POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN
|
|
- Sugiarto Muljana
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (1) Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara. Namun tidak selamanya energi tersebut bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia dalam jangka panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama semakin menipis dan juga proses pembentukannya yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengembangkan penggunaan energi alternatif. (2) Pada sektor pertanian, upaya peningkatan pengembangan bioenergi menjadi salah satu arah dalam penumbuhkembangan bioindustri di suatu kawasan berdasarkan konsep biorefinery terpadu dengan sistem pertanian agroekologi pemasok bahan bakunya, sehingga terbentuk sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan. Sesuai dokumen Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) , disebutkan bahwa bahan fosil diperkirakan akan semakin langka, mahal dan akan habis di awal abad 22, sehingga perekonomian negara harus ditransformasikan dari yang selama ini berbasis sumber energi berbahan baku fosil menjadi berbasis bahan hayati. (3) Sesuai Inpres No. 1 tahun 2006, Kementerian Pertanian memiliki tugas yaitu: (a) penyediaan tanaman bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN); (b) penyuluhan pengembangan tanaman untuk BBN; (c) penyediaan benih dan bibit tanaman BBN; dan (d) mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman BBN. Terkait dengan Kebijakan penyediaan Bahan Baku Bioenergi, Kementerian Pertanian telah melakukan: Pengembangan/intensifikasi komoditas bahan baku bionenergi yang sudah ditanam secara luas yaitu: kelapa sawit, tebu, ubi kayu, dan sagu; melakukan pengkajian dan pengembangan komoditas potensial penghasil bioenergi: jarak pagar, kemiri sunan, nyamplung, dan aren; pemanfaatan biomassa limbah pertanian; dan pengembagan biogas dari kotoran ternak. (4) Pengembangan sumber energi alternatif telah berkembang di negara-negara Eropah yang bersumber dari tanaman tebu (molase), jagung dan ubikayu, biogas dan sebagainya. Di Indonesia, pengembangan bionergi masih terbatas. Oleh karena itu, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengembangan bionergi disektor pertanian yang telah dilakukan pemerintah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (a) Melakukan tinjauan kebijakan pengembangan bionergi di sektor pertanian; (b) Menganalisis permasalahan dan kendala pengembangan bionergi di sektor pertanian; (c) Menganalisis berbagai faktor teknis, sosial dan ekonomi yang mendukung pengembangan bioenergi di sektor pertanian; dan (d) Merumuskan alternatif saran kebijakan pengembangan bioenergi di sektor pertanian.
2 Permasalahan Pengembangan Bioenergi (5) Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan bioenergi dapat mencakup aspek teknis, sosial, ekonomis, kelembagaan dan kebijakan. Dalam kebijakan pengembangan bioenergi terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yang mencakup: penyediaan dan pengembangan tanaman, penyuluhan dan sosialisasi, penyediaan bahan atau bibit tanaman unggul, pengelolaan pasca panen dan pengolahan hasil, dan Pemasaran. (6) Berdasarkan hasil kajian Kementerian ESDM (2010) bahwa terdapat beberapa permasalahan di hadapi dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) di daerah, yaitu: (a) Masih terbatasnya sosialisasi program pengembangan bahan bakar nabati (BBN) kepada masyarakat, (b) Sistem kelembagaan pemasaran bahan baku dan hasil minyak biodiesel yang belum siap, (c) Terdapatnya program pengembangan BBN, misalnya seperti pada program pengembangan jarak pagar tidak disertai penyediaan alat pengolahan biji jarak pagar, (d) Kurangnya memperhatikan karakteristik sosial budaya serta pola pengusahaan dan penguasaan lahan, mengingat kondisi lahan yang pada umumnya hanya dapat ditanami satu kali dalam satu tahun, dan masyarakat akan lebih mengutamakan penggunaan lahannya untuk tanaman pangan, (e) Adanya program pengembangan BBN seperti jarak pagar ternyata kurang menguntungkan dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan, (f) Target program pengembangan BBN yang diimplementasikan sering terlalu tinggi atau ambisius, sementara kondisi masyarakatnya belum siap mengembangkan, dan (g) Pengawasan pemerintah terhadap keterlibatan swasta dalam program pengembangan BBN masih lemah. Temuan-Temuan Pokok (7) Secara umum bahwa implementasi kebijakan pengembangan bioenergi masih perlu terus ditingkatkan. Secara khusus untuk mengimplementasikan pengembangan biodiesel, salah satu bahan baku nabati yang saat ini sudah siap dan potensial dikembangkan adalah Kelapa Sawit. Kelapa Sawit diproses menjadi CPO, yang selanjutnya dari CPO tersebut di proses menjadi biodiesel. Adapun proses pengolahan CPO menghasilkan limbah yang disebut dengan POME, dan POME dapat diproses menjadi biogas yang selanjutnya dapat menggerakan generator untuk pembangkit listrik. Implementasi pengembangannya telah dilakukan kerjasama antara Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan CPO, Pemerintah daerah, instansi terkait dan pihak swasta. (8) Industri biodiesel merupakan industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di Indonesia. Saat ini, kapasitas industri biodiesel Indonesia masih dibawah target mandatory sesuai Road Map Kebijakan Pengembangan Biodiesel. Industri biodiesel terbesar terdapat di Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia, dan akan mampu menjadi produsen biofuel terbesar. 1
3 (9) Limbah dari Pabrik Pengolahan kelapa Sawit (PKS) adalah limbah cair atau disebut Palm Oil Mill Effluent (POME). Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m 3 POME. POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Indonesia memiliki sekitar 608 pabrik kelapa sawit yang berpotensi menghasilkan sampai dengan MW listrik jika semua pabrik tersebut memanfaatkan gas metana yang dikeluarkan dan mengolahnya menjadi listrik. Provinsi Riau memiliki sumber energi tersebut (POME) cukup besar dan sebagian besar belum termanfaatkan dengan potensi sekitar 29,01 juta ton pada tahun Beberapa perusahaan telah memproses POME menjadi energi listrik baik untuk kebutuhan masyarakat secara terbatas dan untuk kebutuhan industri sendiri. (10) Untuk pengembangan biogas dari kotoran ternak di Jawa Barat dan Jawa Timur, terdapat beberapa faktor pendukung pengembangannya, yaitu: (a) Potensi limbah ternak ternak sapi dengan sumber dari populasi ternak sapi yang cukup besar; (b) Potensi limbah industri pertanian (industri tahu) khususnya di Sumedang Jawa Barat juga cukup tinggi. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti: (a) Mengurangi pengaruh gas rumah kaca; (b) Mengurangi polusi bau yang tidak sedap; (c) menghasilkan pupuk organik siap pakai; dan (d) Menghasilkan daya dan panas. Implementasi program pengembangan biogas di Jawa Barat selama kurun waktu telah dilaksanakan di 14 kabupaten/kota dengan jumlah mencapai unit digseter. Sementara pengembangan biogas di Jawa Timur mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 mencapai unit digester, yang tersebar merata di seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. (11) Pengembangan bioetanol dengan bahan baku tetes tebu di Indonesia cukup potensial, mengingat Indonesia sebagai salah satu penghasil tebu yang cukup besar. Namun, potensi bioetanol yang dapat dihasilkan dengan potensi produksi yang ada adalah sekitar 75,75 ribu ton di Jawa Timur dan 157,93 ribu ton di Indonesia. Pengembangan bioetanol di Indonesia masih berjalan lambat dan masih terbatas dihasilkan oleh industri besar. (12) Berbagai faktor yang masih menjadi kendala dari aspek teknis dalam hal pemanfaatan sawit menjadi biodiesel, antara lain: (a) Terjadi trade-off pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk bioenergi dan sebagai