru, dan hijau. Dampak ruang tegang memiliki bentuk tidak stabil, komposisi terpisah, kompleksitas illegal, cakupan nilai luas, perselisihan warna, warna keras tanpa relief (pembebasan), ketidakseimbangan dalam garis atau titik, tidak ada titik yang menyebabkan mata dapat beristirahat, permukaan keras, disemir, dan bergerigi, elemen tidak dikenali, warna kasar, buta, dan bergetar, suhu tidak nyaman, bunyi tembus, tersembunyi, dan gelisah. Dampak ruang menyenangkan memiliki ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, bunyi, kualitas cahaya, dan bau seluruhnya menyenangkan untuk digunakan apapun itu, tingkatan dari antisipasi atau keinginan, pengembangan urutan dan dipenuhi, kesatuan dengan variasi, hubungan harmoni, dan merupakan hasil kualitas keindahan. Dampak ruang menjengkelkan memiliki urutan pergerakan membuat frustasi atau pembukaan rahasia, area dan ruang tidak sesuai dengan penggunaan, rintangan, berlebihan, friksi tidak cocok, tidak nyaman, tekstur mengganggu, tidak logis, salah, tidak kuat, membosankan, ribut, tumpul, simpang siur, warna tidak disetujui, bunyi bertentangan, suhu dan kelembaban tidak nyaman, cahaya mengganggu, dan jelek (Simond, 2006). Kualitas estetika lanskap dapat dinilai dengan melihat reaksi pengamat setelah melihat penampilan dari suatu objek yang akan menimbulkan persepsi dari pengamat. Porteous (1977) mendefinisikan persepsi sebagai suatu respon berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor eksternal dan internal manusia. Persepsi yang berulang-ulang akan membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk lebih menyenangi, tertarik, dan memilih sesuatu dibandingkan dengan yang lainnya. Penilaian persepsi keindahan suatu lanskap dilakukan bedasarkan preferensi kepuasan seseorang terhadap lanskap tersebut. Menurut Nasar (1988) seseorang jika melihat suatu objek dan merasa puas maka ia akan menilai objek itu bagus (Berlean,1988). Perasaan tidak puas dalam menilai suatu objek akan membuat nilai objek itu tidak bagus dan cenderung dihindari. Objek yang dinilai tidak bagus memerlukan tindakan-tindakan manajemen (pengeloaan) lanskap agar objek tersebut dinilai bagus. Pengelolaan lanskap diperlukan untuk memperkuat karakter-karakter tapak, menjaga dan

5 7 merawat area dengan segala fasilitasnya agar sesuai dengan tujuan dan fungsi desain area. Kualitas Ekologi Lanskap Kualitas ekologi merupakan derajat penilaian yang menggambarkan status keadaan lingkungan di suatu tapak. Penilaian kualitas ekologi tapak memerlukan indikator yang berasal dari kualitas ekologi yang dapat diukur secara kuantitatif atau dijelaskan secara kualitatif. Karakter kualitas ekologi berupa variabelvariabel ekologi yaitu keanekaragaman hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, tingkat kesuburan, kepekaan terhadap erosi, tingkat kelembaban dan intesitas cahaya (Thompson dan Stainer, 1997). Menurut Otto sumarwoto (2004), sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor itu antara lain : jenis dan jumlah masing-masing unsur lingkungan, hubungan interaksi antara unsur dalam lingkungan itu, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan faktor non-materiil, suhu, cahaya, dan kebisingan. Menurut Farina (1988), perencanaan konservasi alam pada umumnya dicapai dengan mengikuti 3 pendekatan yaitu konservasi populasi tumbuhan dan hewan yang terancam, konservasi biotop termasuk masyarakat dan proses ekologi, serta konservasi area dengan biologi tinggi dan atau keanekaragaman ekologi. Konservasi ekologi diperlukan untuk menjaga sistem ekologi agar tidak terganggu. Sistem ekologi yang terganggu akan menyebabkan terganggunya ekosisitem yang ada di alam sehingga diperlukan konservasi menggunakan pendekatan ekologi. Pendekatan ekologi merupakan penilaian karakteristik ekologi melalui serangkaian analisis terhadap faktor-faktor ekologi serta hubungan diantara faktor-faktor tersebut. Penjelasan tentang kondisi setiap faktor dan hubungan diantaranya dapat digunakan untuk penjelasan kondisi ekologinya (Gold, 1980). Metode Pendugaan Nilai Keindahan Menurut Daniel dan Boster (1976), keindahan pemandangan (scenic resource), didasarkan pada premis bahwa keindahan merupakan suatu konsep yang interaktif. Keindahan dapat diartikan sebagai keindahan alami, estetika

6 8 lanskap, atau sumber pemandangan (scenic resource), dan merupakan hasil tanggapan seseorang terhadap lanskap sekitar. Keindahan suatu lanskap dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Menurut Daniel dan Boster (1997), metode pendugaan nilai keindahan merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan yaitu : 1. Pengamatan deskriptif adalah bentuk metode yang digunakan secara ekstensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai karakter dijumlahkan. 2. Survey dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara luas dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap setiap sampel. 3. Evaluasi persepsi adalah penilaian kualitas lanskap berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak. Salah satu penilaian terhadap keindahan suatu lanskap dapat diukur dengan Scenic Beauty Estimation (SBE). SBE merupakan suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif (Daniel dan Boster, 1976). Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan, 1988). Slide foto merepresentasikan karakter pada tapak. Posisi pengambil foto sangat penting dalam menghasilkan foto yang bagus dan sesuai karakter. Selain

7 9 itu penentuan vantage point sangat penting dalam mempengaruhi penilaian. Vantage point adalah titik pandang untuk memandang pemandangan lanskap. Menurut Litton (1968) dalam Daniel dan Boster (1976) mengatakan posisi pengamat adalah suatu konsiderasi yang penting dalam usaha untuk mengukur keindahan. Variasi dari vantage point dapat menjadi penyebab masalah dalam penilaian. Contoh : terlihat bersih ketika dilihat dari jauh namun mungkin memiliki perbedaan penilaian keindahan ketika dilihat dalam tapak sehingga perlu dilakukan penentuan vantage point terbaik yang merepresentasikan karakter tapak agar sesuai dengan aslinya. Evaluasi Kualitas Ekologi dan Estetika Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas estetik suatu tapak adalah Semantic Differential (SD). Metode ini juga dapat mengukur kualitas ekologi tapak untuk mengetahui karakter ekologi suatu tapak. Semantic Differential merupakan metode untuk mengetahui karakter suatu lanskap berdasarkan persepsi pengamat. Metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kuisioner (Heise, 1970). Evaluasi menggunakan Semantic Differential menggunakan skala diferensial. Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap yang tersusun dalam satu garis kontinum. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Rahayu (2005) dalam Ilhami (2007) mengemukakan metode Semantic Differential merupakan penilaian arti objek psikologi dengan menggunakan kata sifat yang berlawanan. Semantic Differential (SD) dibagi menjadi 2 kriteria di antaranya membandingkan sikap dan evaluasi kinerja. Dalam membandingkan sikap, Semantik Differensial diaplikasikan dalam analisis perilaku user untuk membandingkan sikap atau persepsi terhadap kualitas lanskap tertentu dan ditunjukkan dalam bentuk gambar atau peta, sedangkan kinerja atau kualitas lanskap dicerminkan dengan melihat kinerja sekelompok atribut, kemudian atribut tersebut dibandingkan dengan lanskap lain karena dalam bentuk gambar, dan ditarik kesimpulan.

