BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perencanaan gizi di Indonesia telah mulai dilakukan dari Pelita I. Pada awal-awal pelaksanaannya perencanaan gizi dilandasi oleh informasi yang sangat terbatas, berasal dari hasil-hasil penelitian di berbagai daerah, sehingga sering menggambarkan keadaan yang kurang tepat bagi seluruh wilayah Indonesia. Didorong oleh permasalahan yang dihadapi terutama masalah rawan pangan di berbagai daerah, memicu minat kalangan gizi di Indonesia untuk mulai melakukan kegiatan-kegiatan kearah pengembangan suatu sistem sesuai dengan kebutuhan dan situasi di Indonesia. Pemerintah pun menganggap Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) penting dan sudah waktunya untuk dikembangkan untuk menunjang usaha pembangunan yang semakin meningkat. Prinsip-prinsip yang selanjutnya digunakan sebagai penuntun dalam upaya pengembangan SKPG di Indonesia antara lain : a. SKPG dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan tujuantujuan SKPG yang hendak dicapai b. Pengembangan SKPG dipusatkan pada salah satu masalah gizi yang penting dan menjadi prioritas c. Pengembangan SKPG semaksimal mungkin memanfaatkan apa yang sudah ada, baik data maupun organisasi Pendekatan yang digunakan untuk tujuan tersebut diatas dimulai dengan menyusun suatu rencana usulan proyek pengembangan SKPG di Indonesia pada tahun 1979 Proyek penelitian dan pengembangan SKPG dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dan 1

2 Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dengan dukungan dari Cornell University Amerika Serikat. Dari pilot Proyek di Lombok Tengah dan Boyolali diperoleh proses pengembangan sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI), proyek ini selanjutnya diaplikasikan di seluruh Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya masalah pangan dan gizi dapat terjadi setiap waktu dan tidak hanya tergantung pada kegagalan produksi. Oleh karena itu dalam periode , SKPG dikembangkan dengan lingkup yang lebih luas ke seluruh Indonesia, dengan komponen kegiatan terdiri dari : 1. Sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI) 2. Pemantauan Status Gizi, dan 3. Jejaring Informasi Pangan dan Gizi (JIPG) Berbagai permasalahan tentang pangan dapat dipahami sebagai keadaan yang meliputi kelebihan, kekurangan, ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Penanganan masalah pangan perlu mendapatkan fokus perhatian karena sangat terkait dengan upayaupaya pemenuhan hak azasi akan pangan bagi masyarakat dan pembentukan sumberdaya manusia. Terwujudnya ketahanan pangan dihasilkan oleh keterkaitan bebarapan aspek yaitu : (1) aspek ketersediaan, (2) aspek distribusi, (3) aspek konsumsi. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga aspek tersebut. Pendekatan yang ditempuh dalam membangun ketiga aspek tersebut adalah koordinasi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Kondisi terpenuhi/tidak terpenuhinya ketersediaan pangan baik skala rumah tangga, kabupaten/kota maupun lingkup yang lebih luas lagi akan selalu mengalami dinamisasi dalam menghadapi tantangan dan permasalahan, karena sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau potensi sumberdaya yang dimiliki dalam menghasilkan produksi untuk mendukung 2

3 ketersediaan pangan suatu daerah, kelancaran fasilitasi input produksi baik yang disediakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal yang demikian ini dapat menjadikan suatu daerah yang secara agroklimat potensial menjadi daerah rawan pangan. Berbagai kondisi pemenuhan ketersediaan pangan dapat memberikan gambaran yang komprehensif ada/tidaknya masalah pangan yang harus dideteksi sedini mungkin dan diketahui penyebabnya, antara lain : 1. Besarnya kemampuan dan potensi suatu wilayah untuk menyediakan pangan dari wilayah sendiri atau adanya pasokan dari luar tanpa memperhatikan ketersediaan pangan yang sudah ada, sehingga ketersediaan pangan menjadi berlebih. 2. Rendahnya kemampuan atau potensi sumberdaya suatu wilayah untuk menyediakan pangan dari wilayahnya maupun memenuhi ketersediaan pangan melalui pasokan sehingga ketersediaan pangan wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan produk pangan yang dapat mengakibatkan timbulnya kerawanan pangan. 3. Rendahnya akses fisik dan akses rumah tangga/individu untuk memenuhi pangan yang cukup (ketidakmampuan rumah tangga/ individu) dalam memenuhi kebutuhan pangannya sehingga dapat dimungkinkan terjadi kerawanan pangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan dan mengatasi kerawanan pangan yang terjadi di masyarakat. Kepedulian, keterbatasan kemampuan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk melakukan upaya mengatasi kerawanan pangaan yang ada di sekitarnya. Kegiatan perencanaan gizi di Indonesia telah mulai dilakukan dari Pelita I. Pada awal-awal pelaksanaannya perencanaan gizi dilandasi oleh informasi yang sangat terbatas, berasal dari hasil-hasil penelitian di berbagai daerah, sehingga sering menggambarkan keadaan yang kurang tepat bagi seluruh wilayah Indonesia. 3

4 Didorong oleh permasalahan yang dihadapi terutama masalah rawan pangan di berbagai daerah, memicu minat kalangan gizi di Indonesia untuk mulai melakukan kegiatan-kegiatan ke arah pengembangan suatu sistem sesuai dengan kebutuhan dan situasi di Indonesia. Pemerintah pun menganggap Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) penting dan sudah waktunya untuk dikembangkan untuk menunjang usaha pembangunan yang semakin meningkat. Prinsip-prinsip yang selanjutnya digunakan sebagai penuntun dalam upaya pengembangan SKPG di Indonesia, antara lain: (a) SKPG dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan tujuan SKPG yang hendak dicapai,(b) pengembangan SKPG dipusatkan pada salah satu masalah gizi yang penting dan menjadi prioritas, (c) pengembangan SKPG semaksimal mungkin memanfaatkan apa yang sudah ada, baik data maupun organisasi. Pendekatan yang digunakan untuk tujuan tersebut di atas dimulai dengan menyusun suatu rencana usulan proyek pengembangan SKPG di Indonesia pada tahun Proyek penelitian dan pengembangan SKPG dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Boyolali,Jawa Tengah dengan dukungan dari Cornell University Amerika Serikat. Dari pilot proyek di Lombok Tengah dan Boyolali diperoleh proses pengembangan Sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI). Pilot proyek ini selanjutnya diaplikasikan di seluruh Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya masalah pangan dan gizi dapat terjadi setiap waktu dan tidak hanya tergantung pada kegagalan produksi. Oleh karena itu dalam periode SKPG dikembangkan dengan lingkup yang lebih luas ke seluruh Indonesia, dengan komponen kegiatan terdiri dari: (1) Sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI), (2) Pemantauan Status Gizi, dan (3) Jejaring Informasi Pangan dan Gizi (JIPG). SKPG sampai saat ini masih dirasakan sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah 4

5 Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, dimana sebagian aspek-aspek penanganan kerawanan pangan merupakan urusan daerah. Pemerintahan Provinsi mempunyai kewajiban: 1. Pencegahan dan pengendalian masalah pangan akibat menurunnya ketersediaan pangan di daerah karena berbagai sebab; 2. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan sebagai akibat menurunya mutu, gizi dan keamanan pangan; 3. Peningkatan dan pencegahan penurunan akses pangan masyarakat; 4. Penanganan dan pengendalian kerawanan pangan. Pemerintahan Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban penanganan urusan ketahanan pangan yang terkait dengan SKPG seperti: 1. Melakukan identifikasi kelompok rawan pangan; 2. Melakukan penanganan penyaluran pangan untuk kelompok rawan pangan tingkat kabupaten; 3. Melakukan pencegahan dan pengendalian, serta penanggulangan masalah pangan sebagai akibat penurunan akses pangan, mutu, gizi, ketersediaan dan keamanan pangan; 4. Melakukan pengumpulan dan analisis informasi ketahanan pangan kabupaten untuk penyusunan kebijakan ketahanan pangan tingkat provinsi dan nasional. B. Tujuan 1. Mewaspadai timbulnya ancaman kerawanan pangan, kelaparan dan gizi buruk dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan gizi penduduk Jawa Tengah. 2. Sebagai dasar untuk mengetahui situasi pangan dan gizi di suatu daerah. 3. Mencegah dan menanggulangi kejadian kelaparan dan gizi buruk. C. Sasaran Pemetaan dan peramalan situasi pangan dan gizi di Provinsi Jawa Tengah. 5

6 D. Keluaran 1. Tersedianya informasi situasi pangan dan gizi tahunan 2. Tersedianya informasi hasil investigasi daerah yang diindikasikan rawan pangan 3. Tersusunnya rekomendasi kebijakan dan pelaksanaan intervensi bagi penanganan kerawanan pangan dan gizi 4. Tersedianya laporan dan rekomendasi kebijakan dan perencanaan program yang berkaitan dengan pangan dan gizi. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri dari pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta investigasi mendalam (indepth investigation) bagi Kabupaten dan Kecamatan yang diindikasikan akan terjadi kerawanan pangan dan gizi. Hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan sebagai bahan perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan intervensi atau tindakan dalam penanganan kerawanan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 6

7 BAB II GAMBARAN UMUM SITUASI PANGAN DAN GIZI 2.1. Ketersediaan Pangan Produksi Padi Tanam padi di Jawa Tengah tahun 2014 seluas ha dengan luas puso ha sehingga diperoleh luas panen ha dengan produksi ton menurun 6,73 % dibanding tahun 2013 sebesar ha. Tabel 1 : Produksi Padi di Jawa Tengah Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes

8 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 30 Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data :: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Atap Produksi Jagung Tanam jagung di Jawa Tengah tahun 2014 seluas ha dan tidak terjadi puso sehingga diperoleh luas panen ha dengan produksi ton meningkat 4,11 % dibanding tahun 2013 sebesar ton. Tabel 2 : Produksi Jagung di Jawa Tengah Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang

9 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 23 Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data :: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Atap Produksi Ubi Kayu Tanam Ubi kayu di Jawa Tengah tahun 2014 seluas ha dengan luas puso 2 ha sehingga diperoleh luas panen ha dengan produksi ton turun 2,73 % dibanding tahun 2013 sebesar ton. Tabel 3 : Produksi Ubi Kayu di Jawa Tengah Tahun No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan

10 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 16 Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data :: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Atap Produksi Ubi Jalar Tanam Ubi Jalar di Jawa Tengah tahun 2014 seluas ha dengan luas puso 51 ha sehingga diperoleh luas panen ha dengan produksi ton turun 2,34 % dibanding tahun 2013 sebesar ton. Tabel 4 : Produksi Ubi Jalar di Jawa Tengah Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo

11 No Kabupaten/Kota Luas Tanam Luas Puso Luas Panen Produksi 7 Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data :: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Atap

12 Konsumsi Pangan Tabel 5 : Angka kecukupan energi Jawa Tengah Tahun 2014 No. Kelompok Pangan AKG Ideal AKG Tahun 2014 Kecukupan Energi Aktual Kkal/kap/hr Kkal/kap/hr (%) 1 Padi-padian , Umbi-umbian ,28 73,57 3 Pangan Hewani ,59 74,83 4 Minyak & lemak , Buah/biji berminyak 60 54,86 91,43 6 Kacang-kacangan , Gula ,61 71,61 8 Sayur & buah ,29 96,06 9 Lain-lain 60 13,66 - Jawa Tengah ,50 Sumber data : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tabel 6 : Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Jawa Tengah Tahun 2014 No. Kelompok Pangan PPH Ideal PPH tahun Padi-padian Umbi-umbian 2,5 2,21 3 Pangan Hewani 24 17,96 4 Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula 2,5 1,79 8 Sayur dan buah 30 28,82 9 Lain-lain - - Jawa Tengah ,78 Sumber data : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Cadangan Pangan Balai Pengadaan Cadangan Pangan (BPCP) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah sebagai mengelola Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dari penyediaan kg GKG setara kg beras tahun 2014 telah terdistribusikan untuk 12

13 penanganan kerawanan pangan transien sebesar kg GKG setara kg beras sehingga sisa stok awal tahun 2015 sebesar kg GKG setara kg beras. Tabel 7 : Stok dan Distribusi Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun No Urian Gabah (Kg) Setara Beras (Kg) Uraian Kejadian Tanggal Pengiriman 1 Kab Grobogan Banjir 09 Januari Kota Pekalongan Banjir 20 Januari Kab Jepara Banjir 22 Januari Kab Kudus Banjir 22 Januari Kabupaten Pati Banjir 22 Januari Kota Semarang Banjir 24 Januari Kab Pekalongan Banjir 28 Januari Kab Kendal Angin barat 28 Januari Kab Demak Banjir 29 Januari Kota Semarang Banjir 30 Januari Kab Pemalang Banjir 30 Januari Kab Batang Banjir 10 Pebruari Kab Pekalongan Banjir 10 Pebruari Kota Pekalongan Banjir 2 April Kab Pemalang Banjir 2 April Kab Pekalongan Banjir 2 April Kab Magelang Puting beliung 14 Nopember Kab Semarang Gagal panen 8 Desember Kab Banjarnegara Tanah longsor 13 Desember Kab Pekalongan Rob 30 Desember Kab Cilacap Banjir 31 Desember 2014 Penyusutan dan tercecer Desember 2014 Jumlah Distribusi Sisa Stock Sumber data : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah 13

14 2.2. Akses Pangan 2.1. Perkembangan Harga Pangan komoditas utama dan strategis Tabel 8 : Harga rata-rata Komoditas Pangan Tahun 2014 di Jateng Bulan Beras Jagung Ubi kayu Ubi Jalar Gula Minyak Goreng Ayam Telur Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata Max Min Sumber data : Enumerator harga Kabupaten/Kota, diolah Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah. Secara makro harga komoditas pangan strategis Beras, jagung, Ubi kayu, Ubi jalar, Gula pasir, Daging sapi, Daging Ayam ras, Telur ayam ras adalah aman terkendali terlihat dari realisasi CV (koefisien variasi) masih dibawah target CV. Untuk komoditas Ubi kayu merupakan komoditas mengalami fluktusi harga di Jawa Tengah terlihat dari realisasi CV sebesar 8, lebih tinggi dibanding target CV sebesar 5. Perkembangan harga konsumen untuk komoditas pangan strategis di Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar grafik berikut : 14

15 Gambar 1 : Harga Beras Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. Gambar 2 : Harga Jagung Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. Gambar 3 : Harga Ubi Kayu Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. 15

16 Gambar 4 : Harga Ubi Jalar Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. Gambar 5 : Harga Gula Pasir Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. Gambar 6 : Harga Minyak Goreng Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. 16

17 Gambar 7 : Harga Daging Ayam Ras Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng. Gambar 8 : Harga Telur Ayam Ras Tahun 2014 di Jawa Tengah Sumber data : Enumerator Harga Pangan Kab/Kota, diolah BKP Prov Jateng Jumlah Penduduk Aspek akses pangan dinilai dengan pendekatan prosentase KK pra KS dan KSI alasan ekonomi berdasarkan data setahun terakhir yang dikeluarkan oleh Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Tengah (Tahun 2014) diperoleh bahwa Penduduk Jawa Tengah tahun 2014 sebesar jiwa, meningkat 0,52 % dibanding tahun 2013 sebesar jiwa. Pertumbuhan penduduk terbesar pada kabupaten Semarang 6,29% dan Pati 4,35%. 17

18 Tabel 9 : Jumlah penduduk Jawa Tengah Tahun 2014 dibanding Tahun No Kabupaten /Kota Tahun 2013 (Jiwa) Tahun 2014 (Jiwa) Peningkatan/ penurunan 1 Cilacap ,60% 2 Banyumas ,92% 3 Purbalingga ,91% 4 Banjarnegara ,86% 5 Kebumen ,65% 6 Purworejo ,65% 7 Wonosobo ,27% 8 Magelang ,76% 9 Boyolali ,38% 10 Klaten ,99% 11 Sukoharjo ,66% 12 Wonogiri ,80% 13 Karanganyar ,94% 14 Sragen ,07% 15 Grobogan ,83% 16 Blora ,38% 17 Rembang ,75% 18 Pati ,35% 19 Kudus ,39% 20 Jepara ,50% 21 Demak ,47% 22 Semarang ,29% 23 Temanggung ,96% 24 Kendal ,62% 25 Batang ,20% 26 Pekalongan ,27% 27 Pemalang ,90% 28 Tegal ,70% 29 Brebes ,94% 30 Kota Magelang ,47% 31 Kota Surakarta ,59% 32 Kota Salatiga ,90% 33 Kota Semarang ,11% 34 Kota Pekalongan ,33% 35 Kota Tegal ,82% Jawa Tengah ,52% Sumber data : Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Tengah 18

19 Gambar 9 : Grafik sebaran penduduk Jawa Tengah Tahun 2015 Jumlah jiwa dalam keluarga menurut komposisi umur adalah sebagai berikut : Usia 0 - <1 tahun (bayi) tercatat jiwa (1,46%) Usia 1 - <5 tahun tercatat jiwa (5,66%) Usia 5 - <10 tahun tercatat jiwa (9,05%) Usia 7 15 tahun tercatat jiwa (15,3%) Usia 10 - <25 tahun tercatat jiwa (21,73%) Usia 25 - <60 tahun tercatat jiwa (52,46%) Usia 60 tahun keatas tercatat jiwa (9,64%) 19

20 Dari KK, dirinci menurut jenis kelamin, sebagai berikut : Kepala keluarga laki-laki sebanyak atau 87,26% Kepala keluarga perempuan sebanyak atau 12,74%. Kepala Keluarga berdasarkan status pekerjaan, yang bekerja sebanyak atau 91,13%. Sedangkan yang tidak bekerja atau 8,8% Aspek Keluarga Sejahtera Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2014 dari jumlah keluarga sebanyak dapat dikelompokkan Kepala Keluarga (KK) sebagai berikut : Gambar 10 : Komposisi Keluarga Sejahtera di Jawa Tengah Tahun Jumlah Keluarga Pra sejahtera Jumlah keluarga Pra Sejahtera tahun 2014 sebanyak KK atau 26,11 % dari jumlah keluarga yang ada sebanyak Jumlah keluarga pra sejahtera tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 sebanyak KK. Terjadi penurunan keluarga pra sejahtera sebanyak KK (2,4 %). 20

21 Jumlah Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) Jumlah Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) tahun 2014 sebanyak KK atau 20,70 % dari jumlah yang ada sebanyak Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 sebanyak sehingga terjadi kenaikan sebanyak KK atau mencapai sebesar 5,23% Jumlah Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II) Jumlah Sejahtera Tahap II (KS II) tahun 2014 sebanyak KK atau mencapai sebesar 23,4% dari jumlah keluarga yang ada sebanyak Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 sebanyak KK sehingga terjadi kenaikan sebanyak KK atau mencapai sebesar 4,84% Jumlah Keluarga Sejahtera tahap III (KS III) Jumlah Sejahtera Tahap III (KS III) tahun 2014 sebanyak KK atau mencapai sebesar 25,38% dari jumlah keluarga yang ada sebanyak Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 sebanyak KK sehingga terjadi penurunan sebanyak KK atau mencapai sebesar 0,19% Jumlah Keluarga Sejahtera tahap III Plus (KS III+) Jumlah Sejahtera Tahap III Plus (KS III+) tahun 2014 sebanyak KK atau mencapai sebesar 4,42% dari jumlah keluarga yang ada sebanyak Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 sebanyak KK sehingga terjadi kenaikan sebanyak KK atau mencapai sebesar 3,86%. 21

22 Tabel 10 : Jumlah Keluarga Miskin Tahun 2014 di Jawa Tengah No Kabupaten/Kota Jumlah Keluarga KK Pra Sejahtera KK Sejahtera I Jumlah KK Miskin % 1 Cilacap ,99 2 Banyumas ,33 3 Purbalingga ,13 4 Banjarnegara ,80 5 Kebumen ,84 6 Purworejo ,96 7 Wonosobo ,91 8 Magelang ,14 9 Boyolali ,65 10 Klaten ,68 11 Sukoharjo ,30 12 Wonogiri ,61 13 Karanganyar ,32 14 Sragen ,17 15 Grobogan ,72 16 Blora ,85 17 Rembang ,76 18 Pati ,36 19 Kudus ,99 20 Jepara ,83 21 Demak ,19 22 Semarang ,55 23 Temanggung ,83 24 Kendal ,06 25 Batang ,62 26 Pekalongan ,57 27 Pemalang ,67 28 Tegal ,69 29 Brebes ,32 30 Kota Magelang ,64 31 Kota Surakarta ,33 32 Kota Salatiga ,11 33 Kota Semarang ,09 34 Kota Pekalongan ,63 35 Kota Tegal ,26 Jawa Tengah ,81 Sumber data : Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Tengah 22

23 2.3. Pemanfaatan Pangan Status gizi balita Dari balita yang ditimbang pada tahun 2013, status gizi buruk balita (0,78%), gizi kurang balita (5,61%), gizi normal balita (92,20%) dan gizi lebih balita (1,4%). Tabel 11 : Status Gizi Balita Tahun 2013 di Jawa Tengah. No Kab /Kota Balita Ditimbang Balita Gizi Buruk % Balita Gizi Kurang 1 Cilacap , ,72 2 Banyumas , ,82 3 Purbalingga , ,05 4 Banjarnegara , ,46 5 Kebumen , ,43 6 Purworejo , ,59 7 Wonosobo , ,72 8 Magelang , ,77 9 Boyolali , ,37 10 Klaten , ,62 11 Sukoharjo , ,26 12 Wonogiri , ,99 13 Karanganyar , ,12 14 Sragen , ,88 15 Grobogan , ,48 16 Blora , ,34 17 Rembang , ,86 18 Pati , ,91 19 Kudus , ,74 20 Jepara , ,72 21 Demak , ,44 22 Semarang , ,97 23 Temanggung , ,49 24 Kendal , ,52 25 Batang , ,41 26 Pekalongan , ,52 27 Pemalang , ,43 28 Tegal , ,89 29 Brebes , ,03 30 Kota Magelang , ,59 31 Kota Surakarta , ,72 32 Kota Salatiga , ,15 % 23

24 No Kab /Kota Balita Ditimbang Balita Gizi Buruk % Balita Gizi Kurang 33 Kota Semarang , ,93 34 Kota Pekalongan , ,04 35 Kota Tegal , ,30 Jawa Tengah , ,61 Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah % Kasus gizi buruk Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk di Jawa Tengah tahun 2012 pada awal tahun sejumlah anak dan telah ditangani oleh Dinas Kesehatan sehingga sembuh 383 anak, meninggal 15 dan lain-lain (pindah tempat tinggal) 9 anak sehingga sisa kasus Gizi buruk akhir Desember 2013 masih 963 anak. Tabel 12 : Kasus dan Penanganan Gizi Buruk Tahun 2013 di Jawa Tengah No Kabupaten / Kota Kasus Gizi Buruk (BB/TB) Meninggal Sembuh Lainlain Sisa Kasus 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung

25 No Kabupaten / Kota Kasus Gizi Buruk (BB/TB) Meninggal Sembuh Lainlain Sisa Kasus 24 Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 25

26 BAB III METODE SKPG 3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup SKPG a. Pengertian 1). Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. 2). Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi. 3). Rawan Pangan Kronis adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan. 4). Rawan Pangan Transien adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial), maupun karena alam berupa berbagai musibah yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami). a. Transien Berat: apabila dampak bencana berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi lebih dari 30 persen penduduk suatu wilayah. b. Transien Ringan: apabila dampak bencana berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi kurang dari persen penduduk suatu wilayah. 26

27 5). Keadaan Darurat Pangan (Rawan Pangan Transien Berat) adalah keadaan kritis, tidak menentu yang mengancam situasi pangan masyarakat yang memerlukan tindakan serba cepat dan tepat diluar prosedur biasa. Keadaan darurat terjadi karena peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang terjadi diluar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya meskipun dapat diperkirakan (Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002). 6). Investigasi adalah kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan untuk melihat langsung dan melakukan cross check terhadap kejadian rawan pangan dan gizi, sekaligus mengumpulkan data dan informasi guna mengidentifikasi permasalahan, sasaran penerima manfaat, serta jenis bantuan yang diperlukan. 7). Intervensi adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun kronis, untuk mengatasi masyarakat yang mengalami rawan pangan sesuai dengan kebutuhannya secara tepat dan cepat. 8). Sasaran penerima manfaat adalah masyarakat yang terindikasi rawan pangan transien atau kronis yang ditetapkan berdasarkan hasil rekomendasi dari Tim Investigasi. 9). Berdasarkan waktu pelaksanaan, recovery permasalahan, dan hasil tindakan, mengatasi permasalahan rawan pangan yang dihadapi masyarakat maka intervensi dibedakan menjadi: a. Intervensi Jangka Pendek/Tanggap Darurat adalah suatu kegiatan penanganan daerah rawan pangan bersifat segera. b. Intervensi Jangka Menengah adalah suatu kegiatan penanganan daerah rawan pangan yang dilakukan dalam kurun waktu 3 (tiga) hingga 6 (enam) bulan. c. Intervensi Jangka Panjang adalah suatu kegiatan penanganan daerah rawan pangan yang dilakukan dalam kurun waktu di atas 6 (enam) bulan. 27

28 10). Sistem Pengendalian Intern (SPI) dapat diartikan antara lain: pengawasan intern, lembaga, organisasi, pemerintah daerah, pemantauan pengendalian intern, dengan maksud dan tujuan mendukung peningkatan kinerja, transparansi, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan pengamanan aset negara. 11). Monitoring (Pemantauan) adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin atau suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses/ mempelajari, mengawasi, dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan, yang dilakukan secara terus menerus dan berkala di setiap tingkatan agar program/kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana atau pengamatan secara kontinyu mengenai penggunaan input untuk melaksanakan kegiatan, pencapaian hasil, dan dampak proyek. 12). Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar atau proses penilaian secara sistematik, reguler, dan obyektif mengenai relevansi, kinerja dan keberhasilan program/proyek yang sedang berjalan dan sudah diselesaikan. 13). Pelaporan adalah bentuk penyampaian informasi mengenai hasil pelaksanaan program/kegiatan yang dituangkan ke dalam formulir yang telah ditentukan secara berkala dan sesuai dengan petunjuk pengisiannya atau dalam konteks partisipatif merupakan kegiatan yang direncanakan dan sistematis tentang data yang diproses, ditransformasikan ke dalam format yang disepakati, dan didistribusikan kepada pengguna untuk memuaskan kebutuhan informasi mereka. 28

29 14). Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau salah satu bentuk pengawasan internal, yang memungkinkan untuk melakukan intervensi pencegahan dan penanggulangan terhadap temuan yang menyimpang pada pelaksanaan program/proyek. b. Ruang Lingkup SKPG Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri dari pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta investigasi mendalam (indepth investigation) bagi desa yang diindikasikan akan terjadi kerawanan pangan dan gizi. Hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan sebagai bahan perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan intervensi atau tindakan dalam penanganan kerawanan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan baik di tingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten Organisasi Pelaksana SKPG (Lampirkan SK Tim SKPG) Provinsi membentuk Pokja/Tim SKPG yang berada dibawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah dengan susunan Pokja/ Tim minimal sebagai berikut: 1. Sekretaris: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah 2. Anggota terdiri dari perwakilan-perwakilan instansi terkait lingkup Provinsi Jawa Tengah, antara lain: - Bappeda Provinsi Jawa Tengah - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Tengah - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah 29

30 Tugas umum pokja SKPG di tingkat provinsi antara lain: a. Menemukenali secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah pangan dan gizi b. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan intervensi penanganan rawan pangan dan gizi. c. Menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta serta lembaga swadaya masyarakat dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Secara khusus tugas Pokja/Tim SKPG di tingkat provinsi antara lain: a. Melakukan pertemuan-pertemuan koordinasi teknis konsolidasi data dan informasi pangan dan gizi secara regular (bulanan dan tahunan). b. Menyusun peringkat kabupaten berdasarkan laporan SKPG kabupaten c. Melakukan pengolahan dan analisis data bulanan dan tahunan berdasarkan laporan SKPG kabupaten d. Menyusun laporan situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan. e. Melaporkan hasil analisa bulanan dan tahunan kepada Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan Tim Pokja pangan dan Gizi Tingkat Pusat. f. Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil analisis bulanan dan merumuskan langkah-langkah intervensi. 30

31 3.3. Mekanisme Kerja Kegiatan SKPG Gambar 11 : Analisis SKPG Dalam Rangka Penanganan Kerawanan Pangan DATA BULANAN DAN TAHUNAN SKPG (Ketersediaan, Akses, dan Pemanfaatan Pangan) DATA DIKUMPULKAN, DIOLAH, DAN DIANALISIS HASIL ANALISIS SKPG Apakah terdapat permasalahan pada: Ketersediaan? Akses?; dan Pemanfaatan Pangan? T Pemantauan / analisis SKPG tetap Terindikasi Rawan Pangan Dilakukan Investigasi Apakah permasalahan yang timbul telah sampai pada tahap membutuhkan upaya penanganan idak T Dipantau/ monitoring situasi Jenis intervensi yang bagaimana yang diperlukan? Intervensi Non Pangan (jenis intervensi non pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran, waktu Intervensi Pangan (jenis intervensi pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran, waktu 31

32 BAB IV HASIL PELAKSANAAN SKPG 4.1. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Bulanan Tahun 2014 Analisis SKPG bulanan dapat menggambarkan bagaimana kondisi kerawanan pangan suatu daerah dari bulan ke bulan selama satu tahun. Untuk tahun 2014 lebih merata warna merahnya dipengaruhi oleh adanya pergeseran waktu tanam dan peningkatan harga pangan yang cukup signifikan (daging ayam dan telur) serta balita yang melakukan penimbangan secara rutin masih dibawah 90 %. Tabel 14 : Skor komposit bulanan tahun 2014 No Kabupaten / Kota Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal

33 No Kabupaten / Kota Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des 25 Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Total Skor 1 = Warna hijau (aman), Total Skor 2 = Warna kuning (waspada), Total skor 3 = warna merah (rawan) 4.2. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Bulanan Tahun Aspek Ketersediaaan Pangan Tabel 13 : Analisis SKPG Jawa Tengah Tahun 2015 dari Aspek Ketersediaan No Pangan Kabupaten/Kota Produksi Bersih Beras (Ton) Produksi Bersih Jagung (Ton) Produksi Bersih Ubi (Ton) Produksi Bersih Total (Ton) 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus

34 No Kabupaten/Kota Produksi Bersih Beras (Ton) Produksi Bersih Jagung (Ton) Produksi Bersih Ubi (Ton) Produksi Bersih Total (Ton) 20 Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov Jateng. No Kabupaten / Kota Populasi 2014 (Jiwa) Produksi Bersih (Gr/Kap/hr) Rasio Ketersediaan (r) Skor Pertanian 1 Cilacap , Banyumas , Purbalingga , Banjarnegara , Kebumen , Purworejo , Wonosobo , Magelang , Boyolali , Klaten , Sukoharjo , Wonogiri , Karanganyar , Sragen , Grobogan , Blora , Rembang , Pati , Kudus , Jepara , Demak , Semarang , Temanggung ,

35 No Kabupaten / Kota Populasi 2014 (Jiwa) Produksi Bersih (Gr/Kap/hr) Rasio Ketersediaan (r) Skor Pertanian 24 Kendal , Batang , Pekalongan , Pemalang , Tegal , Brebes , Kota Magelang , Kota Surakarta , Kota Salatiga , Kota Semarang , Kota Pekalongan , Kota Tegal ,08 3 Jawa Tengah ,51 Sumber data : Pokja SKPG Prov Jateng Rasio ketersediaan pangan yang dihasilkan dari produksi pangan pokok yaitu Padi, Jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar untuk konsumsi penduduk Jawa Tengah secara makro cukup. Terdapat 2 kabupaten yaitu Kudus dan pekalongan yang diindikasi waspada dari aspek ketersediaan karena bukan sentra produksi pangan pokok, namun dari akses (distribusi pangan) tidak terjadi kendala dalam penyediaan pangan pokok penduduknya karena dapat dicukupi dari wilayah sekitarnya. Khusus di 6 daerah perkotaan rasio ketersediaan dilihat dari produksi menunjukkan warna merah dikarenakan bukan sebagai daerah produsen. Namun karena pangan cukup tersedia di masyarakat dan didukung oleh kemampuan daya beli sehingga tidak terganggu akses pangannya Aspek Akses Pangan Akses pangan yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan. 35

36 No Tabel 14 : Analisis SKPG Jawa Tengah Tahun 2015 dari Aspek Akses Pangan Kabupaten/ Kota Jumlah Keluarga KK Pra Sejahtera KK Sejahtera I KK_Pra dan Sejahtera I (Total) % Pra dan Sejahtera I (r) Skor Miskin 1 Cilacap , Banyumas , Purbalingga , Banjarnegara , Kebumen , Purworejo , Wonosobo , Magelang , Boyolali , Klaten , Sukoharjo , Wonogiri , Karanganyar , Sragen , Grobogan , Blora , Rembang , Pati , Kudus , Jepara , Demak , Semarang , Temanggung , Kendal , Batang , Pekalongan , Pemalang , Tegal , Brebes , Kota Magelang , Kota Surakarta , Kota Salatiga , Kota Semarang , Kota Pekalongan , Kota Tegal ,26 3 Jawa Tengah ,81 Sumber data : Perwakilan BKKBN Prov Jateng, Diolah Pokja SKPG 36

37 Angka kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2014 sebesar 13,58 % atau 4,56 juta jiwa turun 0,86% dari tahun 2013 sebesar 14,44% atau 4,81 juta jiwa Aspek Pemanfaatan Pangan Indikator status gizi balita yang dinilai dengan prevalensi gizi kurang pada balita di masing-masing kabupaten/kota yang dikumpulkan sekali setahun melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG). Dari pemantauan status gizi balita tahun 2014 berdasarkan berat badan dibanding umur, sebagaimana gambar berikut : Gambar 12 : Grafik Status Gizi Balita Tahun 2014 di Jawa Tengah Dari hasil pemantauan status gizi balita di Provinsi Jawa Tengah, kendala di lapangan, antara lain Kemiskinan, Kurangnya asupan zat gizi, penyakit infeksi, pola asuh, ketersediaan pangan di tingkat keluarga dan daya beli masyarakat. Selain masalah kekurangan gizi, saat ini kelebihan gizi juga perlu diwaspadai. 37

38 Gambar 13 : Grafik Balita KLB gizi buruk dan gizi kurang tahun 2014 KLB Gibur, seperti gunung es yang sedikit tampak pada permukaan namun kedalamannya menyebar sangat luas. Diawali dari kondisi kekurangan gizi yang tidak segera tertangani atau karena pola asuh yang diakibatkan dari masih minimnya pengetahuan pangan dan gizi dari ibu/orang tua. Dari kejadian, 89 kasus tertangani yang dirujuk ke Rumah sakit sebanyak 8 kasus, di Rumah sakit 76 kasus dan di TFC 5 kasus. 38

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG

PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA. 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG 1 I.Program Peningkatan Ketahanan Pangan (APBD) Peningkatan Akses Pangan Masyarakat dan Pemantauan

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 PAPARAN SEKRETARIS DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, 19 Januari 2017 Struktur Organisasi

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaah Terhadap Kebijakan Nasional Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, Kementerian PPN/Bappenas memangkas prioritas nasional agar lebih fokus menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015 BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015 1 2 (a) PADA TAHUN 2008 BANK DUNIA MEMPERINGATKAN BAHWA CADANGAN PANGAN INDONESIA BERADA DALAM TITIK TERENDAH

Lebih terperinci

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015 RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA 2016 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 29-30 Oktober 2015 1 1. 2 REALISASI ANGGARAN APBN TA 2015 SATKER PAGU ANGGARAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Rachman Djamal, dkk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp.

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di Indonesia karena sektor pertanian mampu menyediakan lapangan kerja, serta

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BADAN KETAHANAN PANGAN Jl. Gatot Subroto Komplek Pertanian Tarubudaya Telp. (024) 6922411 6923412 Fax. (024) 6921997 Kotak Pos 106 Ungaran Barat 50501 SAMBUTAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Halaman : 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 2017 Formulir RKA-SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 2.02. - Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 96 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59 Beberapa media sering sekali memberitakan tentang rawan pangan/ kerawanan pangan dan kelaparan yang terjadi pada suatu daerah. Dengan adanya pemberitaan ini maka dengan sendirinya masyarakat jadi tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah

Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah POPULASI PENDUDUK DI JAWA TENGAH SEBANYAK 33.270.207 JIWA JUMLAH PMKS SEBESAR 5.016.701 JIWA / 15,08 % DARI PENDUDUK JATENG PERINCIAN : KEMISKINAN 4,468,621

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 7 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Halaman : RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 05 Formulir RKA-SKPD. Urusan Pemerintahan :.. - KETAHANAN PANGAN Organisasi :..0. - Badan

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di

Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di Provinsi Jawa Tengah 1 Dasar Hukum 2 1. Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Jakarta, 2013 1 KATA PENGANTAR Kondisi dan situasi pangan dan gizi di daerah dapat ditunjukkan melalui

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Halaman : RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 0 Formulir RKA-SKPD. Urusan Pemerintahan :.0. - PERTANIAN Organisasi :.0.0. - Dinas Peternakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

Optimalisasi Penyerapan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun Surakarta, 28 April 2016 PERUM BULOG DIVRE JATENG

Optimalisasi Penyerapan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun Surakarta, 28 April 2016 PERUM BULOG DIVRE JATENG Optimalisasi Penyerapan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2016 Surakarta, 28 April 2016 PERUM BULOG DIVRE JATENG ALUR OPERASIONAL PROGRAM KETAHANAN PANGAN PETANI PRODUSEN SATKER ADA DN Mitra Kerja Pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 1 RAPAT KOORDINASI Pilot Project Reforma Agraria Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 Rencana Lokasi Pilot Project 2 Koordinasi lintas K/L untuk kegiatan Access Reform Lokasi yang diusulkan: Prov.

Lebih terperinci