BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Selain itu, ergonomi juga dapat diartikan sebagai ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat-alat, cara kerja dan lingkungan, pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia, sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 1998). Ergonomi teknologi dari rancangan kerja didasarkan pada ilmu-ilmu biologi manusia, diantaranya (Singleton, 1972) : 1. Anatomi a. Antropometri (dimensi-dimensi badan). b. Biomekanika (penerapan daya-daya). 2. Fisiologi a. Fisiologi kerja (penggunaan tenaga) b. Fisiologi lingkungan (dampak dari lingkungan fisik). 3. Psikologi a. Psikologi ketrampilan (pengolahan informasi dan pengambilan keputusan). b. Psikologi kejuruan (pelatihan, upaya dan perbedaan individu). Tujuan ergonomi adalah (Manuaba, 1998) : a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. b. Meningkatkan kesejahteraan sosial. c. Keseimbangan rasional antara sistem dengan manusia atau manusia dengan mesin berdasarkan aspek teknis, ekonomi, antropologi, budaya.

2 7 Manfaat pelaksanaan ergonomi sebagai berikut : 1. Menurunnya angka kesakitan akibat kerja. 2. Menurunnya angka kecelakaan kerja. 3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang. 4. Stress akibat kerja berkurang. 5. Produktifitas membaik. 6. Alur kerja bertambah baik. 7. Rasa aman karena bebas dari gangguan kerja. 8. Kepuasan kerja meningkat Penerangan / pencahayaan Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Sifat-sifat dari penerangan yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas penerangan terhadap lingkungannya. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Suma mur, 1995). Unit-unit yang dihubungkan dengan pencahayaan, yang mempengaruhi efekefek pencahayaan pada ketajaman penglihatan antara lain : 1. Kadar cahaya Kadar cahaya (ilumination intensity) didefinisikan sebagai kepadatan (density) sinar yang mengalir dari sebuah sumber cahaya (sumber energi radian). Sumber cahaya yang dipakai sebagai standar internasional ialah Candela (Cd) dipakai sebagai satuan ukuran cahaya. Lumen (lm) dipakai juga sebagai satuan ukuran aliran sinar, yang nilainya ekivalen dengan 0,1 Candela. Disamping itu dewasa ini satuan ukuran yang banyak dipakai untuk kadar cahaya atau banyaknya cahaya yang jatuh pada

3 8 sebuah bidang ialah lux, dimana 1 lux = 1 lumen/m 2, 10 lux = 1 foot candle, 1 foot candle = 1 lumen/ft 2. Mata manusia mempunyai kemampuan untuk menangkap kadar cahaya dari beberapa lx (dalam kegelapan) hingga lx dibawah sinar surya ditengah hari. Variasi kadar cahaya disiang hari, dari pagi sampai sore berkisar antara 2000 sampai lx, sedangkan pada malam hari cahaya diperoleh dari lampulampu kadarnya berkisar antara 50 sampai 500 lx. 2. Kecerahan (Brightness) Kecerahan merupakan ukuran dari sebuah permukaan yang memancarkan sinar atau yang memantulkan sinar dari sumber cahaya. Satuan ukuran dari kecerahan ialah Aspostilb (asb) atau Stilb (Sb), Berarti bahwa 1 Sb = lx atau merupakan kadar cahaya dari sinar surya ditengah hari yang cerah. 3. Contrast Contrast merupakan perbedaan dari warna-warna dari beberapa objek yang menjadi objek visual. Jika target pandang berada dalam suatu lingkungan pandang yang menenggelamkannya seperti ditengah keramaian objek lain atau karena warnanya tidak contrast dengan lingkungannya, maka yang terjadi adalah derau pandang. Kejadian ini membuat menuntut mata untuk berkontraksi buat mengarahkan pandangannya ke tempat target. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi: 1. Pencahayaan alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurangkurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari.

4 9 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu: 1. Variasi intensitas cahaya matahari 2. Distribusi dari terangnya cahaya 3. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan 4. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila : a. Pada siang hari antara jam sampai dengan jam waktu setempatterdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. b. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu. 2. Pencahayaan buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut: a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. b. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman.

5 10 Fungsi utama dari sistem pencahayaan pada lingkungan kerja yaitu (Atmodipoero, 2000) : a. Menyediakan lingkungan visual yang aman. Pekerja dapat bergerak bebas di dalam dan mengenal lingkungan kerjanya dengan aman, serta dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi visualnya dengan cepat. b. Memungkinkan melihat tugas visual dengan mudah. Visibilitas dari tugas visual tergantung pada kualitas dan kuantitas dari cahaya yang diarahkan pada tugas visual tersebut, pada daerah di sekitar tugas visual, dan permukaan sekelilingnya. Jadi cahaya yang diharapkan bukan sekedar pencahayaan biasa tetapi pencahayaan yang mampu membantu meningkatkan kinerja. c. Menyediakan lingkungan visual yang nyaman dan menyenangkan Hal-hal tersebut antara lain, dihindarinya variasi iluminasi yang berlebihan, tidak adanya silau langsung dari lampu dan atau armatur, penggunaan warna permukaan interior utama yang sesuai, dan penggunaan lampu dengan karakteristik warna yang sesuai. Intensitas pencahayaan (E) dinyatakan dalam satuan lux atau sama dengan lumen/m 2. Jadi fluks cahaya yang diperlukan untuk suatu bidang kerja seluas A (m 2 ) adalah (Harten, 1992) : ɸg Dimana: ɸg E = E x A...(2.1) = Fluks cahaya yang mencapai bidang kerja (lumen). = Intensitas Pencahayaan (lux) A = Luas bidang kerja (m 2 ) Fluks cahaya yang dipancarkan oleh lampu tidak semuanya mencapai bidang kerja. Sebagian dari fluks cahaya itu akan dipancarkan ke dinding dan langit-langit. Karena itu, untuk menentukan fluks cahaya yang diperlukan harus diperhitungkan efisiensi atau rendemennya dengan menggunakan rumus (Harten, 1992) :

6 11 η = ɸg ɸo...(2.2) Dimana : η ɸg ɸo = Efisiensi = Fluks cahaya yang mencapai bidang kerja (lumen). = Fluks cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya (lumen). Berdasarkan persamaan 2.1 dan 2.2 maka dapat diperoleh persamaan berikut (Harten, 1992): ɸo E A...(2.3) Sedangkan untuk efisiensi atau rendemen dari armatur ditentukan oleh konstruksi bahan yang digunakan. Dalam efisiensi pencahayaan, selalu sudah diperhitungkan efisiensi armaturnya, yaitu dengan menggunakan persamaan berikut ini (Harten, 1992): Fluks cahaya yang dipancarkan oleh armatur v......(2.4) Fluks cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya Efisiensi ini dibagi atas bagian flux cahaya di atas dan di bawah bidang horisontal, yang tercantum pada tabel di lampiran. Perhitungan faktor-faktor refleksi rw (faktor refleksi dinding) dan rp (faktor refleksi langit-langit) masing-masing menyatakan bagian yang dipantulkan dari fluks cahaya yang diterima oleh dinding dan langit-langit yang kemudian mencapai bidang kerja. Sedangkan faktor refleksi semu bidang pengukuran atau bidang kerja rm ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi bagian dinding antara bidang kerja dan lantai. Umumnya untuk rm ini digunakan 0,1. Sedangkan faktor refleksi lainnya menggunakan nilai rata-rata, yang tercantum pada tabel berikut :

7 12 Tabel 2.1 tabel refleksi warna Warna permukaan obyek kerja Refleksi penerangan warna putih atau sangat muda 0,7 warna muda 0,5 warna sedang 0,3 warna gelap 0,1 Indeks ruangan atau indeks bentuk (k) menyatakan perbandingan antara ukuran-ukuran utama suatu ruangan yang berbentuk bujur sangkar. Besarnya indeks ruangan dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Harten, 1974) : p l k...(2.5) h p l Dimana : p l h : Panjang ruangan (m) : Lebar ruangan (m) : Tinggi sumber cahaya diatas bidang kerja (m) Dengan demikian maka dapat diketahui besarnya efisiensi dengan menggunakan persamaan 2.5 : k k1 Efisiensi(η) k2 k1...(2.6) Nilai diatas didapat dari tabel-tabel penerangan yang terletak pada lampiran. Faktor penyusutan atau faktor depresiasi (d) dinyatakan dengan persamaan 2.7 (Harten, 1992) : E dalam keadaan terpakai d...(2.7) E dalam keadaan baru Pengotoran berat akan terjadi di ruangan-ruangan dengan banyak debu atau pengotoran lain misalnya di perusahaan cor, pertambangan dan lain-lain. Kalau tingkat pengotorannya tidak diketahui, digunakan faktor depresiasi 0,8. Lebih spesifiknya dapat dilihat pada tabel-tabel penerangan yang terdapat dilampiran.

8 13 Banyaknya jumlah lampu yang akan dipasang di dalam suatu ruangan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8 (Harten, 1992) : n= E x A ɸɸlampu atau armatur x x d...(2.8) Dimana n E : Jumlah lampu : Intensitas pencahayaan pada bidang kerja (lux) A : Luas bidang kerja (m 2 ) ɸlampu atau armatur : Fluks cahaya lampu atau armatur (lumen) d : Faktor pengotoran : Efisiensi Beberapa karakteristik tingkat pencahayaan dan daya listrik maksimum yang direkomendasikan sesuai SNI dapat dilihat pada tabel yang tercantum di lampiran. Temperatur warna suatu lampu didefinisikan sebagai perbandingan antara cahaya yang dihasilkan dengan warna yang ditangkap suatu radiator badan hitam pada temperatur tertentu pada skala suhu mutlak (Kelvin). Warna cahaya lampu dikelompokkan menjadi (SNI ) : 1. Warna putih kekuning-kuningan (warm-white), kelompok 1 (<3.300 K) 2. Warna putih netral (cool-white), kelompok 2 (3.300 K K) 3. Warna putih (daylight), kelompok 3 (>5.300 K). Pemilihan warna lampu bergantung pada tingkat iluminansi yang diperlukan agar diperoleh pencahayaan yang nyaman. Makin tinggi tingkat iluminansi yang diperlukan, maka warna lampu yang digunakan adalah jenis lampu dengan colour temperature sekitar > K (daylight), sehingga tercipta pencahayaan yang nyaman. Sedangkan untuk kebutuhan tingkat iluminansi yang tidak terlalu tinggi, maka warna lampu yang digunakan < K (warm white). Renderasi warna (Ra) adalah suatu indikasi relatif yang menyatakan seberapa baik warna dapat dibedakan di bawah cahaya yang dihasilkan oleh suatu lampu

9 14 dengan temperatur warna tertentu. Index berkisar antara dari 0 sampai 1, dimana suatu nilai CRI yang tinggi menandai pewarnaan yang baik. Lampu diklasifikasikan dalam kelompok renderasi warna yang dinyatakan dengan Ra indeks sebagai berikut (SNI ) : 1. Efek warna kelompok 1: Ra indeks %. 2. Efek warna kelompok 2: Ra indeks 60-80%. 3. Efek warna kelompok 3: Ra indeks 40-60%. 4. Efek warna kelompok 4: Ra indeks < 40%. Beberapa jenis pencahayaan buatan antara lain : 1. Lampu Incandenscent ini biasa disebut lampu pijar, lampu pijar akan memancarkan cahaya ketika ada arus listrik melewati filamen kawat pijar pada lampu dan kemudian memanasi filamen tersebut. Pembuatan lampu pijar juga didasarkan pada beberapa faktor, yaitu temperatur filamen, campuran gas yang diisikan, efikasi (lm/ W), dan umur lampu. Prinsip kerja dari lampu pijar tersebut adalah dengan cara menghubung singkat listrik pada filamen carbon (C) sehingga terjadi arus hubung singkat pada yang mengakibatkan timbul panas. Panas yang terjadi dibuat hingga suhu tertentu sampai mengeluarkan cahaya. 2. Lampu floresen atau lebih dikenal dengan istilah lampu TL, sudah dikembangkan sejak tahun 1980, lampu ini bekerja menggunakan gasflour untuk menghasilkan cahaya, dimana energi listrik akan membangkitkan gas di dalam tabung lampu sehingga akan timbul sinar ultar violet. Sinar ultra violet itu akan membangkitkan fosfor yang kemudian akan bercampur mineral lain yang telah dilaburkan pada sisi bagian dalam tabung lampu sehingga akan menimbulkan cahaya. Fosfor dirancang untuk meradiasi cahaya putih, sehingga sebagian besar model jenis lampu ini berwarna putih. 3. Lampu merkuri, cahaya yang dihasilkan berdasarkan terjadinya loncatan elektron (electron discharge) didalam tabung lampu.

10 15 Dampak negatif dari sistem penerangan buatan yang tidak memenuhi kriteria yang ada : 1. Tingkat Penerangan Kurang : Apabila cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan objek kerja dan masuk ke retina mata tenaga kerja tersebut sangat kurang maka impuls yang terjadi pada ujung-ujung serabut sel saraf retina akan sangat lemah. Hal ini akan menyebabkan objek kerja tersebut terlihat kurang jelas, maka upaya yang dilakukan dengan membelalakan mata atau dengan lebih mendekatkan matanya terhadap objek kerja, ini berarti akomodasi lensa mata lebih dipaksakan. Jika hal ini terjadi agak lama dan terus menerus maka akan terjadi kelelahan mata yang ditandai dengan adanya penglihatan kabur dan rangkap, mata merah berair dan perasaan pegal-pegal di sekitar mata. 2. Tingkat Penerangan Berlebihan : Kemampuan retina mata menerima cahaya adalah terbatas, apabila cahaya baik yang langsung dari sumbernya masuk ke mata sangat berlebihan, maka akan menimbulkan kesilauan. Jika hal tersebut terus dilakukan, itu akan dapat merusak saraf-saraf mata. Oleh sebab itu terjadinya kesilauan mata akan dapat menyebabkan kelelahan mata berupa mata memerah, pandangan gelap dan kabur serta kerusakan pada retina yang pada akhimya dapat menimbulkan kebutaan. Semua ini akan dapat menimbulkan kerusakan pada mata tenaga kerja, meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan akhirnya akan dapat menurunkan produktivitas kerjanya Pengkondisian Udara Untuk mencapai kenyamanan, kesehatan dan kesegaran hidup dalam rumah tinggal atau bangunan-bangunan bertingkat, khususnya di daerah beriklim tropis dengan udara yang panas dan tingkat kelembaban tinggi, diperlukan usaha untuk mendapatkan udara segar baik udara segar dari alam dan aliran udara buatan. Udara yang nyaman mempunyai kecepatan tidak boleh lebih dari 5 km/jam dengan suhu/ temperatur kurang dari 30 C dan banyak mengandung O2.

11 16 Titik kenyamanan pada sistem pengkondisian udara sering dikenal dengan istilah thermal comfort, dimana pada titik ini, suhu udara, sirkulasi dan kebersihan udara tidak mengganggu kinerja manusia. Standar thermal comfort untuk negara tropis berkisar antara 24º - 26º C, dengan kelembaban antara 50-60% sesuai dengan ketentuan SNI tentang tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Ventilasi merupakan sistem pengkondisian alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan : a. Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi, b. Arah yang menghadap ke : 1. Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang terbuka ke atas, 2. Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis, 3. Ruang yang bersebelahan. Tujuan dari ventilasi alami adalah : a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dan sebagainya dan gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan dan proses-proses pembakaran. b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan sebagainya. c. menghilangkan kalor yang berlebihan. d. membantu mendapatkan kenyamanan termal.

12 17 Beberapa jenis pengkondisian udara alami yang biasa digunakan, antara lain : 1. Pintu Untuk jalan keluar masuknya orang atau barang dari kamar yang satu ke kamar yang lain disebut sebagai pintu dalam, dan keluar masuknya orang atau barang dari ruang dalam ke ruang luar disebut sebagai pintu luar. Pintu luar juga berfungsi membantu sirkulasi udara dan penerangan alam ke dalam ruang. 2. Jendela Untuk memasukkan cahaya matahari kedalam ruangan dan membantu sirkulasi udara dalam ruang, sehingga ruangan menjadi nyaman. Dari fungsi tersebut jendela perlu ditempatkan pada dinding yang berhubungan dengan ruang luar. Pada jendela dengan kaca besar berfungsi untuk mewujudkan adanya hubungan antara interior dan eksterior. 3. Jendela atas Untuk memasukkan cahaya matahari dan membantu pertukaran udara luar dan dalam ruang, terutama pada ruang-ruang kecil yang tidak berjendela. 4. Lubang angin Untuk membantu pertukaran udara luar dan dalam ruang pada saat pintu dan jendela dalam keadaan tertutup, sehingga pergantian udara tetap berlangsung. Penempatan ventilasi yang baik adalah dengan sistem silang supaya sirkulasi udara dapat menyebar keseluruh ruangan. Baik dinding dalam maupun luar perlu adanya ventilasi, dimana penempatannya tetap memenuhi persyaratan estetika. Sistem pengkondisian udara buatan adalah merupakan sistem pengkondisian udara yang menggunakan bantuan teknologi untuk mengkondisikan udara di suatu ruangan. Tujuan utama dari sistem pengkondisian udara adalah mempertahankan keadaan udara di dalam ruang dan meliputi pengaturan temperatur, kelembaban, kecepatan sirkulasi udara maupun kualitas udara. Salah satu peralatan yang digunakan adalah AC.

13 18 Beberapa jenis peralatan pengkondisian udara yang biasa digunakan diantaranya (Jones, 1982): 1. Kipas angin plafon. Selama udara dingin, kipas angin itu harus digerakkan searah jarum jam, menjalankan kipas plafon searah jarum jam dapat mendorong udara dingin ke atas dan menarik hawa hangat di sekitar plafon ke atas samping, yang kemudian melalui dinding turun ke bawah ruangan. 2. Turbin atap. Turbin atap merupakan cerobong yang berputar ringan untuk menghisap ke luar rongga atap. Turbin atap dapat berputar dengan sedikit tiupan udara dan kebanyakan dapat menahan angin kencang. 3. AC Windows Evaporator, kondensor dan kipas dipasang dalam satu unit. Kapasitas AC ini biasanya rendah, berkisar antara 0,5-1 PK. 4. AC Split Evaporator dan kipasnya dipasang di area yang akan dikondisikan, sementara kompresor, kondensor dan kipas dipasang diluar gedung. Biasanya kapasitas jenis ini berkisar antara 1,5 3 PK. Kapasitas AC yang sesuai dengan ruangan sangat penting untuk diperhatikan karena erat hubungannya dengan energi listrik yang akan digunakan. Unit AC yang terlalu besar dibanding luas ruangan akan membuat pemakaian listrik menjadi boros, begitu pula dengan unit yang terlalu kecil. Unit air conditioner yang terlalu kecil dibanding luas ruangan akan membutuhkan waktu yang lama untuk mendinginkan ruangan, hal ini tentu juga membuat tagihan listrik menjadi besar. PK (Paard Kracht / Daya Kuda / Horse Power (HP)) pada AC adalah satuan daya pada kompressor AC. PK lebih umum digunakan jika dibandingkan dengan BTU/h.

14 19 Perhitungan penggunaan AC yang tepat dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Jones, 1982): (L x W x H x I x E) / 60 = kebutuhan BTU....( 2.9) Keterangan : L = Panjang Ruang (dalam feet) W = Lebar Ruang (dalam feet) I = Nilai 10 jika ruang berinsulasi (berada berhimpit dengan ruang lain). Nilai 18 jika ruangan tidak berinsulasi. H = Tinggi Ruang (dalam feet). E = Nilai 16 jika dinding terpanjang menghadap utara, nilai 17 jika menghadap timur. Nilai 18 jika menghadap selatan, dan nilai 20 jika menghadap barat. 1 meter = 3,28 feet. 1 PK = BTU/h 1 BTU/h = 0,293 W Tabel 2.2 Kapasitas daya mesin AC (Budiman, 2000) Kapasitas Satuan ½ PK ± BTU/h ¾ PK ± BTU/h 1 PK ± BTU/h 1 ½ PK ± BTU/h 2 PK ± BTU/h

15 Pengaruh Faktor Temperatur terhadap Konsumsi Energi Listrik pada Sistem Pengkondisian Udara Sesuai dengan standar yang digunakan yaitu SNI dan SNI Konsumsi energi listrik untuk sistem pengkondisian udara dipengaruhi oleh temperatur yang ada disekitar ruangan tersebut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap temperature ruangan adalah beban penyekat. Beban penyekat (walls load) atau yang sering disebut beban kebocoran dinding adalah ukuran dari rata-rata aliran panas yang disebabkan konduksi melalui dinding pada ruangan yang didinginkan dari luar ruangan kedalam ruangan. Karena isolasi yang tidak sempurna, maka selalu terdapat sejumlah panas yang terlewat dari luar ruangan menuju kedalam ruangan, bilamana suhu didalam lebih rendah dari luar ruangan. Jumlah dari perpindahan panas yang melewati dinding pada ruangan yang dikondisikan pada satuan waktu memiliki tiga fungsi faktor yang mempunyai hubungan dapat diekspresikan dengan persamaan berikut : 1. Menentukan beban pendinginan pada partisi, langit-langit, jendela kaca yang terpapar matahari langsung dan lantai : Qkonveksi = (A) (U) (D)......(2.10) 2. Menentukan Beban pendinginan untuk jendela kaca yang terpapar matahari langsung : Q radiasi = Akaca SF faktor transmisi jendela SC....(2.11) 3. Menentukan beban pendinginan untuk diding yang terpapar matahari langsung : Q = U.A.(D + (tea-te))...(2.12) te = to + α. It ε. α. R/ ho... (2.13) tea = to + α/ ho. (IDT/24) - ε. α. R/ ho..(2.14) Dimana : Q = jumlah perpindahan panas A = permukaan daerah luar dinding (m 2 )

16 21 U = koefisien dari perpindahan panas D = perbedaan temperatur luar dan dalam ruangan yang melewati dinding (t o- t i) Akaca = luas jendela kaca (m 2 ) SF = faktor radiasi matahari untuk kaca yang terpapar langsung (tabel 2.9 pada lampiran) SC = koefisien peneduh (shading factor) = 0,5 te = temperatur udara matahari to = temperatur udara kering pada jam tertentu α = absorbtansi permukaan untuk radiasi matahari (tabel 2.10 pada lampiran) α/ho = faktor warna permukaan (tabel 2.12 pada lampiran) It = beban kejadian matahari = 1,15 ε. α. R/ ho = faktor radiasi gelombang panjang = -7 o F untuk permukaan horizontal = 0 o F untuk permukaan vertikal tea IDT = temperature udara matahari rata-rata 24 jam = penambahan kalor matahari harian total untuk dinding yang terpapar matahari langsung (tabel 2.9 pada lampiran) Untuk mengkalkulasi beban panas (walls load) digunakan semua penyekat dari besar bangunan, seperti : dinding, jendela, pintu, plafon (langit-langit), dan lantai.

17 22 Selain berpengaruh pada tingkat konsumsi energi listrik, temperatur juga dapat memiliki dampak negatif bagi kondisi fisik penggunanya, antara lain : 1. Gemuk Sejumlah penelitian menguatkan tudingan bahwa suhu udara yang nyaman menjadi salah satu dari 10 penyebab utama kenaikan berat badan. Suhu yang nyaman sering kali membuat kita malas bergerak. Minimnya aktivitas tubuh meniadakan pelepasan energi pembakaran lemak. Dalam jangka panjang, timbunan lemak akan terakumulasi dan memicu obesitas. Sebab itu, mereka yang terbiasa hidup di ruangan berpenyejuk ruangan disarankan memiliki jadwal rutin berolah raga untuk membakar lemak tubuh. 2. Sick Building Syndrom Perbedaan suhu udara antara ruangan berpendingin udara dan luar ruang bisa mempengaruhi daya tahan tubuh. Beranjak ke ruang dingin dalam kondisi bercucur keringat usai melakukan aktivitas di bawah sinar matahari bisa mengakibatkan sakit kepala, lemas, sesak napas, bahkan sulit berkonsentrasi. 3. Penularan penyakit Hampir semua ruang berpendingin udara minim ventilasi. Kondisi ini membuat sirkulasi udara tidak lancar dan hanya menghasilkan udara daur ulang. Saat salah satu penghuninya membawa virus, otomatis virus itu akan terperangkap di ruangan sehingga berpotensi menular ke penghuni lain dengan cepat. 4. Penuaan kulit Mesin pendingin udara bekerja menurunkan temperatur udara dengan menangkap partikel-partikel air di udara untuk memproduksi hawa dingin. Kondisi ini secara tak langsung menurunkan kelembaban udara yang memicu masalah kulit kering. Jika sebagian besar waktu kita habis di ruang berpendingin udara biasakan menggunakan pelembab ekstra untuk kulit. Kita harus memiliki trik untuk menjaga kelembaban kulit demi mempertahankan elastisitasnya.

18 Audit Energi Energi adalah suatu besaran yang secara konseptual dihubungkan dengan transformasi, proses atau perubahan yang terjadi. Besaran ini seringkali dikaitkan dengan perpindahan sebuah gaya atau perubahan temperatur, sehingga memungkinkan penentuan satuan joule (perpindahan gaya 1 Newton sejauh 1 meter), maupun kalor jenis (energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur sebesar 1 derajat per satuan massa material). Dalam keperluan praktis, energi sering kali dikaitkan dengan jumlah bahan bakar atau konsumsi jumlah listrik. Satuan untuk tingkat konsumsi energi per satuan waktunya dapat dinyatakan dalam kilowatt jam (kwh) dengan persamaan : P = V x I x cos ɸ...(2.15) kwh = ( P x n x t ) / (2.16) atau = ( V x I x cos ɸ x n x t ) / (2.17) Dimana : P = besar konsumsi energi listrik pada alat (W) V = 220 V I = arus pada alat (A) t = waktu pemakaian alat (jam) n = jumlah alat cos ɸ = faktor daya pada sistem sebesar 0,85 Kemudian untuk menyatakan Indeks Konsumsi Energi suatu gedung dapat dinyatakan dengan persamaan (Aulia R, 2005): IKE = Total konsumsi listrik (kwh/bln) : luas area (m 2 ) = KWh/ bln / m²...( 2.18) Keterangan : IKE listrik persatuan luas kotor (gross) gedung adalah pembagian dari total konsumsi yang digunakan selama pemakaian energi listrik tiap 1 bulan (30 hari), dengan satuan daya (watt) dengan luas area kotor (gross) yang merupakan luas total gedung yang

19 24 dikondisikan (ber AC) dijumlahkan dengan luas total yang tidak dikondisikan (tanpa AC). IKE adalah pembagian antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan gedung dalam waktu tertentu (SNI ). IKE penting untuk dijadikan tolak ukur seberapa besar potensi efisiensi energi yang mungkin diterapkan di suatu ruangan. Cara termudah untuk menghitung penghematan energi dan biaya yang dihasilkan adalah dengan membandingkan pengeluaran untuk energi sebelum dan setelah implentasi langkah-langkah penghematan energi. Besarnya nilai penghematan yang diperoleh, dapat dinyatakan dalam bentuk persen dengan menggunakan persamaan berikut : IKE pra audit 2 2 kwh / m / b ln IKE pasca audit kwh / m / b ln 2 IKE pra audit kwh / m / b ln 100%.(2.19) Manajemen energi adalah pengelolaan terhadap sumber daya energi agar dapat digunakan secara lebih efisien, tanpa mengurangi kuantitas dan kualitas produk, serta aman bagi manusia dan lingkungan. Jadi, manajemen energi itu merupakan rangkuman dari tindakan yang direncanakan dan dilakukan untuk mencapai tujuan menggunakan energi seminimum mungkin sementara tingkat kenyamanan (di kantor atau rumah) dan tingkat produksi (di pabrik) tetap dapat terpelihara. Audit energi listrik merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi jenis energi dan mengidentifikasikan besarnya energi yang digunakan pada bagian-bagian operasi suatu industri/pabrik atau bangunan serta mencoba mengidentifikasi kemungkinan penghematan energi. Tujuan dari audit energi adalah (Capehart, 2006) : 1. Untuk mengidentifikasi secara jelas jenis energi yang digunakan dan biaya yang harus dikeluarkan atas pemakaian energi tersebut. 2. Memahami bagaimana energi tersebut digunakan dan kemungkinan terbuangnya. 3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif penghematan yang bisa dilakukan. 4. Melakukan analisis ekonomis terhadap alternatif-alternatif tersebut dan menentukan alternatif mana yang paling efektif.

20 25 Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan dilakukannya audit energi adalah (Capehart, 2006) : 1. Meningkatkan pengetahuan tentang efisiensi energi. 2. Mengidentifikasi biaya energi yang digunakan. 3. Mengidentifikasikan dan meminimumkan energi yang terbuang. 4. Membuat perubahan prosedur, peralatan, dan sistem untuk menyimpan energi. 5. Menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. 6. Menjaga lingkungan dengan mengurangi pembangkitan tenaga listrik. 7. Mengurangi biaya pengeluaran Audit Energi Awal atau Audit Energi Singkat (Preliminary Energy Audit = PEA). Tujuan dari audit energi awal (PEA) adalah untuk mengukur produktifitas dan efisiensi penggunaan energi dan mengidentifikasikan kemungkinan penghematan energi. Kegiatan audit energi awal meliputi: 1. Pengumpulan data-data pemakaian energi yang tersedia. Data tersebut meliputi : a. Dokumentasi bangunan yang dibutuhkan adalah gambar teknik bangunan sesuai pelaksanaan konstruksi (as built drawing), terdiri dari : 1. Tapak, denah dan potongan bangunan gedung seluruh lantai. 2. Denah instalasi pencahayaan bangunan seluruh lantai. 3. Diagram satu garis listrik, lengkap dengan penjelasan penggunaan daya listriknya dan besarnya penyambungan daya listrik PLN serta besarnya daya listrik cadangan dari Diesel Generating Set. b. Pembayaran rekening listrik bulanan bangunan gedung selama satu tahun terakhir dan rekening pembelian bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar gas (BBG), dan air. c. Tingkat hunian bangunan (occupancy rate).

21 26 2. Mengamati kondisi peralatan, penggunaan energi beserta alat-alat ukur yang berhubungan dengan monitoring energi seperti: a.memeriksa kondisi isolasi yang rusak atau hilang. b.meneliti adanya kebocoran. c.mengamati alat-alat ukur dan alat kendali yang tidak bekerja. d.mengamati gas pembuangan pembakaran. 3. Mengamati prosedur operasi dan perawatan yang biasa dilakukan dalam industri/pabrik atau gedung tersebut. 4. Survei energi manajemen, yaitu untuk mengetahui kegiatan manajemen energi dan kriteria pengambilan keputusan dalam investasi penghematan energi. Hasil PEA biasanya berupa laporan mengenai sumber-sumber kebocoran / kehilangan energi seperti adanya isolasi yang tidak sempurna, kebocoran fluida atau alat ukur pengendali yang tidak bekerja, rekomendasi perbaikan ringan yang harus dilakukan Audit Energi Rinci Audit energi rinci dilakukan bila nilai IKE bangunan lebih besar dari nilai target yang ditentukan, maka perlu diadakan : 1. Penelitian dan pengukuran konsumsi energi : a. audit energi rinci perlu dilakukan bila audit energi awal memberikan gambaran nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik lebih dari nilai target yang ditentukan. b. audit energi rinci perlu dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan energi pada bangunan gedung, sehingga dapat diketahui peralatan pengguna energi apa saja yang pemakaian energinya cukup besar. c. kegiatan yang dilakukan dalam penelitian energi adalah mengumpulkan dan meneliti sejumlah masukan yang dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan energi bangunan gedung, dan dari hasil penelitian dan pengukuran energi dibuat profil penggunaan energi bangunan gedung.

22 27 2. Pengukuran energi : Seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran. Hasil pengukuran harus dapat diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Untuk itu penting menjamin bahwa alat ukur yang digunakan telah dikalibrasi oleh instansi yang berwenang. Alat ukur yang digunakan dapat berupa alat ukur yang dipasang tetap (permanent) pada instalasi atau alat ukur yang dipasang tidak tetap (portable). 3. Identifikasi peluang hemat energi : a. Hasil pengumpulan data, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penghitungan besarnya IKE, dan penyusunan profil penggunaan energi bangunan gedung. b. Apabila besarnya IKE hasil penghitungan ternyata sama atau kurang dari IKE target, maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan untuk memperoleh IKE yang lebih rendah lagi. c. Bila hasilnya lebih dari IKE target, berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit energi rinci berikutnya guna memperoleh penghematan energi. Berdasarkan Pedoman pelaksanaan konservasi energi dan pengawasan di lingkungan Depdiknas (2004), diperoleh nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik, sebagai berikut : 1. 4,17 7,92 kwh/m²/bln berkriteria sangat efisien. 2. 7,92 12,08 kwh/m²/bln berkriteria efisien ,08 14,58 kwh/m²/bln berkriteria cukup efisien ,58 19,17 kwh/m²/bln berkriteria agak boros ,17 23,75 kwh/m²/bln berkriteria boros ,75 37,5 kwh/m²/bln berkriteria sangat boros.

23 Kebijakan Energi Dewan Energi Nasional Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam melakukan pengelolaan energi adalah dengan membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) pada tahun Kemudian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, pada tahun 2007 BAKOREN berubah nama menjadi Dewan Energi Nasional (DEN). DEN berfungsi untuk merancang dan merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan tujuan utama dari KEN adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya energi nasional. Kebijakan energi yang perlu ditempuh mencakup lima kebijakan utama. Kebijakan utama tersebut adalah (BAKOREN, 1998): 1. Diversifikasi yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup kemungkian untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara ekonomis dan tidak merusak lingkungan. 2. Intensifikasi yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil. Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti. 3. Konservasi energi yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir, yang merupakan penggunaan energi secara hemat dan efisien. Kebijaksanaan konservasi bertujuan memelihara kelestarian sumber daya yang ada melalui penggunaan sumber daya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan lingkungan hidup. Upaya konservasi energi diarahkan untuk meningkatkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Dalam hubungan dengan itu akan dikembangkan penggunaan teknologi produksi dan penggunaan energi yang lebih efisien dari segi teknis, ekonomis dan kesehatan lingkungan. Usaha konservasi energi harus didukung dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dari semua sektor. Dalam menunjang

24 29 kebijaksanaan konservasi energi itu perlu disusun pengaturan pelaksanaan secara praktis dan mudah. Konservasi energi merupakan langkah kebijaksanaan yang pelaksanaannya paling mudah dan biayanya paling murah diantara langkahlangkah di atas, serta dapat dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan energi ini dimaksudkan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya sumber energi yang ada, dengan pengertian bahwa konservasi energi tidak boleh menjadi penghambat kerja operasional maupun pembangunan yang telah direncanakan (Badan Koordinasi Energi Nasional, 1998). 4. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti mekanisme pasar. 5. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi bersih.

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0 Implementasi sistem merupakan tahap untuk mengimplementasikan sistem. Tahap penggunaan sistem ini dilakukan

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING I Wayan Swi Putra 1, I Nyoman Satya Kumara 2, I Gede Dyana Arjana 3 1.3 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas metodologi yang digunakan dalam penelitian beserta penjelasan singkat setiap tahapannya. Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-1 Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung didalam

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM

STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM JETri, Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372 STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM Chairul Gagarin Irianto Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Audit Industri Usaha-usaha untuk menghemat industri di segala bidang makin dirasakan perlu karena semakin terbatasnya sumber-sumber industri yang tersedia dan semakin mahalnya

Lebih terperinci

Pencahayaan dan Penerangan Rumah Sakit. 2. Pencahayaan dan penerangan seperti apa yang dibutuhkan dirumah sakit?

Pencahayaan dan Penerangan Rumah Sakit. 2. Pencahayaan dan penerangan seperti apa yang dibutuhkan dirumah sakit? Pencahayaan dan Penerangan Rumah Sakit 1. Apa itu pencahayaan/penerangan? penataan peralatan cahaya dalam suatu tujuan untuk menerangi suatu objek (eskiyanthi.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-pencahayaan.html)

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

PEDOMAN INSTALASI CAHAYA

PEDOMAN INSTALASI CAHAYA PEDOMAN INSTALASI CAHAYA HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI 2010 PENCAHAYAAN Dalam aspek kehidupan penerangan menempati porsi yang sangat penting Sumber cahaya adalah matahari Cahaya buatan adalah cahaya

Lebih terperinci

Prosedur audit energi pada bagunan gedung

Prosedur audit energi pada bagunan gedung Standar Nasional Indonesia Prosedur audit energi pada bagunan gedung ICS 91.040.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang Iingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

Abstrak. 2. Studi Pustaka. 54 DTE FT USU

Abstrak. 2. Studi Pustaka. 54 DTE FT USU ANALISIS AUDIT ENERGI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK (APLIKASI PADA GEDUNG J16 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS SUMATERA UTARA) Dewi Riska S. Barus (1), Surya Tarmizi

Lebih terperinci

Konservasi energi pada sistem pencahayaan

Konservasi energi pada sistem pencahayaan Standar Nasional Indonesia Konservasi energi pada sistem pencahayaan ICS 91.160.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Pendahuluan... ii 1 Ruang Iingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

MODUL III INTENSITAS CAHAYA

MODUL III INTENSITAS CAHAYA MODUL III INTENSITAS CAHAYA Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cahaya adalah suatu perpindahan energi yang dapat merangsang indera

BAB I PENDAHULUAN. Cahaya adalah suatu perpindahan energi yang dapat merangsang indera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Cahaya adalah suatu perpindahan energi yang dapat merangsang indera penglihatan manusia untuk menghasilkan sebuah gambaran visual. Manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 5 LANDASAN TEORI 2.1. Satuan-satuan Dalam teknik penerangan terdapat satuan-satuan yang biasa digunakan, antara lain: 1. Satuan untuk intensitas cahaya (I) adalah kandela (cd) Intensitas cahaya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang menghubungkan aliran listrik trafo dengan mesin mesin yang ada di PT Sanwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang menghubungkan aliran listrik trafo dengan mesin mesin yang ada di PT Sanwa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Survey lapangan merupakan wahana untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dari obyek penelitian. Survey lapangan dilakukan di ruangan panel listrik

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

Prosedur Energi Listrik

Prosedur Energi Listrik Prosedur Energi Listrik Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta giriwiyono@uny.ac.id Prosedur Audit Energi Listrik Pada Bangunan Gedung

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan Cut Putroe Yuliana Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Perpustakaan sebagai tempat untuk belajar membutuhkan intensitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK

KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA SISTEM PENCAHAYAAN DAN AIR CONDITIONING (AC) DI GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM DAN ARSIP DAERAH KOTA MALANG JURNAL SKRIPSI KONSENTRASI TEKNIK ENERGI

Lebih terperinci

BAB III ELABORASI TEMA

BAB III ELABORASI TEMA BAB III ELABORASI TEMA 3.1. Pengertian dan Teori Dasar Cahaya 3.1.1. Pengertian Cahaya Cahaya merupakan energi berbentuk gelombang dan membantu kita melihat benda di sekeliling kita. Sifat-sifat cahaya

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5

PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 3 September 2017; 68-73 PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 Supriyo, Ismin T. R. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

Lebih terperinci

EFEK PENCAHAYAAN TERHADAP PRESTASI DAN KELELAHAN KERJA OPERATOR. Jl. Kalisahak 28 Kompleks Balapan Yogyakarta *

EFEK PENCAHAYAAN TERHADAP PRESTASI DAN KELELAHAN KERJA OPERATOR. Jl. Kalisahak 28 Kompleks Balapan Yogyakarta * EFEK PENCAHAYAAN TERHADAP PRESTASI DAN KELELAHAN KERJA OPERATOR Muhammad Yusuf 1* 1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND Jl. Kalisahak 28 Kompleks Balapan Yogyakarta * Email:

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building Rumah Susun dan Pasar ini adalah adanya kebutuhan hunian

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Pengukuran Lingkungan Kerja 6.1.1 Pengukuran Pencahayaan Ruang Kerja Radar Controller Pada ruang Radar Controller adalah ruangan bekerja para petugas pengatur lalu lintas udara

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

CAHAYA. Cahaya: Cahaya adalah suatu bentuk radiasi energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat.

CAHAYA. Cahaya: Cahaya adalah suatu bentuk radiasi energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat. CAHAYA Cahaya: Cahaya adalah suatu bentuk radiasi energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat. Energi panas di radiasikan / dipancarkan pada suatu media oleh suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pencahayaan (Lighting) Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 METODE PENGUMPULAN DATA Agar tujuan penelitian ini tercapai, perlu diketahui penggunaan konsumsi daya yang ada di hotel Permai ini, data-data yang akan dicari adalah data-data

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Kelompok gelombang elektromagnetik

Gambar 2.1 Kelompok gelombang elektromagnetik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cahaya Cahaya adalah Suatu sumber cahaya memancarkan energi, sebagian dari energi ini diubah menjadi cahaya tampak.perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang- gelombang

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAMI (STUDI KASUS LAB. ELEKTRONIKA DAN MIKROPROSESSOR UNTAD)

OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAMI (STUDI KASUS LAB. ELEKTRONIKA DAN MIKROPROSESSOR UNTAD) OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAMI (STUDI KASUS LAB. ELEKTRONIKA DAN MIKROPROSESSOR UNTAD) Nurhani Amin Dosen Jurusan Teknik Elektro UNTAD Palu, Indonesia email: nhanie.lieben@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TEKNIKA VOL. 2 NO

TEKNIKA VOL. 2 NO ANALISA KONSERVASI ENERGI PENCAHAYAAN PADA GEDUNG KULIAH DI UNIVERSITAS IBA Bahrul Ilmi, Reny Afriany Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang Email: bahrul.ilmii@yahoo.com

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Pusat Pelatihan Otomotif PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 Defenisi Air Conditioning (AC) merupakan ilmu dan praktek untuk mengontrol

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI LAMPU PIJAR, LED, LHE DAN TL YANG ADA DIPASARAN TERHADAP ENERGI YANG TERPAKAI. Moethia Faridha 1, Ifan 2

STUDI KOMPARASI LAMPU PIJAR, LED, LHE DAN TL YANG ADA DIPASARAN TERHADAP ENERGI YANG TERPAKAI. Moethia Faridha 1, Ifan 2 STUDI KOMPARASI LAMPU PIJAR, LED, LHE DAN TL YANG ADA DIPASARAN TERHADAP ENERGI YANG TERPAKAI Moethia Faridha 1, Ifan 2 1 Fakultas Teknik Universitas Islam Kalimantan MAAB 2 Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah

Lebih terperinci

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam PATHOLOGI BANGUNAN DAN KENYAMANAN TERMAL Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, April 1997 Dalam ilmu bahasa, pathologi berarti ilmu tentang penyakit, dengan pengertian ini, ilmu tersebut dianggap tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konservasi energi listrik untuk perencanaan dan pengendalian pada gedung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konservasi energi listrik untuk perencanaan dan pengendalian pada gedung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian sebelumnya yang sebelumnya tentang kajian managemen konservasi energi listrik untuk perencanaan dan pengendalian pada gedung perkantoran PT. PHE

Lebih terperinci

TENTANG PENGHE. : a. Peraturan. b. menetapkan. Gubernur : 1. Pemerintah. Menimbang. tentang. Nomor ); 4. Tahun. Prov Jatim

TENTANG PENGHE. : a. Peraturan. b. menetapkan. Gubernur : 1. Pemerintah. Menimbang. tentang. Nomor ); 4. Tahun. Prov Jatim GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PENGHE EMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWAA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI NILAI IKE MELALUI AUDIT ENERGI AWAL KAMPUS 3 UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

EVALUASI NILAI IKE MELALUI AUDIT ENERGI AWAL KAMPUS 3 UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN EVALUASI NILAI IKE MELALUI AUDIT ENERGI AWAL KAMPUS 3 UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Riky Dwi Puriyanto 1), Sunardi 2), Ahmad Azhari 3) 1 Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan Email: rikydp@ee.uad.ac.id

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X

AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Audit Energi Dan Analisa Peluang Hemat Energi AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Derry Septian1,

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X

AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Audit Energi Dan Analisa Peluang Hemat Energi AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Derry Septian 1, Joko Prihartono 2, Purwo Subekti 3 ABSTRAK Dari penelitian yang telah

Lebih terperinci

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN PERTEMUAN KE 5 MIRTA DWI RAHMAH, S.KM,. M.KKK. PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN PERMASALAHAN Intensitas penerangan yang kurang dapat

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI UNTUK PEMAKAIAN AIR CONDITIONING (AC) PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN RUANG KULIAH DI UPI Syamsuri Hasan, Maman Rakhman, dan Agus Maulana 1

AUDIT ENERGI UNTUK PEMAKAIAN AIR CONDITIONING (AC) PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN RUANG KULIAH DI UPI Syamsuri Hasan, Maman Rakhman, dan Agus Maulana 1 AUDIT ENERGI UNTUK PEMAKAIAN AIR CONDITIONING (AC) PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN RUANG KULIAH DI UPI Syamsuri Hasan, Maman Rakhman, dan Agus Maulana 1 Abstrak: Salah satu fasilitas yang diterapkan atau dipasang

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI GEDUNG FT UIBA. Bahrul Ilmi, Ratih Diah Andayani Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang

AUDIT ENERGI GEDUNG FT UIBA. Bahrul Ilmi, Ratih Diah Andayani Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang AUDIT ENERGI GEDUNG FT UIBA Bahrul Ilmi, Ratih Diah Andayani Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang ABSTRAK Audit energi yang dilakukan pada gedung Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Menghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan

Menghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan Menghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan Setiap ruang pada bangunan rumah, kantor, apartement, gudang, pabrik, dan lainnya, membutuhkan penerangan. Baik penerangan / pencahayaan alami (pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGHEMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fungsi dan luas ruangan serta intensitas penerangannya.

I. PENDAHULUAN. fungsi dan luas ruangan serta intensitas penerangannya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem pencahayaan digunakan ketika penerangan alami tidak dapat memenuhi persyaratan penerangan ruang dalam bangunan. Dilihat dari penggunaan energi listrik suatu bangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan pekerja (Choi dkk, 2012). Pada saat pekerja merasa nyaman dalam bekerja maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menanggapi isu penggunaan clean energy yang sangat santer saat ini, pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh kebijakan dunia dan negara

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( ) SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS Di susun oleh : ROMI RIZALI (0951010018) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN TUGAS AKHIR

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS AUDIT ENERGI UNTUK PENCAPAIAN EFISIENSI ENERGI DI GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG NUR MUHAMAD HAKIKI NIM: 41312010028 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN ARMATURE PADA LAMPU LHE TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI PENCAHAYAAN.

PENGARUH PEMASANGAN ARMATURE PADA LAMPU LHE TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI PENCAHAYAAN. PENGARUH PEMASANGAN ARMATURE PADA LAMPU LHE TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI PENCAHAYAAN. Oleh : Eko Widiarto Dosen Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Soedarto. SH, Tembalang Semarang

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. (0951010024) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Saat ini energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udaranya. Sistem tata udara pada Gedung Rektorat Universitas Lampung masih

I. PENDAHULUAN. udaranya. Sistem tata udara pada Gedung Rektorat Universitas Lampung masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem tata udara merupakan sistem pengkondisian udara yang berfungsi untuk mengatur tingkat kenyamanan baik dari keadaan suhu maupun kelembaban udaranya. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159 DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI. v DAFTAR TABEL. x DAFTAR GAMBAR. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Batasan Masalah..

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK

STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 13-24, ISSN 1412-0372 STUDI PEMANFAATAN CAHAYA ALAM SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN RUANG KULIAH GEDUNG E KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI DALAM RANGKA PENGHEMATAN

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan Energi Listrik di Laboratorium Komputer Sekolah Dasar Negeri 150 Pekanbaru

Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan Energi Listrik di Laboratorium Komputer Sekolah Dasar Negeri 150 Pekanbaru Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI 7 ISSN : 2085-9902 Pekanbaru, 11 November 2015 Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan Energi Listrik di Laboratorium Komputer

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus beroperasi pada tingkat efisiensi optimalnya. Untuk mempertahankan agar kinerja operasi selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan bidang studi yang selalu berkaitan dengan kegiatan manusia, serta kebutuhannya terhadap sebuah ruang. Secara garis besar, ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salpanio, R. (2007), melakukan penelitian mengenai Audit Energi pada kampus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salpanio, R. (2007), melakukan penelitian mengenai Audit Energi pada kampus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pustaka Salpanio, R. (2007), melakukan penelitian mengenai Audit Energi pada kampus UNDIP PLEBURAN SEMARANG dengan sample hanya 21 pelanggan. Hasil dari penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel menjadi salah satu solusi tempat sementara seseorang/kelompok untuk menginap selama mereka pelakukan keperluannya di daerah/kota tersebut. Tidak heran di jaman

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN Irnanda Priyadi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu Jl.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kenyamanan adalah bagian dari salah satu tujuan utama dari ilmu ergonomika yang harus dicapai. Kenyamanan terdiri atas kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Kenyamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi bersifat abstrak dan sukar dibuktikan, tetapi dapat dirasakan adanya. Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PERENCANAAN SISTEM MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING (MEP) PADA GEDUNG FARMASI STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

NASKAH PUBLIKASI PERENCANAAN SISTEM MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING (MEP) PADA GEDUNG FARMASI STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN NASKAH PUBLIKASI PERENCANAAN SISTEM MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING (MEP) PADA GEDUNG FARMASI STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN Disusun Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Validita R. Nisa

SIDANG TUGAS AKHIR. Validita R. Nisa SIDANG TUGAS AKHIR Validita R. Nisa 2105 100 045 Latar Belakang Semakin banyaknya gedung bertingkat Konsumsi energi listrik yang besar Persediaan energi dunia semakin menipis Penggunaan energi belum efisien

Lebih terperinci