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas 10 METODE Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

EVALUASI PERSEPTUAL KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI OBJEK WISATA KEBUN RAYA CIBODAS SUMANTRIS INDRI

EVALUASI PERSEPTUAL KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI OBJEK WISATA KEBUN RAYA CIBODAS SUMANTRIS INDRI EVALUASI PERSEPTUAL KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI OBJEK WISATA KEBUN RAYA CIBODAS SUMANTRIS INDRI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Gambar 12. Lokasi Penelitian

Gambar 12. Lokasi Penelitian III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data

Lebih terperinci

Prosiding SN SMAP 09 ABSTRAK PENDAHULUAN. FMIPA UNILA, November

Prosiding SN SMAP 09 ABSTRAK PENDAHULUAN. FMIPA UNILA, November Prosiding SN SMAP 09 UJI SCENIC BEAUTY ESTIMATION TERHADAP KONFIGURASI TEGAKAN-TEGAKAN VEGETASI DI KEBUN RAYA BOGOR Imawan Wahyu Hidayat 1 1 Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pacet

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version METODE PENELITIAN

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version  METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian evaluasi kualitas ecological aesthetics lanskap kota ini dilaksanakan di Kecamatan Beji Kota Depok. Periode penelitian berlangsung dari Maret 2004 sampai Nopember

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai pengaruh reklame ini dilakukan pada lanskap Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Gambar 3). Jalan Lingkar (Ringroad Way) pada penelitian ini meliputi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Agrowisata Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk objek wisata yang menarik. Menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan... Halaman Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... Abstract... i ii iii v viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk dasar tajuk pohon (Sumber: Booth 1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk dasar tajuk pohon (Sumber: Booth 1983) 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pohon Suatu lanskap terdiri atas elemen lunak dan elemen keras. Pohon adalah salah satu elemen lunak pada suatu lanskap. Bentuk pohon dibangun oleh garis luar tajuk, struktur

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Tujuan: Memahami dasar pemikiran merencana

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Lanskap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Lanskap 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Lanskap Evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu keputusan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taman Rumah

TINJAUAN PUSTAKA Taman Rumah 4 TINJAUAN PUSTAKA Taman Rumah Tuntutan zaman menyebabkan pembangunan seringkali meningkat pesat guna mewadahi berbagai dinamika bangsa, seperti perkembangan penduduk, ekonomi, komunikasi, teknologi dan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arsitektur Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup perancangan dan pembangunan keseluruhan lingkungan binaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus Lanskap merupakan ruang di sekeliling manusia, tempat mereka melakukan aktivitas sehari-hari sehingga menjadi pengalaman yang terus menerus di sepanjang waktu. Simond (1983)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desain Grafis Desain grafis terdiri dari dua buah kata yaitu desain dan grafis, desain merupakan proses atau perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak

Lebih terperinci

NIRMANA DUA DIMENSI. Oleh: Dr. Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2013

NIRMANA DUA DIMENSI. Oleh: Dr. Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2013 NIRMANA DUA DIMENSI Oleh: Dr. Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2013 PENGERTIAN NIRMANA Berasal dari dua akar kata, yakni nir yang artinya

Lebih terperinci

Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan).

Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan). Linda Lidiawati. Studi Konsep Taman Islam pada Lanskap Mesjid A1 Hurriyah, Kampus IPB Darmaga, Bogor. (Dibawah bimbingan Andi Gunawan). Pada saat ini adanya keanekaragaman taman yang sudah ada memang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 26 BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 5.1 Konsep Pengembangan Ancol Ecopark Hingga saat ini Ancol Ecopark masih terus mengalami pengembangan dalam proses pembangunannya. Dalam pembentukan konsep awal,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

EVALUASI ESTETIKA LINGKUNGAN BERDASARKAN PERSEPSI DI WELCOME AREA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EVALUASI ESTETIKA LINGKUNGAN BERDASARKAN PERSEPSI DI WELCOME AREA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 19 Buana Sains Vol 15 No 1: 19-28, 2015 EVALUASI ESTETIKA LINGKUNGAN BERDASARKAN PERSEPSI DI WELCOME AREA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR Debora Budiyono PS. Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK KANOPI POHON TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP JALAN

PENGARUH BENTUK KANOPI POHON TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP JALAN PENGARUH BENTUK KANOPI POHON TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP JALAN The Effect of Tree Canopy Shape on Streetscape Aesthetic Quality Garsinia Lestari Mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI ESTETIKA AIR PANCURAN PADA TAMAN SUROPATI; SEMANTIC DIFFERENTIAL DAN SCENIC BEAUTY ESTIMATION

EVALUASI ESTETIKA AIR PANCURAN PADA TAMAN SUROPATI; SEMANTIC DIFFERENTIAL DAN SCENIC BEAUTY ESTIMATION EVALUASI ESTETIKA AIR PANCURAN PADA TAMAN SUROPATI; SEMANTIC DIFFERENTIAL DAN SCENIC BEAUTY ESTIMATION NURJANNAH HAMDANI nurjannah.hamdani@gmail.com Program Studi Arsitektur Fakultas Tenik, Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hubungan Manusia dengan Alam dalam Konteks Kesehatan Sehat alami adalah sehat rohani dan jasmani yang diupayakan sendiri secara alami. Tentu saja hal ini sudah dilakukan sejak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.3 Desain Grafis Menurut Blanchard (1986) mendefinisikan desain grafis sebagai suatu seni komunikasi yang berhubungan dengan industri, seni dan proses dalam menghasilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS VISUAL LANSKAP WISATA PANTAI BALEKAMBANG DI DESA SRIGONCO, KABUPATEN MALANG

EVALUASI KUALITAS VISUAL LANSKAP WISATA PANTAI BALEKAMBANG DI DESA SRIGONCO, KABUPATEN MALANG EVALUASI KUALITAS VISUAL LANSKAP WISATA PANTAI BALEKAMBANG DI DESA SRIGONCO, KABUPATEN MALANG Evaluation Of Landscape Visual Quality Of Balekambang Beach Tourism In Srigonco Village, Malang District Debora

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari sumberdaya hewani, nabati, gejala dan keunikan alam atau keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

Lampiran 1. Peraturan Pendakian 93 Lampiran 1. Peraturan Pendakian 1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diberlakukan bagi pendaki gunung

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR Jolanda Srisusana Atmadjaja Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian karya arsitektur dapat dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada peserta didik. Komponen dalam proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada peserta didik. Komponen dalam proses pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Yogyakarta yang memiliki banyak predikat yang membuat nama Yogyakarta terkenal, antara lain adalah sebagai kota pendidikan, banyak tempat tempat untuk belajar di kota

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk saat ini, pariwisata merupakan pembangkit ekonomi (terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia), kesejahteraan atau kualitas hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Salah satunya adalah keanekaragaman jenis satwanya. Dari sekian banyak keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut beberapa data statistik dan artikel di berbagai media, pariwisata di Indonesia sejauh ini dapat dikatakan kurang dikenal di mancanegara, maupun di Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di jalur pedestrian kawasan Jalan M.H. Thamrin Jend. Sudirman, Jakarta (Gambar 4). Jalur pedestrian pada Jalan M.H. Thamrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN Keragaman seni budaya bangsa Indonesia, diantaranya terlihat melalui produk kriya tradisional tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan karakter dan gaya seni masing-masing. Kehadiran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

Gambar 2 Tahapan Studi

Gambar 2 Tahapan Studi 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimanan Timur selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Januari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

Persepsi dan Preferensi Kualitas Estetika Lanskap Kampus Fakultas Pertanian Universitas Udayana - Jimbaran Bali

Persepsi dan Preferensi Kualitas Estetika Lanskap Kampus Fakultas Pertanian Universitas Udayana - Jimbaran Bali Persepsi dan Preferensi Kualitas Estetika Lanskap Kampus Fakultas Pertanian Universitas Udayana - Jimbaran Bali RIZKY ADITYA RIFAI I NENGAH ARTHA*) IDA AYU MAYUN Prodi Arsitektur Pertamanan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A

IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A44070020 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LEMBAR PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari tahun yang lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari tahun yang lalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi visual, adalah suatu sistem penyampaian pesan melalui segala sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari 30.000 tahun yang lalu manusia

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansekap Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas visual bentukan lahan, formasi batuan, elemen air, dan pola tanaman yang berbeda

Lebih terperinci

KAWASAN WISATA BUNGA KOTA BANDUNG

KAWASAN WISATA BUNGA KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. JUDUL Judul Studio Tugas Akhir yang di ambil adalah Kawasan Wisata Bunga Kota Bandung 1.2. LATAR BELAKANG Tanaman dapat memberikan keindahan, kenyamanan, dan berbagai fungsi lainnya

Lebih terperinci