BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia Dilihat dari sisi komposisi dan distribusinya, posisi utang luar negeri Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang luar negeri yang tidak terkendali dapat berdampak buruk dan memicu terjadinya krisis utang di Indonesia. Sejauh ini, mulai tahun 2001 hingga kini, kemampuan dalam melakukan pembayaran utang luar negeri (solvabilitas) Indonesia menunjukkan kondisi yang terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari indikator debt to GDP yang menunjukkan trend terus menurun dari tahun 2001 hingga kini. Selain mengacu kepada debt to GDP, penilaian solvabilitas Indonesia juga dapat dilihat dari indikator debt to export. Ukuran ini dihitung dari rasio posisi utang luar negeri secara keseluruhan terhadap penerimaan ekspor yang diperoleh suatu negara. Dari tahun 2006 hingga 2011 saat ini, debt to export Indonesia menunjukkan trend yang mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

2 60 Sumber : Bank Indonesia, 2011 Gambar 4.1 Debt To Export Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011 Gambar 4.1 menunjukkan bahwa indikator debt to export Indonesia menunjukkan trend yang terus menurun selama periode waktu tersebut. Debt to export merupakan indikator yang merefleksikan kapasitas pembayaran kembali utang luar negeri (debt repayment capacity) suatu negara. Nilai debt to export Indonesia yang masih berada pada kisaran di bawah 200 persen menunjukkan bahwa profil utang luar negeri Indonesia dari tahun 2006 hingga 2011 masih dinilai aman. Meskipun demikian, nilai debt to export Indonesia sempat mencapai angka tertinggi yakni 121,8 persen pada tahun Namun, kondisi itu terjadi lebih disebabkan karena penurunan penerimaan ekspor Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika pada tahun 2008, bukan karena terjadi peningkatan utang luar negeri Indonesia secara signifikan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sejauh ini kondisi beban utang luar negeri Indonesia masih dinilai aman dan tidak berpotensi mengalami masalah

3 61 solvabilitas sehingga mampu menyelesaikan berbagai kewajiban terkait pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia sesuai tenggat waktu (grace period) yang disepakati sebelumnya. Meskipun solvabilitas Indonesia dinilai baik dan tidak berpotensi mengalami krisis utang yang ditandai dengan kondisi gagal bayar, namun posisi utang luar negeri yang terus meningkat tetap saja menimbulkan beban tersendiri bagi negara akibat beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunganya dari tahun ke tahun. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai beban pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dan bunga yang harus ditanggung suatu negara adalah nilai debt service ratio (DSR). Nilai ini merupakan rasio besarnya pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan ekspor suatu negara. Adapun nilai DSR Indonesia selama periode tahun 2006 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Sumber : Bank Indonesia, 2011 Gambar 4.2 Debt Service Ratio Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011

4 62 Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai DSR Indonesia memiliki trend yang cenderung menurun selama periode tahun 2006 hingga 2011, meskipun nilai DSR ini sempat mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 23,2 persen. Nilai DSR merefleksikan beban penerimaan ekspor yang harus dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Suatu negara dianggap memiliki profil utang luar negeri yang aman apabila nilai DSR nya berada di bawah 25 persen. Dengan demikian, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri sempat memberikan beban yang besar terhadap penerimaan ekspor Indonesia pada tahun 2006 karena DSR di tahun tersebut mencapai 25 persen. Kondisi DSR Indonesiadapat dikatakan cukup rawan karena nilainya yang hampir mendekati batas aman 25 persen. Hal ini terjadi sebagai dampak akumulasi total utang luar negeri Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga memberikan tekanan yang besar terhadap penerimaan ekspor Indonesia. Padahal, jika posisi utang luar negeri Indonesia terkendali, maka potensi penerimaan ekspor Indonesia dapat dialokasikan untuk mendukung pembangunan ekonomi di dalam negeri demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara luas. Terjadinya peningkatan posisi utang luar negeri Indonesia tidak terlepas dari dilakukannya penarikan utang luar negeri baru secara terus menerus dari tahun ke tahun. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur aliran utang luar negeri (debt flow) adalah Net Resource Flow (NRF). Nilai NRF diperoleh dengan cara menghitung selisih besarnya penarikan terhadap pembayaran utang luar negeri. Adapun nilai NRF Indonesia dapat dilihat pada

5 63 Tabel 4.1 Nilai Net Resource Flow Indonesia Periode Tahun Tahun Total Penarikan ULN Baru (Dollar) Pembayaran Pokok & Bunga ULN Indonesia (Dollar) Net Resource Flow (Dollar) Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Tabel 4.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006 hingga 2011, nilai NRF Indonesia bervariasi. Pada tahun 2008, 2009, 2011, NRF Indonesia menunjukkan nilai yang positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total penarikan utang luar negeri baru lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokok dan bunganya sehingga likuiditas dalam perekonomian dalam negeri cenderung positif. Hal inilah yang menyebabkan pada periode tersebut posisi utang luar negeri Indonesia mengalami trend yang terus meningkat. Sementara itu, pada periode tahun 2006, 2007, dan 2010, NRF Indonesia menunjukkan nilai yang negatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pembayaran cicilan pokok dan bunga lebih besar dibandingkan penarikan utang luar negeri baru. Secara teoritis, nilai NRF yang negatif akan berdampak pada penurunan akumulasi utang luar negeri Indonesia. Namun, fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa pada periode tersebut, posisi utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa utang luar negeri baru yang ditarik Indonesia tidak digunakan untuk pembiayaan aktivitas produktif sehingga tidak memberikan rate of return yang tinggi. Nilai

