BAB III METODOLOGI PENELITIAN
|
|
- Bambang Tan
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik,, Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi,, dan Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan. 3.2 BAHAN DAN PERALATAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Resin epoksi sebagai matriks, dengan sifat [10]: a. Wujud : Cairan kental b. Densitas : 1,17 gram/cm 3 Epoksi dan epoksi hardener yang digunakan diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya. 2. Serat buah pinang sebagai pengisi, dengan sifat panjang dan kuat. Serat buah pinang yang digunakan diperoleh dari supplier di Stabat dengan klasifikasi pinang yang tua dan berwarna kecoklatan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Beaker glass. 2. Mesin cetak tekan (press mold). 3. Neraca analitik. 4. Ayakan 50 mesh. 5. Alat uji tarik. 6. Alat uji bengkok. 7. Alat uji bentur. 8. Alat uji Scanning Electron Microscope (SEM). 9. Alat uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR). 24
2 10. Indikator ph universal. 11. Cetakan, yang terbuat dari plat besi dengan ukuran 30 x 30 cm. 12. Ball Mill. 3.3 PROSEDUR PENELITIAN Pengambilan Serat Buah Pinang 1. Serat dipisahkan dengan tangan dari kulit terluar pinang dengan membuang kulit terluar yang terikut dengan serat hingga bersih. 2. Serat buah pinang kemudian dibersihkan dengan menggunakan air. 3. Serat tersebut kemudian dikeringkan selama 3 hari dibawah sinar matahari Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang 1. Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai perlakuan alkali pada serat dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH terhadap air 1 %, 2 %, dan 3 %. 2. Serat direndam di dalam NaOH dengan masing - masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan kemudian didiamkan selama 1 jam. Kemudian serat tersebut dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga ph 7-7,5 dengan menggunakan indikator ph universal. 3. Serat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 C hingga beratnya konstan. 4. Untuk sampel dengan pengisi serat buah pinang tanpa perlakuan alkali prosedur 1 sampai 3 tidak dilakukan Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang 1. Serat buah pinang yang telah mengalami proses perendaman dan pengeringan kemudian dimasukkan ke dalam ball mill agar serat halus dan membentuk partikel. 2. Serat buah pinang yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh. 3. Masing-masing partikel serat buah pinang dipisahkan untuk dilanjutkan ke proses pembuatan komposit partikel epoksi-serat buah pinang. 25
3 3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang 1. Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : Kemudian epoksi dan epoksi hardener dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata. 3. Serat buah pinang yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam beaker glass dan diaduk merata. 4. Kemudian tuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan sesuai dengan masing-masing uji. 5. Kemudian tuangkan resin ke dalam cetakan dan ratakan bagian permukaannya, setelah rata komposit didiamkan selama 1 hari pada suhu ruangan. 6. Komposit dikeluarkan dari cetakan dan dihaluskan bagian permukaannya dengan menggunakan kertas pasir. 7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu penentuan uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR), uji kekuatan tarik (tensile strength), uji kekuatan lentur (bending strength), uji kekuatan bentur (impact strength), uji penyerapan air (water absorption), dan uji Scanning Electron Microscopy (SEM) Pengujian Komposit Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) Sampel yang dianalisa yaitu berupa epoksi, serat pinang tanpa perlakuan alkali,serat pinang dengan perlakuan alkali dan komposit epoksi berpengisi buah pinang untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe IV Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik ( t ) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai 26
4 besarnya beban maksimum (F maks ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. 13 mm 6 mm 19 mm 57 mm 115 mm 65 mm 4 mm Gambar 3.1 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D 638 Tipe IV Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790 Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test). 3 mm 6 mm 12 cm Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D
5 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. 3,4 mm 2,5 mm 60,5 mm Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570 Karakteristik penyerapan air dari komposit poliester tidak jenuh berpengisi selulosa diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x 25 mm) sesuai ASTM D-570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 50 5 o C selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pencelupan. Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan: We Wo Wg Wo x 100% Dimana : Wg We Wo = Persentase pertambahan berat komposit = Berat komposit setelah perendaman = Berat komposit sebelum perendaman Pengujian Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 25 sampai 2 juta kali. Sampel yang difoto berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi 28
6 terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan. 3.4 FLOWCHART PENELITIAN Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang Mulai Serat pinang dibersihkan dengan membuang kulit terluar hingga bersih Dicuci dengan air hingga bersih Dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari Selesai Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang Mulai Natrium hidroksida (NaOH) dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH yang diinginkan Serat direndam ke dalam NaOH dengan masing-masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan didiamkan selama 1 jam Serat dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga ph 7-7,5 dengan menggunakan indikator ph universal Selesai Gambar 3.5 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang 29
7 3.4.3 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang Mulai Serat buah pinang yang telah direndam dan dikeringkan kemudian dihaluskan di dalam ball mill Serat yang telah halus diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh Partikel serat dipisahkan dengan masing-masing ukuran untuk digunakan dalam proses pembuatan komposit partikel epoksi - serat buah pinang Selesai Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Mulai Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2 Dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata Partikel serat dimasukkan ke dalam beaker glass dengan masing-masing variasi fraksi volum dan diaduk merata Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan Cetakan ditekan dengan mesin press selama 60 menit pada temperatur ruangan Komposit dikeluarkan dari cetakan Selesai Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang 30
8 3.4.5 Flowchart Pengujian Komposit Mulai Komposit dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar masingmasing uji yang digunakan Dilakukan uji pada masing-masing variasi komposit dan diperoleh data hasil pengujian Selesai Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Komposit 31
9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED) EPOKSI, SERAT BUAH PINANG, DAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) epoksi, serat pinang dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari komposit epoksi berpengisi serat buah pinang Karakteristik FT-IR Epoksi Karakteristik FTIR dari epoksi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR Regang C-H Regang -N C Regang C=O Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Epoksi Gambar 4.2 Rumus Molekul Epoksi [26] 32
10 Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari resin epoksi. Resin epoksi mengandung gugus epoksi atau oxirene dan senyawa amina [9]. Gugus epoksi pada FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1882,52 cm -1 yang menunjukkan gugus C=O. Senyawa amina pada resin epoksi hasil karakteristik FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2067,69 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus -N C yang merupakan amina tersier. Sedangkan bilangan 2976,09 cm -1 menunjukkan gugus C-H Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Dan Dengan Perlakuan Alkali Karakteristik dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR Regang =C-H, O-H Regang C=C Regang C=C 1500 Regang O-H 1450 Tekuk C-H Regang C-O, C-O-C Tekuk C-H Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali 33
11 Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat gugus fungsi yang dihasilkan oleh serat pinang dengan menggunakan transmisi FT-IR. Serat pinang sebagian besar terdiri dari hemiselulosa dan bahan bukan selulosa. Serat buah pinang mengandung 13 % sampai 24,6 % senyawa lignin, 35 % sampai 64,8 % hemiselulosa, kandungan abu sebanyak 4,4 %, dan sisanya sebanyak 8 % sampai 25 % kandungan air. Senyawa hemiselulosa ditunjukkan oleh adanya gugus OH pada hasil karakteristik FT-IR yang didapat pada puncak 2885,51 dan 1504,48 cm -1. Senyawa lignin ditunjukkan pada puncak 1597,06 cm -1. Pada puncak 2129,41 cm -1 menunjukkan adanya gugus C=C, pada puncak 1157,29 cm -1 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C, serta puncak 894,97 cm -1 dan 833,25 cm -1 menunjukkan adanya tekuk C-H. Karakteristik dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali ditunjukkan pada Gambar 4.4 di bawah ini Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR Regang =C-H, O-H Regang C=C Regang C=C 1500 Regang O-H 1450 Tekuk C-H Regang C-O, C-O-C Tekuk C-H Gambar 4.4 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Dengan Perlakuan Alkali 34
12 % Transmitasi Pada umumnya hasil karakterisasi FT-IR dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali menunjukkan gugus yang hampir sama dengan hasil karakterisasi FT-IR pada serat buah pinang tanpa perlakuan alkali, namun terdapat beberapa pergeseran gugus fungsi jika dibandingkan dari hasil keduanya. Serat pinang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serat buah pinang yang sebelumnya diberi perlakuan alkali sebelum dijadikan sebagai pengisi komposit, sehingga perlu dilakukan perbandingan hasil karakteristik FT-IR dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dan serat buah pinang dengan perlakuan alkali. 100 Serat Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali Panjang Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali dan Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali Dari Gambar 4.5 diatas, perlakuan alkali terhadap serat menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan spektrum yang dihasilkan FT-IR. Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada puncak 2885,51 dan 1265,3 cm -1 yang mempunyai kemiripan dengan hemiselulosa, mengalami perubahan, kemudian pada regang O-H pada puncak 1504 yang berkurang akibat perlakuan alkali, dan pada puncak 1157 (regang eter C-O-C) yang merupakan struktur penyusun polisakarida yang sebagian besar ada di selulosa yang mengalami pergeseran. Namun, ada beberapa puncak lainnya yang muncul baik pada serat tanpa perlakuan alkali maupun serat dengan 35
13 perlakuan alkali. Sehingga dapat disimpulkan alkali membersihkan permukaan serat dari senyawa lignin, hemiselulosa, dan zat pengotor lainnya [27] Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Karakteristik FT-IR dari komposit epoksi berpengisi serat pinang dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR Regang =C-H, O-H Regang C=C Regang C-O, C-O-C Gambar 4.6 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Dilihat dari hasil karakterisasi FT-IR terhadap komposit epoksi berpengisi serat buah pinang terdapat penggabungan dan pergeseran gugus fungsi dari epoksi dan serat pinang yang menunjukkan bahwa adanya ikatan antara epoksi dan serat pinang. Pada puncak 2962,66 cm -1 menunjukkan adanya gugus =C-H dan O-H, pada puncak 2322,29 cm -1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan pada puncak 1157,29 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C. 36
14 % Transmitasi Epoksi Serat Pinang Epoksi + Serat Pinang Panjang Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.7 Karakteristik FT-IR Epoksi, Serat Buah Pinang, dan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Ada tiga faktor yang mempengaruhi ikatan yakni: penjangkaran mekanik (mechanical anchoring), ikatan kimia antara serat alam dan resin dimana gugus hidroksil (-OH) pada rantai belakang resin (poliester tidak jenuh) menyediakan sebuah daerah untuk mengadakan ikatan hidrogen terhadap serat alam yang mengandung banyak gugus hidroksil dalam struktur kimianya. dan gaya molekular atraktif (gaya van der Waals dan ikatan hidrogen) [28]. Kemungkinan ikatan yang terjadi antara resin dengan selulosa merupakan gaya molekular atraktif seperti yang ditunjukan oleh Gambar
15 OH OH α-selulosa + Hemiselulosa + lignin OH OH + OH OH Serat Alam Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone) α-selulosa + Hemiselulosa + lignin Serat Alam O H H O O H H O O H H O Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone) Gambar 4.8 Kemungkinan Ikatan Antara Resin dengan Serat Alam [28] Pada Gambar 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan ikatan antara serat alam dengan resin epoksi yang terjadi seperti yang diutarakan oleh Ray dan Rout [26]. Serat alam yang mengandung senyawa α-selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagai pengisi sedangkan pada resin termoset bertindak sebagai matriks, dimana kedua nya memiliki gugus fungsi OH. Dalam proses pencampuran keduanya memiliki pontensi interaksi berupa ikatan hidrogen dimana gugus OH dari serat alam berinteraksi dengan gugus OH pada resin termoset. 38
16 4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan tarik dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. Kekuatan Tarik (MPa) /30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni Gambar 4.9 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 10,653 MPa. Kekuatan tarik yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena adanya ikatan yang kuat pada daerah antarmuka pengisi dan matriks, sehingga meningkatkan kemampuan komposit dalam menahan tegangan tarik [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan tarik komposit menurun yang disebabkan gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun karena keadaan jenuh pengisi yang tidak tercampur secara sempurna dengan resin epoksi akibat kandungan pengisi yang terlalu banyak yang dapat melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30]. Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin 39
17 meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [7]. Terhalangnya permukaan serat oleh lapisan yang menyerupai lilin juga menyebabkan kegagalan ketika ditarik yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matrik yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat yang disebut dengan istilah fiber pull out. Pada kondisi kegagalan ini, matrik dan serat sebenarnya masih mampu menahan beban dan regangan yang lebih besar, tetapi karena ikatan antara serat dan matrik gagal, maka komposit pun mengalami kegagalan lebih awal. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14]. Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi serat hybrid kulit jeruk dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Girisha dimana menunjukkan kekuatan tarik maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan kekuatan dengan perlakuan alkali pada serat [7]. 40
18 4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS (ELASTIC MODULUS) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap modulus elastisitas dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 300 Modulus Elastisitas (MPa) % 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.10 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Modulus Elastisitas Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa modulus elastisitas maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 185,409 MPa. Berhubung perlakuan NaOH serat memberikan karakteristik kurva kekuatan tarik dan regangan yang mirip, maka modulus elastisitasnya pun akan memiliki trend perubahan. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa modulus elastisitas bahan komposit epoksi-serat buah pinang mengalami peningkatan seiring dengan penambahan kandungan pengisi pada komposit dan konsentrasi perlakuan NaOH pada serat. Penurunan tersebut didominasi oleh efek degradasi sifat mekanis serat yang disertai oleh semakin sempurnanya ikatan antara serat dengan matriks. Jika ditinjau dari pengaruh konsentrasi alkali pada serat, modulus elastisitas dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi alkali, namun 41
19 konsentrasi alkali yang semakin tinggi akan menurunkan sifat elastisitas komposit, bahkan perlakuan tersebut dapat menyebabkan komposit menjadi rapuh [1]. 4.4 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 10 Pemanjangan Pada Saat Putus (%) /30 60/40 50/50 100/0 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pemanjangan pada saat putus maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 70:30 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 4,52%, sedangkan pemanjangan pada saat putus minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 2,46%. Hal ini disebabkan karena kurangnya perpindahan tegangan (stress transfer) dari matriks epoksi ke pengisi serat buah pinang. Peningkatan dari sifat pemanjangan pada saat putus pada suatu komposit meningkatkan kekerasan dan kelembutan dari komposit tersebut [30]. Sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit menunukkan trend yang serupa/mirip dengan kekuatan tarik yang dihasilkan oleh komposit. 42
20 Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [6]. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14]. Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi serat hybrid lidah buaya dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Reddy dimana menunjukkan trend yang serupa/mirip antara sifat pemanjangan pada saat putus dan kekuatan tarik, namun menunukkan pemanjangan pada saat putus yang maksimum pada kandungan pengisi 10% (% wt) [31]. 43
21 4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN LENTUR (BENDING STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan lentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan Kekuatan Lentur (MPa) % 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Lentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Gambar 4.12 di atas menunjukkan bahwa kekuatan lentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 28,05 MPa. Kekuatan lentur yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena hubungan antara antarmuka pengisi dan matriks dimana pengisi memperkuat kekuatan lentur komposit dan serat yang tersebar merata sehingga beban yang terpusat dapat ditahan oleh komposit [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan lentur komposit menurun yang disebabkan oleh keadaan jenuh dari pengisi pada komposit yang disebabkan serat tidak dapat tercampur secara sempurna akibat jumlah serat yang terlalu banyak sehingga gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun dan melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30]. 44
22 Jika ditinjau dari konsentrasi alkali yang digunakan dalam perlakuan serat, kekuatan lentur meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkali, namun pada konsentrasi alkali 3%, kekuatan lentur komposit mengalami penurunan. Perlakuan alkali pada serat bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat serta meningkatkan wetability antara serat dengan matriks sehingga kekuatan lentur komposit menjadi lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih banyak dapat menyebabkan kerusakan pada komponen penyusun serat [1]. Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada komposit urea formaldehid berpengisi serat buah pinang dengan perlakuan alkali KOH yang menunjukkan kekuatan lentur maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan kekuatan setelah serat diberi perlakuan alkali [32]. 4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI PARTIKEL BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Gambar 4.13 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan bentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan Kekuatan Bentur (J/m 2 ) % 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.13 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang 45
23 Gambar 4.13 di atas menunjukkan bahwa kekuatan bentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 6698,6 J/m 2, sedangkan kekuatan bentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 3% yakni sebesar 4996,97 J/m 2. Kekuatan bentur yang dihasilkan komposit meningkat seiring dengan penambahan serat sebagai pengisi di dalam komposit. Hal ini disebabkan karena sifat kekuatan bentur dari suatu komposit berhubungan secara langsung terhadap kekerasan yang dipengaruhi secara langsung oleh kekuatan ikatan antarmuka, matrik, dan sifat dari serat, dalam hal ini serat yang digunakan sebagai pengisi berperan sebagai pembentuk titik dimana mulainya pematahan (crack formation) dan media pemindahan tegangan (stress transferring medium). Dalam penelitian ini, kekuatan bentur meningkat karena adanya fleksibilitas jaringan antar fasa yang baik antara matriks dengan pengisi sehingga dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi maka bahan komposit akan menyerap energi benturan yang lebih tinggi [33]. Peningkatan sifat-sifat mekanis pada komposit berpenguat serat yang mengalami perlakuan permukaan menunjukkan fakta bahwa terjadi perbaikan karakteristik perekatan (adhesion) permukaan serat oleh perbaikan cacat alami dan topografi permukaan serat menjadi kasar. Selain itu pengaruh pelakuan kimia pada serat juga dapat membersihkan dan mengubah topografi permukaan serat, meningkatkan kekerasan permukaan serat sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat buah pinang dengan matrik/resin epoksi. Perubahan topografi permukaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matrik [34]. Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada komposit epoksi berpengisi serat pinang dengan perlakuan alkali KOH yang menunjukkan kekuatan bentur maksimum pada komposisi 60:40 dan mengalami peningkatan kekuatan ketika serat diberi perlakuan alkali [5]. 46
24 4.7 PENGARUH KOMPOSISI TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh komposisi terhadap penyerapan air (water absorption) komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang. 3.2 Daya Serap Air (%) Rasio Epoksi dan Serat Pinang 100/0 70/30 60/40 50/ Waktu (Hari) Gambar 4.14 Pengaruh Komposisi Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Gambar 4.14 di atas menunjukkan bahwa epoksi murni memiliki daya serap air yang paling kecil dibandingkan dengan daya serap air dari komposit. Penyeparapan air (water absorption) meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volum serat pada komposit. Penyerapan air pada epoksi murni setelah perendaman selama 9 hari sebesar 0,5213 %, sedangkan untuk komposit epoksi-serat buah pinang masing-masing untuk rasio matriks dan pengisi 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) yaitu 1,9391 %, 2,5451 % dan 3,1726 %. Hal ini disebabkan karena karakterisitik serat alam yang memiliki daya serap air yang lebih besar dibandingkan dengan epoksi. Sehingga dengan adanya serat alam yang memiliki daya serap air sebesar 11-12% menyebabkan komposit epoksi-serat buah pinang menyerap air lebih besar dibandingkan dengan epoksi itu sendiri [21]. 47
25 4.8 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) EPOKSI DAN KOMPOSIT PARTIKEL EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Gambar 4.15 di bawah ini merupakan gambar hasil analisa SEM, adapun sampel yang dianalisa yaitu patahan hasil pengujian kekuatan bentur untuk komposit epoksi murni, dan komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang dengan komposisi 60/40 dan konsentrasi alkali 2%. (a) (b) Gambar 4.15 Hasil Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) (a) Patahan epoksi murni dengan perbesaran 500x dan (b) Patahan epoksi-serat pinang dengan perbesaran 500x 48
26 Dari Gambar 4.15 (a dan b) menunjukkan morfologi patahan komposit epoksi-serat buah pinang dengan bentuk permukaan yang tidak merata dan partikel serat yang terdistribusi dengan baik. Pada komposit berpengisi serat buah pinang ini terjadi kegagalan yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matriks yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat. Jenis kegagalan ini biasa disebut dengan istilah fiber pull out [21]. Selain itu dapat dilihat bahwa penambahan pengisi serbuk buah pinang dapat mengurangi jumlah fraksi kosong (void) yang terdapat pada komposit epoksi. 49
27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Dari hasil analisa karakterisasi FT-IR terhadap epoksi, serat buah pinang, dan komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diketahui bahwa terdapat perbedaan peak yang dihasilkan dari serat dengan perlakuan alkali dan serat tanpa perlakuan alkali dan terdapat ikatan antara resin epoksi sebagai matrik dan serat pinang sebagai pengisi. 2. Dari hasil analisa uji kekuatan tarik, kekuatan tarik maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 10,653 MPa. 3. Modulus elastisitas maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 185,409 MPa. 4. Pemanjangan saat putus maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 70:30 dan perlakuan alkali 2% sebesar 4,52%, sedangkan Pemanjangan saat putus komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 2,46%. 5. Dari hasil analisa uji kekuatan lentur, kekuatan bentur maksimum dari komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 28,05 MPa. 6. Dari hasil analisa uji kekuatan bentur, kekuatan bentur maksimum berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 6698,6 J/m 2, sedangkan kekuatan bentur minimum komposit berada pada perbandingan komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 4996,97 J/m 2. 50
28 7. Berdasarkan uji penyerapan air, diketahui bahwa penyerapan air komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang terbesar berada pada perbandingan komposisi 50:50 yaitu sebesar 3,1726 %. 8. Secara umum, sifat mekanik komposit meningkat dengan perlakuan alkali (NaOH) karena perlakuan alkali membersihkan permukaan serat dari lapisan lilin sehingga meningkatkan adhesi dan mechanical interlocking pada antarmuka serat dengan matrik. 5.2 SARAN Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan : 1. Diperlukannya penggabungan metoda hand lay-up dengan hot press agar void yang terdapat di dalam komposit berkurang. Untuk media cetakan sebaiknya digunakan pelat besi yang telah diberikan pelicin (release agent). 2. Diperlukan perlakuan awal pada serat seperti perlakuan penggandeng (coupling agent) pada pengisi agar meningkatkan interaksi antara matriks dengan pengisi. 51
BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN
25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 AlaT Penelitian Peralatan yang digunakan selama proses pembuatan komposit : a. Alat yang digunakan untuk perlakuan serat Alat yang digunakan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian terapan, yang pelaksanaannya kebanyakan dilaksanakan di laboratorium. Agar supaya, tujuan peneltian dapat tercapai dalam
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : - Hot Plate Stirer Coming PC 400 D - Beaker Glass Pyrex - Hot Press Gotech - Neraca Analitik Radwag
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material
Lebih terperinciBAB IV DATA HASIL PENELITIAN
BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1 PEMBUATAN SAMPEL 4.1.1 Perhitungan berat komposit secara teori pada setiap cetakan Pada Bagian ini akan diberikan perhitungan berat secara teori dari sampel komposit pada
Lebih terperinciJurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online
Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein PENGARUH PERENDAMAN FILLER SERAT AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI NaOH TERHADAPSIFAT MEKANIK KOMPOSIT RESIN POLYESTER
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir
BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisa data dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut: Pada fraksi volume filler 0% memiliki kekuatan tarik paling rendah dikarenakan tidak adanya filler sebagai penguat
Lebih terperinciGambar 4.1 Grafik dari hasil pengujian tarik.
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Karakterisasi Serat Tunggal 1.1.1 Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Pengujian serat tunggal dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan dengan penelitian terdahulu
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan selama proses treatment atau perlakuan alkalisasi serat kenaf dapat dilihat pada Gambar 3.1. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 3.1. Peratalatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Alat yang digunakan selama proses persiapan matriks (plastik) dan serat adalah : 1. Gelas becker Gelas becker diguakan untuk wadah serat pada saat
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.a Uji Komposisi Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa S2K, baik serat tanpa perlakuan maupun dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinciJURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY Efri Mahmuda 1), Shirley Savetlana 2) dan Sugiyanto 2) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciBAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal
44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Serat Tunggal 4.1.1 Pengukuran diameter Serat Sisal Pengukuran diameter serat dilakukan untuk input data pada alat uji tarik untuk mengetahui tegangan tarik,
Lebih terperinciPENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MIKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI
PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MIKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI Oleh TOMMY ARISSA PUTRA 090405039 DEPARTEMEN TEKNIK
Lebih terperinciIII.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di
III.METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di lakukan di Laboratium Material Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan di Laboratorium Penelitian DepartemenTeknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian selama 2 bulan,
Lebih terperinciDAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66
DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penyiapan Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Serat ijuk aren Serat ijuk aren didapatkan dari salah satu sentra
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan
Lebih terperinciSTUDI SIFAT MEKANIK DAN MORFOLOGI KOMPOSIT SERAT DAUN NANAS-EPOXY DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DENGAN ORIENTASI SERAT ACAK
STUDI SIFAT MEKANIK DAN MORFOLOGI KOMPOSIT SERAT DAUN NANAS-EPOXY DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DENGAN ORIENTASI SERAT ACAK Sri Hastuti Firman 1, Muris, dan Subaer Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas
Lebih terperinciPENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE
PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : KOMANG TRISNA ADI PUTRA NIM. I1410019
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya
Lebih terperinciIII.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di
III.METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di lakukan di Laboratium Material Teknik, Universitas
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian 1. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pengujian kekuatan tarik di Sentra Teknologi Polimer (STP). Serpong, Tangerang, Banten. 2. Pengamatan melalui Scanning
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.
49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Timbangan digital Digunakan untuk menimbang serat dan polyester.
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA OPTIMASI BATANG ROTAN SEBAGAI FILLER BIOKOMPOSIT DENGAN ADITIF SERBUK DAUN TEMBAKAU DAN PEREKAT POLIVINIL ALKOHOL (PVA) PADA APLIKASI PAPAN GIPSUM PLAFON BIDANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuatan termoplastik elastomer berbasis NR berpotensi untuk meningkatkan sifat-sifat NR. Permasalahan utama blend PP dan NR adalah belum dapat dihasilkan blend
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir (flow chart) Mulai Study Literatur dan Observasi Lapangan Persiapan Proses pembuatan spesien Komposit sandwich : a. Pemotongan serat (bambu) b. Perlakuan
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan
Lebih terperinciPengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan
Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 4, Oktober 2017 ISSN 2302-8491 Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Firda Yulia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komposit merupakan hasil penggabungan antara dua atau lebih material yang berbeda secara fisis dengan tujuan untuk menemukan material baru yang mempunyai sifat lebih
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Mulai
BAB III METODOLOGI 3.1 DIAGRAM ALIR Mulai Study literatur persiapan alat dan bahan Identifikasi masaalah Pengambilan serat batang pohon pisang Perlakuan alkali 2,5 % terhadap serat selama 2 jam Proses
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang rancangan penelitian, peralatan, bahan yang digunakan dalam penelitian, diagram alir penelitian, serta prosedur yang harus dilakukan untuk mencapai
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. 2. Pengujian Sifat Mekanik (Kekuatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material Jurusan Fisika FMIPA Unila dan Laboratorium Teknik Sipil
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei
27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Program Teknik Mesin,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Jadwal Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan berlangsung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Karakterisasi Serat Tunggal 1.1.1 Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Hasil pengujian serat tunggal kenaf bagian tengah yang mengacu pada ASTM D3379-75 diperoleh kuat tarik sebagai
Lebih terperinciSIFAT DAN KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIESTER TAK JENUH BERPENGISI ABU SEKAM PADI PUTIH DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA (MEKP)
SIFAT DAN KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIESTER TAK JENUH BERPENGISI ABU SEKAM PADI PUTIH DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA (MEKP) SKRIPSI Oleh CAROLINE OKTAVIANA 090405001 DEPARTEMEN TEKNIK
Lebih terperinciMomentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN
Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal. 42-47 ISSN 0216-7395 ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT ALAM SEBAGAI BAHAN ALTERNATIVE PENGGANTI SERAT KACA UNTUK PEMBUATAN DASHBOARD
Lebih terperinciPENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH
PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan. material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material logam pada berbagai komponen produk semakin
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN
LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN L1.1 Data Hasil Modulus Young Tabel L1.1 Data Hasil Modulus Young Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata 100 : 0 342.850 301.2468 304.746 316,281 95 : 5 178.069 204.466
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet
Lebih terperinciPENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE
PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE Harini Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 agustus 1945 Jakarta yos.nofendri@uta45jakarta.ac.id
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini. Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Proses penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisika FMIPA USU, Medan untuk pengolahan Bentonit alam dan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,
Lebih terperinciPENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MAKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI
PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MAKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI Oleh ADDRIYANUS TANTRA 100405034 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Dalam suatu penelitian dibutuhkan alat dan bahan, demikian juga pada penelitian ini. Berikut adalah peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi bahan sudah berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun sejak abad ke-20. Banyak industri yang sudah tidak bergantung pada penggunaan logam sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur ulang (renewable)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium Metrologi Industri Teknik Mesin serta Laboratoium Kimia Teknik Kimia Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji
Lebih terperinciIII.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei
17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dari komposit maka perlu di lakukan pengujian kekuatan tarik pada komposit tersebut.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Alat & Bahan 3.1.1. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Timbangan Digital Timbangan digital (Gambar.15) digunakan
Lebih terperinciIII. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai Agustus 2013,
III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai Agustus 2013, dengan tahapan kegiatan yaitu : pengambilan sampel onggok singkong,
Lebih terperinciFAJAR TAUFIK NIM : JURUSAN TEKNIK MESIN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
PENGARUH VARIASI WAKTU DAN KECEPATAN PENGADUKAN EPOXY TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN IMPAK PADA KOMPOSIT SERBUK KAYU ALBASIA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Disusun Oleh
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Serat Tunggal Pengujian serat tunggal digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik serat kenaf. Serat yang digunakan adalah serat yang sudah di
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinciSINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI
SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI 7 AGUSTUS 2014 SARI MEIWIKA S. NRP. 1410.100.032 Dosen Pembimbing Lukman Atmaja, Ph.D Pendahuluan Metodologi Hasil
Lebih terperinciKata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.
KARAKTERISTIK EFEK PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT SERAT BATANG PISANG DENGAN PERLAKUAN NaOH BERMETRIK EPOXY Ngafwan 1, Muh. Al-Fatih Hendrawan 2, Kusdiyanto 3, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB 3 RANCANGAN PENELITIAN
BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. PENGARUH PROSENTASE BAHAN KIMIA 4%, 5%, 6%, 7% NaOH TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT BULU KAMBING DENGAN MATRIK POLYESTER
TUGAS AKHIR PENGARUH PROSENTASE BAHAN KIMIA 4%, 5%, 6%, 7% NaOH TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT BULU KAMBING DENGAN MATRIK POLYESTER Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS
Lebih terperinciPEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SERAT KULIT JAGUNG DENGAN MATRIKS EPOKSI. Eldo Jones Surbakti, Perdinan Sinuhaji,Tua Raja Simbolon
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SERAT KULIT JAGUNG DENGAN MATRIKS EPOKSI Eldo Jones Surbakti, Perdinan Sinuhaji,Tua Raja Simbolon DepartemenFisika FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan Jl. Bioteknologi
Lebih terperinciPengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36
Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36 Oleh : Delsandy Wega R 2710100109 Dosen Pembimbing Dr.Eng Hosta Ardhyananta, S.T.,M.Sc PENDAHULUAN
Lebih terperinciANALISA KEKUATAN LENTUR STRUKTUR KOMPOSIT BERPENGUAT MENDONG/ EPOKSI BAKALITE EPR 174
ANALISA KEKUATAN LENTUR STRUKTUR KOMPOSIT BERPENGUAT MENDONG/ EPOKSI BAKALITE EPR 174 Vicky Firdaus 1, Lies Banowati 2 dan Ruslan Abdul Gani 3 1,2,3 Jurusan Teknik Penerbangan, Universitas Nurtanio bandung.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut :
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut : a. Analisa struktur mikroskofis komposit (scanning electron microscope) di Fakultas
Lebih terperinciBAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA
BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan
47 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut : a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni
25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik
34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung dan Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di
19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Eksperimen Fisika
Lebih terperinciPENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS
PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS Syahrinal Anggi Daulay, Fachry Wirathama, Halimatuddahliana Departemen Teknik Kimia, FakultasTeknik,Universitas
Lebih terperinciIII.METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : Laboratorium Material Universitas Lampung.
III.METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : 1. Pengujian diameter dan panjang serat ijuk serta pembuatan spesimen uji di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini berupa metode eksperimen. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh daun sukun dalam matrik polyethylene.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut
Lebih terperinci