BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Logam Berat Cu dan Pb di Perairan, Sedimen dan Lamun Pada sub-bab ini, pembahasan hasil penelitian difokuskan pada analisa komparatif konsentrasi logam berat dari tiga stasiun penelitian pada sampel air laut, sedimen dan tumbuhan lamun. Selanjutnya dibandingkan dengan Baku Mutu yang ditetapkan yaitu baku mutu lingkungan perairan laut dengan baku mutu biota laut dalam KEPMEN LH Nomor 51 Tahun 2004, standar baku mutu sedimen berdasarkan SQG (Sediment Quality Guidelines) dan pada lamun berdasarkan SNI dan Munarso dkk (2004). Stasiun pengambilan sampel yaitu: (a) Stasiun-1: dekat Pulau Cikantung; (b) Stasiun-2: dekat dengan PT. Samudera Marine Indonesia (galangan kapal) dan (c) Stasiun-3: dekat PT Angel Products (rafinasi gula) Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Perairan Berdasarkan hasil analisis AAS terhadap sampel air laut dari tiga stasiun di perairan Bojonegara, dapat diketahui bahwa konsentrasi logam berat Cu dan Pb dalam air, masing-masing dengan kisaran sebesar Cu: 0,048-0,055 ppm dan Pb: 0,260 ppm 0,314 ppm (Tabel 3). Tabel 3. Konsentrasi Logam Berat Cu dan Pb pada Perairan Bojonegara pada Masing-masing Stasiun. Lokasi Cu Pb Stasiun-1 0,055 0,314 Stasiun-2 0,053 0,296 Stasiun-3 0,048 0,260 Pada tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi logam berat Pb jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat Cu. Tingginya kandungan logam 30

2 31 berat Pb pada perairan diduga disebabkan karena volume limbah industri di sekitar Perairan Bojonegara yang masuk ke perairan teluk Banten terutama dihasilkan dari kegiatan industri yang dalam proses produksinya atau kegiatannya menggunakan logam berat. Limbah yang banyak mengandung unsur Pb umumnya berasal dari banyaknya jumlah kapal yang bersandar di dekat dermaga di sekitar TPI Kepuh, pemukiman, dan PT Angel Products. Selain itu industri-industri yang berada di sekitar lokasi penelitian yaitu adanya PT. Samudera Marine Indonesia, yang dalam kegiatannya bergerak di bidang perbaikan dan galangan kapal dengan berbagai aktifitas seperti pengecatan kapal, perbaikan kapal, bongkar muat barang, penggunaan bahan bakar dan arus transportasi juga berpotensi menghasilkan limbah logam berat Pb. Penggunaan logam berat Pb pada berbagai industri galangan kapal dikarenakan logam berat Pb mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah dan murah biaya dalam pengoperasiannya, dan mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk pelindung korosi atau karat karena daya larutnya yang rendah air (Darmono 1995). Selain itu, aktivitas kegiatan transportasi laut yang intensif juga berpotensi menghasilkan emisi gas buang dari mesin kapal ke udara. Emisi gas buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil mengandung logam berat Pb. Konsentrasi logam berat Pb yang ada di udara dapat kembali masuk ke perairan melalui siklus air (hujan), sehingga dapat menyebabkan bertambahnya polutan logam berat Pb masuk ke dalam laut. Disisi lain, rendahnya kandungan logam berat Cu dalam air, dapat juga dikarenakan penyerapan logam berat Cu oleh tumbuhan air, karena logam Cu ini merupakan logam berat essensial yang sangat dibutuhkan organisme tetapi dalam jumlah yang sedikit. Bangun (2005) menyatakan bahwa logam berat Cu dibutuhkan organisme dalam proses kerja enzim. Bila kadar atau konsentrasi logam berat yang terlalu rendah di suatu perairan dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi atau kekurangan nutrisi, namun bila unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun.