6 64 NRF yang negatif akibat pembayaran cicilan pokok dan bunga yang lebih besar dibandingkan penarikan utang luar negeri baru hanya menyebabkan likuiditas dalam perekonomian menjadi negatif. Hal ini perlu diwaspadai karena kurangnya likuiditas dalam negeri akan berpengaruh buruk terhadap prospek investasi sehingga penciptaan output nasional akan mengalami penurunan. Pengelolaan utang luar negeri Indonesia saat ini masih begitu buruk. Hal ini disebabkan karena pengelolaan tersebut masih belum dilakukan secara terpusat. Institusi yang mencatat pelaporan penerimaan utang luar negeri tersebut adalah Bank Indonesia. Sementara itu, alokasi penggunaan utang luar negeri tersebut direncanakan dan dilaksanakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Adapun institusi yang bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran kembali cicilan pokok dan bunga utang luar negeri tersebut adalah Kementerian Keuangan. Pengelolaan utang luar negeri yang dilakukan secara tidak terpusat ini menyebabkan penilaian efisiensi atas alokasi penggunaannya tidak dapat terukur dengan baik. Besarnya imbal hasil (rate of return) yang diperoleh dari penggunaan sumber pembiayaan utang luar negeri iu tidak dapat diketahui secara akurat. Oleh karena itu, penyelewengan penggunaan utang luar negeri tersebut sangat berpotensi untuk terjadi sehingga hanya menimbulkan kerugian dan menambah beban pembayarannya. Pengelolaan utang luar negeri yang masih dilakukan secara terpisah menyebabkan alokasi penggunaannya tidak tercatat secara sistematis. Dalam laporan APBN, tidak terdapat rincian mengenai bidang, program, kegiatan dan jenis pengeluaran apa yang sumber pembiayaannya bersumber dari utang luar

7 65 negeri. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya penilaian untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan utang luar negeri dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sejauh ini profil utang luar negeri Indonesia masih menunjukkan kondisi yang aman. Namun, seiring dengan semakin besarnya beban pembayaran cicilan pokok dan bunganya, maka utang luar negeri tersebut berpotensi menimbulkan polemik bagi perekonomian Indonesia secara agregat. Dengan demikian, pada periode mendatang potensi terjadinya krisis utang di Indonesia sangatlah besar sehingga perlu dibangun suatu early warning system yang mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis tersebut secara akurat. 4.2 Penyusunan Early Warning System Penyusunan suatu sistem deteksi dini yang baik sangatlah ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan variabel-variabel makroekonomi yang menjadi kandidat leading, lagging, dan coincident indicators. Penentuan kandidat tersebut diperoleh dari hasil seleksi terhadap 111 variabel makroekonomi dengan periode bulanan yang telah berhasil dikumpulkan. Proses seleksi tersebut dilakukan berdasarkan tiga uji yang ditetapkan, yakni uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, cross correlation test, dan granger causality test. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan ketiga uji tersebut, maka selanjutnya suatu variabel makroekonomi tertentu dapat ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat, atau Coincident, Leading, dan Lagging indicators.

8 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident, Leading, dan Lagging Indicator Leading Debt Index merupakan instrumen terpenting dalam pembangunan early warning system krisis utang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pergerakan indeks ini memiliki kemampuan dalam memprediksi kondisi beban utang luar negeri yang dialami oleh Indonesia pada periode waktu mendatang. Oleh karena itu, dalam pembangunan early warning system ini, penyusunan Leading Debt Index menjadi salah satu perhatian utama di samping coincident dan Lagging Debt Index. Dalam rangka menyusun Coincident, Leading dan Lagging Debt Index, maka penentuan variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading, dan Lagging Indicator menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena Coincident, Leading dan Lagging Debt Index yang terbentuk disusun oleh kandidat-kandidat tersebut dengan bobot tertentu.oleh karena itu, proses seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat tersebut perlu dilakukan secara cermat dan akurat. Proses seleksi dilakukan berdasarkan dua uji statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan ketiga uji tersebut, maka selanjutnya suatu variabel makroekonomi tertentu dapat ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat Coincident, Leading, atau Lagging Indicators.

9 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident Indicator Coincident Indicator (CI) adalah indikator siklus bisnis yang pergerakannya seiring dengan variabel yang menjadi acuan (reference series). Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang situasi ekonomi saat ini (current economic situation). Kandidat CI diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa analisis korelasi silang (cross correlation) dan granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat CI diperoleh dengan melihat korelasi paling tinggi pada lag dan lead nol. Meskipun demikian, suatu variabel dapat dipertimbangkan untuk diklasifikasikan sebagai kandidat Coincident Indicator jika hasil uji korelasi silang yang dilakukan menunjukkan adanya nilai korelasi tertinggi pada lead atau lag dengan ukuran kurang dari enam. Adapun kriteria Coincident Indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dari variabel-variabel yang diuji dengan variabel acuan debt to GDP pada lag yang cukup jauh. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (alpha = 5 persen). Uji secara statistika dengan cross correlation test dan granger causality test merupakan hal yang juga penting dilakukan dalam melakukan penyeleksian variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Berdasarkan seleksi yang dilakukan dengan menggunakan kedua uji statistik tersebut, pada akhirnya diperoleh hasil berupa enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Adapun keenam variabel tersebut disertai dengan hasil ujinya masingmasing dapat disimak sebagai berikut.

10 68 1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing dan Campuran (Kode : Var38) Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui ketiga tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 1 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident

11 69 Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.

12 70 Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Merujuk pada hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode: Var62) Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji korelasi

13 71 silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead dan lag 0 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead dan lag 0. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum bergerak seiring dengan variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk

14 72 domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga simpanan Rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dengan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.

15 73 3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76) Variabel laju inflasi Indonesia merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel laju inflasi Indonesia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 1 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel laju inflasi Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Indonesia dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia.

16 74 b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju inflasi Indonesia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel laju inflasi Indonesia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian dengan spesifikasi lag 6 menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel laju inflasi Indonesia, tetapi tidak sebaliknya. Adapun hasil pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas

17 75 dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel laju inflasi Indonesia dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia sebagai kandidat Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94) Variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel harga komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicator karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead 5 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lead tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dilihat pada output e-views berikut.

18 76 Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 5. Tanda negatif yang muncul pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif atau berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia memiliki pergerakan yang mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP) dengan selang waktu 5 bulan. Meskipun begitu, variabel ini masih dapat dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator karena nilai korelasi tertingginya berada pada lead yang kurang dari 6. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel harga komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag,

19 77 yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah. Adapun pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP. Hasil ini menyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.

20 78 5. Variabel SBI 1 Bulan Variabel SBI 1 bulan merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel SBI 1 bulan. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 2 terhadap variabel reference yaitu debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference (debt to GDP) dengan variabel SBI 1 bulan dapat dilihat pada output e-views berikut. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa variabel SBI 1 bulan bergerak dua bulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel SBI 1 bulan

21 79 dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel SBI 1 bulan. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel SBI 1 bulan dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara

22 80 variabel SBI 1 bulan dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 6. Interest Rate Spread (Lending Rate Minus Deposit Rate) (Kode : Var102) Variabel interest rate spread merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel interest rate spread. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicator karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead dan lag 0 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel debt to GDP dengan variabel interest rate spread dapat dilihat pada output e-views yang terdapat di Lampiran 5. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead dan lag 0. Tanda negatif

23 81 yang muncul pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa variabel interest rate spread dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif atau berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel ini memiliki pergerakan yang seiring dengan debt to GDP. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel interest rate spread dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel interest rate spread. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate spread dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan

24 82 penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, tidak terdapat hubungan kausalitas antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara kedua variabel yang diuji. Adapun pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate spread dengan variabel debt to GDP. Hasil ini menyatakan bahwa variabel interest rate spread merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel interest rate spread sebagai kandidat Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Leading Indicators Leading Indicators (LI) merupakan indikator business cycle analysis yang pergerakannya mendahului variabe acuan (reference series). Indikator ini merupakan indikator komposit yang paling banyak mendapatkan perhatian, karena kemampuannya sebagai early warning indicators untuk melakukan peramalan kondisi perekonomian ke depan. Dengan kata lain, Leading Indicators memiliki kemampuan dalam melakukan peramalan tentang perubahan yang

25 83 terjadi pada periode mendatang serta dapat memprediksi siklus perekonomian. Siklus perekonomian yang dimaksud yakni terkait dengan kapan periode terjadinya kondisi perekonomian yang mencapai puncak (peak), masih berlanjut (steady), mulai menurun (contraction), sampai titik terendah (trough), dan kembali naik (expansion). Early Warning System (EWS) pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Dalam pembangunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia, penyusunan Leading Indicators menjadi suatu bagian yang sangat penting karena indikator ini akan mampu memberikan prakiraan secara akurat mengenai bagaimana kondisi beban utang Indonesia pada periode waktu mendatang. Leading indicators tersebut akan mampu melakukan peramalan tentang perubahan beban utang yang dialami Indonesia yang terjadi sehingga dapat membantu untuk memprediksi secara dini kemungkinan Indonesia menghadapi krisis utang pada periode waktu ke depan. Menurut Nasution (2007), kandidat LI diperoleh dengan bantuan peralatan statistika yakni analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat LI diperoleh dengan melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Kriteria leading indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas satu arah signifikan pada lag yang cukup jauh yang mengindikasikan bahwa variabel yang diuji mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Tingkat

26 84 signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasny harus lebih kecil dari 0,05 (alpha=5 persen). Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat Leading Indicators, maka dilakukan ketiga tahap pengujian terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni uji korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada akhirnya diperoleh enam variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Leading Indicators. Adapun keenam variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat disimak pada uraian berikut ini. 1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan Variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 8 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat dilihat pada output e- views di Lampiran 3.

27 85 Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 8. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.

28 86 Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan pada hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66) Variabel laju inflasi Jepang merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.

29 87 a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabellaju inflais Jepang. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 11 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel laju inflasi Jepang dapat dilihat pada output e-views yang terdapat di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 11. Hal ini menunjukkan bahwa variabel laju inflasi Indonesia bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Jepang dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju inflasi Jepang. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to

30 88 GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.

31 89 3. Variabel M2/Cadangan Devisa Variabel M2/Cadangan Devisa merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel M2/Cadangan Devisa dapat dilihat pada output e- views di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)

32 90 Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel M2/Cadanan Devisa mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah dimana varaibel debt to GDP signifikan mengakibatkan variabel M2/Cadangan Devisa. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel M2/Cadangan Devisa mengakibatkan variabel debt to

33 91 GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 4. Loan to GDP (Kode : Var105) Variabel Loan to GDP merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel Loan to GDP. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel Loan to GDP dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Loan to GDP bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian,

34 92 berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Loan to GDP dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Loan to GDP. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua

35 93 arah di antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Loan to GDP merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Loan to GDP sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107) Variabel LQ 45 merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel LQ 45. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel LQ 45 dapat dilihat pada output e-views sebagaimana yang tercantum di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 6. Tanda negatif yang muncul

36 94 ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yang diuji saling berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel LQ 45 bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel LQ 45 tidak dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. Namun, variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Leading Indicator berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua uji lainnya. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel LQ 45. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel LQ 45 mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan

37 95 penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, 3, 6 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel LQ 45 mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel LQ 45 merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel LQ 45 sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111) Variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Nominal Effective Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP.

38 96 Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat dilihat pada output e- views di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Nominal Effective Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu

39 97 lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6, dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Nominal Effective Exchange Rate mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. Dari hasil seleksi yang dilakukan dengan menggunakan ketiga uji sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada akhirnya diperoleh enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Pada tahap selanjutnya, keenam variabel tersebut akan mengalami proses pembobotan dalam rangka pembentukan Leading Debt Index yang merupakan instrument terpenting dalam pembangunan early warning system karena pergerakannya yang mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.

40 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Lagging Indicators Lagging Indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan Coincident maupun Leading Indicators. Sama halnya dengan Leading dan Coincident Indicators, kandidat Lagging diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat Lagging Indicators diperoleh dengan melihat korelasi paling tinggi pada lead yang cukup jauh. Kriteria coincident indicators berdasarkan uji granger causality yakni dengan melihat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan bahwa variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel yang diuji. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (alpha=5 persen). Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicators, maka dilakukan dua tahap pengujian statistic terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni uji korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada akhirnya diperoleh empat variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Lagging Indicators. Adapun keempat variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat disimak pada uraian berikut ini.

41 99 1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero (Kode : Var 34) Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yaitu uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 2. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.

42 100 b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference

43 101 mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP 2. Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 24 Bulan di Bank Umum (Kode : Var 64) Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistic yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4.

44 102 Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 4. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan

45 103 penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. 3. Imports Merchandise Constant (US$, millions) (Kode : Var97) Variabel import merchandise constant merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistic yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.

46 104 a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel import merchandise constant. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel import merchandise constant dapat dilihat pada output e- views di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 6. Tanda negatif yang muncul ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yan diuji berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel import merchandise constant bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel import merchandise constant dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel import merchandise constant. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel import merchandise constant. Pengujian granger causality dilakukan dengan

47 105 menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah. Hasil dari uji granger causality ini menyatakan bahwa variabel import merchandise constant bukan merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel import merchandise constant sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. 4. Local Equity Market Index (US$) Variabel Local Equity Market Index merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Local Equity Market Index. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to

48 106 GDP) dengan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar pada lead 6. Tanda negatif ini menunjukkan bahwa kedua variabel yang diuji berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel Local Equity Market Index bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Local Equity Market Index dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap Local Equity Market Index. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel Local Equity Market Index. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu

49 107 lebih kecil dari Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan variabel Local Equity Market Index. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Local Equity Market Index merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Local Equity Market Index sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. Dari tahap seleksi yang dilakukan dengan menggunakan uji secara grafis maupun statisik, maka diperoleh empat variabel kandidat Lagging Indicator, yaitu variabel suku bunga pinjaman rupiah untuk modal kerja yang diberikan Bank Persero, suku bunga simpanan rupiah berjangkan 24 bulan di Bank Umum, import merchandise constant dan Local Equity Market. Pada tahap selanjutnya, keempat variabel tersebut akan melalui proses pembobotan dalam rangka pembentukan Lagging Debt Index.

50 Penyusunan Composite Coincident, Leading dan Lagging Debt Index Dari langkah sebelumnya, telah diperoleh enam variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator dan enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Selanjutnya, akan disusun suatu composite index yang merupakan penggabungan dari variabel-variabel kandidat tersebut. Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index (CI) dan Leading Debt Index (LI) terbaik dilakukan dengan cara trial-error. Indikator baiknya Coincident Debt Index didasarkan pada persamaan pergerakannya dengan Reference Series, sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series. Sebelum melalui proses perhitungan dalam rangka memperoleh Coincident Debt Index, keenam variabel yang terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators perlu mengalami proses penyesuaian dari faktor musiman (seasonal adjustmen). Hal ini dilakukan agar variabel tersebut merepresentasikan nilai yang tidak dipengaruhi oleh kondisi musiman seperti Tahun Baru China ataupun Hari Raya Idul Fitri. Dengan demikian, pergerakan variabel-variabel tersebut tidak akan menimbulkan missleading dalam mendeskribsikan kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Adapun hasil seasonal adjustment yang dilakukan terhadap keenam variabel yang telah terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators dapat disimak pada Lampiran Penyusunan Coincident Debt Index (CDI) Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun CDI tersebut adalah sebagai berikut :

51 Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (i t ) 4. Adjustment i t 5. Perhitungan Prelimanary Leading (perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9) Composite CDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat coincident indicator sampai terbentuk grafik CI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi CDI terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var38 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Yang Diberikan Bank Asing dan Campuran 9,65% Var62 Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum 23,78% Var103 SBI 1 Bulan 7,76% Var102 Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) 58,81% Total 100,00% Kombinasi penyusunan CDI sebagaimana yang terlihat di Tabel 4.2 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik CDI tersebut bergerak seiring variabel reference yaitu debt to GDP sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3.

52 110 Debt to GDP CDI Persentase Debt To GDP Coincident Debt Index Gambar 4.3 Pergerakan Coincident Debt Index (CDI) Seiring Dengan Variabel Debt to GDP Gambar 4.3 menunjukkan grafik CDI yang memiliki beberapa titik lembah dan puncak. Pergerakan grafik CDI tersebut merefleksikan kondisi beban utang luar negeri yang dihadapi oleh Indonesi selama periode waktu pengamatan dimana pergerakannya seiring dengan variabel reference debt to GDP Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa variabel interest rate spread (selisih suku bunga pinjaman dengan suku bunga simpanan) memberikan kontribusi sebesar 58,81 persen terhadap penyusunan Coincident Debt Index. Hasil ini menunjukkan bahwa grafik interest rate spread memiliki pola kemiripan yang besar terhadap grafik CDI yang terbentuk. Hasil ini mengindikasikan pergerakan grafik variabel interest rate spread dapat merefleksikan kondisi beban utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia Penyusunan Leading Debt Index (LDI) Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi, diperoleh hasil bahwa terdapat enam variabel yang dapat dijadikan sebagai

53 111 kandidat Leading Indicator. Keenam variabel tersebut selanjutnya mengalami seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Leading Debt Index melalui proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun LDI tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (i t ) 4. Adjustment i t 5. Perhitungan Prelimanary Leading (Perhitungan Leading Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran 11) Composite LDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat leading indicator sampai terbentuk grafik LDI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi LDI terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3.

54 112 Tabel 4.3 Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var07 LIBOR 6 bulan 54% Var66 Laju Inflasi Jepang 42% Var96 M2/Cadangan Devisa 2% Var111 Nominal Effective Exchange Rate 2% Total 100% Kombinasi penyusunan Leading Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.3 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Leading Debt Index tersebut bergerak lebih awal mendahului Coincident Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.4. CDI LDI Coincident Debt Index Leading Debt Index Gambar 4.4 Pergerakan Leading Debt Index (LDI) Mendahului Coincident Debt Index (CDI)

55 113 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa grafik LDI memiliki 3 titik lembah dan 3 titik puncak yang mendahului titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki grafik CDI. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan terhadap LDI maupun CDI berdasarkan metode Bry Boschan Procedure. Pergerakan grafik LDI yang mendahului CDI mengindikasikan bahwa LDI memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang yang dihadapi Indonesia di periode waktu mendatang. Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap CDI maupun LDI, maka selang waktu pergerakan LDI mendahului CDI dapat dihitung secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan LDI Mendahului CDI Nama Variabel Trough Peak Trough Peak Trough Peak Leading Debt Index Apr-93 Jan-95 Feb-96 Jun-97 Jun-98 Mar-00 Coindicent Debt Index Apr-94 Jul-95 Aug-96 Sep-98 Aug-99 Apr-01 Selang Waktu 12 bulan 6 bulan 6 bulan 15 bulan 14 bulan 13 bulan Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik CDI dan LDI, maka diperoleh hasil bahwa grafik LDI bergerak mengikuti CDI dengan selang waktu rata-rata 11 bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada kurun waktu 11 bulan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bukti empiris bahwa beban utang Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh besarnya suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi negara Jepang. Hasil ini menunjukkan bahwa grafik dari kedua

56 114 variabel tersebut memiliki pola kemiripan yang besar terhadap grafik LDI yang terbentuk. Hal ini mengindikasikan pergerakan grafik dari kedua variabel tersebut memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi beban utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia pada periode waktu mendatang Penyusunan Lagging Debt Index Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi, diperoleh hasil bahwa terdapat empat variabel yang dapat dijadikan sebagai kandidat Lagging Indicators. Kempat variabel tersebut selanjutnya mengalami seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Lagging Debt Index melalui proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun Lagging Debt Index tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (i t ) 4. Adjustment i t 5. Perhitungan Prelimanary Leading (Perhitungan Lagging Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran 13).

57 115 Composite Lagging Debt Index terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat lagging indicator sampai terbentuk grafik Lagging Debt Index terbaik. Setelah melalui proses trialerror, maka diperoleh kombinasi Lagging Debt Index terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Kombinasi Terbaik Penyusun Lagging Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var34 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero 42% Var64 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) Di Bank Umum- 24 Bulan 50% Var97 Imports Merchandise, constant US$, millions 4% Var81 Local equity market index valued in US$ terms 3% Total 100% Kombinasi penyusunan Lagging Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.5 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Lagging Debt Index tersebut bergerak mengikuti Coincident Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.5.

58 116 Coincident Debt Index Lagging Debt Index Coincident Debt Index Lagging Debt Index Gambar 4.5 Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index Gambar 4.5 terlihat bahwa grafik Lagging Debt Index memiliki 3 titik lembah dan 3 titik puncak yang mengikuti titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki grafik Coincident Debt Index. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan terhadap Lagging Debt Index berdasarkan metode Bry Boschan Procedure Pergerakan grafik Lagging Debt Index yang mengikuti Coincident Debt Index mengindikasikan bahwa Lagging Debt Index memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya penyebaran dampak secara meluas akibat kondis krisis utang yang dihadapi Indonesia terhadap variabel-variabel makroekonomi lainnya secara keseluruhan. Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap Coincident Debt Index maupun Lagging Debt Index, maka selang waktu pergerakan Lagging Debt Index mengikuti Coincident Debt Index dapat dihitung secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6.

59 117 Tabel 4.6 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index Nama Variabel Trough Peak Trough Peak Trough Peak Coindicent Index Apr-94 Jul-95 Aug-96 Sep-98 Aug-99 Apr-01 Lagging Index Nov-94 May-96 Jan-98 May-99 Apr-01 Jun-02 Selang Waktu 7 bulan 10 bulan 17 bulan 8 bulan 20 bulan 14 bulan Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik Coincident Debt Index dan Lagging Debt Index, maka diperoleh hasil bahwa grafik Lagging Debt Index bergerak mengikuti Coincident Debt Index dengan selang waktu rata-rata 13 bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini, maka dampak penyebaran (contagion effect) terhadap variabel-variabel makeroekonomi lain akibat terjadinya krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada kurun waktu 13 bulan sebelumnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dan suku bunga pinjamanmodal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan Lagging Debt Index. Hal ini menunjukkan bahwa pola grafik kedua variabel tersebut memiliki kemiripan yang besar terhadap pergerakan grafik Lagging Debt Index. Dengan demikian, pergerakan kedua variabel itu dapat merefleksikan periode waktu kemungkinan terjadinya contagion effect akibat terjadinya krisis utang di Indonesia.

60 Pembahasan Hasil Penyusunan Early Warning System Analisis Hasil Early Warning System Secara Empiris Penyusunan hasil early warning sytem menghasilkan tiga instrumen penting, yakni Coincident, Leading, dan Lagging Debt Index. Adapun instrumen yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi beban utang luar negeri Indonesia adalah Coincident Debt Index. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.58, salah satu titik puncak Coincident Debt Index tercapai pada periode bulan September Kondisi ini terjadi tidak terlepas dari pengaruh krisis nilai tukar yang melanda negara-negara di Asia secara luas, termasuk Indonesia. Hal ini sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.6. Coincident Debt Index Kurs Rupiah Terhadap Dollar Coincident Debt Index Kurs Rupiah Terhadap Dollar Gambar 4.6 Perbandingan Pergerakan Grafik Coincident Debt Index dengan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Gambar 4.6 bahwa rupiah mengalami depresiasi yang begitu hebat sejak periode bulan Juni Kepercayaan terhadap mata uang rupiah semakin menurun, sehingga terjadi capital outflow secara besar-besaran pada periode waktu tersebut.

61 119 Hal ini berdampak pada beban utang luar negeri Indonesia semakin besar yang digambarkan dari titik puncak grafik Coincident Debt Index pada periode bulan September Kondisi ini semakin parah sehingga menyebabkan kurangnya likuiditas dalam perekonomian dan berakibat pada kenaikan suku bunga dalam negeri secara signifikan. Terjadinya capital outflow dalam jumlah besar pada akhirnya berdampak pada kurangnya likuiditas dalam perekonomian secara signifikan. Kondisi ini menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga SBI 3 bulan sehingga berdampak pada suku bunga simpanan dalam negeri yang juga mengalami kenaikan. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menarik minat investor luar negeri agar tetap menginvestasikan dana mereka di Indonesia sehingga likuiditas dalam negeri akan terjaga dan nilai rupiah tidak akan mengalami depresiasi lebih buruk lagi. Hal ini penting bagi pemerintah agar solvabilitas Indonesia tetap dalam kondisi baik sehingga mampu membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pada periode tersebut. Kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga dalam negeri juga memiliki tujuan lainnya yakni untuk meredam tingginya lonjakan inflasi yang terjadi pada periode krisis tersebut. Meskipun demikian, kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut pada akhirnya kurang efektif dan tidak berhasil menahan capital flight yang terjadi sehingga hanya menambah beban biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah yang menaikkan suku bunga SBI 3 bulan berdampak pada tingginya suku bunga simpanan dalam negeri melebihi suku bunga

62 120 pinjamannya. Hal ini menyebabkan interest rate spread Indonesia menunjukkan nilai negatif dan mencapai titik trough pada periode November 1998 dimana periode tersebut bertepatan dengan tercapainya titik peak variabel reference debt to GDP yang menandakan terjadinya masalah solvabilitas Indonesia. Dengan demikian, karena variabel interest rate spread, suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman, dan suku bunga SBI 3 bulan merupakan komponen penyusun Coincident Debt Index dengan bobot yang cukup besar, maka peningkatan variabel-variabel tersebut menyebabkan nilai Coincident Debt Index mencapai puncaknya pada periode bulan September Titik puncak Coincident Debt Index pada bulan September 1998 selain dipengaruhi oleh krisis nilai tukar yang melanda Asia, juga disebabkan karena pada periode tersebut hampir sebagian besar utang luar negeri Indonesia mencapai jatuh tempo secara bersamaan. Kondisi ini semakin menambah beban utang luar negeri Indonesia yang semakin diperparah dengan kesulitan likuiditas perekonomian dalam negeri akibat capital flight yang terjadi secara besar-besaran. Selain Coincident Debt Index, penyusunan early warning system ini juga menghasilkan instrumen Leading Debt Index. Indeks ini merupakan instrumen yang penting karena pergerakannya mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia secara akurat. Berdasarkan gambar 4.59, diketahui bahwa Leading Debt Index ini memiliki beberapa titik puncak dan lembah. Salah satu titik puncaknya terjadi pada periode bulan Juni Pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncaknya pada periode tersebut telah memberikan sinyal yang kuat bahwa akan terjadi krisis

63 121 utang di pada selang waktu 15 bulan kemudian (ditandai dengan Coincident Debt Index yang mencapai titik puncak). Tercapainya titik puncak Leading Debt Index pada periode bulan Juni 1997 banyak dipengaruhi oleh dinamika pergerakan variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini disebabkan karena kedua variabel tersebut merupakan komponen penyusun Leading Debt Index dengan bobot yang cukup besar. Variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan memiliki beberapa titik puncak dan lembah. Salah satu titik puncak variabel ini tercapai pada periode bulan April Titik puncak yang terjadi pada periode tersebut menjadi sinyal kuat terjadinya beban utang luar negeri Indonesia yang semakin besar pada selang waktu 19 bulan kemudian. Suku bunga LIBOR 6 Bulan yang mencapai titik puncak di bulan April 1997 mengindikasikan terjadinya penurunan likuiditas sumber pendanaan di pasar uang internasional pada periode waktu tersebut. Oleh karena suku bunga LIBOR banyak digunakan sebagai acuan dalam penentuan suku bunga utang luar negeri, maka peningkatan suku bunga LIBOR akan berdampak pada semakin besarnya devisa yang harus dialokasikan untuk melakukan pembayaran bunga utang. Pergerakan suku bunga LIBOR memberikan pengaruh yang besar terhadap kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung oleh Indonesia. Hal ini disebabkan karena cukup besar jumlah utang luar negeri Indonesia yang pembayaran bunganya ditetapkan berdasarkan floating interest rate. Semakin tinggi suku bunga LIBOR, maka semakin besar pula beban pembayaran utang luar

64 122 negeri Indonesia, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, peningkatan suku bunga LIBOR 6 bulan yang mencapai titik puncaknya pada periode April 1997 berdampak pada semakin besarnya beban utang luar negeri Indonesia pada kurun waktu 19 bulan kemudian, tepatnya bulan November Selain variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan, pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncak di periode Juni 1997 juga dipengaruhi oleh variabel laju inflasi Jepang. Variabel ini mencapai titik puncaknya pada periode bulan Agustus 1997 akibat krisis nilai tukar yang melanda Asia, termasuk Jepang. Pada periode tersebut, mata uang yen juga mengalami depresiasi yang hebat sehingga berdampak pada kemunduran perekonomian di negara tersebut. Hal ini ditandai dengan inflasi yang terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, pergerakan laju inflasi Jepang telah memberikan sinyal yang kuat dalam memprediksi kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung Indonesia Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System Krisis Utang di Indonesia Dengan menggunakan instrumen Leading Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada periode 11 bulan sebelumnya. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Leading Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.7.

65 123 Gambar 4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang Pada Gambar 4.7, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Terjadinya krisis utang di periode t tersebut telah dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Ketika grafik LDI menunjukkan tanda-tanda pergerakan yang mengalami peningkatan, maka saat itu sinyal peringatan kemungkinan terjadinya krisis utang perlu diwaspadai. Sebelum LDI ini mencapai titik puncaknya pada periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang, maka kebijakan yang bersifat preventif dan antisipatif harus segera diimplementasikan untuk mengendalikan beban utang luar negeri Indonesia. Hal ini perlu dilakukan secara cermat dan akurat untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain dengan instrumen LDI, operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia juga dilakukan dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index. Dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya contagion effect akibat krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada periode 13 bulan setelah

66 124 terjadinya krisis utang. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Lagging Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang Pada Gambar 4.8, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Dampak dari terjadinya krisis utang di periode t tersebut akan menyebar secara luas ke variabel-variabel makroekonomi lainnya dalam kurun waktu 13 bulan. Hal ini direfleksikan dengan tercapainya titik puncak grafik Lagging Debt Index pada periode 13 bulan setelah terjadinya krisis. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, perlu dilakukan sejumlah kebijakan tertentu yang diimplementasikan dalam rangka mencegah penyebaran contagion effect secara meluas akibat terjadinya krisis utang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan deret waktu bulanan. Data tersebut akan dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H14080003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah krisis utang di Indonesia pada tahun 2004M01 hingga 2016M05. Subjek penelitian yang dipakai adalah rasio utang terhadap PDB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian maka diperlukan sumber-sumber penyediaan dana guna membiayai kegiatan usaha yang semakin berkembang tersebut.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah krisis nilai tukar di Indonesia periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2015. Pemilihan periode yang digunakan didasarkan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perbankan Indonesia. kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perbankan Indonesia. kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia Dilihat dari segi kepemilikannya, Bank di Indonesia dibedakan menjadi enam kategori bank, diantaranya adalah Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya terhadap sistem Perbankan syariah dibandingkan Perbankan Konvensional. Ekonomi Syariah dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Terhadap Pasar Modal Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda telah ada badan yang bernama Vereneging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Terhadap Pasar Modal Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda telah ada badan yang bernama Vereneging BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Tinjauan Terhadap Pasar Modal Indonesia Pada zaman penjajahan Belanda telah ada badan yang bernama Vereneging Voor de Effecten Handel yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN Skripsi Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Manajemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian yang lebih terbuka antara negara satu dengan negara yang lain. Perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu penggerak utama perekonomian dunia termasuk Indonesia, melalui pasar modal perusahaan dapat memperoleh dana untuk melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara berkembang yang telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar negeri baik dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga, dalam. 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012:

BAB I PENDAHULUAN. Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga, dalam. 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemulihan ekonomi yang lambat di negara-negara maju pasca krisis global 2008 silam, menyebabkan para investor lebih memilih mendiversifikasikan investasinya ke luar

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak pemilik dana dengan pihak yang tidak memiliki dana. Bank mengumpulkan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mendorong pembentukan modal dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. harga saham (Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. mendorong pembentukan modal dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. harga saham (Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peran penting dalam perekonomian sebuah negara. Peran pasar modal bukan hanya sekedar tempat pertemuan lenders dan borrowers ataupun tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 56 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediately institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana untuk menghubungkan investor (pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor merupakan pihak yang mempunyai kelebihan dana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perekonomian yang global pada saat sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik yang bergerak dibidang industri, perdagangan, maupun jasa dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit. Dari definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga mengandung resiko. Besar kecilnya resiko di pasar modal sangat dipengaruhi oleh keadaan negara khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Konsep penelitian ini dilakukan untuk membangun sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Tujuannya untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis utang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja yang dicapai, laporan keuangan, kas perusahaan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kinerja sehingga memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjual saham kepada publik di pasar modal. meningkatkan penjualan sahamnya di pasar modal. Jika diasumsikan investor

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjual saham kepada publik di pasar modal. meningkatkan penjualan sahamnya di pasar modal. Jika diasumsikan investor 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu sektor pendukung kelangsungan hidup suatu perusahaan adalah tersedianya dana. Sumber dana murah yang dapat diperoleh suatu industri adalah dengan menjual

Lebih terperinci

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan I. PENDUHULUAN I.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan dampak akumulasi agregat ekonomi yang tercermin dari aktifitas bisnis, meskipun fluktuasinya tidak tergambar secara jelas, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejauh ini krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1998 telah membawa dampak yang tidak baik bagi perkembangan bangsa Indonesia. Hampir

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan modal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah satunya didapat dari ekspor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pasar modal Indonesia sampai dengan tahun 2015 terus menunjukkan pencapaian positif. Hal ini diantaranya dapat dilihat dari jumlah emiten yang mencatatkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makroekonomi jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makroekonomi jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makroekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi bukanlah suatu peristiwa yang secara otomatis akan terjadi. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis pengaruh kredit bermasalah (NPF), faktor ekonomi makro (INF, INT, Nilai Tukar), likuiditas (CR) dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang menguntungkan. Dengan total populasi mencapai 248,8 juta jiwa pada tahun 2013 (Sumber: Statistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan peralaman (forecasting) akan apa yang terjadi dimasa akan datang dan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pasar modal merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap investor dalam

Lebih terperinci

Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM

Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM 12/31/ DAFTAR ISI 1 2 3 Metodologi Data Hasil 12/31/ M. Indra Maulana 2 Bagian 1 Metodologi 12/31/ M. Indra Maulana 3 1.Uji Stasionaritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi suatu negara. Papanek (2004) mengatakan bahwa jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk menilai kesehatan suatu bank, di mana bank dengan kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk menilai kesehatan suatu bank, di mana bank dengan kinerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara tidak lepas dari kontribusi sektor perbankan, di mana usaha-usaha bank ikut berjasa dalam menghimpun dana dan menyalurkannya kepada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting terutama terkait dengan arus permodalan dan pertumbuhan ekonomi. Pasar modal merupakan indikator

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) Bagus Ananto Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian suatu negara didukung oleh adanya suntikan dana dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran Bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Pada Bab II akan dibahas mengenai teori leading indicator, teori penggunaan indeks harga saham gabungan dan indeks industri sebagai proxy untuk memprediksikan pertumbuhan GDP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah melalui Bank Sentral. Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis global yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat telah memberikan dampak pada memburuknya kondisi perekonomian global. Pemulihan terhadap kondisi ekonomi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang mempunyai peranan sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit(abdullah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia hingga saat ini telah mengalami beberapa tahap perubahan. Salah satunya adalah ketika terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada umumnya, bank juga berorientasi untuk mendapatkan laba yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada umumnya, bank juga berorientasi untuk mendapatkan laba yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari tugas akhir ini. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah dan sistematika

Lebih terperinci