PENDAHULUAN. Gambar 1 Kenaikan konsentrasi gas CO 2 di atmosfer (Petritsch 2000).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Gambar 1 Kenaikan konsentrasi gas CO 2 di atmosfer (Petritsch 2000)."

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbatasan cadangan energi utama seperti minyak bumi dan batu bara memaksa kita untuk mencari pengganti sumber energi tersebut. Para peneliti telah memperkirakan sekitar 10 sampai 20 tahun ke depan produksi minyak global akan menurun, dengan demikian dibutuhkan energi terbarukan yang dapat diterima, baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik. Alasan pergantian bahan bakar minyak dengan energi baru, didukung oleh harga minyak dunia yang akan terus meningkat. Alasan lain adalah semakin banyaknya gas CO 2 yang terkandung di udara, akibat emisi yang ditimbulkan dari hasil pembakaran bahan bakar minyak. Sumber energi terbarukan dapat dibentuk dengan mengubah langsung energi matahari, energi air dan energi angin. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsentrasi CO 2 dari awal tahun 1700 sampai Kenaikan secara signifikan CO 2 ini dimulai sejak revolusi industri di inggris. Sel surya merupakan salah satu piranti konversi energi cahaya menjadi energi listrik yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah satu hambatan pengembangan piranti ini. Oleh karena itu dikembangkanlah sel surya berbahan dasar organik (alami) yang lebih banyak dari segi jumlah dan lebih murah dari segi harga dibandingkan dengan bahan dasar sel surya konvensional. Gambar 1 Kenaikan konsentrasi gas CO 2 di atmosfer (Petritsch 2000).

2 2 Sel surya berbahan dasar organik memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan dengan sel surya konvensional (Maity, et al. 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kestabilan sel surya berbahan dasar organik, yaitu dengan memodifikasi bahan organik penyusun sel surya supaya memiliki ketahanan dan kestabilan yang tinggi. Ferforma sel surya organik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kestabilan tegangan dan arus yang dihasilkan oleh sel. Kestabilan tegangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan dua bahan semikonduktor yang berbeda, yaitu semikonduktor organik dan anorganik. Penggabungan kedua jenis semikonduktor ini akan menghasilkan sel surya hibrid organik-anorganik. Sel surya hibrid yang pernah dibuat adalah menggunakan CdS (semikonduktor anorganik) dan klorofil (semikonduktor organik) dengan struktur ITO/CdS/klorofil a/ag. Perakitan sel ini cukup sulit karena pelapisan klorofil di atas CdS dan Ag di atas klorofil masingmasing dilakukan dengan cara elektrodeposisi dan evaporasi, oleh karena itu pada penelitian ini akan dibuat sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO yang lebih mudah dalam perakitan dan penambahan lapisan polianilin (PANI) yang diharapkan dapat memperkecil potensial penghalang antara klorofil dengan ITO sehingga dapat meningkatkan foto generasi muatan pada sel. Perumusan Masalah Sel surya berbahan dasar organik merupakan piranti konversi energi (energi cahaya menjadi listrik) yang cukup potensial untuk dikembangkan. Murahnya biaya produksi dan ramahnya terhadap lingkungan merupakan alasan utama semakin dikembangkannya penelitian tentang ini. Adanya ketidakstabilan dari sifat bahan organik, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk memodifikasi bahan organik tersebut agar lebih stabil. Oleh karena itu pada penelitian ini telah dilakukan pengaruh bahan organik termodifikasi terhadap kinerja sel surya. Tujuan 1. Mengamati pengaruh konsentrasi polianilin pada sel ITO/CdS/klorofil/PANI/ITO. 2. Mengamati perngaruh konsentrasi Cu pada kenaikan arus sel ITO/CdS/ klorofil /PANI/ITO.

3 3 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Semikonduktor Berdasarkan sifat listriknya semua material dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor merupakan material yang memiliki banyak elektron bebas. Elektron tersebut tidak terikat di dalam material, sehingga bebas bergerak dan dapat mengalirkan arus. Isolator adalah material yang tidak memiliki elektron bebas, sehingga tidak mampu mengalirkan arus listrik. Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat listrik diantara konduktor dan isolator. Dalam kondisi tertentu semikonduktor dapat berprilaku seperti konduktor, dan pada kondisi lain seperti isolator (Nevile RC. 1995). Setiap atom memiliki elektron. Elektron mengorbit di dalam atom dengan tingkatan energi tertentu. Kulit-kulit yang ada pada atom menunjukkan tingkatan energi elektron. Elektron pada atom tunggal menempati orbital atom. Orbital atom elektron akan membelah ketika atom-atom mengumpul saling berdekatan. Mengumpulnya atom-atom tersebut menyebabkan jumlah orbital atom menjadi besar dan perbedaan energi diantara orbital atom tersebut mengecil sehingga akan terbentuk pita energi. Konsep pita energi sangat penting dalam mengelompokkan material sebagai konduktor, semikonduktor dan isolator. Besarnya lebar celah energi dapat menentukan apakah suatu material termasuk konduktor, semikonduktor atau isolator. Celah energi memisahkan pita valensi dengan pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat loncat menuju pita konduksi dengan cara menyerap sejumlah energi yang melebihi celah energi. Celah energi masing material ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa isolator memiliki lebar celah energi yang paling besar. Besarnya lebar celah energi menunjukkan bahwa semakin besar energi yang dibutuhkan oleh elektron untuk bergerak dari pita valensi ke pita konduksi, sehingga isolator sangat sulit untuk menghantarkan arus listrik. Celah energi pada semikonduktor lebih kecil dibandingkan dengan isolator, sehingga energi yang dibutuhkan elektron untuk bergerak ke pita konduksi lebih kecil

4 4 dibandingkan dengan isolator. Diagram pita energi terakhir adalah pita energi konduktor. Pada konduktor, pita valensi saling bertumpang tindih dengan pita konduksi, sehingga terlihat tidak ada celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi. Gambar 3 menunjukkan pita energi di dalam semikonduktor. Pita bagian atas disebut pita konduksi karena elektron yang berada pada pita ini sangat mudah digerakan oleh medan listrik luar, sedangkan pita bagian bawah disebut pita valensi. Elektron pada pita ini terikat kuat pada atomnya dibandingkan elektron pada pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat melompat ke pita konduksi dengan menyerap energi yang lebih besar dari pada celah energi. Berdasarkan sumber elektron dan hole yang dihasilkan, semikonduktor dibagi menjadi semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor murni tanpa ada pengotor (impuritas). Jumlah muatan pembawa ditentukan oleh sifat material itu sendiri. Jumlah elektron (n) di pita konduksi pada semikonduktor intrinsik sama dengan jumlah hole di pita valensi pada kondisi suhu ruang. Pita energi pada semikonduktor intrinsik ditunjukkan oleh Gambar 4. Energi elektron Level Fermi Celah energi Level valensi Logam Semikonduktor Isolator Gambar 2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan isolator. Pita konduksi Celah energi Pita valensi Gambar 3 Pita energi semikonduktor (Würfel P. 2005).

5 5 Semikonduktor ekstrinsik adalah material semikonduktor yang telah dimasukkan impuritas. Elektron dan hole dihasilkan dari impuritas. Semikonduktor intrinsik dapat diubah menjadi semikonduktor ekstrinsik dengan menambahkan atom impuritas ke dalam semikonduktor intrinsik. Atom-atom yang dapat dijadikan impuritas berasal dari unsur golongan tiga dan lima pada tabel periodik. Penambahan impuritas dari golongan lima (atom pentavalen) ke dalam semikonduktor intrinsik akan menghasilkan semikonduktor tipe n. Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom pengotor pentavalen (antimoni, fosofor atau arsenik) pada silikon murni. Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga secara efektif memiliki muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi yang dapat membentuk ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah elektron yang tidak berpasangan (Gambar 5a). Karena hasil penggabungan Si dengan atom pentavalen menghasilkan satu elektron yang tidak berpasangan, maka atom pentavalen disebut atom donor. Penambahan atom donor ini akan mengubah keadaan energi Fermi mendekat di bawah pita konduksi (Soga. 2006) (Gambar 5b). Gambar 4 Pita energi semikonduktor intrinsik (Soga. 2006).

6 6 Gambar 5 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-n (Sze dan Kwok 2007). Penambahan impuritas dari golongan tiga ke dalam semikonduktor intrinsik akan menghasilkan semikonduktor tipe-p. Semikonduktor tipe-p dapat dibuat dengan menambahkan atom trivalen (aluminium, boron, galium atau indium) pada semikonduktor murni. Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai tiga elektron valensi sehingga secara efektif hanya dapat membentuk tiga ikatan kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, terbentuk tiga ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah muatan positif dari atom silikon yang tidak berpasangan yang disebut lubang (hole) (Gambar 6a). Material yang dihasilkan dari proses pengotoran ini menghasilkan pembawa muatan negatif pada kristal yang netral. Karena atom pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut sebagai atom akseptor (acceptor). Gambar 6b menunjukkan energi Fermi pada semikonduktor tipe-p mendekat ke atas pita valensi (Soga. 2006).

7 7 Gambar 6 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-p (Sze dan Kwok 2007). Selain silikon bahan semikonduktor yang sering digunakan untuk aplikasi sel surya adalah Cadmium sulphide (CdS). CdS merupakan bahan semikonduktor logam chalcogenide (II-VI) yang memliki celah energi sebesar 2,42 ev, indeks bias 2,5 dan termasuk semikonduktor tipe-n (Centinögü et al 2006). CdS sering digunakan sebagai pengganti elektroda Al pada sel surya karena tahan terhadap oksidasi. Sẽgue at al. telah memakai film CdS pada sel surya sebagai pengganti Al. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemakaian Al sebagai elektroda pada sel surya dapat menimbulkan lapisan baru, yaitu lapisan Al 2 O 3. Lapisan ini dapat mengurangi karakteristik sel surya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeposisikan CdS pada substrat. Metode tersebut diantaranya adalah vacum evaporation, sputtering, chemical vapor deposition, spray pyrolysis, electrodeposition, dip growth, successive ionic adsorption and reaction dan chemical bath deposition (CBD). Metode yang sering digunakan untuk deposisi CdS adalah CBD. Metode CBD banyak digunakan karena lebih efisien dalam pendeposisian logam chalconide, murah, temperatur rendah dan mudah dilakukan (Centinögü et al 2006).

8 8 Metode CBD dapat menghasilkan film yang stabil, homogen dan kompak. Kualitas film yang ditumbuhkan dengan metode CBD ditentukan langsung oleh substrat dan kondisi reaksi (Zhaou et al. 2008). Reaksi pembentukan CdS dapat ditulis sebagai berikut: Suhu deposisi dapat mempengaruhi film CdS yang terbentuk. Semakin tinggi suhu deposisi, maka semakin tebal pula CdS yang tumbuh di atas substrat. Gambar 7 menunjukkan spektrum absorpsi Film CdS. CdS yang dideposisikan pada suhu ruang selama 24 jam, tidak terdeteksi dengan jelas, sedangkan CdS yang dideposisikan pada suhu 573 K terlihat dengan jelas (Zhaou et al. 2008). Suhu annaling dapat mempengaruhi ukuran kristal film CdS dan pita absorbsi cahaya. Pola XRD menunjukkan semakin tinggi suhu annaling, maka semakin tinggi juga ukuran kristal film. Hal ini terlihat dari intensitas puncak XRD milik CdS yang semakin tinggi pada bidang (001) (Gambar 8A). Besarnya suhu annaling film CdS juga dapat meningkatkan absorbansi. Semakin besar suhu annaling maka semakin besar pula aborbansinya (Gambar 8B) (Devi et al. 2008). Meningkatnya kristalinitas akan menyebabkan ukuran butir film menjadi berubah. Terjadi kenaikan ukuran butir, ketika suhu annaling ditingkatkan. Devi et al. menunjukkan terjadi perubahan ukuran butir dari 39.5 nm (tanpa annaling) menjadi nm (annaling). Hal ini terjadi karena ketika suhu dinaikan, ukuran kristal akan meningkat, sehingga ukuran butir akan meningkat pula. Besarnya suhu annaling dapat mempengaruhi celah energi CdS. Celah energi CdS akan menurun dengan naiknya suhu annaling (Devi et al. 2008).

9 9 Gambar 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam, (b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K (Zhaou et al. 2008). A B Gambar 8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) annaling suhu 523 K. (B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K (b) annaling suhu 523 K (Devi et al. 2008).

