PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT MARULI TUA SIHOMBING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT MARULI TUA SIHOMBING"

Transkripsi

1 i PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT MARULI TUA SIHOMBING PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan laporan akhir Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini. Bogor, Juni 2015 Maruli Tua Sihombing NIM J3H212078

4

5 i ABSTRAK MARULI TUA SIHOMBING. Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh ANDRI HENDRIANA. Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi dengan harga jual berkisar Rp hingga Rp per kg tergantung ukurannya. Kegiatan pembenihan terdiri dari pemeliharaan induk, kultur pakan alami, pemijahan, dan pemeliharaan larva hingga benih. Kegiatan pembesaran terdiri dari persiapan wadah, pemeliharaan benih, dan pemantauan pertumbuhan benih hingga ukuran panen. Kegiatan pembenihan menghasilkan individu benih/tahun dengan ukuran 3 cm yang dipelihara selama 6 bulan. Fekunditas abalon adalah butir telur/individu dengan FR 60%, HR 85%, dan SR 0.15%. Kegiatan pembesaran menghasilkan kg abalon ukuran konsumsi dengan bobot 50 g/individu yang dipelihara selama 12 bulan. Hasil dari pemeliharaan abalon menunjukkan bahwa SR 94%, SGR 0.045%, dan FCR 1.9. Analisis usaha pembenihan menunjukkan R/C ratio 1.63, HPP Rp 3 978, dan PP 2.9 tahun. Analisis usaha pembesaran menunjukkan R/C ratio 1.67, HPP Rp , dan PP 1.9 tahun. Kata kunci : abalon, pembenihan, pembesaran ABSTRACT MARULI TUA SIHOMBING. Seed Production and Grow Out of Abalone Haliotis squamata in Marine Aquaculture Development of Lombok, West Lombok, West Nusa Tenggara. Supervised by ANDRI HENDRIANA. Abalone is a marine commodity of high economic value with the selling price ranging from Rp to Rp per kg depending on size. Seeds production activity consist of broodstock maintenance, natural feed culture, breeding, and maintenance of larva up to seed. Grow out activity consist of prepare of containers, seeds maintenance, and controlling growth of seeds up to market size. Seeds production produce individual seeds/year with 3 cm size is maintained for 6 months. Fecundity of abalone is eggs/individual with FR 60%, HR 85%, and SR Grow out activities produce kg of abalones size of consumption with a weight of 50 g/individual were maintained for 12 months.the result of the abalone s maintainance showed that SR 94%, SGR 0.045%, and FCR 1.9. The business analysis of seeds production showed R/C ratio 1.85, HPP Rp 3 978, and PP 2.9 years. The business analysis of grow out activity showed R/C ratio 1.67, HPP Rp , and PP 1.9 years. Key words : abalone, seeds production, grow out

6

7 i RINGKASAN MARULI TUA SIHOMBING. Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh ANDRI HENDRIANA. Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi. Harga jual abalon di dalam negeri berkisar Rp hingga Rp per kg tergantung ukurannya. Hal tersebut memacu perkembangan pembenihan dan kegiatan budidaya atau akuakultur abalon dalam meningkatkan populasi abalon untuk memenuhi permintaan daging abalon. Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok berperan untuk menyebarluaskan hasil perekayasaan, termasuk pembenihan dan pembesaran abalon. Tujuan dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan adalah untuk mengikuti dan melakukan secara langsung kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok. Kegiatan pembenihan abalon diawali dengan pemeliharaan induk untuk menghasilkan induk gonad. Jumlah induk yang ditebar sebanyak individu yang terdiri dari 697 individu induk jantan dan 729 individu induk betina dengan bobot antara g/individu. Induk dipelihara di dalam 5 unit krat industri yang berukuran 60 cm x 40 cm x 30 cm dengan kepadatan individu/unit dan digantungkan pada 1 unit bak fiber berukuran 3 m x 1 m x 0.6 m yang diisi air setinggi 50 cm. Jumlah bak pemeliharaan induk sebanyak 6 bak yang terdiri dari 3 bak induk jantan dan 3 bak induk betina. Induk diberi pakan alami berupa makro alga jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. dengan metode adlibitum. Pengelolaan air pada pemeliharaan induk dilakukan dengan penyiponan dasar bak setiap hari untuk membuang kotoran dan sisa pakan. Penyiapan pakan alami dilakukan 3 4 minggu sebelum pemijahan dilakukan. Pakan alami yang digunakan untuk larva abalon adalah fitoplankton jenis bentik diatom yang terdiri dari Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp. Kultur pakan alami tahap pertama dilakukan secara semi massal di stoples plastik dengan kapasitas 20 L/wadah. Sterilisasi alat dan media dilakukan dengan perebusan dalam panci stainless steel. Pemupukan menggunakan pupuk KW21 dosis ppt dan silikat dosis 0.25 ppt. Inokulasi dilakukan dengan penebaran inokulan dosis 5 25 % dari total media kultur. Pemanenan dilakukan pada hari keempat dengan tingkat kepadatan sel 0.6 x 10 7 individu/ml. Proses persiapan wadah pemeliharaan larva dilakukan pada bak fiber ukuran 3 m x 1 m x 0.6 m yang dilengkapi dengan rearing plate yang terbuat dari supervynil bergelombang sebagai substrat penempelan bentik diatom yang digunakan sebagai pakan larva. Pemijahan induk dilakukan pada unit bak dengan spesifikasi yang sama pada bak pemeliharaan induk. Bak pemijahan dilengkapi dengan 1 unit kotak kolektor telur pada bagian sisi saluran pengeluaran air yang dipasang 2 buah plankton net secara berlapis yang masing masing memiliki mesh size 90 µm dan 60 µm. Induk yang siap dipijahkan adalah induk yang memiliki gonad yang berkembang dan menutupi organ hepatopankreas > 50 %. Teknik pemijahan yang dilakukan secara alami dengan sistem pemijahan massal. Rasio antara induk jantan dan betina yang dipijahkan adalah 1 : 3 dengan jumlah induk jantan sebanyak 50 individu dan induk betina sebanyak 150 individu dalam satu siklus

8 ii pemijahan. Proses pemijahan induk terjadi pada saat bulan gelap dan bulan terang dengan kisaran waktu pukul 06:00 WITA 09:00 WITA. Telur diinkubasi pada wadah stoples plastik volume 20 L setelah proses pemijahan dengan kepadatan butir telur/l. Proses embriogenesis dari telur menuju stadia trochopore terjadi selama 5 8 jam dan siap untuk ditebar pada bak pemeliharaan larva dengan jumlah /bak. Larva akan melakukan proses settlement pada rearing plate ketika mencapai fase veliger 1 2 hari. Pemeliharaan larva dilakukan selama 2 3 bulan untuk menghasilkan spat abalon berukuran (cm). Spat abalon berukuran > 0.5 cm mulai dilakukan overlapping menggunakan pakan rumput laut jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pemeliharaan spat abalon hingga mencapai benih berlangsung selama 2 3 bulan dan menghasilkan benih siap jual berukuran 2 3 cm. Hasil kegiatan pembenihan menghasilkan FR 90 %, HR 80 %, dan SR %. Pengepakan benih dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama menggunakan kantong jaring ukuran 20 cm x 10 cm dengan kepadatan individu/buah, kedua menggunakan kantong plastik ukuran 120 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.6 mm yang diisi 10 kantong jaring/lembar plastik, ketiga menggunakan kotak styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm dengan ketebalan 3.5 cm yang diisi 1 plastik/kotak. Benih didistribusikan ke wilayah Bali, Sumbawa, NTT, dan Makassar yang diangkut dengan alat transportasi mobil, pesawat terbang, dan kapal laut dengan lama pengiriman 2 6 jam. Kegiatan pembesaran dilakukan pada bak beton ukuran 10 m x 1.2 m x 1.4 m sebanyak 3 unit. Tiap bak diisi 9 10 keranjang jaring kasa dengan diameter 60 cm dan tinggi 50 cm. Persiapan wadah dilakukan dengan desinfeksi melalui pembilasan menggunakan kalsium hipoklorit 60 % sebanyak 10 ppm. Benih yang ditebar adalah benih berukuran 2 3 cm dengan kepadatan individu per keranjang. Pemberian pakan jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. dilakukan secara adlibitum dengan frekuensi penambahan pakan 1 2 hari sekali. Pengelolaan air dilakukan dengan cara penyiponan setiap hari. Benih disampling setiap minggu untuk mengetahui kebutuhan pakan dan pertumbuhan. Pemeliharaan benih dilakukan selama 12 bulan untuk mencapai ukuran > 5 cm dan bobot g/individu sebagai ukuran konsumsi. Hasil kegiatan pembesaran diperoleh data SGR % dengan FCR 1.9. Produksi dari kegiatan pembenihan adalah individu per tahun yang terdiri dari 7 siklus dengan fekunditas butir telur per kg, FR 60 %, HR 85 %, dan SR 0.15 %. Sedangkan abalon ukuran konsumsi berukuran > 5 cm dengan bobot 50 g/individu individu dengan lama pemeliharaan 12 bulan. Produksi dari kegiatan pembesaran adalah kg per tahun yang terdiri dari 1 siklus dengan SR 94 %, SGR %, dan FCR 1.9. Analisis usaha pembenihan dengan harga jual Rp per individu, biaya investasi Rp , biaya total produksi Rp , dan penerimaan Rp diketahui R/C ratio 1.63, BEP unit individu, BEP harga Rp , HPP Rp 3 978, dan PP 2.9 tahun. Analisis usaha pembesaran dengan harga jual Rp per kg, biaya investasi Rp , biaya total produksi Rp , dan biaya penerimaan Rp diketahui R/C ratio 1.67, BEP unit 106 kg, BEP harga Rp , HPP Rp , dan PP 1.9 tahun. Kata kunci : abalon, pembenihan, pembesaran

9 iii PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT MARULI TUA SIHOMBING Laporan Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

10

11 i Judul Tugas Akhir : Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Nama : Maruli Tua Sihombing NIM : J3H Disetujui oleh Andri Hendriana, SPi, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr Direktur Ir Irzal Effendi, MSi Koordinator Program Keahlian Tanggal lulus :

12 ii

13 i PRAKATA Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga laporan tugas akhir Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini berhasil diselesaikan. Judul laporan tugas akhir ini ialah Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat yang dilaksanakan sejak tanggal 02 Februari 2015 sampai 02 Mei Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, Lister Sihombing dan ibu, Rumanti Bakara beserta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andri Hendriana, SPi, MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Wiyoto, SPi, MSc selaku dosen penguji, dan bapak/ibu dosen Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya (IKN) khususnya Bapak Ir Irzal Effendi, MSi selaku koordinator program keahlian dan Ibu Wida Lesmanawati, SPi, MSi selaku sekretaris program keahlian. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman teman mahasiswa IKN angkatan 49 atas kebersamaan yang menjadi semangat dan inspirasi bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih Bapak Hery Setyabudi, SPi dan Ibu Woro Kusumaningtyas Perwitasari, SPi selaku pembimbing lapangan beserta Bapak Arsyad Sajangka, SPi, Ibu Afni Isriani, AMd, Bapak I Nyoman Koming, dan Bapak Sapdi dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan PKL. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Ujang Komaruddin, AK, MSc selaku kepala BPBL Lombok dan seluruh pegawai yang telah mengakomodasi dan memberi informasi terkait kegiatan PKL. Semoga laporan akhir PKL ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015 Maruli Tua Sihombing

14 ii

15 iii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 2 2 METODE KAJIAN Lokasi dan Waktu Kegiatan PKL Komoditas Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 3 3 KEADAAN LOKASI PRAKTIK Sejarah Letak Geografis Visi dan Misi Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Keadaan Sumber Daya Manusia 7 4 FASILITAS PRODUKSI Fasilitas Utama Pembenihan Hatchery Wadah Budidaya Wadah Pemeliharaan Induk Wadah Pemijahan Wadah Kolektor Telur Wadah Penetasan Telur Wadah Pemeliharaan Larva Wadah Pemeliharaan Rumput Laut Wadah Kultur Pakan Alami Sistem Pengairan Air Laut Air Tawar Tandon Pengelolaan Air Sistem Aerasi Aerasi Distribusi Peralatan Krat Industri Shelter Rearing Plate Spatula Timbangan Keranjang Pakan Gayung dan Stoples Jangka Sorong 18

16 iv Mikroskop Haemositometer dan Sedgewick Rafter Beaker Glass, Cawan Petri, dan Pipet Tetes Kompor Gas Air Conditioner (AC) Lampu Pencahayaan Alat Sipon Wiper Lantai Alat Penyikat Tabung Oksigen Peralatan Pengepakan Fasilitas Utama Pembesaran Wadah Pembesaran Peralatan Keranjang Benih Fasilitas Pendukung Pembenihan dan Pembesaran Listrik Gas Alat Transportasi Bangunan Kantor Rumah Ibadah Rumah Listrik dan Genset Rumah Pompa 25 5 KEGIATAN PEMBENIHAN Pemeliharaan Induk Persiapan Wadah dan Media Penebaran Induk Pemberian Pakan Pengelolaan Kualitas Air Induk Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit pada Induk Pemijahan Induk Persiapan Wadah Seleksi Induk Matang Gonad Pemijahan Pemeliharaan Telur Pemanenan Telur Pemeliharaan Larva Persiapan Wadah dan Media Penebaran dan Pemeliharaan Larva Pemberian Pakan Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit Pemanenan Juvenil Pemeliharaan Benih Persiapan Wadah dan Media Penebaran Juvenil Pemberian Pakan 35

17 5.5.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Benih Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit Kultur Pakan Alami Kultur Skala Semi Massal Persiapan Wadah dan Media Kultur Pemupukan Penebaran Inokulan Sampling Pertumbuhan Populasi Sel Pemanenan Kultur Skala Massal Persiapan Wadah dan Media Kultur Penebaran Inokulan Pemupukan Ulang Pemanenan Pemanenan dan Pengangkutan Benih Pemanenan Benih Sortir dan Grading Pengepakan Benih Anestesi Pengangkutan dan Transportasi Benih 42 6 KEGIATAN PEMBESARAN Persiapan Wadah dan Media Penebaran Benih Pemberian Pakan Sampling Pertumbuhan Sortir dan Grading Pemanenan Abalon Pengepakan Abalon Ukuran Konsumsi Pengangkutan dan Transportasi Abalon 46 7 ASPEK USAHA Pembenihan Pemasaran Produk Tujuan Distribusi Pengadaan Sarana Produksi Induk Pakan Pupuk Bahan Kimia Bahan Bakar Tenaga Kerja Analisis Usaha Biaya Investasi Biaya Penyusutan Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Total 53 v

18 vi Penerimaan Keuntungan Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) Harga Pokok Penjualan (HPP) Pembesaran Pemasaran Produk Tujuan Distribusi Pengadaan Sarana Produksi Benih Pakan Bahan Kimia Bahan Bakar Tenaga Kerja Analisis Usaha Biaya Investasi Biaya Penyusutan Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Total Penerimaan Keuntungan Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) Harga Pokok Penjualan (HPP) 60 8 PENUTUP Kesimpulan Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 61 DAFTAR TABEL 1 Jenjang pendidikan PNS di BPBL Lombok 7 2 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan induk 29 3 Stadia tingkat kematangan gonad induk abalon 31 4 Data hasil pemijahan abalon 32 5 Data kualitas air pemeliharaan larva 34 6 Pupuk teknis yang digunakan pada pemupukan ulang 39 7 Data pengadaan pupuk kultur pakan alami 47 8 Data pengadaan bahan kimia untuk kegiatan pembenihan abalon 48

19 vii 9 Data pengadaan tenaga kerja kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok Rincian biaya investasi pembenihan abalon di BPBL Lombok Rincian biaya penyusutan pembenihan abalon Rincian biaya tetap pembenihan abalon Rincian biaya variabel pembenihan abalon Rincian pengadaan tenaga kerja pembesaran abalon di BPBL Lombok Rincian biaya investasi pembesaran abalon Rincian biaya penyusutan pembesaran abalon Rincian biaya tetap pembesaran abalon Rincian biaya variabel pembesaran abalon 58 DAFTAR GAMBAR 1 Data persediaan dan produksi budidaya abalon dunia 1 2 Abalon Haliotis squamata 3 3 BPBL Lombok 4 4 Struktur organisasi BPBL Lombok 6 5 Hatchery yang digunakan beserta bagiannya : (a) Hatchery indoor dan (b) ruang pemeliharaan induk dan pemijahan 8 6 Hatchery semi outdoor 8 7 Wadah pemeliharaan induk yang digunakan : (a) bak fiber, (b) pipa saluran pemasukan air, dan (c) pipa saluran pengeluaran air 9 8 Bak kolektor telur 10 9 Wadah penetasan telur berupa stoples plastik Wadah pemeliharaan larva berupa bak fiber Kolam pemeliharaan rumput laut Pompa air laut Pompa air tawar Wadah yang digunakan sebagai tandon air : (a) bak beton dan (b) tabung fiber Susunan substrat dalam filter fisik air laut Sumber aerasi yang digunakan : (a) blower dan (b) hi-blow Distribusi aerasi pada wadah : (a) wadah pemeliharaan/pemijahan dan (b) wadah kultur pakan alami Krat industri Shelter Rearing plate Jenis timbangan yang digunakan : (a) digital dan (b) manual Jenis keranjang pakan yang digunakan : (a) keranjang jaring dan (b) keranjang plastik Jangka sorong Alat bantu pengamatan : (a) haemositometer, (b) sedgewick rafter, dan (c) hand counter Kompor gas dan panci stainless steel Air Conditioner (AC) 20

20 viii 27 Lampu pencahayaan Alat sipon Tabung oksigen Peralatan yang digunakan untuk pengepakan : (a) kantong jaring dan (b) kotak styrofoam Wadah yang digunakan untuk pembesaran beserta perlengkapannya : (a) bak beton dan (b) pipa saluran pemasukan air Keranjang berbahan jaring kasa Instalasi listrik yang digunakan beserta dayanya : (a) trafo PLN 140 KVA dan (b) generator set 120 KVA Mobil pengangkutan Kantor BPBL Lombok Musholla Rumah instalasi listrik dan genset Rumah pompa Jenis pakan yang diberikan kepada induk abalon : (a) Gracillaria sp. dan (b) Ulva sp Pengambilan dan pencucian pakan Kegiatan penyiponan dasar bak induk Pencucian keranjang induk Perbedaan gonad induk abalon : (a) jantan dan (b) betina Kegiatan seleksi induk : (a) pengukuran panjang cangkang induk dan (b) penimbangan bobot tubuh induk Air media pemijahan Kegiatan pemanenan telur Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton : (a) KW21 dan (b) silikat, serta (c) kegiatan pemupukan Kegiatan penebaran inokulan Data sampling pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal Hasil pemantauan pakan alami : (a) air berwarna bening kecokelatan dan (b) bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing plate Pemanenan benih abalon Kegiatan sortir dan grading Pengepakan benih dengan kantong jaring Kegiatan pengepakan benih : (a) menggunakan plastik packing dan (b) menggunakan kotak styrofoam Pemberian es batu pada kotak packing Pengangkutan dan transportasi benih jalur darat menggunakan mobil Kegiatan penyikatan dan pembilasan wadah Benih yang siap ditebar untuk pembesaran Pemberian pakan pada benih Kegiatan sampling benih Laju pertumbuhan spesifik / Spesific Grow Rate (SGR) Kegiatan pemanenan abalon 46

21 ix DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta lokasi BPBL Lombok 65 2 Tata letak unit produksi abalon di BPBL Lombok 65 3 Hasil pengamatan pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp Hasil pengamatan embriogenesis abalon (18 Februari 2015) 67 5 Data sampling populasi dan kematangan gonad induk abalon 68 6 Data produksi pakan alami skala semi massal unit produksi abalon di BPBL Lombok 69 7 Data pemakaian pakan alami semi massal unit produksi abalon BPBL Lombok 70 8 Data sampling benih (populasi, kebutuhan pakan, dan pertumbuhan) 71 9 Pola tanam pembenihan abalon di BPBL Lombok Pola tanam pembesaran abalon di BPBL Lombok 74

22

23 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan abalon sebagai hidangan laut karena mempunyai nilai gizi tinggi, cita rasa yang khas, juga dipercaya mampu meningkatkan vitalitas dan rendah kolesterol (Sarifin et al. 2011). Harga jual abalon di dalam negeri berkisar antara Rp hingga Rp per kg tergantung ukurannya. Sementara di pasar internasional harga daging abalon segar berkisar antara 22 US$ - 66 US$ per kg tergantung kualitas dan jenisnya (Susanto et al. 2008). Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar tentang sumber daya kekerangan termasuk abalon tetapi potensi sumber daya abalon yang besar belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Permintaan pasar yang tinggi dan harga yang semakin meningkat mengakibatkan tereksploitasinya abalon di alam secara berlebihan (Susanto et al. 2008). Nelayan di Indonesia menangkap abalon dari alam untuk dikonsumsi sendiri dan dijual kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dijual ke eksportir (Setyono 2009). Aktivitas penangkapan yang intensif tersebut mengakibatkan stok alam cenderung terus menurun. Hal tersebut memacu perkembangan pembenihan dan kegiatan budidaya atau akuakultur abalon dalam meningkatkan populasi abalon untuk memenuhi permintaan daging abalon (Susanto et al. 2008). Beberapa negara di dunia telah mengembangkan usaha budidaya abalon secara industri, namun kebutuhan abalon masih tetap tinggi dari produksi yang ada selama ini (Setyono 2010). Produksi abalon di dunia, baik dari hasil tangkapan alam maupun produk budidaya masih jauh di bawah permintaan (Setyono 2009). Menurut data persediaaan dan produksi budidaya abalon dunia (Gambar 1) menurut Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2012, budidaya abalon belum mampu memenuhi persediaan setiap tahunnya meskipun produksi budidaya abalon cenderung meningkat setiap tahunnya seiring permintaan pasar yang meningkat. Gambar 1 Data persediaan dan produksi budidaya abalon dunia

24 2 Gambar 1 menunjukkan produksi abalon dari kegiatan budidaya tahun 2002 hanya memenuhi sekitar 5.38 % dari total persediaan, tahun 2010 meningkat sebesar %, dan tahun 2011 diperkirakan naik mencapai %. Indonesia mulai mengekspor abalon dari alam pada tahun 2005 ke negara Jepang, Cina, Singapura dan Hongkong. Kegiatan ekspor abalon kering dari Sulawesi Selatan tahun 2007 sebesar 110 kg, meningkat tajam pada tahun 2008 menjadi kg. Ekspor abalon berasal dari perairan Sulawesi Tengah, sedangkan abalon asal Sulawesi Selatan berasal dari Kabupaten Pangkep dan Tana Keke dengan rata-rata ekspor kg per bulan (Litaay et al. 2010). Budidaya abalon di Indonesia relatif baru dikembangkan dan pembenihan terkontrol telah dilakukan di Loka Budidaya Laut Lombok [yang berganti nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok] (Kordi 2011). Beberapa masalah yang sering timbul dalam budidaya abalon antara lain ketersediaan benih secara kontinu, lamanya waktu budidaya karena laju pertumbuhan yang lambat, penurunan ketahanan terhadap penyakit, dan penurunan kualitas benih yang kemungkinan disebabkan oleh inbreeding (Setyabudi et al. 2013). Peran dari BPBL Lombok adalah melaksankan dan menyebarluaskan hasil kegiatan perekayasaan, termasuk pembenihan dan pembesaran abalon. Kegiatan PKL dilaksanakan untuk mengetahui dan melakukan secara langsung kegiatan pembenihan dan pembesaran sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB). 1.2 Tujuan Kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon bertujuan : mengikuti dan melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon secara langsung di BPBL Lombok, memperoleh pengetahuan, keterempilan, dan pengalaman kerja mengenai kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok, mengidentifikasi permasalahan dan memberikan alternatif solusi pemecahan masalah dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok, dan menerapakan ilmu teknologi produksi dan manajemen budidaya yang telah diperoleh selama perkuliahan dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok. 2 METODE KAJIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan PKL Kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon dilaksanakan di BPBL Lombok yang beralamat di Jalan Raya Sekotong, P.O BOX. 1 Sekotong Barat, Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lampiran 1). Kegiatan PKL pembenihan dilaksanakan sejak tanggal 02 Februari 2015 sampai 18 Maret 2015, sedangkan kegiatan PKL pembesaran dilakukan sejak tanggal 19 Maret 2015 sampai tanggal 02 Mei 2015.

25 3 2.2 Komoditas Komoditas yang menjadi kajian PKL adalah abalon Haliotis squamata (Gambar 2). Abalon merupakan komoditas yang tergolong ke dalam gastropoda laut yang bersifat herbivora, bercangkang tunggal yang berbentuk seperti telinga dan memiliki pusat cangkang berbentuk lingkaran yang berukuran kecil dan terletak di bagian posterior. Gambar 2 Abalon Haliotis squamata Secara sistematika, abalon diklasifikan sebagai berikut : filum Moluska, kelas Gastropoda, ordo Archaegastropoda, famili Haliotidae, genus Haliotis, dan spesies Haliotis squamata (Hegner dan Engeman 1968). 2.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan dan analisis data PKL pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok terdiri dari empat metode. Metode pertama adalah mengikuti dan melakukan seluruh kegiatan pembenihan abalon yang meliputi pemeliharaan induk, kultur dan penyiapan pakan alami, pemijahan, pemeliharaan larva, hingga benih, pemanenan dan pengangkutan hasil panen. Metode kedua adalah mengikuti dan melakukan seluruh kegiatan pembesaran abalon yang meliputi pemeliharaan benih hingga ukuran konsumsi, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama dan penyakit, pemanenan dan pengangkutan hasil panen. Metode ketiga adalah melakukan wawancara dengan pimpinan operasional, pegawai, dan seluruh pihak lain yang berkompeten dalam bidangnya untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan dan fasilitas produksi, pengadaan sarana dan prasarana, serat analisis usaha pembenihan dan pembesaran abalon. Metode keempat adalah melakukan pencatatan atas setiap kegiatan dan informasi yang diperoleh dari wawancara dalam bentuk jurnal harian dan laporan periodik.

26 4 3 KEADAAN LOKASI PRAKTIK 3.1 Sejarah BPBL Lombok merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Gambar 3). Balai ini didirikan pada tahun 1990 yang semula menjadi bagian dari Balai Budidaya laut (BBL) Lampung. Tugas dari balai tersebut adalah mengembangkan budidaya perikanan laut di Nusa Tenggara Barat. Pada awalnya BPBL Lombok dibangun di pesisir teluk Gerupuk, Desa Sengkol, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (BPBL Lombok 2014). Gambar 3 BPBL Lombok Tahun 1995 unit tersebut diangkat menjadi Loka Budidaya Laut Lombok yang secara kelembagaan dipimpin oleh seorang pejabat eselon IV dengan wilayah kerja meliputi : Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sejumlah sarana dan prasarana ditingkatkan secara berkesinambungan untuk mendukung pengembangan budidaya laut sehingga pada tahun 2000 lokasi pembangunan diperluas di Dusun Giligenting, Desa Sekotong Barat, Sekotong, Lombok Barat. Lokasi baru ini menciptakan berbagai kegiatan budidaya laut yang terdiri dari lahan tanah untuk pembenihan dan perairan laut untuk pembesaran (BPBL Lombok 2014). Loka Budidaya Laut Lombok terus berkembang dengan tingkat mobilitas yang tinggi sehingga pada tahun 2004 kegiatan administrasi kantor yang semula berada di Gerupuk dipindahkan ke Sekotong yang sekarang menjadi kantor pusatnya. Tahun 2006, unit tersebut berubah menjadi Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Mengikuti peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6/PERMEN- KP/2014, struktur organisasi serta tugas dan fungsi balai diubah menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok. Penghargaan yang dicapai BPBL Lombok adalah Adibakti Mina Bahari sebagai unit pelaksana teknis terbaik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tingkat nasional tahun 2010, pemenang I kategori laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan tingkat nasional tahun Serangkain kegiatan BPBL Lombok yang dilakukan hingga saat ini adalah : kultur jaringan rumput laut, produksi tiram mutiara, pendederan dan pembesaran lobster, pembenihan dan pembesaran ikan

27 5 bawal bintang, pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek dan macan, pembenihan dan pembesaran abalon, pembenihan dan pembesaran ikan kakap putih, serta pembenihan dan pendederan ikan hias air laut. Pencapaian yang telah dilakukan oleh BPBL Lombok adalah pengembangan teknologi yang dapat diterapkan dalam penyebaran dua spesies abalon tropis H. asinina dan H. squamata serta telah mengembangkan budidaya sederhana yang menguntungkan secara ekonomis. Selain itu, BPBL Lombok juga telah melakukan rekayasa genetika dengan melakukan persilangan antara H. asinina dan H. Squamata dan menghasilkan benih hibrid. 3.2 Letak Geografis Wilayah BPBL Lombok terletak di perairan Teluk Sekotong dengan kondisi perairan yang bersih dan jernih, memiliki karang berpasir dengan salinitas 32 0 / / 00 dan ph berkisar Secara geografis, BPBL Lombok terletak pada (BT) dan (LS) dengan ketinggian 5 mdpl. Luas wilayah BPBL Lombok adalah m 2 atau 2.1 Ha. Jarak antara BPBL Lombok dengan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (Mataram) sekitar 70 km. Batas geografis BPBL Lombok sebelah Timur adalah Balai Pengembangan Budidaya Perairan Pantai (BPBPP) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dusun Pangawisan. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Gili Genting. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Lombok dan sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Kedaru. 3.4 Visi dan Misi Motto dari BPBL Lombok adalah Siap Mengembangkan dan Meningkatkan Produksi Budidaya Laut. Visi dari BPBL Lombok adalah sebagai penghasil teknologi terapan di bidang budidaya laut yang produktif dan berdaya saing. Sedangkan misi BPBL Lombok adalah : mengembangkan rekayasa teknologi budidaya laut yang berbasis agribisnis, mempercepat alih teknologi dan sertifikasi budidaya laut, dan meningkatkan kapasitas pelayanan dan kelembagaan. 3.5 Tugas dan Fungsi Tugas utama BPBL Lombok adalah melakukan uji terap teknik dan kerja sama, produksi budidaya laut, pengujian laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan, serta bimbingan teknis budidaya laut. BPBL Lombok memiliki fungsi diantaranya : penyusunan kegiatan teknis dan rencana anggaran, monitoring, evaluasi dan pelaporan, pelaksanaan uji terap teknik pada budidaya laut, pelaksanaan kelengkapan standarisasi pada budidaya laut, pelaksanaan sertifikasi untuk sistem budidaya laut, pelaksanaan teknik kerja sama pada budidaya laut, pengelolaan dan pelayanan sistem informasi dan publikasi dari budidaya laut, pelaksanaan persyaratan layanan uji laboratorium dan kelayakan teknis, pelaksanaan uji kesehatan ikan dan lingkungan, pelaksanaan produksi induk

28 6 berkualitas tinggi, benih unggul, dan produksi peralatan budidaya laut, pelaksanaan bimbingan teknis pada budidaya laut, dan pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. 3.6 Struktur Organisasi Struktur organisasi BPBL Lombok (Gambar 4) dipimpin oleh seorang kepala balai dan dibantu oleh tiga orang pejabat struktural, diantaranya kepala sub-bagian tata usaha, kepala seksi uji terap teknik dan kerja sama, dan kepala seksi pengujian dan dukungan teknis. Kepala balai dibantu oleh beberapa kelompok pegawai fungsional menurut jenis komoditas yang dipimpin oleh seorang koordinator kelompok jabatan fungsional untuk menjalankan fungsinya sebagai unit pelaksana teknis produksi budidaya laut. Kelompok kerja (pokja) dibentuk untuk melaksanakan kegiatan produksi abalon yang dipimpin oleh seorang ketua. Ketua pokja abalon dibantu oleh lima anggota pokja termasuk ketua yang merangkap sebagai anggota yang terdiri dari empat orang pegawai tetap dan satu orang pegawai kontrak. Gambar 4 Struktur organisasi BPBL Lombok Kepala balai sebagai pimpinan satuan organisasi bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikanan

29 7 bimbingan serta memberikan petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahannya. Kepala balai juga wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pimpinan ini dibantu oleh pimpinan satuan organisasi dan dalam pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala. Kepala sub bagian tata usaha dan seluruh jajarannya mempunyai tugas untuk melakukan penyiapan bahan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelaporan keuangan, kegiatan teknis, anggaran, pengelolaan kepegawaian, tata laksana, barang milik negara, rumah tangga, dan ketatausahaan. Kepala seksi uji terap teknik dan kerjasama beserta seluruh jajarannya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan uji terap teknik, standarisasi, sertifikasi, kerja sama teknis, pengelolaan dan pelayanan sistem informasi, serta publikasi perikanan budidaya laut. Kepala seksi pengujian dan dukungan teknis beserta seluruh jajarannya mempunyai tugas untuk melakukan penyiapan bahan pelaksanaan layanan pengujian laboratorium, persyaratan kelayakan teknis, kesehatan ikan dan lingkungan, produksi induk unggul, benih bermutu, dan sarana produksi, serta bimbingan teknis perikanan budidaya laut. Tugas kelompok jabatan fungsional yaitu melaksanakan kegiatan penerapan teknik dan pengujian perikanan budidaya serta kegiatan lain sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional dan peraturan perundang-undangan. Kewajiban jabatan fungsional adalah menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam lingkungan balai besar perikanan budidaya serta dengan instansi lain di luar balai besar perikanan sesuai dengan tugas masing-masing. Kelompok jabatan fungsional juga berkewajiban untuk mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya. 3.7 Keadaan Sumber Daya Manusia Sistem kerja di BPBL Lombok dikelola oleh sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya. Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok adalah 88 orang yang terdiri dari 61 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan dibantu oleh 27 orang pegawai kontrak. Jenjang pendidikan PNS BPBL Lombok secara rinci dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenjang pendidikan PNS di BPBL Lombok No. Jenjang pendidikan Jumlah PNS 1 Pasca Sarjana / S2 7 2 Sarjana / S Diploma IV / D4 7 4 Diploma III / D3 8 5 SMA / SLTA 22 6 SMP / SLTP 0 7 SD 2

30 8 4 FASILITAS PRODUKSI 4.1 Fasilitas Utama Pembenihan Hatchery Hatchery yang digunakan untuk kegiatan pembenihan abalon terdapat dua jenis, yaitu hatchery indoor dan hatchery semi outdoor berdasarkan tata letak unit produksi abalon di BPBL Lombok (Lampiran 1). Kedua hatchery ini digunakan untuk dua spesies abalon yang dibudidayakan, yaitu H. asinina dan H. squamata. Hatchery indoor (Gambar 5 a) merupakan bangunan permanen tertutup yang bagian dasar dan dindingnya terbuat dari bahan beton dan atapnya terbuat dari seng. Hatchery indoor berukuran 20 m x 10 m x 4 m yang bagian dalamnya difungsikan sebagai ruangan pemeliharaan induk dan pemijahan (Gambar 5 b), kultur pakan alami dan pengamatan, serta tempat penyimpanan peralatan. (a) (b) Gambar 5 Hatchery yang digunakan beserta bagiannya : (a) Hatchery indoor dan (b) ruang pemeliharaan induk dan pemijahan Hatchery semi outdoor (Gambar 6) merupakan bangunan semi permanen yang bersifat semi terbuka. Bagian dasarnya terbuat dari bahan semen dan bagian atapnya terbuat dari plastik polikarbonat transparan dan penyangganya tebuat dari besi. Hatchery semi outdoor berukuran 10 m x 5 m x 3 m. Hatchery semi outdor ini difungsikan sebagai ruang pemeliharaan larva hingga ukuran benih dan kultur pakan alami skala massal. Gambar 6 Hatchery semi outdoor

31 Wadah Budidaya Wadah budidaya dalam kegiatan pembenihan terdiri dari : wadah pemeliharaan induk, wadah pemijahan, wadah kolektor telur, wadah penetasan telur, wadah pemeliharaan larva, wadah pemeliharaan rumput laut, dan wadah kultur pakan alami Wadah Pemeliharaan Induk Wadah pemeliharaan induk adalah wadah yang digunakan untuk memelihara induk hingga menghasilkan induk yang matang gonad. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah bak fiber berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 3 m x 1 m x 0.6 m dengan kapasitas L seperti ditunjukkan pada Gambar 7 a. Wadah pemeliharaan induk terletak di dalam hatchery indoor dengan jumlah 6 unit yang terdiri dari 3 unit untuk pemeliharaan induk jantan dan 3 unit untuk pemeliharaan induk betina. Tiap wadah dilengkapi 4 titik aerasi yang dialirkan melalui pipa Poly Vinil Chloride (PVC) diameter 3/4 inci sepanjang 2 m dilengkapi dengan 1 unit keran tiap unit bak. Tiap 1 unit wadah dilengkapi dengan pipa saluran pemasukan air (Gambar 7 b) berupa pipa PVC diameter 1 inci sepanjang 40 cm dan keran. Selain itu, wadah juga dilengkapi dengan pipa saluran pengeluaran air (Gambar 7 c) berupa pipa PVC diameter 1 ½ inci sepanjang 40 cm tiap unit wadah. Pipa saluran pengeluaran air disambungkan dengan bak melalui pipa PVC-ELBOW bentuk L sehingga ketinggian air dapat diatur melalui pipa dengan cara mengatur derajat kemiringannya. (a) (b) (c) Gambar 7 Wadah pemeliharaan induk yang digunakan : (a) bak fiber, (b) pipa saluran pemasukan air dan (c) pipa saluran pengeluaran air

32 Wadah Pemijahan Wadah pemijahan adalah wadah yang digunakan sebagai tempat memijahkan induk jantan dan betina untuk menghasilkan telur yang terbuahi. Wadah pemijahan yang digunakan adalah bak fiber yang spesifikasinya sama dengan wadah pemeliharaan induk. Wadah pemijahan berjumlah 1 unit yang terletak di hatchery indoor dan bersebelahan dengan wadah pemeliharaan induk Wadah Kolektor Telur Wadah kolektor telur adalah wadah yang digunakan pada saat pemijahan yang berfungsi untuk mengumpulkan telur dari bak pemijahan ketika pemijahan dilakukan. Prinsip dari kolektor telur ini adalah menampung air yang mengalir dari pipa saluran pengeluaran air bak pemijahan yang di dalamnya terdapat telur abalon. Kolektor telur ini berupa bak yang terbuat dari bahan plastik yang berbentuk persegi panjang dengan dimensi dimensi 55 cm x 40 cm x 33 cm dan volume air 20 L (Gambar 8). Bak kolektor telur memiliki lubang yang terdapat pada bagian sisi samping kiri atas berukuran 5 m x 10 m yang berfungsi sebagai saluran pengeluaran air. Bak kolektor telur berjumlah 1 unit yang disusun sejajar dengan bak pemijahan dengan posisi berada di bagian sisi saluran pengeluaran air pada bak pemijahan. Gambar 8 Bak kolektor telur Wadah Penetasan Telur Wadah penetasan telur adalah wadah yang digunakan untuk memelihara telur hasil pemijahan hingga menetas menjadi trochopre. Wadah penetasan telur berupa stoples plastik berbentuk tabung silinder dengan volume 20 L (Gambar 9). Kepadatan telur optimal adalah butir telur/l sehingga dalam satu wadah penetasan telur mampu menampung antara butir telur. Wadah penetasan telur dilengkapi dengan 1 buah titik aerasi untuk mengaduk telur agar tidak mengendap dan menempel satu dengan yang lain.

33 11 Gambar 9 Wadah penetasan telur berupa stoples plastik Wadah Pemeliharaan Larva Wadah pemeliharaan larva atau terletak di hatchery semi outdoor. Wadah pemeliharaan larva merupakan bak fiber yang spesifikasinya sama dengan bak pemeliharaan induk (Gambar 10). Saluran pemasukan air berupa pipa PVC diameter 1 inci dilengkapi keran. Saluran pengeluaran air berupa pipa PVC diameter 1 inci dengan yang disambungkan dengan pipa PVC-ELBOW bentuk L. Jumlah bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah 6 unit. Gambar 10 Wadah pemeliharaan larva berupa bak fiber Wadah Pemeliharaan Rumput Laut Wadah pemeliharaan rumput laut adalah wadah yang digunakan sebagai tempat penampungan rumput laut yang menjadi pakan abalon. Rumput laut merupakan organisme hidup yang memerlukan pemeliharaan agar tetap segar ketika diberikan kepada abalon. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan rumput laut adalah kolam beton berbentuk persegi panjang dimensi 1.95 m x 1.85 m x 1.5 m dengan volume L tiap unit. Kolam pemeliharaan rumput laut ini terletak diantara hatchery semi outdoor pendederan dan hatchery ikan hias laut. Kolam pemeliharaan rumput laut (Gambar 11) terdiri dari 6 unit yang disusun secara seri dan diberi sekat antar unit. Kolam pemeliharaan rumput laut dilengkapi dengan saluran pemasukan air berupa pipa PVC diameter 1 ½ inci dan saluran pengeluaran air berupa pipa PVC diameter 2 inci yang langsung dibuang ke laut.

34 12 Gambar 11 Kolam pemeliharaan rumput laut Wadah Kultur Pakan Alami Wadah kultur pakan alami terdiri dari dua jenis berdasarkan skala kultur yang dilakukan. Wadah kultur skala semi massal berupa stoples plastik berbentuk tabung silinder volume 20 L sebanyak 25 buah. Tiap wadah diberi 1 titik aerasi untuk menyuplai oksigen pada saat kultur pakan alami. Wadah kultur massal adalah bak fiber yang digunakan untuk pemeliharaan larva sebelum ditebar Sistem Pengairan Air Laut Air laut yang digunakan untuk kegiatan produksi abalon di BPBL Lombok berasal dari perairan Teluk Sekotong. Air disedot dari tubir pantai dengan pompa dan dialirkan melalui pipa PVC diameter 6 inci. Pompa yang digunakan bermerek Stork model CV dengan daya 10 PK sebanyak 2 unit yang digunakan secara bergantian (Gambar 12). Gambar 12 Pompa air laut Air Tawar Air tawar digunakan untuk sterilisasi media dan peralatan serta pencegahan hama penyakit. Air tawar yang digunakan berasal dari sumur bor di daerah kantor BPBL Lombok dengan menggunakan pompa seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Pompa yang dimiliki sebanyak 3 unit yang digunakan secara bergantian. Pompa sebanyak 2 unit bermerek New Shimizu model PT-190 BIT dengan kapasitas 19 L/menit dan tekanan 10 bar. Pompa lainnya memiliki merek yang sama model PC-260 BIT dengan kapasitas 75 L/menit. Saluran pemasukan air

35 13 terbuat dari pipa PVC dimensi 1 ¼ inci dan saluran saluran pengeluaran air berukuran 1 inci. Gambar 13 Pompa air tawar Tandon Wadah tandon air merupakan wadah tempat penampungan air sebelum disuplai ke setiap wadah penampungan. Wadah tandon air terdiri dari dua bagian berdasarkan jenis airnya. Wadah tandon air laut merupakan bak beton sebanyak 1 unit berbentuk persegi panjang dimensi 20 m x 5 m x 2 m dengan volume 200 ton (Gambar 14 a). Saluran air berupa pipa PVC 6 inci sepanjang 150 m ke arah laut yang digunakan untuk menyedot air dari laut dan menyimpannya di dalam tandon. Wadah tandon dilengkapi dengan pipa PVC 6 inci yag diisi kapas untuk penyaringan air dan air didistribusikan melalui pipa PVC 4 inci. Wadah tandon air tawar terbuat dari tabung fiber merek Grand sebanyak 1 unit berbentuk tabung silinder dengan volume L (Gambar 14 b). Saluran pipa pemasukan dan pengeluaran berupa pipa PVC diameter 3/4 inci. (a) (b) Gambar 14 Wadah yang digunakan sebagai tandon air : (a) bak beton dan (b) tabung fiber Pengelolaan Air Pengelolaan air dilakukan dengan treatment fisik. Air laut dialirkan ke hatchery dengan pipa PVC diameter 2 inci melalui 4 unit filter fisik berupa wadah toren bahan fiber volume L merek Grand. Filter fisik terdiri dari beberapa substrat disusun secara sistematis seperti ditunjukkan pada Gambar 15.

36 14 Gambar 15 Susunan substrat dalam filter fisik air laut Sistem Aerasi Aerasi Aerasi dalam produksi abalon di BPBL Lombok adalah menggunakan 2 unit mesin blower merek Showfou model R (Gambar 16 a) yang digunakan secara bergantian dengan daya 7.5 HP dan kapasitas 4.9 m 3 /menit. Blower terdapat di dalam rumah pompa untuk digunakan pada hatchery indoor dan semi outdoor abalon serta komoditas lainnya. Udara yang dihasilkan blower ini dialirkan melalui pipa PVC diameter 2 inci. Jenis mesin lainnya yang digunakan untuk menyuplai aerasi adalah 1 unit hi-blow merek Hakko model HK-120L yang memiliki daya 128 watt dan kapasitas 125 L / menit (Gambar 16 b) melalui pipa PVC diameter 3/4 inci yang digunakan untuk kultur pakan alami skala semi massal. (a) (b) Gambar 16 Sumber aerasi yang digunakan : (a) blower dan (b) hi-blow Distribusi Saluran udara yang dihasilkan oleh blower didistribusikan melalui pipa PVC 2 inci sepanjang 20 m disambungkan dengan pipa PVC 3/4 inci sepanjang 1 m tiap bak pemeliharaan induk, pemijahan, dan pemeliharaan larva. Distribusi aerasi pada wadah pemeliharaan induk dan pemijahan (Gambar 17 a) terdapat 4 titik aerasi menggunakan selang plastik transparan diameter 0.5 cm sepanjang 5 m yang diberi batu pemberat 4 buah. Distribusi aerasi pada wadah kultur pakan

37 15 alami (Gambar 17 b) yang dihasilkan oleh hi-blow melalui pipa PVC diameter 3/4 sepanjang 12 m disambungkan dengan selang plastik transparan diameter 0.5 cm sepanjang 40 cm pada tiap wadah. Setiap wadah terdapat 1 titik aerasi yang dilengkapi dengan batu pemberat. Wadah kultur pakan alami yang terdapat di dalam ruang kultur pakan alami memiliki 40 titik selang aerasi. (a) (b) Gambar 17 Distribusi aerasi pada wadah : (a) wadah pemeliharaan/pemijahan dan (b) wadah kultur pakan alami Peralatan Kegiatan produksi abalon baik ukuran benih maupun konsumsi membutuhkan beberapa peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran Krat Industri Krat industri merupakan keranjang yang digunakan sebagai wadah penampungan induk yang digantungkan di dalam bak pemeliharaan induk. Tujuan dari penggunaan alat ini adalah untuk memudahkan dalam pengelompokkan induk secara jenis kelamin, umur, tingkat kematangan gonad, dan periode pemijahan. Krat industri yang digunakan berbahan plastik warna hitam merek Napolly yang berbentuk persegi panjang dimensi 0.6 m x 0.5 m x 0.4 m (Gambar 18). Bagian sisi krat industri terdapat lubang untuk memudahkan aliran air masuk ke dalam wadah. Setiap bak pemeliharaan berisi 4 5 krat industri yang digantung pada bak dengan kayu sepanjang 1.2 m yang diikat menggunakan tali tambang. Gambar 18 Krat industri

38 Shelter Shelter merupakan alat yang digunakan sebagai tempat persembunyian, naungan, dan penempelan induk dan benih. Tujuan penggunaan alat ini adalah menghindari induk dari stress akibat cahaya yang terlalu terang dan mengikuti habitat aslinya yang cenderung berada di balik bebatuan dan karang untuk menghindari predator. Shelter yang digunakan berupa pipa PVC diameter 6 inci sepanjang 30 cm yang dibelah secara horizontal menjadi dua bagian (Gambar 19). Setiap krat industri terdapat 1 2 unit shelter. Gambar 19 Shelter Rearing Plate Rearing plate adalah substrat yang digunakan sebagi tempat melekatnya larva abalon stadia veliger. Tujuan dari penggunaan alat ini adalah untuk menumbuhkan pakan fitoplankton jenis bentik diatom di permukaannya sehingga ketika larva dalam proses penempelan pada substrat dapat memperoleh makanan dari alat tersebut. Rearing plate yang digunakan terbuat dari atap plastik supervynil bergelombang seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Tiap satu unit rearing plate terdiri dari 5 lembar berukuran 40 cm x 40 cm. Rearing plate ditempatkan pada bak pemeliharaan larva dengan jumlah unit tiap bak. Gambar 20 Rearing plate Spatula Spatula merupakan alat yang digunakan untuk melepaskan abalon yang menempel di wadah atau substrat. Tujuan penggunaan alat ini untuk membantu mengambil abalon ketika memindahkan abalon dari suatu wadah ke wadah lain, sampling, dan pemanenan. Spatula terbuat dari bahan plastik elastis agar abalon tidak terluka pada saat pelepasan dari substrat/wadah. Jumlah spatula yang digunakan sebanyak 4 buah.

39 Timbangan Timbangan yang digunakan pada unit pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah timbangan digital (Gambar 21 a) dan timbangan manual (Gambar 21 b). Timbangan digital memiliki kapasitas 600 g dengan ketelitian 0.01 g yang digunakan untuk menimbang bobot induk pada saat sampling kematangan gonad dan kapasitas 350 g dengan ketelitian g digunakan untuk menimbang kebutuhan pupuk media kultur pakan alami. Sumber energi yang digunakan adalah batu baterai 1.5 V sebanyak 4 buah dan dibantu dengan energi listrik apabila energi baterai habis. Timbangan manual memiliki kapasitas 3 kg dengan ketelitian 100 g yang tidak memerlukan sumber energi ketika digunakan. (a) (b) Gambar 21 Jenis timbangan yang digunakan : (a) digital dan (b) manual Keranjang Pakan Keranjang pakan yang digunakan dalam unit pembenihan abalon di BPBL Lombok terdiri atas dua jenis, yaitu keranjang jaring dan keranjang plastik. Keranjang jaring terbuat dari bahan jaring nilon dengan diameter 45 cm dan tinggi 60 cm (Gambar 22 a). Keranjang tersebut digunakan untuk mengambil pakan dari bak penampungan pakan dengan kapasitas 20 kg tiap keranjang. Sedangkan keranjang plastik terbuat dari bahan plastik berdiameter 20 cm dan tinggi 15 cm (Gambar 22 b) yang digunakan sebagai wadah pakan pada saat ditimbang dengan kapasitas 500 g tiap keranjang. (a) (b) Gambar 22 Jenis keranjang pakan yang digunakan : (a) keranjang jaring dan (b) keranjang plastik

40 Gayung dan Stoples Gayung dan stoples digunakan untuk mencuci pakan rumput laut sebelum ditimbang dan diberikan pada abalon. Gayung dan stoples terbuat dari bahan plastik dengan volume masing masing 3 L dan 20 L Jangka Sorong Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang cangkang abalon digunakan untuk mengukur panjang cangkang induk, calon induk, dan benih pada saat sampling. Unit pembenihan abalon BPBL Lombok menggunakan 2 buah jangka sorong digital dengan skala 1 mm (Gambar 23). Gambar 23 Jangka sorong Mikroskop Mikroskop digunakan untuk mengamati pertumbuhan pakan alami, perkembangan pembuahan telur (embriogenesis), dan morfologi hama penyakit. Terdapat satu unit mikroskop cahaya dengan empat jenis perbesaran yaitu : 4, 10, dan 20. Sumber energi berasal dari energi listrik dengan pemakaian energi sebesar 6V-20W Haemositometer dan Sedgewick Rafter Haemositometer (Gambar 24 a) adalah alat bantu pengamatan yang terbuat dari bahan kaca tebal yang digunakan untuk menghitung kepadatan jumlah sel fitoplankton. Haemositometer terbuat dari kaca dengan merek Marien Feld yang terdiri dari 25 kotak besar dengan luas 0.04 mm 2 dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak kecil dengan volume mm 3. Sedgewick rafter (Gambar 24 b) adalah alat bantu pengamatan yang terbuat dari bahan kaca dengan ketebalan 1 mm yang digunakan untuk menghitung jumlah telur, derajat pembuahan telur dan derajat penetasan telur. Sedgewick rafter berbentuk persegi panjang dengan panjang berukuran 50 mm yang terdiri dari 50 kotak dan lebar berukuran 20 mm yang terdiri dari 20 kotak. Volume air yang tertampung dengan bagian atas ditutup slide glass adalah 1 ml. Pengukuran dari kedua alat tersebut dibantu dengan alat hand counter (Gambar 24 c).

41 19 (a) (b) (c) Gambar 24 Alat bantu pengamatan : (a) haemositometer, (b) sedgewick rafter dan (c) hand counter Beaker Glass, Cawan Petri, dan Pipet Tetes Beaker glass digunakan mengambil telur dari wadah bak kolektor telur dengan volume 500 ml. Cawan petri digunakan untuk mengambil sampel telur yang diamati menggunakan pipet tetes 1 ml, sedangkan pipet tetes 10 ml digunakan untuk mengukur kebutuhan pupuk pada kultur pakan alami Kompor Gas Kompor gas digunakan untuk memanaskan air yang bertujuan mensterilisasi peralatan dan wadah kultur pakan alami. Penggunaan kompor berasal dari tabung gas 3 kg dan panci stainless steel kapasitas 20 L (Gambar 25). Gambar 25 Kompor gas dan panci stainless steel

42 Air Conditioner (AC) Air Conditioner (AC) digunakan untuk pendingin atau pengatur suhu ruang kultur pakan alami 20 0 C 23 0 C. Unit pembenihan abalon BPBL Lombok menggunakan 2 unit AC bermerek Samsung dan Sharp dengan kapasitas masing masing 0.5 PK (Gambar 26). Gambar 26 Air Conditioner (AC) Lampu Pencahayaan Lampu pencahayaan (Gambar 26) digunakan untuk penerangan dan fotosintesa pakan alami dengan intensitas lux. Lampu yang digunakan adalah lampu fluorescens 18 watt bermerek Philips sebanyak 20 unit. Gambar 27 Lampu pencahayaan Alat Sipon Alat sipon digunakan untuk membuang kotoran yang berada di dasar bak pemeliharaan induk dan bak pemeliharaan larva dengan bantuan gaya gravitasi air. Ada dua jenis sipon yang digunakan berdasarkan pemakaiannya. Alat sipon untuk bak pemeliharaan induk terbuat dari pipa PVC diameter 1 inci dengan panjang 1.5 m yang disambungkan dengan selang plastik diameter 1 inci dengan panjang 1.5 m (Gambar 27). Alat sipon untuk bak pemeliharaan larva terbuat dari selang plastik diameter 1 inci dengan panjang 1.2 m.

43 21 Gambar 28 Alat sipon Wiper Lantai Wiper lantai digunakan untuk mengeringkan air yang ada di lantai hatchery. Wiper lantai yang digunakan terbuat dari bahan karet dengan tangkai pipa PVC 3/4 inci sepanjang 1 m Alat Penyikat Alat penyikat terbuat dari bahan plastik yang digunakan untuk membersihkan wadah dan peralatan dari kotoran yang menempel. Alat penyikat juga digunakan untuk membersihkan cangkang abalon dari kotoran dan hama parasit Tabung Oksigen Tabung oksigen terbuat dari bahan baja dengan tinggi 1.5 m dan volume 1 m 3 (Gambar 29). Tabung oksigen digunakan untuk menyuplai oksigen dalam wadah pengepekan ketika benih akan dikemas dan didistribusikan menggunakan alat transportasi. Gambar 29 Tabung oksigen Peralatan Pengepakan Peralatan pengepakan terdiri dari kantong jaring, kotak pengepakan, dan plastik pengepakan. Kantong jaring terbuat dari jaring nilon ukuran 20 cm x 10 cm (Gambar 30 a) yang berfungsi sebagai wadah abalon sebelum dimasukkan ke dalam plastik pengepakan, sedangkan plastik pengepakan 1.2 m x 0.5 m terbuat

44 22 dari plastik transparan dengan ketebalan 0.6 mm. Kotak pengepakan terbuat dari bahan styrofoam dengan dimensi 1.2 m x 0.6 m x 0.32 m dengan ketebalan 3.5 cm (Gambar 30 b). Tiap kantong jaring diisi individu benih abalon ukuran 3 cm. Tiap plastik pengepakan berisi 10 kantong jaring yang diikat dengan 5 7 buah karet gelang dan ditempatkan pada kotak pengepakan sehingga dalam satu buah kotak pengepakan terisi individu benih abalon. (a) (b) Gambar 30 Peralatan yang digunakan untuk pengepakan : (a) kantong jaring dan (b) kotak styrofoam 4.2 Fasilitas Utama Pembesaran Wadah Pembesaran Wadah pembesaran benih merupakan 3 unit bak beton berbentuk persegi panjang dimensi 10 m x 1.4 m x 1.2 m dengan volume L (Gambar 31 a). Saluran pemasukan air menggunakan pipa PVC diameter 1 ½ inci dengan panjang 70 cm tiap bak (Gambar 31 b) sebanyak 1 unit dan bentuk L sebanyak 2 unit untuk mengalirkan air tiap dua bak. Pipa saluran pengeluaran air di dalam bak berfungsi untuk mengeluarkan air jika dicabut dari lubang yang terdapat di dalam bak. Sedangkan pipa saluran pengeluaran air di luar berfungsi untuk mengatur debit air yang keluar dan menstabilkan ketinggian air. (a). (b) Gambar 31 Wadah yang digunakan untuk pembesaran beserta perlengkapannya : (a) bak beton dan (b) pipa saluran pemasukan air

45 Peralatan Keranjang Benih Keranjang benih adalah wadah yang digunakan untuk penampungan benih yang dipelihara menjadi ukuran konsumsi. Tujuan penggunaan alat ini untuk memudahkan penempatan benih berdasarkan umur, ukuran, dan kualitas. Keranjang berbentuk tabung silinder diameter 50 cm dan tinggi 40 cm yang berbahan jaring kasa dengan ukuran mata jaring 2 mm 3 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Keranjang jaring kasa ini ditempatkan pada bak pendederan dan pembesaran benih. Tiap bak terdapat 9 10 unit keranjang jaring kasa yang digantung pada bak dengan kayu sepanjang 1.2 m yang diikat menggunakan tali tambang. Gambar 32 Keranjang berbahan jaring kasa 4.3 Fasilitas Pendukung Pembenihan dan Pembesaran Listrik Pemenuhan kebutuhan listrik di BPBL Lombok menggunakan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Lombok Barat yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Daya listrik yang digunakan sebesar 140 Kilo Volt Ampere (KVA) dengan menggunakan trafo (Gambar 33 a). Alternatif sumber listrik lainnya menggunakan 1 unit generator set merek Deutz dengan daya sebesar 120 KVA (Gambar 33 b). (a) (b) Gambar 33 Instalasi listrik yang digunakan beserta dayanya : (a) trafo PLN 140 KVA dan (b) generator set 120 KVA

46 Gas Penggunaan gas pada produksi abalon di BPBL Lombok untuk kebutuhan sterilisasi alat pada kegiatan produksi pakan alami. Gas yang digunakan berasal dari Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui agen penjual. Jenis gas yang digunakan adalah Liquid Petroleum Gas (LPG) dalam tabung kapasitas 3 kg Alat Transportasi Alat transportasi yang digunakan adalah 1 unit mobil pengangkutan merek APV berwarna hitam seperti ditunjukkan pada Gambar 34. Mobil pengangkutan tersebut digunakan untuk mengangkut hasil panen ke daerah tujuan pembeli untuk tujuan daerah lokal, ke pelabuhan dan ke bandara untuk tujuan antar pulau. Gambar 34 Mobil pengangkutan Bangunan Bangunan yang digunakan untuk mendukung kegiatan produksi abalon di BPBL Lombok adalah 1 unit kantor, 1 unit rumah ibadah, 1 unit rumah listrik, dan 1 unit rumah pompa Kantor Kantor digunakan untuk mengurus administrasi dalam produksi abalon, baik penjualan produksi maupun pengadaan barang dan jasa. Kantor BPBL Lombok merupakan bangunan permanen bertingkat dua yang terbuat dari bahan beton dengan ukuran 30 m x 10 m x 8 m seperti ditunjukkan pada Gambar 35. Gambar 35 Kantor BPBL Lombok

47 Rumah Ibadah Rumah ibadah yang dimiliki oleh BPBL Lombok merupakan musholla yang digunakan sebagai tempat beribadah bagi pegawai yang beragama Islam. Musholla tersebut bersifat permanen yang terbuat dari bahan beton. Luas musholla 10 m x 10 m x 2.5 m seperti ditunjukkan pada Gambar 36. Musholla dilengkapi dengan 1 set alat pengeras suara. Gambar 36 Musholla Rumah Listrik dan Genset Rumah listik merupakan bangunan yang digunakan sebagai pusat instalasi listrik di BPBL Lombok. Rumah listrik dan genset merupakan bangunan permanen yang terbuat dari bahan beton berukuran 10 m x 5 m x 3 m seperti (Gambar 37). Rumah listrik difungsikan sebagai tempat pengoperasian instalasi listrik dan penyimpanan mesin genset. Gambar 37 Rumah instalasi listrik dan genset Rumah Pompa Rumah pompa (Gambar 38) merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat mesin pompa dan mesin blower. Rumah pompa merupakan bangunan permanen yang terbuat dari bahan beton dengan ukuran 10 m x 5 m x 2 m.

48 26 Gambar 38 Rumah pompa 5 KEGIATAN PEMBENIHAN 5.1 Pemeliharaan Induk Persiapan Wadah dan Media Persiapan wadah dan media dilakukan sebelum induk ditebar di wadah pemeliharaan induk. Kegiatan persiapan wadah dan media diawali pembersihan bak dengan cara disikat bagian dasar dan dindingnya kemudian bak dibilas dengan air mengalir hingga bersih. Bak yang telah dicuci tidak diisi air hingga bagian dasar dan dinding bak benar benar kering. Jika bak sudah kering, maka dilakukan pengisian air laut dengan membuka keran inlet. Pemasangan aerasi dengan jumlah titik aerasi 4 per bak dilakukan setelah pengisian air. Air dialirkan secara terus menerus sehingga terjadi proses sirkulasi atau pergantian air setiap hari. Selain persiapan bak, dilakukan persiapan keranjang dengan cara pencucian keranjang dan disikat untuk membersihkan keranjang dari kotoran yang menempel. Keranjang dijemur di bawah sinar matahari hingga kering setelah dibersihkan lalu disusun di dalam bak pemeliharaan dengan jumlah 4 5 keranjang tiap bak. Keranjang diberi tali tambang nilon pada kedua bagian sisi atasnya untuk digantung pada bak dengan bantuan kayu Penebaran Induk Induk abalon yang akan ditebar dapat diperoleh dari alam dan hasil budidaya. Induk abalon dari alam mempunyai kondisi prima dan selera makan tinggi dan biasanya mempunyai fekunditas dan kualitas telur yang baik. Induk abalon dari hasil budidaya mempunyai laju pertumbuhan merata serta diketahui sejarah hidupnya. Induk yang ditebar adalah induk yang memenuhi kriteria diantaranya : sehat (bergerak aktif, melekat kuat pada shelter, jika diletakkan terbalik langsung membalikkan tubuhnya, nafsu makan tinggi), tidak ada luka dan cacat (bagian cangkang dan daging utuh), tidak stress (tidak mengeluarkan lendir di kolom air secara berlebihan), ukuran panjang cangkang berkisar antara 4 5 cm pada saat awal pemeliharaan dengan umur minimal 2-3 tahun (Setyabudi et al. 2013).

49 27 Induk yang ditebar berasal dari hasil perekayasaan budidaya yang dilakukan oleh BPBL Lombok. Induk abalon jantan dan betina dipelihara pada bak yang terpisah. Induk ditebar ke dalam keranjang plastik yang telah dilengkapi shelter dengan kepadatan individu tiap keranjang Pemberian Pakan Penyediaan pakan yang paling disukai abalon dalam jumlah yang cukup adalah bagian dalam proses pengkondisian untuk perkembangan gonad induk abalon. Konsumsi pakan akan meningkat dengan adanya pertumbuhan gonad dan akan menurun ketika gonad telah berkembang penuh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan untuk induk abalon adalah : stok atau persediaan makroalga / rumput laut sebagai pakan abalon harus ditempatkan di dalam bak yang terpisah dengan pergantian air yang cukup untuk menjaga pakan tetap segar (Setyabudi et al. 2013). Jenis pakan yang diberikan kepada induk abalon adalah Gracillaria sp. (Gambar 39 a) dan Ulva sp. (Gambar 39 b). (a) (b) Gambar 39 Jenis pakan yang diberikan kepada induk abalon : (a) Gracillaria sp. dan (b) Ulva sp. Kegiatan pemberian pakan pada induk diawali dengan pengambilan dan pencucian pakan (Gambar 40). Pakan diambil dari bak pemeliharaan pakan dan harus dicuci bersih sebelum diberikan untuk induk abalon sehingga tidak ada hama predator (kepiting, udang, siput liar) dan kotoran yang masuk ke dalam bak pemeliharaan induk. Pakan yang telah bersih ditiriskan dan ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Gambar 40 Pengambilan dan pencucian pakan

50 28 Metode pemberian pakan adalah adlibitum atau selalu tersedia dalam wadah pemeliharaan. Presentase pakan yang dimakan oleh induk abalon berkisar antara 10 % 20 % biomassa / hari. Jumlah pakan yang ditambahkan secara terus menerus adalah g/keranjang induk dengan interval 2 3 hari sekali. Sisa pakan yang ada sebelum pemberian pakan segar berikutnya harus dibuang Pengelolaan Kualitas Air Induk Pengelolaan kualitas air induk terdiri dari beberapa jenis, diantaranya : pengaturan pergerakan air, filtrasi, pergantian air, dan penyiponan dasar bak. Pengaturan pergerakan air dalam bak pemeliharaan larva harus cukup kuat dengan menggunakan aerasi yang cukup dengan kecepatan 2 3 L/menit dan air mengalir dengan debit 5 10 L/menit. Pengaturan pergerakan air ini bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut agar pemeliharaan induk dapat berjalan dengan optimal. Filtrasi atau penyaringan air dilakukan dengan menggunakan sandfilter yang disusun pada bak bulat kapasitas L. Substrat yang digunakan antara lain pasir, ijuk, dan arang kayu. Air dialirkan dari bawah bak filter dan dikeluarkan dari atas untuk digunakan pada bak pemeliharaan induk setelah substrat disusun. Filtrasi bertujuan untuk mencegah partikel masuk ke dalam wadah pemeliharaan sehingga air tetap jernih dan tingkat kecerahannya baik. Pergantian air total dilakukan sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Selain itu air dijalankan dengan sistem mengalir (flow through) untuk menghasilkan sirkulasi air pada wadah pemeliharaan induk. Penyiponan dasar bak dilakukan tiap hari untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran pada wadah pemeliharaan. Kegiatan penyiponan dasar bak induk (Gambar 41) dilakukan dengan tujuan mengurangi kadar amoniak dari sisa pakan dan kotoran abalon. Gambar 41 Kegiatan penyiponan dasar bak induk Hasil pengelolaan kualitas air dapat dilihat dengan pengukuran kualitas air pemeliharaan induk baik secara fisik maupun kimia yang dilakukan setiap minggu. Adapun hasil dari pengukuran kualitas air pemeliharaan induk dapat dilihat pada Tabel 2.

51 29 Tabel 2 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan induk Baku Hasil Uji (Minggu ke-) No. Parameter Satuan Mutu I II III IV V VI 1 ph Suhu 0 C Salinitas 0 / 00 > DO mg/l > Nitrit mg/l < Nitrat mg/l < Amoniak mg/l < Fosfat mg/l < Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit pada Induk Hama merupakan hewan pengganggu dalam budidaya abalon. Hama yang perlu diwaspadai pada pemeliharaan induk adalah teritip dan biota penempel lainnya (siput liar, udang, dan kepiting) yang terbawa atau menempel pada pakan makroalga. Teritip atau biota penempel lainnya memiliki sifat yang keras dan runcing yang dapat melukai induk. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan hama dilakukan dengan mencuci bersih pakan makroalga sebelum diberikan kepada induk (Setyono 2010). Kotoran dan lumut juga menjadi penyebab penyakit pada abalon. Kotoran dan lumut yang menempel secara terakumulasi pada cangkang induk dapat menutupi lupang respirasi abalon sehingga menghambat proses metabolisme yang menyebabkan induk stress dan sakit. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan dan pemberantasannya adalah dengan cara melakukan monitoring induk setiap hari. Keranjang induk dibersihkan dari sisa pakan dan kotoran yang menempel dengan cara pencucian keranjang induk (Gambar 42). Cangkang yang telah ditumbuhi lumut dan kotoran dibersihkan menggunakan spatula plastik atau alat penyikat halus. Gambar 42 Pencucian keranjang induk

52 Pemijahan Induk Persiapan Wadah Persiapan wadah pemijahan induk pada umumnya sama dengan persiapan wadah pada pemeliharaan induk karena bentuk dan ukuran wadah yang digunakan sama. Persiapan bak pemijahan dilakukan dengan pemasangan bak kolektor telur dan plankton net dengan ukuran 60 um pada bagian saluran pengeluaran air. Air pada bak pemeliharaan dialirkan pelan dengan debit 8 10 L/menit Seleksi Induk Matang Gonad Seleksi induk abalon dilakukan menjelang musim pemijahan (bulan gelap dan bulan terang). Pemeriksaan kematangan gonad abalon dilakukan secara visual, yaitu dengan cara menyibakkan otot kaki dan mantel pada sisi bagian kanan cangkang (Setyabudi et al. 2010). Perbedaan gonad induk abalon jantan dan betina adalah induk jantan memiliki gonad berwarna putih jingga, sementara induk betina berwarna hijau keabuan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 43. (a) (b) Gambar 43 Perbedaan gonad induk abalon : (a) jantan dan (b) betina Seleksi induk dilakukan dengan memilih induk abalon yang sehat dan aktif dengan ukuran cangkang berkisar antara 5 8 cm dan bobot > 50 g. Seleksi induk untuk mengetahui induk yang telah layak dipijahkan adalah dengan cara melakukan pengukuran panjang cangkang induk (Gambar 44 a) dan penimbangan bobot tubuh induk (Gambar 44 b). (a) (b) Gambar 44 Kegiatan seleksi induk : (a) pengukuran panjang cangkang induk dan (b) penimbangan bobot tubuh induk

53 31 Sampling abalon dilakukan setiap 2 minggu untuk memperoleh data populasi dan kematangan gonad induk abalon seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 3. Kematangan gonad dari abalon dibedakan menjadi 4 stadia tingkat kematangan gonad induk abalon seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Induk abalon yang siap untuk dipijahkan adalah induk abalon yang sudah mencapai TKG stadia II yaitu gonad menutupi 50% dari organ hepatopankreas. Tabel 3 Stadia tingkat kematangan gonad induk abalon Stadia TKG (%) Deskripsi 0 Pemulihan (Recovery) 1 Berkembang (Maturing) 2 Matang (Ripe) 3 Memijah sebagian atau total (Spent) Sumber : Setyono 2010 < 25 Gonad terlihat kecil di ujung organ pencernaan, testis berwarna putih kekuningan sedangkan ovari berwarna biru kehijauan Gonad tumbuh menyelimuti % organ pencernaan 50 Gonad berkembang penuh, menyelimuti 50 % organ pencernaan, testis berwarna cerah kekuningan dan ovari berwarna biru kehijauan <50 Abalon telah melepaskan gamet, gonad nampak menyusut dan berwarna pucat Pemijahan Proses pemijahan abalon menggunakan teknik pemijahan secara alami dengan sistem massal. Rasio pemijahan antara induk abalon jantan dan betina adalah 1 : 3. Jumlah induk jantan yang dipijahkan dalam satu siklus pemijahan adalah 50 individu dalam 1 keranjang dan induk betina 150 individu dalam 3 keranjang. Keranjang induk jantan dan betina ditempatkan dalam satu bak pemijahan. Pemijahan terjadi pada rentang waktu pukul 07:00 09:00 WITA. Terjadinya pemijahan ditandai dengan adanya telur berwarna hijau keabuan di dasar bak pemijahan dan bak kolektor telur. Air media pemijahan berbau amis, agak keruh, kadang ada gelembung busa di permukaan (Gambar 45) Gambar 45 Air media pemijahan

54 32 Hasil kegiatan pemijahan yang dilakukan disajikan pada data hasil pemijahan abalon seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Waktu Pemijahan Jumlah Induk (individu) Jantan Betina Tabel 4 Data hasil pemijahan abalon Jumlah produksi telur (butir) Jumlah trocophore (butir) FR (%) Jumlah veliger (individu ) HR (%) 18/02/ /03/ Pemeliharaan Telur Pemanenan Telur Telur dapat dipanen ketika induk abalon selesai memijah pada kisaran pukul 07:00 08:00 WITA. Pemanenan dilakukan dengan menyaring telur yang ada di bak kolektor telur dengan menggunakan plankton net ukuran 60 µm kemudian dibilas dengan air bersih dan ditampung di dalam stoples plastik volume 20 L dengan kepadatan telur telur/l (Gambar 46). Sedangkan telur yang berada di dasar bak pemijahan disifon menggunakan selang plastik diameter 0.5 inci secara hati hat, lalu disaring dengan menggunakan plankton net bertingkat ukuran 250 µm dan 60 µm untuk memisahkan antara partikel kotoran dan telur abalon. Gambar 46 Kegiatan pemanenan telur Telur yang ditampung di stoples plastik 20 L diberi aerasi pelan agar telur menyebar secara merata. Pengamatan derajat pembuahan dan penetasan telur diambil sampel sebanyak 1 ml kemudian diletakkan ke dalam sedgewick rafter dan dilakukan penghitungan di bawah mikroskop. Telur yang dibuahi akan menjadi trochopore kemudian akan menetas dan disebut sebagai veliger. Kemudian dilakukan pengamatan proses penetasan telur atau perkembangan larva di bawah mikroskop. Perkembangan telur hingga mencapai fase veliger berlangsung selama 8 jam (Lampiran 3)

55 Pemeliharaan Larva Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran benih dilakukan di bangunan semi outdoor yang memiliki atap transparan untuk memudahkan masuknya penetrasi cahaya matahari sekaligus mencegah masuknya air hujan dapat menurunkan salinitas air. Persiapan bak pemeliharaan larva dilakukan 3 minggu sebelum penebaran larva. Persiapan dilakukan dengan menumbuhkan diatom pada rearing plate dalam bak pemeliharaan agar ketika veliger mencapai fase penempelan dapat makan dengan cara mengikis diatom yang ditumbuhkan pada substrat tersebut. Persiapan wadah pada bak larva diawali dengan pembersihan. Bak dibersihkan dengan cara menyikat dasar dan dinding bak kemudian dibilas sampai bersih dengan air laut yang telah melewati filtrasi. Rearing plate yang sudah bersih dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan larva sebanyak 26 unit setiap bak kemudian bak diisi air laut hingga penuh dan diberi aerasi sebanyak 4 titik tiap bak. Kultur pakan alami berupa bentik diatom yang ditumbuhkan pada rearing plate setelah dilakukan persiapan wadah dan media Penebaran dan Pemeliharaan Larva Larva yang ditebar adalah larva dengan stadia veliger yang berumur 8 10 jam setelah terjadi fertilisasi. Bak disirkulasi dengan air laut yang melewati saringan sand filter selama 24 jam (flow through) sehari sebelum penebaran. Veliger abalon ditebar ke dalam bak penempelan larva tersebut dengan kepadatan veliger/l air setelah dilakukan sirkulasi air sehingga total kepadatan veliger yang ditebar di bak larva dengan volume 1 ton adalah veliger. Air pada bak larva diaerasi pelan dan tidak dilakukan pergantian air selama 7 hari. Pergantian air dilakukan setelah 7 hari dari penebaran larva dengan sistem air mengalir (flow through) dengan debit air 0.5 L/menit Pemberian Pakan Pemberian pakan dengan cara penambahan konsentrat bibit bentik diatom dari hasil kultur massal dilakukan jika pertumbuhan bentik diatom pada rearing plate terlihat tipis karena dimakan oleh larva abalon. Penambahan konsentrat bentik diatom diulang setiap tujuh hari atau ketika jumlah pakan alami pada rearing plate berkurang. Selama penambahan konsentrat bentik diatom, sirkulasi air dihentikan dan dijalankan kembali setelah 3 hari. Debit air dan volume aerasi ditingkatkan setelah pemeliharaan selama 1 bulan untuk mempertahankan pertumbuhan bentik diatom. Pemberian pakan bentik diatom dilakukan selama 2 bulan hingga larva mencapai ukuran benih 0.5 cm 1 cm Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva Kualitas air pada bak pemeliharaan larva adalah hal yang terpenting untuk mempertahankan kelangsungan hidup larva. Pengelolaan kualitas air pada bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara pergantian / sirkulasi air, filtrasi, penyiponan secara berkala, dan pemberian probiotik. Sirkulasi air dilakukan sejak larva berumur 7 hari untuk menjaga kualitas air baik. Filtrasi air dilakukan dengan menggunakan sand filter yang pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan induk.

56 34 Penyiponan hanya dilakukan apabila terlihat kotoran atau sisa pakan di dasar bak untuk mengurangi kadar amoniak di dalam air. Hasil pengelolaan kualitas air dapat dilihat dengan pengukuran kualitas air pemeliharaan induk baik secara fisik maupun kimia yang dilakukan setiap minggu. Adapun hasil dari pengukuran kualitas air pemeliharaan larva berdasarkan parameternya dapat dilihat pada Tabel 5. No Parameter Satuan Tabel 5 Data kualitas air pemeliharaan larva Baku Mutu Hasil uji (minggu ke-) I II III IV V VI 1 Ph Suhu 0 C Salinitas 0 / 00 > DO mg/l > Nitrit mg/l < Nitrat mg/l < Amoniak mg/l < Fosfat mg/l < Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit Hama yang menjadi kompetitor bagi larva abalon adalah larva chironomus yang berasal dari lingkungan luar. Larva chironomus memakan bentik diatom yang menempel pada rearing plate dengan sangat cepat sehingga abalon kekurangan pakan sebagai nutrisi yang dapat menyebabkan abalon mati. Wadah yang terserang larva chironomus dapat terlihat dengan terbentuknya koloni pada dasar dan dinding bak bahkan di permukaan rearing plate yang berasal dari kotoran dan campuran bentik diatom yang di dalamnya terdapat persembunyian larva chironomus tersebut. Penanganan hama tersebut dilakukan dengan menyifon larva chironomus yang bersembunyi di balik koloni tersebut. Penyiponan dilakukan hingga seluruh dinding, dasar bak, dan permukaan rearing plate bebas dari hama tersebut Pemanenan Juvenil Juvenil yang berumur lebih dari 2 bulan diberikan pakan makro alga seperti Gracillaria sp. dan Ulva sp. Juvenil abalon mulai banyak yang menempel di rumput laut tersebut setelah 1 minggu. Juvenil dipindahkan secara bertahap dari bak pemeliharaan larva ke bak pendederan. Juvenil yang masih menempel pada rearing plate dipindahkan menggunakan spatula plastik plastik pipih dan tipis agar tidak melukai otot kaki dari juvenil. Sortir saat panen dilakukan untuk juvenil dengan panjang cangkang di atas 0.5 cm sedangkan juvenil kurang dari 0.5 cm dibiarkan tetap menempel pada rearing plate.

57 Pemeliharaan Benih Abalon yang berukuran kecil dengan panjang cangkang < 2 cm memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah karena lebih mudah dimangsa oleh predator dan kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memproduksi benih abalon ukuran siap tebar (Setyabudi et al. 2013). Kegiatan pemeliharaan benih terdiri dari persiapan wadah dan media pemeliharaan benih, penebaran juvenil, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air pemeliharaan benih, pencegahan dan pemberantasan hama penyakit, dan pemanenan benih Persiapan Wadah dan Media Persiapan wadah berupa bak beton semi outdoor diawali dengan pembersihan bak dengan cara menyikat bagian dasar dan dinding bak lalu dibersihkan dengan air laut. Desinfeksi dilakukan setelah bak dibersihkan dengan cara pembilasan menggunakan klorin. Wadah dibersihkan dengan air laut hingga bersih setelah dilakukan pembilasan. Bak yang telah telah didesinfeksi diisi dengan air laut hingga penuh dan diberi aerasi kuat Penebaran Juvenil Juvenil ditebar ke dalam keranjang bulat berdiameter 50 cm dan tinggi 40 cm dilapisi waring dengan ukuran mata jaring 2 3 mm yang dilengkapi shelter berupa 2 potongan pipa PVC diameter 6 inci dengan panjang 40 cm. Padat tebar juvenil untuk tiap keranjang adalah 500 individu. Keranjang berisi juvenil abalon digantung di bak pemeliharaan benih yang sudah bersih dan dialiri air laut yang telah melewati sandfilter dengan sistem air mengalir secara kontinu (flow through) Pemberian Pakan Juvenil diberi pakan berupa rumput laut segar dari jenis Ulva sp. dan Gracillaria sp. secara adlibitum atau pakan selalu tersedia dengan dosis (feeding rate) antara % dari biomassa per hari. Pemberian pakan dilakukan minimal 2 kali dalam satu minggu Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Benih Pengelolaan kualitas air pemeliharaan benih dilakukan dengan melakukan penyiponan dasar bak terhadap sisa pakan dan kotoran yang dilakukan setiap pagi hari. Pergantian air sebanyak 50 % dilakukan setelah penyiponan dasar bak Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit Hama yang sering mengganggu adalah jenis udang kecil yang menempel pada pakan rumput laut ketika diberikan kepada juvenil. Hama tersebut sering masuk ke dalam cangkang abalon melalui celah lubang cangkang untuk bersembunyi sehingga mengganggu proses metabolisme abalon. Pencegahan hama dilakukan dengan mencuci pakan rumput laut dengan bersih. Sedangkan untuk memberantas hama yang sudah menempel pada rumput laut adalah dengan melakukan perendaman pakan pada air tawar selama 15 menit sehingga hama yang menempel akan mati dan mengapung di permukaan air.

58 Kultur Pakan Alami Kultur Skala Semi Massal Persiapan Wadah dan Media Kultur Wadah kultur adalah stoples plastik kapasitas 20 L. Persiapan awal yang dilakukan adalah pencucian wadah kultur dengan air tawar. Sterilisasi dilakukan setelah tahap pencucian dengan membilas wadah menggunakan air tawar yang dipanaskan hingga mendidih. Peralatan seperti pipet tetes, selang aerasi, dan batu aerasi direndam dan direbus dengan air tawar di dalam panci dengan bantuan kompor gas. Pengeringan wadah dan peralatan dilakukan setelah proses sterilisasi dilakukan. Media kultur adalah air laut yang telah melewati sand filter. Air laut disterilisasi dengan cara dialirkan melalui lampu UV. Air yang telah disterilisasi dengan sinar UV disimpan di dalam drum plastik kapasitas 200 L. Air diberi klorin dengan dosis 0.13 ppm sebelum digunakan sebagai media kultur. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh patogen yang terbawa bersama air. Selang 1 jam kemudian dilakukan netralisasi menggunakan natrium thiosulfat dengan dosis 0.05 ppt. Pengisian air laut ke wadah stoples sebanyak 4 5 unit dengan volume 10 L per stoples dilakukan setelah proses netralisasi. Air dalam wadah diberi aerasi kuat dan pencahayaan dengan menggunakan lampu fluorescens 18 watt sebanyak 20 buah dan suhu udara diturunkan hingga 20 0 C menggunakan Air Conditioner (AC) 1 PK Pemupukan Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton skala semi massal adalah pupuk proanalis, yaitu pupuk KW21 (Gambar 47 a) dan pupuk Na medium (Gambar 47 b). Dosis pemberian pupuk silikat adalah 0.5 g/l dan pupuk KW21 adalah 0.75 ml/l. Pemberian pupuk dilakukan menggunakan pipet mohr yang diteteskan ke dalam toples sesuai dengan kebutuhan tiap wadah.

59 37 (a) (b) (c) Gambar 47 Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton : (a) KW21 dan (b) silikat serta (c) kegiatan pemupukan Penebaran Inokulan Pakan alami yang digunakan adalah fitoplankton jenis bentik diatom. Diatom yang dikultur adalah jenis Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp. Ketiga jenis diatom ini bisa menghasilkan lapisan tipis yang berisi zat polymer ekstraseluler yang bermanfaat sebagai pakan larva abalon yang baru menempel (Setyabudi et al. 2013). Nitzschia sp. memiliki kandungan nutrisi yang lengkap yaitu protein 33%, lemak 21%, serat kasar 28%, dan asam lemak tidak jenuh 31% (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Inokulan berasal dari unit produksi pakan alami hasil kultur bertingkat dan ditebar ke wadah kultur sebanyak L per stoples seperti yang ditunjukkan pada Gambar 48. Produksi pakan alami dilakukan secara berkala (Lampiran 6). Gambar 48 Kegiatan penebaran inokulan

60 Sampling Pertumbuhan Populasi Sel Sampling pertumbuhan populasi sel dilakukan dengan cara pengamatan jumlah sel sampel di bawah pengamatan mikroskop selama 11 hari. Sampling bertujuan untuk mengetahu tingkat kepadatan dan penentuan masa panen diatom. Alat bantu sampling menggunakan haemositometer dan hand counter. Cara sampling pertumbuhan populasi sel adalah dengan pengambilan sampel sel menggunakan pipet tetes 1 ml. Pipet tetes dan tangan operator disterilisasi dengan alkohol 70 %. Jumlah sel dihitung di dalam kotak sedang yang terdapat pada haemositometer dengan 3 kali ulangan. Data grafik pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp. dapat dilihat pada Gambar 49 dan secara spesifik dijelaskan pada Lampiran 4. Gambar 49 Data grafik pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp Pemanenan Berdasarkan hasil pengamatan kepadatan sel Nitzschia sp., pemanenan sebaiknya dilakukan pada hari ke 7. Hal ini disebabkan karena titik kepadatan sel terbanyak berada dalam fase ini. Pemanenan dilakukan dengan melepaskan peralatan aerasi dari wadah kultur. Untuk pemanenan diatom jenis Navicula sp. dan Amphora sp. sebelum dilakukan pemanenan, air media dibuang hingga tersisa seperempatnya. Kemudian diaduk endapan yang merupakan bentik diatom hingga larut. Pengadukan dilakukan secara manual dengan tangan yang sudah disterilisasi terlebih dahulu menggunakan alkohol atau pencucian dengan air tawar. Pakan alami bentik diatom yang dipanen siap untuk dikultur dalam skala massal pada wadah pemeliharaan larva Kultur Skala Massal Persiapan Wadah dan Media Kultur Wadah kultur adalah bak larva ukuran 3 m x 1 m x 0.6 m dengan volume air 1.5 ton. Persiapan awal wadah kultur adalah pengisian air. Sterilisasi air media penumbuhan pakan alami dilakukan setelah pengisian air dengan menggunakan

61 39 klorin dosis 0.13 ppm sehingga kebutuhan klorin untuk bak fiber volume 1.5 ton adalah 200 ml. Netralisasi dilakukan satu jam setelah proses sterilisasi menggunakan natrium tiosulfat dengan dosis 0.05 ppt sehingga kebutuhan natrium tiosulfat untuk bak fiber volume 1.5 ton adalah 75 g Penebaran Inokulan Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal (Gambar 50) berupa Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp. dilakukan satu jam setelah netralisasi air dengan volume inokulan masing masing sebanyak 10 L yang diperoleh dari hasil kultur pakan alami skala semi massal. Selama inokulasi, tidak dilakukan pergantian air (sirkulasi) selama 4 hari. Pada hari kelima, air dialirkan secara perlahan. Pemakaian pakan alami untuk kultur skala massal disajikan dalam data seperti ditunjukkan pada Lampiran 7. Gambar 50 Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal Pemupukan Ulang Pemupukan ulang dilakukan pada hari keenam menggunakan pupuk teknis yang dijelaskan secara rinci pada Tabel 6. Selama proses inokulasi dan pemupukan, dilakukan penambahan bibit bentik diatom sampai rearing plate dan semua sisi bak berwarna cokelat. Tabel 6 Pupuk teknis yang digunakan pada pemupukan ulang Kebutuhan No. Jenis Pupuk Dosis (g/l) Pupuk (g/ton) 1 NaNO EDTA NaHPO 4 H 2 O Clewat NaHCO Silikat Pemanenan Pemanenan pakan alami skala massal pada bak kultur adalah bak yang siap ditebar larva. Bak pemeliharaan larva siap ditebar veliger pada minggu ketiga

62 40 setelah inokulasi. Tanda bak yang siap ditebar adalah air berwarna bening kecokelatan (Gambar 51 a) dan bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing plate (Gambar 51 b). (a) (b) Gambar 51 Hasil pemantauan pakan alami : (a) air berwarna bening kecokelatan dan (b) bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing plate 5.7 Pemanenan dan Pengangkutan Benih Pemanenan Benih Juvenil yang dipelihara hingga mencapai ukuran benih dengan panjang cangkang 2 3 cm masa pemeliharaan 2 3 bulan dapat dipanen untuk dijual atau dibesarkan menjadi ukuran konsumsi. Pemanenan benih yang memenuhi kriteria layak jual dilakukan dengan cara mengangkat keranjang dari bak pemeliharaan. Gambar 52 Pemanenan benih abalon Sortir dan Grading Sortir merupakan penyeleksian benih berdasarkan keseragaman ukuran panjang cangkang. Penyortiran dilakukan dengan memisahkan abalon yang berukuran siap jual. Abalon yang menempel pada wadah dilepaskan dengan spatula plastik secara perlahan untuk dipindahkan ke wadah lainnya. Abalon yang masih berukuran di bawah 2 3 cm dibiarkan di dalam wadah pemeliharaan hingga benih mencapai ukuran yang layak jual. Grading merupakan penyeleksian benih berdasarkan kualitas benih diantaranya kondisi benih yang sehat, kuat dan tidak cacat. Benih yang tidak memiliki kriteria layak jual dipisahkan dari benih

63 41 lainnya. Kegiatan sortir dan grading dilakukan secara bersamaan pada saat benih akan di-packing (Gambar 53). Gambar 53 Kegiatan sortir dan grading Pengepakan Benih Pengepakan benih dilakukan secara tiga tahap. Tahap pertama adalah pengepakan benih dengan kantong jaring berukuran 20 cm x 10 cm (Gambar 51). Tujuannya untuk memudahkan pengambilan benih pada saat benih sampai kepada konsumen. Tiap kantong diisi individu benih ukuran 2 3 cm. Pengepakan dengan kantong jaring dilakukan 1 2 hari sebelum diangkut atau dikirim menggunakan jalur transportasi. Pada saat melakukan pengepakan, terdapat 20 kantong jaring sehingga jumlah benih yang dikemas adalah 700 individu. Pakan Gracillaria sp. dimasukkan g ke dalam tiap jaring sebagai pakan benih pada saat proses transportasi. Pengepakan dengan kantong jaring diikat menggunakan tali nylon seperti ditunjukkan pada Gambar 54. Kantong jaring berisi benih direndam pada bak pemeliharaan dan diberi aerasi setelah dilakukan pengepakan tahap pertama dan dibiarkan hingga proses pengepakan selanjutnya. Gambar 54 Pengepakan benih dengan kantong jaring Pengepakan tahap kedua adalah pengepakan saat benih akan diangkut atau dikirim. Pengepakan tahap kedua menggunakan kantong plastik transparan ukuran 120 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.6 mm (Gambar 55 a). Kepadatan benih per kantong plastik adalah 10 kantong jaring atau 350 individu benih yang diisi 25 % air dan 75 % gas oksigen. Pengepakan dengan kantong plastik diikat menggunakan karet gelang sebanyak 3 5 buah per plastik. Pengepakan tahap

64 42 ketiga menggunakan kotak berbahan styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm dengan ketebalan 3.5 cm (Gambar 55 b). Tiap kotak diisi 1 kantong plastik. Pengepakan dengan box styrofoam menggunakan lakban sebagai alat perekat. (a) (b) Gambar 55 Kegiatan pengepakan benih : (a) menggunakan plastik packing dan (b) menggunakan kotak styrofoam Anestesi Pengepakan dan pengangkutan abalon dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jarak tempuh, suhu, oksigen terlarut, kepadatan, dan ekskresi yang dikeluarkan. Suhu air akan berpengaruh pada tingkat metabolisme tubuh. Tingkat metabolisme tubuh akan berdampak pada tingkat konsumsi oksigen. Semakin aktif metabolisme tubuh maka semakin tinggi tingkat konsumsi oksigennya (Setyono 2010). Anestesi dilakukan untuk mengurangi tingkat metabolisme tubuh selama pengangkutan. Anestesi dilakukan dengan pemberian es batu volume 1000 ml/kg sebanyak 2 buah. Es batu diberikan pada sudut kotak packing dengan dalam wadah plastik yang dibungkus koran (Gambar 56). Benih abalon yang dianastesi akan tahan dalam pengangkutan selama 48 jam. Gambar 56 Pemberian es batu pada kotak packing Pengangkutan dan Transportasi Benih Pengangkutan an transportasi benih menggunakan dua jalur, jalur darat dan udara. Pengangkutan dan transportasi benih dilakukan pada pukul WITA. Pengangkutan dan transportasi jalur darat menggunakan mobil APV untuk diangkut ke kargo Bandara Internasional Lombok (Gambar 57). Jarak dari lokasi balai menuju bandara adalah ± 80 km dengan waktu tempuh 1 jam. Benih yang

65 43 diangkut akan dikirim ke Makassar melalui jalur udara menggunakan pesawat. Benih diantar ke kargo untuk didata dan ditimbang. Benih yang telah didata diperiksa oleh pihak karantina ikan dan diangkut ke pesawat oleh pihak kargo. Gambar 57 Pengangkutan dan transportasi benih jalur darat menggunakan mobil 6 KEGIATAN PEMBESARAN 6.1 Persiapan Wadah dan Media Wadah pembesaran adalah wadah yang sama dengan pemeliharaan benih. Wadah disikat dan dibilas sampai bersih seperti ditunjukkan pada Gambar 58 lalu dibiarkan hingga kering. Desinfeksi wadah dengan pembilasan menggunakan kalsium hipoklorit (kaporit) 60 %. Wadah diisi air hingga penuh dan dialirkan secara kontinu (flow through) setelah dilakukan desinfeksi. Gambar 58 Kegiatan penyikatan dan pembilasan wadah 6.2 Penebaran Benih Penebaran benih dilakukan dengan cara menempatkan benih pada keranjang pemeliharaan benih dengan bahan jaring nylon berdiameter 60 cm dan tinggi 50 cm. Benih yang siap ditebar untuk pembesaran adalah benih ukuran 2 3 cm (Gambar 59) dengan kepadatan 500 individu per keranjang.

66 44 Gambar 59 Benih yang siap ditebar untuk pembesaran 6.3 Pemberian Pakan Pertumbuhan benih bergantung terhadap ketersediaan dan kualitas pakan. Pakan yang diberikan kepada benih berupa makro alga yaitu rumput laut segar jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Metode pemberian pakan adalah adlibitum atau pakan selalu tersedia dengan dosis pemberian antara % dari biomassa tubuh. Pemberian pakan pada benih ditebar secara merata ke seluruh wadah seperti pada Gambar 60. Frekuensi penambahan pakan dilakukan 2 3 kali dalam satu minggu. Gambar 60 Pemberian pakan pada benih 6.4 Sampling Pertumbuhan Sampling dilakukan untuk mengukur pertumbuhan benih dan menentukan jumlah pakan yang dimakan. Sampling dilaksanakan setiap minggu dengan mengukur sampel benih sebanyak 30 individu (Gambar 61). Cara pelaksanaan sampling adalah dengan mengambil benih menggunakan spatula plastik. Pengukuran panjang menggunakan alat jangka sorong dan penimbangan bobot menggunakan alat timbangan digital dengan skala 0.01 g.

67 SGR (%/individu/hari) 45 Gambar 61 Kegiatan sampling benih Hasil kegiatan sampling benih menunjukkan data populasi, kebutuhan pakan, dan pertumbuhan benih seperti ditunjukkan pada Lampiran 8. Data pertumbuhan spesifik harian benih abalon dapat dilihat pada Gambar 59. 0,050 0,045 0,040 0,035 0,030 0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 0, Periode Sampling (Minggu) Gambar 62 Laju pertumbuhan spesifik / Spesific Grow Rate (SGR) 6.5 Sortir dan Grading Sortir dilakukan pada benih berukuran 3 5 cm. Benih dipisahkan berdasarkan ukuran dan dipelihara dalam keranjang terpisah. Penyortiran menggunakan spatula plastik untuk melepaskan abalon dari keranjang pemeliharaan. Sedangkan grading dilakukan untuk memisahkan benih yang cacat dan sakit. Benih yang cacat atau sakit dipelihara dalam wadah yang terpisah untuk diberi tindakan pemulihan dengan meningkatkan kualitas air.

68 Pemanenan Abalon Abalon dengan ukuran > 5 cm adalah abalon ukuran layak konsumsi yang siap dipanen. Abalon dipanen dengan cara melepaskan abalon dari keranjang pemeliharaan (Gambar 63) dan siap untuk dikemas. Gambar 63 Kegiatan pemanenan abalon 6.7 Pengepakan Abalon Ukuran Konsumsi Pengepakan abalon dilakukan dengan menggunakan plastik dan kotak styrofoam. Plastik yang digunakan adalah plastik transparan dengan ukuran 120 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.6 mm. Tiap plastik diisi individu abalon dan diisi air 25 % dan oksigen 75 %. Plastik diikat dengan menggunakan karet gelang sebanyak 5 buah per plastik. Abalon yang telah di-packing dengan plastik ditempatkan di dalam kotak styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm dengan ketebalan 3.5 cm. Untuk menjaga kestabilan suhu sewaktu pengangkutan dan transportasi tiap kotak diselipkan es batu volume 1000 L sebanyak 2 buah. 6.8 Pengangkutan dan Transportasi Abalon Pengangkutan dan transportasi abalon melalui jalur darat menggunakan mobil pengangkutan. Segmentasi pemasaran abalon ukuran konsumsi adalah restoran di daerah Mataram. 7 ASPEK USAHA 7.1 Pembenihan Pemasaran Produk Benih yang dijual adalah benih ukuran > 3 cm. Untuk memproduksi benih ukuran tersebut dibutuhkan pemeliharaan mulai dari pemijahan hingga panen selama 6 bulan. Jumlah benih yang dijual per tahun adalah individu benih dengan harga Rp per individu. Benih yang dijual adalah benih berkualitas

69 47 yang dibuktikan dengan ciri ciri : sehat, tidak cacat, ukuran seragam, warna cerah, an menempel dengan kuat pada substrat. Penjualan benih dilakukan pada segmentasi usaha pembesaran dan lembaga penelitian yang ditargetkan di wilayah Makassar, Bali, Sumbawa, dan Lombok Tujuan Tujuan pemasaran adalah daerah lokal di wilayah Lombok dan antar pulau di wilayah Bali, Sumbawa, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar. Pengiriman dilakukan dengan jarak waktu 1 3 jam di daerah lokal dan 4 8 jam di daerah antar pulau Distribusi Cara pengangkutan dilakukan dengan transportasi darat menggunakan mobil untuk wilayah lokal. Transportasi laut dan udara menggunakan kapal laut dan pesawat terbang untuk wilayah antar pulau. Sistem pembayaran dilakukan secara langsung untuk wilayah lokal dan sistem transfer melalui bank untuk wilayah antar pulau Pengadaan Sarana Produksi Induk Induk yang digunakan berjumlah individu yang terdiri dari 697 individu induk jantan dan 729 individu induk betina. Induk jantan dan betina memiliki ukuran panjang cangkang rata rata yang berkisar antara 5.9 cm 6.6 cm dan bobot tubuh rata rata yang berkisar antara g g. Induk yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berumur > 2 tahun. Induk berasal dari hasil perekayasaan yang dilakukan oleh BPBL Lombok dengan harga Rp /individu Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan alami rumput laut segar jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pakan Gracillaria sp. berasal dari Lombok Tengah yang diperoleh dengan cara membeli dari pembudidaya sedangkan pakan Ulva sp. berasal dari pesisir perairan Teluk Sekotong yang diperoleh dengan cara mengambil secara langsung yang dilakukan oleh pegawai BPBL Lombok. Harga beli pakan Gracillaria sp. adalah Rp 1 000/kg dan biaya pengadaan pakan Ulva sp. adalah Rp 500 /kg Pupuk Pupuk digunakan untuk kegiatan kultur pakan alami baik secara semi massal maupun secara massal. Pupuk yang digunakan dalam kegiatan kultur pakan alami ini terdiri dari beberapa jenis sesuai pengadaannya seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Data pengadaan pupuk kultur pakan alami No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan 1 NaNO 3 1 kg Emsure Jakarta 2 EDTA 250 g Jakarta 3 NaH 2 PO 4 H 2 O 1 kg Jakarta

70 48 No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan 4 NaHCO g Emsure Jakarta 5 Clewat 32 1 kg Jakarta 6 Silikat 2.5 L Jakarta 7 KW21 1 L Japan KW Jakarta Bahan Kimia Bahan kimia digunakan untuk kegiatan sterilisasi dan kultur pakan alami. Jenis bahan kimia secara rinci dijelaskan pada Tabel 8. Tabel 8 Data pengadaan bahan kimia untuk kegiatan pembenihan abalon No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan 1 Alkohol 70 % 1 L Bt Mataram 2 Klorin 20 L Mataram 3 Kaporit 60 % 20 kg Tjiwi Kimia Mataram 4 Na-thiosulfat 500 g Mataram 5 Oksigen 1 m Mataram Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan dalam kegiatan pembenihan adalah bensin, solar, dan gas. Bensin digunakan untuk bahan bakar alat transportasi dalam proses pengiriman benih yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp / L. Solar digunakan untuk bahan bakar mesin genset yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp / L. Sedangkan gas digunakan untuk bahan bakar kompor dalam kegiatan sterilisasi yang diperoleh dari agen penjual Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembenihan abalon berjumlah empat orang seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Data pengadaan tenaga kerja kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok No. Jenis Pendidikan Asal Sifat Honor per bulan (Rp) 1 Ketua pokja S1 Jawa Tengah PNS Anggota bagian induk S1 Jawa Tengah PNS Anggota bagian pakan alami D3 Jawa Timur PNS Analisis Usaha Analisis usaha pembenihan abalon disusun berdasarkan asumsi berikut : 1. Kegiatan pemijahan rutin dilakukan setiap bulan dengan masa produksi untuk menghasilkan abalon ukuran benih adalah 6 bulan, sehingga dalam satu tahun, terdapat 7 siklus pembenihan (Lampiran 9). 2. Induk yang dipijahkan sebanyak 697 individu induk jantan dan 729 individu induk betina dengan bobot rata-rata g/individu dan masa rematurasi induk adalah 28 hari. Dalam satu kali pemijahan, perbandingan induk jantan

71 49 dan betina adalah 1 : 3 dengan jumlah induk jantan 50 individu dan induk betina 150 individu. 3. Metode pemberian pakan induk adalah adlibitum dengan jumlah pemberian pakan 15% dari biomassa tubuh induk/hari. Sehingga kebutuhan pakan induk adalah 15% x (48.66 g/individu x 1426 individu) = 15% x kg = 10.4 kg/hari atau 3.8 ton/tahun. 4. Rata-rata fekunditas induk abalon adalah butir telur/individu dengan tingkat kematangan gonad 60% sehingga jumlah telur yang dihasilkan setiap induk adalah butir telur/individu. Persentase induk yang memijah tiap siklus adalah 6% sehingga dalam satu kali pemijahan, jumlah telur yang dihasilkan adalah butir telur. 5. Rata-rata derajat pembuahan telur adalah 60%, derajat penetasan telur 85%, dan tigkat kelangsungan hidup 0.15% sehingga jumlah benih yang dihasilkan tiap siklus adalah butir telur x FR 60% x HR 85% x SR 0.15% = individu benih. Dari data tersebut, jumlah benih yang dihasilkan dalam satu tahun sebanyak individu benih/siklus x 7 siklus = individu benih Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan sebagai modal yang dibutuhkan dalam penyediaan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha dan sifatnya tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi dan lebih dari satu tahun. Rincian biaya investasi BPBL Lombok untuk kegiatan pembenihan dijelaskan secara rinci pada Tabel 10. Tabel 10 Rincian biaya investasi pembenihan abalon di BPBL Lombok No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Alokasi Harga Total Satuan (Rp) (%) (Rp) 1 Lahan perkantoran m Lahan instalasi m Lahan hatchery m Lahan kolam pakan m Bangunan kantor unit Bangunan instalasi unit Bangunan hatchery unit Instalasi listrik paket Instalasi air dan aerasi paket Tandon air laut unit Tandon air tawar unit Tabung filter fisik unit Kolam rumput laut unit Bak fiber unit Krat industri unit Kayu penggantung batang Spatula plastik buah Shelter buah Rearing plate Set Egg colector unit Plankton net 60 µm buah Plankton net 80 µm buah

72 50 No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Alokasi Harga Total Satuan (Rp) (%) (Rp) 23 Mikroskop buah Haemositometer buah Sedgewick rafter buah Gelas ukur 1000 ml buah Cawan petri buah Pipet mohr 10 ml buah Pipet tetes 1 ml buah Stoples plastik 20 L buah Skapel lantai buah Alat sifon buah Meja kayu buah Lemari kayu unit Keranjang jaring buah Keranjang plastik buah Jangka sorong unit Timbangan analog unit Timbangan digital unit Panci Stainless steel unit Kompor gas 2 tungku unit Mobil APV unit Hi-blow unit Blower unit Pompa air laut unit Air Conditioner 0 5 PK unit Lampu fluorescens buah Total Biaya Biaya investasi dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp Biaya Penyusutan Biaya penyusutan merupakan alokasi biaya investasi dalam setiap tahun. Biaya penyusutan adalah hasil dari harga total dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur teknis. Rincian biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembenihan abalon dapat dilihat pada Tabel 11. No. Tabel 11 Rincian biaya penyusutan pembenihan abalon Komponen Biaya Harga Total (Rp) Umur Teknis (Tahun) Nilai Sisa (Rp) Biaya Penyusutan (Rp) 1 Bangunan kantor Bangunan instalasi Bangunan hatchery Tandon air laut Tandon air tawar Tabung filter fisik Kolam rumput laut Bak fiber Krat industri

73 51 No. Komponen Biaya Harga Total (Rp) Umur Teknis (Tahun) Nilai Sisa (Rp) Biaya Penyusutan (Rp) 10 Kayu penggantung Spatula plastik Shelter Rearing plate Egg collector Plankton net 60 µm Plankton net 80 µm Mikroskop Haemositometer Sedgewick rafter Gelas ukur 1000 ml Cawan petri Pipet mohr 10 ml Pipet tetes 1 ml Stoples plastik 20L Skapel lantai Alat sifon Meja kayu Lemari kayu Keranjang jaring Keranjang plastik Jangka sorong Timbangan analog Timbangan digital Panci Stainless steel Kompor gas Mobil APV Hi-blow Blower Pompa air laut AC 0 5 PK Lampu 18 W Total Biaya Biaya penyusutan dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan baik ada ataupun tidak ada kegiatan produksi. Biaya tetap untuk pembenihan abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci pada Tabel 12. Tabel 12 Rincian biaya tetap pembenihan abalon No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per Alokasi Total Biaya Bulan (Rp) (%) (Rp) 1 Penyusutan PBB paket Pajak kendaraan unit

74 52 No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per Alokasi Total Biaya Bulan (Rp) (%) (Rp) 5 Gaji kepala produksi orang Gaji pegawai orang Gaji tenaga kontrak orang THR kepala produksi orang THR pegawai orang THR tenaga kontrak orang Perawatan mesin paket Abodemen listrik paket Pakan induk kg TOTAL Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Biaya variabel untuk pembenihan abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci pada Tabel 13. Tabel 13 Rincian biaya variabel pembenihan abalon No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya per Siklus (Rp) Biaya per tahun (Rp) 1 Listrik Inokulan L NaNo 3 g EDTA g NaHPO 4 H 2 O g Clewat-32 g NaHCO 3 g Silikat L 0, Klorin L 0, Na Thiosulfat g Kaporit g Alkohol L 0, Gracillaria kg Ulva kg Kotak styrofoam kotak Plastik packing lembar Karet gelang buah Solar L 52, Bensin L TOTAL Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembenihan abalon oleh BPBL Lombok adalah Rp per siklus atau Rp per tahun.

75 Biaya Total Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama satu tahun produksi. Perhitungan biaya total untuk pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah : Biaya Total = Biaya tetap + Biaya variabel per tahun = Rp Rp = Rp Jumlah biaya total yang dikeluarkan pada kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp Penerimaan Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh dalam satu siklus usaha. Perhitungan penerimaan dari hasil penjualan benih abalon di BPBL Lombok adalah : Penerimaan = Jumlah produksi per siklus x harga jual per individu = individu per siklus x Rp 6500 per individu = Rp Jumlah penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp per siklus. Dalam satu tahun, terdapat 7 siklus kegiatan, sehingga penerimaaan dalam satu tahun adalah = 7 siklus x Rp = Rp per tahun Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara penerimaaan total dengan biaya total. Perhitungan keuntungan dari pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah : Keuntungan = Penerimaan Biaya total = Rp = Rp Jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. R/C Ratio adalah analisa yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Perhitungan R/C Ratio dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah : R/C Ratio = Penerimaan total / biaya total = Rp / = 1.63 R/C Ratio yang akan didapatkan dalam kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah sebesar 1.63 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.63 sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) Payback period merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup investasi yang ditanamkan

76 54 atau berapa lama investasi yang ditanamkan dapat kembali. Perhitungan payback period dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah : Payback period = (Investasi / Keuntungan ) x 1 tahun = (Rp / Rp ) x 1 tahun = 2.9 tahun Payback period dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah 2.9 yang artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pembenihan abalon akan kembali dalam jangka waktu 2.9 tahun Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) Analisa titik impas / Break Event Point (BEP) merupakan analisa yang menentukan sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Perhitungan BEP dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah : BEP Harga = Biaya tetap / (1-(Biaya variabel/penerimaan)) = Rp / (1-(Rp / )) BEP Unit = Rp = Biaya tetap / (Harga/individu (Biaya variabel/ jumlah produksi)) = Rp / (Rp 6 500/individu (Rp / individu)) = individu Berdasarkan perhitungan tersebut, titik impas yang dapat dicapai pada hasil penjualan benih abalon sebesar Rp dan titik impas jumlah produksi abalon adalah individu Harga Pokok Penjualan (HPP) Harga pokok penjualan (HPP) adalah perbandingan total biaya produksi dengan volume total produksi. HPP = Total biaya produksi / Total produksi = Rp / individu = Rp / individu Berdasarkan hasil perhitungan diatas, penjualan abalon di BPBL Lombok tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian jika harga yang ditetapkan sebesar Rp / individu. 7.2 Pembesaran Pemasaran Produk Abalon yang dijual adalah berukuran > 5 cm dengan bobot rata rata g/individu. Untuk memproduksi abalon ukuran tersebut dibutuhkan pemeliharaan mulai dari penebaran hingga panen selama 12 bulan. Jumlah abalon yang dijual per tahun adalah 200 kg dengan harga Rp /kg. Abalon ukuran konsumsi yang dijual adalah abalon berkualitas yang dibuktikan dengan ciri ciri : sehat, tidak cacat, bobot proporsional, warna cerah, dan menempel dengan kuat pada substrat. Penjualan abalon ukuran konsumsi dilakukan pada segmentasi

77 55 usaha restoran dan eksportir yang ditargetkan di wilayah Mataram, Lombok, dan Bali Tujuan Tujuan pemasaran adalah daerah lokal di wilayah Lombok dan Mataram dan antar pulau di wilayah Bali dan Sumbawa. Pengiriman dilakukan dengan jarak waktu 1 3 jam di daerah lokal dan 4 6 jam di daerah antar pulau Distribusi Cara pengangkutan dilakukan dengan transportasi darat menggunakan mobil untuk wilayah lokal. Transportasi laut dan udara menggunakan kapal laut dan pesawat terbang untuk wilayah antar pulau. Sistem pembayaran dilakukan secara langsung untuk wilayah lokal dan sistem transfer melalui bank untuk wilayah antar pulau Pengadaan Sarana Produksi Benih Benih yang digunakan berjumlah 4500 dengan ukuran panjang cangkang 2 3 cm dan bobot tubuh rata rata 5 g. Benih berasal dari hasil perekayasaan yang dilakukan oleh BPBL Lombok Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan alami rumput laut segar jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pakan Gracillaria sp. berasal dari Lombok Tengah yang diperoleh dengan cara membeli dari pembudidaya sedangkan pakan Ulva sp. berasal dari pesisir perairan Teluk Sekotong yang diperoleh dengan cara mengambil secara langsung yang dilakukan oleh pegawai BPBL Lombok. Harga beli pakan Gracillaria sp. adalah Rp 1 000/kg dan biaya pengadaan pakan Ulva sp. adalah Rp 500 /kg Bahan Kimia Bahan kimia digunakan untuk kegiatan sterilisasi dan kultur pakan alami. Jenis bahan kimia yang digunakan untuk pembesaran abalon adalah kaporit 60 % untuk desinfeksi dengan harga Rp per 20 kg dan oksigen untuk proses pengepakan dengan harga isi ulang per 1 m Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan dalam kegiatan pembesaran adalah bensin dan solar. Bensin digunakan untuk bahan bakar alat transportasi dalam proses pengiriman benih yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp / L. Solar digunakan untuk bahan bakar mesin genset yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp / L Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembesaran abalon berjumlah tiga orang seperti ditunjukkan pada Tabel 14.

78 56 Tabel 14 Rincian pengadaan tenaga kerja pembesaran abalon di BPBL Lombok No. Jenis Pendidikan Asal Sifat Honor per bulan (Rp) 1 Ketua pokja S1 Jawa Tengah PNS Anggota bagian SMP Lombok Barat PNS pendederan 3 Anggota bagian pembesaran SMP Lombok Barat kontrak Analisis Usaha Analisis usaha pembesaran abalon disusun berdasarkan asumsi berikut : 1. Kegiatan pembesaran dilakukan selama satu siklus dengan lama waktu pemeliharaan 12 bulan (Lampiran 10). Jumlah wadah yang digunakan sebanyak 3 unit bak beton dengan kapasitas individu per unit. Sehingga jumlah benih yang ditebar dalam satu siklus adalah individu. 2. Rata rata tingkat kelangsungan hidup abalon selama kegiatan pembesaran adalah 80 % sehingga hasil akhir produksi pembesaran abalon adalah = individu x SR 90 % = individu. 3. Ukuran panen abalon adalah 50 g/individu. Sehingga jumlah produksi abalon dalam satu siklus adalah = 50 g/individu x individu = kg Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan sebagai modal yang dibutuhkan dalam penyediaan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha dan sifatnya tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi dan lebih dari satu tahun. Rincian biaya investasi BPBL Lombok untuk kegiatan pembesaran dijelaskan secara rinci pada Tabel 15. Tabel 15 Rincian biaya investasi pembesaran abalon No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Alokasi Harga Total Satuan (Rp) (%) (Rp) 1 Lahan perkantoran m Lahan instalasi m Lahan kolam pakan m Bangunan kantor unit Bangunan instalasi unit Instalasi listrik paket Instalasi air paket Tandon air laut unit Tabung filter fisik unit Kolam rumput laut unit Keranjang benih unit Kayu penggantung batang Spatula plastik buah Shelter buah Skapel lantai buah Alat sifon buah

79 57 No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga Alokasi Harga Total Satuan (Rp) (%) (Rp) 17 Keranjang jaring buah Jangka sorong unit Timbangan analog unit Timbangan digital unit Mobil APV unit Hi-blow unit Pompa air laut unit Total Biaya Biaya investasi dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp Biaya Penyusutan Biaya penyusutan merupakan alokasi biaya investasi dalam setiap tahun. Biaya penyusutan adalah hasil dari harga total dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur teknis. Rincian biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembesaran abalon dapat dilihat pada Tabel 16. No Tabel 16 Rincian biaya penyusutan pembesaran abalon Komponen Biaya Harga Total (Rp) Umur Teknis (Tahun) Nilai Sisa (Rp) Biaya Penyusutan (Rp) 1 Lahan perkantoran ~ ~ ~ 2 Lahan instalasi ~ ~ ~ 3 Lahan kolam rumput laut ~ ~ ~ 4 Bangunan kantor Bangunan instalasi Instalasi listrik ~ ~ ~ 7 Instalasi air dan aerasi ~ ~ ~ 8 Tandon air laut Tabung filter fisik Kolam rumput laut Keranjang jaring kasa Kayu penggantung Spatula plastik Shelter Skapel lantai Alat sifon Keranjang jaring 20 kg Jangka sorong Timbangan analog Timbangan digital Mobil APV Hi-blow Pompa air laut Total Biaya Biaya penyusutan dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun.

80 Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan baik ada ataupun tidak ada kegiatan produksi. Biaya tetap untuk pembesaran abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci pada Tabel 17. Tabel 17 Rincian biaya tetap pembesaran abalon No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per Bulan (Rp) Alokasi (%) Total Biaya (Rp) 1 Penyusutan PBB paket Pajak kendaraan unit Gaji kepala produksi orang Gaji pegawai orang Gaji tenaga kontrak orang THR kepala produksi orang THR pegawai orang THR tenaga kontrak orang Perawatan mesin paket Abodemen listrik paket Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Biaya variabel untuk pembesaran abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci pada Tabel 18. No. Komponen Biaya Tabel 18 Rincian biaya variabel pembesaran abalon Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya per Siklus (Rp) Biaya per tahun (Rp) 1 Listrik Kaporit Kg Gracillaria Kg Ulva Kg Kotak styrofoam Kotak Plastik packing lembar Karet gelang Buah Solar L Bensin L Total Biaya Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembesaran abalon oleh BPBL Lombok adalah Rp per siklus atau per tahun.

81 Biaya Total Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama satu tahun produksi. Perhitungan biaya total untuk pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah : Biaya Total = Biaya tetap + Biaya variabel per tahun = Rp Rp = Rp Jumlah biaya total yang dikeluarkan pada kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp per tahun Penerimaan Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh dalam satu siklus usaha. Perhitungan penerimaan dari hasil penjualan benih abalon di BPBL Lombok adalah : Penerimaan = Jumlah produksi per siklus x harga jual per individu = kg per siklus x Rp per kg = Rp Jumlah penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp per siklus atau per tahun Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara penerimaaan total dengan biaya total. Perhitungan keuntungan dari pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah : Keuntungan = Penerimaan Biaya total = Rp = Rp Jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah Rp per siklus atau per tahun tahun Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. R/C Ratio adalah analisa yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Perhitungan R/C Ratio dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah : R/C Ratio = Penerimaan total / biaya total = Rp / = 1.67 R/C Ratio yang akan didapatkan dalam kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah sebesar 1.67 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.67 sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) Payback period merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup investasi yang ditanamkan atau berapa lama investasi yang ditanamkan dapat kembali. Perhitungan payback period dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah :

82 60 Payback period = (Investasi / Keuntungan) x 1 tahun = (Rp / Rp ) x 1 tahun = 1.9 tahun Payback period dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah 1.9 yang artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pembesaran abalon akan kembali dalam jangka waktu 1.9 tahun Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) Analisa titik impas / Break Event Point (BEP) merupakan analisa yang menentukan sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Perhitungan BEP dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah : BEP Harga = Biaya tetap / (1 (Biaya variabel / Penerimaan)) = Rp / (1 (Rp / Rp )) = Rp BEP Unit = Biaya tetap / (Harga per individu (( Biaya variabel / Jumlah produksi)) = Rp / ( Rp /kg (( Rp / kg) = 106 kg Berdasarkan perhitungan tersebut, titik impas yang dapat dicapai pada hasil penjualan benih abalon sebesar Rp dan titik impas jumlah produksi abalon adalah 106 kg Harga Pokok Penjualan (HPP) Harga pokok penjualan (HPP) adalah perbandingan total biaya produksi dengan volume total produksi. HPP = Total biaya produksi / Total produksi = Rp / tahun / kg/tahun = Rp /kg Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, penjualan abalon di BPBL Lombok tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian jika harga yang ditetapkan sebesar Rp /kg. 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Hasil kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok yang telah dilakukan selama 3 bulan menyimpulkan bahwa kegiatan pembenihan dan pembesaran di BPBL Lombok adalah kegiatan budidaya intensif untuk keperluan penelitian dan perekayasaan dengan skala produksi pembenihan individu dan skala produksi pembesaran kg. Kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok telah layak dijadikan sebagai usaha produksi karena hasil produksi abalon menguntungkan dengan R/C Ratio lebih

83 61 dari 1. Permasalahan yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon adalah waktu produksi yang lama karena pertumbuhannya lambat dan ketersediaan pakan alami untuk larva terbatas sehingga solusi yang dapat diberikan adalah dengan memberikan pakan buatan dengan nutrisi yang direkayasa untuk mempercepat pertumbuhan dan dan meningkatkan mobilitas instansi untuk mempermudah ketersediaan pakan alami. 8.2 Saran Sebagai evaluasi dari kegiatan PKL yang telah dilaksanakan, disarankan kepada pihak BPBL Lombok untuk memperluas unit budidaya dan menambah infrastruktur dan sarana produksi untuk meningkatkan skala produksi agar dapat menghasilkan keuntungan yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA BPBL Lombok Profile marine aquaculture development center lombok. Lombok : Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. [FAO] Food and Aqriculture Organization - Aquaculture Production World abalone supply markets and pricing [internet]. [diunduh 2015 Mei 02 08:00]. Tersedia pada: Hegner and Engemen Fisheries biology, clasification, and management (Second Edition). Blackwell Publishing : Oxford (UK) Isnansetyo A dan Kurniastuty Teknik kultur phytoplankton dan zooplankton. Yogyakarta : Kanisius. Kordi KMGH Budidaya 22 komoditas laut untuk konsumsi lokal dan ekspor. Yogyakarta : Penerbit Andi. Litaay M, Agus R, Rusmidin, Ferawati S Potensi kekerangan abalon Sulawesi Selatan, prospek dan tantangan pengelolaan. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau pulau kecil [internet]. [diunduh 2015 Jun 16]; I-100 I-105. Sarifin H, Priyambodo B, Setyabudi H, Garnawansyah G, Supriyanto A, Yana A Petunjuk teknis budidaya abalone (Haliotis spp). Lombok Barat : Balai Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Setyabudi H, Garnawansyah G, Supriyanto A, Imanuddin M, Yana A Petunjuk teknis produksi benih abalon hibrid (Ninamata). Lombok : Balai Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Setyono DED Abalon, biologi dan produksi. Mataram : LIPI Press. Setyono DED Abalon, teknologi pembenihan. Jakarta : Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) d/a. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Susanto AB, Hartati R, Aryani S Abalon dan rumput laut. Yogyakarta : Navila Idea.

84 62

85 LAMPIRAN 63

86 64

87 65 Lampiran 1 Peta lokasi BPBL Lombok Lampiran 2 Tata letak unit produksi abalon di BPBL Lombok Keterangan : (A) bak induk jantan, (B) bak induk betina, (C) bak pemijahan, (D) bak larva, (E) bak penyimpanan rumput laut, (F) bak pendederan/pembesaran, (G) ruang penyimpanan, (H) ruang kultur pakan alami skala semi massal

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK, LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT MARULI TUA SIHOMBING Dibimbing oleh : ANDRI HENDRIANA, S.Pi, M.Si PROGRAM KEAHLIAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang 4.1.1 Sejarah Berdirinya Lokasi PKL Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem Bali awalnya merupakan Satker

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KERANG ABALONE Haliotis squamata DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

PEMBENIHAN KERANG ABALONE Haliotis squamata DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT PEMBENIHAN KERANG ABALONE Haliotis squamata DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Gia Marta Novia, Firawaty Sylvia Syam, Hanna Friska Marpaung 2 ) Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Astriwana, Bayu Prasetya Wibowo, Gia Marta Novia Departemen Budidaya Perairan-Fakultas

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN BDI-L/1/1.3 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENDEDERAN KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY UDANG AIR PAYAU (Windu, Vannamei dan Rostris) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) 1. PENDAHULUAN Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4. LAMPIRAN Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5 Kolam Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Perusahaan 5.2 Lokasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Perusahaan  5.2 Lokasi V. GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Perusahaan Arifin Fish Farm merupakan suatu usaha budidaya ikan hias air tawar khususnya ikan Black Ghost, Ctenopoma acutirostre, dan Patin (Pangasius sutchi). Usaha yang telah

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk

monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abalon merupakan kelompok moluska laut, di Indonesia dikenal dengan nama kerang mata tujuh atau siput lapar kenyang dimana beberapa jenis merupakan komoditi ekonomis (Litaay,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1. Aspek Pasar Pasar merupakan suatu sekelompok orang yang diorganisasikan untuk melakukan tawar-manawar, sehingga dengan demikian terbentuk harga (Umar 2007).

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK ABALON (Haliotis asinina) HASIL TANGKAPAN DARI ALAM

MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK ABALON (Haliotis asinina) HASIL TANGKAPAN DARI ALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK ABALON (Haliotis asinina) HASIL TANGKAPAN DARI ALAM Septyan Andriyanto dan Nurbakti Listyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu,

Lebih terperinci

MODUL: PEMANENAN DAN PENGANGKUTAN

MODUL: PEMANENAN DAN PENGANGKUTAN BDI-T/21.21.4 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA IKAN HIAS JENIS TETRA MODUL: PEMANENAN DAN PENGANGKUTAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 I PENDAHULUAN. kelompok ikan, jumlahnya mencapai jenis siput dan jenis kerang.

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 I PENDAHULUAN. kelompok ikan, jumlahnya mencapai jenis siput dan jenis kerang. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Moluska merupakan kelompok yang mendominasi perairan setelah kelompok ikan, jumlahnya mencapai 1.500 jenis siput dan 1.000 jenis kerang. Salah satu jenis siput yang dapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PERMEN-KP/2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR, PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU, DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

No Keterangan Jumlah Satuan

No Keterangan Jumlah Satuan LAMPIRAN 64 Lampiran 1. Sarana dan prasarana No Keterangan Jumlah Satuan 1 Potensi Lahan 40.000 m 2 2 Kolam induk 300 m 2 2 unit 3 Kolam pemijahan 400 m 2 3 unit 4 Kolam pendederan I 400 m 2 12 unit 5

Lebih terperinci

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina Sebagai bahan baku industri non pangan INFORMASI UMUM NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.10/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA LAUT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.10/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA LAUT PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.10/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan pengusahaan budidaya ikan bawal air tawar dilakukan untuk mengetahui apakah pengusahaan ikan bawal air tawar yang dilakukan Sabrina Fish Farm layak

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Abalon Dihibrid (Haliotis sp.) yang Dipelihara di Rakit Apung

Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Abalon Dihibrid (Haliotis sp.) yang Dipelihara di Rakit Apung Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Abalon Dihibrid (Haliotis sp.) yang Dipelihara di Rakit Apung The Effect of Stocking Density on Survival and Growth of Dihibrid Abalone

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA

MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA BDI-T/21/21.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA IKAN HIAS JENIS TETRA MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA BDI-T/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 109 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI RISET PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DAN PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

POLIKULTUR ABALONE (Haliotis sp) DAN IKAN HIAS CLOWNFISH (Amphiprion sp.) SECARA TERKONTROL DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI WADAH BUDIDAYA.

POLIKULTUR ABALONE (Haliotis sp) DAN IKAN HIAS CLOWNFISH (Amphiprion sp.) SECARA TERKONTROL DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI WADAH BUDIDAYA. POLIKULTUR ABALONE (Haliotis sp) DAN IKAN HIAS CLOWNFISH (Amphiprion sp.) SECARA TERKONTROL DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI WADAH BUDIDAYA Oleh : M. Nurul Huda *), Arsyad Sujangka **), dan Hery Setyabudi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Analsis Aspek Pasar Dalam aspek pasar akan dikaji mengenai potensi pasar ikan hias air tawar dan bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA. PEMBENIHAN ABALON Haliotis asinina DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA. PEMBENIHAN ABALON Haliotis asinina DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA PEMBENIHAN ABALON Haliotis asinina DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan oleh: Anita Bidaryati C14050497 (2005) M. Johan Chandra

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN ABALONE Haliotis squamata DI KARAMBA JARING APUNG

KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN ABALONE Haliotis squamata DI KARAMBA JARING APUNG KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN ABALONE Haliotis squamata DI KARAMBA JARING APUNG Oleh : (Mochamad Amiri*, Andry Arfiyanto** dan Adeyana***) ABSTRACT Siput abalon (Haliotis squamata) termasuk kedalam kelompok

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.09/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.09/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.09/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM

V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Taufan Fish Farm berlokasi di Jl. Raya Bogor Km. 7, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Taufan s Fish Farm merupakan perusahaan perseorangan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN AGRIBISNIS PRODUKSI SUMBERDAYA PERAIRAN

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN AGRIBISNIS PRODUKSI SUMBERDAYA PERAIRAN Kompetensi Keahlian: KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN AGRIBISNIS PRODUKSI SUMBERDAYA PERAIRAN Agribisnis Peran Agribisnis Rumput Laut Kompetensi Utama Pedagogik Menguasai tugas-tugas guru Memahami

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMEN-KP/2013 TENTANG Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMEN-KP/2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PENGUJIAN PENERAPAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT-II/2006 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MATARAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT-II/2006 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MATARAM PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT-II/2006 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MATARAM MENTERI KEHUTANAN Menimbang: a. bahwa dalam upaya menyesuaikan misi

Lebih terperinci