SABAM PARSAORAN SITUMORANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SABAM PARSAORAN SITUMORANG"

Transkripsi

1 TINGKAT CEMARAN UNSUR RADIONUKLIDA ALAM 238 U DAN 232 Th DI PERAIRAN SEKITAR KAWASAN PLTU-BATUBARA (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) SABAM PARSAORAN SITUMORANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU- Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Sabam Parsaoran Situmorang C ii

3 ABSTRACT SABAM PARSAORAN SITUMORANG. Pollutant Level of Natural Radionuclides 238 U and 232 Th in Waters Surrounding the Area of the Coal Fired Power Plant (Case Study Waters of Pulau Panjang and Coastal of Lada Bay, Banten). Under supervision of HARPASIS SELAMET SANUSI and JUNE MELLAWATI. This study had been carried out by collecting sample of the surficial sediments, sea water, seaweeds, fishs (Stolephorus) and mussels (Codakia) from 4 locations in waters of Pulau Panjang and coastal of Lada Bay (as control/comparison site), Banten in June-July Natural radionuclide ( 238 U and 232 Th) concentrations in samples were measured using neutron activation analysis (NAA) method. The results showed that total radionuclide concentrations in sediment ( 238 U: 18, ,0013 Bq/kg; 232 Th: 11, ,6685 Bq/kg), seawater ( 238 U: undetected; 232 Th: 0,0790-0,1299 Bq/l), cultivation seaweeds ( 238 U: undetected; 232 Th: 3,6735-4,8345 Bq/kg), natural seaweeds ( 238 U: 3, ,0430 Bq/kg; 232 Th: 3,9941-9,0788 Bq/kg), Stolephorus ( 238 U: undetected; 232 Th: 3,3078 Bq/kg) and Codakia ( 238 U: 6,8903 Bq/kg; 232 Th: 3,6023 Bq/kg) in Pulau Panjang, Banten around Suralaya coal fired power plant (PLTU) higher than control site that were around the Labuan coal fired power plant, namely in sediments ( 238 U: 10,4253 Bq/kg; 232 Th: 16,5952 Bq/kg), seawater ( 238 U: undetected; 232 Th: 0,0671 Bq/l), cultivation seaweeds ( 238 U: undetected; 232 Th: 2,3005 Bq/kg), natural seaweeds ( 238 U:19,5367 Bq/kg; 232 Th: 2,6729 Bq/kg) and Stolephorus ( 238 U: undetected; 232 Th: 2,0603 Bq/kg). This means the coal fired power plant has an impact on natural radionuclides pollution in the waters. The internal radiation exposured (via consumed of Codakia and Stolephorus) that received by inhabitant who live in Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten are between range 0, ,01984 msv/year. This value was considered less than limitation of effective doses that recomended by IAEA for public (1 msv/year). Keywords: natural radionuclides, neutron activation analysis (NAA), coal fired power plant, the internal radiation exposure iii

4 RINGKASAN SABAM PARSAORAN SITUMORANG. Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU-Batubara (Kajian Di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten). Dibimbing oleh HARPASIS SELAMET SANUSI dan JUNE MELLAWATI. Pengoperasian PLTU-batubara pada kondisi normal berpotensi melepaskan sejumlah radionuklida alam seperti 238 U dan 232 Th ke lingkungan perairan pesisir di sekitarnya melalui fly ash (abu terbang), bottom ash dan aktivitas pemasokan bahan bakar batubara ke PLTU dengan menggunakan kapal-kapal tongkang. Radionuklida alam dapat larut dalam kolom air dan terdeposit ke dalam sedimen, sehingga dengan adanya interaksi antara komponen biotik dengan abiotik dapat terjadi akumulasi dalam tubuh biota dan tumbuhan. Melalui jalur rantai makanan radionuklida alam tersebut akan sampai ke manusia sehingga dapat menimbulkan paparan radiasi interna dan pada tingkat konsentrasi tertentu menimbulkan kerusakan biologis misalnya kerusakan materi inti sel, khusunya pada DNA dan kromosom sehingga berpotensi menyebabkan kanker. Penelitian dengan topik tingkat cemaran unsur radionuklida alam di perairan sekitar kawasan PLTU-batubara ini bertujuan mengkuantifikasi konsentrasi radionuklida alam 238 U dan 232 Th dalam air laut (total, terlarut dan tersuspensi), sedimen, rumput laut (alami dan budidaya), ikan teri (Stolephorus dan Anchoa) dan kerang (Codakia) di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada (lokasi pembanding), Banten, kemudian menghitung faktor konsentrasi 238 U dan 232 Th pada rumput laut, ikan teri dan kerang di perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada (lokasi pembanding), Banten sekitar kawasan PLTU-batubara, serta memperkirakan dosis interna yang diterima penduduk Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten melalui konsumsi ikan teri dan kerang laut dari perairan Pulau Panjang, Banten. Pengambilan contoh air, sedimen, rumput laut, ikan teri dan kerang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2011 dari 4 stasiun pengamatan di perairan Pulau Panjang dan pesisir Teluk Lada (sebagai lokasi pembanding), Banten. Preparasi dan pengukuran kandungan radionuklida alam dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Pasar Jumat, Jakarta. Proses aktivasi neutron contoh dan standar menggunakan reaktor GA Siwabessy BATAN, Puspiptek, Serpong, Tanggerang, Banten. Pengukuran parameter muatan padatan tersuspensi total (TSS) dan identifikasi jenis kerang dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan (Proling) Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP), FPIK-IPB. Bahan organik total (TOM) sedimen dan analisis ukuran butiran sedimen dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB. Identifikasi spesies ikan teri dilakukan di Laboratorium Ikhtiologi, MSP, FPIK-IPB sedangkan jenis rumput laut ditentukan berdasarkan buku pengenalan jenis-jenis rumput laut Indonesia. Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam komponen abiotik di perairan Pulau Panjang, Banten sekitar kawasan PLTU Suralaya berturut-turut yaitu dalam air laut, total: tidak terdeteksi dan 0,0790 0,1299 Bq/l, terlarut: tidak terdeteksi dan 0,0623 0,0951 Bq/l dan tersuspensi: tidak terdeteksi dan 0,0167 0,0433 Bq/l; iv

5 sedimen total: 18, ,0013 Bq/kg dan 11, ,6685 Bq/kg, sedangkan di lokasi pembanding (perairan pesisir Teluk Lada, Banten sekitar PLTU Labuan) yaitu dalam air laut, total: tidak terdeteksi dan 0,0671 Bq/l, terlarut: tidak terdeteksi dan 0,0333 Bq/l dan tersuspensi: tidak terdeteksi dan 0,0338 Bq/l; sedimen total: 10,4253 Bq/kg dan 16,5952 Bq/kg. Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam komponen biotik di perairan Pulau Panjang, Banten sekitar kawasan PLTU Suralaya berturut-turut yaitu rumput laut alami: 3, ,0430 Bq/kg dan 3,9941 9,0788 Bq/kg; rumput laut budidaya: tidak terdeteksi dan 3,6735 4,8347 Bq/kg; ikan teri (Stolephorus): tidak terdeteksi dan 3,308 Bq/kg; kerang (Codakia): 6,8903 Bq/kg dan 3,6023 Bq/kg, sedangkan di lokasi pembanding berturut-turut yaitu rumput laut alami: 19,5367 Bq/kg dan 2,6729 Bq/kg; rumput laut budidaya: tidak terdeteksi dan 2,3005 Bq/kg; ikan teri (Anchoa): tidak terdeteksi dan 2,0603 Bq/kg. Faktor konsentrasi 238 U dan 232 Th pada beberapa jenis rumput laut alami berturut-turut yaitu Gracilaria salicornia: 0,1397 dan 0,1221; Sargassum duplicatum: 0,9719 dan 0,1695; Padina australis: 0,4622 dan 0,1385; Ulva lactuca: 1,3750 dan 0,2598, dan pada biota yaitu ikan teri (Stolephorus) tidak teridentifikasi dan 0,7831; kerang (Codakia): 0,20 dan 0,32. Perkiraan dosis interna melalui konsumsi ikan teri (Stolephorus) dan kerang laut (Codakia) dari perairan Pulau Panjang, Banten yang diterima penduduk Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten usia dewasa ( 18 tahun) yaitu 0,0025 0,0461 msv/tahun. Aktivitas PLTU-batubara memberikan dampak terhadap perairan di sekitarnya, ada indikasi peningkatan konsentrasi radionuklida alam (baik dalam komponen abiotik maupun biotik) di perairan Pulau Panjang, Banten sekitar kawasan PLTU Suralaya yang telah beroperasi selama 27 tahun bila dibandingkan lokasi pembanding (sekitar PLTU Labuan yang baru beroperasi ±1 tahun). Tingkat akumulasi 238 U dan 232 Th pada rumput laut alami berturut-turut lebih tinggi pada jenis algae hijau, algae coklat dan algae merah. Ikan teri Stolephorus memiliki kemampuan mengabsorpsi 232 Th lebih baik daripada kerang Codakia. Dosis interna yang diterima penduduk Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten belum melebihi batas dosis efektif yang direkomendasikan oleh IAEA untuk masyarakat yaitu 1 msv/tahun. v

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB vi

7 TINGKAT CEMARAN UNSUR RADIONUKLIDA ALAM 238 U DAN 232 Th DI PERAIRAN SEKITAR KAWASAN PLTU-BATUBARA (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) SABAM PARSAORAN SITUMORANG Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vii

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc viii

9 Judul Tesis Nama NRP : Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU-Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) : Sabam Parsaoran Situmorang : C Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc Ketua Dr. June Mellawati, B.Sc, S.Si, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 17 Juni 2011 Tanggal Lulus: ix

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) dengan judul Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU-Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harpasis Selamet Sanusi, M.Sc dan Ibu Dr. June Mellawati, S.Si, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan anggota pembimbing atas kesabaran, perhatian, bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis. 3. Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku Ketua Program Studi yang memberikan bantuan dan saran selama menempuh pendidikan S-2 di Program Studi Ilmu Kelautan IPB. 4. Pak Ali Arman Lubis, M.Sc, Pak Suripto dan Bu Niken, S.Si (Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta) atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama preparasi dan perhitungan radionuklida alam. Pak Kowkab (Center for Multiporpuse Reactor, BATAN, Puspiptek, Serpong) atas pelatihan singkat, penjelasan mengenai intalasi nuklir dan bantuan saat irradiasi sampel. 5. I. M. Royn S. Pasek, S.Pi, Synthesa P.Y.K, S.Pi, Lalu Aktidar Hakim, S.Pi, Ilham Rizki, S.Pi, Yohan Sony N., S.Pi, Abie Aryo D, S.Pi, Astrid S.P, Andhita Triwahyuni, S.Pi, Putri Mudhlika Lestarina, M.Si, Liston Siringoringo, M,Si dan Maria Ulfa, S,Kel atas bantuannya saat survey lapangan, pengambilan sampel maupun preparasi sampel. 6. Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah atas bantuan melalui beasiswa non kedinasan untuk mahasiswa S1, S2, S3 dan spesialis kedokteran tahun Rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Kelautan angakatan 2008 dan pihak-pihak lain yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Bogor, Juli 2011 Sabam Parsaoran Situmorang x

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tumbang Jutuh (Kalimantan Tengah) pada tanggal 9 Oktober 1984 sebagai anak ke-4 dari lima bersaudara dari pasangan Drs. Marusaha Situmorang dan Setiara Manullang. Pendidikan dimulai di SDN Palangka-4 Palangkaraya ( ) dilanjutkan ke SMPN-3 Palangkaraya ( ) dan SMUN-5 Plus Palangkaraya ( ). Tahun menempuh pendidikan S-1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)-IPB. Pada tahun 2008, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun Selama mengikikuti program S-2, penulis mengabdi sebagai asisten pada bagian Oseanigrafi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB sejak tahun 2008 sampai sekarang dan aktif dalam keanggotaan Wahana Interaksi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan (Watermass-IKL) pada tahun Penulis juga memperoleh Beasiswa non kedinasan untuk mahasiswa S1, S2, S3 dan spesialis kedokteran dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah tahun Dua buah karya ilmiah telah dipresentasikan pada pertemuan ilmiah yaitu Geokimia Logam Berat (Pb, Cr dan Cu) dalam Sedimen dan Potensi Ketersediaannya pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur pada Seminar PIT ISOI VI di Bogor pada bulan November 2009 dan Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU-Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) pada Seminar Keselamatan Nuklir (SKN) 2011 Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) di Jakarta pada bulan Juni Dua buah jurnal telah diterbitkan dengan judul Geochemistry of heavy metals (Pb, Cr and Cu) in sediments and benthic communities of Berau Delta, Indonesia pada jurnal Coastal Marine Science, The University of Tokyo tahun 2010 dan Geokimia Logam Berat (Pb, Cr dan Cu) dalam Sedimen dan Potensi Ketersediaannya pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur pada jurnal Ilmu Kelautan, UNDIP tahun Artikel berjudul Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU-Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten) akan diterbitkan pada prosiding SKN 2011 BAPETEN, serta artikel Prakiraan Paparan Radiasi 238 U dan 232 Th yang Diterima Penduduk Pulau Panjang Sekitar Calon Tapak Potensial PLTN Banten akan diterbitkan pada jurnal Pengembangan Energi Nuklir pada tahun xi

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan dan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Fisika Kimia Radionuklida Unsur Radionuklida Alam Uranium Thorium Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Batubara Cara kerja PLTU-batubara Lepasan Radionuklida dari Pengoperasian PLTU-Batubara Karakteristik radionuklida alam lepasan dari kegiatan PLTU-batubara Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th di Lingkungan Perairan Pesisir Radionuklida alam 238 U dan 232 Th di air, padatan tersuspensi dan sedimen peraiaran Radionuklida alam 238 U dan 232 Th pada organisme perairan (biota dan tumbuhan) a. Kerang b. Rumput laut Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th dalam Tubuh Manusia METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Alat Bahan Komponen dan Parameter Lingkungan yang Diukur Teknik Pengambilan dan Preparasi Contoh Air laut Sedimen xii