10 10 Sel Surya Sel surya adalah suatu divais yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik (Soga T, editor. 2006). Pada umumnya sel surya dibuat dari bahan semikonduktor anorganik, seperti silikon mono kristalin atau multi kristalin (Petritsch 2000). Sel surya konvensional seperti ini dapat menyerap cahaya matahari lebih dari 24%. Efisiensi yang telah dicapai oleh sel surya berbahan dasar material anorganik sekitar 10-20% (Hoppe et al. 2004). Efisiensi sel surya anorganik dapat ditingkatkan lagi dengan membuat tiga persambungan bahan semikonduktor yang terdiri dari GaInP, GaAs, and Ge. Sel seperti dapat menghasilkan V oc sebesar 2.26 V dan efisiensi sebesar 29% pada skala laboratorium (Hepp et al. 2005). Sel surya konvensional pada umumnya tersusun dari persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n (p-n junction). Hal terpenting pada sel surya p-n adalah adanya pemisahan muatan, yaitu hole dan elektron akibat penyinaran oleh cahaya. Adanya persambungan antara kedua tipe semikonduktor ini menyebabkan terbentuknya potensial pada persambungan dan difusi muatan. Difusi muatan terjadi karena adanya gradien konsentrasi muatan pembawa antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Difusi hole dari semikonduktor tipe-p menuju tipe-n, sedangkan elektron dari semikonduktor tipe-n menuju tipe-p. Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole meninggalkan tipe-p dan hilang di dalam tipe-n akibat rekombinasi, maka sebuah akseptor akan diionisasikan menjadi negatif di daerah tipe-p yang membentuk muatan ruang negatif. Hal yang sama terjadi pada elektron yang meninggalkan muatan ruang positif pada daerah tipe-n, sehingga membangkitkan medan listrik yang berasal dari ruang muatan postif menuju ruang muatan negatif (Gambar 9). Medan listrik ini akan menghambat difusi hole dan elektron. Medan listrik akan bertambah kuat dengan semakin banyaknya difusi dan rekombinasi. Aliran-aliran muatan pembawa ini akan berhenti setelah terdapat keseimbangan antara aliran difusi dan aliran drift. Keseimbangan ini ditandai oleh adanya kesamaan antara level Fermi tipe-p dan tipe-n (Gambar 10).

11 11 Daerah netral Daerah deplesi Daerah netral Gambar 9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, ( ) hole. (+) ion donor, ( ) elektron (Rio et al. 1999). Medan listrik Gambar 10 Pita energi saat keseimbangan termal (Soga. 2006). Pada keadaan seimbang, di dalam hubungan p-n terbentuk 1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah aseptor. 2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya aseptor negatif. 3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah diionisasikannya donor positif 4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah elektron. Besarnya potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11a). Keadaan ini disebut bias maju (V F ).

12 12 Pemasangan bias maju akan menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan disfusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n. Rapat arus total (J) yang mengalir pada saat persambungan p-n dibias maju adalah pertambahan rapat arus difusi pada sisi-n (J n ) dengan rapat arus difusi pada sisi-p (J p ). qvf kt J = J + = p J n J 0 e 1 (1) J 0 adalah rapat arus saturasi, k adalah konstanta Bolzman, q adalah muatan dan T adalah suhu mutlak. Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11 b). Keadaan ini disebut bias mundur (V R ). Rapat arus yang mengalir pada saat bias mundur adalah qv R kt J = J 0 e 1 (2) Besarnya arus pembawa pada persambungan p-n dipengarui oleh penyinaran cahaya. Penyinaran cahaya pada persambungan p-n akan membentuk pasangan elektron-hole yang memiliki energi lebih besar dari pada celah energi. Pembentukan pasangan elektron-hole terjadi di daerah difusi dengan panjang L p untuk difusi hole dan L n untuk difusi elektron. Pasangan elektron-hole ini akan berkontribusi terhadap arus foto. Jumlah pasangan elektron-hole dipengaruhi intensitas cahaya yang datang. Pasangan elektron-hole akan berpisah karena medan listrik yang ada pada daerah deplesi. Adanya pemisahan muatan pada daerah deplesi, akan menghasilkan aliran arus dari sisi-n ke sisi-p ketika sisi-p dan sisi-n dihungkan dengan kawat luar (Gambar 12). Penyinaran persambungan p-n oleh cahaya pada rangkaian terbuka akan menyebabkan pemisahan muatan pembawa. Pemisahan muatan pembawa ini akan menghasilkan tegangan. Diagram pita energi perambungan p-n pada saat dihubung singkat (short-circuited) dan arus rangkaian terbuka (open-circuited current) ditunjukkan oleh Gambar 13a dan 13b.

13 13 Gambar 11 (a) pita energi saat dibias maju, (b) pita energi saat dibias mundur (Soga. 2006). Gambar 12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam rangkaian tertutup (Soga. 2006).

14 14 Gambar 13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan (b) open-circuited current (Soga. 2006). Arus yang mengalir pada saat sisi-p dan sisi-n dihubung singkat disebut arus short-circuit (I sc ) yang nilainya sama dengan arus foto (I L ) jika hambatan seri (series resistance) sama dengan nol. Ketika sisi-p dan sisi-n diisolasi, elektron bergerak menuju sisi-n dan hole menuju sisi-p. Elektron dan hole akan berkumpul pada kedua sisi, sehingga menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dianamakan tegangan open-circuit (V oc ). Kurva karakteritik arus-tegangan persambungan p-n saat disinari cahaya dan gelap ditunjukkan oleh Gambar 14.

15 15 Gambar 14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya (Soga 2006). Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah: I = I 1 qv nkt e 0 I sc (3) Ketika rangkaian terbuka I = 0, sehingga tegangannya adalah nkt I sc V = ln + 1 oc (4) q I 0 Fill factor merupakan parameter fotovoltaik sel surya yang dapat dijadikan penentu baik dan buruknya sel. Fill factor dapat dicari dengan menggunakan persamaan: V m m FF = (5) V oc I I sc V m I m adalah daya maksimum sel.

16 16 Sel Surya Organik Pemakaian sel surya sebagai sumber energi semakin berkembang, tetapi di sisi lain terdapat beberapa hambatan dalam pengembangannya, terutama pada sel surya konvensional. Kelemahan dari sel surya konvensional adalah terbatasnya bahan baku dan mahalnya biaya produksi. Energi dan teknologi canggih banyak dibutuhkan dalam pembuatan sel surya konvensional, seperti tingginya suhu yang diperlukan, yaitu sekitar o C dan kondisi vakum yang tinggi (Petritsch 2000). Oleh karena itu diperlukan jenis sel surya baru yang dapat mengurangi permasalahan yang ada pada pembuatan sel surya konvensional. Sel Surya Organik merupakan piranti yang diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang ada pada sel surya konvensional. Penelitian awal tentang sel surya organik diilhami oleh proses fotosintesis, yaitu adanya penyerapan cahaya oleh klorofil, keluarga forfirin. Sruktur sel surya organik hampir sama dengan sel surya konvensional. Lapisan aktif sisi-n dan sisi-p pada sel surya konvensional, menjadi lapisan donor dan akseptor pada sel surya organik. Lapisan aktif pada sel surya organik terbuat dari bahan semikonduktor organik. Transport muatan pada semikonduktor organik bergantung pada kemampuan muatan pembawa untuk melintas dari satu molekul ke molekul lain. Loncatan muatan pembawa dari satu molekul ke molekul lain ditentukan oleh celah energi antara tingkat energi HOMO (high occupied molecule orbital) dan LUMO (lowest unoccupied molecule orbital). Gambar 15 menunjukkan tingkat energi HOMO dan LUMO pada semikonduktor organik. Transport muatan pada semikonduktor organik lebih ditentukan oleh orbit ikatan π dari pada orbitl ikatan σ (Gambar 16). Hal ini terjadi karena energi eksitasi yang dibutuhkan oleh elektron pada orbitl π menuju orbit π* lebih kecil dibandingkan dengan elektron yang berada pada orbital ikatan σ (Brütting W et al. 2005).

17 17 Gambar 15 Level energi molekul Gambar 16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari orbital π ke π*) (Brütting W et al. 2005). Bahan semikonduktor organik yang digunakan sebagai lapisan aktif sel surya dapat berbentuk molekul atau polimer konjugat. Semikonduktor molekul organik yang sering digunakan adalah klorofil. Klorofil merupakan pigmen penyerap cahaya pada tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi memiliki dua jenis klorofil, yaitu klorofil a dan b. Struktur klorofil (Gambar 17) digambarkan oleh Willstatter dan Fischer dan ditetapkan oleh Woodward tahun 1960 (Davidov 1982). Struktur dasar penyusun klorofil adalah cincin planar dengan ion Mg berada dipusat koordinat. Ion Mg ini dikelilingi oleh atom nitrogen.

18 18 Gambar 17 Struktur klorofil a dan klorofil b (Best, B) Spektrum penyerapan cahaya oleh kedua klorofil tersebut ditunjukkan oleh Gambar 18. Pita absopsi maksimum klorofil a berada pada panjang gelombang merah λ = 700 nm dan biru λ = 440 nm. Pita absorpsi maksimum klorofil b berada pada λ = 660 dan 460 nm. Intensitas maksimum cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi berada pada rentang panjang gelombang nm (ungu-hijau dan hijau), hal ini menunjukkan bahwa hanya pada daerah ini saja cahaya yang diserap klorofil minimum. Gambar 18 Pita absorpsi klorofil a dan klorofil b [Anonim].

19 19 Sifat semikonduktif dan fotovoltaik klorofil a, diketahui dari fenomena dark signal (tegangan open-circuit dan arus short-circuit), ketika dibentuk seperti dioda Schottky. Penelitian awal terhadap klorofil a menunjukkan bahwa klorofil a memiliki efisiensi kuantum yang kecil tanpa perlakuan eksperimen khusus. Beberapa penelitian telah mengukur efisiensi klorofil a, yaitu sekitar 0,1% (Chen et al. 1978). Gambar 19 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil a. Elektroda negatif yang dapat digunakan adalah Al, dan Hg sebagai elektroda positif. Cahaya yang datang pada sisi Al menyebabkan muatan pembawa dihasilkan di daerah ruang muatan (space-charge) atau di dalam panjang difusi L film klorofil. Penghalang (barrier) merupakan tempat yang efisien untuk proses pengumpulan pembawa (carrier). Mabrouki, et al telah melihat efek fotovoltaik pada klorofil dengan mengelektrodeposisi klorofil a pada alumunium. Klorofil a yang dielektrodeposisi harus homogen dan memiliki perbandingan absorbansi pada panjang gelombang 745 nm (mikrokristalin klorofil a) dengan absorbansi pada panjang gelombang 660 nm (monomer klorofil a) lebih besar dari 5. Lapisan klorofil ditutup oleh elektroda Ag melalui evaporasi. Besar arus yang didapatkan pada penyinaran Al/klorofil a/ag lebih besar dari pada arus tanpa penyinaran (Gambar 20). Efisiensi konversi yang dihasilkan tidak berbeda jauh dari hasil penelitian yang lain, yaitu sebesar 0,1 %. Gambar 19 Karakteristik arus tegangan Al/klorofil a/hg (a) elektroda Hg Murni, (b) campuran Hg dengan 8,7% In (c) campuran Hg dengan 17,8% In (Chen et al. 1978).

20 20 Gambar 20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/ag (a) terang, (b) gelap (Mabrouki et al. 2002). Semikonduktor polimer konjugat yang sering digunakan untuk aplikasi sel surya adalah polianilin (PANI). Polianilin (PANI) merupakan polimer organik yang bersifat konduktif (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping pada polianilin akan meningkatkan konduktivitas menjadi 10 kali dari semula (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping biasanya menggunakan HCl. Gambar 21 (a) menunjukkan skema penambahan doping HCl pada pembentukan polianilin, sedangkan Gambar 21 (b) pembentukan polianilin tanpa doping. Gambar 21 (b) menunjukkan bahwa tidak terdapat muatan bebas di dalam rantai, sedangkan pada Gambar 21 (a) terdapat dua polaron yang terdelokalisasi sepanjang rantai polimer. Polianailin banyak digunakan untuk pelapisan elektroda. Lapisan polianilin pada elektroda akan meningkatan konduktivitas elektroda. Sulfonated polianilin (SPAN) merupakan bentuk polianilin yang sering dipakai untuk meningkatkan konduktivitas listrik elektroda. Lapisan SPAN di atas tin-oxide (TO) dapat meningkatkan pengumpulan muatan positif, selain itu juga dapat mengurangi energi barrier efektif untuk injeksi muatan positif dari TO (Valaski, et al. 2004).

21 21 Gambar 21 (a) Skema penambahan doping pada polianilin (b) tanpa penambahan doping (Quiñonens et al. 2003). Jenis-jenis Struktur Sel Surya Organik Rancangan sel surya organik pertama kali adalah dengan membentuk persambungan tipe Schottky atau disebut juga dengan sel surya organik homojunction (Gambar 22.a). Susunan sel ini terdiri dari lapisan organik dengan dua elektroda yang mengapit lapisan organik. Struktur lapisannya terdiri dari logam/lapisan organik/logam. Sel yang disusun seperti ini kurang efisien, karena fotogenerasi muatan hanya terjadi pada lapisan tipis dekat permukaan logam/lapisan organik. Rancangan sel surya organik yang lebih baik terdiri dari dua semikonduktor organik yang berbeda (organic heterojunction, Gambar 22b). Sel surya organik heterojunction terdiri dari dua material semikonduktor aktif, yaitu material donor dan material akseptor elektron. Antara dua permukaan material ini terbentuk gaya elektrostatik yang dihasilkan oleh perbedaan afinitas elektron dan potensial ionisasi. Medan listrik antar dua permukaan akan timbul jika salah satu material memiliki afinitas elektron dan potensial ionisasi yang lebih besar dibandingkan dengan material lain. Medan listrik ini akan memisahkan pasangan elekton dan hole (eksiton) (Gambar 23). Pemisahan eksiton pada sel surya organik heterojunction lebih efisien dibandingkan dengan pemisahan eksiton pada organik homojunction.

22 22 Gambar 22 (a) Diagram tipe Schottky (homojunction) dan (b) sel surya organik heterojunction (Lane et al. 2005). (A) (B) Gambar 23 (A) Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction (B) Pemisahan eksiton (Kietzke 2007). Kelamahan pada sel surya organik homojunction dan heterojunction adalah terbatasnya daerah foto generasi muatan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan meningkatkan daerah photocarrier generation. Daerah photocarrier generation dapat ditingkatkan dengan membentuk daerah campuran antara pembawa elektron dan hole, sehingga sel membentuk bulk heterojunction (Gambar 24) (Lane et al. 2005). Sel seperti ini dibuat dengan cara mencampurkan langsung material donor elektron dengan material penerima elektron. Jika panjang atau tebal lapisan campuran tersebut sama dengan panjang difusi eksiton, maka eksiton akan bergerak ke daerah persambungan (antar muka) antara material donor dengan material akseptor, kemudian akan terpisah. Hole akan bergerak ke katoda, sedangkan elektron bergerak ke anoda (Nelson 2002).

23 23 Katoda Anoda Gambar 24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole ( ) dan elektron ( )(Yang et al. 2005). Efisiensi bulk heterojunction (BHj) solar cell dapat ditingkatkan dengan mengatur pertumbuhan kristal organik di atas substrat. Pengaturan dilakukan dengan cara menentukan posisi dan orientasi material donor-acceptor memakai metode organic vopour-phase deposition (OVPD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BHj yang dibuat dengan metode ini dapat menghasilkan efisiensi dari 1.4 ± 0.1 % (annealed BHj) menjadi (2.7 ± 0.1)% (controled bulk OVPD heterojuction) (Yang et al. 2005). Sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction Kajian tentang Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction diawali dengan fotovoltaik organik berbasis molekul-molekul kecil, kemudian diikuti oleh sel fotovoltaik berbasis polimer. Penelitian tentang sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction telah dilakukan oleh (Sẽgue et al. 1991) dengan menyambungkan film CdS (semikonduktor anorganik tipe-n) dengan klorofil a (Chl a) sebagai semikonduktor organik tipe-p. Penelitian ini diilhami oleh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa, klorofil memiliki sifat semikonduktif. Pemakain CdS pada penelitian tersebut dimaksudkan untuk menggantikan Al (Al/Chl a/ag), karena logam ini mudah mengalami oksidasi sehingga dapat menurunkan arus foto. Perbedaan fungsi kerja yang besar antara klorofil a (Chl a) dengan CdS menyebabkan terbentuknya potensial penghalang antara klorofil dengan CdS. Gambar 25 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil/cds. Distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetris menunjukkan

24 24 terbentuknya potensial penghalang antara kedua permukaan material tersebut (Gambar 25 A). Hasil penelitian Sẽgue et al. menunjukkan bahwa klorofil merupakan donor elektron sedangkan CdS sebagai akseptor elektron. Penyinaran pada panjang gelombang di atas 550 nm dimaksudkan untuk menghindari penyerapan cahaya oleh CdS. Efisinsi tertinggi yang dihasilkan oleh sel dengan struktur ITO/CdS/Chl a/ag sebesar 0.17% ketika disinari cahaya dengan panjang gelombang 740 nm. Nilai efisiensi ini masih kecil untuk skala industri, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan agar dapat meningkatkan nilai efisiensi tersebut. Gambar 25 B dan 25 C menunjukkan kenaikan I sc dan V oc terhadap kenaikan intensitas. Semakin besar intensitas semakin besar pula kenaikan I sc dan V oc. Khusus untuk V oc, kenaikan intensitas tidak akan kontinu meningkatkan V oc, hal ini disebabkan karena semakin tinggi intensitas, maka semakin besar pula konversi trapping state menjadi pusat rekombinasi (Sẽgue et al. 1991). Pusat rekombinasi akan menurunkan V oc, sehingga pada Gambar 25 C, nilai V oc pada intensitas tinggi akan bergerak konstan.

25 25 A B C Gambar 25 (A) Kurva karakteristik arus-tegangan, (B) I sc pada panjang gelombang sinar 560 nm ( ), 680 nm ( ) dan 740 nm ( ), (C) V oc terhadap intensitas cahaya datang (I sc ), panjang gelombang sinar 560 nm ( ), 740 nm ( ). Luas aktif sel ITO/CdS/Chl a/ag sebesar 0,45 cm 2 (Sẽgue et al. 1991).

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO TAOFIK JASA LESMANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 29 ABSTRACT TAOFIK JASA LESMANA. Fabrication and Characterization

Lebih terperinci

STRUKTUR CRISTAL SILIKON

STRUKTUR CRISTAL SILIKON BANDGAP TABEL PERIODIK STRUKTUR CRISTAL SILIKON PITA ENERGI Pita yang ditempati oleh elektron valensi disebut Pita Valensi Pita yang kosong pertama disebut : Pita Konduksi ISOLATOR, KONDUKTOR DAN SEMIKONDUKTOR

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO... ix DAFTAR ISI PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN TUGAS... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sel surya merupakan salah satu divais elektronik yang dapat mengubah secara langsung energi radiasi matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan sumber energi

Lebih terperinci

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan) Mekanisme Kerja Devais Sel Surya Sel surya merupakan suatu devais semikonduktor yang dapat menghasilkan listrik jika diberikan sejumlah energi cahaya. Proses penghasilan energi listrik itu diawali dengan

Lebih terperinci

1. Semikonduktor intrinsik : bahan murni tanpa adanya pengotor bahan lain. 2. Semikonduktor ekstrinsik : bahan mengandung impuritas dari bahan lain

1. Semikonduktor intrinsik : bahan murni tanpa adanya pengotor bahan lain. 2. Semikonduktor ekstrinsik : bahan mengandung impuritas dari bahan lain 1. Semikonduktor intrinsik : bahan murni tanpa adanya pengotor bahan lain 2. Semikonduktor ekstrinsik : bahan mengandung impuritas dari bahan lain Adalah Semikonduktor yang terdiri atas satu unsur saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang terus meningkat dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan gas alam menjadi pendorong bagi manusia untuk mencari sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

Bab 1. Semi Konduktor

Bab 1. Semi Konduktor Bab 1. Semi Konduktor Operasi komponen elektronika benda padat seperti dioda, LED, Transistor Bipolar dan FET serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya didasarkan atas sifat-sifat semikonduktor. Semikonduktor

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

(a) (b) Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p.

(a) (b) Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p. 2 Gambar 1 Pita energi semikonduktor intrinsic 3. (a) (b) Gambar 2 Semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p. (a) (b) Gambar 3 Energi Fermi pada semikonduktor (a) tipe-n, (b) tipe-p Semikonduktor extrinsic

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semikonduktor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semikonduktor 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semikonduktor Material zat padat dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian utama yaitu isolator, semikonduktor dan konduktor. Isolator memiliki konduktivitas yang rendah yang

Lebih terperinci

Bab 1 Bahan Semikonduktor. By : M. Ramdhani

Bab 1 Bahan Semikonduktor. By : M. Ramdhani Bab 1 Bahan Semikonduktor By : M. Ramdhani Tujuan instruksional : Mengerti sifat dasar sebuah bahan Memahami konsep arus pada bahan semikonduktor Memahami konsep bahan semikonduktor sebagai bahan pembentuk

Lebih terperinci

Semikonduktor. Sifat. (ohm.m) Tembaga 1,7 x 10-8 Konduktor Silikon pd 300 o K 2,3 x 10 3 Semikonduktor Gelas 7,0 x 10 6 Isolator

Semikonduktor. Sifat. (ohm.m) Tembaga 1,7 x 10-8 Konduktor Silikon pd 300 o K 2,3 x 10 3 Semikonduktor Gelas 7,0 x 10 6 Isolator Semikonduktor Definisi I: Bahan yang memiliki nilai hambatan jenis (ρ) antara konduktor dan isolator yakni sebesar 10 6 s.d. 10 4 ohm.m Perbandingan hambatan jenis konduktor, semikonduktor, dan isolator:

Lebih terperinci

SEMIKONDUKTOR oleh: Ichwan Yelfianhar dirangkum dari berbagai sumber

SEMIKONDUKTOR oleh: Ichwan Yelfianhar dirangkum dari berbagai sumber SEMIKONDUKTOR oleh: Ichwan Yelfianhar dirangkum dari berbagai sumber Pengertian Umum Bahan semikonduktor adalah bahan yang bersifat setengah konduktor karena celah energi yang dibentuk oleh struktur bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

MODUL 1 KULIAH SEMIKONDUKTOR

MODUL 1 KULIAH SEMIKONDUKTOR MODUL 1 KULIAH SMIKONDUKTOR I.1. LOGAM, ISOLATOR dan SMIKONDUKTOR. Suatu bahan zat padat apabila dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik, maka bahan zat padat dibedakan menjadi tiga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh filter warna kuning terhadap efesiensi Sel surya. Dalam penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA. Bab 2. Semikonduktor

ELEKTRONIKA. Bab 2. Semikonduktor ELEKTRONIKA Bab 2. Semikonduktor DR. JUSAK Konduktor Konduktor adalah sebuah bahan/elemen yang mempunyai kemampuan menghantarkan listrik. Salah satu contoh bahan koduktor adalah tembaga. Nukleus atom tembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER Oleh: Muhammad Anwar Widyaiswara BDK Manado ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Organik Material organik adalah material yang terdiri dari karbon dan hidrogen dengan sedikit heteroatom seperti sulfur, oksigen atau nitrogen. Sementara sifatnya menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, persediaan minyak dan gas bumi semakin menipis. Sementara kebutuhan akan energi semakin meningkat, terutama dirasakan pada negara industri. Kebuthan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan hasil karakterisasi struktur kristal, morfologi permukaan, dan komposisi lapisan.

Lebih terperinci

Atom silikon dan germanium masingmempunyai empat elektron valensi. Oleh karena itu baik atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom

Atom silikon dan germanium masingmempunyai empat elektron valensi. Oleh karena itu baik atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom Mata Kuliah Pertemuaan Pokok Bahasan Waktu : Elektronika Analog : I : Bahan Semikonduktor : 2x55 menit Berdasarkan sifat hantantaran listrik bahan dapat dibagi atas 3 jenis yaitu: bahan yang tidak dapat

Lebih terperinci

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor MAKALAH PITA ENERGI Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna (4211412011) Rombel 1 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2012 pemanfaatan bahan bakar fosil mengakibatkan pelepasan CO 2 ke atmosfer sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2012 pemanfaatan bahan bakar fosil mengakibatkan pelepasan CO 2 ke atmosfer sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akitivitas kehidupan sehari-hari manusia melalui pembangunan ekonomi dan industri selalu disertai dengan penggunaan energi. Peningkatan penggunaan energi akan memicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia berada dalam rentang spektrum cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang dari 400 900 nm. Sedangkan

Lebih terperinci

Modul - 4 SEMIKONDUKTOR

Modul - 4 SEMIKONDUKTOR Modul - 4 SEMIKONDUKTOR Disusun Sebagai Materi Pelatihan Guru-Guru SMA/MA Provinsi Nangro Aceh Darussalam Disusun oleh: Dr. Agus Setiawan, M.Si Dr. Dadi Rusdiana, M.Si Dr. Ida Hamidah, M.Si Dra. Ida Kaniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi merupakan masalah terbesar pada abad ini. Hal ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga kebutuhan manusia akan sumber energi pun meningkat.

Lebih terperinci

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE A. Handjoko Permana *), Ari W., Hadi Nasbey Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta 13220 * ) Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi matahari di muka bumi sangat besar yakni mencapai 3x10 24 J/tahun atau sekitar 10.000 kali lebih banyak dari energi yang dibutuhkan makhluk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SEL SURYA

PERKEMBANGAN SEL SURYA PERKEMBANGAN SEL SURYA Generasi Pertama Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini dalam mampu menghasilkan

Lebih terperinci

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI edy wiyono 2004 PENDAHULUAN Pada umumnya atom tunggal tidak memiliki konfigurasi elektron yang stabil seperti gas mulia, maka atom atom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Material semikonduktor adalah material yang memiliki konduktivitas listrik diantara konduktor dan isolator (10-8 S/cm < σ < 10 4 S/cm), σ adalah konduktivitas. Konduktivitas material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkannya sebagai energi listrik dengan menggunakan sel surya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Barium Stronsium Titanat (Ba x Sr 1-x TiO 3 ) BST merupakan kombinasi dua material perovskit barium titanat (BaTiO) dan stronsium titanat (SrTiO). Pada kedudukan A, kisi ABO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA 2 FOTOKONDUKTIVITAS. Zudah Sima atul Kubro G DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA 2 FOTOKONDUKTIVITAS. Zudah Sima atul Kubro G DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA 2 FOTOKONDUKTIVITAS Rekan Kerja : 1. Aah Nuraisah 2. Mutiara Khairunnisa 3. Dedeh Nurhayati Zudah Sima atul Kubro G74120023 Asisten : Pramudya Wardhani (G74110008) Dadi Irawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di Indonesia. Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan energi yang terus meningkat memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan. Sampai saat ini sebagian besar sumber energi berasal

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karena tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi tanpa energi matahari maka sebenarnya pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: kristal semikonduktor intrinsik dan kristal semikonduktor ekstrinsik. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sel Surya Organik Sel Surya atau photovoltaic (PV) cell pertama kali dikemukakan pada tahun 1950 dan pertama kali dikomersialkan pada tahun 1960. Penelitian tentang sel surya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN II KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA Oleh : 1. Riyanto H1C004006 2. M. Teguh Sutrisno H1C004007 3. Indri Kurniasih H1C004003 4. Gita Anggit H1C004014 Tanggal

Lebih terperinci

MIKROELEKTRONIKA. Gejala Transport dalam Semikonduktor. D3 Teknik Komputer Universitas Gunadarma

MIKROELEKTRONIKA. Gejala Transport dalam Semikonduktor. D3 Teknik Komputer Universitas Gunadarma MIKROELEKTRONIKA Gejala Transport dalam Semikonduktor D3 Teknik Komputer Universitas Gunadarma MOBILITAS & KONDUKTIVITAS Gambaran gas elektron dari logam Bagian yang gelap menyatakan bagian yang mempunyai

Lebih terperinci

Pembuatan Sel Surya Film Tipis dengan DC Magnetron Sputtering

Pembuatan Sel Surya Film Tipis dengan DC Magnetron Sputtering Pembuatan Sel Surya Film Tipis dengan DC Magnetron Sputtering Desty Anggita Tunggadewi 1, Fitria Hidayanti 1 1 Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional dtunggadewi@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

Bagian 4 Karakteristik Junction Dioda

Bagian 4 Karakteristik Junction Dioda Bagian 4 Karakteristik Junction Dioda Junction Diode Switching Times Pada saat keadaan dioda berubah dari kondisi reverse-biased ke kondisi forward-biased, terdapat transien (proses peralihan) pada respon

Lebih terperinci

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) A. TUJUAN 1. Merancang sensor sel surya terhadap besaran fisis. 2. Menguji sensor sel surya terhadap besaran fisis. 3. Menganalisis karakteristik sel surya. B. DASAR

Lebih terperinci

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono Tenaga Surya sebagai Sumber Energi Oleh: DR Hartono Siswono Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia Bangsa yang tidak menguasai energi akan menjadi bangsa yang tidak merdeka seutuhnya Adalah

Lebih terperinci

Teori Semikonduktor. Elektronika (TKE 4012) Eka Maulana. maulana.lecture.ub.ac.id

Teori Semikonduktor. Elektronika (TKE 4012) Eka Maulana. maulana.lecture.ub.ac.id Teori Semikonduktor Elektronika (TKE 4012) Eka Maulana maulana.lecture.ub.ac.id Content Konduktor Semikonduktor Kristal silikon Semikonduktor Intrinsik Jenis aliran Doping semikonduktor Doping ekstrinsik

Lebih terperinci

WinHEC /15/2015. Materi. Pengenalan elektronika Dasar. Pertemuan ke II

WinHEC /15/2015. Materi. Pengenalan elektronika Dasar. Pertemuan ke II Materi Pengenalan elektronika Dasar Pertemuan ke II 1 Pembahasan Materi : Struktur atom Struktur atom bahan semikonduktor Struktur atom silikon dan germanium Sifat Konduktor, isolator dan semikonduktor

Lebih terperinci

PHOTODETECTOR. Ref : Keiser

PHOTODETECTOR. Ref : Keiser PHOTODETECTOR Ref : Keiser Detektor Silikon PIN Syarat foto detektor High response atau sensitifitas Noise rendah Respon cepat atau bandwidth lebar Tidak sensitif thd variasi suhu Kompatibel dgn fiber

Lebih terperinci

TK 2092 ELEKTRONIKA DASAR

TK 2092 ELEKTRONIKA DASAR TK 2092 ELEKTRONIKA DASAR MATERI : BAHAN SEMIKONDUKTOR Gita Indah Hapsari TK2092 Elektronika Dasar END MATERI 5 : BAHAN SEMIKONDUKTOR Memberikan pengetahuan dasar mengenai beberapa hal berikut : 1. Bahan

Lebih terperinci

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya - 2 Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya Missa Lamsani Hal 1 SAP Semikonduktor tipe P dan tipe N, pembawa mayoritas dan pembawa minoritas pada kedua jenis bahan tersebut. Sambungan P-N, daerah deplesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Matahari Matahari adalah salah satu contoh dari energi terbarukan (renewable energy) dan merupakan salah satu energi yang penting dalam kehidupan manusia. Berikut ini

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

PANEL SURYA dan APLIKASINYA

PANEL SURYA dan APLIKASINYA PANEL SURYA dan APLIKASINYA Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sebenarnya sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 10 24 joule pertahun. Jumlah energi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik DC secara langsung. Sel surya telah diaplikasikan dalam berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA. Materi 4 : Fisika Semikonduktor. Oleh: I Nyoman Kusuma Wardana

ELEKTRONIKA. Materi 4 : Fisika Semikonduktor. Oleh: I Nyoman Kusuma Wardana ELEKTRONIKA Materi 4 : Fisika Semikonduktor Oleh: I Nyoman Outline Konduktor Inti atom Elektron bebas Semikonduktor Atom silikon Ikatan kovalen Penyatuan valensi Hole Rekombinasi & lifetime Semikonduktor

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si. DETEKTOR RADIASI INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Alat deteksi sinar radioaktif atau sistem pencacah radiasi dinamakan detektor radiasi. Prinsip: Mengubah radiasi menjadi

Lebih terperinci

BABU TINJAUAN PUSTAKA. Di dalam fisika dan optika, garis-garis Fraunhofer adalah sekumpulan

BABU TINJAUAN PUSTAKA. Di dalam fisika dan optika, garis-garis Fraunhofer adalah sekumpulan BABU TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spektrum Energi Matahari Di dalam fisika dan optika, garis-garis Fraunhofer adalah sekumpulan garis spektrum yang dinamalcan berdasarkan fisikawan Jerman Joseph von Fraunhofer

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH FISIKA SEMIKONDUKTOR

BAHAN KULIAH FISIKA SEMIKONDUKTOR BAHAN KULIAH FISIKA SEMIKONDUKTOR Bahan tertentu seperti germanium, silikon, karbon, dan sebagainnya adalah bukan sebagai konduktor seperti tembaga atau bukan sebagai isolator seperti kaca. Dengan kata

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Studi Karakterisasi Listrik Sel Surya Polimer Hibrid Berbasis P3HT-ZnO pada Substrat Fleksibel

Studi Karakterisasi Listrik Sel Surya Polimer Hibrid Berbasis P3HT-ZnO pada Substrat Fleksibel JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 9, NOMOR 3 OKTOBER 2013 Studi Karakterisasi Listrik Sel Surya Polimer Hibrid Berbasis P3HT-ZnO pada Substrat Fleksibel Rifan Satiadi Program Studi Fisika, FPMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang

BAB I 1 PENDAHULUAN. kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Fotodiode merupakan sebuah peranti semikonduktor yang memiliki kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

Physical Aspects of Solar Cell Efficiency Light With Too Little Or Too Much Energy

Physical Aspects of Solar Cell Efficiency Light With Too Little Or Too Much Energy Physical Aspects of Solar Cell Efficiency Light With Too Little Or Too Much Energy Rifani Magrissa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang, Padang Tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern pada fotokonduktor ultraviolet (UV) membutuhkan material

BAB I PENDAHULUAN. modern pada fotokonduktor ultraviolet (UV) membutuhkan material BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan material semikonduktor tidak lepas dari perkembangan piranti elektronik diantaranya fotokonduktor ultraviolet (UV). Tuntutan aplikasi modern pada

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF

SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF Rita

Lebih terperinci

KRISTAL SEMIKONDUKTOR

KRISTAL SEMIKONDUKTOR KRISTAL SEMIKONDUKTOR Semikonduktor merupakan bahan dengan konduktivitas listrik yang berada diantara isolator dan konduktor. Disebut semi atau setengah konduktor, karena bahan ini memang bukan konduktor

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA PENGUKURAN KARAKTERSTK SEL SURYA Ridwan Setiawan (11270058) Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2014 Email: setiawan.ridwan@student.uinsgd.ac.id ABSTRAK Eksperimen

Lebih terperinci

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul M. Dirgantara 1 *, M. Saputra 2, P. Aulia 3, Z. Deofarana 4,

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN 21 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN Pendahuluan Integrasi antara protein pemanen cahaya dan molekul fotosintesis lainnya dengan permukaan semikonduktor memiliki peranan penting dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENYISIPAN TEMBAGA Cu MENGGUNAKAN METODE PULSE PLATING PADA SEL SURYA TiO 2

PENGARUH PENYISIPAN TEMBAGA Cu MENGGUNAKAN METODE PULSE PLATING PADA SEL SURYA TiO 2 PENGARUH PENYISIPAN TEMBAGA Cu MENGGUNAKAN METODE PULSE PLATING PADA SEL SURYA TiO 2 Ramadan Pratama Gumilar 1,Mamat Rokhmat, MSi 2, Edy Wibowo,MSc 3 1,2,3 Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, Bandung

Lebih terperinci

Fabrikasi dan Karakterisasi Sel Surya Organik Berbasis ITO/CuPc/PTCDI/Ag

Fabrikasi dan Karakterisasi Sel Surya Organik Berbasis ITO/CuPc/PTCDI/Ag Fabrikasi dan Karakterisasi Sel Surya Organik Berbasis ITO/CuPc/PTCDI/Ag Fahru Nurosyid dan Kusumandari Abstract: Has been fabricated and characterized an organic solar cell based on Copper phthalocyanine

Lebih terperinci

Semikonduktor. Prinsip Dasar. oleh aswan hamonangan

Semikonduktor. Prinsip Dasar. oleh aswan hamonangan Semikonduktor Prinsip Dasar oleh aswan hamonangan Semikonduktor merupakan elemen dasar dari komponen elektronika seperti dioda, transistor dan sebuah IC (integrated circuit). Disebut semi atau setengah

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 TEORI DASAR (DIODA)

PERTEMUAN 2 TEORI DASAR (DIODA) PERTEMUAN 2 TEORI DASAR (DIODA) PENGERTIAN DIODA Dioda merupakan komponenelektronikayang mempunyai dua elektroda(terminal), dapat berfungsi sebagai penyearah arus listrik. Dioda merupakanjunction ( pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik,

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis terbuat dari bahan organik, inorganik, logam maupun campuran metal organik dan memiliki sifat-sifat konduktor, semikonduktor

Lebih terperinci

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC Surabaya 27 Januari 2012 Perumusan Masalah B Latar

Lebih terperinci

SKSO OPTICAL SOURCES.

SKSO OPTICAL SOURCES. SKSO OPTICAL SOURCES ekofajarcahyadi@st3telkom.ac.id OVERVIEW LED LASER Diodes Modulation of Optical Sources PARAMETER PADA OPTICAL SOURCES Hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada sumber-sumber cahaya

Lebih terperinci

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita terima bahwa pemakaian energi berbahan dasar dari fosil telah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. kita terima bahwa pemakaian energi berbahan dasar dari fosil telah menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menipisnya cadangan energi fosil di Indonesia dan kenyataan yang harus kita terima bahwa pemakaian energi berbahan dasar dari fosil telah menjadi salah satu

Lebih terperinci

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB 2 TEORI PENUNJANG 2.1 Photon Photon merupakan partikel dari cahaya yang mengakibatkan radiasi elektromagnetik. Photon identik dengan panjang gelombang (λ) yang menentukan spektrum dari gelombang elektromagnetik,

Lebih terperinci

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. m.sukar1982xx@gmail.com A. Keramik Bahan keramik merupakan senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan atau ikatan kovalen. Jadi sifat-sifatnya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PANEL SURYA BERDASARKAN MATERIAL PENYUSUN DAN INTENSITAS CAHAYA. Diajukan untuk memenuhi persyaratan

TUGAS AKHIR ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PANEL SURYA BERDASARKAN MATERIAL PENYUSUN DAN INTENSITAS CAHAYA. Diajukan untuk memenuhi persyaratan TUGAS AKHIR ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PANEL SURYA BERDASARKAN MATERIAL PENYUSUN DAN INTENSITAS CAHAYA Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen

Lebih terperinci

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian TEORI DASAR 2.1 Pengertian Dioda adalah piranti elektronik yang hanya dapat melewatkan arus/tegangan dalam satu arah saja, dimana dioda merupakan jenis VACUUM tube yang memiliki dua buah elektroda. Karena

Lebih terperinci