bahan baku untuk minyak goreng dan ekspor; (b) Saat ini perluasan lahan untuk kelapa sawit juga semakin terbatas; dan (c) Teknis produksi biodiesel masih dilakukan oleh perusahaan swasta besar, dan dalam rangka penyalurannya dengan pelibatan PT Pertamina. Adapun permasalahan yang dihadapi dari aspek sosial ekonomi adalah lebih karena political will dan konsistensi kebijakan energi nasional. Selain itu, dalam pengembangan bahan bakar nabati, masih juga masih terdapat sejumlah permasalahan sosial ekonomi yang dihadapi antara lain: (a) Harga CPO berfluktuasi sesuai pasaran internasional; (b) Kapasitas produksi biofuel Indonesia pada tahun mendatang akan semakin tinggi, sementara kesiapan pasar dan jaminan bahan baku sesuai target belum tercapai; dan (c) Belum utuhnya keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan bioenergi khususnya biodiesel berbahan baku sawit dengan instrumen kebijakan yang ada. 2
4 (13) Permasalahan dan kendala pengembangan pemanfaatan limbah POME sebagai sumber energi dari aspek teknis adalah: (a) Memerlukan teknologi yang cukup tinggi; dan (b) Karena lokasi Pabrik Kelapa sawit biasanya menyebar dan berada di wilayah remote area, sehingga untuk mengalirkan listrik ke pemukiman memerlukan instalasi jaringan yang mahal. Sementara permasalahan dan kendala dari aspek sosial ekonomi yang dihadapi adalah: (a) memerlukan investasi yang cukup besar, untuk 1 MW memerlukan investasi sekitar Rp 30 milyar; dan (b) Pemanfaatannya memerlukan kerjasama yang baik dengan pihak Pabrik kelapa Sawit. (14) Adapun permasalahan dan kendala dari aspek teknis dalam pengembangan usahatani tebu dan produksi tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol di lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur antara lain: (a) Tingkat rendemen yang ditetapkan oleh Pabrik Gula (PG) yang rendah, kurang memotivasi petani untuk meningkatkan usahatani tebu; (b) Terdapat persaingan penggunaan lahan usahatani; (c) Sistem usahatani tebu belum optimal dan tingkat produktivitas tebu masih rendah; (d) Pengolahan tetes tebu menjadi bioetanol masih terbatas dilakukan industri skala besar; (e) penyebaran bibit unggul yang belum merata; dan (f) Kapasitas produksi riil bioetanol masih dibawah kapasitas terpasang. Sementara masalah dan kendala dari aspek sosial ekonomi mencakup: (a) permodalan petani yang terbatas; (c) Biaya usahatani tebu yang mahal; (c) harga gula hasil lelang yang cenderung berfluktuasi; (d) PT Pertamina belum menyerap bioetanol yang dihasilkan industri secara optimal; dan (e) Biaya produksi bioetanol yang masih cukup tinggi. (15) Untuk pengembangan biogas (bahan baku dari kotoran ternak sapi perah) di Jawa Barat dan Jawa Timur, terdapat beberapa kendala dari aspek teknis yang dihadapi yaitu: (a) ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku; (b) kemudahan penanganan kotoran ternak; (c) keterbatasan lahan disekitar kandang untuk pembangunan digester; (d) belum adanya teknologi pengemasan biogas sehingga lebih mudah untuk dibawa/didistribusikan; Adapun kendala sosial ekonomi dalam pengembangan biogas, yaitu: (a) Lambatnya perkembangan produksi biogas karena nilai investasi digester yang dirasakan peternak cukup mahal; (b) harga jual susu sapi perah yang kurang kondusif juga akan mendorong peternak kurang memotivasi memelihara ternak sapi perah; (c) Keberlangsungan produksi biogas juga tergantung dari populasi ternak yang dipelihara; (d) Kelembagaan pengelolaan biogas masih rendah; dan (e) Modal peternak yang terbatas. (16) Terdapat beberapa faktor pendukung dari aspek teknis dalam pengembangan CPO sebagai bahan baku biodiesel adalah: (a) Perkebunan rakyat merupakan penopang utama produksi CPO nasional, dan kinerjanya meningkat; (b) Terdapatnya dukungan dari aspek budidaya sawit antara lain dapat mencakup: dukungan ketersediaan bibit sawit, permodalan, panen dan pemasaran; dan (c) Teknologi pengolahan sawit menjadi CPO dan selanjutnya sebagian ada yang diproses menjadi biodiesel telah ada dan berkembang di Indonesia. Adapun faktor pendukung pengembangan dari aspek sosial ekonomi adalah political will dan konsistensi kebijakan energi nasional. Subsidi BBM fosil secara perlahan dikurangi dan dapat dialihkan untuk subsidi biofuel. Selain itu, 3
5 dukungan kebijakan harga dalam pemasaran TBS sawit dari petani sawit, dan fasilitasi kerjasama petani sawit dan industri CPO yang menguntungkan kedua belah pihak. Pelaku pengembangan Kelapa Sawit antara lain pihak BUMN, swasta, dan Perorangan (petani/kelompok tani). (17) Untuk pengembangan biogas dari POME, terdapat beberapa faktor teknis yang mendukung pengembangannya seperti: ketersediaan POME dan ketersedian teknologi proses. Sementara faktor sosial ekonomi yang mendukung pengembangannya adalah: dukungan pemerintah daerah, kekompakan masyarakat desa dengan perangkat/pimpinan desa, dan pendampingan pihak swasta. Di Provinsi Riau, biogas dari POME dikelola dan menghasilkan energi listrik yang digunakan oleh masyarakat. Dalam pengelolaannya, proses biogas dan penyaluran energi listrik dilakukan oleh pihak swasta dengan melibatkan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). (18) Adapun beberapa faktor baik teknis maupun sosial ekonomi yang dapat mendukung pengembangan tebu untuk bahan baku bioetanol adalah: (a) Peningkatan peran penyuluhan, yaitu untuk mendukung tercapainya program pengembangan tebu; (b) Koordinasi instansi terkait agar lebih mempercepat pengembangan tebu sebagai bahan baku energi alternatif; (c) kebijakan yang kondusif, yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis tebu dan harga bioetanol; (d) Pembinaan yang berkesinambungan; dan (e) Peningkatan Sumber Daya Manusia petani tebu. (19) Pada Pengembangan Biogas Berbasis Kotoran Hewan, terdapat beberapa faktor teknis yang mencakup: (a) Masa kelola (pelihara) sapi perah yang menentukan ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku; (b) Intensitas pemeliharaan ternak; (c) Tingkat konsentrasi ternak yang ada; (d) Kondisi lahan disekitar kandang untuk pembangunan digister; dan (e) Teknologi pengelolaan/pengemasan biogas. Sementara faktor sosial ekonomi yang mendukung pengembangan biogas, adalah: (a) harga jual susu sapi perah yang memotivasi peternak dalam memelihara ternak sapi perah; (b) organisasi kelembagaan pada kelompok peternak sapi perah atau kelompok industri pengolah hasil pertanian (industri tahu) lebih berfungsi dan solid, dalam mengembangkan pengolahan biogas; (c) kemudahan penanganan kotoran ternak atau limbah industri hasil pertanian; dan (d) upaya pemerintah untuk mengembangkan digester biogas baik skala rumah tangga maupun kelompok. (20) Untuk mendukung pengembangan bioenergi berbahan baku CPO kelapa sawit, diperlukan strategi, yaitu: (a) Perlunya memperkuat pada aspek hulu, yang menyangkut: penyiapan bibit unggul, pembangunan kebun bibit unggul, penyediaan bibit untuk pengembangan dan penyediaan teknologi budidaya; (b) Memperkuat komitmen dan koordinasi Pemda dalam pengembangan BBN; dan (c) Komitmen pemerintah pusat dalam pengembangan bioenergi secara komprehensif, termasuk pada sektor otomotif. Adapun untuk mendorong produksi bioenergi dari CPO Kelapa Sawit, hendaknya pemerintah juga dapat melakukan beberapa alternatif strategi: (a) Mengalokasikan sumber dana yang memadai untuk melakukan riset atau kajian nasional; (b) Mengidentifikasi kebutuhan CPO baik untuk bahan baku bioenergi maupun untuk pangan agar tidak terjadi trade off dalam pengembangannya; dan (c) Menerapkan kebijakan 4
6 yang sudah ada dalam rangka mendorong peningkatan produksi sawit nasional berkelanjutan. Implikasi Kebijakan (21) Hal penting dalam pengembangan bioenergi adalah terdapatnya komitmen pemerintah dan sinergi antar instansi dalam kebijakan atau program bioenergi. Komitmen pemerintah pusat perlu terus ditingkatkan dalam hal: pembenahan subsidi BBM, dan pembenahan sektor otomotif. Peningkatan suatu program dalam bingkai kebijakan bioenergi harus sesuai dengan kebijakan energi nasional. (22) Dalam rangka mendorong produksi bioenergi dari CPO, hendaknya pemerintah juga dapat melakukan beberapa alternatif strategi sebagai bagian dari kebijakan pengembangan, yaitu: (a) Mengalokasikan sumber dana yang memadai untuk melakukan riset atau kajian dalam skala nasional untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dan produktivitasnya tinggi; (b) Mengidentifikasi kebutuhan CPO baik untuk bahan baku bioenergi maupun untuk pangan agar tidak terjadi trade off dalam pengembangannya; dan (c) Menerapkan kebijakan yang bersifat insentif bagi pengembangan bioenergi. (23) Pengembangan biogas dengan bahan baku dari kotoran ternak sapi diperlukan faktor pendukung yang mencakup: (a) dukungan dan komitmen dari pemerintah untuk mengembangkan biogas secara luas dengan bahan baku yang potensial; (b) perencanaan secara baik pengembangan biogas; (c) koordinasi secara baik antar instansi dalam program bantuan digester biogas; (d) sinergi program pengembangan biogas dengan program pengembangan ternak nasional; (e) sarana serta infrastruktur peralatan (digester dan peralatan pendukungnya); dan (f) sinergi antara pengembangan biogas dengan program pengalihan Bahan Bakar Minyak ke LPG di tingkat rumah tangga. Pengembangan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga (individu) dan komunal (kelompok). (24) Pada pengolahan biogas dari limbah industri CPO (POME), kelembagaan pengelolaannya menjadi energi listrik di lokasi penelitian Provinsi Riau telah melibatkan kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Oleh karena itu, kedepan disaat semakin kuatnya era pemerintahan daerah dan tingginya alokasi dana ke desa, maka pemberdayaan BUMDes sebagai lembaga yang ikut menangani bioenergi dan juga sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan dalam pengolahan limbah (POME) perlu terus ditingkatkan secara berkelanjutan. (25) Upaya pengembangan tebu sebagai penghasil tetes tebu yang menjadi bahan baku bioetanol perlu terus dikembangkan. Hal ini antara lain dapat ditempuh melalui: (a) Peningkatan peran penyuluhan, yaitu untuk mendukung tercapainya program pengembangan tebu; (b) Koordinasi instansi terkait agar lebih mempercepat pengembangan tebu sebagai bahan baku energi alternatif; (c) kebijakan yang kondusif, yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis tebu dan produksi bioetanol; (d) Pembinaan yang berkesinambungan; dan (e) Peningkatan SDM petani tebu. 5
KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN)
LAPORAN AKHIR TA. 2015 PSEKP/2015 1803.009.001.011C KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN) Oleh: Adang Agustian Supena Friyatno Gatoet Sroe Hardono Andi Askin Endro Gunawan
Lebih terperinciEVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Adang Agustian Supena Friyatno Rudy Sunarja Rivai Deri Hidayat Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA
KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN
Lebih terperinciHarga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku
Lebih terperinciKebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN
PENGEMBANGAN TANAMAN DAN BIOENERGI BERBASIS EKOREGION Prof Dr. Risfaheri Kepala Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian Focus Group Discussion Sinergi Riset dan Inovasi Bio-Energi pada Era Industri 4.0
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciLINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)
Lebih terperinciMEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN
MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN Kata Pengantar Dunia saat ini sedang mengalami transisi dalam penggunaan energi, dari energi fosil ke
Lebih terperinciPeresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009.
Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Indonesia kaya akan sumber-sumber energi alamnya dan tersebar di lautan hingga daratan. Namun
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT
V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi pada awal April 2012 membuat masyarakat menjadi resah, karena energi sangat dibutuhkan
Lebih terperinciKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Oleh: Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M. Direktur Bioenergi Disampaikan pada: Seminar Ilmiah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian
Lebih terperinci2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara terbesar pertama sebagai penghasil Crude Palm Oil (minyak kelapa sawit mentah) mengungguli Malaysia, Riau adalah salah satu provinsi penghasil
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY
Zumi Zola Zulkifli Gubernur Jambi JAMBI TUNTAS 2020 PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY PROVINSI JAMBI TERLETAK DI BAGIAN TENGAH PULAU SUMATERA GAMBARAN
Lebih terperinci2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciSumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan
Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi
Lebih terperinciRancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi
Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Wening Sri Wulandari Diskusi Ilmiah Badan Litbang Kehutanan Bogor, 22 April 2014 Sistematika Kondisi Energi Nasional dan Peran
Lebih terperinciANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN
ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas
Lebih terperinciEVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN
MAKALAH PROPOSAL OPERASIONAL PENELITIAN TA. 2014 EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Adang Agustian Supena Friyatno Rudy Sunarja Rivai Deri Hidayat Andi Askin PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciPengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan
BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara
Lebih terperinciDisampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012
Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Lebih terperinciPERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN
PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang
Lebih terperinciDUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN
DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung
Lebih terperinciENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.
ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah
Lebih terperinciPELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018
RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN Disampaikan pada acara : Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Marginal Untuk Pengembangan Usaha
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009
INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long
Lebih terperinciPolitik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012
Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciTabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel
54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk
Lebih terperinciBoks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model
Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.
Lebih terperinciXI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU
XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati
Lebih terperinciLingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal
Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI SEKTOR/INDUSTRI PERTANIAN
BAB II DESKRIPSI SEKTOR/INDUSTRI PERTANIAN 1.1. Sejarah Singkat Sektor/Industri Pertanian pada BEI Pada tanggal 02 Januari 1996 untuk meningkatkan pelayanan dalam hal informasi kepada para investor BEI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat
Lebih terperinciKrisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global
Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan nasional merupakan pondasi utama pembangunan nasional lima tahun ke depan. Kondisi ketahanan pangan nasional yang akan dicapai adalah terpenuhinya
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL
KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi
Lebih terperinciPIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA
PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciInovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak
Agro inovasi Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan
Lebih terperinciRUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015
RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan penyediaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah,
Lebih terperinciKADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger
KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. pihak-pihak terkait seperti PT Austindo Aufwind New Energy, PT PLN (Persero)
103 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian lapangan, wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti PT Austindo Aufwind New Energy, PT PLN (Persero) wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik menjadi kebutuhan utama manusia baik sektor rumah tangga, industri, perkantoran, dan lainnya. Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi semakin meningkat pula. Sektor energi memiliki peran penting dalam rangka mendukung kelangsungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya
Lebih terperincicair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa
Lebih terperinciDisajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP- Indonesia Tahun 2013, di Hotel Le Meridien Jakarta, 27 November 2013
EEP Indonesia Annual Forum 2013 MANFAAT IMPLEMENTASI DAN PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK EEP INDONESIA DI PROPINSI RIAU (Kebijakan Potensi - Investasi Teknologi) Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP-
Lebih terperinciPendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008
Pendahuluan Amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, menyebutkan bahwa Ketahanan Pangan sebagai : Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti
Lebih terperinciSUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme
Lebih terperinci