BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Sofwan Effendi, 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Sofwan Effendi, 2015"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan utama kegiatan riset di Indonesia meliputi tiga aspek, yaitu alokasi biaya riset yang kurang memadai, produktivitas riset yang rendah, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan Indonesia yang kurang maksimal. Ketiga masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga dibutuhkan pemecahan secara sistematis dan menyeluruh terhadap ketiga masalah tersebut. Kegiatan riset berkorelasi erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan diyakini bahwa penguasaan iptek oleh suatu bangsa berperan penting dalam menunjang kemajuan pembangunan dan pembentukan peradaban bangsa dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat penguasaan iptek oleh masyarakat, maka semakin tinggi pula kualitas kehidupan masyarakat yang pada akhirnya mampu berkontribusi maksimal dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang dimilikinya. Kemajuan iptek juga mendorong terjadinya globalisasi kehidupan manusia karena manusia semakin mampu memberikan solusi tanpa terikat oleh dimensi jarak dan waktusehingga manusia semakin produktif. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi menjadi hambatan utama. Keadaan tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi negara untuk mampu menguasai, memanfaatkan, dan memajukan iptek dan memperkuat posisinya dalam persaingan antarbangsa di dunia. Kondisi tersebut dapat mamacu Indonesia dan mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsa. Temuan riset diperhitungkan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan. Masukan-masukan dari hasil riset ini dapat berupa alternatif dalam menyusun program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilaksanakan melalui aktivitas pembangunan. Ketika

2 2 program pembangunan berjalan, riset menjadi bagian penting untuk terus dilakukan dalam upaya menganalisis kelebihan dan kelemahan yang

3 3 berhubungan dengan faktor-faktor sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik dan berbagai hal lain dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Jika kemudian ditemukan ada hambatan terdapat selama program pembangunan, maka melalui aktivitas riset dapat diketahui berbagai faktor penyebab secara empirik akademik dan segera ditemukan solusi penyelesaian masalahnya yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kultur akademik yang berlaku. Kebijakan riset dan pembangunan berbasis teknologi (Kemristek, 2012) adalah riset harus menjadi upaya efektif dan produktif dalam memacu perkembangan iptek dengan mengacu pada amanah konstitusi, yakni untuk memajukan peradaban dan menyejahterakan umat manusia Indonesia. Oleh sebab itu, aktivitas riset yang diniatkan untuk pembangunan berbasis iptek tersebut tidak boleh hanya untuk memenuhi hasrat individu atau kelompok tertentu secara terbatas saja. Dengan kata lain, aktivitas riset juga harus dipertanggungjawabkan kepada publik untuk kepentingan pembangunan. Terkait dengan kebijakan riset, Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang (UU) No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas P3 Iptek). Di samping itu, guna melindungi hak atas kekayaan intelektual, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual. Selanjutnya, pemerintah telah mengatur kebijakan tentang insentif bagi dunia industri melalui PP No. 35 tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi dan Difusi Teknologi. Seluruh perangkat perundang-undangan tersebut ternyata belum mampu memberi insentif positif dalam bentuk finansial kepada inventor teknologi atau prototipe hasil riset karena terbentur oleh kebijakan pembiayaan riset dalam aturan keuangan negara dan sistem akuntansi keuangan pemerintah. Di samping itu, insentif riset yang belum diperoleh oleh lembaga riset adalah pengurangan atau bahkan penghapusan pajak

4 4 terhadap bahan dan alat-alat riset yang diimpor dari luar negeri. Kondisi ini tentu saja dapat meningkatkan biaya nonteknis riset yang dapat menghambat produktivitas riset atau pengembangan prototipe hasil riset, dan akhirnya berdampak pada upaya hilirisasi hasil riset oleh industri. Terkait dengan kebijakan kelembagaan riset di Indonesia, terdapat tiga lembaga yang fungsi sebagai advokasi yaitu Komite Inovasi Nasional (KIN) yang dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 32/2010, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang dibentuk melalui Undang-undang Nomor 8/1990, dan Dewan Riset Nasional (DRN) sebagai amanat Undangundang Nomor 18/2002. Sementara lembaga yang berfungsi sebagai penyusun kebijakan adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) beserta kementerian sektoral yang lain. Lembaga penyelenggara riset dan penyedia layanan teknologi ada 8 (delapan) lembaga penelitian non-kementerian (LPNK), lembaga penelitian di kementerian, dan perguruan tinggi sebagai amanat tridharma perguruan tinggi. Di samping pembiayaan dari APBN di masing-masing lembaga penelitian tersebut, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga menyediakan bantuan biaya riset yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hasil pendapatan dari pengelolaan dana abadi pendidikan (endowment fund). Pada saat ini iptek tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Para penghasil teknologi dituntut untuk mampu menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi para pengguna teknologi melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan yang semakin terbuka secara luas. Mereka yang disebut penghasil teknologi dituntut untuk terus berpikir kreatif dan mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan riset yang bermanfaat. Berbagai strategipun dilakukan oleh masing-masing negara dalam rangka pengembangan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kolaborasi riset, pembangunan dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi menjadi salah satu strategi yang dilakukan dalam kebijakan pembangunan di banyak negara. Upaya tersebut dilakukan karena kemajuan iptek akan berdampak positif tidak hanya dari sisi