3 32 Perbandingan konsentrasi logam berat Cu dan Pb antar stasiun, menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Cu dan Pb tertinggi adalah di Stasiun-1, dikuti oleh Stasiun-2 dan Stasiun-3. Namun untuk logam berat Cu perbedaan konsentrasinya relatif kecil (0,002-0,007 ppm) dibandingkan logam berat Pb (0,018-0,054 ppm). Hal ini dimungkinkan karena pada kawasan Stasiun- 1 ini, lebih banyak terdapat industri perkapalan dan aktivitas yang terkait dengan kegiatan transportasi laut yang cukup intensif. Menurut Apriadi (2005) menyatakan bahwa tinggi-rendahnya konsentrasi logam berat dalam perairan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter kualitas air, diantaranya salinitas air. Salinitas dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan, bila terjadi penurunan salinitas maka akan akan semakin tinggi konsentrasi logam beratnya. Menurut Syakti et al (2012) bahwa penurunan salinitas akan mengakibatkan penurunan senyawa pengkompleks di perairan (Cl - ), sehingga logam berat akan lebih banyak dalam bentuk ion bebas dan lebih mudah terserap oleh biota laut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa Stasiun-1 dengan salinitas perairan sebesar 22 ppt memiliki kandungan logam berat Cu dan Pb yang lebih tinggi dibandingkan pada Stasiun-2 dan Stasiun-3, dengan nilai salinitas masing-masing 23 ppt dan 24 ppt (Tabel 3, Tabel 4). Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada saat penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di tiga stasiun di perairan Bojonegara relatif sama (Tabel 4), sehingga dapat dikatakan bahwa besarnya konsentrasi logam berat Cu dan Pb terutama disebabkan perbedaan besarnya volume limbah yang masuk ke perairan yang terkait dengan aktivitas industri yang ada disekitarnya, jarak lokasi stasiun dengan kawasan industri sebagai sumber produksi limbah.

4 33 Tabel 4. Parameter Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Bojonegara Stasiun Suhu ( 0 C) Salinitas (ppt) ph DO (mg L -1 ) Kecerahan (cm) Arus (m/detik) 1 31,2 22 8,54 11,3 10 0, ,0 23 7,70 2,5 10 0, ,7 24 7,45 2,2 10 0,21 Baku Mutu * ,5 >5 < Keterangan: * Baku mutu kualitas air laut untuk biota laut, dalam Surat Keputusan Kementrian Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, Pada Tabel 4 terlihat bahwa kondisi kualitas perairan Bojonegara tidak memenuhi baku mutu kualitas air laut untuk biota laut artinya tidak optimum bagi kehidupan biota laut. Salinitas perairan rendah karena pada saat pengukuran berada dalam musim penghujan sehingga volume air tawar yang masuk ke laut tinggi. Kandungan oksigen terlarut (DO) rendah berkaitan dengan nilai kecerahan yang rendah, karena kekeruhan air sehingga penetrasi cahaya rendah yang mengakibatkan proses fotosintesis terhambat dan oksigen terlarut menjadi rendah. Kandungan oksigen terlarut di stasiun 1 yang sangat tinggi dan sangat jauh berbeda dengan stasiun lainnya, mungkin dikarenakan ketidak telitian dalam pengukuran atau ketidak telitian alat yang digunakan. Bila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut untuk biota laut yang ada dalam Surat Keputusan Kementrian Negara Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004, maka konsentrasi rata-rata logam berat Cu dan logam berat Pb dari tiga stasiun, yaitu Cu (0,052 ppm) dan Pb (0,290 ppm) menunjukkan nilai yang lebih besar dari baku mutu air laut untuk biota laut (0,008 ppm). Konsentrasi logam berat Cu dan Pb yang sudah melewati baku mutu air laut untuk biota laut ini menunjukkan bahwa perairan Bojonegara ini sudah tercemar berat oleh logam berat Cu dan Pb. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena selain perairan tersebut tidak sesuai lagi bagi kehidupan biota laut untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, logam berat yang terkandung di dalam perairan dapat terakumulasi pada biota laut tersebut, diantaranya pada tanaman lamun dan biota bentik yang hidup di wilayah tersebut, pada akhirnya

5 34 dapat terakumulasi dalam jaringan manusia apabila manusia mengkonsumsi tumbuhan atau hewan tersebut Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Sedimen Berdasarkan hasil analisis AAS terhadap sampel sedimen dari tiga stasiun di perairan Bojonegara, dapat diketahui bahwa konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada sedimen, masing-masing dengan kisaran sebesar Cu: 0,180-0,233 ppm dan Pb: 1,413 ppm 2,003 ppm (Tabel 5). Tabel 5.Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Sedimen Logam Berat Stasiun Cu Pb Stasiun-1 0,213 2,003 Stasiun-2 0,180 1,510 Stasiun-3 0,233 1,413 Pada tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi logam berat Pb jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat Cu. Tingginya kandungan logam berat Pb pada sedimen dengan rata-rata konsentrasi sebesar 1,642 ppm diduga disebabkan karena limbah industri di sekitar Perairan Bojonegara yang mayoritas terdapat industri yang dalam proses produksinya atau kegiatannya menggunakan logam berat Pb. Konsentrasi logam berat Pb dalam sedimen ini jauh lebih tinggi dari konsentrasi logam berat Pb di air. Hal ini disebabkan sifat logam berat yang nonbiodegradable (sulit terurai) sehingga mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya dalam air, sehingga sedimen

6 35 menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu akan mengendap di sedimen (Sutamihardja dkk. 1982). Lokasi pengambilan sampel sedimen yang berada di antara daratan dan pulau yang memungkinkan arus perairan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan perairan yang berhadapan langsung dengan laut lepas, sehingga kemungkinan logam berat untuk mengendap menjadi lebih besar. Hasil penelitian Amin dkk. (2011) di perairan Tanjung Buton, menunjukkan kondisi yang sama bahwa adanya peningkatan konsentrasi logam berat terutama Pb dalam sedimen disebabkan oleh arus perairan yang lemah, karena perairan ini tidak berhadapan langsung dengan laut lepas tetapi dibatasi oleh pulau-pulau. Selain itu, tingginya konsentrasi logam berat di Stasiun-1, di duga berkaitan dengan tipe sedimen dari masing-masing stasiun. Tipe sedimen di Stasiun-1 yang berdekatan dengan pulau, lebih halus butirannya dibanding Stasiun-2 dan Stasiun-3. Menurut Sahara (2009), konsentrasi logam berat di sedimen juga dipengaruhi oleh ukuran partikel sedimen. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar kandungan logam beratnya. Hal ini disebabkan karena partikel sedimen yang halus memiliki luas permukaan yang besar dengan kerapatan ion yang lebih stabil untuk mengikat logam berat pada partikel sedimen yang lebih besar.. Sedimen yang halus memiliki kemampuan untuk melewatkan air (permeabilitas) menyimpan/menahan air yang lebih baik. Secara tidak langsung, nutrien dan zat hara yang terlarut dalam air pun dapat disimpan dengan baik sehingga sedimen halus umumnya memiliki kemampuan menyerap relatif lebih tinggi. Tingginya kandungan air yang tertahan dalam sedimen halus menyebabkan kemampuan sedimen halus untuk menyerap menjadi lebih rendah dibandingkan sedimen dengan ukuran butiran yang lebih besar. Dengan kata lain, sedimen berbutir besar lebih mudah kehilangan kandungan bahan organik atau nutrien (Mc Lachlan dan Brown 2006 dalam Tuheteru dan Mahfudz 2012). Oleh sebab itu konsentrasi logam berat dalam sedimen di perairan Bojonegara makin lama semakin bertambah tetapi lain halnya dengan konsentrasi logam berat dalam air yang cenderung masih dipengaruhi oleh berbagai faktor hidroninamika seperti

7 36 pola arus yang dapat menyebarkan logam berat yang terlarut dalam air laut permukaan kesegala arah sehingga logam berat dalam air laut lebih rendah daripada dalam sedimen. Hasil pengukuran konsentasi logam berat Cu dan Pb dalam sedimen perairan Bojonegara, jika dibandingkan dengan baku mutu yang mengacu pada Sediment Quality Value Guidline For Hongkong, kandungan logam berat Cu belum melampaui baku mutu logam berat dalam sedimen (Tabel 6). Stasiun Tabel 6. Kandungan Logam Berat Cu pada Sedimen Sedimen Sedimen Quality Guidline For Hongkong ISDV-low a ISDV-high a Stasiun-1 0, Stasiun-2 0, Stasiun-3 0, Demikian juga untuk kandungan logam berat Pb dalam sedimen di perairan Bojonegara, menunjukkan konsentrasi yang belum melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (Tabel 7). Tabel 7. Kandungan Logam Berat Pb di Sedimen Stasiun Sedimen Sediment Quality Guidline For Hongkong ISDV-low a ISDVs-high a Stasiun-1 2, Stasiun-2 1, Stasiun-3 1,

8 37 Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb di sedimen perairan Bojonegara ini menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian kandungan logam berat Pb di Teluk Lampung (rata-rata sebesar 0,0014 ppm) (Efendi 2009), hal ini diduga dikarenakan beban bahan pencemar di Teluk Banten jauh lebih besar, karena jumlah industri dan intensitas kegiatannya lebih banyak dibandingkan di Teluk Lampung Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Tumbuhan Lamun Berdasarkan hasil analisa AAS pada sampel lamun Enhalus acoroides, menunjukkan adanya akumulasi logam berat Cu dan Pb pada bagian rimpang (rhizome) dan daun (Tabel 8), sehingga dapat dikatakan bahwa tumbuhan ini dapat menyerap dan mengakumulasi logam berat Cu dan Pb. Oleh sebab itu, tumbuhan lamun ini dapat digunakan sebagai indikator biologis pencemaran logam berat Cu dan Pb. Tabel 8. Konsentrasi rata-rata Cu dan Pb pada lamun Enhalus acoroides Stasiun Cu Daun Pb Cu Rimpang Pb Stasiun-1 0,238 1,792 0,515 1,636 Stasiun-2 0,296 2,170 0,103 1,748 Stasiun-3 0,212 1,612 0,201 2,030 Hasil analisa kandungan logam berat Cu dan Pb pada lamun Enhalus acoroides pada saat studi pendahuluan pada bulan Agustus 2012 (musim kemarau) secara umum lebih rendah dibandingkan pada bulan Januari 2013 (musim penghujan). Hal ini dimungkinkan karena kondisi perairan pada saat pengambilan sampel di bulan Januari 2013 dengan perairan yang dinamis menyebabkan logam berat Cu dan Pb yang larut dalam air dan bersifat nonbiodegradable mengalami pengendapan pada sedimen, yang kemudian akan

9 38 diserap oleh lamun dan tersebar (translokasi) pada beberapa bagian akar menuju daun. Dari tiga stasiun dapat dilihat konsentrasi logam berat Pb lebih besar dibandingkan Cu. Tingginya konsentrasi logam Pb pada daun dan rimpang diduga karena tingkat mobilitas logam Pb yang tinggi, sedangkan translokasi logam dari rimpang ke daun untuk logam Cu sangat rendah dibandingkan pada logam Pb, karena tumbuhan membutuhkan Cu untuk aktivitas metabolisme dan pertumbuhan (Hamzah dan Setiawan 2010). Tingginya kandungan Pb di daun dan rimpang lamun disebabkan oleh banyaknya aktivitas transportasi laut seperti banyaknya kapal-kapal yang melintas di sekitar lokasi penelitian seperti kegiatan kapal penangkapan ikan yang melintas dan emisi bahan bakarnya terpapar di badan perairan. Sedangkan adanya kandungan logam berat Cu diperkirakan karena banyaknya industri galangan kapal, menggunakan Cu sebagai campuran bahan pengawet cat, sehingga semakin tinggi nutrien yang terlarut tanpa terendapkan pada sedimen. Dari hasil analisa terdapat perbedaan konsentrasi logam berat Cu dan Pb antara daun dan rimpang lamun. Pada daun kandungan Cu dan Pb yang paling tinggi pada Stasiun-2 dibandingkan dua stasiun lainnya, dikarenakan Stasiun-2 mempunyai beban pencemar logam berat Cu dan Pb dimana lokasi Stasiun-2 yang berada di dekat dengan Pulau Kemanisan yang berdekatan dengan PT Samudra Marine Indonesia (SMI) yang bergerak di bidang perbaikan dan galangan kapal. Masuknya partikel logam berat ke dalam jaringan daun dapat melalui kutikel tipis daun dan dapat juga masuk melalui proses penyerapan pasif. Secara mekanis atau fisiologis, lamun secara aktif dapat mengurangi penyerapan logam ketika konsentrasi logam berat di sedimen tinggi. Hal ini berbeda dengan kandungan logam berat Cu dan Pb yang terdapat pada rimpang lamun Enhalus acoroides yang tertinggi adalah pada Stasiun-3, masing-masing rata-rata sebesar 0,201 ppm, dan 2,030 ppm. Kondisi ini berbeda dengan kandungan logam berat Cu dan Pb pada daun Enhalus acoroides yang tertinggi pada Stasiun-2 dikarenakan pengambilan sampel yang diambil rata-rata secara acak tumbuhan berdasarkan ukuran lamun muda, sedang, dan tua. Pada

10 39 Stasiun-3 ini diduga ukuran tumbuhan lamun yang sudah tidak utuh dikarenakan jangka waktu tumbuhan lamun kontak dengan logam sudah terlalu lama. Hal ini juga dikatakan bahwa pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis polutan, konsentrasinya, dan lamanya polutan itu berada (Fitter dan Hay 1991 dalam Panjaitan 2009). Penyerapan tetap dilakukan namun dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di rimpang. Kandungan logam Cu dan Pb pada daun lebih tinggi daripada rimpang karena daun memiliki kebutuhan fisiologi dari vegetasi tersebut terutama logam Cu merupakan unsur essensial bagi tumbuhan yang berperan dalam proses kerja enzim. Secara umum kandungan logam berat Cu dan Pb pada lamun Enhalus acoroides di perairan Bojonegara masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Efendi (2009) kandungan logam berat pada daun sebesar 0,011 ppm dan pada akar sebesar 0,0059 ppm. Hal ini dikarenakan banyaknya pabrik dan industri di Teluk Banten sehingga beban bahan pencemar di Teluk Banten jauh lebih besar dibandingkan di Teluk Lampung. Adanya akumulasi logam berat pada tumbuhan lamun akan membahayakan kehidupan organisme laut dan bagi manusia yang mengkonsumsi tumbuhan tersebut. Pada sebagian masyarakat juga telah mengkonsumsi lamun sebagai makanan. Untuk melihat standar keamanan pangan, besarnya konsentrasi pada daun dibandingkan dengan standar baku mutu untuk tanaman air (Tabel 9). Tabel 9. Konsentrasi Cu dan Pb pada Daun dan Baku Mutu untuk Tanaman Air Stasiun Cu Daun Pb Baku Mutu Cu Pb Stasiun-1 0,238 1,792 1,980 *) 0,5 **) Stasiun-2 0,296 2,170 1,980 *) 0,5 **) Stasiun-3 0,212 1,612 1,980 *) 0,5 **) Sumber : *) Munarso dkk (2004) dan **) SNI

11 40 Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi logam berat Cu pada lamun masih rendah dan belum melampaui batas baku mutu tumbuhan air untuk pangan yaitu Cu sebesar 1,98 ppm (Munarso dkk 2004). Sedangkan konsentrasi logam berat Pb sudah melampaui batas baku mutu yang mengacu pada baku mutu tumbuhan air untuk pangan menurut sesuai dengan SNI yaitu sebesar 0,5 ppm (Tabel 9). Oleh karena itu, masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi lamun karena sudah melampai batas toleransi manusia. Karena pada penelitian Rizal (2010) di disekitar perairan Waai dan Galala lamun Enhalus acoroides telah dikonsumsi masyarakat dan setelah diteliti konsentrasi logam berat Pb dan Cd pada akar daun lamun sudah melebihi batas untuk toleransi manusia. 4.2 Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Perairan, Sedimen, dan Lamun pada Masing-Masing Stasiun Pada sub-bab ini, pembahasan hasil penelitian difokuskan pada analisa komparatif konsentrasi logam berat pada air, sedimen dan lamun pada masingmasing stasiun, untuk mengetahui pola penyerapan logam berat Cu da Pb, pada air, sedimen dan lamun. Hasil analisis AAS, kandungan logam berat pada masingmasing sampel dari setiap stasiun menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 7), a. Stasiun-1

12 41 b. Stasiun-2 c. Stasiun-3 Gambar 7. Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Cu dan Pb pada (a) Stasiun-1, (b) Stasiun-2, (c) Stasiun-3 dalam Badan Air, Sedimen, Rimpang, dan Daun Lamun Enhalus acoroides Dari Gambar 7 dapat dilihat perbedaan kandungan logam berat Cu dan Pb pada tiga stasiun berbeda-beda. Bila dibandingkan kandungan logam berat Cu dan Pb pada air, sedimen, rimpang, dan daun Enhalus acoroides pada setiap stasiun dapat dilihat pada Stasiun-1 terlihat konsentrasi tertinggi yaitu Pb pada sedimen sebesar 2,003 ppm dikarenakan Stasiun-1 merupakan daerah dekat Pulau Cikantung, tidak jauh dengan tempat pelelangan ikan dan banyaknya aktivitas transportasi laut dengan adanya kapal yang bersandar dermaga yang dapat memberi pengaruh langsung terhadap konsentrasi logam dalam sedimen. Pada Stasiun-2 konsentrasi tertinggi dari Pb terlihat pada daun lamun Enhalus

13 42 acoroides sebesar 2,17 ppm dibandingkan dengan air, sedimen, dan rimpang lamun. Pada Stasiun-3 konsentrasi tertinggi yaitu Pb pada rimpang sebesar 2,03 ppm dikarenakan Stasiun-3 merupakan lokasi yang berdekatan dengan Pulau Kemanisan dan dekat dengan pipa pembuangan limbah PT Angel Products. Perbedaan kandungan Cu dan Pb dalam air, sedimen, dan lamun Enhalus acoroides ini dapat menunjukkan adanya perbedaan beban logam berat Cu dan Pb dalam perairan di masing-masing stasiun. Kondisi ini diduga berkaitan dengan adanya pengaruh kondisi lingkungan perairan dan kondisi morfologi-fisiologi dari tumbuhan lamun Enhalus acoroides. Menurut Frieberg et al. (1986) dalam Ariesabeth (2005) tingkat penyerapan substansi toksik oleh tumbuhan dipengaruhi oleh lingkungan dan morfologi serta status hormonal dari tumbuhan tersebut. Apabila dilihat lebih rinci pada tumbuhan lamun konsentrasi paling tinggi terdapat pada daun Enhalus acoroides dapat dilihat pada Stasiun-1 dan Stasiun-2. Hal ini disebabkan karena mekanisme penyerapan lamun menurut Priyanto dan Prayitno (2006) bahwa pada mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang berkesinambungan, yaitu pertama penyerapan oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian organ tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Selanjutnya dalam proses transpirasi nutrient juga ke dalam daun sehingga logam berat terserap lebih banyak di daun. Sedangkan pada Stasiun-3 terjadi hal sebaliknya, kandungan logam Pb yang tidak essensial bagi tumbuhan lebih tinggi pada bagian rimpang karena letaknya lebih dekat kontak dengan sedimen dibandingkan dengan daun yang memungkinkan rimpang mempunyai sistem penghentian transpor logam menuju daun terutama logam non esensial, sehingga ada penumpukkan logam di akar (Yoon et al dalam Hamzah dan Setiawan). Setiap bagian lamun mempunyai kadar logam yang berbeda sesuai dengan meningkatnya umur daun, dipengaruhi oleh konsentrasinya dalam sedimen dan dalam air (Pulich et al dalam Kiswara 1989). Adanya perbedaan ukuran tumbuhan lamun ini dapat menunjukkan perbedaan umur dan jangka waktu

14 43 tumbuhan lamun kontak dengan logam yang dapat dilihat pada pembahasan subbab selanjutnya Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Stadia Umur Lamun Enhalus acoroides yang Berbeda Kandungan Logam Berat Cu pada Lamun Enhalus acoroides Pengukuran kandungan logam berat Cu pada daun maupun rimpang Enhalus acoroides di Perairan Bojonegara dilakukan terhadap tumbuhan lamun muda, sedang, dan tua. Logam berat rata-rata berturut-turut dari terendah hingga tertinggi; Stasiun-1 (0,050-0,110 ppm); Stasiun-2 (0,035-0,145 ppm); dan Stasiun- 3 (0,178-0,228 ppm) (Tabel 10). Tabel 10. Kandungan Cu pada Daun dan Rimpang Lamun Enhalus acoroides Sampel Lokasi Perlakuan Stasiun-1 Stasiun-2 Stasiun-3 Muda 0,248 0,343 0,194 Daun Sedang 0,355 0,300 0,299 Tua 0,108 0,213 0,103 Muda 0,098 0,128 0,228 Rimpang Sedang 0,110 0,145 0,199 Tua 0,050 0,035 0,178 Jika dilihat perbandingan konsentrasi logam pada rimpang dan daun, maka hasil analisa yang didapat konsentrasi Cu pada daun lebih tinggi dibandingkan Cu pada rimpang. Menurut Mac Farlane et al., 2003 dalam Hamzah dan Setiawan 2010, berdasarkan mekanisme fisiologis, tumbuhan secara aktif mengurangi penyerapan logam berat ketika konsentrasi logam berat di sedimen tinggi. Penyerapan tetap dilakukan, namun dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di akar atau rimpang. Selain itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan di translokasikan ke jaringan lainnya seperti daun serta mengalami

15 44 proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokhelat yang dapat berkatan dengan logam berat. Oleh karena itu konsentrasi di daun lebih tinggi dibandingkan di rimpang. Bila dilihat dari kandungan logam berat Cu pada daun muda, sedang dan tua, pada setiap stasiun, memperlihatkan kecenderungan bahwa kandungan logam berat pada daun muda-sedang lebih tinggi dari daun tua. Brouns (1985) mengemukakan hasil dari berbagai penelitian umumnya, menunjukkan bahwa pertumbuhan daun muda lebih cepat dibanding pertumbuhan daun tua. Pertumbuhan lamun ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti fisiologi, metabolisme dan faktor eksternal seperti zat-zat hara, tingkat kesuburan substrat, dan faktor lingkungan lainnya. Tingkat penyerapan secara morfologi ditentukan oleh kadar air dan umur. Semakin tua umur suatu tumbuhan maka tumbuhan tersebut akan semakin sulit untuk mengabsorbsi substansi toksik Kandungan Logam Berat Pb pada Lamun Enhalus acoroides Konsentrasi Pb pada daun lamun muda, sedang, dan tua di Perairan Bojonegara dengan konsentrasi tertinggi pada daun sedang di Stasiun-2 sebesar 2,633 ppm. Sedangkan hasil pengukuran konsentrasi Pb pada rimpang muda, sedang, dan tua dengan konsentrasi tertinggi pada rimpang sedang di Stasiun-3 sebesar 2,287 ppm (Tabel 11) Tabel 11. Kandungan Pb pada Daun dan Rimpang Lamun Enhalus acoroides Sampel Lokasi Perlakuan Stasiun-1 Stasiun-2 Stasiun-3 Muda Daun Sedang Tua Muda Rimpang Sedang Tua

16 45 Pada Tabel 11 di atas terlihat bahwa konsentrasi Pb pada daun dan rimpang adalah berbeda. Konsentrasi Pb pada daun cenderung lebih tinggi dari kandungan Pb dalam rimpang. Konsentrasi logam berat yang tinggi pada daun sedang dan tua. Kondisi ini dimungkinkan karena proses akumulasi yang terjadi pada tumbuhan lamun. Semakin meningkatnya umur tumbuhan atau semakin tua berarti makin lama dalam mengakumulasi logam berat. Logam berat akan dialirkan dari akar atau rimpang menuju daun sehingga kemungkinan logam berat pada daun lebih tinggi dibandingkan pada akar. Terlihat bahwa konsentrasi Pb pada daun lebih tinggi dibandingkan Pb di rimpang. Selain itu, anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Sehingga logam berat dapat secara cepat diserap oleh daun lamun (Kiswara 1994) Dampak dari toksik logam berat pada tumbuhan, yang mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis pada tumbuhan. Kemampuan fotosintesis akan meningkat dengan bertambahnya umur dan luasan daun. Setelah ukuran daun mencapai maksimum, maka daun akan menjadi tua dan berubah warna menjadi kuning karena klorofil mulai rusak. Rusaknya klorofil akan menurunkan kemampuan fotosintesis daun (Salisbury & Ross 1995 dalam Lakitan 2010). Tinggi konsentrasi Pb pada daun atau rimpang di Stasiun-2 selain karena lokasinya yang jauh dari daratan dikarenakan Stasiun-2 kondisi kerapatan lamun yang tinggi daripada stasiun lainnya. Dapat diasumsikan bahwa lamun yang lebat akan memperlambat gerakan air akibat arus dan ombak dan terjadinya akumulasi (penumpukan kandungan) logam berat dari sedimen menuju akar sehingga terakumulasi pada daun. Tingginya konsentrasi Pb pda lamun dibandingkan dengan Cu dikarenakan Pb merupakan logam non esensial,sedangkan menurut Fitter dan Hay (1991) mengatakan bahwa tumbuhantumbuhan air merupakan pengatur logam yang relatif lemah, khususnya jenis

17 46 logam nonesensial sehingga tumbuhan air tidak mampu mengeluarkan banyak logam yang terserap mengakibatkan semakin pekatnya logam tersebut. 4.4 Analisis Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Berdasarkan Stadia Umur pada Lamun Enhalus acoroides Dalam penelitian ini hasil analisis terhadap kandungan Cu dan Pb menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yaitu untuk menunjukkan ada atau tidaknya perbedaan konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada tumbuhan lamun terhadap perlakuan yang telah dilakukan dalam penelitian ini yaitu pada tumbuhan lamun muda, sedang dan tua di masing-masing tiga stasiun penelitian (Lampiran 8). Analisis ragam ini didasarkan pada perbandingan F-hitung semua perlakuan dengan F-tabel dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% (6,944). Selanjutnya dianalisis juga uji Duncan dengan perlakuan lamun muda, sedang, dan tua untuk mengetahui konsentrasi mana yang memberikan perbedaan yang nyata ketika pengujian kehomogenan setiap perlakuan. Berdasarkan uji analisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada tumbuhan lamun Enhalus acoroides menunjukkan perbedaan antara jenis logam berat, bagian rimpang dan daun (stadia muda, sedang dan tua). Untuk logam berat Pb memberikan perbedaan akumulasi logam berat pada lamun muda dan tua serta lamun muda dan sedang, sedangkan ukuran daun sedang dan tua tidak memberikan perbedaan. Untuk logam berat Cu hanya pada rimpang lamun muda dan sedang yang tidak memberikan perbedaan. Pada konsentrasi Pb pada lamun sedang dan tua tidak adanya perbedaan dikarenakan Pb merupakan unsur non esensial bagi lamun sehingga morfologi daun lamun (lamun muda, sedang, tua) yang menentukan metabolisme lamun tidak berbeda nyata untuk logam Pb. Selain itu kemampuan daun yang dapat menyerap nutrient dari akar maupun langsung dari badan perairan yang sehingga logam berat yang terserap tidak jauh berbeda, karena sampling dilakukan tidak secara periodik sehingga tidak dapat menggambarkan lamanya logam berat berada dalam perairan.

18 47 Sementara itu tidak adanya perbedaan konsentrasi logam berat Cu hanya pada rimpang muda dan sedang diduga adanya faktor-faktor seperti persamaan mekanisme detoksifiksasi, faktor morfologi, dan fisiologi dari lamun tersebut sehingga tidak berbeda terhadap konsentrasi logam berat tersebut. Hal ini kemungkinan dikarenakan karena kondisi rimpang antara yang muda dan sedang tidak berbeda jauh. Dilihat dari fungsinya rimpang merupakan organ tanaman yang kontak langsung dengan media seperti sedimen dan sekaligus berfungsi menyerap unsur hara yang kemudian langsung ditranslokasikan ke bagian organ lain seperti daun. Jika dilihat dari tinjauan lokasi, Stasiun 2 memiliki daun lamun yang helaiannya masih utuh dan kokoh dibandingkan dengan stasiun 1 atau 3 yang sudah tidak sempurna. Lamun dengan tipe daun yang besar akan lebih dapat menyerap bahan organik dan non organik yang berada pada perairan, karena lamun dengan morfologi yang lebih besar (kuat) akan mempunyai kondisi substrat yang lebih stabil sehingga konsentrasi daun muda lebih rendah dibandingkan daun tua dan sedang. Terlihat konsentrasi tertinggi pada setiap stasiun terdapat pada daun. Diduga karena daun langsung menyerap logam berat yang berada pada permukaan daun yang berasal dari tiga proses yaitu, pertama sedimentasi akibat gaya gravitasi, kedua, tumbukan akibat turbulensi air, dan ketiga adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian diawali dengan survei pendahuluan pada bulan Agustus 2012. Penelitian utama ini telah dilaksanakan pada Januari 2013 - Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

F. MIPA. UNDIP. ABSTRAK

F. MIPA. UNDIP. ABSTRAK Kandungan Logam tembaga (Cu) dalam Eceng Gondok (Eichhornia crassipes Solms.), Perairan dan Sedimen Berdasarkan Tata Guna Lahan di Sekitar Sungai Banger Pekalongan (Siska Setyowati, Nanik Heru Suprapti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb) dan (Cd) TERHADAP LAMUN (Enhalus acoroides) SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN TANJUNG LANJUT KOTA TANJUNGPINANG

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb) dan (Cd) TERHADAP LAMUN (Enhalus acoroides) SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN TANJUNG LANJUT KOTA TANJUNGPINANG ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb) dan (Cd) TERHADAP LAMUN (Enhalus acoroides) SEBAGAI BIOINDIKATOR DI PERAIRAN TANJUNG LANJUT KOTA TANJUNGPINANG Asih Resti Pratiwi Nancy Willian, M,Si Arif Pratomo, M.Si

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak menyadari bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO Hendra Wahyu Prasojo, Istamar Syamsuri, Sueb Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang no. 5 Malang

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA LAMUN Cymodocea serrulata DI DAERAH PENAMBANGAN TIMAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA LAMUN Cymodocea serrulata DI DAERAH PENAMBANGAN TIMAH KABUPATEN BANGKA SELATAN MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):169-176 KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA LAMUN Cymodocea serrulata DI DAERAH PENAMBANGAN TIMAH KABUPATEN BANGKA SELATAN CONTENT OF HEAVY METAL LEAD (Pb) IN THE SEAGRASS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. NAMA : KELAS : NO : SOAL PENCEMARAN AIR Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. 1. Perhatika pernyataan di bawah ini : i. Perubahan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA NAMA : KELAS : SOAL PENCEMARAN AIR NO : Pilihlah salah satu jawaban

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan satu diantara penghuni perairan dan juga menjadi sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, kerang juga memiliki kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan menggunakan gabungan metode elektrokoagulasi dan EAPR. Parameter yang digunakan yaitu logam berat Pb, Cu, COD dan ph.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang digunakan untuk menyusun berbagai komponen sel selama

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang digunakan untuk menyusun berbagai komponen sel selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Unsur hara (plant nutrient) ialah makanan yang diperlukan tanaman sebagai sumber energi yang digunakan untuk menyusun berbagai komponen sel selama proses pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Logam Berat pada Air Laut dan Sedimen. Kabupaten Pasuruan, dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Logam Berat pada Air Laut dan Sedimen. Kabupaten Pasuruan, dapat dilihat pada tabel berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Logam Berat pada Air Laut dan Sedimen Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kandungan logam berat pada air laut dan sedimen di sepanjang perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai Bentar merupakan objek wisata yang berada di kabupaten Probolinggo, tepatnya di wilayah kecamatan Gending yang berjarak 7 km dari Kota Probolinggo. Pantai Bentar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Akan tetapi, perkembangan industri tersebut juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan,

Lebih terperinci

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara TANAH Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara Susunan mineral sebagai a chorage rongga untuk air dan udara, dan nutrisi dalam proses pertukaran. Materi organik

Lebih terperinci