BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan struktur tubuhnya sendiri, dan pada umumnya dikonseptualisasi dengan estimasi ukuran tubuh (Grogan, 2006). Menurut berbagai penelitian dalam beberapa dekade terakhir, ditemukan kekhawatiran yang berlebihan mengenai citra tubuh dan meningkatnya prevalensi ketidakpuasan tubuh di kalangan remaja (Pinheiro & Giugliani, 2006). Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa prevalensi ketidakpuasan tubuh di negara berkembang adalah 35% - 81% pada remaja perempuan dan 16% - 55% pada remaja laki-laki (Lawler & Nixon, 2011). Meskipun terdapat data mengenai prevalensi ketidakpuasan tubuh di negara berkembang, studi mengenai ketidakpuasan tubuh di Indonesia masih sedikit. Ketidakpuasan tubuh merupakan salah satu faktor risiko untuk gangguan makan, perilaku diet yang tidak sehat, dan obesitas (Neumark-Sztainer et al., 2006). Diet yo-yo atau weight cycling umum terjadi di populasi 1

2 2 dan berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan termasuk insiden diabetes, hipertensi, resistensi insulin, dan mortalitas. Beberapa bukti mengindikasikan faktor biologis, termasuk usia, jenis kelamin, pubertas, dan komposisi tubuh, dengan faktor psikologis, termasuk depresi dan kepercayaan diri rendah, merupakan faktor risiko terjadinya ketidakpuasan tubuh pada remaja (Markey, 2010; Xu et al., 2010). Selain itu, studi lain telah menunjukkan hubungan antara ketidakpuasan tubuh dengan tekanan dari orang tua, teman, dan media massa kepada remaja untuk mencapai berat badan ideal (Paxton, 2006). Meskipun demikian, masih sangat sedikit data mengenai asosiasi ketidakpuasan tubuh dan outcome kesehatan (Blake et al., 2013). Pemahaman yang lebih dalam mengenai pengaruh dari ketidakpuasan tubuh terhadap status gizi diperlukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan ketidakpuasan tubuh yang berbeda. Budaya sosiokultural lebih memberikan tekanan kepada perempuan untuk memiliki tubuh yang langsing, sehingga mengarah kepada ketidakpuasan tubuh dan perilaku yang tidak sehat seperti gangguan makan (Bordo, 1993; Thompson et al., 1999). Perempuan memiliki rasa tidak puas yang lebih

3 3 tinggi terhadap berat badan dibandingkan laki-laki, sedangkan laki-laki cenderung lebih mementingkan otot dan muskularitas (Grogan, 2006). Perempuan maupun lakilaki yang underweight cenderung puas terhadap tubuhnya, tetapi seiring meningkatnya indeks massa tubuh (IMT), perempuan memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh lebih tinggi daripada laki-laki dan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan (Olds, 2010). Berat badan berlebih (obese maupun overweight) merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Konsep mengenai citra tubuh yang baik berguna untuk mengembangkan intervensi kesehatan yaitu untuk mencegah penyakit yang terkait berat badan berlebih. Pandangan subjektif seseorang mengenai tubuhnya, kadang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Dalam hal ini diperlukan pengukuran antropometri yang objektif untuk mengukur obesitas. Metode yang banyak digunakan untuk mengukur obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Pengukuran IMT dapat dilakukan secara subjektif (self-reported) dan objektif (measured). Pengukuran secara subjektif dilakukan

4 4 dengan menggunakan data yang diisi oleh responden, hal ini juga akan memberikan gambaran mengenai persepsi responden terhadap berat dan tinggi badannya sendiri. Pengukuran secara objektif dilakukan dengan alat-alat yang terkalibrasi dengan prosedur sesuai dengan standar dan dilakukan oleh pengukur yang telah memperoleh sertifikasi. Nilai IMT antara kg/m 2 diklasifikasikan sebagai overweight dan nilai IMT 30 kg/m 2 atau lebih diklasifikasikan sebagai obese (WHO, 2014). IMT memiliki kelemahan karena tidak mengukur lemak tubuh dan mempertimbangkan komposisi tubuh, individu yang muskular sering jatuh pada kategori overweight walaupun mereka tidak memiliki banyak lemak. Persentase lemak tubuh merupakan indikator yang lebih sesuai untuk mengklasifikasi overweight dan obese. Persentase lemak tubuh lebih dari 25% dari total massa tubuh untuk laki-laki dan 30% untuk perempuan merupakan indikator untuk obesitas (Okorodudu et al., 2010). Salah satu metode antropometrik untuk mengukur persentase lemak tubuh adalah dengan mengukur tebal lipatan kulit (skinfold test atau pinch test), dimana cubitan kulit diukur dengan kaliper untuk menentukan ketebalan lemak subkutan (Sarria, 1998).

5 5 Penting untuk dibuktikan apakah remaja atau dewasa muda yang memiliki ketidakpuasan tubuh memang memiliki IMT yang tidak normal atau lemak tubuh berlebih dan bukan hanya kekhawatiran yang berlebihan. Mahasiswa, yang termasuk dalam usia dewasa muda, rentan untuk mengalami ketidakpuasan tubuh karena tekanan sosial. Tekanan ini bisa berasal orang tua, teman sebaya, pasangan, dan media (Watkins et al., 2008). Selain itu, mengingat hubungan antara ketidakpuasan tubuh dengan perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan terutama pada remaja dan dewasa muda, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketidakpuasan tubuh pada mahasiswa. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah: 1. Bagaimana prevalensi obesitas berdasarkan indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta? 2. Bagaimana prevalensi ketidakpuasan tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta?

6 6 3. Apakah terdapat hubungan antara ketidakpuasan tubuh dengan indeks massa tubuh (IMT) dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui indeks massa tubuh (IMT) dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta. 2. Mengetahui prevalensi ketidakpuasan tubuh dan tingkat ketidakpuasan tubuh pada tiap kategori IMT pada mahasiswa di Yogyakarta. 3. Mengetahui hubungan antara ketidakpuasan tubuh dengan IMT dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta. 2. Memberikan gambaran mengenai prevalensi ketidakpuasan tubuh pada mahasiswa di Yogyakarta.

7 7 3. Mengetahui pengaruh dari ketidakpuasan tubuh terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan persentase lemak tubuh. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang membahas atau berhubungan dengan citra tubuh dan indeks massa tubuh (IMT), antara lain: 1. Penelitian Wahyuningtias (2009), yang berjudul Hubungan Antara Citra Tubuh dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Siswa SMA N 1 Sleman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan IMT pada siswa SMA N 1 Sleman. Metode penelitian ini adalah crosssectional menggunakan Body Shape Questiontionnaire untuk menilai citra tubuh. Hasil penelitian ini adalah 39,3% siswa laki-laki dan 55,6% siswa perempuan tidak puas dengan citra tubuhnya. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada alat yang digunakan untuk menilai citra tubuh dan usia subjek penelitian. 2. Penelitian Diana (2011), yang berjudul Pengaruh Citra Tubuh terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri Di SMAN 1 Medan Tahun Tujuan

8 8 dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMAN 1 Medan Tahun Pengukuran citra tubuh pada penelitian ini dilakukan menggunakan kuisioner yang diadaptasi dari Concordia Health Service. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra tubuh memiliki pengaruh terhadap perilaku makan (p=0,015) dan status gizi (p=0,000). Perbedaan dari penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk menilai citra tubuh dan usia subjek penelitian. 3. Penelitian Santana et al. (2013) yang berjudul Factors associated with body image dissatisfaction among adolescents in public school students in Salvador, Brazil. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi ketidakpuasan tubuh pada pelajar di Salvador, Brasil. Metode penelitian ini adalah studi cross-sectional dengan sampel remaja usia tahun. Partisipan mengisi Body Shape Questionnaire dan Eating Attitudes Test-26. Hasil penelitian menunjukkan ketidakpuasan tubuh terdapat pada 19.5% remaja, dengan prevalensi 26.6% perempuan dan 10% laki-laki. Perbedaan dari penelitian ini terdapat pada kuisioner yang

9 9 digunakan untuk menilai ketidakpuasan tubuh dan usia sampel yang diteliti. 4. Penelitian Blake et al. (2013) yang berjudul Adults with Greater Weight Satisfaction Report More Positive Health Behaviors and Have Better Health Status Regardless of BMI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami hubungan kompleks antara ketidakpuasan tubuh dan outcome kesehatan. Metode dari penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan data dari Aerobics Center Longitudinal Study (ACLS). Partisipan sebagian besar merupakan kulit putih, status sosioekonomi menengah ke atas, dan dewasa. Hasil yang diperoleh adalah perempuan lebih mungkin menjalani diet (32% perempuan, 18% laki-laki) dan memiliki tingkat ketidakpuasan berat badan lebih tinggi. Perempuan dan laki-laki dengan ketidakpuasan berat badan dilaporkan lebih sering menjalani diet, diet yo-yo, snacking, dan tidak terlalu aktif, terlepas dari status berat badan individu tersebut. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada cara penilaian ketidakpuasan tubuh dan karakteristik sampel yang diteliti. Penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian diatas berdasarkan kuisioner yang

10 10 digunakan untuk menilai ketidakpuasan tubuh dan karakteristik sampel yang akan diteliti, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan.