BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya batubara melimpah. Indonesia berperan pula sebagai eksportir batubara terbesar di dunia melampaui Australia pada tahun 2011 (Arif, 2014). Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,365 miliar juta ton dengan cadangan 6,759 miliar ton (Anonim, 2006). Batubara menjadi sasaran pemerintah untuk digunakan sebagai sumber energi dikarenakan jumlahnya melimpah, dapat digunakan secara langsung, serta harga batubara yang kompetitif dibandingkan sumber energi lain. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatam produksi batubara rata-rata 15,68% pertahun. Pada tahun 2005 produksi batubara nasional telah mencapai 151,594 juta ton, dengan rincian 72,11% digunakan untuk memenuhi permintaan luar negeri dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri ( Anonim, 2006). Diperkirakan produksi ini akan semakin meningkat baik untuk kebutuhan luar negeri maupun dalam negeri. Produksi batubara yang meningkat, salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi batubara yang tinggi di dalam negeri. Konsumsi batubara tersebut sebagian besar digunakan oleh PLTU. Pada tahun 2005 dari 35,342 juta ton batubara yang diproduksi 71,11% diantaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, terdapat 9 PLTU berbahan bakar batubara baik milk PLN maupun yang dikelola swasta, dengan total kapasitas saat ini sebesar MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun (Anonim, 2006). Penggunaan batubara di PLTU setiap tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 9,2% per tahun (Saptoro dan Huo, 2013). Sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Oleh karena 1

2 2 itu, pemerintah Indonesia sejak 2006 mengejar program percepatan infrastruktur energi dengan menargetkan lebih dari 16 GW tenaga listrik berbahan bakar batubara guna mengantisipasi kekurangan listrik (Anonim, 2013). Peningkatan pembangunan PLTU batubara sangat dibutuhkan untuk memenuhi pasokan listrik, akan tetapi penggunaan batubara sebagai bahan bakar menimbulkan efek pencemaran lingkungan yang membahayakan. Polutan yang dihasilkan dapat berupa SO 2, NO 2, CO, CO 2, VHC (Volatine Hydrocarbon), dan SPM (Suspended Particulate Matter) yang dapat berupa abu serta partikel logam berat (Iswan, 2010). Polutan tersebut memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia. SO x adalah sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit pernafasan. NO x yang bersama SO x menyebabkan fenomena hujan asam yang memberikan efek buruk bagi industri pertanian dan peternakan. CO x membentuk lapisan gas yang menyelimuti bumi dan mengakibatkan efek rumah kaca serta pergeseran iklim. Logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se juga membahayakan kesehatan. Partikel abu mengandung unsur radioaktif yang berbahaya jika terhisap. Partikel abu dibedakan menjadi dua yaitu abu yang sebagian kecil mengendap pada tungku dasar disebut abu dasar (bottom ash) dan sebagian besar yang diemisikan melalui cerobong ke udara bebas (udara ambien) disebut abu terbang (fly ash). Pengurangan emisi abu terbang di atmosfer umumnya dilakukan menggunakan alat Electrostatic Precipitator (ESP) yang umumnya memiliki efisiensi tinggi. Abu terbang yang melalui cerobong akan ditangkap oleh alat tersebut. Abu terbang adalah salah satu polutan yang banyak dihasilkan dari PLTU Batubara. Iswan (2010) telah melakukan perhitungan prakiraan polutan yang dihasilkan oleh PLTU batubara berkapasitas 2 x 15 MW. Kebutuhan batubara untuk dua unit pembangkit tersebut sekitar 607 ton/hari. Prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak ,61 mg/detik, dengan rincian 10% berupa abu dasar sebanyak ,86 mg/detik dan 90% sisanya berupa abu terbang sebanyak ,79 mg/detik. Abu terbang yang jumlahnya cukup besar tersebut umumnya dibuang di penampungan abu (ash lagoon) atau ditumpuk begitu saja di

3 3 dalam area industri, sehingga dapat mencemari lingkungan dan mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem (Kusdiyono, 2012). Beberapa PLTU sudah memanfaatkan abu terbang sebagai campuran bahan baku semen, batako, atau bahan bangunan lain. Hal tersebut perlu mendapat perhatian pula sebab abu terbang batubara mengandung unsur radionuklida (Parmaksiz dkk., 2010). Abu terbang dan abu dasar terdiri dari bahan anorganik batubara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya (Susiati, 2006). Abu terbang dan abu dasar juga mengandung radionuklida yang konsentrasinya bervariasi. Parmaksiz dkk. (2010), dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa batubara sebagai bahan tambang fosil dari kerak bumi yang mengandung radionuklida alam, yaitu U-238, Th-232, Ra-226, dan K-40. Keempat radionuklida tersebut dapat mengalami peningkatan paparan radiasi setelah proses pembakaran. Pada penelitian ini difokuskan pada analisis aktivitas Ra-226 pada abu terbang, sebab kajian terhadap Ra-226 masih terbatas sehingga perlu dikembangkan dan dilanjutkan. Ra-226 juga termasuk zat radioaktif yang berbahaya dibandingkan dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan radium (Medley dkk., 2005): a. Memiliki waktu paruh yang panjang. b. Jumlah radionuklida induk yang melimpah yakni U-238 di dalam kerak bumi, dan radium paling banyak dihasilkan dari proses penggilingan bijih uranium. c. Emisi sinar-α berpotensi menyebabkan kerusakan secara biologis. d. Radium memiliki sifat kimia yang mirip sekali dengan kalsium, artinya radiasi radium dapat terperangkap dan terakumulasi di dalam tulang dan gigi. e. Jika radium terperangkap di dalam tubuh, nuklida anak yang memiliki waktu paruh pendek akan menghasilkan radionuklida Rn-222 dan turunannya serta emisi sinar-α. Sampel yang dipelajari lebih lanjut adalah abu terbang. Abu terbang adalah limbah yang dihasilkan dalam jumlah besar di PLTU serta telah mulai dimanfaatkan, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan kajian. Cevik dkk. (2008), menyatakan bahwa batubara menghasilkan polutan radioaktif terhadap lingkungan. Hal tersebut dikarenakan batubara mengandung radionuklida alam atau Naturally Occuring Radioactive Materials (NORM), yang

4 4 akan mengalami pemekatan pada proses pembakaran batubara, atau disebut Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Materials (TENORM). Hal tersebut sesuai dengan peraturan Kepala Bapeten No. 9 Tahun 2009 tentang Intervensi terhadap Paparan yang Berasal dari TENORM, menerangkan bahwa batubara merupakan sumber daya mineral yang menghasilkan TENORM, yaitu zat radioaktif alam yang karena kegiatan manusia atau proses teknologi dapat meningkatkan paparan radiasi jika dibandingkan dengan keadaan awal. Keberadaan abu terbang di lingkungan harus memperhatikan analisis keselamatan radiasi untuk TENORM yang didasarkan Tingkat Intervensi. Tingkat Intervensi tersebut yaitu jumlah atau kuantitas TENORM paling sedikit 2 ton dan tingkat kontaminasi sama dengan atau lebih kecil dari 1 Bq/gram untuk tiap radionuklida anggota deret uranium dan thorium. Polutan hasil pembakaran batubara berupa abu terbang, mengandung radionuklida alam yang lebih kaya 3 hingga 5 kali lipat dibandingkan dengan batubara. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan dan manusia, sebab tidak tersimpan dengan baik di area industri atau digunakan kembali untuk produksi barang lain, sehingga dapat mengalami proses pelindian (leaching) di alam. Peristiwa pelindian akan mengakibatkan air lindi (leachate) meresap atau mengalir di badan air sehingga air dan perairan terkontaminasi. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas radionuklida pada batubara, abu dasar dan abu terbang, serta sifat pelindian radionuklida Ra-226 yang terkandung pada abu terbang dari PLTU Batubara. Adapun radionuklida yang dipelajari adalah Ra-226 karena sifatnya yang berbahaya serta memiliki waktu paruh yang lama (Sajih, 2014) Peristiwa pelindian abu terbang di alam dapat terjadi karena interaksi abu terbang dengan air hujan, air hujan asam, air laut, dan kondisi reduksi yang dapat berlaku di air tanah. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan variasi eluen H 2 O, H 2 SO 4, NaCl, dan Na 2 S. Eluen H 2 O digunakan sebagai simulasi interaksi abu terbang dengan air hujan ph netral. Eluen H 2 SO 4 digunakan sebagai simulasi interaksi abu terbang dengan air hujan asam ph 3. Eluen NaCl digunakan sebagai

5 5 simulasi interaksi abu terbang dengan air laut. Eluen Na 2 S digunakan sebagai simulasi inetraksi abu terbang dengan kondisi reduksi di air tanah. Abu terbang yang digunakan pada penelitian ini berasal dari PLTU berbahan bakar batubara yang memiliki kapasitas 2 x 315 MW. Abu terbang yang dianalisis dipisahkan dalam tiga ukuran untuk membandingkan aktivitas radionuklida pada tiap ukuran abu terbang. Ketiga ukuran tersebut adalah 100 mesh, 80 mesh, dan 60 mesh. Waktu pelindian abu terbang dengan eluen juga divariasikan sebagai simulasi lama interaksi abu terbang dengan eluen di alam. Waktu pelindian divariasikan menjadi 8 jam, 6 jam, dan 4 jam. Penelitian ini merupakan penelitian asli karena sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai pelindian radionuklida Ra-226 dalam abu terbang dengan variasi eluen, ukuran partikel, dan waktu pelindian. Keterbaruan (novelties) penelitian ini adalah: 1. Dilakukan pemodelan pelindian radionuklida Ra-226 dalam abu terbang menggunakan metode dispersed contact. 2. Sampel batubara, abu dasar, dan abu terbang yang digunakan berasal dari PLTU berbahan bakar batubara. 3. Pelindian menggunakan variasi eluen yaitu H 2 SO 4, H 2 O, NaCl, dan Na 2 S juga variasi ukuran partikel abu terbang 60 mesh, 80 mesh, dan 100 mesh dan variasi waktu pelindian 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Bukti-bukti penguat tentang keaslian dan kebaruan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Slamet dkk. (2014), telah melakukan penelitian pelindian terhadap bijih mangan dengan menggunakan molases sebagai reduktor pada suasana asam, tidak meneliti radionuklida alam. 2. Nurhayati (2012), telah meneliti pelindian pada bijih ni kel dengan variabel persen pelarut, temperatur proses, waktu pelindian, ukuran mesh, dan efek scale-up. Pelindian tidak dilakukan pada unsur radioaktif. 3. Doni (2012), telah melakukan penelitian dan kajian terhadap pengaruh proses reduksi pemanggangan dan waktu pelindian amonium bikarbonat terhadap

6 6 perolehan nikel dari bijih limonit, tetapi tidak mempelajari pelindian radionuklida alam dari abu terbang. 4. Zbigniew dkk. (2015), telah melakukan penelitian terhadap komposisi logam berat dari sedimentasi perairan yang mengandung radium, tetapi tidak mempelajari faktor yang mempengaruhi pelindian radium. 5. Robert (1997), telah meneliti jumlah, bentuk, dan keberadaan radioaktif dalam batubara serta abu terbang, tetapi tidak mempelajari faktor yang mempengaruhi pelindian radionuklida. 6. Di Spanyol, Baeza dkk., (2012) melakukan karakterisasi radioaktif dari batubara yang digunakan sebagai bahan bakar 4 pembangkit listrik utama di Spanyol. Hasilnya, terjadi peningkatan aktivitas radionuklida pada abu terbang setelah pembakaran batubara. Peningkatan tersebut teramati pada K- 40, Ra-226, Th-232, serta Po-210. Penelitiannya tidak mempelajari faktor yang mempengaruhi pelindian pada abu terbang. 7. Penelitian Cevik dkk. (2007) menunjukkan bahwa radionuklida alam seperti Ra-226, Th-232, dan K-40 terdapat juga di pembangkit listrik berbahan bakar batu bara Afsin-Elbistan di wilayah Mediterania, Turki. Konsentrasi aktivitas rata-rata dari Ra-226 dan K-40 secara berurutan adalah 167, 44, dan 404 Bq/kg. Penelitian tersebut tidak mempelajari faktor yang mempengaruhi pelindian abu terbang. 8. Jamal dkk. (2016), telah berhasil melakukan penelitian untuk memisahkan radium dari campuran radium sulfat dengan barium sulfat untuk menghilangkan limbah radioaktif pada industri petrolium. Penelitian ini tidak mempelajari pelindian radium yang terkandung dalam abu terbang. 9. Prieto dkk. (2013), telah meneliti kandungan radium dari tanah di Los Ratones, Spanyol. Radium dikomplekskan menggunakan sitrat, EDTA, dan EDDS dengan variasi ph eluen dan waktu pelindian. Pengukuran radioaktivitas menggunakan metode spektrometri-α. Penelitian tersebut tidak dilakukan terhadap radium dalam abu terbang. 10. Mellawati (2004), telah melakukan penelitian tentang pencemaran lingkungan oleh radionuklida alam U-238, Th-232, dan Ra-226, tetapi dilakukan di

7 7 sekitar kawasan industri fosfat di perairan pesisir Gresik, Jawa Timur. Penelitian ini tidak mempelajari pelindian pada Ra Haynes (2009), telah mengkaji aspek reklamasi dan revegetasi tapak disposal abu terbang di Queensland. Kajiannya hanya fokus pada cemaran logamlogam berat non-decaying (Fe, Mn, Cu, Zn, Pb). Tidak dilakukan kajian terhadap cemaran radionuklida alam. 12. Marinkovic, dkk. (2010) telah melakukan penelitian guna mengidentifikasi radionuklida alam dalam abu terbang dari PLTU batubara Nicola Tesla, Polandia. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi radionuklida alam U-238, U-235, K-40, Ra-226, dan Th-232. Penelitian ini tidak mengkaji proses pelindian yang mungkin terjadi pada abu terbang apabila berinteraksi dengan eluen di lingkungan. 13. Uslu dan Goksmese (2010) telah meneliti kandungan radionuklida alam di 11 PLTU Batubara di Turki. Penelitian difokuskan pada efek radiasi radionuklida alam dari batubara, abu terbang, dan abu dasar, tetapi tidak mengkaji proses pelindiannya. 14. Gitari dkk. (2009) telah melakukan penelitian di 2 PLTU batubara di Afrika Selatan dan berfokus pada unsur-unsur toksik As, Se, Cd, Cr dan Pb yang terlindi keluar dari abu terbang ketika terjadi kontak dengan badan air. Penelitian ini tidak mengkaji radionuklida alam yang terlindi pada abu terbang. 15. Lovrencic dkk. (2005) telah melakukan karakterisasi radiologis terhadap air lindi dari abu terbang dan abu dasar di badan air dan sedimen. Hasilnya, teridentifikasi radionuklida U-238 dan 37% U-238 terlindi dari abu oleh air laut. Penelitian ini tidak mengkaji pelindian abu terbang dengan variasi eluen, variasi ukuran, maupun waktu pelindian. 16. Orescanin dkk. (2005) telah melakukan penelitian sejenis Lovrencic dkk. (2005) yakni tentang pengaruh deposisi abu terbang dan abu dasar tetapi terhadap kualitas sedimen di Teluk Kastela dan teridentifikasi radionuklida alam U-238.

8 8 17. Aguado dkk. (2004) melakukan penelitian di Eustarin Huavela Spanyol Barat Daya, di sekitar lokasi industri fosfat. Mereka berhasil menemukan radionuklida luruhan uranium. Radionuklida tersebut berhasil teridentifikasi yang bahan bakumya dari mineral tambang kerak bumi tetapi karakteristiknya berbeda dengan PLTU batubara. 18. Mijak dan Krizman (1996) mengidentifikasi adanya radionuklida Ra-226, U- 238, Th-232, K-40, Pb-210 di sungai Paka yang berasal dari pelindian PLTU batubara Sostanj, Slovenia. Penelitian ini mengambil sampel dari badan ir sungai, tidak mempelajari pelindian abu terbang maupun pelindian pada variasi eluen, ukuran partikel, dan waktu kontak. 19. Beberapa penelitian tentang radionuklida dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yaitu: a. Syarbani dkk. (1998), telah meneliti status kandungan dan distribusi radionuklida buatan pada ekosistem laut di Semenanjung Muria. Tidak dilakukan identifikasi terhadap radionuklida alam yang berasal dari kegiatan PLTU. b. Tjokrokardono dkk. (2004a), telah melakukan pemetaan radioaktivitas tanah permukaan di Semenanjung Muria, tetapi tidak mengkaji pelindian radionuklida. c. Tjokrokardono dkk (2004b), telah melaku kan pemetaan geologi dan radioaktivitas alam di Semenanjung Muria. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi e U, e Th dan K dalam sampel tanah, air, dan lumpur dilokasi tersebut, akan tetapi saat dilakukan penelitian (1995/ ) PLTU batubara belum beroperasi. Penelitian ini tidak mempelajari pelindian pada abu terbang. d. Wahyudi dkk. (2011) telah berhasil mengidentifikasi dan mengukur konsentrasi radionuklida alam K-40, Ra-226, Ra-228, Th-228 dalam sampel tanah dari Jawa Timur, tetapi tidak mempelajari mekanisme pelindian pada abu terbang.

9 9 I.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui radionuklida dominan dan peningkatan aktivitasnya dalam batubara, abu dasar, dan abu terbang dari PLTU berbahan bakar batubara. 2. Mengetahui pengaruh variasi eluen pada pelindian radionuklida Ra-226 dalam abu terbang dari PLTU berbahan bakar batubara. 3. Mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel abu terbang pada pelindian radionuklida Ra-226 dalam abu terbang dari PLTU berbahan bakar batubara. 4. Mengetahui pengaruh variasi waktu pada pelindian radionuklida Ra-226 dalam pada abu terbang dari PLTU berbahan bakar batubara. I.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1. Memberikan informasi kepada pengelolan PLTU batubara mengenai keberadaaan radionuklida dan konsentrasinya yang terkandung dalam batubara, abu dasar, dan abu terbang, sehingga limbah abu dasar dan abu terbang dapat dikelola secara aman untuk menjaga lingkungan. 2. Memberikan pengetahuan kepada para para peneliti tentang pelindian radionuklida Ra-226 pada abu terbang melalui proses pelindian dengan variasi eluen, ukuran partikel abu terbang, dan waktu pelindian. 3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai limbah yang ada di sekitar mereka sehingga dapat bersikap kritis dan aktif. 4. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG INTERVENSI TERHADAP PAPARAN YANG BERASAL DARI TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY OCCURRING RADIOACTIVE MATERIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan batubara sebagai sumber energi pada unit tabung pembakaran (boiler) pada industri akhir-akhir ini menjadi pilihan yang paling diminati oleh para pengusaha

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah melalui serangkaian studi akhirnya lokasi calon tapak PLTN Muria

BAB I PENDAHULUAN. Setelah melalui serangkaian studi akhirnya lokasi calon tapak PLTN Muria 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Persiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (untuk selanjutnya disebut PLTN) di Indonesia sudah diawali sejak tahun 1971. Setelah melalui serangkaian

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN POLUTAN UDARA DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA DI SEKITAR PAITON PROBOLINGGO (JATIM 2)

PENGKAJIAN POLUTAN UDARA DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA DI SEKITAR PAITON PROBOLINGGO (JATIM 2) Kode Judul : B-22 BATAN LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGKAJIAN POLUTAN UDARA DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA DI SEKITAR PAITON PROBOLINGGO (JATIM 2) 1 Peneliti Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, pembangunan infrastruktur bidang teknik sipil berkembang sangat pesat. Peningkatan pembangunan tersebut merupakan upaya memenuhi kebutuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan mahluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan dapat

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM Endang Sukesi I dan Suliyanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya RINGKASAN Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penulis : Pande Made Udiyani; Judul : Identifikasi Radionuklida Air di Luar Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 02/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG BAKU TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI LINGKUNGAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran. 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan dipersiapkan secara optimal adalah masalah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

EVALUASI PEMANTAUAN TENORM PADA PEMBUATAN NATRIUM ZIRKONAT. Sajima dan Sunardjo Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN ABSTARK ABSTRACT

EVALUASI PEMANTAUAN TENORM PADA PEMBUATAN NATRIUM ZIRKONAT. Sajima dan Sunardjo Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN ABSTARK ABSTRACT EVALUASI PEMANTAUAN TENORM PADA PEMBUATAN NATRIUM ZIRKONAT Sajima dan Sunardjo Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN ABSTARK EVALUASI PEMANTAUAN TENORM PADA PEMBUATAN NATRIUM ZIRKONAT. Telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG AUDIT LINGKUNGAN HIDUP USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI Kriteria penetapan usaha dan/ kegiatan berisiko

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG

PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG PENENTUAN KONSENTRASI RADIONUKLIDA ALAM DAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN SEMENANJUNG LEMAHABANG Heru Umbara, Heny Suseno, Chevy Cahyana, Budi Hari Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. Namun dalam pemanfaatannya, manusia cenderung melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah lingkungan semakin lama semakin berkembang, semakin besar dan serius. Persoalannya bukan saja bersifat lokal, tetapi sudah menjadi permasalahan global. Dampak

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan batu bara di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi pembangkit listrik pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 47,7 juta ton atau 50% dari total sumber

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA Makalah Amdal Perairan ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA. Oleh. Johannes K. Harianja

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA Makalah Amdal Perairan ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA. Oleh. Johannes K. Harianja ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA Makalah Amdal Perairan ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN TAMBANG BATUBARA Oleh Johannes K. Harianja 110302068 MATA KULIAH AMDAL PERAIRAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar

Lebih terperinci

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia)

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya industri migas dalam bentuk ekspoitasi - produksi, pengolahan minyak dan gas bumi serta pemasaran hasil migas berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil memiliki dampak yang dihasilkan yaitu pemanasan global akibat gas rumah kaca, penipisan lapisan ozon untuk CFC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

2 secarakimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) Limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yangbermanfaat melalui proses

2 secarakimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) Limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yangbermanfaat melalui proses No.5617 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan.Indonesia Tahun 2014 Nomor 333) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 Heru Umbara, Heny Suseno, Chevy Cahyana, Budi Hari, Wahyu P Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti yang telah kita ketahui pada dasarnya setiap benda yang ada di alam semesta ini memiliki paparan radiasi, akan tetapi setiap benda tersebut memiliki nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari. pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

I. PENDAHULUAN. Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari. pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada industri listrik

Lebih terperinci

NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN

NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN 9 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN Nilai Batas Lepasan Radioaktivitas

Lebih terperinci

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH Heni Susiati *) dan Pande Made Udiyani **) ABSTRAK PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam tubuh makhluk hidup baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang berkembang pesat dewasa ini terutama dalam bidang industri telah mengakibatkan kebutuhan tenaga listrik meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. Bahkan di wilayah yang seharusnya belum menjadi masalah telah menjadi masalah. Yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar (ditunjukkan dalam skema di Gambar A.1) proses pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. -Beaker Marinelli

BAB 3 METODE PENELITIAN. -Beaker Marinelli BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk pengukuran radionuklida alam dalam sampel adalah yang sesuai dengan standar acuan IAEA (International Atomic

Lebih terperinci

BAB I PENDA HULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDA HULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan industri dan teknologi yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan telah menimbulkan berbagai dampak pada pencemaran udara, air dan darat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Makalah Audit Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Nama Kelompok : Gayut Widya Prakosa 111810401013 Fandi An yah Noor B. 121810401013 Yudi Pramana 121810401015 Selvi Oktayusida JURUSAN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PENGGUNAN PERANGKAT LUNAK RESRAD-OFFSITE UNTUK MEMPERKIRAKAN RESIKO RADIOLOGIK SUATU FASILITAS LANDFILL SLAG TIMAH

PENGGUNAN PERANGKAT LUNAK RESRAD-OFFSITE UNTUK MEMPERKIRAKAN RESIKO RADIOLOGIK SUATU FASILITAS LANDFILL SLAG TIMAH PENGGUNAN PERANGKAT LUNAK RESRAD-OFFSITE UNTUK MEMPERKIRAKAN RESIKO RADIOLOGIK SUATU FASILITAS LANDFILL SLAG TIMAH Moekhamad Alfiyan Staf Pengkajian Bidang Industri dan Penelitian-BAPETEN, Jakarta E-mail

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran Jazi Eko Istiyanto Kepala BAPETEN Jakarta, 12 Agustus 2015 Definisi Ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan dalam bekerja sangat diperlukan tenaga kerja agar dalam melakukan pekerjaan selalu terjamin keselamatannya. Selain itu, pekerja merupakan modal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara DACHLIANA SARASWATI 3306.100.052 Dosen Pembimbing IDAA Warmadewanthi, ST, MT, PhD Latar Belakang Limbah PT. SRC Limbah Sisa dan Ceceran Lem Limbah Sisa dan Ceceran Tinta Limbah Batubara Wastewater Treatment

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

Pencemaran Lingkungan

Pencemaran Lingkungan Pencemaran Lingkungan Arsitektur Ekologi dan Berkelanjutan Minggu ke 4 By : Dian P.E. Laksmiyanti, St, MT Email : dianpramita@itats.ac.id http://dosen.itats.ac.id/pramitazone Ini yang sering nampak Pencemaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Karena hampir semua aktivitas

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu. menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu. menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar. United Nations Environment Programme (UNEP,

Lebih terperinci

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi DEFINISI Penghalang (barrier). Suatu penghalang fisik yang mencegah atau menunda pergerakan (misalnya migrasi) radionuklida atau bahan lain diantara komponenkomponen dalam sistem. Penghalang, ganda (barrier,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci