RPIJM Kabupaten Majalengka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RPIJM Kabupaten Majalengka"

Transkripsi

1 4.1 ANALISA SOSIAL Pembangunan selain memberikan manfaat kepada masyarakat juga sering memberikan dampak lainnya bagi masyarakat dikarenakan di dalam proses perencanaan, pelaksanakan dan pasca pembangunan kurang memperhatikan kebutuhan dan permaslahan yang ada di masyarakat sebagai penerima dampak langsung yang merasakan manfat dari keberadaan pembangunan yang dilaksanakan. Dampak sosial pembangunan tidak sama terhadap semua lapisan masyarakat, disebabkan oleh anggota-anggota masyarakat berada dalam keadaan yang tidak sama secara sosial, ekonomi. Ketidak samaan tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan anggota masyarakat untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh dampak atau beradaptasi dengan dampak.anggota masyarakat masyarakat yang bearda pada situasi yang lemah secara ekonomi dan sosial biasanya kelompok yang lebih merasakan dampak karena merekalah yang memiliki berbagai rintangan untuk beradaptasi. Permasalahan sosial selalu terjadi pada kegiatan pembangunan infrastruktur termasuk pembangunan di bidang Cipta Karya.Untuk itu, pelaksanaan pembangunan infrastruktur perlu memperhatikan berbagai komponen yang menyangkut mengenai masalah sumber daya air, sumber daya lahan, lingkungan dan masyarakat sekitarnya.pemerintah atau Pemerintah Daerah, pelaksana pembangunan dan masyarakat seringkali menghadapi berbagai macam permasalahan sosial yang perlu tangani dalam pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya.Permasalahan sosial tersebut sering muncul pada tahap perencanaan, konstruksi dan pasca konstruksi. 4-1

2 PENGARUSUTAMAAN GENDER merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan Gender, melalui kebijakan, program dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program berbagai bidang pembangunan sehungga diperoleh kesetaraan AKPM ( Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat) dalam pembangunan. Pengarusutamaan Gender bukan hanya konsep yang memprioritaskan pemberdayaan perempuan, melainkan mengakomodasi dan memperhatikan kebutuhan semua jenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan) dan orang dengan kebutuhan khusus seperti: lansia, anak-anak dan diffable. Ada kebijakan, program, kegiatan pembangunan tertentu yang luput dari adanya kebutuhan, aspirasi, hambatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, sehingga menyebabkan adanya kesejangan gender antara lain: 1. Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang pentingnya menjaga kualitas sungai. 2. Adanya kesejangan bagi kelompok tertentu (perempuan, difable, lansia) dalam penyediaan sarana jalan dan jembatan serta bangunan pelengkapnya (contoh: Rest Area, Jembatan penyebarangan, trotoar). 3. Terabaikannya perempuan untuk memperoleh akses informasi dan pernyataan aspirasi dalam penguasaan kepemilikan asset, lahan, rumah, terkait proses pengadaan tanah dan rencana pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman. 4. Adanya kesenjangan bagi laki-laki (pekerjaan konstruksi) untuk mendapatkan akses informasi tentang pencegahan penyakit HIV/ AIDS, yang akan berdampak negatif bagi keluarganya. 5. Adanya kesenjangan dalam peran dan partisipasi perempuan pada penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana permukiman, antara lain: air minum dan persampahan. 6. Kurangnya prasarana dan sarana yang memadai bagi kebutuhan perempuan, difable pada bangunan, gedung dan lingkungan (antara lain: Ruang Asi, Taman Penitipan Anak /TPA). 4-2

3 7. Kurang terakomodasinya aspirasi kebutuhan kelompok tertentu dalam penyusunan regulasi zona (antara lain: zona aman sekolah, ruang publik, ruang terbuka hijau). 8. Adanya kesengajan bagi peserta perempuan yang sedang menyusui untuk berpartisipasi secara maksimal dalam Pendidikan dan Pelatihan. Sampai saat ini yang baru teridentifikasi ada sembilan kegiatan responsif gender Cipta Karya. Antara lain Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgradingand Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pembangunan Permasalahan Sosial yang muncul pasca pembangunan di bidang cipta karya diantaranya adalah: a) Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya infrastruktur bidang ciptakarya;b)perubahan mata pencaharian masyarakat (bertambahnya pengangguran akibatnya hilangnya mata pencaharian sebelumnya); d) Ketidaksesuaian keterampilan masyarakat dengan mata pencaharian yang baru; e) Kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha baru akibat terbatasnya keterampilan dan permodalan; f) Masih adanya masyarakat yang membuang limbah ke bendungan atau di sekitar bendungan; g) Kurang tertatanya pemanfaatan lahan pasang surut dan pemanfaatan lahan dikawasan bendungan; h) Masih terdapatnya penambangan pasir atau galian golongan C di sekitar bendungan. 4.2 ANALISA EKONOMI Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar ,27juta rupiah, dan tanpa migas sebesar ,88 juta rupiah. 4-3

4 Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar ,56juta rupiah, dan tanpa migas sebesar ,78 juta rupiah.lajupertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar 4,76 persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen. Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Industri Pengolahan; masing-masing sebesar 32,53 persen, 18,87 persen, dan 15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,52 persen. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut sebesar jiwa. Miskin biasanya dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untk memenuhi kebutuhan pangan maupun nonpangan yang bersifat mendasar (sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan). Kemiskinanpun dipandang sebagai ketiadaan aset aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia.setiap orang harus mempunyai akses pada pendidikan dasar dan rawatan kesehatan primer, mempunyai hak untuk menunjang hidupnya dengan penghasilan yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri, dan mereka mempunyai perlindungan terhadap gangguan dari luar yang tak terduga sebelumnya. PERMASALAHAN KEMISKINAN Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, fisik, politik, kelembagaan, dan bersifat unik untuk tiap kawasan karena tiap kawasan mengandung karakteristik tertentu.penanggulangan kemiskinan tidak semata mencakup warga yang miskin, tetapi juga lingkungannya, baik lingkungan sosial, ekonomi, fisik, politik maupun kelembagaan. 4-4

5 Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan, namun belum ada evaluasi yang mendalam dan menyeluruh terhadap efektifitas dan efesiensinya.secara garis besar, pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan di hadapkan pada beberapa permasalahan operasional, misalnya belum adanya sistem pendataan yang akurat dan terintegrasi, serta ketidak tepatan sasaran. BERDASARKAN PEMIKIRAN SOSIAL DAN UMUM Chambers (dalam Nasikun) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki 5 dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidak berdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentangan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. DATA TERKINI MASYARAKAT MISKIN DI MAJALENGKA Pada akhir tahun 2008, angka kemiskinan dan angka pengangguran di Kabupaten Majalengka terus meningkat, sementara laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.belasan penghargaan yang diterima Kabupaten Majalengka selama setahun, secara umum tidak berdampak pada kesejahteraan ekonomi rakyat. Dalam catatan tersebut, angka pengangguran terbuka di Kabupaten Majalengka mengalami peningkatan dari 7,49% menjadi 7,98%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) terjadi penurunan dari 4,87% pada 2007 dan menjadi 4,60% pada 2008, atau turun sebesar 0,27%. Sedangkan indeks pembangunan manusia(ipm) meski mengalami peningkatan, ternyata hanya bergeser sedikit saja dari tahun Itupun dibawah rata rata Jawa Barat, yakni sebesar 69,56 pada 2008, sedangkan tahun sebelumnya 69,25 atau hanya bergeser 0,

6 PROGRAM BEDAH RUMAH Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni dan Modal Ekonomi Masyarakat Produktif merupakan kegiatan prioritas dalam program kerja seratus hari pasangan SUKA (H.Sutrisno,S.E.,M.Si. dan DR.H.Karna Sobahi,M.M.Pd.) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Majalengka masa bakti serta menjadi ikon primadona kegiatan selama 5 (lima) tahun kedepan. Dalam pelaksanaannya memerlukan pengelolaan yang terpadu dan terarah agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Majalengka tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Majalengka telah mencanangkan bantuan program bedah rumah sebesar Rp 2,6 Miliar dari APBD Kabupaten Majalengka.Besarnya bantuan diberikan kepada masing masing penerima Rp , dengan rincian Rp untuk biaya bedah rumah, dan sisanya Rp untuk bantuan modal usaha. PROGRAM PEMBENAHAN INFRASTUKTUR Negara yang maju adalah negara yang memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya di segala sektor, baik itu transportasi, pertanian, kesehatan, pendidikan, dll.untuk itu diperlukan pembenahan infrastuktur di beberapa sektor tersebut. Rencana strategis dalam Program Pembenahan Infrastruktur ini, antara lain peningkatan kesehatan lingkungan berupa pembangunan sarana air minum di lokasi atau kawasan masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus pembangunan sanitasi masyarakat. Selain itu, diperlukan pula upaya guna pengembalian dan pemastian fungsi embung, waduk, bendung, dan bendungan, serta jaringan irigasi secara holistik dan terintegrasi. Jaringan Infrastruktur memegang peranan penting dalam memfasilitasi arus barang, jasa, dan manusia maupun finansial secara lintas pulau atau antarkota, serta menjadi penentu bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang ada saat ini. Fokus program pembenahan Infrastruktur harus diarahkan pada 3 tujuan yaitu Infrastruktur yang dapat membantu menanggulangi kemiskinan, membuka 4-6

7 isolasi daerah daerah terpencil, serta menjembatani jurang antara daerah daerah yang kaya dan miskin. Beberapa Program program unggulan dalam penanggulangan kemiskinan di Majalengka: 1. Program Keluarga Harapan (PKH) Kesehatan 2. Program Sambung Rasa 3. Program Bedah Rumah 4. Program Padat Karya 5. Program Subsidi Langsung Tunai (SLT) 6. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) 7. Program Pengembangan Desa Mandiri Pangan (MAPAN) 8. Program Pembenahan Infrastuktur 9. Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) 4.3 ANALISA LINGKUNGAN UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ke dalam penyusunan atau evaluasi terhadap dokumen berikut ini. Pertama, rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya.kedua, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.ketiga, kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (Pasal 15, UU NO 32 Tahun 2009).Dengan adanya UU tersebut, KLHS merupakan instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat mandatory, yakni wajib dilakukan oleh para penyusun kebijakan, rencana dan program.hal ini merupakan terobosan di tengah-tengah degradasi lingkungan hidup yang semakin mengkhawatirkan, karena unsur lingkungan sudah di pertimbangkan sejak dini pada tahap perumusan kebijakan. Uraian hasil analisis baseline data ini disajikan dalam tabel deskripsi yang menjelaskan per masing-masing tema isu sebagai berikut: 4-7

8 1. Tema Isu: Sumber Daya Air Deskripsi: Isu Kunci/Strategis : Ketersediaan AirBersih Analisis situasi terkini dan sebelumnya 1. Kondisi Hidrologi Kabupaten Majalengka dibagi ke dalam dua bagian, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan, dilewati 2 (dua) sungai besar, yaitu Sungai Cimanuk dan Cilutung yang menjadi sumber air baku terutama untuk kegiatan pertanian 2. Selain itu, Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa potensi air permukaan lainnya berupa situ/danau yaitu di wilayah Desa Cipadung, Payung, Sangiang, dan Talagaherang. Air Tanah, berdasarkan kondisi potensi yang ada secara umum Wilayah Utara dan Tengah Kabupaten Majalengka merupakan daerah yang memiliki potensi Air Bawah Tanah (ABT) yang cukup baik. 3. Saat ini terdapat 7 sistem suplai air bersih perkotaan. Kota Majalengka dilayani oleh sistem dengan sumber air bersih dari air tanah dan mata air. Sistem suplai air bersih di wilayah Kadipaten berasal dari air sungai Cimanuk, Kecamatan Ligung sumber air bersihnya berasal dari air tanah dan permukaan, sedangkan sumber air bersih empat Kecamatan lainnya yaitu Maja, Talaga, Rajagaluh, dan Cikijing mengambil sumber air bersihnya dari mata air.pada saat ini sumber mata air yang dipergunakan untuk keperluan air bersih masyarakat diantaranya:mata air Situ Cipadung dengan dengan debit air 650 liter/detik yang digunakan oleh PDAM untuk melayani Kecamatan Sukahaji, Majalengka, Cigasong, dan Panyingkiran., mata air Situ Janawi, Situ Cipeundeuy, Cisadane, dan Talaga Herang, digunakan sebagai sumber air bersih yang melayani Kecamatan Rajagaluh dan Leuwimunding. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi trend ke depan 1. Kabupaten Majalengka mengalami keterbatasan sumber air baku (sebagian tergantung Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi: Pengambilan air tanah yang berlebihan 4-8

9 dari pasokan daerah lain/das dikhawatirkan akan mengakibatkan Cimanuk). krisis air bersih yang berasal dari air 2. Pengambilan air tanah untuk tanah di Kabupaten Majalengka. pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat karena semakin terbatasnya kemampuan pelayanan PDAM Kabupaten Majalengka. 3. pengambilan air tanah melalui sumur bor baik legal maupun ilegal yang terus meningkat. 4. Rencana berdirinya BIJB dan Kertajati Aerocity tentunya akan mendorong adanya peningkatan penggunaan air dalam jumlah yang sangat besar dan akan menuntut adanya ketersediaan air yang cukup. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Perlunya pengendalian pengambilan air tanah di KabupatenMajalengka. 2. Harus ada kerjasama dengan daerah lain di sekitar Kabupaten Majalengka dalam konteks penyediaan sumber air baku. Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Air Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Dilihat dari nilai BOD dari air limbah domestik pada tahun 2013, total mencapai mg/l sedangkan nilai COD mencapai ,38 mg/l 2. Dilihat dari data jumlah usaha dan atau kegiatan skala kecil yang mempunyai sarana pengelolaan air limbah sendiri maupun terpusat, 1) untuk industri tahu, baru ada dua dari 231 pabrik tahu di tahun 2013; 2) usaha pencelupan jeans, Cuma dua dari 11 usaha yang ada di 2013; 3) 0 untuk pabrik tapioka ; 4) ada 4-9

10 3 unit dari 51 untuk pemotongan batu alam. 3. Penyumbang terbesar nilai BOD dan COD adalah limbah industri pembuatan tahu. Industri pemotongan batu alam juga salah satu penyumbang terbesar nilai COD dan BOD Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Sistem pengelolaan limbah cair di Industri penyumbang pencemaran masih jauh dari memadai dan belum efektif. 2. Tingginya aktivitas rumah Kesimpulan: tangga dan industri di sekitar daerah aliran sungai. Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi: Menurunnya kualitas air akibat tingginya pencemaran dikhawatirkan akan mengurangi ketersediaan air bersih layak konsumsi di Kabupaten Majalengka. Tingginya tingkat pencemaran air sungai dapat berdampak negatif terhadap masyarakat penggunanya, terutama dari segi kesehatan. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD 1. KabupatenMajalengka membutuhkan sistem pengelolaan limbah cair yang efektif agar dapat mengurangi tingkat pencemaran air. 2. Sistem pengelolaan limbah cair di industri tahu dan pencelupan jeans serta beberapa industri lainnya harus ditingkatkan baik jumlah maupun efektivitasnya. 3. Tingkat pencemaran air sungai yang tinggi dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit sehingga perlu dikelola dengan baik. 2. Tema Isu: Sampah Isu Kunci/Strategis : Sampah Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Terjadi peningkatan volume sampah/hari dari tahun 2011 hingga saat ini, 4-10

11 yaitu 124,32 m 3 (2011), 126,32 m 3 (2012), dan 250 m 3 (2013). Ada peningkatan yang signifikan pada tahun Kabupaten Majalengka memiliki tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) seluas 2,9482 Ha berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten. Luas TPA yang sudah terpakai 2,5 Ha. Akan tetapi tahun mulai beroperasionalnya TPA ini pada tahun 1994 dan umur TPA hanya 19 tahun, jadi TPA ini sudah hampir habis masa pakainya. Di dalam RUTR/RTRW direncanakan perluasan TPPAS di Desa Heuleut Kadipaten dan pembangunan TPPAS yang baru di Kecamatan Talaga dan/atau Cingambul (Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka Tahun ) dan master plan Persampahan Kabupaten Majalengka tahun Terdapat 3 kelompok bank sampah, yaitu 1) paguyuban TPA di Desa Heuleut dengan jumlah sampah yang dikelola 12 m 3 / bln; 2) di SMPN 2 Majalengka, 6 m 3/ bln; 3) Green Economic Studio (GES) di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka, 12 m 3 /bln. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Masih kurang baiknya sistem pengolahan dan pengelolaan limbah padat, mengakibatkan menumpuknya volume sampah. Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari faktor-faktor utama di masa depan Tingginya penumpukan sampah di Kabupaten Majalengka dapat menimbulkan masalah di berbagai sektor kehidupan seperti kesehatan, kenyamanan, dan keindahan lingkungan. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Perlu adanya sistem pengolahan dan pengelolaan sampah yang efektif untuk mengurangi tingginya volume sampah di Kabupaten Majalengka. 4-11

12 2. Pembangunan TPA-TPA baru 3. Tema Isu: Lahan Isu Kunci/Strategis : Alih Fungsi Lahan Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Hingga saat ini, konversi lahan terbangun semakin meluas ke daerah yang bukan peruntukannya, baik secara natural ataupun terencana. Semakin tinggi jumlah penduduk, disertai dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal menjadi salah satu penyebab konversi lahan. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya kerusakan lingkungan. 2. Penggunaan lahan Kabupaten Majalengka sampai dengan tahun 2012 terdiri atas lahan pertanian seluas Ha dengan rincian lahan sawah seluas Ha dan lahan bukan sawah seluas Ha, sedangkan lahan bukan pertanian seluas Ha dengan sektor dominan pada hutan Negara seluas Ha. Khusus untuk lahan sawah, terjadi penurunan luas lahan jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang pada saat itu seluas , berarti ada penurunan luas sawah sebesar 468 Ha Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Jumlah penduduk Kabupaten Majalengka pada Tahun 2009 mencapai jiwa sedangkan jumlah penduduk 10 tahun sebelumnya (1999) tercatat sebanyak jiwa. Kondisi ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang relatif rendah Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari faktorfaktor utama di masa depan Pertambahan penduduk yang terus meningkat dengan intensitas aktivitasnya yang semakin tinggi dikhawatirkan akan melebihi daya dukung dan daya tampung KabupatenMajalengka. 4-12

13 dalam kurun waktu yaitu mencapai 0,87 %. Menurut data tahun 2009, setelah terjadinya pemekaran kecamatan pada tahun 2008 kecamatan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Jatiwangi dengan jumlah penduduk sebesar jiwa, sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Sindang, yaitu sejumlah jiwa. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan Harga Berlaku mencapai Rp. 8,297 triliun. Bila dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 7,250 Triliun, maka PDRB Kabupaten Majalengka tahun 2008 tumbuh sebesar 14,44 %. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka cukup positif. 3. Pendapatan per kapita masyarakat (PDRB Perkapita) berdasarkan Harga Konstan mencapai Rp ,44. Bila dibandingkan tahun 2004, yaitu sebesar Rp ,02, maka pendapatan per kapita masyarakat tahun 2008 naik sebesar 16,64% atau 4,16% per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dilansir dapat meningkatkan pendapatan masyarakat namun perlu diwaspadai dampaknya terhadap kondisi fisik kabupatenmajalengka. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Alih fungsi pemanfaatan lahan akan terus berlanjut jika pengendalian 4-13

14 dan pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat. 2. Alih fungsi pemanfaatan lahan akan terus berlanjut jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kabupaten Majalengka. Isu Kunci/Strategis : Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Berfungsi Lindung Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Luas kawasan hutan lindung pada tahun 2012, yaitu Ha. Berarti luasannya hanya 4.82 % dari luas Kabupaten Majalengka yang berarti masih jauh dari harapan memenuhi amanat RTRW bahwa luas kawasan lindung harus 30 % dari luas kabupaten. 2. Ada beberapa wilayah yang seharusnya menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan dengan fungsi lindung akan tetapi belum menjadi kawasan hutan lindung karena menjadi daerah pemukiman, yaitu di Kecamatan Bantarujeg, Banjaran, Maja dan Majalengka Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan penambahan permukiman dan lahan pertanian sehingga berpotensi mengurangi luas hutan dan luas kawasan lindung, begitu juga dengan program pembangunan jalan dan jembatan Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari faktorfaktor utama di masa depan Dampak negatif dari berkurangnya luas hutan dan kawasan lindung adalah semakin menurunnya ketersediaan air tanah dan berpotensi menimbulkan bencana, khususnya banjir dan tanah longsor di musim hujan. Kekurangan air pada musim kemarau. 4-14

15 2. Perpindahan warga dari desa asal karena pembebasan lahan sebagai dampak dari BIJB memungkinkan adanya perambahan hutan atau alih fungsi lahan hutan menjadi peruntukan lain. Perambahan kawasan hutan juga meningkat akibat terbatasnya lapangan kerja, utamanya mereka yang harus berpindah karena lahannya dimanfaatkan kegiatan proyek pembangunan Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung (kawasan hutan lindung dan kawasan yang berfungsi lindung) akan terus berlanjut jika pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat. 2. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kabupaten Majalengka. 3. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika lapangan kerja tidak diupayakan bertambah, khususnya untuk penduduk lokal yang tidak lagi dapat memanfaatkan lahan pertanian yang telah berubah menjadi lahan untuk proyek. Isu Kunci/Strategis : Lahan Kritis Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: Dari luas wilayah Kabupaten Majalengka sebesar Ha, luas lahan kritis 4-15

16 pada akhir tahun 2012 seluas Ha atau 10,42 % dari luas Kabupaten Majalengka. Persentase ini telah berkurang sekitar 5 % dalam kurun waktu tiga tahun, karena pada akhir tahun 2009, luas lahan kritis adalah Ha atau 15,61 % dari luas Kabupaten Majalengka. Lahan kritis tersebut berada tersebar di 25 kecamatan, yaitu seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali Kecamatan Leuwimunding. Sementara itu luasan lahan yang terkategori potensial kritis sebanyak 3.218,35 Ha yang tersebar di 24 kecamatan yaitu di seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali Kecamatan Argapura dan Leuwimunding. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Penurunan luasan lahan kritis ini tentunya dipengaruhi banyak faktor yang saling berkaitan satu sama lain, di antaranya terdapatnya peningkatan luasan eksisting hutan rakyat yang terbangun serta terkendalinya laju penebangan kayu. Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari faktorfaktor utama di masa depan Pengembangan hutan rakyat diperkirakan akan mampu mengurangi luas lahan kritis dari tahun ke tahun. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: Pengembangan hutan rakyat harus mendapat perhatian khusus sehingga mampu secara terus menerus mengurangi luasan lahan kritis yang ada. 4. Tema Isu Konflik Sosial Isu Kunci/Strategis : Konflik Sosial Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 4-16

17 Kebutuhan lahan untuk khusus bandara adalah Ha dan untuk aerocity Ha. Saat ini lahan yang sudah dibebaskan sekitar 800 Ha. Target sampai awal 2014 ketersediaan lahan sudah mencapai Ha. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembebasan lahan, konflik sering terjadi baik antara warga desa dengan tim pemerintah atau pun antar warga sendiri menyangkut nilai ganti rugi tanah. karena nilai ganti rugi yang dulu disepakati sudah tidak relevan lagi dengan nilai saat ini. Selain itu warga juga meminta kepastian atas lokasi pemindahan dari desa asalnya. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan 1. Rencana pembangunan BIJB dan industrialisasi, khususnya terkait dengan pembebasan lahan untuk BIJB. 2. Ketidaksepakatan harga ganti rugi/kompensasi. 3. Ketidakjelasan dan ketidakpastian lokasi permukiman kembali Target pembebasan lahan masih belum tercapai, hingga lima tahun ke depan masih akan terjadi sehingga diperkirakan konflik vertikal dan horizontal akan masih mungkin terjadi. Konflik tersebut dapat bersumber dari ketidaksepakatan harga tanah dan aset lainya yang akan digunakan proyek dan ketidakjelasan dan ketidakpastian lokasi permukiman baru serta upaya pemulihan ekonomi ke depan. Selain kemungkinan terjadinya konflik, dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah proses pemiskinan warga terkena proyek, apabila tidak dicarikan jalan keluarnya sejak awal. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 4-17

18 Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan pembebasan lahan, maka konflik sosial di Kabupaten Majalengka akan terus terjadi sehingga dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Demikian pula penanganan terhadap warga terkena proyek terkait dengan lokasi permukiman baru dan upaya pemulihan ekonomi jangka panjang mereka. Isu Kunci/Strategis : Pengangguran Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: Tingkat pengangguran mengalami fluktuasi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran adalah 7,98 % dan turun hingga 5,82 % pada tahun 2010, akan tetapi meningkat lagi pada tahun 2011 mencapai 7,80 %. Pada tahun 2012, tingkat pengangguran turun kembali menjadi 6,71 %. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Adanya usaha yang serius dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menanggulangi pengangguran Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan Mega proyek BIJB diprediksi akan diikuti dengan berkembangnya pusat-pusat ekonomi dan bisnis serta industry sehingga harapannya tingkat pengangguran akan terus menurun Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: Apabila terjadi keberpihakan pada tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di Kabupaten Majalengka akan terus menurun sehingga dapat berdampak positif bagi 4-18

19 masyarakat. 5. Tema Isu Longsor Isu Kunci/Strategis : Longsor Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Terjadi penurunan frekuensi longsor sejak tahun 2010 (76x), 2011 (50x), 2012 (28 x). Bencana longsor yang terakhir terjadi, yaitu di Cigintung, Malausma pada Secara nasional, Majalengka berada pada urutan ke-16 dalam frekuensi bencana longsor dan ke-7 di Provinsi Jawa Barat. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Daerah tempat terjadinya longsor adalah daerah perbukitan dan seringkali pemukiman didirikan di daerah tersebut. Khusus untuk longsor akibat ulah manusia, utamanya dalam bentuk pemanfaatan lahan yang tidak mempertimbangkan kaidahkaidah konservasi tanah dan air. Demikian pula, kemungkinan tanah longsor meningkat apabila program penghijauan dan reboisasi tidak dilakukan secara Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan Apabila tidak dilakukan upaya pengendalian terhadap pembangunan pemukiman di daerah rawan bencana dan tidak diiringi dengan reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi lahan, maka bencana longsor di Kabupaten Majalengka akan terus terjadi. 4-19

20 memadai. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: Gerakan reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi lahan serta pengendalian pembangunan pemukiman dan aktivitas pertanian di lahan rawan bencana longsor perlu mendapat prioritas. 6. Tema Isu Kearifan dan Budaya Lokal Isu Kunci/Strategis : Kearifan dan BudayaLokal Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: Kearifan dan budaya lokal dapat menjadi modal sosial dan dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi atau akselerasi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Selain sebagai modal sosial, tidak diindahkannya kearifan budaya lokal ini juga dapat mengakibatkan konflik sosial. Contoh kearifan dan budaya lokal yang ada di Kabupaten Majalengka adalah: 1. Budaya pamali. Pamali atau pantangan/larangan atau tabu artinya larangan untuk melakukan sesuatu karena tidak sesuai dengan adat/budaya/kepercayaan setempat. Misalnya, di situ Sangiang, Talaga adalah pamali untuk menangkap ikan lele. Demikian pula, adalah pamali merusak pohon di hutan gunung Ciremai. 2. Budaya gotong royong. Di kampung-kampung masih terdapat budaya gotong royong terutama dalam melakukan kegiatan publik/masyarakat. Budaya gotong-royong selain mencerminkan semangat kebersamaan dalam menjalankan aktivitas kehidupan/pembangunan juga bersifat efisien 4-20

21 secara ekonomi, dan mereduksi terjadinya konflik sosial. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Industrialisasi berpotensi mengikis kearifan dan budaya lokal, karena yang mengemuka adalah budaya modern, individualistik, dan serba instant/cepat. 2. Rencana BIJB dan Aerocity yang berorientasi pada modernitas dan pencapaian target ekonomi tentunya akan memperbesar potensi kehilangan kearifan dan budaya lokal apabila tidak direncanakan dengan baik termasuk mempertimbangkan pentingnya budaya/kearifan lokal. peran Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan 1. Perlunya program atau kegiatan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kearifan dan budaya lokal karena jika tidak, maka modal sosial masyarakat akan terus terkikis dan dampaknya akan menimbulkan kehancuran masyarakat 2. Pemanfaatan nilai kearifan dan budaya lokal yang bermakna positif untuk menjaga lingkungan hidup, kebersamaan dan kepedulian terhadap warga lokal, dan dengan demikian, keberlanjutan pembangunan ekonomi di Kabupaten Majalengka. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Perlunya program atau kegiatan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kearifan dan budaya lokal seiring dengan percepatan pembangunan ekonomi di Kabupaten Majalengka. 2. Pemanfaatan nilai kearifan dan budaya lokal untuk mempertahankan 4-21

22 keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga keutuhan lingkungan hidup dan kebersamaan sosial. 7. Tema Isu Pencemaran Udara Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Udara Analisis situasi terkini dan sebelumnya Deskripsi: 1. Hasil Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar CH 4 (methan) dan NH 3 (Amonia) telah dalam tingkatan yang tinggi. 2. Di beberapa daerah telah terjadi pencemaran udara yang cukup serius dan telah berdampak negatif terhadap kesehatan. Kasus terbaru adalah pencemaran udara yang ditimbulkan oleh PT Terracotta di daerah Panjalin Kidul. 3. Sebelumnya, khusus untuk daerah industri genteng di Kecamatan Jatiwangi memang telah berdampak cukup serius terhadap kondisi udara. Selain menimbulkan pencemaran, juga mengakibatkan meningkatnya suhu udara. Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan 1. Rencana relokasi beberapa kawasan industri dari luar Majalengka ke kawasan Kabupaten berpotensi Majalengka meningkatkan Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan 1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi kawasan industri sehingga dampak terhadap pencemaran udara dapat diminimalisir, jika tidak maka pencemaran udara akan melebihi 4-22

23 pencemaran udara. batas ambang dan membahayakan masyarakat. Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD Kesimpulan: 1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi kawasan industri dan sarana untuk mengendalikan pencemaran udara sehingga dampak terhadap pencemaran udara dapat diminimalisir, jika tidak, maka pencemaran udara akan melebihi batas ambang dan membahayakan masyarakat. 2. Program-program pengendalian dan konservasi lingkungan hidup mesti mendapat prioritas, seperti Ruang terbuka hijau harus segera diperbanyak lokasinya sehingga mampu meminimalisir dampak pencemaran dan menurunkan suhu lingkungan. Kondisi Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar ,27juta rupiah, dan tanpa migas sebesar ,88 juta rupiah. Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar ,56juta rupiah, dan tanpa migas sebesar ,78 juta rupiah.lajupertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar 4,76 persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen. Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Industri Pengolahan; masing-masing sebesar 32,53 persen, 18,87 persen, dan 4-23

24 15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,52 persen. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut sebesar jiwa. 4-24

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 2.1 KEBIJAKAN PERENCANAAN Keberadaan suatu wilayah tidak terlepas dari perkembangan wilayah lainnya yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kebijakan nasional akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pem-bangunan. Sasaran ini tidak mungkin tercapai bila pemerintah tidak dapat memecahkan permasalahannya. Permasalahan tersebut diantaranya besarnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris, Lebih dari 60% penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Berbagai tanaman dikembangkan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah

Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah Rilis PUPR #1 23 Maret 2017 SP.BIRKOM/III/2017/164 Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah Jakarta - Hari Air Dunia (HAD) yang diperingati setiap tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1 1.1. Latar Belakang. Dalam kontek Program Pembangunan Sektor Sanitasi Indonesia (ISSDP), sanitasi didefinisikan sebagai tindakan memastikan pembuangan tinja, sullage dan limbah padat agar lingkungan rumah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan perekonomin Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan masih tetap positif, utamanya bila mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 59 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Majalengka yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografi, topografi, tanah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN BAB VI TUJUAN DAN SASARAN Penetapan tujuan dan sasaran organisasi di dasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan dan sasaran dirumuskan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan merupakan upaya pemerintah daerah secara keseluruhan mengenai cara untuk mencapai visi dan melaksanakan misi, melalui penetapan kebijakan dan program

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) 1 Menurunnya angka 1 Angka Kemiskinan (%) 10-10,22 kemiskinan 2 Pendapatan per kapita

Lebih terperinci

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010 Sektor industri memegang peranan sangat penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi suatu daerah, karena sektor ini selain cepat meningkatkan nilai tambah juga sangat besar perannya dalam penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN KLHS DAN REKOMENDASI RPJMD

BAB IV PERUMUSAN KLHS DAN REKOMENDASI RPJMD BAB IV PERUMUSAN KLHS DAN REKOMENDASI RPJMD 4.1.Perumusan Mitigasi, Adaptasi dan Alternatif 4.1.1. Program Program yang Dirumuskan Pada umumnya program-programpada RPJMD Provinsi Jawa Barat memiliki nilai

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Kebijakan Umum adalah arahan strategis yang berfungsi sebagai penunjuk arah pembangunan Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk jangka panjang. Kebijakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci