BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Akulturasi. dalam Berry, 2005). Akulturasi didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Akulturasi. dalam Berry, 2005). Akulturasi didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasi Akulturasi merupakan sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz (1939, dalam Berry, 2005). Akulturasi didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi tatkala kelompok kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat dalam kontak yang terjadi secara langsung, disertai perubahan terus menerus, sejalan dengan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari kedua kelompok itu. Beberapa penulis lain mendefinisikan akulturasi sebagai proses belajar dari sosok individu yang memasuki budaya baru yang berbeda dari budaya yang telah dimilikinya (Berry, 2005). Mengacu pada Zane dan Mak (2003), akulturasi merefleksikan seberapa dalam individu mempelajari nilai, perilaku, gaya hidup dan bahasa dari budaya orang lain. Hazuda (1988) mendefinisikan akulturasi sebagai proses multidimensional dari hasil kontak antar kelompok dimana individu yang telah memiliki hasil pembelajaran budaya asli mengambil alih karakteristik tentang cara hidup budaya lain. Social Science Research Council (1954), mendeskripsikan akulturasi sebagai perubahan dan adaptasi. Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan konsekuensi dari transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara 1

2 langsung; penyebab perubahan ini bisa saja berkembang dari faktor nonkultural, seperti modifikasi lingkungan dan demografi yang dibawa melalui pergeseran budaya. Perubahannya bisa saja tertunda, tergantung dari penyesuaian kondisi internal individu ketika mengikuti penerimaan sebuah trait atau pola asing; atau perubahannnya bisa saja merupakan adaptasi reaktif atas kecenderungan cara hidup tradisional. Dari definisi akulturasi yang disajikan dimuka, unsur-unsur kunci tentang akulturasi dapat teridentifikasi. Berry (2005) mengemukakan: pertama, ada kebutuhan untuk melakukan kontak atau interaksi yang terus menerus dan berhadapan langsung antar dua kutub budaya yang berbeda. Sejalan dengan kunci pertama, Bochner (1982, dalam Berry, 2005) menyatakan bahwa hal ini mengesampingkan kontak jangka pendek, aksidental, dan jangka panjang. Kedua, akibatnya berupa perubahan dalam fenomena budaya atau psikologis di antara orang-orang dalam kontak, biasa berlanjut untuk generasi-generasi berikutnya. Ketiga, ada proses dinamis selama dan sesudah kontak dan ada suatu hasil proses yang mungkin relatif stabil. Keluaran ini boleh jadi mencangkup tidak hanya perubahanperubahan fenomena yang menampak, namun juga beberapa fenomena baru yang terbawa proses interaksi budaya (Berry, 2005). Dilihat dari asasnya, setiap budaya dapat mempengaruhi budaya lainnya secara sama, tetapi dalam praktek, budaya yang satu cenderung menguasai budaya lain, yang akhirnya menggiring ke arah pembedaan antara kelompok dominan dan kelompok berakulturasi. Istilah 2

3 penggolongan kedua kelompok tersebut menggunakan model mainstreamminority (Berry, 1992). Yang pertama diandaikan sebagai suatu budaya dominan tunggal ( mainstream ), dan sejumlah kelompok satelit atau subordinasi ( minoritas ), dan barangkali beberapa kelompok pinggiran (seperti kelompok setempat dan pengungsi). Dalam konteks penelitian, kelompok berakulturasi merupakan istilah bagi klasifikasi kelompok minor yang mengalami perubahan budaya akibat kontak dengan kelompok dominan. Akibat kontak dan pengaruh itu, aspek-aspek kelompok menjadi tertransformasikan sedemikian rupa sehingga ciri-ciri budaya menjadi tidak sepadan dengan ciri-ciri dalam kelompok asal pada saat pertama kali kontak. Memang, jika kontak masih diutamakan, pengaruh budaya dominan akan dialami lebih jauh. Suatu fenomena sejajar adalah para individu dalam kelompok-kelompok yang berakulturasi mengalami perubahan psikologis (sebagai akibat baik pengaruh perubahan dalam kelompok mereka sendiri atau dari kelompok dominan) dan kembali jika ada sesuatu kontak yang berkelanjutan, perubahan-perubahan psikologis lebih lanjut boleh mengambil tempat. Berdasarkan definisi dan asas akulturasi diatas peneliti kemudian mendefinisikan akulturasi sebagai kontak antar individu dari kelompok budaya berbeda yang mengakibatkan salah satu kelompok mengalami perubahan ciri-ciri budaya. Mengesampingkan lamanya kontak, setiap budaya dapat saling mempengaruhi budaya lainnya secara sama, tetapi dalam prakteknya budaya yang satu cenderung menguasai budaya lain. 3

4 Penyebab perubahan ciri-ciri budaya terjadi akibat proses mempelajari budaya baru dan upaya individu untuk menyesuaikan diri ketika mengikuti penerimaan sebuah trait atau pola asing. Perlu ditambahkan, perubahan yang terjadi dalam akulturasi menyentuh dua aras, yaitu aras kelompok dan individu. Dalam psikologi lintas budaya, penting membedakan antara akulturasi pada aras kelompok dan pada aras individu. Akulturasi pada aras kelompok menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur sosial, landasan ekonomi, dan organisasi politik kadang terjadi. Sementara, pada aras individual, perubahan-perubahan terjadi pada fenomen semacam jati diri, nilai dan sikap. Pembatasan akulturasi pada penelitian ini terletak pada perubahan aras individu. T.D. Graves (1967, dalam Berry 2005) menyodorkan istilah akulturasi psikologis untuk menunjuk perubahan yang dialami individu akibat kontak dengan budaya lain dan akibat keikutsertaannya dalam proses akulturasi yang memungkinkan budaya dan kelompok etniknya menyesuaikan diri. Tidak semua individu yang berakulturasi berpartisipasi dalam perubahanperubahan kolektif yang sedang berlangsung untuk banyak hal dalam cara yang sama. Kita juga perlu menyadari bahwa akulturasi individu (sebagaimana fenomena pada tingkat kelompok) tidak lebur sebagai satu kemasan yang merupakan gugusan beraturan (Omelda dalam Berry, 2005). Artinya, Kelompok dan individu tidak hanya akan bervariasi menurut keikutsertaan dan tanggapan mereka terhadap pengaruh akulturasi, beberapa ranah budaya dan perilaku boleh jadi bergeser tanpa perubahan yang dapat 4

5 dibandingkan dengan ranah lain. Jadi, proses bersifat tidak menentu dan tidak berpengaruh pada semua fenomena budaya dan psikologis secara seragam. 2. Sikap Terhadap Akulturasi Salah satu bentuk akulturasi pada aras individu (psikologis) adalah pembentukan sikap yang diakibatkan akulturasi. Sikap individu yang berakulturasi terhadap masyarakat dominan akan memiliki beberapa kaitan dengan cara ia masuk kedalam proses akulturasi. Jika sikap-sikap terhadap kelompok itu sendiri sangat positif dan sikap terhadap kelompok luar sangat negatif maka pengaruh akulturasi mungkin sudah tersaring, tertahan, tertolak, atau apa saja yang dapat ditafsirkan sebagai kurang efektif. Di pihak lain, jika pola sikap yang berlawanan cocok di antara individu-individu yang mengalami akulturasi maka ragam pengaruh akulturatif mungkin lebih dapat diterima. Cara-cara individu (atau kelompok) yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat dominan diistilahkan dengan strategi akulturasi (Berry, 2005). Secara psikologis, individu akan dihadapkan dua persoalan inti ketika memilih strategi akulturasi. Persoalan inti pertama mengenai derajat sikap yang memungkinkan orang menginginkan tinggal secara budaya ketika telah merangkul budaya itu bila dihadapkan dengan keadaan berhenti menjadi bagian dari budaya yang lebih besar. Yang kedua, 5

6 persoalan intinya, sejauh mana seseorang ingin menjalin interaksi sehari-hari dengan anggota kelompok lain dalam masyarakat yang lebih besar (kelompok dominan) ketika dilawankan dengan menjauh dari kelompok lain dan hanya berhubungan dengan kelompok sendiri. Tatkala kedua persoalan inti ini disajikan bersama, suatu kerangka konseptual diberlakukan. Berry (2005) menunjukkan kerangka konseptual tersebut sebagai varietas akulturasi, skemanya dapat ditunjukan pada halaman selanjutnya. SOAL I Apakah soal melestarikan jati diri dan ciri budaya menjadi hal yang bernilai? YA TIDAK SOAL II Apakah soal memelihara YA INTEGRASI ASIMILASI hubungan dengan kelompok lain menjadi hal yang bernilai? TIDAK SEPARASI MARJINALISASI Gambar 1. Empat varietas akulturasi, yang dikemukakan oleh Berry (2005) Ketika individu tidak ingin memelihara budaya dan jati dirinya dan melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat dominan, maka jalur atau strategi asimilasi didefinisikan. Sebaliknya, kalau ada suatu nilai yang 6

7 ditepatkan pada pengukuhan budaya asal seseorang dan suatu keinginan untuk menghindari interaksi dengan orang dari kelompok lain, maka alternatif separasi didefinisikan. Kalau ada minat dalam keduanya, baik memelihara budaya asal dan melakukan interaksi dengan orang dari kelompok lain, integrasi adalah opsinya. Disini ada beberapa derajat integritas budaya diutamakan seraya bergerak berpartisipasi sebagai suatu bagian utuh dari jaringan sosial yang lebih besar. Integrasi merupakan strategi yang berusaha membuat yang terbaik dari kedua dunia (yang berbeda). Akhirnya, kalau ada keniscayaan kecil atau minat kecil untuk pelestarian budaya (kadang karena alasan kehilangan budaya menjadi sandaran) dan sedikit keniscayaan atau minat melakukan hubungan dengan orang diluar kelompok (karena alasan pengucilan atau diskriminasi, marjinalisasi didefinisikan. B. Budaya dan Definisinya Kata budaya digunakan dalam berbagai diskursus lintas pengetahuan dan ini diakui karena luasnya aspek kehidupan yang disentuh. Istilah budaya sangat umum dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan dengan pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan dengan seni, musik, tradisi-ritual, ataupun artefak peninggalan masa lalu (Dayakisni, 2003). Sementara dalam konsep Koentjaraningrat (dalam Dayakisni, 2003) kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, yaitu mencangkup keseluruhan dari: (1) gagasan; (2) kelakuan; dan (3) hasil-hasil kelakuan. 7

8 Dengan demikian, disini kebudayaan diyakini sebagai produk, baik itu berupa gagasan ataupun sudah berwujud suatu perilaku tampak maupun material. Ahli lainnya, Lonner dan Malpass (1994) menggunakan istilah budaya untuk mengkarakteristikan berbagai macam cara dari sekumpulan individu dalam menjalani hidup, dan bagaimana cara mereka mewariskannya pada generasi penerus. Hal ini meliputi segala aspek luas pada kehidupan manusia, mulai dari benda yang dimiliki, cara membuat dan mentransaksikannya dalam aktivitas jual beli, struktur keluarga, prinsip dalam menjalani hidup, cara mengambil keputusan, alat dan cara memainkannya, cara seseorang melakukan aktivitas peribadatan sampai pada cara mereka menggunakan sistem sanitasi (toilet). Berry (2005, dalam Dayakisni, 2003) mengkategorikan budaya dalam delapan aktifitas kehidupan, meliputi: (1) karakteristik umum; (2) makanan dan pakaian; (3) rumah dan teknologi; (4) ekonomi dan transportasi; (5) aktivitas individual dan keluarga; (6) komunitas dan pemerintahan; (7) kesejahteraan, religi, dan ilmu pengetahuan; (8) seks dan lingkaran kehidupan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas terdapat beberapa kesamaan yang dapat ditarik dari pemaparan tentang definisi serta kategori budaya. Secara umum budaya menyentuh pada semua aspek hidup dan kehidupan. Beberapa dari aspek tersebut merujuk pada hal yang sifatnya material, seperti: makanan, pakaian, alat atau kepemilikan benda. Beberapa yang lain merujuk pada hal yang bersifat sosial kemasyarakatan dan strukturnya, seperti: organisasi pemerintahan, struktur 8

9 keluarga, dan struktur pemerintahan. Yang lain merujuk pada perilaku individu, seperti: religi, pengetahuan, reproduksi, penggunaan sanitasi dan aktivitas perekonomian. Luasnya pengertian budaya sebagai konsep yang menyentuh semua aspek kehidupan sehingga mungkin menjadi kehidupan sendiri membuka peluang untuk turut ditelaah dari sudut pandang yang bersifat lebih manifes melalui perspektif psikologi, terutama untuk menjelaskan kemunculan kelakuan atau perilaku dari gagasan yang dimiliki oleh manusia. Definisi dari Matsumoto (1996) kiranya dapat memberikan pemahaman komprehensif tentang isitilah budaya yang terpaparkan diatas dari tinjauan ilmu psikologi. Disini apa yang disebut budaya adalah seperangkat fenomena psikologis seperti sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang muncul dalam konstruk sosiopsikologis, yakni suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis. Akan tetapi, ada derajat perbedaan pada setiap individu, dan dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Definisi Matsumoto diatas kompatibel dalam menyatakan budaya sebagai gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai material, budaya sebagai produk maupun sesuatu yang hidup dan menjadi panduan bagi individu anggota kelompok. Selain itu, definisi tersebut juga mampu menggambarkan budaya sebagai konstruk sosial sekaligus konstruk individu. Ada dua hal yang ditekankan, pertama tentang sesuatu yang dimiliki dan kedua tentang pembagian atau penyebaran kepemilikan dari aspek-aspek kehidupan dan perilaku. 9

10 Ragam paparan diatas dapat membantu peneliti untuk menarik suatu pemahaman tentang budaya. Disini budaya dapat dipahami sebagai sebuah konsep abstrak berisikan ideasional, nilai, sikap, dan keyakinan yang hasilnya dapat terlihat dalam bentuk material dan perilaku, misalnya: artefak, aktivitas perekonomian, seni, tradisi-ritual, cara ber-reproduksi dan ilmu pengetahuan. Dalam menjelaskan kemunculan perilaku, budaya sebagai konstruk sosial menjadi faktor pemberi pengaruh yang bersifat eksternal terhadap individu. Keberadaaannya menjadi bagian dari individu karena kepemilikan atas budaya diwariskan lintas generasi. C. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta 1. Pengertian Abdi Dalem Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, lebih dari sekedar pembantu rumah tangga. Mereka mencakup juga aparat pemerintahan yang mendukung seluruh aktivitas di Keraton Yogyakarta.Pada zaman pemerintahan Hamengku Buwono VIII, Abdi Dalem Kraton Yogyakarta secara umum dibagi ke dalam dua golongan.pertama adalah Abdi Dalem perempuan, yang biasa disebut Abdi Dalem Keparak, dan kedua adalah Abdi Dalem laki-laki. Khusus Abdi Dalem laki-laki tidak ada sebutan khusus, cukup dengan sebutan Abdi Dalem. Abdi Dalem adalah orang-orang yang dengan suka rela memberikan pelayanannya pada keraton, Sultan dan keluarga keraton. Mereka menyiapkan hampir semua kebutuhan keseharian 10

11 Sultan dan menjalankan upacara tradisional Jawa baik di dalam kraton maupun di luar kraton. Abdi Dalem diorganisir berdasarkan pelayanan fungsionalnya. Abdi Dalem tidak sekedar pesuruh atau pembantu, tapi merupakan ujung tombak dalam mempromosikan keraton, mensosialisasikan sejarah keraton, dan mentransformasikan pernak-pernik keraton pada masyarakat. Abdi Dalem merupakan living monument (monument hidup). Ia menjadi saksi hidup dari rangkaian sejarah yang terukir dari zaman ke zaman, hingga saat ini. Keterkaitan Abdi Dalem dengan kraton sudah berlangsung lama yaitu sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta dan sejak itulah istilah Abdi Dalem lahir (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003). Bagi mereka imbalan berupa gaji bukanlah ukuran sehingga mereka tertarik menjadi Abdi Dalem. Bagi mereka, pengakuan sebagai Abdi Dalem oleh pihak Kraton Yogyakarta merupakan anugerah karena mereka bisa ngabehi dan lelabuh kepada raja atau sering disebut Ngarso Dalem.Untuk menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terbuka bagi siapa saja, baik lakilaki maupun perempuan. Bagi laki-laki yang ingin mendaftarkan diri menjadi Abdi Dalem bisa mendaftarkan diri di kantor Kawedanan Ageng Punokawan Puraraksa, sedang bagi wanita mendaftarkan diri di kantor Keparak Sebelum diangkat menjadi Abdi Dalem kraton, calon yang memenuhi syarat harus menempuh masa magang terlebih dahulu selama kurang lebih dua tahun. Dalam masa pengabdiannya selama magang tersebut prestasi kerja calon akan dinilai. Para magang yang dinilai memenuhi syarat dan bekerja dengan baik mempunyai kesempatan untuk diangkat secara resmi menjadi Abdi 11

12 Dalem Keraton Yogyakarta. Pengangkatan seorang magang menjadi Abdi Dalem resmi di Keraton Yogyakarta, ditandai dengan surat kekancingan yang ditandatangani langsung oleh Sri Sultan yang sedang berkuasa. Surat kekancingan yang dikeluarkan tersebut hanya bersifat sementara. Surat kekancingan yang asli baru akan dikeluarkan pada saat Tingalan Dalem Sri Sultan yang berkuasa pada saat itu (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003). Berdasarkan beberapa pengertian Abdi Dalem tersebut dapat disimpulkan bahwa Abdi Dalem ialah semua orang yang bekerja untuk mendukung seluruh aktivitas kraton yang pengangkatannya ditandai dengan surat kekancingan yang ditandatangani oleh Sri Sultan yang sedang berkuasa pada masanya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003). 2. Motivasi atau Faktor Pendorong Menjadi Abdi Dalem a. Ketentraman atau Ketenangan Hidup Fenomena Kehidupan masyarakt Jawa yang menitikberatkan pada kesederhanaan, harmoni selaras dengan alam akhir-akhir ini semakin ditinggalkan. Hal ini karena orang lebih cenderung mengutamakan kehidupan duniawi daripada rohani. Para Abdi Dalem yang masih kental filsafat hidup kejawaannya tidak mau larut dalam kehidupan duniawi yang hanya memikirkan materi atau harta semata. Bagi mereka ada kehidupan yang lebih berarti yaitu memperkaya rohani atau kehidupan batin. Dalam 12

13 Upaya mewujudkan kehidupan batin tersebut ketentraman dan ketenangan jiwa menjadi utama. Pengabdian mereka terhadap Keraton umumnya dilandasi pemikiran akan perlunya ketentraman dan ketenangan dalam hidup. Walaupun rejeki dari Keraton jumlahnya kecil namun mereka percaya bahwa aka nada suatu jalan lain untuk mendapatkan rejeki, baik melalui keterampilan maupun jasa/kepandaian yang mereka punyai. Kebanyakan para Abdi Dalem ini menjadi menyadari bahwa urip mung mampir ngombe (hidup manusia itu ibarat hanya numpang minum) sehingga mereka dalam hidupnya dapat tenang dan tentram.sikap dan pandangan yang seperti ini mengakibatkan mereka menjadi narima ing pandum. Hal ini selaras dengan peribahasa Jawa yang menyatakan bahwa bandhaiku mung titipan,anak titipan lan nyawa gadhuhan (harta itu hanya titipan, anak titipan dan nyawa pinjaman). Dengan begitu, Abdi Dalem memahami bahwa seseorang akan kaya atau miskin itu sudah suratan takdir masing-masing individu. Keadaan hidup berbeda antara orang satu dengan lainnya itu merupakah sunatulah (Hukum Allah). Prinsip nerima ing pandum (menerima takdir secara iklas) ini tampaknya menjadi motor pengerak dan motivator mereka sehingga hari dan pikiran akan menjadi tenang dalam menghadapi masalah kehidupan (Sudaryanto, 2008). b. Berkah Berkah atau sawab (Jawa) adalah kata kunci untuk memahami motivasi dan pendorong Abdi Dalem dalam mengabdi di kraton.berkah sifatnya abstrak tetapi nilainya begitu kuat dan dijadikan pengangan para 13

14 Abdi Dalem. Mereka bekerja karena mengharapkan berkah dari sultan.berkah merupakan sesuatu yang sifatnya non material, yaitu berupa kedamaian dan ketentraman hidup. Berkah selalu dicari dalam hidup orang Jawa, karena hal ini berarti ada pengaruh yang akan menuntun manusia untuk hidup tenang, kecukupan, dan selamat. Para Abdi Dalem meyakini, bahwa apabila seseorang telah mendapat berkah dari sultan, maka masalah kecukupan materi tidak lagi menjadi prioritas mereka.ketentraman hati dan keselamatan itulah yang mereka cari karena hal ini nilainya lebih tinggi dari pada masalah materi. Jika dilihat dari gaji, maka dapat dikatakan tidak akan cukup untuk ongkos perjalanan pulang pergi dari rumah ke Keraton. Semua Abdi Dalem menyatakan bahkan masalah gaji yang besar bukan merupakan tujuan tetapi ketentraman hati dan keselamatan merupakan hal lebih penting sebagai modal utama hidup.seseorang tidak akan mampu menjalani hidup dengan baik jika hatinya tidak semeleh (iklas pada takdir), tenang, dan kecukupan. Oleh karena harapan bagi para Abdi Dalem adalah berkah sultan akan membawa implikasi pada keselamatan dan kebahagiaan hidupnya (Sudaryanto, 2008). c. Mempertahankan Identitas Diri dan Pelestarian Budaya Salah satu alasan menjadi Abdi Dalem adalah agar mereka dapat memahami dan menjalani sopan santun (unggah-ungguh) menurut budaya Jawa. Para Abdi Dalem ini menyadari bahwa sekarang ini 14

15 sopan santun yang bersumber dari budaya Jawa sudah mulai luntur dan banyak yang tidak dimengerti oleh orang Jawa itu sendiri.padahal sopan santun yang ada di kalangan orang Jawa itu sebenarnya sangat halus dan mempunyai nilai luhur. Hal ini dikarenakan orang Jawa selalu berpegang pada rasa dalam sikap dan tindakannya (wong Jawa kuwi papaning rasa). Sopan santun atau tatakrama (suba sita) tidak dapat dipisahkan dengan masalah budi pekerti.orang Jawa dikatakan berbudi pekerti luhur bila mampu menerapkan tatakrama secara baik dan benar. Jika penerapan tatakrama kurang tepat, maka dapat dikatakan bahwa seseorang itu sudah tidak atau belum berjiwa Jawa (wong Jawa ning ora njawani atau ilang Jawane). Sebagai orang Jawa hendaknya mau merendahkan diri, merasa bodoh, dan berwatak menerima.hal ini tidak berarti bodoh itu tidak tahu, orang yang tahu dirinya bodoh sesungguhnya seseorang itu cerdas. Apalagi didasari watak dan perilaku mau mengakui diri, mau menerima kenyataan bahwa semua kejadian yang dijalani dan menimpa kepada manusia itu sesungguhnya kehendak Tuhan. Dengan bersikap begitu, maka pasrah merupakan bagian budi pekerti dasar yang sangat ensensial dalam kehidupan. Identitas diri orang Jawa yang berdasarkan pada perasaan dan mau menjalani kehidupan apa adanya sebagaimana yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa ini dalam perkembangan menemui erosi budaya dari budaya Instan (pragmatis). Atmosfer Yogyakarta yang mulanya 15

16 bernuansa spiritual telah didesak oleh semangat pragmatism. Hal-hal yang menyangkut kepentingan fisik (materi) menjadi penting. Predikat Yogyakarta sebagai kota budaya menjadi tergoncang. Menurut Joyokusumo semakin lama budaya instan semakin merasuki generasi muda, banyak yang bersifat dhahirriyah, bersifat kulit semata.para pemuda inipun dalam memahami budaya Islam atau Jawa juga bersifat kulit belaka. Sikap hidup, tatakrama dan budi pekerti yang merupakan warisan masa lalu (heritage) tersebut. Jika dimungkinakan dikompromikan dengan budaya pendatang. Dengan demikian nantinya akan tampak suatu pacific penetration antara kedua budaya yang ada (Sudaryanto, 2008). d. Tanah Magersari Motivasi menjadi Abdi Dalem yang lain adalah karena mereka menempati tanah milik sultan (Sultan Ground). Hal ini berkaitan dengan nilai yang terdapat pada budaya Jawa mengajarkan adanya balas budi. Ada suatu kewajiban bagi seseorang yang telah menerima kebaikan untuk mbales budi. Pembalasan kebaikan kepada orang lain, seseorang tidak harus diperhitungkan secara kaku tentang kesetaraan nilai suatu kebaikan. Nilai budaya Jawa mengajarkan bahwa membalas kebaikan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan yang menerima bantuan Para Abdi Dalem yang mendapat kebaikan dari sultan untuk mengunakan tanah sultan baik sebagai tempat kediaman maupun sebagai lahan pertanian merasa berhutang budi pada Keraton. Dalam hutang budi ini 16

17 orang akan merasa tidak enak jika belum dapat membalas kebaikan pihak yang memberi. Masalah tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh nafsu kebendaan dan mementingkan pribadi masih terkendali. Apabila diamati hubungan antara Abdi Dalem dengan Keraton didominasi interaksi yang bersifat resiprokal. Para pihak secara timbal balik masingmasing mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimilikinya. Abdi Dalem memberikan tenaga dan pikiran pada keraton sedangkan keraton memberikan tanah magersari kepada Abdi Dalem untuk digunakan sebagai tempat tinggal atau lahan usaha.interaksi timbal balik ini sejalan dengan prinsip tolong-menolong yang menjadi dasar hubungan kemasyarakatan. Para pengguna tanah magersari atau indung ini sudah sewajarnya membantu dan membalas kepentingan atau keperluan pemiliknya. Menurut Hadikusuma Abdi Dalem sebagai pengguna tanah magersari tersebut, sudah selayaknya mempunyai kewajiban moral untuk membalas kebaikan pihak Keraton (Sudaryanto, 2008). e. Meneruskan Tradisi Orangtua Biasanya Abdi Dalem bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi Keraton Yogyakarta. Abdi Dalem menyatakan bahwa pengabdiannya dilakukan dalam rangka menjaga nama baik keturunan serta kebiasaan yang telah turun temurun dari nenek moyangnya menjadi Abdi Dalem (Sudaryanto, 2008). 17

18 3. Kewajiban Abdi Dalem a. Caos Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hal individu di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lain. Kalau ada hak maka ada kewajiban, tanpa ada hak tentunya tidak ada kewajiban. Kewajiban atara satu Abdi Dalem dengan Abdi Dalem yang lain berbeda dan sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung kepada kelompok, tugas, dan pangkat yang dimiliki Abdi Dalem. Bagi Abdi Dalem Punakawan terdapat dua tipe atau jenis, yaitu Punakawan caos dan punakawan tepas. Punakawan caos ini berkerja secara normal sesuai aturan pada umumnya, yaitu sowan atau kerja normal 12 hari sekali dan datang pada Hari Selasa Wage saat wiyosipun dalem.bagi para Abdi Dalem Punakawan Tepas berkerja di kantor pemerintahan Keraton, maka sowan atau datangnya datangnya setiap hari, contohnya seperti membersihkan museum kereta Keraton atau di bagian administrasi pemerintah Keraton Yogyakarta. Pada saat Abdi Dalem caosatau menjalankan tugas, maka mereka diwajibkan memakai pakaian mataraman/ Jawa (pranakan). Bagi Abdi Dalem kaprajan, jika masih aktif sebagai PNS maka kewajibannya hanya caos (datang) dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh pihak keraton; seperti syawalan, labuhan, siraman pusaka, Selasa Wage (penobatan Sultan), dan Mauludan atau Grebegan. Jika sudah pension atau tidak aktif sebagai PNS dan diminta membantu di kantor (tepas) pemerintahan 18

19 Keraton, maka selain diwajibkan mengikuti upacara-upacara adat tersebut diwajibkan juga caos atau sowanbakti lebih intensif lagi. Pada abdi dale mini paling tidak mempunyai kewajiban datang ke Keraton 1-3 kali dalam seminggu dari jam sampai dengan WIB (Sudaryanto, 2008). b. Presensi Untuk mengetahui Abdi Dalem datang atau tidak, maka pihak Keraton dapat melihat daftar presensi yang disediakan.adapun bukti kedatangan para Abdi Dalem Keraton diketahui oleh atasannya (pengirit) atau teman pada waktu tugas yang dipercaya oleh atasan untuk memberikan presensi bagi Abdi Dalem yang datang.dalam hal ini presensi cukup penting, karena bukti kedatangan ini sangat signifikan terhadap kelancaran kenaikan pangkat. Jika sudah menduduki pangkat selama lima tahun dan persyaratan yang berkaitan dengan ketaatan, kedisiplinan maupun tata kramanya memadai, maka Abdi Dalem tersebut pada prinsipnya berhak mengajukan kenaikan pangkat (weling ngunjuk). Adapun kenaikan pangkat ini diajukan oleh kedua kelompok, bukan oleh Abdi Dalem sendiri. Dengan demikian, masalah presensi merupakan hal yang esensial dalam pembuktian tentang ketaaan dan kedisiplinan pada Keraton bagi para Abdi Dalem (Sudaryanto, 2008). c. Mengikuti Upacara Adat Sebagai penjaga dan penyangga budaya Keraton, maka keberadaan Abdi Dalem sama penting nilainya dengan berlangsungnya upacara adat. Raja atau kerabat Keraton sendiri 19

20 tidak mampu melaksanakan upacara adat tanpa keikutsertaan para Abdi Dalem. Dalam kaitan ini proses pelembagaan terhadap upacara adat Keraton hendaknya terus dijalankan agar norma tersebut diterima oleh para pihak. Adapun proses agar berbagai upacara adat menjadi melembaga, maka norma itu perlu diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai ole para stakeholder. Berbagai upacara adat ini idealnya tidak hanya dilembagakan (institutionalized) tetapi lebih dari itu yaitu diperlukan diinternalisasikan (internalized). Upacara adat yang dilakukan oleh pihak Keraton adalah: Gerebeg Besar (Hari Raya Idul Adha), Gerebeg Mulud (memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW), Gerebeg Syawal (Hari Raya Idul Fitri), Siraman Pusaka (membersihkan pusaka Keraton, Labuhan (membuang barang ke tempat yang dianggap suci, yaitu laut atau gunung). Berbagai macam upacara adat tersebut, secara moral wajib dihadiri oleh semua Abdi Dalem Keraton, baik Abdi Dalem Punakawan maupun Abdi Dalem Kaprajan. Apabila Abdi Dalem tidak aktif datang pada upacara adat ini dapat dikatakan masalah kepatuhannya pada Keraton dipandang masih kurang memadai. Akibatnya nanti akan berpengaruh terhadap proses kelancaran kenaikan pangkat para Abdi Dalem. Pihak Keraton memandang sangat penting keterlibatan para Abdi Dalem dalam upacara ini, karena diharapkan agar Abdi Dalem ini memahami dan menjalankan ajaran Pangeran Samber Nyawa yang dikenal sebagai Tri Darma, yaitu mulat sarira, hangrasa wani (Introspeksi), 20

21 rumangsa melu handarbeni (merasa memiliki) dan wajib melu hanggodeli (ikut mempertahankan) (Sudaryanto, 2008). 4. Manfaat yang didapatkan Abdi Dalem dari Keraton Yogyakarta a. Gaji Gaji terendah Abdi Dalem berpangkat jajar caos sebesar Rp ,00, untuk Abdi Dalem berpangkat bupati caos menerima sekitar Rp ,00 ditambah uang makan sekali sehari sebesar Rp. 150,00 sekali caos (bekerja), sedangkan gaji tertinggi yang diberikan kepada Abdi Dalem sebesar Rp ,00 untuk Abdi Dalem yang berpangkat bupati tepas seseorang yang sudah menjadi Abdi Dalem Kraton Yogyakarta kedudukannya berlaku selama dia masih hidup atau masih kuat dan tidak mengenal masa pensiun. Abdi Dalem yang dari sisi usia sudah tidak kuat menjalankan tugasnya namun masih menunjukkan kesetiaan kepada keraton digolongkan menjadi Miji Sadana Mulya. Golongan ini mendapatkan 45 persen gaji dengan kalenggahan tetap.bagi yang tidak melaksanakan tugas atau mengabaikan kewajiban digolongkan ke dalam Miji Tumpukan.Untuk golongan ini mendapatkan 25 persen gaji dengan kedudukan yang tetap, tetapi tidak ada pekerjaan. Status ini akan berlangsung sekitar enam bulan. Apabila selama enam bulam tidak ada klarifikasi atau perbaikan maka pangkat dan kedudukan yang bersangkutan akan ditarik. Pemecatan dilakukan apabila seorang 21

22 Abdi Dalem telah mencemarkan nama kraton (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003). b. Jaminan Kesehatan, Asuransi Kematian, dan Tunjangan Pendidikan Keraton Yogyakarta memberikan hak dan jaminan kepada para Abdi Dalem yang dibagi dalam tiga bidang, yaitu Banda Kasmolo atau jaminan kesehatan, Banda Pralaya atau semacam asuransi jiwa dan Banda Pasinaon atau bantuan dana bagi anakanak Abdi Dalem untuk sekolah Bagi Abdi Dalem yang sakit dan berobat di rumah sakit pemerintah akan mendapatkan jaminan biaya dari keraton. Abdi Dalem yang sakit dan berobat di rumah sakit pemerintah ini hanya diberikan bagi mereka yang sakit tidak menahun sebesar seratus persenbagi Abdi Dalem yang meninggal akan mendapat jaminan sebesar Rp ,00, sementara jika istri Abdi Dalem yang meninggal akan mendapat bantuan dana sebesar Rp ,00. Banda Pasinaon diberikan kepada Abdi Dalem yang anakanaknya membutuhkan bantuan dana untuk proses belajar mengajar. Bantuan diberikan dalam bentuk pinjaman yang diangsur tanpa bunga, yang besar pinjamannya disesuaikan dengan kedudukan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta memberikan gaji pada Abdi Dalem sesuai dengan jenjang kepangkatannya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003). c. Jenjang Karier 22

23 Jika dilihat dari jenjang kepangkatannya terdapat (kalenggahan) terdapat sebelas macam yang berhak disandang oleh abdi dalam, baik Abdi Dalem Punakawan maupun Kaprajan. Adapun macan atau Jenis kepangkatan tersebut adalah jajar, bekel, luruh, penewu, wedana, riyo bupati anom, bupati anom, bupati sepuh, bupati kliwon, bupati nayoko, dan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH). Penetapan pangkat dan gelar itu merupakan hak prerogative sultan tepati dalam prosedur pelaksanaannya melalui dan diketahui terlebih dahulu oleh adik sultan. Abdi Dalem mempunyai kesempatan menyandang pangkat dari jajar sampai KPH. Pada umumnya masa magang (calon Abdi Dalem) berkisar antara 2-5 tahun dan masa ini dijadikan pertimbangan tentang kedisiplinan serta kesetiaannya pada Keraton Yogyakarta.Kenaikan pangkat dari satu pangkat ke pangkat lainnya kurang lebih 4-5 tahun.walaupun demikian jika Sultan sedang berkenan, maka kepangkatan seorang Abdi Dalem dapat dipercepat maupun melompat (Sudaryanto, 2008). d. Gelar Para Abdi Dalem selain berhak menyandang suatu pangkat tertentu juga mempunyai hak untuk mendapatkan gelar nama yang diselaraskan dengan bidang pekerjaan atau keahliannya. Pemberian gelar nama ini diberikan kepada Abdi Dalem atas nama Sultan yang diketahui dan ditandatangani 23

24 oleh kepala bagian kerjanya (Kawedanan atau tepas) dan Parentah Hageng Kraton (Sudaryanto, 2008). e. Tanah Magersari Tanah magersari dapat diberikan oleh Keraton Yogyakarta kepada Abdi Dalem sebagai balas jika Abdi Dalem keraton mempunyai kontribusi yang besar bagi keraton.namun manfaat berupa pemberian tanah magersari ini sudah jarang dilakukan oleh Keraton karena untuk mendapatkan atau memakai tanah magersari ini biasanya diperhitungkan atau melalui pertimbangan khusus Sultan yang berkuasa pada saat itu (Sudaryanto, 2008). D. Pertanyaan Penelitian 1. Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana dinamika proses akulturasi para abdi dalem Keraton Yogyakarta berdasarkan strategi asimilasi, separasi, integrasi, dan marginalisasi? 2. Pertanyaan tambahan a. Pelestarian Jati diri Bagaimana proses pelestarian jati diri dan ciri budaya sendiri? b. Hubungan dengan kelompok lain Bagaimana hubungan abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan para pendatang dan generasi muda? 24

25 Apa pandangan abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan para pendatang dan generasi muda sekarang? c. Strategi akulturasi apakah yang digunakan oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta? 25

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang merupakan istana

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIDAPATKAN DARI KERATON YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN ABDI DALEM DALAM PEMERINTAHAN KRATON YOGYAKARTA *

HAK DAN KEWAJIBAN ABDI DALEM DALAM PEMERINTAHAN KRATON YOGYAKARTA * HAK DAN KEWAJIBAN ABDI DALEM DALAM PEMERINTAHAN KRATON YOGYAKARTA * Agus Sudaryanto ** Abstract The result of this research indicates that the rights and obligations of abdi dalem in Kraton Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPLORASI TERHADAP MOTIVASI KERJA ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPLORASI TERHADAP MOTIVASI KERJA ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA 1 NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPLORASI TERHADAP MOTIVASI KERJA ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA Oleh : INGGA AYU NOVITASARI SUKARTI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

TRADISI NGABEKTEN DI KRATON YOGYAKARTA Oleh: Ernawati Purwaningsih

TRADISI NGABEKTEN DI KRATON YOGYAKARTA Oleh: Ernawati Purwaningsih TRADISI NGABEKTEN DI KRATON YOGYAKARTA Oleh: Ernawati Purwaningsih Tulisan ini merupakan uraian secara singkat dari hasil penelitian Maharkesti (alm.), seorang peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. AKULTURASI 1. Defenisi Akulturasi Akulturasi berbeda dengan enkulturasi, dimana akulturasi merupakan suatu proses yang dijalani individu sebagai respon terhadap perubahan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: FITRI YULIANA L2D 002 409 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya. Salah satu contoh kekayaan budaya tersebut adalah beragamnya bahasa daerah yang tersebar di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergaulan adalah salah satu kebutuhan manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

OPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

OPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA OPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: HERJUNO WIKANDARU F. 100 060 021 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, proses globalisasi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, proses globalisasi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, proses globalisasi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini berpengaruh terhadap dinamika perkembangan budaya. Bangsa Indonesia diguncang berbagai

Lebih terperinci

Arah Pelestarian Bahasa Jawa Krama di Surakarta. Oleh. Sri Marmanto. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Arah Pelestarian Bahasa Jawa Krama di Surakarta. Oleh. Sri Marmanto. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta MR Arah Pelestarian Bahasa Jawa Krama di Surakarta Oleh Sri Marmanto Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Bahasa Jawa (BJ) adalah bahasa ibu (mother tongue ) dengan jumlah

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Pertemuan6 Peradaban; Wujud kebudayaan danunsur-unsur kebudayaan MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Kebudayaandan Peradaban Peradaban adalah suatu bentuk masayarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangannya Keraton Kasunanan lebih dikenal daripada Keraton

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangannya Keraton Kasunanan lebih dikenal daripada Keraton 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo adalah kota yang memiliki dua kerajaan, yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran. Keraton

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dimulai dari zaman sebelum penjajahan sampai dengan zaman di mana Indonesia

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi perilaku anak yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa. Hilangnya nilai-nilai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan satuan yang terkecil dalam masyarakat. Keluarga mempunyai peran yang besar dalam membentuk sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kampung adat Benda Kerep terletak di Argasunya Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Masyarakat kampung ini masih memelihara tradisi yang hingga kini masih dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI. transformatif nilai-nilai religi dan budaya dalam pendidikan sejarah di Sekolah

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI. transformatif nilai-nilai religi dan budaya dalam pendidikan sejarah di Sekolah BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap implementasi pembelajaran sejarah yang berbasis religi dan budaya di kawasan Banten Lama yang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA

2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu bersifat abstrak yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dengan gagasan atau sistem ide yang di dalamnya terdapat sebuah pikiran manusia

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan BAB 6 PENUTUP Pada bab ini disampaikan kesimpulan hasil studi pengembangan konsep revitalisasi tata lingkungan tradisional Baluwarti, saran untuk kepentingan program revitalisasi kawasan Baluwarti, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak, tempat anak meniru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak, tempat anak meniru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak, tempat anak meniru perilaku orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam membimbing, mengawasi, mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Fokus Penelitian, Penegasan Istilah. A. Latar Belakang Di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL 3.1. Tujuan Komunikasi Dalam melakukan sebuah proses pembuatan / pengkaryaan sebuah karya akhir, agar karya tersebut ataupun informasi yang ingin disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci