PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN"

Transkripsi

1 PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN Oleh : Nenden Budiarti H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN NENDEN BUDIARTI. Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) Masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun Di bawah bimbingan TANTI NOVIANTI. Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM dapat dipastikan menimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat terutama sandang, pangan dan papan. Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK). Kota Banda Aceh termasuk kota yang melaksanakan penghitungan IHK. Perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah. Letak geografis dan ketergantungan barang jadi dari daerah luar menyebabkan harga barang jadi di Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikan bila terjadi kenaikan harga BBM. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menggambarkan pola inflasi masingmasing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun per bulan, (2) Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masing- masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (3) Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (4) Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa lama pengaruh itu akan hilang. Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus 2008 dengan menggunakan data sekunder IHK dan data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT Pertamina. Uji kausalitas digunakan untuk mengkaji pengaruh harga BBM terhadap IHK, sedangkan model yang dibentuk merupakan model simultan vector autoregression (VAR). Analisis grafik menunjukan bahwa setiap kenaikan harga BBM mengakibatkan naiknya inflasi secara umum di Kota Banda Aceh. Kenaikan harga BBM memengaruhi inflasi beberapa kelompok barang dan jasa diantaranya: inflasi bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan inflasi transportasi dan komunikasi. Namun, kenaikan harga BBM tidak terlalu memengaruhi inflasi kesehatan dan inflasi pendidikan. Uji kausalitas memberikan hasil: (1) harga minyak tanah, premium dan solar memengaruhi IHK bahan makanan, IHK perumahan, IHK kesehatan dan IHK pendidikan, (2) harga minyak tanah dan solar memengaruhi IHK makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta IHK sandang dan (3) harga minyak tanah, premium dan solar tidak memengaruhi IHK transportasi dan komunikasi. Besarnya pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh yang ditunjukkan oleh model simultan vector autoregression (VAR), menunjukan besaran yang berbeda berdasarkan pergerakan IHK itu sendiri di masa lalu (lag IHK), ditambah dengan

3 informasi mengenai pergerakan harga minyak tanah, premium dan solar di masa lalu. Hasil analisis Impulse Response, menunjukan bahwa apabila terjadi kenaikan harga BBM secara umum setiap IHK merespon adanya shock tersebut, dan shock itu akan hilang dalam jangka pendek yaitu 12 bulan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Penelitian lanjutan untuk mengkaji tidak adanya hubungan kausalitas antara kenaikan harga BBM dan IHK Transpor dan Komunikasi dan (2) Untuk meningkatkan ketelitian dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan periode waktu yang lebih panjang, dengan memanfaatkan data bulanan sehingga siklus dan fluktuasi dari series yang digunakan lebih terlihat. dan (3) Bagi pemerintah Provinsi NAD, dalam hal ini tidak dalam posisi pengambil keputusan kebijakan harga BBM, disarankan melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Langkahlangkah strategis itu antara lain: menciptakan ketenangan di dalam masyarakat (efek psikologis), menjaga kelancaran arus distribusi barang, menjamin stok barang kebutuhan pokok tercukupi serta menindak orang-orang yang berlebihan dalam memanfaatkan kesempatan ini (menimbun, menaikkan harga dengan ekstrim).

4 PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN Oleh : Nenden Budiarti H Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripisi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : NENDEN BUDIARTI NRP : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Tanti Novianti, S.P., M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN ADALAH BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 NENDEN BUDIARTI H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nenden Budiarti lahir di Sukabumi, 16 Oktober 1978, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ace Iman Zaenudin dan Indrayani. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SD Negeri Brawijaya I Kotamadya Sukabumi pada tahun 1985 sampai dengan Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri I Kotamadya Sukabumi sampai dengan 1994, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kotamadya Sukabumi pada tahun Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan dapat menyelesaikan pendidikan pada tahun Di tahun yang sama penulis ditempatkan bekerja di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik. Bogor, September 2008 Penulis

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN Penulisan skripsi ini sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis mengenai pengaruh kenaikan harga BBM terhadap indeks harga konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa di Kota Banda Aceh selama periode tahun 1998 hingga Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulisan karya ilmiah ini, baik secara keilmuan, materi dan spiritual. Bogor, September 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiring dengan berakhirnya satu tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya: 1. Kedua orangtua, terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan serta berbagai dukungan baik moril maupun materi dan nasihat serta semangat yang diberikan. 2. Tanti Novianti, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasihat dan kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis. 3. Dr. Muhammad Findi A. selaku dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Mas Budi Setiawan, atas nasihat, semangat serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis di sela-sela kesibukan kuliahnya. 5. Dede Yayuk, terima kasih atas doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Rekan-rekan di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah bersedia membantu dalam proses inventarisasi data.

10 7. Teman-teman yang sudah bersedia hadir dalam seminar. Terima kasih untuk kesediaannya menghadiri seminar dan memberikan saran serta kritik yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-nya kepada Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin. Bogor, September 2008

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian.... Hal i iv v vii BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kerangka Teori Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Tinjauan Studi Terdahulu Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Operasional Definisi Peubah Operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis i

12 3.3.1 Analisis Deskriptif Analisis Time Series Hipotesis BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM 4.1 Letak Geografis Wilayah Administrasi Kondisi Wilayah Gambaran Perekonomian Aceh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif Gambaran Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh Pergerakan Inflasi masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Bahan Makanan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Perumahan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Sandang dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Kesehatan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ii

13 5.1.8 Pergerakan Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pergerakan Inflasi Transportasi dan Kommunikasi dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Analisis Inferensial Uji Stasioneritas Uji Lag Optimal Uji Kausalitas Analisis Model VAR (Vector Autoregressif) Analisis Impulse Response BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

14 DAFTAR TABEL No Hal 1 Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun di Indonesia Nilai ADF Statistic untuk IHK dan Harga BBM Nilai Akaike Information Criteria (AIC) pada Lag 0 s/d 6 IHK masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Bahan Makanan Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Perumahan Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Sandang Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Kesehatan Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Pendidikan Pada Lag Nilai F stat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk IHK Transpor dan Komunikasi Pada Lag Respon masing-masing IHK Barang dan Jasa terhadap Kenaikan Satu Standar Deviasi dari masing-masing Harga BBM iv

15 DAFTAR GAMBAR No Hal 1 Kerangka Pemikiran Operasional Pergerakan Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh Tahun Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun di Indonesia Inflasi Bahan Makanan di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Perumahan di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Sandang di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Kesehatan di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga di Kota Banda Aceh Tahun Inflasi Transportasi dan Komunikasi di Kota Banda Aceh Tahun v

16 DAFTAR LAMPIRAN No Hal 1 Inflasi Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun Transformasi Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun Transformasi Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun Unit Root Test Unit Root Test (First Differencing) Lag Optimal (Akaike Information Criteria) Granger Causality Test Vector Autoregression Estimates Impulse Response Definisi Variabel vi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini diambil menyusul melonjaknya harga minyak menembus US $ 120 per barrel, jauh di atas asumsi APBN 2008 yang hanya US $ 60 per barrrel. Akibat kenaikan harga minyak tersebut subsidi BBM hampir dipastikan melonjak. Merujuk Laporan Semester I dan Prognosa Semester II APBNP 2008 pemerintah kepada Panitia Anggaran DPR, realisasi subsidi BBM selama semester I 2008 mencapai 60,5 triliun rupiah. Realisasi subsidi BBM selama semester II 2008 diperkirakan mencapai 119 triliun rupiah, sehingga total subsidi BBM selama 2008 diperkirakan mencapai 179 triliun rupiah hingga 180 triliun rupiah. Ini berarti ada kenaikan secara signifikan dibanding alokasi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2008 sebesar 126,82 triliun rupiah 1. Padahal penerapan subsidi BBM tidak tepat sasaran, sebab yang menikmati hanya golongan mampu. Menurut Shambazy (2005) subsidi BBM kurang mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat, masyarakat golongan bawah hanya memperoleh bagian yang sangat kecil yakni sekitar 11 persen. Sedangkan sisanya yang 89 persen, justru dinikmati masyarakat golongan menengah ke atas. Subsidi harga BBM juga mendorong terjadinya penyelundupan, penyalahgunaan 1

18 2 serta membuat penggunaan BBM boros karena disparitas harga antara harga domestik yang relatif lebih rendah dari harga dunia. Peranan bahan bakar sangat signifikan dalam kegiatan ekonomi. Kenaikan harga BBM dapat dipastikan akan berkorelasi positif dengan biaya produksi dan ongkos transportasi. Kombinasi biaya produksi dan ongkos transportasi tersebut akan menimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat terutama sandang, pangan dan papan. Pengaruh kenaikan harga BBM membuat biaya produksi industri makanan, minuman, dan kimia meningkat sekitar 2 persen hingga 7 persen 2. Sedangkan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, memprediksikan akibat kenaikkan BBM tahun 2008 ini biaya produksi UMKM akan naik 7,07 persen 3. Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK). Di Indonesia penghitungan IHK mencakup 774 komoditas yang dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan di 66 kota, termasuk Kota Banda Aceh. Selain Kota Banda Aceh, penghitungan IHK di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dilaksanakan di Kota Lhokseumawe. Namun demikian, karena Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi maka perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa letak Kota Banda Aceh sendiri berada di ujung paling barat dari peta Aceh. Sementara itu, sebagian besar pasokan barang 2 Media Indonesia, Kenaikan Harga BBM Dongkrak 7 Persen Biaya Produksi, Sabtu, 31 Mei Harian Kedaulatan Rakyat, Akibat Kenaikan Harga BBM Pendapatan Bersih UMKM Turun 4,16 Persen, Sabtu, 31 Mei 2008.

19 3 jadi yang dikonsumsi masyarakat di kota tersebut berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Untuk sampai ke Banda Aceh harus melintasi beberapa kabupaten/kota di wilayah pantai timur Aceh yakni: Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie dan Aceh Besar. Ini berarti bahwa harga barang di Aceh sangat dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi. Bila terjadi kenaikan harga pada bahan bakar minyak (BBM) tentunya harga barang jadi di Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikannya. 1.2 Perumusan Masalah Kenaikan harga BBM merupakan salah satu masalah nasional bagi bangsa Indonesia, termasuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menaikan harga BBM akan memberikan pengaruh yang luas pada seluruh sektor ekonomi di Kota Banda Aceh, baik pengaruh itu terjadi secara langsung maupun tidak langsung. BBM merupakan komponen utama dalam kegiatan ekonomi. Naiknya harga BBM mengakibatkan peningkatan biaya produksi dan biaya transportasi, sehingga harga barang dan jasa juga akan naik. Kenaikan harga barang dan jasa akan menyebabkan IHK barang dan jasa juga ikut naik, sehingga inflasi barang dan jasa akan tinggi. Dari latar belakang dan uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang ingin dikaji dalam tulisan ini, yaitu: 1. Apakah harga BBM memengaruhi Indeks Harga Konsumen masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh? 2. Seberapa besar pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh?

20 4 3. Apakah IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh memberikan respon apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, serta berapa lama pengaruh itu akan hilang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas. Maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan pola inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun per bulan. 2. Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masingmasing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh. 3. Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masingmasing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh. 4. Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa lama pengaruh itu akan hilang. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain : 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan kenaikan harga BBM dan pergerakan IHK.

21 5 2. Bagi Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penelitian ini berguna sebagai informasi dini dalam mengantisipasi kenaikan harga barang dan jasa akibat pengaruh kenaikan harga BBM. 3. Menjadi literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kerangka Teori Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Harga Konsumen merupakan suatu indikator harga yang digunakan selama ini untuk melihat keberhasilan moneter dalam mengendalikan inflasi, karena indikator ini dapat tersedia lebih cepat dibanding dengan indikator harga lainnya, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan PDB deflator. Walaupun IHK merupakan pilihan terbaik saat ini sebagai indeks harga yang relevan untuk melihat efektifitas kebijakan moneter, namun IHK mengandung kelemahan yaitu banyaknya faktor yang dapat mengganggu keputusan-keputusan dalam kebijakan moneter. Beberapa faktor pengganggu dalam IHK tersebut adalah faktor kenaikan biaya input produksi, kenaikan harga biaya energi dan transportasi, kebijakan fiskal, kenaikan biaya distribusi domestik, kebijakan fiskal, gempa bumi, kekeringan dan kebakaran hutan. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang dipergunakan untuk mengukur rata-rata perubahan harga secara umum dari sejumlah jenis barang dalam kurun waktu tertentu atau disebut juga dengan inflasi. Besarnya inflasi sangat tergantung pada besarnya kenaikan harga dan bobot barang dan jasa yang masuk dalam penghitungan inflasi tersebut. Dengan demikian, sumbangan/andil inflasi dari suatu jenis barang dan jasa atau kelompok barang dan jasa terhadap inflasi secara umum akan berbeda-beda. Penghitungan inflasi di

23 7 Indonesia dilaksanakan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan kemudian dikelompokan lagi menjadi 7 kelompok utama yaitu: 1. Bahan Makanan Bahan makanan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Padi-padian, Umbi-umbian dan hasilnya b. Daging dan hasilnya c. Ikan segar d. Ikan diawetkan e. Telur, susu dan hasilnya f. Kacang-kacangan g. Buah-buahan h. Bumbu-bumbuan i. Lemak dan minyak j. Bahan makanan lainnya 2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Makanan jadi b. Minuman yang tidak beralkohol c. Tembakau dan minuman beralkohol 3. Perumahan Perumahan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:

24 8 a. Biaya tempat tinggal b. Bahan bakar, penerangan dan air c. Perlengkapan rumahtangga d. Penyelenggaraan rumahtangga 4. Sandang Sandang yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Sandang laki-laki b. Sandang wanita c. Sandang anak-anak d. Barang pribadi dan sandang lainnya 5. Kesehatan Kesehatan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Jasa kesehatan dan obat-obatan b. Perawatan jasmani dan kosmetik 6. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Pendidikan, rekreasi dan olahraga yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Biaya pendidikan b. Perlengkapan/ peralatan pendidikan c. Rekreasi dan olahraga 7. Transportasi dan Komunikasi Transportasi dan komunikasi yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi

25 9 dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya: a. Transportasi b. Komunikasi dan pengiriman c. Sarana dan penunjang transportasi Sedangkan kegunaan IHK secara umum adalah untuk penghitungan laju inflasi, bahan analisis pasar dan moneter, sebagai deflator penghitungan PDB/PDRB, dan bahan penghitungan eskalasi upah dan gaji. Komponen penghitungan IHK adalah: 1. Paket komoditas Sekelompok jenis barang/jasa yang dominan dikonsumsi masyarakat, dengan kriteria-kriteria dominan dan banyak dikonsumsi masyarakat, mempunyai peranan cukup besar terhadap total konsumsi (0,02 persen), dan tersedia data harga pada tahun dasar serta dapat dipantau secara berkesinambungan. 2. Diagram timbangan Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan makanan. 3. Tahun Dasar Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan data IHK yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu mulai Januari 1998 sampai dengan bulan Mei Selama periode penelitian ini, BPS menggunakan 3 tahun dasar yaitu tahun dasar 1996, tahun dasar 2002 dan tahun dasar Untuk itu penulis harus menyamakan tahun

26 10 dasar data terlebih dahulu. Penulis menyamakan data tersebut dengan tahun dasar 1996 (1996=100). Formula penghitungan IHK menggunakan rumus Modified Laspeyers: I = j i= 1 P P ni ( n 1) j j i= 1 P P 0i ( n 1) i Q 0i Q 0i x100 dimana: I nk P ni P (n-1)i Q 0i P 0i Q 0i J = Indeks bulan ke-n kota k = Harga jenis barang I, bulan ke-n = Harga jenis barang I, bulan ke-(n-1) = Nilai konsumsi jenis barang i = Nilai konsumsi jenis barang I pada tahun dasar = Jumlah jenis barang paket komoditi Sedangkan laju inflasi bulanan dihitung dengan rumus: LI n I = I n n dimana: LI n I n I n-1 = Laju inflasi bulan ke-n = IHK bulan ke-n = IHK bulan ke-(n-1) Persentase perubahan IHK bisa bernilai positif atau negatif. Bila persentase perubahan IHK positif, maka dapat dikatakan sudah terjadi inflasi

27 11 (kenaikan harga secara umum) dan sebaliknya bila persentase perubahan IHK bernilai negatif berarti deflasi (penurunan harga secara umum) Inflasi Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat umum dan terus menerus. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi antara permintaan dan penawaran. Namun pada kenyataannya, inflasi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lainnya seperti tata niaga dan kelancaran dalam lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijakan pemerintah. Sukirno (2000) membedakan inflasi berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkannya menjadi dua, yaitu: 1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation), adalah inflasi terjadi apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan masyarakat yang wujud dalam pasaran. Masalah kekurangan barang akan berlaku dan mendorong kepada kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku ketika perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat. Dalam periode ini, permintaan masyarakat bertambah dengan pesat dan perusahaan-perusahaan pada umumnya akan beroperasi dengan kapasitas maksimal. Kelebihan-kelebihan permintaan yang masih wujud akan menimbulkan gejala kenaikan harga. 2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation), merupakan masalah kenaikan harga-harga dalam perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan biaya

28 12 produksi. Pertambahan biaya produksi akan mendorong perusahaanperusahaan menaikkan harga walaupun mereka harus mengambil resiko akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-barang yang diproduksinya. Menurut Gunawan (1991) faktor-faktor penentu inflasi di Indonesia adalah: 1. Hambatan finansial perekonomian domestik di mana sektor pemerintah memegang peran penting, menghasilkan struktur anggaran pemerintah yang selalu mengalami defisit domestik. Ini memberikan tekanan inflasi yang cukup besar, dan bahkan terbesar bila tidak disertai oleh usaha-usaha sterilisasi penerimaan luar negeri pemerintah. 2. Akibat dari upaya sterilisasi tersebut dan mengingat cukup pekanya perekonomian Indonesia yang sangat terbuka ini, timbul pula tekanan inflasi yang diimpor bagi tingginya tingkat harga umum. 3. Ekspor minyak dan gas bumi mau tak mau sejak tahun 1973/1974 menimbulkan pengaruh pada stabilitas perekonomian di dalam negeri, terutama sangat memengaruhi tingkat harga umum. 4. Inelastisnya penawaran bahan makanan yang secara teoritis memengaruhi tingkat harga secara umum, tetapi karena cukup kuatnya pengaturan harga oleh pemerintah menyebabkan perannya tidak dapat terlihat. Secara lebih spesifik Wibowo (2005) menyebutkan pola umum inflasi nasional Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Naik: a. Ramadhan.

29 13 b. Akhir/awal tahun (Desember-Januari). 2. Naik-turun: awal/akhir sekolah (Mei-Agustus) dan liburan sekolah. 3. Turun: di puncak musim panen padi (Pebruari-Mei) dan panen gandum (Agustus-Oktober). Sementara itu gangguan terhadap pola inflasi tahun kalender disebabkan oleh faktor-faktor berikut: 1. Resesi/proses transisi (politik, ekonomi, dan sebagainya) 2. Gangguan keamanan di dalam negeri/luar negeri (Bom di Bali, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Poso, Tragedi WTC di Amerika dan sebagainya). 3. Pergeseran Lebaran/Ramadhan (sekitar 10 hari per tahun) 4. Bencana dan musim yang tidak normal (hujan terlambat, musim kering terlalu lama, dan sebagainya) 5. Lainnya Inflasi juga dapat disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah uang beredar dalam masyarakat (monetary inflation), misalnya dengan cara pencetakan uang baru, pengeluaran kembali uang lama sehingga jumlah uang beredar semakin banyak. Sebagai suatu fenomena ekonomi, inflasi sering terjadi karena sensitif terhadap perubahan musim, arus distribusi, rumor, stabilitas politik dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama sedangkan deflasi umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang relatif pendek dan pengaruhnya tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan inflasi.

30 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi merupakan bantuan/kebijakan dari pemerintah yaitu bagian dari kebijakan fiskal kepada produsen atau konsumen dengan tujuan agar barang/jasa dapat diperoleh dengan harga yang lebih rendah. Menurut M.L. Jhingan dari Laporan PBB mengenai Methods of Financing Economic Development in Underdeveloped Countries, halaman 15 menyebutkan empat tujuan Kebijaksanaan Fiskal, yaitu: 1) meningkatkan laju investasi di sektor swasta dan sektor negara, 2) mendorong investasi optimal secara sosial ke jalur-jalur yang dianggap diinginkan masyarakat, 3) meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran, 4) meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional, maksudnya kebijaksanaan fiskal harus meningkatkan usaha mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi fluktuasi siklis internasional jangka pendek. Pada awalnya subsidi BBM diberikan pemerintah ditujukan untuk sektor industri, agar biaya produksi lebih murah, sehingga barang/jasa yang dihasilkan dapat dikonsumsi masyarakat dengan harga yang lebih murah. Subsidi ini diberikan sejak mulai tidak adanya laba bersih penjualan bahan bakar minyak, yaitu mulai anggaran 1975/1976. Saat itu, subsidi BBM yang dikeluarkan hanya sebesar 1,3 milyar. Sejak saat itu, subsidi BBM selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah adalah berupa subsidi harga, sehingga harga BBM menjadi lebih murah. Sesuai dengan teori permintaan dalam ilmu mikroekonomi, permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan atas

31 15 barang tersebut. Dalam hal ini dianggap faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan. Faktor-faktor lain tersebut adalah: 1. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut 2. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 3. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat 4. Cita rasa masyarakat 5. Jumlah penduduk 6. Ramalan mengenai keadaan di masa datang Sesuai dengan teori permintaan tersebut, rendahnya harga BBM menyebabkan tingginya permintaan konsumsi BBM dalam negeri, terutama untuk konsumsi masyarakat menengah ke atas. Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah konsumen, tingginya konsumsi terhadap BBM menyebabkan pemerintah harus menyediakan subsidi BBM dalam jumlah yang besar dalam setiap anggarannya. Subsidi yang terlalu besar dapat menyebabkan terjadinya anggaran yang defisit, karena subsidi bersifat mengurangi nilai tambah yang terbentuk. Untuk menghindari adanya hal tersebut, pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi yang diberikan pada BBM, dengan konsekuensi adanya dampak langsung, yaitu berupa kenaikan harga BBM. Bahkan pemerintah berencana akan melakukan penghapusan subsidi BBM secara bertahap sampai dengan tahun 2004 lalu. Diharapkan tahun 2004 harga bahan bakar minyak yang terjadi di pasaran sudah tidak mengandung harga subsidi lagi. Namun pada kenyataannya, tahun 2005 pemerintah kembali menaikkan harga BBM, yaitu awal bulan Maret dan Oktober Kenaikan ini terutama

32 16 disebabkan karena melambungnya harga minyak dunia, dari level US$ 24 ke US$35, dan kemudian menjadi US$ 68 pada bulan Oktober Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Ilmu ekonomi mengajarkan bahwa kenaikan biaya produksi akan menaikkan harga produk yang dihasilkan. Jadi kenaikan harga BBM, yang merupakan salah satu komponen utama dalam proses produksi, tentunya akan menaikkan biaya produksi. Dan untuk mempertahankan margin keuntungannya atau untuk menghindari kerugian, maka produsen akan menaikkan harga barang yang dibuatnya. Bila dilihat lebih jauh lagi, naiknya harga BBM juga akan menaikkan biaya transportasi, yang membuat harga barang menjadi lebih tinggi lagi ketika sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM secara teoritis seharusnya akan menaikkan Indeks Harga Konsumen yang merupakan salah satu indikator dalam penghitungan inflasi. Penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga BBM atau penurunan subsidi BBM telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebuah editorial yang diterbitkan oleh redaksi ekonomi rakyat Mubyarto mengenai BBM dan Ekonomi Rakyat pada tanggal 1 Desember 2004 yang menyatakan opini masyarakat terhadap kenaikan harga BBM yang sudah mulai cukup menerima karena dana dari penurunan subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan pendidikan dan pemberantasan kemiskinan. Karena selama ini dana subsidi BBM hanya dirasakan oleh masyarakat ekonomi menengah keatas, yaitu mereka yang memiliki kendaraan bermotor atau bahkan mobil-mobil mewah. Subsidi tersebut

33 17 juga dinikmati oleh perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang banyak menggunakan BBM untuk mesin-mesin pabriknya. Dengan adanya penurunan subsidi BBM ini diharapkan dapat mengentaskan masalah kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja. Kenaikan harga BBM ini akan selalu berpengaruh terhadap cost push inflation yaitu kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi, tarif angkutan, listrik, telekomunikasi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap kenaikan harga produk. Maka dari sinilah dapat dilihat bahwa adanya korelasi positif antara kenaikan harga BBM dengan kenaikan harga barang dan jasa (inflasi). 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu 1. Penelitian oleh Babussalam CR (2005) Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa dilakukan oleh Babussalam CR (2005) dengan menggunakan model VAR (Vector Autoregressive). Hasil penelitian menyebutkan pergerakan inflasi secara umum cenderung dipengaruhi oleh pergerakan harga BBM, begitu juga terhadap inflasi bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan inflasi transportasi dan komunikasi. Namun pada inflasi pendidikan dan inflasi kesehatan tidak dipengaruhi oleh harga BBM. Analisis ini lebih diperkuat lagi oleh uji kausalitas yang dilakukan sampai dengan lag 1 untuk IHK makanan jadi dan IHK transportasi dan komunikasi, sedangkan untuk IHK bahan makanan, IHK perumahan, dan IHK sandang dilakukan pengujian sampai dengan panjang lag 2.

34 18 Secara umum harga BBM memengaruhi IHK yang kemudian akan memengaruhi inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa. Apabila ada kenaikan harga BBM, IHK masing- masing kelompok komoditi barang dan jasa cenderung merespon, dan respon tersebut akan hilang dalam jangka waktu yang pendek, yaitu kurang dari 12 bulan. 2. Penelitian oleh Cahyo W. Nugroho (2005) Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) mengenai Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia menitikberatkan pada faktor-faktor yang memengaruhi tingkat inflasi di Indonesia dan bagaimana pengaruh bahan bakar minyak terhadap tingkat inflasi di Indonesia khususnya pada periode Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian tersebut yang diolah dengan menggunakan metode regresi linear berganda kemudian diestimasi dengan metode ordinary least square adalah bahwa inflasi dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar riil, harga bahan bakar minyak dan uang kartal periode sebelumnya. Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil, harga BBM dan uang kartal periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi selama periode 1990 sampai Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil, harga bahan bakar minyak dan uang kartal periode sebelumnya memiliki pengaruh positif terhadap tingkat harg umum pada tingkat kepercayaan 95 persen. Jika jumlah uang kartal naik satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,15 persen. Apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,12 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar satu persen akan menyebabkan inflasi meningkat sebesar 0,11 persen. Jika jumlah

35 19 uang kartal pada periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka inflasi akan mengalami peningkatan sebesar 0,21 persen. 3. Penelitian oleh Dian Karina Apriani (2007) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Karina Apriani dengan menggunakan metode analisis Vector Autoregression yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode Error Correction Mode (ECM) menunjukan bahwa dampak guncangan harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti inflasi, output jumlah uang beredar dan nilai tukar riil pada jangka pendek di awal-awal periode cenderung mengalami penurunan, namun pada pertengahan periode sampai dengan akhir periode terus mengalami peningkatan dan pergerakannya cenderung fluktuatif hingga respon variabel makroekonomi tersebut terhadap guncangan harga minyak dunia habis (tidak merespon lagi) pada jangka pendek. Hal ini dapat terjadi karena kenaikan harga minyak dunia tidak langsung direspon dengan kenaikan harga minyak domestik yang disebabkan adanya time lag untuk proses penyesuaian harga di dalam negeri yang dapat disebabkan karena masih tersedianya stock minyak di dalam negeri yang dapat digunakan untuk proses produksi bagi perusahaan yang menggunakan minyak sebagai bahan baku produksinya. Namun pada pertengahan periode hingga akhir-akhir periode, guncangan harga minyak dunia mulai cenderung memengaruhi variabel makroekonomi secara positif. Sedangkan dampak guncangan harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi pada jangka panjang di awal-awal periode cenderung mengalami penurunan terlebih dahulu namun pada periode selanjutnya

36 20 cenderung terus mengalami peningkatan dan cenderung persistent (tetap) pergerakannya sampai dengan akhir periode pada jangka panjang. 2.3 Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah mengenai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta metode analisis yang digunakan. Penelitian ini menganalisis dampak kenaikan harga BBM (pemium, solar, minyak tanah) terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa dengan menggunakan model VAR (Vector Autoregressive). Perbedaan penelitian ini terletak pada data yang digunakan. Pada penelitian terdahulu, data yang digunakan merupakan data sekunder time series IHK Indonesia tahun , sementara data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series IHK Kota Banda Aceh mulai periode Januari 1998 sampai dengan Mei Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini akan menganalisis mengenai Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) Masingmasing Komoditi Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun Melalui penelitian ini penulis akan membahas bagaimana pengaruh harga BBM, serta besarnya pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Kemudian bagaimana respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa tersebut bila

37 21 terjadi shock (kenaikan harga) BBM dan berapa lama pengaruh itu akan hilang. Dari hasil analisis tersebut diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan dalam mengantisipasi serta menghadapi terjadinya kenaikan harga BBM. Untuk lebih jelasnya berikut ini disampaikan dalam kerangka pemikiran. Kenaikan Harga BBM Kenaikan Harga Barang dan Jasa di Banda Aceh IHK Barang dan Jasa di Banda Aceh Inflasi Analisis Deskriptif Analisis Inferensia Pola Inflasi masingmasing Komoditi Barang dan Jasa serta Perkembangan Harga BBM Granger Causality Hubungan Kausalitas Antara Variabel Harga BBM Dengan IHK Barang & Jasa Model VAR Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap IHK Barang dan Jasa Kenaikan Harga BBM menyebabkan perubahan IHK Impulse Response Lamanya pengaruh kenaikan harga BBM terhadap IHK Barang & Jasa Implikasi Kebijakan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

38 Definisi Peubah Operasional Beberapa peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Indeks Harga Konsumen adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) yang terjadi pada konsumen khususnya di daerah perkotaan. 2. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat umum dan terus menerus. 3. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi (premium, minyak tanah, minyak solar, minyak bakar, minyak diesel). 4. Premium (Bensin) adalah bahan bakar campuran hidrokarbon yang mudah menguap dengan/atau tanpa sejumlah kecil tambahan yang telah dicampur membentuk bahan-bahan yang sesuai untuk digunakan pengapian pembakaran pada mesin/sebagai penggerak mesin kendaraan bermotor. 5. Minyak Tanah (Kerosine) adalah minyak mentah yang kemudian diolah meliputi campuran hidrokarbon dengan titik nyala 38 derajat celcius yang digunakan untuk bahan bakar masak, penerangan dan lain-lain. 6. Minyak Solar (gas oil) digunakan untuk mesin indutri, mesin pembangkit listrik, dan pembangkit mesin angkutan darat dan laut.

39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus Penelitian ini dilakukan terhadap data IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh mulai periode Januari 1998 hingga Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh dan data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT Pertamina. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 tahun, yaitu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008 per bulan, sehingga terdapat sebanyak 125 unit observasi. Dengan periode waktu tersebut, maka dapat digunakan analisis time series, sebab analisis ini membutuhkan periode yang cukup panjang agar dapat menggambarkan hubungan jangka panjang antar variabel. Menurut Enders (2004), jumlah unit observasi minimum yang disarankan untuk analisis time series adalah sebanyak 50 unit observasi. Sampai tahun 2008 penghitungan tingkat inflasi di Indonesia dilakukan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang dan jasa. Tingkat inflasi tersebut dihitung

40 24 berdasarkan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) antar periode. IHK merupakan angka indeks yang digunakan untuk mengukur dari waktu ke waktu, perubahan pengeluaran/biaya dari sekeranjang tetap (fixed basket) barang dan jasa (paket komoditi) oleh rumah tangga di suatu kota. 3.3 Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis ini digambarkan dengan bantuan grafik dan tabel yang akan dibahas lebih jauh. Diharapkan dengan analisis ini secara visual terlihat hubungan antar variabel yang akan dianalisis lebih lanjut. Dengan bantuan grafik dianalisis hubungan antar masing-masing harga BBM dengan inflasi sehingga dapat diketahui kaitan antar variabel tersebut. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk mendukung analisis deskriptif kualitatif. Penggunaan data hasil pengukuran sebagai bahan analisis merupakan salah satu bagian analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan penggunaan data referensi yang berasal dari literatur maupun artikel yang terkait dengan permasalahan penelitian merupakan bagian analisis deskriptif kualitatif Analisis Time Series Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai data yang diperoleh dari observasi suatu fenomena berdasarkan waktu. Rosidi (2004) menyatakan bahwa sekumpulan data hasil observasi secara teratur dari waktu ke waktu disebut data deret berkala atau Time Series. Data IHK dan Inflasi merupakan data time series

41 25 yang bertipe diskrit (stock series) yang menunjukkan fenomena atau aktivitas pada waktu tertentu. Teknik analisis yang menggunakan time series berlandaskan pada asumsi bahwa data bersifat konstan dan bebas dari waktu ke waktu sehingga data yang digunakan dapat terhindar dari kemungkinan adanya kesalahan atau bias terhadap estimasi. Sebagian besar metode yang digunakan dalam analisis time series mensyaratkan atau mengasumsikan stasioneritas dari series yang digunakan. Untuk itu, sebelum analisis lebih lanjut maka perlu dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu. Selain itu juga dilakukan uji lag untuk mengetahui panjang lag optimal yang akan digunakan dalam uji kausalitas dan Vector Autoregressive (VAR) Uji Stasioneritas Sebelum melakukan estimasi data time series perlu dilakukan pengujian stasioneritas yang berguna untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil dan random error sama dengan nol, sehingga model regresi yang diperoleh memiliki kemampuan prediksi yang handal dan tidak lancung. Sebab untuk data yang tidak stasioner, metode inferensial klasik seperti OLS 4 tidak dapat diterapkan (Gujarati, 1995). 4 OLS (ordinary least square) ialah salah satu teknik estimasi klasik, dilakukan dengan menghitung estimasi berdasarkan slope dari parameter dalam model regresi linier, sehingga dapat menimbulkan residual kuadrat. Residual merupakan selisih antara nilai observasi dan nilai estimasi dari regresi.

42 26 E ( Y t ) = µ var cov 2 2 ( Y ) E( Y µ ) = σ t = t ( Yt, Yt + k ) = E[ ( Y t µ )( Yt + k µ )] = γ k Dalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan adalah uji akar unit (Unit Roots Test) dengan metode Augmenterd Dickey Fuller Test (ADF test) dengan alasan bahwa ADF Test telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada error term jika series yang digunakan non stasioner. Uji Akar Unit (Unit Roots Test) ADF. Langkah-langkah uji akar-akar unit dengan menggunakan metode Test adalah sebagai berikut: 1. Misalkan terdapat persamaan sebagai berikut: Y + u t = ρ Yt 1 t di mana ρ adalah koefisien otoregesif, u t adalah white noise error term yang mempunyai rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak mengandung autokorelasi. Jika ρ = 1, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Y t mempunyai akar unit. Dalam istilah ekonometrika, series yang memiliki akar unit disebut random walk. Dalam bentuk hipotesis menjadi: H 0 : ρ =1, atau series mengandung unit roots H 0 : ρ < 1, atau series tidak mengandung unit roots 2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama), yaitu:

43 27 t ( ρ 1) Yt 1 u t Y = + Y = δ Y + u t t 1 t di mana δ = (ρ 1) dan adalah turunan pertama atau dengan mudah dinyatakan dalam bentuk Y t = (Y t Y t 1 ). Sehingga bentuk hipotesis menjadi: H 0 : δ = 0, atau series mengandung unit roots H 0 : δ < 0, atau series tidak mengandung unit roots Jika δ = 0, maka persamaan di atas dapat ditulis: ( Yt Yt ) ut t = 1 Y = Persamaan ini menunjukan bahwa turunan pertama dari series yang random walk (u t ) adalah sebuah series stasioner dengan asumsi bahwa u t adalah benarbenar random. 3. Setelah didapat persamaannya, prosedur pengujian adalah dengan menghitung terlebih dahulu nilai statistik ADF. Statistik uji: t hitung = ˆ ρ Se ( ˆ ρ) Dengan melihat nilai dari statistik ADF yang merupakan koefisien otoregresifnya, dapat diketahui apakah series mengandung unit roots atau tidak. Jika nilai ADF (t hitung ) lebih kecil dari nilai kritis Tabel Mackinnon dengan derajat bebas (n-p), maka H 0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa series telah stasioner. Jika data asli dari suatu series saling berintegrasi atau data sudah stasioner,

44 28 maka data tersebut berintegrasi pada order 0 atau dilambangkan dengan I(0). Selanjutnya, jika data baru stasioner dan saling berintegrasi pata turunan pertama, maka data terebut berintegrasi pada order 1 atau I(1). Begitu seterusnya sampai didapatkan data yang stasioner pada order d atau I(d). Masalah yang biasa muncul dalam uji ADF adalah penemuan lag yang dimasukkan dalam model. Jika lag terlalu panjang, maka akan mengurangi kemampuan hipotesis nol karena lag yang semakin panjang akan menyebabkan berkurangnya parameter estimasi maupun hilangnya derajat bebas. Sebaliknya, lag yang terlalu pendek menyebabkan ketidakmampuan dalam mengungkapkan the actual error process, akibatnya standard errornya tidak dapat diestimasi. Enders (2004) menyarankan untuk melihat nilai t test atau F test dari ADF mulai dari lag yang panjang p* dan selanjutnya terus menurun (p*-1). Jika t test atau F test pada lag p* tidak signifikan pada nilai kritis yang ditentukan, dilakukan estimasi baru dengan lag (p*-1). Proses ini diulangi kembali sampai ditemukan lag berbeda dengan nol Pemeriksaan Lag Optimal Pemeriksaan lag digunakan untuk menentukan panjang lag optimal yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hal ini disebabkan karena estimasi hubungan kausalitas dan metode VAR sangat peka terhadap panjang lag (Enders, 2004). Beberapa penelitian memberikan alternatif tentang VAR untuk menentukan panjang lag optimal dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC). Perhitungan untuk AIC adalah sebagai berikut:

PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN

PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1998-2008 Oleh : Nenden Budiarti H14084014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG Katalog BPS : 7102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG No. Katalog : 7102004.3322 No. Publikasi : 33224.13.04 Ukuran Buku : 5,83 inci x 8,27 inci Jumlah

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkah dan rahmat-nya sehingga Buku Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kabupaten Semarang Tahun 2015 ini dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA KEBUMEN 2014

INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA KEBUMEN 2014 Katalog BPS : 7104011.3305 INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA KEBUMEN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KEBUMEN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA KEBUMEN 2014 No. Publikasi : 33054.1403 Katalog

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JEPARA

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JEPARA ` 33204.15.01 ` BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JEPARA INDEKS HARGA KONSUMEN LAJU INFLASI JEPARA 2014 Nomor Publikasi : 33204.15.01 Ukuran Buku : 20,5 cm x 28,5 cm Jumlah Halaman : vii + 41 halaman Naskah

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan April 2016 DEFLASI 0,41 Persen Bulan April 2016 di Kabupaten Kendal terjadi deflasii 0,41 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan Pebruari 2016 DEFLASI 0,20 Persen Bulan Pebruari 2016 di Kabupaten Kendal terjadi deflasi 0,20 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a,

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a, KATA PENGANTAR Perubahan data Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator ekonomi makro yang penting untuk memberikan gambaran tentang pola konsumsi masyarakat serta dapat menunjukkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator inflasi yang cukup penting adalah indeks harga konsumen (IHK) yang terbentuk dari indeks harga kelompok komoditi yang terdiri dari tujuh kelompok,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. KATA PENGANTAR Perubahan data Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator ekonomi makro yang penting untuk memberikan gambaran tentang pola konsumsi masyarakat serta dapat menunjukkan keseimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H14084013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 45/10/91 Th. VIII, 01 Oktober 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI Pada bulan 2014, Kota Manokwari mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil kebijakan ekonomi. Laju inflasi tinggi dan biasanya juga cenderung tidak stabil dapat menimbulkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari

Lebih terperinci

33294.1501 INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KABUPATEN BREBES 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BREBES KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa publikasi Indeks Harga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series)

Lebih terperinci

TISTIK BADAN PUSAT STATISTIK BPS KUTAI KARTANEGARA

TISTIK BADAN PUSAT STATISTIK BPS KUTAI KARTANEGARA SAT STATISTIK TISTIK BADAN PUSAT STATISTIK BPS KUTAI KARTANEGARA No. 03/10/6403/Th. IV, 15 September 2014 KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA BULAN SEPTEMBER 2014 MENGALAMI DEFLASI SEBESAR -0,07 PERSEN Kabupaten

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN KENDAL

BPS KABUPATEN KENDAL BPS KABUPATEN KENDAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN KENDAL BULAN APRIL 2015 INFLASI 0,19 PERSEN Bulan April 2015 di Kabupaten Kendal terjadi inflasi 0,19 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbedaan nilai tukar suatu mata uang negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang (Tajul, 2000:129). Kurs merupakan salah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek penelitian, maka penelitian ini hanya menganalisis mengenai harga BBM dan nilai tukar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Stasioneritas Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji VECM, maka perlu terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas. Uji stationaritas yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 04/04/Th. IV, 3 April 2012 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BAJAWA MARET 2012 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,25 PERSEN Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data bulanan periode 1998-2010. Variabel, data, satuan dan sumber data yang digunakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 06/06/33/05/Th. VI, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN Pada Bulan Maret 2015 di Kota Kebumen terjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

DATA MENCERDASKAN BANGSA

DATA MENCERDASKAN BANGSA PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,23 PERSEN Januari 2014 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 141,08 di Bulan Desember 2013 menjadi 142,82 di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini, obyek yang diamati yaitu inflasi sebagai variabel dependen, dan variabel independen JUB, kurs, BI rate dan PDB sebagai variabel yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,07 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,07 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI PERSEN No. 10/10/33/16/Th.VIII, 4 Oktober 2016 Pada bulan September 2016 Kota Blora terjadi inflasi persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 52/09/76/Th. X, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2016 MAMUJU DEFLASI -0,79 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2016 INFLASI 0,15 PERSEN Pada Maret 2016 di Kota Bekasi terjadi inflasi sebesar 0,15

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 15/3373/4/08/16/Th.VIII, 8 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JULI 2016 INFLASI 1,01 Bertepatan dengan hari raya Idul Fitri 1437 H, perkembangan harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK Juli Bulan Juni di Kota Depok terjadi inflasi sebesar 0.36 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 118.75 persen. Dari 7 (tujuh) kelompok tercatat lima kelompok

Lebih terperinci

INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI KABUPATEN KENDAL 2012

INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI KABUPATEN KENDAL 2012 INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI KABUPATEN KENDAL 2012 No. Publikasi Ukuran Buku Jumlah Halaman : 33244.1201. : A4 (21 Cm x 29 Cm) : 45 halaman Naskah : Seksi Statistik Distribusi Gambar Kulit :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/01/Th. XVII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 DEFLASI 0,80 PERSEN Pada 2014 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar 0,80 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 01/3373/4/01/17/Th.IX, 5 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,20 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga menunjukkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa.

I. PENDAHULUAN. juga menunjukkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. I. PENDAHULUAN 1.1. U M U M Secara umum proses pembangunan di bidang ekonomi masih terus berlangsung meskipun belum secepat yang diharapkan. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan tersebut perlu diukur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 12/11/3571/Th.XV, 3 November 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN Pada bulan Oktober 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/11/Th. XVII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2015 DEFLASI 0,32 PERSEN Pada 2015 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar 0,32 persen

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih impor beras sebagai objek melakukan riset di Indonesia pada tahun 1985-2015. Data bersumber dari Badan Pusat Statistika

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 40/09/TH.XIX, 1 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,35 persen, Kota Lhokseumawe inflasi sebesar 0,49 persen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 13/03/11/TH.XVIII, 2 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,90 persen, Kota Lhokseumawe terjadi deflasi sebesar 2,07

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 01/01/3571/Th.XVI, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN Pada bulan Desember 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 61/11/76/Th. X, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 MAMUJU DEFLASI 0,17 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 13/3373/4/07/17/Th.IX, 4 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,53 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL. BULAN FEBRUARI 2014 KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen

BPS KOTA TEGAL. BULAN FEBRUARI 2014 KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen BPS KOTA TEGAL Tegal, 4 Maret BULAN FEBRUARI KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen - Pada bulan Februari Kota Tegal terjadi inflasi 0,79 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,47, sedikit lebih

Lebih terperinci

Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah Maret 2008

Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah Maret 2008 Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah Maret 2008 No.01/04/33/Th. II, 01 April 2008 Laju inflasi Jawa Tengah bulan Maret 2008 masih cukup tinggi, yaitu sebesar 1,14 persen. Namun sedikit lebih rendah bila dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA DESEMBER 2015 INFLASI 0,90 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA DESEMBER 2015 INFLASI 0,90 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA DESEMBER 2015 INFLASI 0,90 PERSEN No. 01/01/33/16/Th.VIII, 10 Januari 2016 Pada bulan Desember 2015 Kota Blora terjadi inflasi 0,90 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 11/3373/4/06/17/Th.IX, 6 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN MEI 2017 INFLASI 0,57 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2016 INFLASI 0,37 PERSEN Pada Januari 2016 di Kota Bekasi terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 55/10/91 Th. IX, 01 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI Pada bulan 2015, Kota Manokwari mengalami inflasi sebesar 0,38

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock 40 III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock kredit perbankan, pembiayaan pada lembaga keuangan non bank dan nilai emisi saham pada pasar modal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/10/Th. XVII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2015 DEFLASI 0,38 PERSEN Pada 2015 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar 0,38

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 03/3373/4/02/17/Th.IX, 3 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,09 Bulan di Kota Salatiga terjadi inflasi sebesar 1,09 persen dengan

Lebih terperinci

2,59 persen PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN DESEMBER 2014 INFLASI SEBESAR

2,59 persen PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN DESEMBER 2014 INFLASI SEBESAR No. 01/01/3322/Th.IV, 06 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN DESEMBER 2014 INFLASI SEBESAR 2,59 persen di Kabupaten Semarang terjadi inflasi 2,59 persen

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan September 2016 INFLASI 0,06 Persen Bulan September 2016 di Kabupaten Kendal terjadi

Lebih terperinci

0,27 persen PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN AGUSTUS 2015 INFLASI SEBESAR

0,27 persen PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN AGUSTUS 2015 INFLASI SEBESAR No. 16/08/3322/Th.IV, 03 September 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN AGUSTUS 2015 INFLASI SEBESAR 0,27 persen di Kabupaten Semarang terjadi inflasi 0,27 persen

Lebih terperinci

adalah sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta sub

adalah sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok daging dan hasil-hasilnya serta sub No. 18/09/3322/Th.IV, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN SEMARANG BULAN SEPTEMBER 2015 DEFLASI SEBESAR 0,13 persen di Kabupaten Semarang terjadi deflasi 0,13 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan dengan cara mengukur variabel yang di lingkari oleh teori atau satu

Lebih terperinci

PUBLIKASI KINERJA SERETARIAT DAERAH TAHUN 2016

PUBLIKASI KINERJA SERETARIAT DAERAH TAHUN 2016 PUBLIKASI KINERJA SERETARIAT DAERAH TAHUN 2016 PENGENDALIAN INFLASI DI KABUPATEN BOGOR Latar Belakang Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus 1.

Lebih terperinci

BAB1 - PENJELASAN UMUM

BAB1 - PENJELASAN UMUM BAB1 - PENJELASAN UMUM menggambarkan rata-rata perubahan harga antar periode waktu tertentu dari satu kelompok barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat 1.1. Pendahuluan pola konsumsi maupun biaya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 07/1107/TH.III, 1 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI INFLASI 0,41 PERSEN Pada bulan Juli di Kota Meulaboh terjadi inflasi sebesar 0,41 persen, di Kota Banda Aceh terjadi inflasi

Lebih terperinci

KATALOG BPS :

KATALOG BPS : 2013 KATALOG BPS : 7102004.3304 2013 INDEKS HARGA KONSUMEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 No. Katalog BPS : 7102004.3304 ISBN : - No. Publikasi : 33044.13.01 Ukuran Publikasi Jumlah Halaman : VI / 32 : 21 cm

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA No. 15/3373/4/08/13/Th.V, 02 Agustus 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JULI 2013 INFLASI 3,55 PERSEN Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran 3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pengembangan bahan bakar alternatif untuk menjawab isu berkurangnya bahan bakar fosil akan meningkatkan permintaan terhadap bahan bakar alternatif, dimana salah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 17/3373/4/09/17/Th.IX, 5 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI 0,42 PERSEN Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada variabel dependen utang luar negeri Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/07/3312/Th 2016, Juli 2016 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN JUNI 2016 SEBESAR 0,56% Bulan 2016, Kabupaten Wonogiri mengalami inflasi sebesar 0,56 persen.

Lebih terperinci

Bab. I Pendahuluan INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI TAHUN 2013

Bab. I Pendahuluan INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI TAHUN 2013 INDEKS HARGA KONSUMEN DAN LAJU INFLASI TAHUN 2013 Aktivitas perekonomian Kota Purbalingga pada tahun 2013 apabila ditinjau dari perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara umum, terlihat lebih fluktuatif

Lebih terperinci

Suku Bunga dan Inflasi

Suku Bunga dan Inflasi Suku Bunga dan Inflasi Pengertian Suku Bunga Harga dari uang Bunga dalam konteks perbankan dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah

Lebih terperinci

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i ii Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 INDIKATOR EKONOMI KOTA TERNATE 2015 No. Katalog : 9201001.8271 No. Publikasi : 82715.1502 Ukuran Buku : 15,5 cm

Lebih terperinci

ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI PADA DATA INFLASI KOTA SEMARANG

ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI PADA DATA INFLASI KOTA SEMARANG ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI PADA DATA INFLASI KOTA SEMARANG SKRIPSI Disusun Oleh : NOVIA DIAN ARIYANI 24010211120016 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep konsumsi yang merupakan konsep yang diindonesiakan dari bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk rumah tangga ke atas barang-barang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 16/04/91 Th. VIII, 01 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI Pada bulan Maret 2014, Kota Manokwari mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN BELU No. 05/01/5306/Th. IV, 5 Februari 2015 JANUARI 2015, KOTA ATAMBUA INFLASI 2,39 % Dengan menggunakan tahun dasar baru (2012=100), di bulan Desember 2014 Kota Atambua mengalami Inflasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur, BAB III METODE PENELITIN A. Jenis dan Pendektan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang didasari oleh falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan meningkatnya

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 18 III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Mengetahui kointegrasi pada setiap produk adalah salah satu permasalahan yang perlu dikaji dan diteliti oleh perusahaan. Dengan melihat kointegrasi produk,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN No. 08/08/33/16/Th.VIII, 15 Agustus 2016 Pada bulan Juli 2016 Kota Blora terjadi inflasi 1,03 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 36/08/91 Th. VIII, 04 Agustus 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI Pada bulan 2014, Kota Manokwari mengalami inflasi sebesar

Lebih terperinci