KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN)"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR TA PSEKP/ C KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN) Oleh: Adang Agustian Supena Friyatno Gatoet Sroe Hardono Andi Askin Endro Gunawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

2 RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang (1) Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara. Namun tidak selamanya energi tersebut bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia dalam jangka panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama semakin menipis dan juga proses pembentukannya yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengembangkan penggunaan energi alternatif. (2) Pada sektor pertanian, upaya peningkatan pengembangan bioenergi menjadi salah satu arah dalam menumbuhkembangkan bioindustri di suatu kawasan berdasarkan konsep biorefinery terpadu dengan sistem pertanian agroekologi pemasok bahan bakunya, sehingga terbentuk sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan. Sesuai dokumen Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) , disebutkan bahwa bahan fosil diperkirakan akan semakin langka, mahal dan akan habis di awal abad 22, sehingga perekonomian negara harus ditransformasikan dari yang selama ini berbasis sumber energi berbahan baku fosil menjadi berbasis bahan hayati. (3) Sesuai Inpres No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar lain, Kementerian Pertanian memiliki tugas yaitu: (a) penyediaan tanaman bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN); (b) penyuluhan pengembangan tanaman untuk BBN; (c) penyediaan benih dan bibit tanaman BBN; dan (d) mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman BBN. Terkait dengan Kebijakan penyediaan Bahan Baku Bioenergi, Kementerian Pertanian telah melakukan: Pengembangan/ intensifikasi komoditas bahan baku bionenergi yang sudah ditanam secara luas yaitu: kelapa sawit, kelapa, tebu, ubi kayu, dan sagu; melakukan pengkajian dan pengembangan komoditas potensial penghasil bioenergi: jarak pagar, kemiri sunan, nyamplung, dan aren; pemanfaatan biomassa limbah pertanian; dan pengembagan biogas dari kotoran ternak. Berbagai teknologi biofuel berbasis kelapa sawit telah siap untuk dikembangkan pada skala industri, sedangkan untuk Bioetanol masih memerlukan penyempurnaan untuk bisa dikembangkan pada skala industri. Pengembangan bioenergi perdesaan Biogas telah dilaksanakan dengan pemanfaatan biomass limbah ternak. (4) Pengembangan sumber energi alternatif telah berkembang di negara-negara Eropah yang bersumber dari tanaman tebu (molase), jagung dan ubikayu, biogas dan sebagainya. Di Indonesia, pengembangan bionergi masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menganalisis kebijakan pengembangan yang ada saat ini; menganalisis permasalahan, kendala dan peluang pengembangan bioenergi; menganalisis berbagai faktor teknis, sosial xiii

3 ekonomi yang mendukung pengembangan bioenergi; dan menganalisis kelembagaan pengembangan bionergi di sektor pertanian. Tujuan Penelitian (5) Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pengembangan bionergi disektor pertanian yang telah dilakukan pemerintah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (a) Melakukan tinjauan kebijakan pengembangan bionergi di sektor pertanian; (b) Menganalisis permasalahan, kendala dan peluang pengembangan bionergi di sektor pertanian; (c) Menganalisis berbagai faktor teknis, sosial dan ekonomi yang mendukung pengembangan bioenergi di sektor pertanian; (d) Menganalisis kelembagaan pengembangan bioenergi di sektor pertanian; dan (e) Merumuskan alternatif saran kebijakan pengembangan bioenergi di sektor pertanian. Metodologi (6) Lokasi penelitian yang dipilih merupakan lokasi yang merupakan sentra produksi komoditas kelapa sawit, tebu dan biogas serta sudah terdapat pengembangan pengolahan menjadi bioenergi. Untuk mengkaji pengembangan bionergi yang berbahan baku dari kelapa sawit (biodiesel dari sawit dan biogas dari limbah industri CPO atau POME) dilakukan di Provinsi Riau, dan untuk bionergi yang berbahan baku dari tebu dilakukan di Provinsi Jawa Timur. Adapun untuk mengkaji biogas dari kotoran ternak dan limbah industri pertanian dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur. (7) Responden yang dijadikan sampel penelitian adalah: (1) petani dan perusahaan yang mengusahakan kelapa sawit, tebu dan peternak sapi, (2) kelompok tani kelapa sawit dan tebu, (3) industri pengolahan biodiesel kelapa sawit, (4) industri pengolahan bioetanol berbasis tanaman tebu, dan (5) pengolahan biogas dari kotoran ternak, limbah industri pengolahan CPO dan limbah industri hasil pertanian (limbah tahu). Responden lainnya adalah: (1) Pengguna biodiesel dan bioetanol; (2) Instansi yang terkait dengan pengembangan kelapa sawit, tebu dan ternak, serta instansi terkait pengembangan bioenergi berbahan baku dari sektor pertanian di tingkat Provinsi dan Kabupaten lokasi penelitian. (8) Untuk menjawab tujuan tinjauan kebijakan pengembangan bioenergi di sektor pertanian dilakukan dengan menganalisis kebijakan pengembangan bioenergi yang berbahan baku kelapa sawit, tetes tebu dan biogas (berbahan baku kotoran ternak/limbah industri pertanian dan limbah industri CPO atau POME). Analisis untuk kebijakan pengembangan ini dilakukan secara deskriptif kualitatif. Untuk analisis permasalahan, kendala dan peluang pengembangan bionergi di sektor pertanian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hal yang sama untuk analisis faktor- faktor teknis, sosial dan ekonomi yang mendukung pengembangan bioenergi di sektor pertanian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Selanjutnya untuk analisis sistem kelembagaan pengembangan bioenergi dilakukan secara kualitatif. Hasil analisis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan dalam bentuk rumusan alternatif saran kebijakan pengembangan bionergi di sektor pertanian. xiv

4 HASIL PENELITIAN Kebijakan dan Implementasi Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian (9) Energi mengalami masalah besar yang sampai saat ini belum teratasi, yang berdampak terhadap lajunya pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran bangsa. Saat ini pengguna energi nasional hampir separuhnya menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Target pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Khusus untuk biodiesel, pemerintah terus meningkatkan mandatori biodiesel dari 10% menjadi 15% dan 20% untuk menghemat devisa impor solar dan mengerek harga minyak sawit mentah (CPO). Untuk mendukung tercapainya target pemanfaatan BBN, pemerintah telah membentuk Tim Pelaksana Pengawasan Mandatori Pemanfaatan Biodiesel yang beranggotakan stakeholder dari berbagai instansi. (10) Secara umum bahwa implementasi kebijakan pengembangan bioenergi masih perlu terus ditingkatkan. Secara khusus untuk mengimplementasikan pengembangan biodiesel, salah satu bahan baku nabati yang saat ini sudah siap dan potensial dikembangkan adalah Kelapa Sawit. Kelapa Sawit diproses menjadi CPO, yang selanjutnya dari CPO tersebut di proses menjadi biodiesel. Adapun proses pengolahan CPO menghasilkan limbah yang disebut dengan POME, dan POME dapat diproses menjadi biogas yang selanjutnya dapat menggerakan generator untuk pembangkit listrik. Implementasi pengembangannya telah dilakukan kerjasama antara Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan CPO, Pemerintah daerah, instansi terkait dan pihak swasta dalam rangka diversifikasi sumber energi baru terbarukan. (11) Industri biodiesel merupakan industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di Indonesia. Saat ini, kapasitas industri biodiesel Indonesia masih dibawah target mandatory sesuai Road Map Kebijakan Pengembangan Biodiesel. Industri biodiesel terbesar di Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Indonesia sebagai produksi CPO terbesar di dunia, sehingga akan mampu menjadi produsen biofuel terbesar dunia. (12) Limbah dari Pabrik Pengolahan kelapa Sawit (PKS) adalah limbah cair atau disebut Palm Oil Mill Effluent (POME). Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m 3 POME. POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. (13) Indonesia memiliki lebih dari 600 pabrik kelapa sawit yang berpotensi menghasilkan sampai dengan MW listrik jika semua pabrik tersebut memanfaatkan gas metana yang dikeluarkan dan mengolahnya menjadi listrik. Saat ini masih sedikit pabrik minyak sawit yang berinvestasi untuk listrik dari xv

5 POME karena kurang memahami proses penjualan listrik yang dapat dihasilkan, dibandingkan dengan keuntungan yang cepat diperoleh dari perkebunan dan pengolahan sawit. (14) Saat ini Pemerintah telah menyediakan regulasi dan insentif yang cukup agar energi terbarukan dapat berkembang secara cepat, antara lain termasuk feed in tariff (FIT). Bisnis Pembangkit Listrik tenaga Biogas (PLTB) POME dengan regulasi baru diharapkan menjadi lebih menguntungkan. Kelebihan PLTB berbasis limbah cair sawit antara lain siap beroperasi secara stabil selama 24 jam tidak dipengaruhi faktor cuaca, ramah lingkungan serta listrik yang dihasilkan relatif murah dibandingkan dengan pembangkit listrik berbasis BBM (genset diesel atau PLTD). (15) Untuk pengembangan biogas, terdapat dukungan bahan baku yang potensial pengembangannya di Jawa Barat dan Jawa Timur, yaitu: (a) potensi limbah ternak ternak sapi dengan sumber dari populasi ternak sapi yang cukup besar, (b) potensi limbah industri pertanian (industri tahu) khususnya di Sumedang Jawa Barat juga cukup tinggi. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti: (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk organik, dan (d) produksi daya dan panas. (16) Implementasi program pengembangan biogas di Jawa Barat selama kurun waktu telah dilaksanakan di 14 kabupaten/kota dengan jumlah mencapai unit digseter. Program pengembangan terbesar terdapat di Kabupaten Bandung, kemudian disusul di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung Barat dan kabupaten Tasikmalaya. Sementara pengembangan biogas di Jawa Timur mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 mencapai unit digester, yang tersebar merata di seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. (17) Pengembangan bioetanol dengan bahan baku tetes tebu di Indonesia cukup potensial, mengingat Indonesia sebagai salah satu penghasil tebu yang cukup besar. Namun, pengembangan bioetanol berbahan baku terbatas dilakukan oleh perusahaan swasta baik seperti halnya di Jawa Timur. Produksi bioetanol saat ini juga masih dibawah target mandatory. Potensi bioetanol yang dapat dihasilkan dengan potensi produksi yang ada adalah sekitar 75,75 ribu ton di Jawa Timur dan 157,93 ribu ton di Indonesia. Pengembangan bioetanol di Indonesia masih terkesan jalan di tempat karena belum tepatnya penentuan harga antar instansi pemerintah. Hal ini membuat para pengusaha enggan mengembangkan etanol. Permasalahan, Kendala dan Peluang Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian (18) Berbagai faktor yang masih menjadi kendala dari aspek teknis dalam hal pemanfaatan sawit menjadi biodiesel, antara lain: (a) Terjadi trade-off pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk bioenergi dan sebagai bahan baku untuk minyak goreng dan ekspor CPO; (b) Saat ini perluasan lahan untuk xvi

6 kelapa sawit juga semakin terbatas jumlahnya; dan (c) Teknis produksi biodiesel masih dilakukan oleh perusahaan swasta besar, yang memiliki teknologi pengolahan memadai, dan dalam rangka penyalurannya dengan pelibatan PT Pertamina saat ini kerjasama pengembangan masih belum berjalan dengan baik. (19) Secara umum permasalahan yang dihadapi dari aspek sosial ekonomi adalah lebih karena political will dan konsistensi kebijakan energi nasional. Selain itu, dalam pengembangan bahan bakar nabati, masih juga masih terdapat sejumlah permasalahan sosial ekonomi dan kebijakan yang dihadapi antara lain: (a) Harga CPO berfluktuasi sesuai pasaran internasional; (b) Kapasitas produksi biofuel Indonesia pada tahun mendatang akan semakin tinggi, sementara kesiapan pasar dan jaminan bahan baku sesuai target belum tercapai; (c) Belum utuhnya keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan bioenergi khususnya biodiesel berbahan baku sawit dengan instrumen kebijakan yang tepat. (20) Adapun peluang pengembangan pemanfaatan CPO sawit menjadi bioenergi secara teknis, antara lain didukung oleh: (a) Pada saat ini potensi produksi sawit masih tinggi, sementara kapasitas terpasang pabrik biodiesel dengan kebutuhan CPOnya sekitar 11% dari produksi CPO nasional; dan (b) Peluang potensi peningkatan produksi sawit cukup besar karena didukung dengan perbaikan teknis budidaya, dan pengolahan menjadi CPO didukung dengan semakin berkembangnya PKS. (21) Sementara peluang pengembangan CPO menjadi bahan baku biodiesel, dari sisi aspek sosial ekonomi cukup baik dengan alasan: (a) Prospek pengembangan sawit masih tinggi, seiring dengan permintaan CPO yang tinggi; (b) Permintaan biodiesel sebagai bahan campuran solar semakin tinggi; (c) Pengembangan biodiesel berbahan baku CPO akan meningkatkan penyerapan lapangan kerja pada industri hulu maupun hilirnya; dan (d) Berpeluang untuk meningkatkan pendapatan petani pada kegiatan usahatani sawit dan pengolahan CPO menjadi biodiesel. (22) Permasalahan dan kendala pengembangan pemanfaatan limbah POME sebagai sumber energi listrik dari aspek teknis adalah : (a) Memerlukan teknologi yang cukup tinggi; dan (b) Karena lokasi PKS biasanya menyebar dan berada di wilayah remote area, sehingga untuk mengalirkan listrik ke pemukiman memerlukan instalasi jaringan yang rumit dan mahal. (23) Permasalahan dan kendala pengembangan pemanfaatan limbah POME dari aspek sosial ekonomi yang dihadapi adalah: (a) memerlukan investasi yang cukup besar, untuk 1 MW memerlukan investasi sekitar Rp 30 milyar, (b) pemanfaatannya memerlukan kerjasama yang baik dengan pihak PKS, dan (c) Terkait dengan regulasi atau legislasi masih harus bersinergi untuk pengembangan bioenergi dengan bahan baku POME. (24) Adapun peluang pengembangan POME dari limbah industri CPO sebagai bahan baku biogas, dari sisi aspek teknis cukup baik dengan alasan: (a) Potensi CPO masih cukup besar dan POME yang dihasilkan juga besar yang belum optimal xvii

7 pemanfaatannya; (b) Teknologi pengolahan CPO menjadi biodiesel tersedia dengan baik di dalam negeri; dan (c) Teknologi pengolahan POME menjadi biogas cukup tersedia. Sementara peluang pengembangan pemanfaatan POME untuk biogas dari aspek sosial ekonomi adalah: (a) Masih terbatasnya rasio elektrifikasi dan masih banyaknya kebutuhan atau permintaan energi bagi masyarakat, dan (d) Semangat era otonomi daerah, sebagai peluang pemanfaatan POME pada provinsi yang memiliki potensi sawit dan pengolahannya yang dapat mendukung perolehan pendapatan daerah. (25) Permasalahan dan kendala dalam pengembangan tebu dan tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol di lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur antara lain: (a) Tingkat rendemen yang ditetapkan oleh Pabrik Gula (PG) rendah, yang kurang memotivasi petani untuk meningkatkan usahatani tebu; (b) penyebaran bibit unggul seringkali belum merata; (c) Terdapat persaingan penggunaan lahan usahatani; (d) Sistem usahatani tebu belum optimal dan tingkat produktivitas tebu masih rendah; (e) Pengolahan tetes tebu/molases menjadi bioetanol masih terbatas dan dilakukan oleh industri skala besar; dan (f) Kapasitas produksi riil bioetanol masih dibawah kapasitas terpasang. (26) Adapun masalah dan kendala dari aspek sosial ekonomi dalam usahatani tebu dapat mencakup: (a) permodalan petani terbatas; (b) Biaya usahatani tebu cenderung mahal; (c) ketersediaan tenaga kerja pada beberapa sentra produksi yang semakin terbatas, dan upah tenaga kerja semakin meningkat; (d) harga gula hasil lelang yang cenderung berfluktuasi; (e) Kelembagaan/kemitraan terutama dalam pemasaran hasil dari petani tebu ke PG belum menguntungkan kedua belah pihak; dan (f) Sistem pemasaran tebu cukup terbatas, yaitu ke PG terdekat. Adapun kendala sosial ekonomi pengolahan tebu menjadi bioetanol adalah: (a) Harga gula berfluktuasi, namun harga tetes tebu masih kompetitif untuk produksi bioetanol; (b) PT Pertamina belum secara konsisten menyerap bioetanol yang dihasilkan industri; (c) Belum sinkronnya kebijakan pengembangan bioetanol dengan kebijakan energi secara umum; (d) Biaya produksi bioetanol masih cukup tinggi; (e) Persaingan dalam penggunaan molases/tetes tebu dalam memenuhi permintaan ekspor dan industri bioetanol dalam negeri. (27) Peluang pengembangan bioetanol dari sisi aspek teknis cukup baik dengan alasan: (a) Masih tersedianya bahan baku tetes tebu yang dihasilkan oleh beberapa PG, dan (b) Teknologi pengolahan tetes tebu menjadi bioetanol tersedia di dalam negeri. Adapun peluang pengembangan dari aspek sosial ekonomi, adalah: (a) Karena potensi molases di Jawa Timur cukup besar, sehingga sangat memungkinkan untuk memenuhi permintaan bahan baku molases untuk industri bioetanol; (b) Permintaan bioetanol masih cukup tinggi dipasar luas; dan (c) Kebijakan pemerintah dalam jangka panjang untuk pengembangan bioetanol cukup mendukung dan disinkronkan dengan kebijakan energi secara umum. (28) Untuk pengembangan biogas (bahan baku dari kotoran ternak sapi perah) di Jawa Barat dan Jawa Timur, terdapat beberapa kendala dari aspek teknis yang dihadapi yaitu: (a) ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku, terlebih pada xviii

8 saat harga daging sapi naik, banyak ternak sapi dijual peternak, (b) harga jual susu sapi perah yang kurang kondusif juga akan mendorong peternak kurang memotivasi memelihara ternak sapi perah, (c) kemudahan penanganan kotoran ternak, dimana setting awal kandang tidak dirancang dengan bangunan digester biogas, (d) keterbatasan lahan disekitar kandang untuk pembangunan digester, (e) belum adanya teknologi pengemasan biogas sehingga lebih mudah untuk dibawa dan didistribusikan kepada pengguna biogas, dan (f) belum adanya upaya pemerintah untuk mengembangkan digester biogas secara komunal yang merupakan himpunan peternak menampung kotoran ternak dan membangun digester biogas dalam skala besar. (29) Adapun beberapa kendala sosial ekonomi dalam pengembangan biogas, yaitu: (a) Lambatnya perkembangan produksi biogas karena nilai investasi digester yang dirasakan peternak cukup mahal; (b) Keberlangsungan produksi biogas tidak lama, yaitu tergantung dari populasi ternak yang dipelihara; (c) Kelembagaan pengelolaan biogas masih rendah; dan (d) Modal peternak yang terbatas, menyebabkan pengembangan biogas sulit meningkat. (30) Adapun peluang pengembangan biogas di Jawa Barat dan Jawa Timur juga cukup baik, dengan alasan teknis: (a) Terdapatnya usaha peternakan ternak besar terutama sapi perah, yang potensial kotorannya untuk bahan baku biogas; (b) Peran biogas yang signifikan dalam mensubtitusi penggunaan LPG bagi peternak (3-4 tabung/bulan); dan (d) Slurry dari biogas dapat digunakan sebagai pupuk yang siap pakai untuk tanaman hortikultura petani. Sementara peluang pengembangan secara sosial ekonomi juga cukup baik, dengan alasan: (a) Mudahnya pembangunan digester/reaktor biogas terutama melalui fasilitasi bantuan uang muka pembuatan digester atau bantuan lewat koperasi Koperasi Susu; dan (b) Slurry dari biogas dapat dijual yang bermanfaat dalam menambah pendapatan rumah tangga petani. Faktor Teknis dan Sosial Ekonomi dalam Mendukung Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian (31) Terdapat beberapa faktor pendukung dari aspek teknis dalam pengembangan CPO sebagai bahan baku biodiesel adalah: (a) Perkebunan rakyat merupakan penopang utama produksi CPO nasional, dan kinerjanya meningkat dengan dukungan budidaya dan kebijakan pengembangan; (b) Dukungan dari aspek budidaya sawit antara lain dapat mencakup: dukungan ketersediaan bibit sawit, permodalan, panen dan pemasaran; dan (c) Teknologi pengolahan sawit menjadi CPO dan selanjutnya sebagian ada yang diproses menjadi biodiesel telah ada dan berkembang di Indonesia. (32) Faktor utama pengembangan biofuel di Indonesia dari aspek sosial ekonomi adalah political will dan konsistensi kebijakan energi nasional. Seharusnya subsidi BBM fosil secara perlahan dikurangi dan dialihkan untuk subsidi biofuel (untuk sementara). Selain itu, dukungan kebijakan harga dalam pemasaran TBS dari petani sawit, dan fasilitasi kerjasama petani sawit dan industri CPO yang menguntungkan kedua belah pihak. xix

9 (33) Untuk pengembangan biogas dari POME, terdapat beberapa faktor teknis yang mendukung pengembangannya seperti: ketersediaan POME dan ketersedian teknologi proses. Adapun faktor sosial ekonomi yang mendukung pengembangannya adalah: dukungan pemerintah daerah, kekompakan masyarakat desa dengan perangkat/pimpinan desa, dan pendampingan pihak swasta. (34) Adapun beberapa faktor baik sosial ekonomi maupun teknis yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tebu untuk bahan baku bioetanol adalah: (a) Peningkatan peran penyuluhan, yaitu untuk mendukung tercapainya program pengembangan tebu; (b) Koordinasi instansi terkait agar lebih mempercepat pengembangan tebu sebagai bahan baku energi alternatif; (c) kebijakan yang kondusif, yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis tebu dan harga bioetanol; (d) Pembinaan yang berkesinambungan; dan (e) Peningkatan SDM petani, melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitasnya baik dalam kegiatan on farm maupun off farm. (35) Pada Pengembangan Biogas Berbasis Kotoran Hewan, terdapat beberapa faktor teknis yang mendukung keberhasilan pengembangan biogas, yaitu: (a) Siklus produksi sapi perah adalah lebih lama dibanding dengan sapi penggemukan; (b) Intensitas pemeliharaan ternak; (c) tingkat konsentrasi pemeliharaan ternak yang ada; (d) kemudahan penanganan kotoran ternak, terkait perencanaan kandang yang dekat bangunan biogas; (e) kondisi lahan disekitar kandang untuk pembangunan digister; dan (e) kemungkinan teknologi pengemasan biogas. Adapun pada pengembangan biogas dari limbah cair industri tahu, faktor teknis pendukung pengembangan antara lain: (a) Ketersediaan limbah cair industri tahu yang melimpah dan belum dimanfaatkan; (b) Secara teknis penanganan limbah cair untuk bahan baku biogas sangat mudah di kelola, sebelum layak buang ke saluran sungai; dan (c) Keberlanjutan pasokan bahan baku limbah cari industri tahu terjamin sepanjang tahun. (36) Pada pengembangan biogas (bahan baku dari kotoran ternak sapi perah) di Jawa Barat dan Jawa Timur, terdapat beberapa faktor sosial ekonomi yang dapat mendukung pengembangan biogas, yaitu: (a) Harga jual susu sapi perah yang memotivasi peternak dalam memelihara ternak sapi perah; (b) upaya pemerintah untuk mengembangkan digester biogas secara komunal; dan (c) organisasi kelembagaan pada kelompok peternak sapi perah lebih berfungsi dan solid, dalam mengembangkan pengolahan biogas. Sistem Kelembagaan Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian (37) Pelaku pengembangan Kelapa Sawit antara lain pihak pemerintah, swasta, dan Perorangan (petani/kelompok tani). Pihak swasta telah melakukan pengembangan sawit secara intensif. Dalam konteks mendorong produksi bioenergi dari CPO Kelapa Sawit, hendaknya pemerintah juga dapat melakukan beberapa alternatif strategi sebagai bagian dari kebijakan pengembangan, yaitu: (a) Mengalokasikan sumber dana yang memadai untuk melakukan riset atau kajian, percobaan dan penerapan dalam skala nasional; (b) Penelitian/kajian/percobaan mulai dari pengadaan bibit yang berkualitas, xx

10 pencarian dan perbaikan varietas dan plasma nuftah, identifikasi potensi yang pasti tentang produktivitas; (c) Mengidentifikasi kebutuhan CPO baik untuk bahan baku bioenergi maupun untuk pangan agar tidak terjadi trade off dalam pengembangannya; dan (d) Menerapkan kebijakan yang sudah ada, dimana pemerintah hendaknya melakukan insentif terhadap pengembangan bioenergi. (38) Kelembagaan pengelolaan biogas dari POME merupakan kelembagaan pengelolaan unit pengolahan limbah POME menjadi sumber energi listrik. Kelembagaan pngelolaan biogas yang menghasilkan listrik untuk bahan bakar kebutuhan industri, saat ini kelembagaan pengelolaannya dilakukan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) itu sendiri yang merupakan bagian kegiatan dari proses pengolahan. Sementara kelembagaan pengelolaan biogas dari POME dimana energi listriknya digunakan oleh masyarakat seperti di lokasi penelitian Provinsi Riau yakni: (a) Kelembagaan pengolahan dan pengelolaannya hingga menjadi energi energi listrik dilakukan oleh lembaga yang telah terbentuk (misal BUMDes); dan (b) Masyarakat sebagai pengguna energi listrik adalah mitra yang memiliki mendapat energi listrik sesuai perjanjian saat pemasangan instalasi dan menunaikan kewajibannya sebagai konsumen listrik. (39) Kelembagaan yang diperlukan kedepan untuk mendukung berlanjutnya proses produksi bioetanol dari molases adalah: (a) produsen bioetanol dari molases saat ini hanya dilakukan oleh perusahaan yang cukup kapital dan teknologi, seperti PTPN, atau swasta; (b) Perlu adanya keterlibatan pemerintah untuk menjamin pasar bioetanol, dalam kerangka program energi nasional; (c) Kebijakan pengembangan bioetanol juga harus terkait dengan kebijakan energi lainnya. (40) Sistem kelembagaan pengembangan biogas berbasis kotoran hewan maupun limbah cair industri tahu pada dasarnya adalah sama. Pentingnya dibentuk kelembagaan, utamanya adalah untuk membagi tugas dan fungsi dalam pengelolaan biogas siapa mengerjakan apa, dan bagaimana aturan main penggunaan biogasnya dan apa hak dan kewajiban anggota kaitannya dalam penggunaan biogas. Hal yang paling krusial adalah: (a) Penanganan jika terjadi kerusakan sarana biogas; dan (b) Pemeliharaan alat digester dan rutinitas pengisian kotoran. IMPLIKASI KEBIJAKAN (41) Dalam rangka mendorong produksi bioenergi dari CPO, hendaknya pemerintah melakukan beberapa alternatif strategi sebagai bagian dari kebijakan pengembangan, yaitu: (a) Mengalokasikan sumber dana yang memadai untuk melakukan riset atau kajian, percobaan dan penerapan dalam skala nasional; (b) Penelitian/kajian/percobaan mulai dari pengadaan bibit yang berkualitas, pencarian dan perbaikan varietas dan plasma nuftah, identifikasi potensi yang pasti tentang produktivitas; (c) Mengidentifikasi kebutuhan CPO baik untuk bahan baku bioenergi maupun untuk pangan agar tidak terjadi trade off dalam pengembangannya; dan (d) Menerapkan kebijakan yang sudah ada, dimana pemerintah hendaknya melakukan insentif pengembangan bioenergi. xxi

11 (42) Untuk pengembangan biogas, diperlukan kebijakan antara lain: (a) pengembangan biogas pada skala rumah tangga secara terkoordinasi antar instansi, (b) pengembangan biogas pada skala kelompok atau masal, dan (c) pengembangan biogas skala wilayah secara terintegratif dan berkesinambungan. (43) Dalam rangka pengembangan biogas dengan bahan baku dari kotoran ternak sapi yaitu diperlukan: (a) dukungan dan komitmen dari pemerintah untuk mengembangkan biogas secara luas; (b) perencanaan secara baik pengembangan biogas; (c) koordinasi secara baik antar instansi dalam program bantuan digester biogas; (d) sinergi program pengembangan biogas dengan program pengembangan ternak (khususnya ternak sapi) nasional; (e) dukungan sarana serta infrastruktur peralatan (digester dan peralatan pendukungnya); dan (f) sinergi antara pengembangan biogas dengan program pengalihan BBM ke LPG di tingkat rumah tangga. (44) Pada pengembangan tebu sebagai penghasil tetes tebu yang menjadi bahan baku bioetanol perlu terus ditingkatkan dukungannya. Hal ini antara lain dapat ditempuh melalui: (a) Peningkatan peran penyuluhan, yaitu untuk mendukung tercapainya program pengembangan tebu; (b) Koordinasi instansi terkait agar lebih mempercepat pengembangan tebu sebagai bahan baku energi alternatif; (c) kebijakan yang kondusif, yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis tebu dan harga bioetanol; (d) Pembinaan yang berkesinambungan; dan (e) Peningkatan SDM petani. (45) Pada pengembangan bioenergi diperlukan adanya komitmen yang kuat pemerintah dan sinergi antar instansi dalam kebijakan atau program bioenergi. Komitmen pemerintah pusat perlu terus ditingkatkan dalam hal: pembenahan subsidi BBM, dan pembenahan sektor otomotif. Peningkatan suatu program dalam bingkai kebijakan bioenergi harus sesuai dengan kebijakan energi secara nasional. Ketersediaan dana sawit diharapkan akan lebih mendorong peningkatan produksi biodiesel dari CPO sawit, sehingga target mandatory biodiesel akan mudah tercapai. Selain itu, proses rehabilitasi tanaman sawit non produktif juga bisa berjalan baik. Alokasi subsidi dari yang awalnya ke sektor BBM diharapkan juga dapat tersalurkan untuk pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). xxii

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Adang Agustian Supena Friyatno Rudy Sunarja Rivai Deri Hidayat Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN PENGEMBANGAN TANAMAN DAN BIOENERGI BERBASIS EKOREGION Prof Dr. Risfaheri Kepala Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian Focus Group Discussion Sinergi Riset dan Inovasi Bio-Energi pada Era Industri 4.0

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Oleh: Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M. Direktur Bioenergi Disampaikan pada: Seminar Ilmiah dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN

MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN Kata Pengantar Dunia saat ini sedang mengalami transisi dalam penggunaan energi, dari energi fosil ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna

Lebih terperinci

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009.

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Indonesia kaya akan sumber-sumber energi alamnya dan tersebar di lautan hingga daratan. Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Wening Sri Wulandari Diskusi Ilmiah Badan Litbang Kehutanan Bogor, 22 April 2014 Sistematika Kondisi Energi Nasional dan Peran

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 Tujuan Rakor Pangan : Rakor pangan bertujuan mengsinkronisasikan kebijakan dan kegiatan seluruh pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL UNTUK PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN Disampaikan pada acara : Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Marginal Untuk Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY Zumi Zola Zulkifli Gubernur Jambi JAMBI TUNTAS 2020 PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY PROVINSI JAMBI TERLETAK DI BAGIAN TENGAH PULAU SUMATERA GAMBARAN

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi pada awal April 2012 membuat masyarakat menjadi resah, karena energi sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan

Lebih terperinci