BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir tidak pernah lepas dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir tidak pernah lepas dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir tidak pernah lepas dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan. Secara umum berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses kognitif, yaitu suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dalam proses berpikir terjadi kegiatan yang kompleks, reflektif dan kreatif (Preissen dalam Costa: 1985). Berpikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan (Depdikbud, 2001). Dalam berpikir terjadi kegiatan manipulasi mental karena adanya rangsangan dari luar yang membentuk suatu pemikiran, penalaran dan keputusan serta kegiatan memperluas aturan yang diketahui untuk memecahkan masalah (Arifin, 2000). Berpikir juga melibatkan penerimaan atau penolakan terhadap gagasan-gagasan, pengelompokkan informasi dalam berbagai bentuk, atau penyusunan ulang pengalaman yang telah diperoleh (Fraenkel, 1980). Dengan kata lain, berpikir dapat menyangkut penggunaan informasi yang diperoleh dalam berbagai bentuk dan cara, seperti mengelompokkan informasi, menerangkan informasi yang telah diperoleh kepada orang lain, menyusun ulang kegiatan yang dimilikinya, atau merefleksikannya, bahkan sekedar mengingat pun bisa dimasukkan ke dalam berpikir (Halimatul, 2001) 8

2 9 Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari, 2001). Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasikan data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000). Menurut penelitian Swartz & Perkins (Hassoubah, 2004), manusia cenderung mengalami empat pola pikir yang tidak efektif atau salah. Keempat kecenderungan berpikir yang salah tersebut adalah tergesa-gesa, acak-acakan, tidak fokus dan sempit. Lebih lanjut lagi Hassoubah (2004) menyatakan bahwa kesalahan pola berpikir seperti ini dapat mempengaruhi pola berpikir kritis seseorang. Berkaitan dengan masalah intelektual individu, Dahar (1996) mengemukakan tingkat perkembangan intelektual versi Piaget yang mencakup : a. Tingkat sensori-motor (pada usia 0 2 tahun) Pada tahap ini anak mengatur alamnya melalui indera-inderanya (sensorinya) dan tindakan-tindakanya (motoriknya). Konsep-konsep anak tentang ruang, waktu, kausalitas mulai tumbuh dan berkembang menjelang akhir periode ini. Jadi intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik.

3 10 b. Tingkat pra-operasional (pada usia 2 7 tahun) Pada tahapan ini, anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti menambah dan mengurangi. Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub tingkat, yaitu sub tingkat pra-logis (pada usia 2 4 tahun) dan sub tingkat berpikir intuitif (pada usia 4 7 tahun). c. Tingkat operasional konkret (pada usia 7 11 tahun) Anak pada tingkat operasional konkret mengalami permulaan berpikir rasional. Anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkrit. Operasi-operasi itu meliputi : 1) Reversibilitas, yaitu meniadakan setiap operasional logis atau matematis dengan operasi yang berlawanan. Operasi ini merupakan kriteria utama dalam berpikir operasional. 2) Kombinativitas, yaitu menggabungkan dua kelas atau lebih menjadi kelompok yang lebih besar. 3) Asosiativitas, yaitu operasi penggabungan kelas-kelas dalam urutan apa saja. Secara penalaran, operasi ini mengizinkan anak sampai pada jawaban melalui berbagai macam cara. 4) Identitas, yaitu operasi dimana terdapat suatu unsur yang tidak menghasilkan perubahan bila digabungkan dengan unsur atau kelas apapun. 5) Seriasi, yaitu menyusun satu seri objek konkrit dalam urutan yang sesuai dengan ukuran benda-benda tersebut. Ciri lain pada operasional konkret adalah berkurangnya sifat egosentri, baik dalam berkomunikasi maupun dalam proses berpikir.

4 11 d. Tingkat operasional formal (pada usia 11 tahun ke atas) Ciri utama dari tingkat operasional formal adalah bahwa anak mempunyai kemampuan berpikir abstrak, tanpa membutuhkan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Karakteristik lain dari tingkat operasional formal dikemukakan oleh Flavel dalam Dahar (1996), yaitu berpikir hipotesis-deduktif, berpikir proposional, berpikir kombinatorial dan berpikir reflektif. Adapun tahap-tahap berpikir yang terjadi sejak pada tingkat operasional konkret hingga tingkat operasional formal ini seperti diungkapkan Fraenkel (dalam Damayanti, 1993) terdiri dari : a. Tahap berpikir konvergen Pada dasarnya berpikir konvergen sama dengan berpikir logis atau berpikir deduktif. Pada tahap ini seseorang mendapatkan suatu jawaban yang benar setelah mengamati berbagai informasi dan alternatif yang diberikan lalu mereorganisasikannya. Hal ini sejalan dengan Purwanto (2004) yang mengatakan bahwa berpikir konvergen bertolak dari suatu teori yang dianggap benar dan bersifat umum kemudian diterapkan kepada fenomena khusus. b. Tahap berpikir divergen Tahap berpikir divergen (induktif) diawali dengan adanya beberapa alternatif jawaban terhadap suatu permsalahan. Alternatif-alternatif jawaban tersebut tidak mengandung kebenaran seratus persen, sehingga untuk memperoleh kesimpulan yang sifatnya pasti tidak dapat dipenuhi. Kesimpulan melalui tahap berpikir divergen tergantung pada tingkat representatif sampel yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan (Purwanto, 2004)

5 12 c. Tahap berpikir kritis Tahap berpikir kritis merupakan tahap berpikir yang lebih tinggi daripada tahapan berpikir konvergen (deduktif) maupun tahapan berpikir divergen (induktif), karena untuk dapat berpikir kritis menghadapi suatu permasalahan, seseorang harus terlebih dahulu berlatih memilih beberapa alternatif logis sebagai jawaban yang mungkin atas permasalahan tersebut. lalu menemukan kriteriakriteria tertentu untuk memilih alternatif yang paling benar. d. Tahap berpikir kreatif Tahapan berpikir kreatif merupakan tahapan berpikir yang lebih tinggi daripada ketiga tahap berpikir lain yang telah diuraikan sebelumnya. Berpikir kreatif menghasilkan gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta-fakta, tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan, tidak memperhatikan bukti, dan bisa saja melanggar aturan logis. Kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh kreativitas seseorang dalam menanggapi suatu masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Sartorelli, Swart dan Park (Hariyanto, 2001), terungkap bahwa kemampuan berpikir seseorang dapat ditingkatkan dengan cara: membaca dengan kritis; meningkatkan daya analisis; mengembangkan kemampuan observasi/mengamati; meningkatkan rasa ingin tahu; kemampuan bertanya dan refleksi; metakognisi; mengamati model dalam berpikir kritis; dan diskusi yang kaya. Menurut Glathorn dan Baron (Hanaswati, 2000), cara berpikir siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberi masalah yang menuntut siswa memanfaatkan proses-proses pemecahan masalah.

6 13 B. Berpikir Kritis Proses berpikir kritis merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir ini merupakan kemampuan berpikir yang menekankan pada berpikir sistematis, logis, reflektif, dan evaluatif. Menurut Priyadi (2005) berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Siswa yang menggunakan keterampilan berpikir kritis memikirkan hubungan antara variabel-variabel dengan mengembangkan pemahaman logis, memahami asumsi-asumsi dan bias-bias yang mendasari proses utamanya. Pandangan filosofis menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir yang terarah pada tujuan, yaitu untuk menghubungkan kognitif dengan dunia luar sehingga mampu membuat keputusan, pertimbangan, tindakan dan keyakinan secara sederhana. Dengan demikian seorang pemikir yang kritis menurut pandangan filosofis, adalah seorang yang secara sadar dan rasional memikirkan pemikirannya untuk mengaplikasikan dalam konteks lain (Splitter, 1991) Menurut Ennis berpikir kritis ialah kegiatan mental yang bersifat reflektif dan berdasarkan penalaran yang difokuskan untuk menetukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hatihati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Dalam pendidikan, berpikir kritis telah terbukti mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai

7 14 disiplin ilmu, menuju pemenuhan sendiri akan kebutuhan intelektual dan mengembangkan peserta didik sebagai individu berpotensi. Norris (Cotton, 1991) menyatakan bahwa memiliki semangat yang kritis sama pentingnya dengan berpikir kritis. Semangat kritis diperlukan untuk berpikir secara kritis tentang semua aspek kehidupan, berpikir kritis tentang apa yang kita pikirkan, dan bertindak atas pertimbangan. Selain itu sejumlah pandangan tentang berpikir kritis juga dikemukakan oleh para ahli psikologis dan ahli filsafat kognitif (Huitt, 1998) yang juga berusaha untuk mendefinisikan berpikir kritis, yaitu: 1) Kemampuan untuk menganalisis fakta, menghasilkan dan mengorganisasikan ide, mempertahankan pendapat, membuat hubungan, membuat kesimpulan, mengevaluasi argumen dan menyelesaikan masalah (Chance, 1986) 2) Melibatkan berpikir analitis terhadap tujuan dalam mengevaluasi apa yang dibaca (Hickey, 1990) 3) Sebuah kesadaran dan proses yang disengaja yang digunakan untuk membuat interpretasi atau mengevaluasi informasi dalam satu set sikap reflektif dan kemampuan untuk mempercayai dan bertindak secara bijaksana (Mertes, 1991) 4) Suatu proses yang sistematis dalam memahami dan menilai pendapat. Pendapat itu memberikan suatu pernyataan yang tegas tentang kepemilikkan atas objek atau hubungan diantara dua atau lebih objek dan fakta-fakta untuk mendukung ataupun menyangkal, (Mayer & Goodchils, 1990) Berpikir kritis dengan mudah dapat dicapai apabila seseorang mempunyai keterampilan yang dapat dianggap sebagai sifat dan karakteristik pemikir yang kritis. Berkaitan dengan kemampuan yang dapat diukur mengenai kemampuan berpikir kritis, terdapat indikator-indikator kemampuan berpikir kritis. Indikator keterampilan berpikir kritis, dibagi menjadi lima kelompok keterampilan berpikir (Ennis dalam Costa, 1985), yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat pertimbangan lanjut dan mengatur strategi dan taktik. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8 15 Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis No. Kelompok Indikator Subindikator 1. Memberikan penjelasan sederhana 2. Membangun keterampilan dasar Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menjaga kondisi berpikir Menganalisis argumen Mengidentifikasi kesimpulan Mengidentifikasi kalimatkalimat pertanyaan Mengidentifikasi kalimatkalimat bukan pertanyaan Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan Melihat struktur dari suatu argumen Membuat ringkasan Bertanya dan menjawab pertanyaan Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh Mempertimbangkan keahlian Mempertimbangkan kemenarikan konflik Mempertimbangkan kesesuaian sumber Mempertimbangkan reputasi Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat Mempertimbangkan resiko untuk reputasi Kemampuan untuk memberikan alasan Kebiasaan berhati-hati Melibatkan sedikit dugaan Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi

9 16 3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi 4. Memberikan pertimbangan lanjut Menggunakan buku-buku yang benar Menggunakan akses yang baik Menggunkan teknologi Mempertanggungjawabkan hasil observasi Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran Mengemukakan hal yang umum Mengemukakan hasil kesimpulan hipotesis 1. Mengemukakan hipotesis 2. Merancang eksperimen 3. Menarik kesimpulan sesuai fakta 4. Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Membuat dan Membuat dan menentukan menentukan hasil hasil pertimbangan pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan dan masalah Mendefinisikan istilah da Membuat bentuk definisi mempertimbangkan Strategi membuat definisi suatu definisi 1. Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut 2. Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja Membuat isi definisi Mengidentifikasi asumsi- Penjelasan bukan pertanyaan

10 17 5. Mengatur strategi dan taktik asumsi Mengonstruksi argumen Menentukan suatu Mengungkapkan masalah tindakan Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Berinteraksi dengan orang lain Mengamati penerapannya Menggunakan argumen Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika Menunjukkan posisi, orasi, atau tulisan Teori yang dikemukakan Ennis di atas sangat rinci dan lengkap, namun dalam pelaksanaannya untuk melakukan penelitian terhadap semua indikator dan sub indikator tersebut tidaklah mudah, tentunya akan banyak kendala yang dihadapi, maka dari itu penulis mengambil beberapa indikator dan sub indikator dari masing-masing kelompok yang dianggap dapat mewakili indikator dan sub indikator lainnya, karena tidak semua indikator dan sub indikator tersebut cocok untuk setiap pembelajaran dan juga tidak dapat dilaksanakan dalam segala situasi. Adapun indikator dan sub indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel Indikator memfokuskan pertanyaan Dari indikator ini diambil salah satu sub indikatornya, yaitu sub indikator mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. Sub indikator ini dianggap penting untuk menggali kemampuan siswa dalam mengidentifikasi material lokal yang digunakan dalam praktikum mengidentifikasi larutan penyangga. Setiap siswa tentu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dalam

11 18 mengidentifikasi bahan-bahan tersebut sehingga kemampuan masing-masing siswa akan tampak pada keterampilan mengidentifikasi atau metumuskan pertanyaan. Tabel 2.2 Aspek Keterampilan Berpikir Kritis yang Diteliti No. Kelompok Indikator Subindikator 1. Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Memberikan penjelasan sederhana 2. Membangun keterampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 3. Menyimpulkan Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Mempertimbangkan kesesuaian sumber Melaporkan hasil observasi Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki 4. Memberikan pertimbangan lanjut 5. Mengatur strategi dan taktik Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Menentukan suatu tindakan Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja Merumuskan solusi alternatif 2. Indikator bertanya dan menjawab pertanyaan Indikator ini diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu memberikan penjelasan sederhana. Sub indikator ini dianggap penting untuk menggali kemampuan siswa dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena yang terjadi di dalam kegiatan praktikum. Selain itu siswa juga diarahkan untuk dapat

12 19 memberikan penjelasan terhadap setiap langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan identifikasi larutan penyangga. 3. Indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Dari indikator ini diambil salah satu sub indikatornya, yaitu mempertimbangkan kesesuaian sumber. Sub indikator ini dianggap penting karena dalam proses berpikir tentunya kita tidak dapat begitu saja mempercayai sumber yang kita peroleh tanpa memeriksa bukti-bukti yang ada ataupun sebaliknya. Selain itu siswa dalam melakukan praktikum identifikasi larutan penyangga berbasis material lokal diarahkan untuk menyesuaikan informasi yang didapat dari hasil praktikum dengan sumber yang ia peroleh. 4. Indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi Indikator ini diwakili oleh sub indikator melaporkan hasil observasi. Sub indikator ini dianggap penting karena kegiatan melaporkan hasil observasi harus dilakukan pada setiap kegiatan praktikum setelah mengamati proses-proses reaksi alamiah yang terjadi. Demikian juga di dalam praktikum identifikasi larutan penyangga dengan menggunakan material lokal, keterampilan siswa dalam melaporkan hasil observasi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Indikator menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Sub indikator yang diambil dari indikator ini adalah menarik kesimpulan dari hasil penyelidikkan. Sub indikator ini sangat penting karena menarik kesimpulan merupakan tujuan utama dari suatu penelitian. Dalam praktikum identifikasi larutan penyangga berbasis material lokal, keterampilan siswa dapat terlihat dalam

13 20 menghubungkan korelasi antara material lokal tersebut dengan bahan kimia yang tersedia di dalam laboratorium. 6. Indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Indikator ini juga diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu mengidentifikasi dan menangani kesalahan ketidakbenaran yang disengaja. Indikator ini dianggap penting agar siswa mampu berpikir kritis dalam mengevaluasi hasil pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain berikut alasannya, sekaligus dapat memikirkan gagasan-gagasan dalam memperbaikinya. Keterampilan ini sangat bermanfaat dalam praktikum identifikasi larutan penyangga dalam mengidentifikasi bahan-bahan material lokal yang akan digunakan dalam percobaan tersebut. 7. Indikator menentukan suatu tindakan Indikator ini diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu sub indikator merumuskan solusi alternatif. Sub indikator ini dianggap penting karena akan menggali keterampilan siswa menemukan beberapa gagasan alternatif untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan. Solusi alternatif sangat diperlukan apabila solusi utama tidak bisa dilaksanakan. Untuk itu diperlukan gagasan dari siswa untuk merumuskan solusi lain sesuai dengan keterampilan berpikir kritisnya. Keterampilan ini akan dimiliki siswa bila siswa tersebut dapat mengidentifikasi material lokal yang digunakan dalam kegiatan praktikum. Dalam mengidentifikasi larutan penyangga cukup banyak bahan sehari-hari yang sudah dikenal siswa, namun dalam merumuskan solusi alternatifnya tergantung dari keterampilan siswa dalam mengidentifikasi bahan-bahan tersebut.

14 21 C. Tinjauan terhadap Konsep Metode Praktikum Berbasis Material Lokal Metode praktikum adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan praktikum berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol, dan menggunakan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar mengajar dengan metode praktikum ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri. Dengan melakukan praktikum, siswa akan menjadi lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa (Rustaman, 2003). Arifin (2000) mengemukakan di dalam pelaksanaan praktikum para siswa hendaknya mendapat kesempatan untuk memahami konsep yang berkaitan dengan percobaan yang dilaksanakan, mampu menyusun alat-alat dengan baik, mampu menggunakan alat dengan tepat, mampu melakukan pengamatan dan mengkomunikasikannya secara obyektif. Menurut Arifin (2000) keuntungan dengan menggunakan metode praktikum adalah : 1. Dapat memberikan gambaran yang konkret tentang suatu peristiwa 2. Siswa dapat mengamati proses 3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah 5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pengajaran lebih efektif dan efisien

15 22 Di samping itu Hodson (dalam Asriyani, 2009) juga mengemukakan beberapa keunggulan dari penggunaan metode praktikum, antara lain : 1. Meningkatkan motivasi dan ketetarikan siswa dalam bidang IPA. 2. Mengajarkan keterampilan-keterampilan yang harus dilakukan di laboratorium. 3. Membantu perolehan dan pengembangan konsep. 4. Melatih siswa untuk mengembangkan keahlian dalam melakukan berbagai penelitian melalui tahapan metode ilmiah. 5. Melatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti. 6. Mengembangkan keterampilan siswa. Hodson juga mengemukakan bahwa sebagian besar guru yang menerapkan metode praktikum dalam pembelajarannya berhasil mencapai tujuan-tujuan tersebut. Crombang (dalam Damayanti, 1999) mengemukakan bahwa praktikum bukanlah semata-mata kegiatan eksperimental yang dikerjakan di laboratorium dengan memerankan pengetahuan yang telah ada, namun hendaknya praktikum dipandang sebagai metode didaktik dalam pendidikan untuk melakukan aktivitas yang berfungsi membina profesi. Walaupun praktikum mempunyai fungsi dan tujuan yang penting, tetapi pembelajaran dengan metode praktikum di SMA masih jarang dilakukan. Banyak yang berpikiran bahwa metode praktikum sulit dilakukan karena membutuhkan alat dan bahan yang tidak mudah untuk diperoleh, tetapi dapat digunakan bahanbahan alternatif yang berada di lingkungan sekitar dan relatif lebih mudah didapat.

16 23 Praktikum berbasis material lokal adalah praktikum dengan menggunakan alatalat sederhana yang mudah dan murah untuk didapat sehingga tanpa alat-alat praktikum yang memadai pun dapat dilakukan praktikum guna menyempurnakan proses pembelajaran. Padahal aspek berpikir yang didapat dari pembelajaran dengan metode praktikum yang seharusnya ditekankan menjadi terabaikan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu pengembangan prosedur praktikum berbasis material lokal yang dibuat sedemikian rupa sehingga praktikum ini mudah dilakukan, menggunakan alat dan bahan yang mudah diperoleh, murah, dapat dilakukan dimana saja, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan tentunya aman dalam pelaksaannya. Berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis, Schafersman (1991) mengemukakan bahwa kegiatan praktikum merupakan wahana pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Ia mengatakan science laboratory exercise are all excelent for teaching critical thinking. Hal senada dikemukakan Jones (1996) yang mengatakan berpikir kritis salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan praktikum. D. Tinjauan Terhadap Konsep Larutan Penyangga 1. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan perubahan ph ketika sejumlah tertentu asam atau basa ditambahkan ke dalam larutan penyangga tersebut (Sunarya, 2003). Kemampuan larutan penyangga dalam mengatasi perubahan ph dalam sistem dikarenakan

17 24 larutan penyangga memiliki komponen asam dan basa. Pada umumnya komponen asam dan basa tersebut berupa pasangan asam basa konjugasi yakni asam lemah/basa konjugasinya atau basa lemah/asam konjugasinya yang berada dalam kesetimbangan. 2. Jenis-jenis Larutan Penyangga a) Larutan penyangga bersifat asam Larutan penyangga yang bersifat asam terbentuk dari suatu asam lemah dan basa konjugasinya. Apabila larutan ini ditambahkan dengan sedikit asam atau basa maupun diencerkan, maka ph larutan ini relatif tidak berubah dan tetap bersifat asam (ph <7). Sehingga, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan penyangga. Di dalam pelarut air, asam lemah HA hanya terurai sebagian kecil membentuk sedikit H + dan basa konjugasi A -. Adanya basa konjugasi A - dari garam MA ini akan menggeser kesetimbangan asam lemah HA tetapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion H + yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen asam HA yang berasal dari asam lemah HA dan komponen basa A - yang dianggap berasal dari garam MA saja. Komponen HA/ A - ini yang akan berfungsi sebagai penyangga terhadap upaya mengubah ph sistem. b) Larutan penyangga bersifat basa Larutan penyangga yang bersifat basa terbentuk dari basa lemah dan asam konjugasinya. Apabila larutan ini ditambahkan dengan sedikit asam atau basa maupun diencerkan, maka ph larutan ini relatif tidak berubah dan tetap bersifat basa (ph >7). Sehingga, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan penyangga.

18 25 Di dalam pelarut air, basa lemah B hanya terurai sebagian kecil membentuk sedikit asam konjugasi BH + dan ion OH -. Sementara garam BHA akan terurai sempurna membentuk banyak asam konjugasi BH +. Adanya asam konjugasi BH + dari garam BHA ini akan menggeser kesetimbangan basa lemah B tetapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion OH - yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen basa B yang berasal dari basa lemah B dan komponen asam BH + yang dianggap berasal dari garam B saja. Komponen B/ BH + ini yang akan berfungsi sebagai penyangga terhadap upaya mengubah ph sistem. 3. Persamaan Henderson-Hesselbach Larutan penyangga terdiri dari asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya. Misalkan larutan penyangga yang dibuat terdiri dari asam lemah,ha dan basa konjugatnya A -. maka persamaan kesetimbangan ionisasi asam adalah: HA (aq) H + (aq) + A - (aq) Tetapan ionisasinya adalah K a = H+ A HA (1) Dengan menata ulang persamaan ini diperoleh persamaan untuk konsentrasi ion H +, yaitu [ H + ]= ( )

19 26 Persamaan (2) menyatakan konsentrasi ion H + dalam bentuk K a asam lemah serta rasio konsentrasi HA dan A -. Persamaan ini diturunkan dari tetapan kesetimbangan, sehingga konsentrasi HA dan A - merupakan konsentrasi pada keadaan setimbang. Karena adanya A - dari garam yang menekan ionisasi HA, konsentrasi tidak akan berbeda secara signifikan dari harga semula yang dihitung untuk membuat penyangga. Jika [HA] dan [A - ] mendekati sama, konsentrasi ion hidrogen dari penyangga mendekati sama dengan nilai K a. Untuk menurunkan persamaan ph penyangga dapat digunakan persamaan di atas dengan sedikit modifikasi. Dengan mengambil logaritma negatif kedua ruas persamaan maka -log [ H + ] = - log = ( ) Ruas kiri persamaan menyatakan ph. ruas kanan dapat disederhanakan menjadi pk a asam lemah, dimana pk a didefinisikan serupa dengan ph atau poh. pk a =-log K a Jadi persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk ph= p -log = + ( ) Secara lebih umum, persamaan tersebut dapat diungkapkan dalam bentuk ph= p +log ( ) Persamaan di atas digunakan untuk menghitung ph larutan penyangga. 4. Cara kerja larutan penyangga Berdasarkan prinsip Le Châtelier s jika HX adalah asam lemah, dan X sebagai basa konjugasinya, maka kesetimbangan yang terjadi dalam larutan penyangga

20 27 adalah jika basa ditambahkan ke dalam larutan penyangga maka basa akan bereaksi dengan H 3 O + dan melepas beberapa ion ini dari larutan. Sesuai dengan prinsip Le Châtelier, kesetimbangan akan menyesuaikan dengan bergeser ke arah kanan untuk membentuk ion H 3 O +, mencegah perubahan besar pada ph. Begitu juga sebaliknya jika ditambahkan sedikit asam ke dalam larutan penyangga. Cara untuk mencegah kenaikan H 3 O + adalah dengan menggeser kesetimbangan ke arah kiri dan membentuk lebih banyak molekul HX. Semakin besar konsentrasi dua komponen larutan penyangga, maka semakin besar kemampuan penyangga untuk mempertahankan ph. Efisiensi penyangga paling besar saat konsentrasi dari dua komponen sama, tapi kondisi ini tidak terlalu penting untuk cara kerja larutan penyangga. Tetapan kesetimbangan pada reaksi di atas dapat dinyatakan dengan [H 3 O ][X ]/[HX] = Ka. Dari persamaan ini, dapat dilihat dengan mudah saat konsentrasi dari setiap pasangan konjugat adalah sama, [H 3 O]= Ka ph dari larutan penyangga adalah -log(k ). 5. Kapasitas larutan penyangga Kemampuan menyangga dari suatu larutan penyangga didefinisikan dalam bentuk jumlah proton atau ion hidroksida yang dapat dinetralisir tanpa mengubah ph secara signifikan. Suatu penyangga dengan kapasitas tinggi mengandung konsentrasi komponen penyangga yang besar sehingga dapat menetralkan sejumlah besar proton atau ion hidroksida, tetapi menunjukan perubahan ph yang relatif kecil. Perubahan ph larutan penyangga ditentukan oleh rasio [A - ]/[HA], sedangkan kapasitas larutan penyangga ditentukan oleh besarnya [HA] dan [A - ]. Semakin tinggi konsentrasi komponen asam basa larutan penyangga, maka

21 28 semakin besar kapasitas larutan penyangga tersebut. selain itu, kapasitas larutan penyangga juga dipengaruhi oleh perbandingan konsentrasi komponen asam basanya. Semakin kecil perubahan perbandingan komponen asam basanya maka semakin kecil perubahan ph yang terjadi. 6. Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam buah kaleng dan soda kue. Dalam buah kaleng terdapat cairan yang merupakan campuran antara asam sitrat dengan natrium sitrat. Asam sitrat (C 6 H 8 O 7 ) ini adalah asam lemah dan ion sitrat (dari natrium sitrat, C 6 H 7 O - 7 ) adalah basa konjugasinya. Oleh karena itu asam sitrat dan natrium sitrat pada cairan minuman buah kaleng dapat berfungsi sebagai larutan penyangga sehingga ph dalam cairan buah kaleng dapat dikontrol. C 6 H 8 O 7 (aq) + H 2 O (l) C 6 H 7 O - 7 (aq) + H + (aq) Asam Lemah Basa Konjugasi Soda kue merupakan zat pengembang kue yang memiliki rumus kimia NaHCO 3. Jika soda kue dilarutkan dalam air maka dia akan terurai menjadi Na + dan HCO - 3. Na + - tidak akan mengalami penguraian dengan air sedangkan HCO 3 akan mengalami penguraian dengan air menghasilkan H 2 CO 3 dan OH -. Walaupun kebanyakan larutan penyangga mengandung dua komponen yang dapat bereaksi dengan H + dan OH -, ion bikarbonat (HCO - 3 ) adalah salah satu contoh ion tunggal yang dapat berperan sebagai kedua komponen dalam larutan penyangga tersebut. Reaksinya adalah : HCO - 3 (aq) + H + (aq) H 2 CO 3 (aq) HCO - 3 (aq) + OH - (aq) H 2 O + CO 2-3 (aq)

22 29 Maka dari itu soda kue jika dilarutkan dalam air dapat berfungsi sebagai larutan penyangga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) melalui Metode Praktikum Berbasis Material Lokal Pada pembelajaran larutan penyangga dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks. Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks. Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan 4.1.1 Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga Penggunaan level mikroskopik dalam buku teks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Isi dan tujuan mata pelajaran kimia SMA, pembelajaran kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Discovery Learning Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Bruner berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya. Menurut Peter Salim (Rakasiwi,

Lebih terperinci

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia agar mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasiinformasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013

LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013 LARUTAN PENYANGGA [Yea r] LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013 MARI BELAJAR Indikator Produk Menjelaskan komponen pembentuk larutan penyangga dengan berpikir kritis. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Ehrenberg (dalam Pakaya, 2008: 3) bahwa konsep merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Ehrenberg (dalam Pakaya, 2008: 3) bahwa konsep merupakan 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Konsep dan Pemahaman Konsep Kimia Banyak definisi konsep yang dikemukakan oleh para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Ehrenberg (dalam Pakaya, 2008: 3) bahwa konsep merupakan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus mempelajari tentang struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil belajar para siswanya agar dapat melakukan perbaikan-perbaikan agar hasil

BAB I PENDAHULUAN. hasil belajar para siswanya agar dapat melakukan perbaikan-perbaikan agar hasil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas utama guru di dalam pendidikan adalah menilai kemajuan hasil belajar para siswanya agar dapat melakukan perbaikan-perbaikan agar hasil belajarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi tuntutan globalisasi dan industrialisasi.

Lebih terperinci

Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa

Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan penyangga disebut juga larutan penahan atau larutan dapar atau buffer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar Kimia XI SMA 179 BAB 6 Larutan Penyangga Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian larutan penyangga dan komponen penyusunnya. 2. Merumuskan persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu. Kemampuan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013 Kurikulum 2006/2013 KIMIa K e l a s XI ASAM-BASA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kesetimbangan air. 2. Memahami pengaruh asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia masih dianggap sulit oleh beberapa siswa (Sirhan, 2007). Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan dalam memahami ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penjelasan istilah. A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator!

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator! Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang cara menghitung ph dan poh larutan asam basa berdasarkan konsentrasi ion [H + ] dan [OH ] SMA kelas 11 IPA. Berikut contoh-contoh soal yang bisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Berkomunikasi Sebagai Bagian Dari Keterampilan Proses Sains. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains adalah ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi saat ini mengalami perubahan yang sangat pesat. Pada konteks ini pendidikan juga mengalami pembaharuan dari waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Tes Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan adalah suatu proses untuk menjadikan suatu (pikiran, pengetahuan, dan sebagainya) agar menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi.

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi. PETA KONSEP Larutan Penyangga mempertahankan berupa ph Larutan Penyangga Asam mengandung Larutan Penyangga Basa mengandung Asam lemah Basa konjugasi Asam konjugasi Basa lemah contoh contoh contoh contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain selain menigkatkan mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran Sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode Guided Inquiry, siswa diberikan tes berupa soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi memberikan dampak yang besar dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Munculnya berbagai macam teknologi hasil karya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian standar-standar pendidikan seperti yang telah digariskan pada undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan sains saat ini menunjukkan bahwa sains memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Berkembangnya ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA SMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KIMIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA SMA Oleh: Siti Darsati Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER Nama : Fathul Muin NIM : 12/334686/PA/14919 LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA DASAR

Lebih terperinci

I. LARUTAN BUFFER. 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer TINJAUAN PUSTAKA

I. LARUTAN BUFFER. 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer TINJAUAN PUSTAKA I. LARUTAN BUFFER II. TUJUAN 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer III. TINJAUAN PUSTAKA Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal proses-proses penting dalam benda hidup, termasuk tubuh kita sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. mengenal proses-proses penting dalam benda hidup, termasuk tubuh kita sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia adalah materi pelajaran yang terdiri dari konsep-konsep yang sebagian besar bersifat abstrak (Erlina, 2011:631). Selain itu, ilmu kimia mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar, baik individual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak ditunjang dengan praktikum yang dilaksanakan dilaboratorium. Laboratorium disini dapat berarti

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa dilakukan tiga tahap yaitu tahap pertama melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar

Lebih terperinci

Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) I. Analisis Indikator 4. Memahami sifat-sifat larutan asambasa, metode pengukuran, dan terapannya SMAN 1 Dasar SMAN 4 Bandung SMAN 1 Cimahi SMAN

Lebih terperinci

Lampiran Sumber Belajar : Purba, Michael Kimia SMA. Erlangga. Jakarta

Lampiran Sumber Belajar : Purba, Michael Kimia SMA. Erlangga. Jakarta Lampiran 3 95 INTRUKSI 1. Setiap siswa harus membaca penuntun praktikum ini dengan seksama. 2. Setelah alat dan bahan siap tersedia, laksanakanlah percobaan menurut prosedur percobaan. 3. Setelah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan experimental science, tidak dapat dipelajari hanya dengan membaca, menulis, atau mendengarkan. Mempelajari ilmu kimia bukan hanya menguasai kumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Subjek penelitian ini adalah enam orang siswa SMA kelas XI IPA yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPA dan teknologi yang sangat pesat memerlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan teknologi, mampu berpikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Mata pelajaran kimia termasuk ke dalam Pelajaran IPA yang merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa karena banyaknya konsep kimia yang abstrak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan dari proses belajar mengajar adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) siswa. Untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA A. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga biasa disebut juga dengan larutan Buffer atau larutan Dapar. Dimana larutan penyangga merupakan larutan yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 REAKSI ASAM BASA

PERCOBAAN 3 REAKSI ASAM BASA PERCOBAAN 3 REAKSI ASAM BASA I. Teori Dasar Kita sering menjumpai asam dan basa dalam kehidupan sehari-hari. Buah-buahan, seperti jeruk, apel, dll., mengandung asam. Amonia rumah tangga, bahan pembersih,

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. PEMBAHASAN V. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan tanggal 3 Oktober 2011 mengenai pembuatan larutan buffer dan pengujian kestabilannya. Larutan buffer adalah campuran asam/basa lemah dan basa/asam konjugasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan satuan pendidikan yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com 1

wanibesak.wordpress.com 1 Ringkasan, contoh soal dan pembahasan mengenai asam, basa dan larutan penyangga atau larutan buffer Persamaan ionisasi air H 2O H + + OH Dari reaksi di atas sesuai hukum kesetimbangan, tetapan kesetimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Discovery Learning Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. siswa kelas XI IPA adalah mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan. larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.

I. PENDAHULUAN. siswa kelas XI IPA adalah mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan. larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan yang sangat penting. Di dalam tubuh makhluk hidup larutan penyangga berperan menjaga ph di dalam cairan

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 3 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DISERTAI HIERARKI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen 209 LAMPIRAN C. INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argumen Bertanya menjawab penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk mencari pemahaman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis. IPA tidak hanya membelajarkan

Lebih terperinci

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan pelajaran penting, karena memberikan lebih banyak pengalaman untuk menjelaskan fenomena yang dekat dengan kehidupan sekaligus mencari solusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci