BAB IV TEGANGAN, REGANGAN, DAN DEFLEKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV TEGANGAN, REGANGAN, DAN DEFLEKSI"

Transkripsi

1 BAB IV TEGANGAN, REGANGAN, DAN DEFLEKSI 4.1. Tegangan Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah menentukan pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat essensial dalam perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di dalam elemen mesin, maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya tidak dapat dilakukan. Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai tegangan (stress). Gambar 4.1 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban dalam bentuk gaya-gaya. Untuk mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka dapat dilakukan dengan membuat potongan imaginer melalui titik O. Untuk menjaga prinsip kesetimbangan, tentu pada penampang potongan imajiner tesebut terdapat gaya-gaya dalam yang bekerja. Kalau penampang imaginer tersebut dibagi menjadi elemen-elemen yang sangat kecil A, maka pada masing masing A tersebut akan bekerja gaya dalam sebesar F. Gambar 4.1 Konsep intensitas gaya dalam sebuah benda yang mendapat beban 4-1

2 Definisikan vektor tegangan (Stress vector) ΔP df T lim (4.1) ΔA 0 ΔA da Vektor tegangan ini adalah intensitas gaya pada seluruh penampang dan arahnya tidak harus sama antara satu dengan yang lain. Dari definisi ini jelas bahwa tegangan pada suatu elemen mesin terjadi karena adanya beban yang bekerja pada elemen tersebut. 4.. Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan. Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat diklasifikasikan menjadi : beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi, dan beban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap tegangan, regangan maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik untuk komponen yang sederhana. Sedangkan untuk komponen yang kompleks, dapat digunakan metoda numerik maupun metoda eksperimental Kasus I : Beban uniaksial Pembebanan uniaksial pada suatu elemen mesin sering terjadi pada suatu elemen mesin seperti ditunjukkan pada gambar 4.. Tegangan yang terjadi pada elemen yang mendapat beban uniaksial adalah tegangan normal yang arahnya selalu tegak lurus penampang. Distribusi tegangan normal akibat ganya uniaksial dapat diasumsikan terdistribusi secara seragam. Formula sederhana untuk menghitung tegangan normal akibat beban uniaksial adalah P (4.) A dengan P beban uniaksial dan A luas penampang tegak lurus arah beban 4-

3 Gambar 4. Distribusi tegangan normal akibat beban uniaksial Untuk kondisi elastis linear, karakteristik beban dan deformasi pada beberapa jenis material ditunjukkan pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Karakteristik beban deformasi benda elastis linear Dari definisi tegangan dan regangan maka hubungan tegangan regangan elemen yang mengalami beban uniaksial dapat diformulasikan menjadi Hukum Hooke satu dimensi. E ε ; δ ε (4.3) L 4-3

4 Perpindahan yang terjadi pada elemen yang mengalami beban uniaksial diilustrasikan pada gambar 4.4. Formulasi untuk menghitung perpindahan dapat dilakukan dari definisi deformasi δ u B u A dan dengan menggunakan hukum Hooke, maka dapat diturunkan bahwa FL δ (u B u A ) (4.4) AE Gambar 4.4 Gaya dan perpindahan pada elemen yang mengalami beban uniaksial Studi Kasus 1: Pada gambar E.1, batang rigid DHC digantung pada kawat elastis AD dan BC (modulus elastisitas E, dimensi pada gambar). Beban P bekerja pada H. Berapa jarak supaya batang rigid tetap horisontal? (Abaikan massa batang rigid dan kawat) Gambar E.1 Contoh soal 1 4-4

5 Penyelesaian Diagram benda bebas : Gambar E. Diagram benda bebas F 0 F + F P a H y AD BC H 0 F L F b BC ( ) AD Langkah selanjutnya adalah mencari deformasi pada C dan D (u C dan u D ). FL u C dan AE BC FL u D c AE AD Supaya batang rigid tetap horisontal, maka u C u D. d Dari persamaan a dan b dan A BC 4A AD, didapat : F A AD AD L 1 E F L F 4F BC 1 BC AD e 4A ADE Dari persamaan b dan e : FBC 4 4 L f L - F 5 AD 4-5

6 4... Kasus II : Beban torsi Beban torsi akan menimbulkan efek puntiran atau deformasi sudut (angular deformation) seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. Poros adalah salah satu contoh elemen mesin yang mengalami beban puntir. Tegangan yang terjadi akibat beban torsi adalah tegangan geser dengan distribusi yang bervariasi linear dari titik tengah penampang ke permukaan. Tegangan geser yang terjadi pada suatu elemen poros pada jarak r dari sumbu dan diakibatkan adanya torsi T, diformulasikan sebagai berikut : Tr (4.5) J J adalah momen inersia polar, besarnya tergantung pada dimensi dan bentuk penampang. Nilai J untuk berbagai macam penampang bisa dilihat pada tabel 4.1. Gambar 4.5 Poros penampang lingkaran dengan panjang L dan jari-jari a, diputar dengan torsi T Elemen yang diberi beban torsi akan mengalami tegangan geser sebesar yang akan mengakibatkan terjadinya regangan geser sebesar γ, hubungannya seperti pada formulasi Hukum Hooke untuk tegangan geser berikut : Gγ (4.6) 4-6

7 dengan Gmodulus geser, E G 1 ( + υ) Deformasi sudut yang diakibatkan adanya torsi bisa dilihat pada gambar 4.6. Besarnya adalah : TL Φ Φ B Φ A (4.7) GJ Tabel 4.1 Sifat penampang 4-7

8 Gambar 4.6 Sebuah poros dengan panjang L yang diberi beban torsi T Studi Kasus : Momen torsi bekerja pada poros segmen, segmen AB dan BC seperti pada gambar. Masing-masing segmen berbeda material dan momen inersia polar. Tentukan : Gambar E.3 Contoh soal a. momen puntir masing-masing segmen, b. deformasi sudut karena beban torsi, Penyelesaian Diagram benda bebas : 4-8

9 Gambar E.4 Diagram benda bebas Pada bagian B : T T T a AB BC + Dari diagram benda bebas sebelah kanan : T T AB BC GJ ( Φ B Φ A ) b L AB GJ ( Φ C Φ B ) c L BC Karena poros fi di A dan C, maka : Φ Φ Dari persamaan a, b, c dan d, didapat : 0 A C d Φ B ( GJ ) + AB ( GJ ) BC L T L e Dari b, c, dan e didapat momen torsi tiap segmen : T AB T( GJ ) L AB ( GJ ) + AB ( GJ ) BC dan L L T BC - T( GJ ) L AB ( GJ ) + AB ( GJ ) BC f L L 4-9

10 Tanda minus pada T BC menandakan bahwa arahnya terbalik dari gambar diagram benda bebas Kasus III : Beban bending Contoh sederhana pembebanan bending pada beam ditunjukkan pada gambar 4.7. Tegangan yang terjadi pada pembebanan momen bending M yang diakibatkan oleh beban P adalah tegangan normal dan tegangan geser. Besarnya tegangan normal yang terjadi bervariasi semakin membesar menjauhi sumbu netral dan besarnya adalah: My (4.8) I z y adalah jarak titik yang ditinjau dari sumbu netral, I adalah momen inersia, sedangkan A adalah luas penampang melintang beam. Nilai I untuk berbagai macam penampang bisa dilihat pada tabel 4.1. Gambar 4.7 Beam dengan beban bending Tegangan normal dan tegangan geser akibat beban bending ditunjukkan pada gambar 4.8. Beban bending mengakibatkan terjadinya regangan seperti pada gambar 4.9. Besar regangan pada elemen beam berjarak y dari sumbu netral adalah : 4-10

11 Gambar 4.8 Beam dengan beban bending ε My (4.9) EI z Gambar 4.9 Regangan yang terjadi pada beam Kasus IV : Beban geser Beban geser akan menimbulkan tegangan geser pada bidang yang sejajar dengan arah bekerjanya beban. Beban geser bisa ditemui pada elemen mesin paku keling seperti pada gambar Diasumsikan beban geser terdistribusi merata pada bidang kerja, sehingga tegangan yang terjadi pada bidang itu nilainya seragam: Gambar 4.10 Paku keling yang dibebani dengan beban geser 4-11

12 Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah paku keling dengan luas penampang A, diformulasikan sebagai berikut : P P (4.10) A A Khusus pada pembebanan transversal pada beam, seperti pada gambar 4.11, akan terjadi kombinasi tegangan bending dan tegangan geser. Gambar 4.11 Pembebanan pada beam Gambar 4.1 Segmen beam Dari gambar 4.1 di atas, besarnya tegangan geser dihitung : F y b d F dm d c y1 1 Ib -F 1 ( M + dm ) c y1 I yda y da c y1 My I da (4.11) dengan b adalah tebal penampang. dm/dy adalah gaya geser pada setiap titik, V, sehingga : 4-1

13 c V y yda (4.1) Ib y1 dengan Q c y1 yda, maka Untuk beam dengan penampang persegi panjang : VQ y (4.13) Ib c c b h Q yda b ydy y y1 1 4 y 1 (4.14) Sehingga : V h y 1 (4.15) I 4 Tegangan geser bervariasi seperti pada gambar Pada y 1 h/, 0. Pada y 1 0, ma Vh /8I. Untuk penampang persegi panjang, Ibh 3 /1, sehingga : 3V ma (4.16) A Gambar 4.13 Distribusi tegangan geser pada beam persegi panjang Studi Kasus 3: Geometry brake lever sepeda diberikan pada gambar E.5. Rata-rata tangan manusia dapat menimbulkan gaya cengkeram sekitar 67 N. Tangan yang sangat kuat dapat memberikan gaya cengkeram sekitar 71 N. Diameter pin pivot 8 mm. Hitung tegangan pada posisi kritis pada brake lever. 4-13

14 Gambar E.5 Contoh soal 3 Idealisasi : Kegagalan terjadi pada lubang pin dan pada pangkal kantilever (brake lever) Penampang berebentuk lingkaran Analisis : a. Handle dimodelkan sebagai batang kantilever dengan diameter 14.3 mm, seperti pada gambar: a b Gambar E.6 Model handle sebagai batang kantilever Dari studi kasus 3, bab 3, didapat R 1 71 dan M Nm. b. Buat DBB brake lever (Asumsi berat dan konsentrasi tegangan diabaikan) 4-14

15 Gambar E.7 Diagram benda bebas Tegangan tarik bending pada pangkal kantilever akan maksimal pada sisi paling luar (titik P), nilainya : Nm m My 4 I z π ( ) 4 m MPa a c. Dihitung tegangan geser : 4V 3A 3π 4 ( 71) ( 14.3) 4 N y mm 6 MPa b Tegangan geser maksimal terjadi pada sumbu netral (titik Q). Tegangan utama pada sisi luar bagian atas MPa, 3 0, sehingga dari lingkaran Mohr : ma 95 MPa. Gambar E.8 Lingkaran Mohr d. Dilakukan juga pengecekan pada lokasi lain yang memungkinkan terjadinya kegagalan, yaitu pada dua lubang pin. Material di antara lubang harus di dicek terhadap 3 mode kegagalan, yaitu tegangan bearing, tegangan geser langsung dan tearout. 4-15

16 e. Tegangan bearing yang terjadi adalah tekan, bekerja pada area proyeksi lubang. ( 6.4) A 8 mm c bearing dia ketebalan 10 F1 993 bearing 30 MPa d A 10 bearing f. Kegagalan tearout bisa dilihat pada gambar : Pada kasus ini, kegagalan terjadi pada area dengan ketebalan 4(6.4) mm dengan lebar 7.1 mm. ( 4 6.4) A 7 mm e tearout lebar ketebalan F1 993 tearout 17 MPa f A 181 tearout g. Tegangan bearing dan tearout yang terjadi kecil. h. Kegagalan yang terjadi karena beban kabel adalah pada bagian C pada gambar E.7, Bagian ini dimodelkan sebagai batang kantilever dengan lebar penampang (5-5)/10 mm dan lebar 5 mm (konservatif tanpa mempertimbangkan adanya kenaikan lebar karena adanya jari-jari lubang). Lengan momen diasumsikan sama dengan jari-jari pin, 4 mm. Gaya yang bekerja pada setengah lebarnya adalah setengah gaya total. Tegangan bending yang terjadi sebesar : My 137 MPa g I z 10() Tegangan geser karena pembebanan transversal pada sumbu netral : ( 858) ( )( 5) 3V 3 y 76 MPa h A

17 4.3. Tensor Tegangan 3D Vektor tegangan T yang bekerja pada bidang potongan imajiner dapat diuraikan sebagai berikut : T i + j + k (4.17) y z Gambar 4.14 Komponen tegangan pada bidang -y Komponen tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang disebut tegangan normal, sedangkan komponen yang bekerja dalam arah bidang kerja disebut tegangan geser. Jika potongan imajiner dilakukan untuk bidang-bidang yang lain maka akan didapatkan elemen tegangan 3 dimensi seperti ditunjukkan pada gambar Komponen-komponen tegangan yang lengkap untuk tiga dimensi adalah merupakan tensor orde. Tensor tegangan untuk elemen tiga dimensi dapat dituliskan dalam bentuk matrik pada persamaan

18 y z ij y y yz (4.18) z zy z Gambar 4.15 Komponen tegangan tiga dimensi Subskrip untuk tegangan normal adalah menandakan arah tegangan. Sedangkan untuk tegangan geser subskrip pertama menandakan bidang kerja tegangan, dan subskrip kedua menandakan arah tegangan. Konvensi tanda untuk tegangan adalah sebagai berikut : Tegangan normal berhaga positif jika arahnya keluar dari bidang (tarik), dan berharga negatif untuk sebaliknya Tegangan geser berharga positif jika : o o Pada bidang positif searah sumbu positif Pada bidang negatif searah sumbu negatif Tegangan Bidang (Plane Stress) Umumnya elemen mesin mengalami kondisi tegangan tiga dimensi, tetapi untuk beberapa kasus terdapat elemen yang bisa diidealisasikan dengan kondisi tegangan dalam bidang dua dimensi. Untuk kondisi plane stress ini, semua tegangan tegak lurus bidang berharga nol ( z z yz 0). Contohnya adalah elemen pelat yang mendapat beban pada bidang pelat sendiri, tegangan pada elemen tipis seperti straingage, dll. Untuk tegangan bidang -y, tensor tegangan dapat disederhanakan menjadi y ij (4.19) y y 4-18

19 Gambar 4.16 Elemen tegangan bidang (plane stress -y) 4.5. Tegangan Utama Untuk menentukan kekuatan suatu elemen mesin maka diketahui tegangan maksimum yang terjadi pada elemen tersebut. Nilai atau besar suatu tegangan pada elemen tegangan sangat tergantung pada orientasi dari sistem koordinat. Pada suatu orientasi tertentu terdapat kondisi dimana tegangan normal berharga maksimum dan Gambar 4.17 Tegangan utama tiga dimensi semua tegangan geser berharga nol. Kondisi ini disebut dengan Principal stress atau tegangan utama. Nilai tegangan utama dan orientasinya dapat ditentukan dari persamaan karakteristik berikut : p y z y y zy p z n yz n y p n y z 0 (4.0) 4-19

20 dimana n, n y, n z adalah arah cosinus vektor n (normal terhadap principal plane). Supaya persamaan (4.0) memiliki solusi maka determinant matrik koefisien haruslah bernilai nol. Dengan demikian maka nilai tegangan utama dapat dihitung dari akar persamaan pangkat tiga berikut dengan 1 I I 3 + y z y y + + y y yz z z + z yz z 3 p 1 p p 3 y z 1 I + I I 0 (4.1) y z yz Setelah nilai tegangan utama didapatkan ( p1, p, p3 ) maka arah orientasi tegangan utama (n, n y, n z ) dapat dihitung dengan memasukkan nilai tegangan utama ke persamaan (4.0). Arah ketiga tegangan utama pasti saling tegak lurus. Tegangan geser maksimum atau sering disebut tegangan utama geser dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.) Perlu dicatat bahwa pada saat tegangan geser bernilai maksimum, tegangan normal belum tentu bernilai nol. Orientasi tegangan geser maksimum adalah 45 0 terhadap arah tegangan utama. Untuk kasus tegangan bidang (D), persamaan (4.1) diatas dapat disederhanakan menjadi + y y 1, ± y + (4.3) dan orientasi tegangan utama adalah 4-0

21 1 1 y θ p tan (4.4) + y Gambar 4.18 Tegangan utama dua dimensi Sedangkan tegangan geser maksimum untuk kasus dua dimensi juga dapat disederhanakan menjadi : y ma + y 1 1 y θ s tan (4.5) y 4.6. Lingkaran Mohr Untuk memberikan gambaran kondisi tegangan pada berbagai arah dalam bentuk grafis, Otto Mohr (1914) memperkenalkan Mohr s Circle. Lingkaran Mohr ini sangat reperestatif untuk kondisi tegangan dua dimensi. Sedangkan untuk kasus tiga dimensi, lingkaran Mohr cukup kompleks kecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti misalnya saat salah satu tegangan utama berhimpit dengan salah satu sumbu koordinat. Langkah-langkah untuk menggambar Lingkaran Mohr (lihat gambar 4.19) adalah sebagai berikut : 4-1

22 Gambar 4.19 Konstruksi Lingkaran Mohr dan hubungannya dengan state of stress 1. Hitung kondisi tegangan dua dimensi untuk mendapatkan nilai, y, y. Buat sumbu datar dan sumbu vertikal 3. Buat titik pusat lingkaran Mohr + y 4. Buat dua titik yang saling berlawanan yaitu (, - y ) dan ( y, y ). Lingkaran dapat digambar dengan titik pusat pada step 5. Radius lingkaran dapat dihitung dengan persamaan r, 0 y + (4.6) y 6. Tegangan utama terletak pada posisi garis lingkaran memotong sumbu ( 1, ) 7. Tegangan geser maksimum sama dengan radius lingkaran 8. Sudut orientasi tegangan utama adalah setengah dari sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan titik (, - y ) dan ( y, y ) dengan sumbu datar 9. Untuk mendapatkan nilai tegangan pada arah tertentu (φ) : gambar busur φ dari garis yang menghubungkan titik (, - y ) dan ( y, y ). 4-

23 4.7. Konsentrasi Tegangan Adanya diskontinuitas geometri pada elemen mesin seperti lubang, fillet, notch, inclusi dan lain-lain akan menaikkan nilai tegangan yang terjadi disekitar diskontinuitas tersebut. Gambar 4.0 menunjukkan distribusi tegangan disekitar pelat yang berlubang dan diberi beban tarik. Diskontinuitas ini sering disebut stress raiser dan kenaikan nilai tegangan ini diberi istilah stress concentration (konsentrasi tegangan). Parameter yang digunakan untuk merepresentasikan konsentrasi tegangan adalah Faktor Konsentrasi Tegangan (K c ) dengan definisi : Tegangan maksimum yang terjadi K c (4.7) Tegangan nominal Nilai tegangan maksimum yang terjadi pada bagian diskontinuitas sangat sulit untuk dihitung secara analitik. Metoda yang umum untuk analisis tegangan pada stress raiser adalah metoda numerik (Finite Element method, Boundary Element Method), dan metoda ekperimental seperti photoelastic, straingage dan lain-lain. Gambar 4.0 Distribusi Tegangan disekitar pelat berlubang yang mendapat beban tarik Untuk memudahkan penggunaan aspek kosentrasi tegangan oleh para engineer dalam perancangan elemen mesin, faktor konsentrasi tegangan telah dibuat dalam bentuk grafik. Grafik konsentrasi tegangan pertama dibuat oleh Peterson (1951). Parameter-parameter geometri dibuat dalam varibel non dimensional. Beberapa grafik faktor konsentrasi tegangan yang umum digunakan dalam perancangan elemen mesin untuk berbagai pembebanan ditunjukkan pada gambar

24 Gambar 4.1 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat berlubang 4-4

25 Gambar 4. Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat dengan fillet 4-5

26 Gambar 4.3 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat beralur 4-6

27 4-7

28 Gambar 4.4 Faktor konsentrasi tegangan pada fillet untuk poros Studi Kasus 4: Plat datar terbuat dari material britle, tinggi mayor H4.5 in., tinggi minor h.5 in., Jari-jari fillet r0.5 in. Tentukan Faktor konsentrasi tegangan dan tegangan maksimal untuk kondisi : a. Pembebanan aksial, b. Bending murni, c. Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.5 in. Analisis : a. Pembebanan aksial H h r 0.5 h.5 0. Dari gambar 4.-a, K c 1.8. Dari persamaan 4.7, Tegangan maksimalnya adalah : 4-8

29 P 1. 8P 1.8 A bh ma b. Bending murni. Dari gambar 4.-b, K c 1.5. Tegangan maksimalnya adalah : ma 6M 9M 1.5 bh bh c. Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.5 in. r 0.5 h.5 Dari gambar 4.-a, K c.. Dari persamaan 4.7, Tegangan maksimalnya adalah : 0.1.P ma bh Bisa dilihat, dengan mengurangi jari-jari fillet menjadi setengahnya, akan menaikkan tegangan maksimal satu stengah kalinya Regangan Elastis Benda elastis yang mendapat beban-beban luar seperti ditunjukkan pada gambar 4.1 akan mengalami deformasi. Nilai deformasi dibagi dengan dimensi awal benda sebelum dibebani didefinisikan sebagai Regangan (strain). Parameter regangan sangat penting dalam dunia teknik karena dapat diukur langsung dalam eksperimen. Sedangkan tegangan adalah paremeter yang tidak dapat diukur secara langsung dari eksperimen. Dengan menggunakan hubungan tegangan-regangan selanjutnya akan dapat ditentukan tegangan yang terjadi pada komponen mesin. Jika sebuah benda isotropik dan elastis linear seperti ditunjukkan pada gambar 4.5 diberikan beban tarik dalam arah sumbu (uniaksial), maka benda tersebut akan mengalami deformasi dalam arah (memanjang) dan arah y, z (memendek). Jadi regangan normal dapat didefinisikan sebagai ε Lim 0 d ε y Lim y 0 dy y dz ε z Lim (4.8) z 0 z 4-9

30 Gambar 4.5 Ilustrasi regangan untuk benda yang mengalami beban tarik uniaksial Jika benda isotropik pada gambar 4.5 diberi beban geser murni dalam pada bidang y dalam arah, maka benda tersebut hanya akan mengalami deformasi geser seperti ditunjukkan pada gambar 4.6. Dari deformasi geser tersebut didefinisikan regangan geser atau shear strain d γ y Lim tanθ θ (4.9) y 0 y Dengan cara yang sama, regangan γ z dan γ yz dapat ditentukan dengan memberikan beban geser murni dalam arah y dan z. Gambar 4.6 Ilustrasi regangan untuk benda yang mengalami regangan geser murni Dari definisi di atas, jelaslah bahwa strain adalah tensor orde dua sehingga dapat dituliskan dalam bentuk 4-30

31 ε γ y γ z εij γ y ε yy γ yz (4.30) γ z γ zy εzz dengan menggunakan prinsip kesetimbangan selanjutnya dapat dibuktikan bahwa γ z γ z dan γ yz γ zy sehingga tensor regangan untuk 3 dimensi juga memiliki 6 komponen. Untuk kasus regangan dimensi yang juga disebut regangan bidang (plain strain), elemen regangan ditunjukkan pada gambar 4.7. Tensor regangan dapat disederhanakan menjadi ε γ y εij (4.31) γ y ε yy Gambar 4.7 Elemen regangan D Nilai regangan maksimum serta arahnya untuk suatu elemen regangan dapat dicari dengan menggunakan lingakaran Mohr seperti pada analisis tegangan Hubungan Tegangan-Regangan Hubungan antara tegangan dan regangan untuk benda elastis linear pertama kali diusulkan oleh Hooke, sehingga sering disebut dengan hukum Hooke. Untuk kasus regangan bidang hukum Hooke dapat dituliskan ε 1 E [ ν + )] ( y z γ y y G ε y 1 E [ ν + )] y ( z z γ z (4.3) G ε z 1 E [ ν + )] z ( y γ yz yz G 4-31

32 dengan E adalah modulus elastisitas dan G adalah modulus geser. Hubungan modulus geser dan modulus elastisitas adalah E G (4.33) ( 1+ ν) Dalam analisis eksperimental, parameter yang dapat diukur adalah regangan. Regangan biasanya diukur dengan straingage. Dengan demikian formula (4.3) perlu diubah menjadi Gε λe y Gγ y + Gε λe y yy + z Gγ z Gε zz λe yz Gγ yz z + dengan e adalah dilatasi dan λ konstanta Lame : (4.34) e ε + ε yy + ε zz νe λ ( 1+ ν)( 1 ν) (4.35) Soal-Soal Latihan 1. Untuk kondisi tegangan dibawah ini, gambarlah diagram Mohr, tentukan tegangan utama normal dan geser, serta gambarkan elemen tegangan (satuan Mpa) a. ij b. ij 4 6 c. ij Tentukanlah nilai dan arah tegangan utama untuk kondisi tegangan berikut (satuan Mpa). Untuk material baja (E 10 Gpa, ν 0,3) tentukanlah juga kondisi regangan dan regangan utama benda tersebut. ij

33 3. Sebuah hook terbuat dengan penampang dan geometri seperti ditunjukkan pada gambar. Tentukanlah nilai dan arah tegangan pada bagian dalam dan bagian luar penampang A-A jika beban F yang diberikan adalah 1000 lb. (asumsi tidak ada konsentrasi tegangan). 4. Papan loncat indah menggunakan konstruksi (a) overhang dan (b) cantilever seperti ditunjukkan pada gambar. Tentukanlah tegangan utama yang maksimum pada konstruksi papan jika orang dengan berat 100 kg berdiri diujung papan. Diketahui penampang papan adalah 305 mm 3 mm, dan modulus elastisitas papan papan adalah E 10,3 Gpa. Berapakah defleksi maksimum papan? 5. Sebuah poros mendapat beban tarik, torsi, dan beban melintang seperti pada gambar. Tentukanlah konsentrasi tegangan dan tegangan utama pada bagian poros yang mengalami diskontinuitas. 4-33

34 6. Sebuah hand crank mendapat beban statik seperti ditunjukkan pada gambar. Tentukanlah lokasi dimana terjadi tegangan maksimum. Gambarkan elemen tegangan dan buat diagram Mohr. (asumsi tidak ada konsentrasi tegangan) 7. Sebuah pelat dengan dimensi seperti pada gambar mendapat beban momen M 300 Nm dan gaya tarik P 150 kn. Tentukanlah kondisi tegangan pada bagian yang mengalami konsentrasi tegangan. Tentukan juga kondisi regangan yang terjadi. 8. Tentukanlah perpindahan angular dan perpindahan linear pada elemen mesin berikut : 9. Poros dibebani secara aksial seperti pada gambar. Pada segmen yang manakah ratarata tegangan tekan sama dengan P/A? Pada segmen yang manakah tegangan tekan maksimal sama dengan P/A? 4-34

35 10. Potongan AA sebuah crane hook dianggap berbentuk trapezoidal dengan dimensi seperti pada gambar. Tentukan resultan tegangan (bending dan tarik) pada titik P dan Q. 11. Poros ditumpu bearing pada lokasi A dan B dan dibebani dangan gaya ke bawah sebesar 1000 N, seperti pada gambar. Tentukan tegangan maksimal pada fillet poros. Fillet berjarak 70 mm dari B. 1. Gambar kondisi tegangan utama dan tegangan geser maksimal secara analitik dan cek hasilnya dengan menggunakan lingkaran Mohr, untuk : y z y yz z a b Clamping fiture digunakan untuk membebani sebuah batang hingga mencapai tegangan tarik sebesar 30 kpsi dan disambungkan pada hydrolic ram, dengan menggunakan sambungan clevis. Sambungan clevis seperti pada gambar. Tentukan diameter pin clevis untuk menahan beban yang terjadi. Asumsikan tegangan geser ijin dan tegangan normal ijin masing-masing sebesar psi. Tentukan pula diameter luar ujung clevis supaya tegangan tearout dan bearing yang terjadi tidak melebihi tegangan ijin jika tebal flens clevis masingmasing 0.8 in. 4-35

36 14. Dua macam kunci roda digunakan untuk mengencangkan mur roda, yaitu kunci roda berbentuk L (a) dan berbentuk T (b). Untuk mengencangkan mur roda dengan masing-masing bentuk, digunakan buah tangan, A dan B, seperti pada gambar. Untuk kedua bentuk, jarak A dan B 1 ft, diameter pemegang 0.65 in. Dibutuhkan 70 ft-lb untuk mengencangkan mur roda. Hitung tegangan utama maksimal dan defleksi maksimal masing-masing bentuk. 15. Sebuah bracket seperti pada gambar dengan data pada tabel, tentukan tegangan bending pada titik A dan tegangan geser karena beban transversal pada titik B. Tentukan juga tegangan geser karena beban torsi pada kedua titik. Tentukan juga tegangan utama pada titik A dan B. catatan (satuan panjang mm; gaya N) l a t h F OD ID E a steel b steel 4-36

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Torsi Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat menghitung besar tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu penampang TIK : Mahasiswa dapat menghitung

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

III. TEGANGAN DALAM BALOK

III. TEGANGAN DALAM BALOK . TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus kuliah MS 4011 Metode Elemen Hingga Oleh Wisnu Ikbar Wiranto 13111074 Ridho

Lebih terperinci

.1. Kekuatan Bahan BAB ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN Suatu sistem struktur yang menanggung beban luar (external forces) akan menyebabkan timbulnya gaya dalam (internal forces) pada elemen-elemen penyusun

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial 2.1. Umum Akibat beban luar, struktur akan memberikan respons yang dapat berupa reaksi perletakan tegangan dan regangan maupun terjadinya perubahan bentuk.

Lebih terperinci

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya Macam-macam Tegangan dan ambangnya Tegangan Normal engetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika suatu batang prismatik,

Lebih terperinci

X. TEGANGAN GESER Pengertian Tegangan Geser Prinsip Tegangan Geser. [Tegangan Geser]

X. TEGANGAN GESER Pengertian Tegangan Geser Prinsip Tegangan Geser. [Tegangan Geser] X. TEGNGN GESER 10.1. engertian Tegangan Geser Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau menyinggung permukaan. erjanjian tanda untuk tegangan geser sebagai berikut: Tegangan geser yang

Lebih terperinci

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan omen entur 3.1 Tipe Pembebanan dan Reaksi Beban biasanya dikenakan pada balok dalam bentuk gaya. Apabila suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil atau terkonsentrasi

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN GESER. Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan

TEGANGAN DAN REGANGAN GESER. Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan TEGANGAN DAN REGANGAN GESER Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan Tegangan geser : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah tangensial terhadap permukaan

Lebih terperinci

Jenis Jenis Beban. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Jenis Jenis Beban. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Jenis Jenis Beban Apabila suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil, maka beban tersebut dapat diidealisasikan sebagai beban terpusat, yang merupakan gaya tunggal. Beban ini dinyatakan dengan intensitasnya

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila II. KAJIAN PUSTAKA A. Balok dan Gaya Balok (beam) adalah suatu batang struktural yang didesain untuk menahan gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila beban yang dialami pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Material baja Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Lebih terperinci

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser 4.1 Tegangan dan Regangan Balok akibat Lentur Murni Pada bab berikut akan dibahas mengenai respons balok akibat pembebanan. Balok

Lebih terperinci

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah: PEGAS Ketika fleksibilitas atau defleksi diperlukan dalam suatu system mekanik, beberapa bentuk pegas dapat digunakan. Dalam keadaan lain, kadang-kadang deformasi elastis dalam suatu bodi mesin merugikan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

DEFORMASI BALOK SEDERHANA

DEFORMASI BALOK SEDERHANA TKS 4008 Analisis Struktur I TM. IX : DEFORMASI BALOK SEDERHANA Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan Pada prinsipnya tegangan pada balok

Lebih terperinci

Session 2 tegangan & regangan pada beban aksial. Mekanika Teknik III

Session 2 tegangan & regangan pada beban aksial. Mekanika Teknik III Session tegangan & regangan pada beban aksial Mekanika Teknik III Kesesuaian sebuah struktur atau mesin bisa jadi tergantung pada deformasideformasi pada struktur tersebut serta tegangan-tegangan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL Pengukuran Beban Tujuan awal dibuatnya cruise control adalah membuat alat yang dapat menahan gaya yang dihasilkan pegas throttle. Untuk itu perlu diketahui

Lebih terperinci

300 mm 900 mm. ΣF = 0 : Rv 20 kn + 10 kn 40 kn = 0 Rv = 50 kn. δ = P L / A E. Maka δ akan berbeda untuk P, L, A, atau E yang berbeda.

300 mm 900 mm. ΣF = 0 : Rv 20 kn + 10 kn 40 kn = 0 Rv = 50 kn. δ = P L / A E. Maka δ akan berbeda untuk P, L, A, atau E yang berbeda. 300 mm 900 mm 600 mm Solusi PR 1. Sebuah batang baja bulat mempunyai luas penampang 0,0003 m2 terpasang tetap pada ujung sebelah atas dan mendapat tiga gaya aksial seperti terlihat dalam gambar. Hitunglah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Elemen Hingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran:

Tujuan Pembelajaran: P.O.R.O.S Tujuan Pembelajaran: 1. Mahasiswa dapat memahami pengertian poros dan fungsinya 2. Mahasiswa dapat memahami macam-macam poros 3. Mahasiswa dapat memahami hal-hal penting dalam merancang poros

Lebih terperinci

SifatPenampangMaterial (Section Properties)

SifatPenampangMaterial (Section Properties) SifatPenampangMaterial (Section Properties) Mekanika Kekuatan Material STTM, 2013 TitikPusatMassa Q x : first moment of area darielemena terhadap sumbu x LuasA darisebuahelemen pada bidang xy Q y : first

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR Oleh : Nama : SOMAWARDI NIM : 23107012 Kelompok : 13 Tanggal Praktikum : November 2007 Nama Asisten (Nim) : Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok Hasil dan Pembahasan A. Defleksi pada Balok Metode Integrasi Ganda 1. Defleksi Balok Sumbu sebuah balok akan berdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya semula apabila berada di bawah pengaruh gaya terpakai.

Lebih terperinci

I. TEGANGAN NORMAL DAN TEGANGAN GESER

I. TEGANGAN NORMAL DAN TEGANGAN GESER I. TEGNGN NORML DN TEGNGN GESER.. Tegangan Normal (Normal Stress) Gaya internal yang bekerja pada sebuah potongan dengan luasan yang sangat kecil akan bervariasi baik besarnya maupun arahnya. ada umumnya

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Sambungan Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari propil propil baja yang diproduksi. Sambungan bisa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Dalam mekanika bahan, pengertian tegangan tidak sama dengan vektor tegangan. Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan vektor, vektor apapun, merupakan tensor

Lebih terperinci

DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL

DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL 1 DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL Disusun oleh: Asyari Darami Yunus Teknik Mesin Universitas Darma Persada Jakarta 010 KATA PENGANTAR Untuk memenuhi buku pegangan dalam perkuliahan, terutama yang menggunakan

Lebih terperinci

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya BABH TINJAUAN PUSTAKA Pada balok ternyata hanya serat tepi atas dan bawah saja yang mengalami atau dibebani tegangan-tegangan yang besar, sedangkan serat di bagian dalam tegangannya semakin kecil. Agarmenjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

GAYA GESER, MOMEN LENTUR, DAN TEGANGAN

GAYA GESER, MOMEN LENTUR, DAN TEGANGAN GY GESER, MOMEN LENTUR, DN TEGNGN bstrak: Mekanika bahan merupakan ilmu yang mempelajari aturan fisika tentang perilaku-perilaku suatu bahan apabila dibebani, terutama yang berkaitan dengan masalah gaya-gaya

Lebih terperinci

BebanAksial(lanjutan)

BebanAksial(lanjutan) BebanAksial(lanjutan) Mekanika Kekuatan Material STTM, 2013 Statiktaktentu(STT) Pada pembahasan soal2 sebelumnya, gaya-gaya dalam dapat ditentukan langsung dengan menerapkan persamaan kesetimbangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA Jatmoko Awali, Asroni Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No. 116 Kota Metro E-mail : asroni49@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya. BAB II TEORI DASAR 2.1 Hydraulic Excavator Secara Umum. 2.1.1 Definisi Hydraulic Excavator. Excavator adalah alat berat yang digunakan untuk operasi loading dan unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya,

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1)

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1) HND OUT FISIK DSR I/LSTISITS LSTISITS M. Ishaq PNDHULUN Dunia keteknikan khususnya Material ngineering, Studi geofisika, Civil ngineering dll adalah beberapa cabang keilmuan yang amat membutuhkan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan oleh kebutuhan ruang yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi suatu bangunan, aksi gaya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

Analisis Tegangan dan Regangan

Analisis Tegangan dan Regangan a home base to ecellence Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Analisis Tegangan dan Regangan Pertemuan - 10 a home base to ecellence TIU : Mahasiswa dapat menganalisis tegangan normal

Lebih terperinci

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: SURYADI

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tarik Pertemuan - 2 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Statika rangka Dalam konstruksi rangka terdapat gaya-gaya yang bekerja pada rangka tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek

Lebih terperinci

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT Hukum Hooke Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan Ir. lisabeth Yuniarti, MT Hubungan Tegangan dan Regangan (Stress-Strain Relationship) Untuk merancang struktur yang dapat berfungsi dengan baik, maka kita memerlukan

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR II.I.HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN. Hooke pada tahun Dalam hukum hooke dijelaskan bahwa apabila suatu baja

BAB II TEORI DASAR II.I.HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN. Hooke pada tahun Dalam hukum hooke dijelaskan bahwa apabila suatu baja BAB II TEORI DASAR II.I.HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN Hubungan tegangan dan regangan pertama kali dikemukakan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. Dalam hukum hooke dijelaskan bahwa apabila suatu baja lunak

Lebih terperinci

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur . LENTURAN Pembebanan lentur murni aitu pembebanan lentur, baik akibat gaa lintang maupun momen bengkok ang tidak terkombinasi dengan gaa normal maupun momen puntir, ditunjukkan pada Gambar.. Gambar.(a)

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom] VII. KOOM 7.1. Definisi Kolom Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai oleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINEMATIKA = Ilmu gerak Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

4.1. nti Tampang Kolom BB 4 NSS BTNG TEKN Kolom merupakan jenis elemen struktur ang memilki dimensi longitudinal jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi transversalna dan memiliki fungsi utama menahan

Lebih terperinci

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE Nama : Rani Wulansari NRP : 0221041 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada Bab 3 Sifat Penampang Datar 3.1. Umum Didalam mekanika bahan, diperlukan operasi-operasi yang melihatkan sifatsifat geometrik penampang batang yang berupa permukaan datar. Sebagai contoh, untuk mengetahui

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi suatu area pada konstruksi seperti rumah, gedung bertingkat, dan jenis konstruksi lainnya. Umumnya,

Lebih terperinci

Mesin atau peralatan serta komponenkomponenya pasti menerima beban operasional dan beban lingkungan dalam melakukan fungsinya.

Mesin atau peralatan serta komponenkomponenya pasti menerima beban operasional dan beban lingkungan dalam melakukan fungsinya. Beban yang terjadi pada Elemen Mesin Mesin atau peralatan serta komponenkomponenya pasti menerima beban operasional dan beban lingkungan dalam melakukan fungsinya. Beban dapat dalam bentuk gaya, momen,

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA AFRIYANTO NRP : 0221040 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 5 SAMBUNGAN BAUT

BAB 5 SAMBUNGAN BAUT BAB 5 SAMBUNGAN BAUT Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar Sambungan mur baut (Bolt) banyak digunakan pada berbagai komponen mesin. Sambungan mur baut bukan merupakan sambungan tetap, melainkan

Lebih terperinci

TUGAS MAHASISWA TENTANG

TUGAS MAHASISWA TENTANG TUGAS MAHASISWA TENTANG o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK KANTILEVER. o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK SEDERHANA. Disusun Oleh : Nur Wahidiah 5423164691 D3 Teknik

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN FIS A. BENDA TEGAR Benda tegar adalah benda yang tidak mengalami perubahan bentuk dan volume selama bergerak. Benda tegar dapat mengalami dua macam gerakan, yaitu translasi dan rotasi. Gerak translasi

Lebih terperinci

Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN FAKTOR KEAMANAN

Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN FAKTOR KEAMANAN Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN AKTOR KEAMANAN Beban merupakan muatan yang diterima oleh suatu struktur/konstruksi/komponen yang harus diperhitungkan sedemikian

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI BATANG LENTURMENGGUNAKAN TUMPUAN JEPIT DAN ROLPADA MATERIAL ALUMINIUM 6063 PROFIL U DENGAN BEBAN TERDISTRIBUSI

ANALISIS DEFLEKSI BATANG LENTURMENGGUNAKAN TUMPUAN JEPIT DAN ROLPADA MATERIAL ALUMINIUM 6063 PROFIL U DENGAN BEBAN TERDISTRIBUSI ANALISIS DEFLEKSI BATANG LENTURMENGGUNAKAN TUMPUAN JEPIT DAN ROLPADA MATERIAL ALUMINIUM 6063 PROFIL U DENGAN BEBAN TERDISTRIBUSI Basori, Syafrizal, Suharwanto Teknik Mesin, FakultasTeknik dan Sains, UniversitasNasional

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto (07), TRANSMISI, Vol-3 Edisi-/ Hal. 57-68 Abstraksi ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN INCH PADA SALUTE GUN 75 mm INCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University 3 BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1 4 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University Batang tarik 1 Contoh batang tarik 2 Kekuatan nominal 3 Luas bersih 4 Pengaruh lubang terhadap

Lebih terperinci