5 5 luaran ilmiah tetapi juga dalam hal peningkatan sumber daya dan inovasi untuk perubahan melalui aktivitas pembangunan yang terencana, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Negara-negaraseperti Jepang, India dan Tiongkok (lihat grafik 1.1), merupakan sebagian dari contoh negara-negara di kawasan Asia yang memiliki fokus pembangunan/kebijakan riset berbasis perencanaan dan dukungan aspek political will yang sangat baik. Bahkan pada saat ini, kemajuan riset dan teknologi yang dilakukan pemerintah Tiongkok telah membawa negara ini sebagai new emerging power di kawasan Asia yang sangat diperhitungkan negara-negara Barat. Tabel 1.1. World of Research and Development FORECAST GROSS EXPENDITURE ON R&D No Country GDP PPP R&D %of GERD* BillUSD GDP PPP R&D %of GERD* BillUSD GDP PPP R&D %of GERD* BillUSD BillUSD GDP BilUSD GDP BilUSD GDP 1 USA 15, Tiongkok Japan Germany South Korea 6. France United Kingdom 8. India Russia Brazil Indonesia Subtotal (Top 40) Rest of world Global Spending

6 6 *GERD = Gross Expenditure on Research and Development PPP = Purchasing Power parity (used to normalize) (Sumber:Diolah dari Dokumen Laporan UNESCO, 2014) Grafik tersebut menggambarkan bahwa posisi Indonesia berada di urutan terakhir dalam pengalokasian dana riset dan pengembangan (R&D). Perjalanan pembangunan di Indonesia, secara empirik ditemukan program-program pembangunan yang salah arah dan salah tujuan. Misalnya pembangunan sejuta hektar lahan sawah di Kalimantan Tengah, penanggulangan kemiskinan melalui Bantuan Tunai Langsung ke masyarakat dan sebagainya, setelah ditelisik dari beberapa penyebab kegagalan tersebut, salah satunya karena tidak didukung data hasil riset yang valid secara holistik dari berbagai aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik yang melingkupi kehidupan masyarakatnya. Dengan kata lain, ditemukan beberapa program pembangunan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan dari masyarakat. Asumsi yang muncul dari kelemahan ini antara lain disebabkan oleh para pengambil kebijakan di Indonesia lebih terfokus pada pemanfaatan teori dengan mengesampingkan kebutuhan dasar serta nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia yang dapat digambarkan secara utuh melalui proses riset yang berkualitas. Hasil kajian awal tentang analisis riset dan hasil riset di Indonesia dihadapkan pada persoalan pembiayaan riset yang akan mempengaruhi hasil riset dan berbuntut panjang pada pemanfaatan hasil riset dalam kebijakan pembangunan. Pada persoalan pembiayaan riset di Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan, ketiga negara tersebut memiliki investasi di bidang penelitian dan pengembangan lebih dari 1 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Hal tersebut dipertegas dengan investasi riset di Jepang berada pada posisi di atas 2 persen dari GDP sejak tahun 1980an, dan sekarang telah mencapai 3,4 persen dari GDP. Korea Selatan telah menginvestasikan 3,6 persen dari GDP untuk Litbang sejak tahun Selain itu, kemajuan riset di Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok juga didukung oleh optimalisasi pengelolaan biaya riset dalam bentuk grant. Korea Selatan memiliki lembaga pendanaan riset yang dikenal dengan National Research Foundation yang menghimpun

7 7 pendanaan untuk riset dan dialokasikan pada berbagai institusi riset, perguruan tinggi dan lainnya melalui mekanisme seleksi kompetitif dan efektif. Sementara itu Amerika Serikat memiliki National Science Foundation untuk melakukan pengelolaan pembiayaan riset. Dalam peta global, dalam tiga tahun terakhir (2012 s.d. 2014), pendanaan riset dunia didominasi oleh negara-negara Asia (dengan kontribusi sebesar 39,1%) dipimpin oleh Tiongkok dengan kontribusi sebesar 17,5%. Kemudian disusul oleh negara-negara Amerika (dengan kontribusi sebesar 33,9%) dipimpin oleh Amerika Serikat dengan kontribusi sebesar 31,3%, dan selanjutnya negara-negara Eropa (dengan kontribusi sebesar 21,7%) dipimpin oleh Jerman dengan kontribusi sebesar 5,7%. Selengkapnya dapat dilihat pada Bagan Tabel 1.2 berikut. Tabel 1.2 Share of Total Global R&D Spending Country Americas (21) 34.5% 34.0% 33.9% USA 32.0% 31.4% 31.1% Asia (20) 37.0% 38.3% 39.1% Tingkok 15.3% 16.5% 17.5% Japan 10.5% 10.5% 10.2% India 2.7% 2.7% 2.7% Europe (34) 23.1% 22.4% 21.7% Germany 6.1% 5.9% 5.7% Rest of World (36) 5.4% 5.3% 5.3% Diolah dari sumber, Battele, R&D Magazine Sebagaimana diutarakan di depan bahwa permasalahan riset yang dihadapi oleh Indonesia terutama berkaitan dengan alokasi biaya riset, produktivitas riset, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan Indonesia. Terkait dengan alokasi biaya riset, pembiayan riset Indonesia belum memadai dibanding dengan alokasi pembiayaan riset di negara-negara lain, baik di tingkat Asia maupun dunia (lihat gambar 1.1).

8 8 Gambar 1.1. Amount of R&D Spending Peta global riset dan pembangunan memperlihatkan bahwa Indonesia masih belum mampu menempatkan eksistensi dan urgensi riset dan pengembangan sebagai skala prioritas utama dalam alokasi sumber pendanaan negara. Data World of Research and Development (2014) menunjukkan bahwa produk domestik bruto atau Gross Domestic Product (GDP) Indonesia sebesar milyar USD atau setara dengan Rp trilyun dengan alokasi 3 milyar USD untuk pengeluaran pada aktivitas riset dan pengembangan (Gross Expenditure on Research and Development) atau sebesar 0,2% dari GDP. Data terakhir tentang pembiayaan riset Indonesia disampaikan oleh Menristek Dikti pada Forum Nasional: Inventor-Inovator- Investor 2015 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Banten, pada tanggal 5 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa saat ini alokasi biaya riset baru mencapai 0,09% dari GDP (Merdeka.com, 5 Agustus 2015). Alokasi biaya riset dan aktivitas riset dan pengembangan tersebut tersebar pada instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan industri, dengan alokasi terbesar pada pemerintah sebesar 74% dan swasta sebesar 26%. Berpijak pada sumber Menristek Dikti tersebut, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6% di tahun 2015, data Kementerian Keuangan dalam Pengantar Nota Keuangan 2015 menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2015 sebesar Rp ,352 trilyun. Dengan demikian, alokasi biaya riset dan pengembangan tersebut sebesar 0,09% dari PDB atau setara dengan Rp.9,9trilyun. Menurut rekomendasi United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), rasio anggaran iptek yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB yang berarti alokasi ideal dana riset Indonesia sekitar Rp220 trilyun. Dengan demikian, Indonesia baru mampu mengalokasikan 1/22 dari kebutuhan dana riset dan pengembangan yang ideal sebuah negara.

9 9 Laporan-laporan World Economic Forum mencatat bahwa indeks daya saing global Indonesia sempat berada di peringkat 54 pada tahun 2009, lalu naik ke peringkat 44 pada tahun Namun, peringkat Indonesia kembali turun ke peringkat 46 pada tahun 2011 dan peringkat 50 pada tahun 2012, selanjutnya kembali naik ke peringkat 38 pada tahun 2013, lalu naik lagi ke peringkat 34 pada tahun Naiknya peringkat daya saing global tidak lepas dari optimalisasi riset dari meningkatnya kemampuan sumber daya Indonesia dalam pilar-pilar tersebut. Perubahan sangat tampak pada dua pilar, yaitu a) kesiapan teknologi, yang dalam hal ini Indonesia berada di posisi 85 pada tahun menjadi posisi 75 pada tahun , dan b) pilar inovasi, yang semula berada di posisi 39 pada tahun menjadi posisi 33 di tahun (Adawiyah, Aji, dan Edi, 2014: 2). Meskipun peringkat daya saing global Indonesia meningkat ternyata belum mampu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan publikasi internasional yang tinggi. Berdasarkan data publikasi internasional, Indonesia selama kurun waktu hanya menghasilkan publikasi ilmiah, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia yang telah menghasilkan lebih dari publikasi ilmiah internasional. Menurut data yang diperoleh dari SCImago sejak , Indonesia menduduki posisi 61 dari 239 negara, dengan jumlah dokumen sebanyak (lihat tabel 1.3). Kondisi ini mengindikasikan bahwa tradisi riset masih sangat rendah di kalangan akademisi. Berdasarkan survei SCImago (SCImago Journal & Country Rank, 2013), publikasi berdasarkan hasil penelitian selama 16 tahun ( ) hanya mencapai tulisan, padahal jumlah dosen/peneliti di Perguruan Tinggi saja sekitar orang. Belum lagi peneliti dan perekayasa, sebanyak orang (Kementerian Riset dan Teknologi, 2014). Tabel 1.3, Peringkat Output Riset Indonesia Berdasarkan Jumlah Dokumen Penelitian yang Terindeks Scopus

10 10 Rank Country Docs Citable Citations H Citations Self-Citations Docs per Doc index 1 USA Tiongkok United Kingdom 2.141/ Germany Japan Cuba Belarus Indonesia Bangladesh UEA Tokelau Riset yang berkualitas ditentukan oleh sumber daya iptek, bukan saja sumber daya manusia (SDM), tetapi juga pembiayaan iptek, sarana/prasarana iptek, data dan informasi iptek serta kekayaan intelelektual. Di bidang SDM, perbandingan jumlah peneliti dengan penduduk di Indonesia tahun 2013, berkisar 529,38 peneliti dari setiap 1 juta jiwa, dan jumlah peneliti saat ini hanya sekitar orang dan perekayasa orang, sedangkan pengajar di Perguruan Tinggi (PT) Negeri dan Swasta tahun 2013 sekitar ribu orang. Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2015 implikasi yang diharapkan dari pengalokasian biaya riset adalah 1) peningkatan jumlah paten terdaftar dalam skala internasional pada kurun waktu lima tahun ke depan, yaitu pada 2015 menargetkan 1,580 paten, pada 2016 menargetkan paten, pada 2017 menargetkan paten, pada 2018 menargetkan paten, dan pada akhir 2019 menargetkan paten. 2) peningkatan jumlah publikasi internasional dalam lima tahun ke depan, yaitu pada 2015 menargetkan judul, pada 2016 menargetkan judul, pada 2017 menargetkan judul, pada 2018 menargetkan judul, dan pada akhir 2019 menargetkan judul. 3) peningkatan jumlah prototipe dan teknologi tepat guna lima tahun ke depan, yaitu pada

11 menargetkan 530 prototipe, pada 2016 menargetkan 632 prototipe, pada 2017 menargetkan 783 prototipe, pada 2018 menargetkan 930 prototipe, dan pada akhir 2019 menargetkan prototipe (sumber: Rencana Strategis Kemristek, ). Tantangan kebutuhan pembiayaan riset dan idealisme tersebut dijawab dengan optimis melalui pengalokasian dana riset dan pengembangan sektor pemerintah dituangkan dalam alokasi pembiayaan riset oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang diprioritaskan pada riset untuk peningkatan daya saing bangsa melalui peningkatan mutu pendidikan tinggi dan inovasi, publikasi internasional, dan hilirisasi hasil riset yang siap diproduksi oleh industri dan dunia usaha lainnya. Produktivitas riset sangat terkait dengan pembiayaan riset baik mekanisme pembiayaan maupun alokasi biaya riset. Pembiayaan riset nasional menjadi variabel penting dalam meningkatkan produktivitas iptek nasional kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia. Permasalahan pembiayaan riset juga disebabkan karena masih rendahnya investasi riset dari lembaga-lembaga nonpemerintah termasuk dunia usaha. Kondisi tersebut menggambarkan masih rendahnya tingkat kolaborasi antar instansi dalam mendorong aktivitas riset sebagai basis pembangunan berkelanjutan untuk perubahan. Kondisi ini diperkuat dengan tersebarnya pembiayaan riset yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih pembiayaan riset, topik riset serta hasil riset yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik untuk kepentingan pembangunan. Lemahnya sistem pengelolaan pembiayaan riset menjadi perbincangan menarik dari kalangan para periset dalam melaksanakan tugas dan pengembangan kualitas diri sebagai periset profesional. Selain pembiayaan riset dan produktivitas riset, permasalahan riset lainnya terkait dengan pemanfaatan hasil riset atau alih teknologi dalam pembangunan Indonesia. Selama ini, riset-riset yang dilakukan hanya menumpuk di gudang-gudang lembaga litbang dan perguruan tinggi atau berhenti pada tingkat prototipe atau model atau dalam terminologi ristek baru

12 12 sampai tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) 6 setara dengan tingkat kesiapan inovasi (innovation readiness level) 3. Hal ini berakibat pada kurangnya inovasi, yang kemudian berpengaruh terhadap produktivitas. Kondisi ini perlu segera dibenahi dengan mendorong kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga litbang dan industri. Penjelasan tersebut menyiratkan dua persoalan penting dalam masalah riset di Indonesia. Pertama, berkaitan dengan pembiayaan baik alokasi maupun mekanismenya, kedua menyangkut masalah kapabilitas sumber daya manusia, yang masih ditambah dengan pengelolaan pembiayaan riset yang dinilai kurang efektif dan efisien (Kemristek, 2012) yang dinyatakan sebagai berikut:....sumber pembiayaan riset yang bersifat grant tersebar di berbagai instansi pemerintah. Sebagai contoh di Kementrian Riset dan Teknologi, di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan di Kementrian KUKM. Hal ini mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih program-program litbang pada level lembaga riset, LPNK dan perguruan tinggi.... Persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan pengelolaan pendanaan riset dilakukan oleh swasta maka akan sulit dalam memanfaatkan dan mengakomodir pendanaan dari sektor swasta untuk investasi litbang. Pendapat tersebut menegaskan tentang simpul produktivitas riset dalam kerangka pembangunan dan pengembangan iptek. Dalam upaya menghasilkan produk riset yang berkualitas terdapat beberapa domain yang berpengaruh seperti kewenangan yang dimiliki, kapasitas pembiayaan, kapasitas sumber daya manusia, kapasitas infrastruktur dan ilmu pengetahuan yang saling mengkait satu sama lain menuju kualitas kinerja penciptaan temuan baru untuk pembangunan. Dalam rangka menyusun struktur kerangka pikir peningkatan kinerja pembiayaan riset, Kementerian Riset dan Teknologi (sekarang Kementerian

13 13 Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengupayakan tiga jalur perbaikan dan peningkatan kapasitas yaitu: 1) optimalisasi pembiayaan Riset dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RIPTEK); 2) revitalisasi sistem pengelolaan pendanan RIPTEK; dan 3) peningkatan alokasi pendanaan RIPTEK. Ketiga jalur perbaikan tersebut dikemas dalam program Pengembangan Pendanaan RIPTEK yang diharapkan dapat mewujudkan peningkatan produktivitas RIPTEK. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembiayaan riset menjadi problem krusial dalam mencapai produktivitas riset yang diharapkan. Terkait denganpemanfaatan hasil riset, langkah awal pemerintah adalah kebijakan menggabungkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ke dalam Kementerian Riset dan Teknologi. Terobosan ini walaupun menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama perguruan tinggi khusunya dari aspek kultur akademik di perguruan tinggi, namun mengandung manfaat dalam penerapan kebijakan hilirisasi hasil riset oleh kalangan industri, seperti dikatakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam Rakernas Ristek Dikti 2015, Ujung tombak industri ada di perguruan tinggi. Maka harus ada kerja sama antara akademisi, pemerintah, dan industri. Riset yang dihasilkan harus bisa dihilirkan pada dunia usaha. Sejalan dengan upaya hilirisasi hasil riset, intervensi kebijakan alokasi dana riset di setiap perguruan tinggi sebesar 30% dari Bantuan Operasional PTN (BO PTN) sehingga kolaborasi riset yang dimulai dari perguruan tinggi dapat mencapai tahap inovasi sampai tahap menghasilkan prototipe yang siap diproduksi atau diimplementasikan oleh industri. Di samping itu, di tingkat kebijakan nasional, Kemristek Dikti menempatkan pengelolaan riset oleh dua Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Riset dan Pengembanan yang bertanggung jawab untuk mengelola kebijakan riset dengan tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) 1 sampai dengan 6, sedangkan riset dengan TKT 7 sampai dengan 9 dikelola oleh Direkorat Jenderal Penguatan Inovasi. Kemajuan pembangunan suatu bangsa tidak cukup bila hanya dilihat dari laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Konsep pembangunan

14 14 sebagaimana dikatakan Arda (2014) menegaskan bahwa pembangunan dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional, atau lokal yang terwujud dalam kebijakan, program atau proyek yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau kebudayaan dari suatu masyarakat sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada sebelum pembangunan tersebut. Aktivitas pembangunan suatu bangsa menjadi instrumen penting dalam mengukur kualitas sumber daya manusia dalam melakukan perubahan demi perubahan untuk menjawab tantangan global yang dihadapi. Perubahan yang dimaksud adalah perubahanmenuju kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik pada tataran ekonomi, politik, sosial dan budaya sebagai kunci utama keberhasilan pembangunan yang telah dirancang dan dilaksanakan. Geliat pembangunan dan keberhasilan yang dapat diwujudkan dapat dicermati dari seberapa besar aktivitas riset sebagai langkah inovatif yang dilakukan untuk perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Riset dilakukan dan ditujukan bukan hanya untuk kemajuan akademik di perguruan tinggi dan berkaitan dengan konteks tridarma perguruan tinggi, akan tetapi riset yang juga dapat diterapkan bagi pelaku usaha dalam dunia bisnis dalam melakukan ekspansi bisnis berbasis riset dalam konteks pembangunan secara menyeluruh (Tanjung, 2014). Salah satu kontribusi hasil riset adalah ditemukannya formula pemecahan masalah manusia dan kemanusiaan secara empirik dan akademik yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil riset sangat baik bila digunakan oleh para stakeholder untuk mengambil keputusan seperti di lingkup perbankan, dunia usaha/industri, investor, pemerintah dan para pengambil kebijakan di berbagai bidang. Pemanfaatan hasil riset untuk pembangunan dan pengembangan iptek perlu terus ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan secara berkelanjutan, khususnya di negara berkembang yang sedang menuju negara maju (thedeveloping goes to the developed country) seperti Indonesia. Kedudukan riset bagi perkembangan suatu bangsa dapat dimaknai sebagai

15 15 suatu aktivitas berpikir ilmiah berdasarkan metodologi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara empirik ilmiah. Secara historis dapat dipelajari bahwa dalam kenyataannya tidak ada satu negara majupun di dunia yang berhasil dalam pembangunan tanpa didukung oleh kegiatan riset yang berkualitas sehingga muncul anggapan bahwa riset hanya dapat dilakukan oleh negara-negara maju. Realitas anggapan ini didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara maju yang dimaksud memiliki dukungan pendanaan dan tenaga periset yang memadai. Sehubungan dengan hal itu, Rahardjo (2010) menyatakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk riset tidak hanya dapat dilihat dari jumlah uang dan tenaga yang dipergunakan tetapi yang paling penting adalah manfaat dari riset tersebut bagi pembangunan negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Peranan riset dalam sejarah pembangunan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia saat ini sudah tidak diragukan lagi. Melalui berbagai bentuk riset yang pernah dilakukan maka segala masalah atau potensi yang ada selama proses pembangunan berlangsung dapat diketahui, dirancang, direncanakan solusi dan dimanfaatkan hasilnya. Berbagai bentuk pengujian-pengujian, evaluasi dan tinjauan kembali terhadap berbagai kegiatan pembangunan hanya dapat diketahui apabila riset dilaksanakan dan mendapat dukungan baik dari para pembuat kebijakan. Dengan kata lain, riset memegang peran penting dalam setiap pengambilan keputusan atau langkah-langkah dalam segala aspek pembangunan. Pembangunan dan riset memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga kehidupannya lebih baik dan lebih sejahtera. Di tingkat abstraksi, Arda (2014) menyatakan dua konsep ini tidak terdapat pertentangan. Secara teori, pembangunan harus dilakukan dengan melibatkan proses riset di dalamnya. Riset dilakukan sebagai upaya permulaan untuk mengidentifikasi adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan pembangunan. Riset bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembuat keputusan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengkomunikasikan kebijakan dari pembuat keputusan.

16 16 Produktivitas riset menurut Kemristek (2012) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor demografi, perkembangan karir individu, institusi, dan lingkungan. Faktor demografi berkaitan dengan karakteristik personal dan kondisi sosial ekonomi individu yang terlibat dalam proses riset. Hal ini berkaitan dengan kualitas metodologi pelaku riset dan cara pandang pelaku riset terhadap pembiayaan riset dengan kebutuhan pribadi yang melingkupi. Karakteristik ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman melakukan riset, usia, jenis kelamin dan motivasi personal dalam melakukan riset. Perkembangan karir individu dipengaruhi oleh kualifikasi akademik dan kualifikasi personal, kemampuan dan minat individu, sikap dan komitmen, pengalaman melakukan riset, pengalaman training, keahlian dan ketrampilan berkomunikasi, kepuasan kerja, kecukupan pendanaan dan kebebasan untuk berkolaborasi. Sementara itu faktor institusi yang dimaksud berkaitan dengan birokrasi dan kebijakan, kemajuan teknologi, dukungan finansial untuk pendanaan riset, gaji dan waktu yang digunakan untuk riset, termasuk masalah kepemimpinan serta struktur organisasi yang ada. Berdasarkan arah kebijakan yang ditunjang data empirik dan landasan teori sebagaimana dijelaskan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut. 1. Sumber pembiayaan riset di Indonesia sampai saat ini masih didominasi dari pemerintah baik melalui APBN maupun APBD, sedangkan pihak swasta belum banyak yang terlibat dalam pembiayaan riset. Sebagai pembanding, di Singapura, sekitar 80% pembiayaan riset bersumber dari pihak swasta, sedangkan dari pemerintah hanya 20%. Berbeda dengan Indonesia, data Kemristek Dikti menyatakan bahwa pembiayaan riset dari pemerintah masih mayoritas, yakni 74%, sedangkan dunia usaha dan dunia industri hanya 26%(Kemristek Dikti, 2015). Namun demikian, perbedaan data tersebut mengindikasikan kesamaan bahwa hasil riset di Indonesia belum mampu menarik pihak swasta untuk memanfaatkannya dalam bentuk skema komersialisasi hasil riset. Hal inilah yang kemudian menjadi

17 17 kendala dalam melakukan alih teknologi hasil riset dalam pengembangan dunia industri. 2. Pengelolaan biaya riset di Indonesia memiliki dua tipe sistem pembiayaan, yaitu sistem pembiayaan riset langsung (direct budgetting) dan pembiayaan riset tidak langsung(indirect budgetting). Pembiayaan riset langsung (direct budgetting) meliputi dua skema yaitu: a) Project Research (Konsorsium berdasarkan Kebijakan Nasional) yang dikelola oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menggunakan sumber dana dari APBN; b) Nonproject Research (Afirmasi Nasional), yang dikelola oleh instansi pemerintah yang menerapkan PK- BLU yang menggunakan sumber dana dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sistem pembiayaan riset tidak langsung (indirect budgetting) jugamemiliki dua skema yaitu: a) skema hibah kompetisi, yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT, Litbang K/L, dan instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Sumber pembiayaan riset untuk perguruan tinggi, LIPI, dan Litbang K/L adalah APBN, sedangkan sumber pembiayaan instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU berasal dari PNBP. b) skema kuota, yang dikelola oleh perguruan tinggi sesuai dengan klaster yang ditetapkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari APBN. 3. Mekanisme pembiayaan riset masih terbagi ke dalam mekanisme APBN dan mekanisme PK-BLU. Mencermati sifat kegiatan riset, maka mekanisme PK-BLU dinilai lebih tepat karena tidak terganggu dengan siklus APBN dan mempunyai fleksibilitas yang memadai dalam pengelolaan dana dan penetapan standar biaya riset. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2005, salah satu manfaat BLU yang mempunyai standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya adalah dapat menggunakan standar biaya tersebut untuk menyusun rencana bisnis dan anggaran (RBA). Penggunaan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya yang disusun sendiri oleh

18 18 lembaga BLU tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan layanan BLU. Berdasarkan uraian tersebut, lembaga BLU perlu memiliki standar biaya yang jelas agar setiap layanan yang diberikan dapat secara efektif dan efisien serta memberikan value yang dapat dipertanggungjawabkan. Standar biaya dapat disajikan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Untuk itu, lembaga BLU membutuhkan informasi yang jelas mengenai satuan tarif biaya layanan yang berkaitan mencakup harga pokok produksi/biaya pelayanan, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, maupun analisis varian antara biaya standar dan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan. 4. Terkait dengan mekanisme pembiayaan riset yang selama ini dilaksanakan melalui dua jalur kelembagaan. Pertama, kelembagaan satuan kerja yang mengacu pada siklus APBN. Kedua,kelembagaan yang menerapkan PK- BLU dengan fleksibilitas pengeloaan keuangan karena tidak terikat dengan mekanisme dan siklus APBN. PK-BLU terdapat dibeberapa instansi pemerintah sesuai dengan visi dan misi intansi masing-masing. Instansi Pemerintah yang menerapkan PK-BLU memiliki karakteristik tertentu dan membedakan dengan instansi pemerintah lainnya. BLU dibentuk untuk memberikan penyediaan layanan barang maupun jasa kepada masyarakat dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan dan dalam memberikan layanan kepada masyarakat, BLU dimungkinkan untuk mengenakan tarif layanan untuk setiap layanan yang diberikan, namun tarif layanan yang ditetapkan harus dalam besaran yang wajar dan tidak dimaksudkan mencari keuntungan. 5. Instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU dalam menghitung tarif layanan untuk setiap layanan yang diberikan, membutuhkan besaran standar biaya tertentu untuk setiap satuan aktivitas yang dilakukan. Metode yang digunakan untuk menentukan standar biaya yaitu dengan menggunakan perhitungan akuntansi biaya. Sebagaimana telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, yang

19 19 disempurnakan dengan peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2012, pemanfaatan konsep perhitungan akuntansi biaya dalam instansi BLU sangat berperan penting dalam pelaksanaan aktivitas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Secara umum tujuan pengaplikasian konsep perhitungan akuntansi biaya dalam instansi pemerintahan adalah untuk menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan, pertanggungjawaban kinerja, dan juga sebagai bahan informasi lain bagi kepentingan manajerial. Perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya paling kurang menyajikan perhitungan biaya langsung dan biaya tidak langsung. 6. Produktivitas riset merupakan capaian kinerja periset atau lembaga riset dalam memanfaatkan potensi biaya dan sumber daya yang ada. Produktivitas riset secara tidak langsung akan berdampak pada tingkat produktivitas nasional yang ditandai dengan indeks daya saing global (Global Competiiveness Index/GCI). Pada tahun 2014, Indeks Daya Saing Global Indonesia naik ke peringkat 34 dari 144 negara. Penilaian peringkat daya saing global didasarkan pada 12 pilar daya saing, yaitu: (a) pengelolaan institusi yang baik; (b) infrastruktur; (c) kondisi dan situasi ekonomi makro; (d) kesehatan dan pendidikan dasar; (e) pendidikan tingkat atas dan pelatihan; (f) efisiensi pasar; (g) efisiensi tenaga kerja; (h) pengembangan pasar finansial; (i) kesiapan teknologi; (j) ukuran pasar; (k) lingkungan bisnis; dan (l) inovasi. Sehubungan dengan identifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menganalisis kebijakan pembiayaan dan pengelolaan pembiayaan riset di berbagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum (PK-BLU). Terdapat dua alasan penting kenapa penelitian ini mengarah pada mekanisme pembiayaan riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Pertama, Indonesia belum terbangun sinkronisasi dan integrasi landasan hukum tentang mekanisme pembiayaan riset di lingkungan instansi pemerintah (badan penelitian dan pengembangan kementerian/lembaga riset nonkementerian dan perguruan tinggi). Selama imi

20 20 meknisme pembiayaan riset mengacu pada mekanisme anggaran tahunan dalam siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara reguler, sehingga terkendala dari segi efektivitas pemanfaatan waktu pelaksanaan riset dan mekanisme pertanggungjawaban pembiayaan riset yang lebih mengedepankan aspek administrasi keuangan daripada aspek substansi riset itu sendiri. Kedua, pembatasan sasaran penelitian pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU didasarkan pada karakteristik organisasi BLU yang mempunyai fleksibilitas dalam manajemen pembiayaan intenal organisasi sehingga dapat menerapkan model pembiayaan yang dikembangkan dalam penelitian ini. Mengacu pada kedua alasan tersebut, penelitian ini mengembangkan model manajemen pembiayaan riset yang dapat diterapkan di seluruh instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan,penelitian ini mengembangkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset pada satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset tersebut mencakup dua submodel. Pertama submodel terkait masalah manajemen pembiayaan riset di tingkat lembaga pengelola dana riset dan lembaga riset. Kedua, submodel terkait masalah mekanisme kerja sama antara lembaga riset dan mitra riset dalam rangka alih teknologi dan komersialisasi dan/atau implmentasi hasil riset. Berdasarkan hasil tersebut, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kriteria seleksi proposal riset sudah ditetapkan dan diimplementasikan pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU? 2. Apakah standar biaya dan komponen pembiayaan riset sudah ditetapkan dan dijadikan acuan dalam pembiayaan riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU?

21 21 3. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah mempunyai dan menerapkan pola kerjasama dalam perencanaan kebutuhan riset, pengelolaan alih teknologi hasil riset, komersialaisasi hasil risetdan pengelolaan dampak komersialisasihasil riset? 4. Bagaimana penerapan mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan biaya risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK- BLU? 5. Bagaimana alih teknologi hasil riset dikelola pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU? 6. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah mempunyai dan menerapkan standar komersialisasi hasil riset? 7. Bagaimana dampak komersialisasi hasil riset dikelola pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah tersusunnya model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset yang dapat digunakan oleh seluruh satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU, sehingga tersusun mekanisme pembiayaan riset dan mekanisme kerja sama alih teknologi dan komersialaisasi hasil riset di lingkungan instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait kriteria seleksi proposal riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. b. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait standar biaya dan komponen pembiayaan riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.

22 22 c. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU terkait pola kerjasama dalam perencanaan kebutuhan riset, pengelolaan alih teknologi hasil riset, komersialisasi hasil riset dan pengelolaan dampak komersialisasihasil riset. d. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan biaya risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. e. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait alih teknologi hasil riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. f. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait standar komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. g. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait dampak komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut: a. memberikan informasi sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang manajemen pembiayaan riset. b. dapat digunakan sebagai rujukan bagi peneliti lainnya dalam melakukan kajian tentang manajemen pembiayaan riset di Indonesia, khususnya di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut a. dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk nenerapkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU, baik dalam

23 23 lingkungan lembaga pemberi dana riset, lembaga riset, maupun perguruan tinggi. b. dapat menjadi acuan dalam mengembangkan model kerja sama antara lembaga periset dan mitra riset terkait alih teknologi dan komersialisasi hasil riset baik di lingkungan lembaga pemberi dana riset, lembaga riset, maupun perguruan tinggi. E. Struktur Organisasi Disertasi Disertasi ini akan disusun dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan, yang mencakup tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi. Bab II adalah kajian pustaka, memuat tentang kajian teoritis terkait manajemen pembiayaan riset dan pelaksanaan riset dalam rangka alih teknologi dan komersialisasi riset, serta kerangka pemikiran dari penelitian ini. Bab III adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV adalah temuan dan pembahasan, yang berisi temuan penelitian dan pembahasan temuan penelitian. Dalam subbab pembahasan, disajikan model hipotetik manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Terakhir pada Bab V disajikan simpulan, implikasi, dan rekomendasi.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 278 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan temuan lapangan yang sudah dijelaskan di Bab IV, disimpulkan bahwa instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU belum menetapkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Kebijakan Pendanaan Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

Kebijakan Pendanaan Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan R.I. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Kebijakan Pendanaan Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Bandung, 1 Maret 2013 Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Gedung A.A.

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Kebijakan Pendanaan Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 18/02/2013. Latar Belakang. Organisasi.

Pokok Bahasan. Kebijakan Pendanaan Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 18/02/2013. Latar Belakang. Organisasi. Kementerian Keuangan R.I. Kementerian dan Kebudayaan R.I. Kebijakan Pendanaan Lembaga Pengelola Dana (LPDP) Jogjakarta, 11 Februari 2013 Lembaga Pengelola Dana Gedung A.A. Maramis II Lantai 2, Jalan Lapangan

Lebih terperinci

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI VISI KEMENRISTEKDIKTI Terwujudnya Pendidikan Tinggi Yang Bermutu Serta Kemampuan Iptek Dan Inovasi Untuk Mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia Situasi Penelitian di Indonesia Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang, adalah negara terbesar keempat di dunia. Tingkat buta huruf rendah dan negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018 Bandung, 11 Januari 2018 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 1 A. Program Kerja 2018 2 Visi-Misi Pembangunan 2015-2019 VISI : Terwujudnya

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi

Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi 2015-2019 Januari 2016 Direktorat Jenderal Kelembagaan dan Kerjasama Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Agenda A Background Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA KERJA

PENYUSUNAN RENCANA KERJA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PUSAT UNGGULAN IPTEK Panduan Teknis Nomor 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2017 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2017

Lebih terperinci

DEWAN RISET NASIONAL

DEWAN RISET NASIONAL DEWAN RISET NASIONAL Sekretariat Gedung I BPPT Lantai 1 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 Telepon : (021) 3905126 / 3168046 Fax : (021) 3905126 / 3926632 URL : www.drn.go.id Email : sekretariat@drn.go.id

Lebih terperinci

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) POTENSI MASA DEPAN INDONESIA SAAT INI 16 besakor perenomian di dunia 53% dari populasi di perkotaan menyumbang 74% PDB 55 juta tenaga kerja terdidik (skilled workers)

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia oleh: Mhd Hendra Wibowo 1 Indonesia Kreatif dan Mandiri Teknologi melalui Pendayagunaan Kekayaan Intelektual (KI) adalah cita-cita yang wajar

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING

PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING PEMBEKALAN PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA LABORATORIUM PENDIDIKAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING

Lebih terperinci

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL GUSTI MUHAMMAD HATTA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DISAMPAIKAN PADA SEMINAR

Lebih terperinci

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN Lampiran Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor : 246 /M/Kp/IX/2011 Tanggal : 30 September 2011 ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Departemen Pendayagunaan IPTEK MITI Mahasiswa 2011 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KE PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala dapat penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses perencanaan dalam

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU

PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU PEDOMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STKIP PGRI LUBUKLINGGAU UNIT PELAKSANA TUGAS PENELITIAN PENGEMBANGAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2017 0 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan strategis pada awalnya merupakan tradisi yang dikembangkan oleh organisasi sektor swasta menghadapi perubahan dalam memenangkan persaingan. Tetapi dalam

Lebih terperinci

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2017

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2017 RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2017 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Jalan Ki Mangunsarkoro 6 Semarang 50136 Tromol Pos 829 Telp. (024) 8316315,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Prof. Erizal Jamal Beranjak dari batasan yang diungkap Zuhal (2010), bahwa daya saing suatu bangsa adalah kemampuan dalam mengendalikan

Lebih terperinci

Dibuat dalam rangka Workshop Simlitabmas bagi Operator Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII

Dibuat dalam rangka Workshop Simlitabmas bagi Operator Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Simlitabmas dan Strategi Pengembangan Tata Kelola Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Swasta dalam penerimaan hibah dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja Kelembagaan Iptek 2. Jumlah artikel Iptek di media cetak nasional untuk mengukur tingkat kesadaran Iptek Mengukur tingkat kesadaran Iptek masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi

LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung, 2016 CATATAN/REVIEW PEJABAT ESELON 1 Bagian ini diisi catatan/review

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi

LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung, 2016 CATATAN/REVIEW PEJABAT ESELON 1 Bagian ini diisi catatan/review pejabat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) PEMBEKALAN PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA LABORATORIUM PENDIDIKAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) WISNU SARDJONO SOENARSO KEPALA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di negara tersebut menjadi salah satu tujuan dalam

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2016 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

EKSPLORASI ISU BISNIS

EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Latar Belakang Isu Bisnis Bagaimana seharusnya untuk mengelola suatu instansi pemerintahan yang berhubungan dengan masyarakat umum? Pertanyaan ini kerap muncul dalam banyak

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG ' SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 4/PMK.06/2013 ' TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan mencapai 6,4% dan terus meningkat menjadi 6,6% pada tahun 2014, hal ini berdasarkan publikasi Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, dengan adanya perubahan yang begitu cepat, suatu organisasi atau lembaga institusi dituntut untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI X 1

BAB 1 PENDAHULUAN PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI X 1 BAB 1 PENDAHULUAN Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat disamping melaksanakan pendidikan sebagaimana diamanahkan oleh Undangundang Nomor 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya **

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** A. Pendahuluan Era globalisasi sekarang ini, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan

Lebih terperinci

mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (Septikasari, 2009).

mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (Septikasari, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya bukan hanya sekedar proses transfer pengetahuan saja, atau melainkan juga mengembangkan aspek intelektual, tapi juga merupakan proses

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2010 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Tim Community Development MITI Mahasiswa 2010 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Tingkat daya saing Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja kelembagaan Iptek 2. Jumlah peneliti per 1 juta penduduk Mengukur kualitas SDM Iptek 3. Jumlah kekayaan intelektual hasil litbangyasa Iptek Mengukur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut : BAB. I PENDAHULUAN Penelitian ini akan menjelaskan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik melalui latar belakang dan berusaha mempelajarinya melalui perumusan masalah,

Lebih terperinci

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1792, 2016 KEMENKEU. PPK-BLU Satker. Penetapan. Pencabutan Penerapan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.05/2016 TENTANG PENETAPAN DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN Oleh: Wakil Rektor IV

RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN Oleh: Wakil Rektor IV RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN 2016 Oleh: Wakil Rektor IV 1 1) Penyampaian Alokasi Pagu Anggaran Unand Tahun 2016 2 4 5 Isu Mendasar Anggaran Unand 2016 - Berkurangnya Alokasi

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, masyarakat memiliki stigma bahwa organisasi sektor publik (pemerintahan) hanya sebagai sarang pemborosan keuangan negara saja (Mahmudi 2005). Hal ini mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM REMUNERASI PEGAWAI POLITEKNIK KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN YANG MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI DISAMPAIKAN PADA FORUM INOVASI TEKNOLOGI DAN KONFERENSI NASIONAL INOVASI & TECHNOPRENEURSHIP TAHUN 2015 Yth. Menteri Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi atau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Komponen siklus inovasi (Khalil, 2000)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Komponen siklus inovasi (Khalil, 2000) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penemuan ilmiah tidak selalu memiliki nilai komersial. Produk akhir temuan ilmiah dapat berupa jurnal, buku atau invensi. Penemuan ilmiah yang disebut invensi biasanya

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon

Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi Aplikasi SAK BLU 2015 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten di The Royale Krakatau Hotel - Cilegon ARAH DAN SASARAN PEMBINAAN PENGELOLAAN APBN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISTEK DAN DIKTI Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti Disampaikan Dalam Kegiatan Diseminasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kancah internasional. Kemajuan PT berimbas pada kemajuan dunia ekonomi,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kancah internasional. Kemajuan PT berimbas pada kemajuan dunia ekonomi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pendidikan Tinggi (PT) merupakan elemen penting dalam pendidikan di sebuah negara dan menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan suatu negara di kancah internasional. Kemajuan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN 2017-2045 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 PRESS RELEASE LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 Pada tanggal 1 Juni 2017, International Institute for Management Development (IMD) telah meluncurkan The 2017 IMD World

Lebih terperinci