13 3.4.3 Padatan tersuspensi Biota (kerang dan ikan teri) Tumbuhan (rumput laut) Pengukuran Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th Proses aktivasi Proses pengukuran Analisis Data Analisis parameter fisik dan kimia air serta sedimen perairan pesisir Faktor konsentrasi 238 U dan 232 Th pada biota dan tumbuhan perairan pesisir Prakiraan dosis interna yang diterima penduduk melalui konsumsi ikan teri dan kerang laut HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Letak geografis, administratif dan topografi Pulau Panjang, Banten Kondisi perairan (potensi, kedalaman, pasang surut dan arus) Klimatologi (curah hujan, arah dan kecepatan angin) Lokasi pembanding PLTU-Batubara Suralaya Transportasi bahan bakar Boiler dan turbin Emisi abu hasil pembakaran batubara Kualitas Perairan Pesisir Pulau Panjang dan Teluk Lada, Banten Salinitas, ph, suhu, DO dan TSS Tekstur dan bahan organik total sedimen Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th dalam Air dan Sedimen Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam air Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam sedimen Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th dalam Rumput Laut Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th dalam Tubuh Biota (Ikan Teri Genus Stolephorus dan Kerang Genus Codakia) Paparan Radiasi Interna Melalui Konsumsi Ikan Teri (Genus Stolephorus) dan Kerang (Genus Codakia) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Unit-unit dalam radiologi Isotop-isotop uranium yang berasal secara alami Jenis-jenis batubara Kadar radionuklida yang terkandung di dalam hasil proses industri non nuklir dan hasil limbahnya Kandungan radionuklida dalam batubara Kandungan dan konsentrasi radionuklida dalam abu terbang PLTU-batubara di beberapa negara Minimum aktivitas yang dapat terdeteksi (MDA) untuk radionuklida yang terjadi dari buatan manusia atau dari alami Komponen lingkungan, parameter, satuan dan metode pengukuran Nilai dissolved transport indice (DTI) dan kapasitas adsorpsi (KA) dari 232 Th di lokasi pengamatan pada Juni-Juli Konsentrasi 238 U dan 232 Th di air laut beberapa perairan Indonesia dan kisaran rata-ratanya di dunia Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam sedimen di beberapa perairan Indonesia dan kisaran rata-ratanya di dunia Rumput laut yang ditemukan di lokasi pengamatan Rata-rata faktor konsentrasi 238 U dan 232 Th pada beberapa jenis rumput laut alami yang ditemukan di lokasi pengamatan, Juni-Juli Konsentrasi 238 U dan 232 Th dalam tubuh ikan teri (Stolephorus) dan kerang (Codakia) serta nilai faktor konsentrasinya di perairan Pulau Panjang, Banten, Juni Konsentrasi 238 U dan 232 Th pada produk olahan hasil laut (dodol rumpu laut dan ikan teri) di Pulau Panjang dan Kampung Kemuning, Citeureup, Banten, Juni-Juli Rata-rata asupan harian dan tahunan 238 U dan 232 Th yang diperoleh melalui konsumsi kerang dan ikan teri pada penduduk Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram kerangka pemikiran 6 2. Deret peluruhan radionuklida alam 238 U Deret peluruhan radionuklida alam 232 Th Perkiraan cadangan batubara di Indonesia hingga tahun Cara kerja PLTU-batubara dalam menghasilkan listrik Lokasi PLTU-batubara di Indonesia Jalur masuk (intake), penyerapan (uptake) dan keluaran (ekskresi) radionuklida alam dalam tubuh manusia Peta lokasi penelitian Grafik pasang surut (cm) di perairan Pulau Panjang, Banten, Juni Pola sebaran arah dan kecepatan arus permukaann (m/s) di Utara dan Barat Pulau Jawa berdasarkan penggolongan musim di Indonesia (a. musim barat, b. musim peralihan 1, c. musim timur dan d. musim peralihan 2) Curah hujan bulanan (mm) dari rata-rata data 3 tahun ( ) di daerah Kabupaten Serang, Banten a) Pola sebaran angin bulanan (m/s) selama musim barat berdasarkan data rataan harian angin QuickSAT (tahun 2010); b) Windrose musim barat di lepas pantai timur Pulau Panjang, Banten a) Pola sebaran angin bulanan (m/s) selama musim peralihan 1 berdasarkan data rataan harian angin QuickSAT (tahun 2010); b) Windrose musim peralihan 1 di lepas pantai timur Pulau Panjang, Banten a) Pola sebaran angin bulanan (m/s) selama musim timur berdasarkan data rataan harian angin QuickSAT (tahun 2010); b) Windrose musim timur di lepas pantai timur Pulau Panjang, Banten a) Pola sebaran angin bulanan (m/s) selama musim peralihan 2 berdasarkan data rataan harian angin QuickSAT (tahun 2010); b) Windrose musim peralihan 2 di lepas pantai timur Pulau Panjang, Banten Persentase arah dan kecepatan angin di perairan Pulau Panjang, Banten selama 10 tahun (Januari 2000-Desember 2009) Nilai salinitas ( ) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Nilai ph pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Nilai suhu perairan ( o C) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Nilai DO (mg/l) perairan pada stasiun pengamatan, Juni-Juli xv

16 21. Nilai TSS (mg/l) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Sebaran rata-rata fraksi sedimen pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Kandungan TOM (%) dalam sedimen pada stasiun pengamatan, Juni-Juli Konsentrasi 232 Th (Bq/l) total, tersuspensi dan terlarut dalam air laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli Konsentrasi 238 U dan 232 Th (Bq/kg) total dalam sedimen pada lokasi pengamatan, Juni-Juli Konsentrasi 238 U (Bq/kg) dalam rumput laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli Konsentrasi 232 Th (Bq/kg) tubuh rumput laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur analisis muatan padatan tersuspensi/tss Prosedur analisis kandungan bahan organik total (TOM) sedimen Analisis tekstur sedimen (metode pemipetan) Peta lokasi stasiun 4 (lokasi pembanding) di Teluk Lada, Banten Peta topografi Pulau Panjang, Banten Data elevasi muka laut selama 15 hari dari Dishidros Perhitungan bilangan Formzahl Konversi satuan bobot (gram) ke aktivitas (Bq) Batas deteksi alat (detection limits) dari 238 U dan 232 Th Curah hujan bulanan dari rata-rata data 3 tahun ( ) di daerah Kabupaten Serang Tekstur sedimen Rata-rata konsumsi kerang dan ikan teri oleh penduduk Kampung Peres, Pulau Panjang, Banten Asupan harian (daily intakes) dan tahunan (annual intakes) 238 U melalui ingesti kerang Asupan harian (daily intakes) dan tahunan (annual intakes) 232 Th melalui ingesti kerang Asupan harian (daily intakes) dan tahunan (annual intakes) 232 Th melalui ingesti ikan teri Total asupan radionuklida alam 238 U dan 232 Th Dosis efektif terikat (intakes of commited effctive dose) per tahun dari konsumsi kerang dan ikan teri Gambar sampel rumput laut Nilai kualitas perairan dan konsentrasi radionuklida alam dalam air laut, sedimen dan rumput laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli xvii

18 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir tersebut mempunyai peran yang sangat penting, baik ditinjau dari segi ekologis maupun ekonomis (Dahuri 2003). Lingkungan laut (pesisir dan estuaria) merupakan suatu ekosistem yang khas karena menjadi tempat akumulasi berbagai kontaminan (alami dan antropogenik). Sumber kontaminan tersebut ialah masukan dari daratan melalui sistem sungai, jatuhan dari atmosfir dan aktivitas di perairan itu sendiri (pelabuhan, wisata dan industri). Di era industrialisasi, kawasan pesisir menjadi prioritas utama untuk mengembangkan berbagai kegiatan industri sehingga wilayah tersebut beresiko tinggi untuk berbagai kasus pencemaran. Beberapa kegiatan industri non-nuklir seperti tambang timah, tambang batuan fosfat, tambang batuan bauksit, minyak dan gas bumi, tambang emas, pabrik pupuk fosfat, pabrik penyekat dinding dari fosfogipsum dan pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar batubara serta pemanfaatan hasil limbahnya, tanpa disadari akan menaikkan tingkat radionuklida alam di lingkungan dan pada tahap berikutnya akan menaikkan paparan radiasi alam terhadap kehidupan di lingkungannya. Dua industri dari beberapa industri non-nuklir tersebut menurut laporan UNSCEAR yang mempunyai potensi besar sebagai pencemar radionuklida ke lingkungan yaitu pabrik pupuk fosfat dan PLTU-batubara (Bunawas dan Pujadi 1998). Listrik sangat diperlukan untuk berbagai keperluan. Kebutuhan setiap tahunnya terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk, usaha peningkatan kesejahteraan manusia dan peningkatan perekonomian. Guna memenuhi kebutuhan listrik di dunia dan di Indonesia khususnya, pemerintah terus berupaya membangun PLTU-batubara dan PLTN. Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama yang umum digunakan pada berbagai kegiatan industri, termasuk industri pembangkit listrik, karena dari segi ekonomis batubara jauh lebih murah dibandingkan jenis bahan bakar lainnya. Dari segi kuantitas, batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia, karena

19 2 jumlahnya sangat berlimpah mencapai hampir puluhan milyar ton. PLTU menggunakan batubara sebagai bahan bakar yang berasal dari alam dan mengandung material radioaktif (NORM = Naturally Occuring Radioactive Material), sehingga dapat menimbulkan terjadinya pemekatan radionuklida alam yang dinamakan TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occuring Radioactive Material). Masalah perlindungan lingkungan hidup sekarang semakin banyak diperdebatkan dalam kaitannya dengan kesehatan manusia. Hal ini mendorong evolusi signifikan dalam bidang radioproteksi. Setelah sebelumnya penekanan ditempatkan langsung pada kesehatan manusia dan sukses, radioproteksi memperluas ruang lingkup dan perhatian untuk juga mempertimbangkan fauna, flora dan komponen abiotik lingkungan, dimana diketahui bahwa kesehatan manusia memerlukan lingkungan yang sehat pula. Isu lingkungan sangat penting untuk pengembangan PLTU-batubara yang baru. Pelepasan hasil produk pembakaran batubara yang tidak terkontrol dapat meningkatkan konsentrasi logam toksik dan radionuklida alam di lingkungan, oleh karena itu evaluasi terhadap jumlah zat radioaktif dalam batubara sangat penting (Flues et al. 2006). Bahan tambang mengandung sejumlah radionuklida alam karena bahan tersebut berasal dari kerak bumi yang umumnya diperoleh manusia melalui penggalian. Batubara merupakan bahan tambang yang mengandung unsur-unsur radioaktif/radionuklida alami berumur paruh panjang. Batubara mengandung uranium-238 ( 238 U), thorium-232 ( 232 Th), radium-226 ( 226 Ra) dan kalium-40 ( 40 K) yang kadarnya cukup bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya. Kandungan radionuklida alam di dalam batubara bervariasi bergantung pada jenis dan lokasi penambangan batubara. Konsentrasi radionuklida alam di dalam abunya juga akan bervariasi dan cenderung lebih kaya dibandingkan unsur radionuklida alam yang terkandung di dalam batubara. Laju produksi abu batubara pada sistem pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kira-kira 10% dari volume batubara. Lebih dari 90% abu yang dihasilkan terdiri dari 20% berupa bottom ash dan slag, lainnya 80% berupa fly ash (Sukandarrumidi 2009). Undang-undang RI No. 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,

20 3 dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Radionuklida alam dapat digolongkan sebagai bahan berbahaya dan beracun, hal ini karena sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Bapedal 1999). Jika unsur radionuklida alam terlepas ke lingkungan perairan, maka hasil interaksinya dengan komponen biotik perairan tersebut dapat menimbulkan keadaan abnormal dari biota perairan (ikan dan biota lain). Kontak langsung dengan komunitas tanaman juga menyebabkan penurunan produksi biomassa dan hambatan pertumbuhan serta kematian (Connel dan Miller 1995). Radionuklida alam sebagai unsur pencemar yang masuk ke dalam ekosistem akan mengikuti lintas rantai makanan dan dapat berujung pada jaringan tubuh manusia (Thayib 1990). Kasus pencemaran radionuklida alam di negara maju telah diketahui sejak lama, akan tetapi di negara berkembang seperti Indonesia, kasus ini masih belum banyak diketahui sebagian besar masyarakat. Pulau Panjang, Provinsi Banten dengani luas area 7,26 km 2 memiliki jumlah penduduk sekitar 3000 orang dengan mata pencaharian masyarakatnya sebagian besar adalah sebagai nelayan. Produk utama dari kegiatan perikanan di Pulau Panjang adalah rumput laut dan ikan teri yang menjadi produk unggulan di provinsi Banten. Banyak juga ditemukan kerang yang hidup di perairan Pulau Panjang dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Pulau Panjang berdekatan dengan kawasana industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar sehingga dapat mencemari perairan tersebut salah satunya zat radioaktif/radionuklida alam yang dihasilkannya. Industri tersebut diantaranya PLTU-batubara Suralaya, dengan jarak kurang lebih 12 km diduga aktivitas PLTU-batubara tersebut mempengaruhi perairan Pulau Panjang, stockpile batubara dan aktivitas pemasokan bahan bakar batubara menggunakan kapalkapal tongkang yang melewati perairan tersebut. Selain itu, adanya rencana pemerintah untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Pulau Panjang, Banten juga merupakan isu yang menarik dalam hal pencemaran zat radioaktif di perairan Pulau Panjang, Banten.

21 4 Berdasarkan hal-hal di atas, maka perlu dilakukan kajian dampak lepasan radionuklida alam 238 U dan 232 Th dari PLTU-batubara ke lingkungan. Penelitian ini dimaksudkan menentukan status dan sebaran radionuklida alam 238 U dan 232 Th di kawasan pesisir sekitar industri non-nuklir. 1.2 Perumusan Masalah Pengoperasian PLTU-batubara pada kondisi normal berpotensi melepaskan sejumlah radionuklida alam seperti 238 U dan 232 Th ke lingkungan perairan pesisir di sekitarnya melalui fly ash (abu terbang) dan bottom ash, selain itu aktivitas pemasokan bahan bakar batubara ke PLTU dengan menggunakan kapal-kapal tongkang juga memberikan kontribusi terhadap pelepasan radionuklida alam ke perairan. Adanya rencana pemerintah membangun PLTU-batubara guna memenuhi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat dalam mendorong pembangunan nasional, secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya emisi radionuklida alam ke lingkungan perairan pesisir di sekitarnya. Beberapa PLTUbatubara yang direncanakan kebanyakan berlokasi di pesisir. Radionuklida alam tersebut dapat larut dalam kolom air dan terdeposit ke dalam sedimen sehingga dapat mempengaruhi kehidupan komponen biotik di perairan pesisir tersebut. Radionuklida alam tersebut akan terakumulasi dalam tubuh biota dan tumbuhan sehingga melalui jalur rantai makanan radionuklida alam tersebut akan sampai ke manusia. Asupan terhadap biota dan tumbuhan yang mengandung 238 U dan 232 Th oleh manusia dapat menimbulkan paparan radiasi interna dalam tubuh manusia. Kerusakan biologis yang timbul akibat terpapar radiasi ini misalnya kerusakan materi inti sel, khusunya pada DNA dan kromosom sehingga berpotensi menyebabkan kanker. Kasus pencemaran radionuklida alam primordial 238 U dan 232 Th oleh industri non-nuklir khususnya PLTU-batubara masih belum banyak diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kasus tersebut dapat dianggap penting karena dampak yang diakibatkannya serius.

22 5 1.3 Kerangka Pemikiran Pembangunan pembangkit listrik (PLTU-batubara) dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional guna mendorong peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pelepasan sejumlah radionuklida alami 238 U dan 232 Th ke lingkungan perairan di sekitarnya. Pelepasan sejumlah radionuklida alam ke lingkungan dapat meningkatkan paparan radiasi yang membahayakan komponen di lingkungan. Sebagai komponen abiotik perairan, air, padatan tersuspensi dan sedimen adalah media perantara berpindahnya radionuklida alam ke tanaman dan biota perairan, melalui mekanisme akumulasi. Dampak radiologi akibat kegiatan PLTU-batubara terhadap manusia yaitu meningkatnya paparan radiasi interna melalui konsumsi hasil laut (ikan, kerang dan rumput laut) yang terkontaminasi radionuklida alam. Skema alur kerangka pemikiran ditunjukkan pada Gambar Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkuantifikasi konsentrasi radionuklida alam 238 U dan 232 Th di lingkungan abiotik (air, padatan tersuspensi dan sedimen) di perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada (lokasi pembanding), Banten sekitar kawasan PLTUbatubara. 2. Mengkuantifikasi konsentrasi radionuklida alam 238 U dan 232 Th di lingkungan biotik yaitu rumput laut, ikan teri (Stolephorus sp.) dan kerang (Codakia) di perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada (lokasi pembanding), Banten sekitar kawasan PLTU-batubara. 3. Menghitung faktor konsentrasi 238 U dan 232 Th pada rumput laut, ikan teri dan kerang di perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada (lokasi pembanding), Banten sekitar kawasan PLTU-batubara. 4. Memperkirakan dosis interna yang berpotensi diterima penduduk melalui konsumsi ikan teri dan kerang laut dari perairan Pulau Panjang, Banten. Manfaat penelitian ini adalah sebagai data dasar yang memberikan informasi tentang seberapa jauh kontribusi PLTU-batubara terhadap bahan pencemar

23 6 radionuklida alam ke lingkungan perairan pesisir. Informasi ini dapat digunakan sebagai pengetahuan bagi para pengambil kebijakan untuk membuat kebijakan dengan mempertimbangkan masalah lingkungan (kemampuan lingkungan dalam menerima kontaminan radionuklida) dalam regulasi tentang zonasi atau rencana tata ruang kawasan, sehingga kegiatan-kegiatan yang tak terelakkan keberadaannya dalam pembangunan tersebut dapat ditata lebih baik dan tidak saling mempengaruhi untuk mengurangi dampak dan melestarikan lingkungan perairan. Pengoperasian PLTU-Batubara Pelepasan Radionuklida Alam 238 U dan 232 Th Peningkatan Paparan Radiasi Komponen Perairan Pesisir Tersebar Terdeposisi Air Padatan tersuspensi Akumulasi Sedimen Hewan dan Tumbuhan Laju pemanfaatan (konsumsi) Manusia (Efek Kesehatan) Keterangan: = langsung = tidak langsung = ruang lingkup penelitian Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran

24 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Fisika Kimia Radionuklida Dari lambang nuklida, dapat ditentukan jumlah proton dan neutron dalam inti atom, dan sekaligus juga jumlah elektron yang mengitari inti. Jumlah proton (nomor atom) adalah Z, jumlah neutron adalah massa atom (A) dikurangi dengan nomor atom (Z). Nuklida-nuklida dengan jumlah proton sama tetapi jumlah neutron berbeda disebut isotop. Menurut UU No. 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran, radioisotop (radionuklida) adalah isotop yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan radiasi pengion, dimana radiasi pengion itu sendiri adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu meng-ionisasi media yang dilaluinya. Zat radioaktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktivitas jenis lebih besar dari pada 70 kbq/kg (2 nci/g). Angka 70 kbq/kg (2 nci/g) tersebut merupakan patokan dasar untuk suatu zat dapat disebut zat radioaktif pada umumnya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan dari Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency). Proses peluruhan zat radioaktif sebenarnya adalah proses alami dari suatu zat radioaktif atau radioisotop dalam rangka keseimbangan menuju energi dasarnya. Peluruhan radioaktif (radioactive decay) adalah emisi partikel-partikel secara spontan atau radiasi elektromagnetik dari atom yang tidak stabil yang mengakibatkan transformasi (perubahan bentuk) dalam nukleus/intinya. Hasil dari transformasi ini yaitu alpha, beta dan partikel neutron dapat dikeluarkan dari inti, kadang-kadang disertai dengan emisi partikel positron, sinar gamma, dan sinar X. Atom berubah menjadi elemen baru, yang dapat bersifat radioaktif atau stabil (Morrison dan Murphy 2006). Partikel alpha, beta dan positron memiliki waktu paruh yang sangat pendek dan tidak stabil di dalam lingkungan. Sinar gamma dan sinar X merupakan foton (Morrison dan Murphy 2006). Kuantitas dari radionuklida diuraikan oleh aktivitasnya sesuai dengan persamaan berikut (Morrison dan Murphy 2006):

25 8 A= λ N... (1) dimana: A = aktivitas (Bq) λ = konstanta/tetapan peluruhan (satuan s -1 ) N = jumlah atom ( 1 ) Aktivitas pada waktu tertentu diuraikan oleh persamaan berikut (Morrison dan Murphy 2006): A = A 0 e - λ t... (2) dimana: A = aktivitas (Bq) A 0 = aktivitas awal pada t=0 λ = konstanta/tetapan peluruhan (satuan s -1 ) t = waktu sejak t = 0 (dalam detik) Waktu paruh dari suatu isotop radioaktif adalah selang waktu yang dibutuhkan agar aktivitas radiasi berkurang setengah dari aktivitas semula. Waktu paruh juga dapat didefinisikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan agar setengah dari inti radioaktif yang ada meluruh. Ketika t = T 1/2 maka = sehingga waktu paruh kita peroleh dengan cara: A = A 0 e - λ t = e - λ t = 0,5 atau 0,5 = e - λ t1/2 Ln 0,5 = - λt 1/2 atau -0,693 = - λt 1/2 sehingga, t 1/2 =, (detik) (Morrison dan Murphy 2006). Dalam sistem internasional, satuan aktivitas radiasi dinyatakan dalam Becquerel (disingkat Bq) sesuai dengan nama penemu radioaktivitas, dimana 1 Bq = 1 peluruhan/detik. Tabel 1 menunjukkan unit-unit yang digunakan dalam ilmu radiologi.

26 9 Tabel 1. Unti-unit dalam radiologi Unit SI baru dan Kuantitas simbol Definisi Radioaktivitas Becquerel (Bq) peluruhan/detik Curie (Ci) Unit lama dan simbol Definisi Konversi data 3,7 X peluruhan per detik Catatan: 1. Tera Becqurel (TBq) umum digunakan untuk buangan radioaktif: 2. Konsentrasi radioaktivitas diberikan dalam Becquerel per kilogram (Bq/kg): 1 Ci = 3,7 X Bq 1 Bq = 2,7 X Ci = 27pCi 1 TBq = Bq = 27 Ci 1 Bq/kg = 1 mbq/g = 27 pci/kg 1 pci/g = 37 Bq/kg Dosis yang diabsorpsi Gray (Gy) J/kg rad (rad) 10-2 J/kg 1 rad = 10-2 Gy 1 Gy = 10 2 rad Dosis equivalen Sievert (Sv) Sumber: Laws (1993) J/kg X (modifying factor) 2.2 Unsur Radionuklida Alam rem (rem) 10-2 J/kg X (modifying factor) 1 rem = 10-2 Sv = 10mSv 1 Sv = 10 2 rem Unsur radionuklida alam adalah unsur yang mempunyai konfigurasi unsur kimia tidak mantap, senantiasa meluruh sambil memancarkan radiasi α (alpha), β (beta) dan γ (gamma). Berdasarkan sumbernya, unsur tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur radionuklida kosmogenik dan unsur radionuklida primordial (dari dalam kerak bumi). Berbagai bahan yang berasal dari alam dan mengandung materi radioaktif dikenal dengan istilah Naturally Occuring Radioactive Materials (NORM). Radionuklida alam primordial yaitu unsur radionuklida alam yang terbentuk dalam kerak bumi, yang telah ada sejak terbentuknya bumi beberapa milyar tahun. Unsur tersebut terdapat dalam mineral-mineral batuan dan tanah, dapat terkonsentrasi atau meningkat kadarnya akibat penggunaan ada kegiatan industri (Mellawati 2004). Radionuklida alam primordial terdiri atas 2 kelompok, yaitu radionuklida alam primordial yang tidak membentuk deret (singly occuring primordial radionuclida) seperti 40 K, 87 Rb, dan 204 Pb dan yang membentuk deret (decay series) seperti deret uranium ( 238 U) (Gambar 2), deret aktinium ( 235 U), dan

27 10 thorium ( 232 Th) (Gambar 3) (UNSCEAR 1993 dan Bennet 1995 in Mellawati 2004) Uranium Uranium adalah salah satu unsur radioaktif yang terjadi secara alami di lapisan kerak bumi. Uranium merupakan logam dengan densitas yang tinggi (18,9 g/cm 3 ). Radionuklida uranium termasuk kelompok aktinida yang mempunyai nomor atom 92, bobot massa 238,02891, titik cair 1135 o C dan titik didih 4131 o C. Uranium dalam bentuk murninya adalah logam berat berwarna perak dengan densitas hampir dua kali timbal (Pb). Batuan bumi mengandung rata-rata 3 ppm (= 3 mg/kg) uranium, dan di air laut diperkirakan 3 ppb (= 3 µg/kg). Kathren (1998) menyebutkan bahwa hampir semua jenis batuan mengandung uranium rata-rata 33 Bq/kg. Uranium yang berasal secara alami terdiri dari tiga isotop yang semuanya merupakan zat radioaktif yaitu 238 U, 235 U, dan 234 U (Tabel 2). 238 U dan 235 U merupakan nuklida induk (parent) yang memiliki deret luruh sendiri, sedangkan 234 U merupakan produk peluruhan dari deret 238 U (Argonne National Laboratory 2005). Uranium yang terdapat dalam perairan alami adalah uranium heksavalen, berupa ion uranil (UO 2-2 ). Tabel 2. Isotop-isotop uranium yang berasal secara alami Isotop Uranium Persentase Isotop dalam uranuim alamiah Nomor proton Nomor neutron Waktu paruh ( tahun) Uranium milyar Uranium juta Uranium Sumber: IEER (2005) Peluruhan uranium sangat lambat dengan memancarkan partikel alfa. Waktu paruh uranium-238 adalah 4,5 miliar tahun, yang berarti tidak sangat radioaktif seperti ditunjukkan oleh spesific abundance yang rendah (0, Ci/g). Sejumlah kecil uranium alam dapat ditemukan hampir di setiap tempat, di tanah, batuan bumi, dan air, sementara bijih uranium ditemukan hanya di beberapa

28 11 tempat, biasanya dalam batuan keras atau batuan pasir, depositnya biasanya ditutupi oleh tanah dan vegetasi (Argonne National Laboratory 2005). Selama bertahun-tahun, uranium digunakan untuk mewarnai gelas keramik, menghasilkan warna yang berkisar dari merah jingga sampai kuning lemon. Uranium juga digunakan untuk pewarnaan pada masa awal fotografi. Sifat radioaktif uranium tidak diketahui sampai tahun 1896, dan potensinya untuk digunakan sebagai sumber energi tidak pahami sampai pertengahan abad ke-20. Dalam reaktor nuklir, uranium berfungsi baik sebagai sumber neutron (melalui proses fisi) dan bahan target untuk menghasilkan plutonium. Plutonium-239 dihasilkan ketika uranium-238 menyerap neutron. Saat ini, penggunaan utamanya adalah sebagai bahan bakar pada reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir. Uranium juga digunakan dalam reaktor nuklir kecil untuk memproduksi isotop untuk keperluan medis dan industri. Pengayaan uranium yang tinggi merupakan komponen utama senjata nuklir tertentu (Argonne National Laboratory 2005). Dalam kondisi alami, uranium terbentuk sebagai bijih oksida, U 3 O 8. Senyawa tambahan yang mungkin terdapat juga di dalamnya oksida yang lain (UO 2, UO 3 ) maupun fluorida, karbida atau karbonat, silikat, vanadates, dan fosfat. USEPA menetapkan tingkat kontaminan maksimum (MCL) untuk uranium dalam air minum yaitu 0,030 miligram per liter (mg/l) atau setara dengan sekitar 27 picocuries (pci) per liter (Argonne National Laboratory 2005) Thorium Thorium adalah salah satu unsur radioaktif yang terbentuk secara alami di lapisan kerak bumi dan tanah dengan konsentrasi rendah, dimana kelimpahannya sekitar tiga kali lebih banyak daripada uranium. Tanah pada umumnya mengandung thorium dengan rata-rata sekitar 6 ppm. Peluruhan Thorium-232 ( 232 Th) sangat lambat (waktu paruhnya sekitar tiga kali usia bumi) tetapi isotop thorium yang lain terbentuk dari hasil peluruhan dan berada dalam rantai peluruhan uranium. Sebagian besar dari uranium tersebut berumur pendek dan lebih radioaktif daripada 232 Th, walaupun jika didasarkan pada massanya mereka tidak berbeda signifikan (World Nuclear Association 2009). Ketika dalam bentuk murninya, thorium merupakan logam berat dengan warna putih perak yang akan tetap berkilau selama beberapa bulan. Tetapi, ketika

29 12 terkontaminasi oleh oksida, thorium akan memudar dengan perlahan-lahan di udara, menjadi berwarna abu-abu dan dapat menjadi hitam. Thorium oksida (ThO 2 ), yang disebut juga thoria, memiliki titik didih tertinggi dari semua jenis oksida yang lain (3300 o C). Ketika dipanaskan di udara, logam thorium akan kembali terbakar dan terbakar sempurna dengan sinar putih. Karena sifat-sifat tersebut, thorium ditemukan pada aplikasinya yaitu elemen bola lampu, pembungkus lentera, arc-light lamp, sambungan (las) elektroda, dan keramik tahan panas. Gelas (kaca) yang mengandung thorium oksida memiliki indeks refraksi dan penyebaran yang tinggi dan digunakan dalam lensa yang berkualitas tinggi untuk kamera dan peralatan ilmiah (World Nuclear Association 2009). Sumber utama thorium adalah mineral fosfat (monazite), yang mengandung sampai 12% thorium fosfat, dengan rata-rata 6-7%. Monazite ditemukan pada hasil solidifikasi magma (igneous) dan batuan lainnya tetapi konsentrasi terbesar dalam deposit sedimen yang mengandung mineral-mineral berharga (placer deposit), terkonsentrasi oleh gaya gelombang dan arus bersama logam berat yang lain. Sumber monazite di bumi diperkirakan sekitar 12 juta ton. Thorium dibebaskan dari monazite biasanya melibatkan proses leaching menggunakan sodium hydroxide pada suhu 140 o C diikuti dengan proses kompleks untuk mengendapkan ThO 2 murni. Mineral lain yang mengandung thorium yaitu torite (ThSiO 4 ) (World Nuclear Association 2009). 2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Di dunia saat ini terdapat berbagai jenis pembangkit listrik, dan berdasarkan klasifikasi penggunaan jenis bahan bakarnya, terdapat pembangkit listrik berbahan bakar fosil (batubara), air, nuklir, dan terbarukan (gas, panas bumi, biogas, matahari, dan lain-lain). Pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU ada yang menggunakan batubara, bahan bakar minyak, dan gas sebagai bahan bakar dalam operasi pembangkit tenaga listrik. PLTU-batubara adalah pembangkit listrik yang menggunakan uap air untuk memutar turbin dan menggerakan generator, serta akhirnya menghasilkan listrik. PLTU menghasilkan tenaga listrik melalui pembakaran batubara di boiler untuk memansakan air untuk

30 13 menghasilkan uap air. Uap air, pada tekanan yang tinggi, mengalir menuju turbin, yang mana akan memutar generator untuk menghasilkan tenaga listrik. Uap air kemudian menjadi lebih dingin, dan dikembalikan ke boiler untuk memulai proses seperti di atas. Gambar 2. Deret peluruhan radionuklida alam 238 U (Smith 1992)

31 Gambar 3. Deret peluruhan radionuklida alam 232 Th (Smith 1992) 14

32 Batubara Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mati, dengan komposisi utama terdiri dari cellulosa. Proses pembentukkan batubara dikenal sebagai proses coalification. Faktor fisik dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut (Sukandarrumidi 2009): 5(C 6 H 10 O 5 ) C 20 H 22 O 4 + 3CH 4 + 8H 2 O + 6CO 2 + CO... (3) cellulosa lignit gas metan Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan (dari tingkatan paling tinggi sampai tingkatan terendah) yaitu: antrasit, bituminus, subbituminus, lignit dan gambut, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Penggolongan tersebut menekankan pada kandungan relatif antara kandungan unsur C dan H 2 O yang terdapat dalam batubara. Tabel 3. Jenis-jenis batubara Jenis batubara Penampakan dan karakteristik Kadar C dan H 2 O (%) Antrasit Warna hitam sangat mengkilat (luster) metalik, berat jenis tinggi, kandungan abu rendah, mudah dipecah, nilai kalor sekitar 8300 kkal/kg Kadar C 86-98%, kadar air (H 2 O) < 8% Bituminus Warna hitam mengkilat, kandungan abu rendah, nilai kalor antara kkal/kg Kadar C 68-86%, kadar air 8-10% Subbituminus Menyerupai bituminus, sumber panas yang kurang efisien Kadar sedikit, H 2 O banyak Lignit Warna coklat, sangat lunak, bila dibakar menghasilkan kalor kkal/kg Kadar H 2 O 35-75% Gambut Berpori, nilai kalor kkal/kg Kadar H 2 O > 75% Sumber: Sukandarrumidi (2009); Mellawati (2009) Perkiraan jumlah dan lokasi cadangan sumberdaya alam batubara di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 4 (Mellawati 2009). Jenis batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik adalah yang berkualitas tinggi maupun rendah. Umumnya batubara yang kualitasnya tinggi menghasilkan sedikit sekali unsur pengotor (impurities) yang bersifat berbahaya, sehingga tidak begitu mencemari lingkungan, sedangkan yang berkualitas rendah menghasilkan banyak

33 16 unsur pengotor (Mellawati 2009). Bila jenis batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pada PLTU-batubara tergolong batubara muda atau brown coal (lignite) yang memiliki kadar air diatas 55% maka perlu dikeringkan terlebih dahulu dengan alat pengering (Pre-Drying System) seperti yang dilakukan pada PLTU Mulut Tambang Simpang Belimbing. Dari segi kuantitas, batubara termasuk cadangan energi fosil yang penting bagi Indonesia, karena jumlahnya berlimpah mencapai jutaan ton. Akan tetapi perlu penghematan pemaikaiannya sehingga juga dapat menekan lepasan polutannya (CO 2, SO 2, NO x, C x H y, logam berat, dan radionuklida) ke lingkungan (Mellawati 2009). Gambar 4. Perkiraan cadangan batubara di Indonesia hingga tahun Cara kerja PLTU-batubara Cara kerja PLTU-batubara dalam menghasilkan listrik ditunjukkan pada Gambar 5 (Canadian Clean Power Coaltion 2004).

34 17 Gambar 5. Cara kerja PLTU-batubara dalam menghasilkan listrik Keterangan: 1. Suplai/pasokan batubara Batubara dari pertambangan dikirim ke gerbong/kontainer batubara, dimana batubara tersebut digiling/dihancurkan sampai berukuran 5 cm (2 inch). Batubara diproses dan dikirim menggunakan ban berjalan (conveyor belt) menuju instalasi pembangkit. 2. Mesin penghancur/penggiling (pulverizer) Batubara kemudian dihancurkan sampai menjadi bubuk yang halus, dicampurkan dengan udara dan dialirkan menuju ketel uap (bioler), atau tungku (furnace) untuk pembakaran. 3. Ketel uap (boiler) Campuran batubara/udara dibakar pada boiler. Jutaan liter air murni dipompa melewati pipa di dalam boiler. Panas yang sangat kuat dari hasil pembakaran batubara mengubah air murni dalam tabung boiler menjadi uap, yang akan memutar turbin (lihat nomor 4) untuk menghasilkan energi listrik. 4. Presipitator, tiang silinder (stack) Pembakaran batubara menghasilkan gas karbondioksida (CO 2 ), sulfur oksida (SO 2 ) dan nitrogen oksida (NO x ). Gas-gas tersebut keluar dari boiler.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya RINGKASAN Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penulis : Pande Made Udiyani; Judul : Identifikasi Radionuklida Air di Luar Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PAPARAN RADIASI INTERNA PENDUDUK DI SEKITAR CALON TAPAK PLTN BANTEN

PRAKIRAAN PAPARAN RADIASI INTERNA PENDUDUK DI SEKITAR CALON TAPAK PLTN BANTEN Prakiraan Paparan Radiasi Interna Penduduk di Sekitar Calon Tapak PLTN Banten (Sabam P. Situmorang, June Mellawati) PRAKIRAAN PAPARAN RADIASI INTERNA PENDUDUK DI SEKITAR CALON TAPAK PLTN BANTEN Sabam P.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Fisika Kimia Radionuklida

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Fisika Kimia Radionuklida 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Fisika Kimia Radionuklida Dari lambang nuklida, dapat ditentukan jumlah proton dan neutron dalam inti atom, dan sekaligus juga jumlah elektron yang mengitari inti.

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir Rida SNM rida@uny.ac.id Outline Sesi 1 Radioaktivitas Sesi 2 Peluruhan Inti 1 Radioaktivitas Tujuan Perkuliahan: Partikel pembentuk atom dan inti atom Bagaimana inti terikat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005 PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 005 Agus Gindo S., Syahrir, Sudiyati, Sri Susilah, T. Ginting, Budi Hari H., Ritayanti Pusat Teknologi Limbah

Lebih terperinci

PELURUHAN RADIOAKTIF. NANIK DWI NURHAYATI,S.Si,M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

PELURUHAN RADIOAKTIF. NANIK DWI NURHAYATI,S.Si,M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id PELURUHAN RADIOAKTIF NANIK DWI NURHAYATI,S.Si,M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id 081556431053 Istilah dalam radioaktivitas Perubahan dari inti atom tak stabil menjadi inti atom yg stabil: disintegrasi/peluruhan

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), maka peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Limbah Radioaktif yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan batubara sebagai sumber energi pada unit tabung pembakaran (boiler) pada industri akhir-akhir ini menjadi pilihan yang paling diminati oleh para pengusaha

Lebih terperinci

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. - PLTN dikelompokkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Limbah Radioaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG INTERVENSI TERHADAP PAPARAN YANG BERASAL DARI TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti yang telah kita ketahui pada dasarnya setiap benda yang ada di alam semesta ini memiliki paparan radiasi, akan tetapi setiap benda tersebut memiliki nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5445 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Radioaktif- Tenaga Nuklir. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 152) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007 PERHITUNGAN PEMBUATAN KADMIUM-109 UNTUK SUMBER RADIASI XRF MENGGUNAKAN TARGET KADMIUM ALAM Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang, Banten ABSTRAK PERHITUNGAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM Endang Sukesi I dan Suliyanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam. BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsumsi energi dunia tumbuh dua puluh kali lipat sejak tahun 850 sementara populasi dunia tumbuh hanya empat kali lipat. Pada pertumbuhan awal terutama dipenuhi dengan

Lebih terperinci

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie Radioaktivitas Inti atom yang memiliki nomor massa besar memilikienergi ikat inti yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan nomor massa menengah. Kecenderungan inti atom yang memiliki nomor massa besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

Lebih terperinci

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar

Lebih terperinci

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi BAB II Besaran dan Satuan Radiasi A. Aktivitas Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti atom yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang No.185, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Keselamatan. Keamanan. Zat Radio Aktif. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5728). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 Heru Umbara, Heny Suseno, Chevy Cahyana, Budi Hari, Wahyu P Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG

PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG Heru Umbara, Heny Suseno, Chevy Cahyana, Budi Hari Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

PEMBUATAN NANOPARTIKEL EMAS RADIOAKTIF DENGAN AKTIVASI NEUTRON

PEMBUATAN NANOPARTIKEL EMAS RADIOAKTIF DENGAN AKTIVASI NEUTRON MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 4246 PEMBUATAN NANOPARTIKEL EMAS RADIOAKTIF DENGAN AKTIVASI NEUTRON Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis, administratif dan topografi Pulau Panjang, Banten Pulau Panjang merupakan salah satu pulau yang terletak di Teluk Banten

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar daripada massa proton -ukuran inti atom berkisar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang dilewai oleh jalur rangkaian api Indonesia atau disebut juga dengan jalur Cincin Api Pasifik (The Pasific Ring of Fire) dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO Ruminta Ginting, Ratih Kusuma Putri Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ABSTRAK EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id APA ITU KIMIA INTI? Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi

Lebih terperinci

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran Jazi Eko Istiyanto Kepala BAPETEN Jakarta, 12 Agustus 2015 Definisi Ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI ARYALAN GINTING 090302081 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi hampir 50 persen

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT LISTRIK AIR PADA WADAH ALUMINIUM DAN BESI BERDASARKAN PENGARUH RADIASI MATAHARI

PENENTUAN SIFAT LISTRIK AIR PADA WADAH ALUMINIUM DAN BESI BERDASARKAN PENGARUH RADIASI MATAHARI PENENTUAN SIFAT LISTRIK AIR PADA WADAH ALUMINIUM DAN BESI BERDASARKAN PENGARUH RADIASI MATAHARI Yusuf Syetiawan, Sugianto, Riad Syech Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

KIMIA (2-1)

KIMIA (2-1) 03035307 KIMIA (2-1) Dr.oec.troph.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Kuliah ke-4 Kimia inti Bahan kuliah ini disarikan dari Chemistry 4th ed. McMurray and Fay Faperta UNMUL 2011 Kimia Inti Pembentukan/penguraian

Lebih terperinci

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6 KIMIA INTI 1. Setelah disimpan selama 40 hari, suatu unsur radioaktif masih bersisa sebanyak 0,25 % dari jumlah semula. Waktu paruh unsur tersebut adalah... 20 hari 8 hari 16 hari 5 hari 10 hari SMU/Ebtanas/Kimia/Tahun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi inti yang terjadi pada proses peluruhan radio

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran. 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya cadangan minyak bumi, gas dan batubara di Indonesia,membuat kita harus segera memikirkan

Lebih terperinci

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY Dalam rangka untuk mengatasi adanya kekurangan energi yang terjadi di dalam negri saat ini, maka banyak penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

INTI DAN RADIOAKTIVITAS

INTI DAN RADIOAKTIVITAS KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Disusun oleh Kelompok A 1: Siti Lailatul Arifah 12030234021/ KB 2012 Nuril Khoiriyah 12030234022/ KB 2012 Nurma Erlita Damayanti 12030234204/ KB 2012 Amardi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

Kimia Inti dan Radiokimia

Kimia Inti dan Radiokimia Kimia Inti dan Radiokimia Keradioaktifan Keradioaktifan: proses atomatom secara spontan memancarkan partikel atau sinar berenergi tinggi dari inti atom. Keradioaktifan pertama kali diamati oleh Henry Becquerel

Lebih terperinci

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI Oleh NAUSA NUGRAHA SP. 04 02 02 0471 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI Pb DAN Cu TERHADAP KESETIMBANGAN SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN LAUT KOTA DUMAI

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI Pb DAN Cu TERHADAP KESETIMBANGAN SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN LAUT KOTA DUMAI Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia http://ejournal.unri.ac.id./index.php/jkfi Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. http://www.kfi.-fmipa.unri.ac.id Edisi April 2017. p-issn.1412-2960.; e-2579-521x

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x.

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x. 1 5. KIMIA INTI A. Unsur Radioaktif Unsur radioaktif secara sepontan memancarkan radiasi, yang berupa partikel atau gelombang elektromagnetik (nonpartikel). Jenis-jenis radiasi yang dipancarkan unsur radioaktif

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI. Oleh:

STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI. Oleh: STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: HIRAS SUCIPTO TAMPUBOLON 090302074 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

Penentuan Konsentrasi dan Nilai Faktor Transfer Radionuklida Alam ( 226 Ra, 232 Th, 40 K) dari Tanah Sawah ke Beras menggunakan Spektrometer Gamma

Penentuan Konsentrasi dan Nilai Faktor Transfer Radionuklida Alam ( 226 Ra, 232 Th, 40 K) dari Tanah Sawah ke Beras menggunakan Spektrometer Gamma Penentuan Konsentrasi dan Nilai Faktor Transfer Radionuklida Alam ( 226 Ra, 232 Th, 40 K) dari Tanah Sawah ke Beras menggunakan Spektrometer Gamma (The Determination of the Concentration and Transfer Factor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya batubara melimpah. Indonesia berperan pula sebagai eksportir batubara terbesar di dunia melampaui

Lebih terperinci

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi Fisika Radiasi Materi Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi PENDAHULUAN kecil dan berbeda, sama atom- Perkembanagn Model Atom : * Model Atom Dalton: - Semua materi tersusun dari partikel- partikel yang sangat

Lebih terperinci